Anda di halaman 1dari 28

BAB IV

INTERPERTASI AWAL GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

Interpretasi awal geologi daerah penelitian merupakan tahap interpretasi


peneliti pada daerah penelitian meliputi aspek-aspek geologi yang berkembang di
daerah penelitian. Pada tahapan awal ini dilakukan suatu analisis serta sintesa awal
pada daerah penelitian. Interpretasi awal tersebut didasarkan pada hasil data
penelitian awal (reconnaissance) dan data sekunder yang diperoleh sehingga
peneliti memiliki gambaran awal terhadap aspek-aspek geologi yang terdapat pada
daerah penelitian. Aspek-aspek geologi tersebut terdiri atas geomorfologi,
stratigrafi, struktur geologi dan sejarah geologi dari daerah penelitian.

4.1 Geomorfologi
Aspek-aspek yang akan dikaji dalam pembahasan geomorfologi di daerah
penelitian yaitu meliputi: satuan geomorfologi, pola pengaliran, stadia sungai,
stadia daerah, dan proses geomorfologi (morfogenesis). Pembagian satuan
geomorfologi daerah penelitian dibagi dengan berdasarkan klasifikasi bentuk
muka bumi (BMB) van Zuidam (1983). Klasifikasi bentuk muka bumi memiliki
prinsip dasar pembagian satuan geomorfologi dengan mengacu pada proses-
proses geologi baik endogen maupun eksogen dengan mempertimbangkan pula
aspek lainnya. Namun dalam proses pengklarifikasian bentang alam pada daerah
penelitian menjadi satuan-satuan bentang alam bernama berdasarkan klarifikasi
bentuk muka bumi dirasa terdapat beberapa kekurangan terutama pada aspek
morfometri. Klasifikasi bentuk muka bumi pada pengaplikasiannya tidak
dapat memberikan gambaran secara kuantitatif sehingga pada penelitian ini
peneliti juga mengacu kepada klasifikasi morfometri van Zuidam (1985) dan van
Zuidam & Cancelado (1979) sebagai data pendukung atau pelengkap pemerian
masing- masing satuan geomorfologi.
4.1.1 Satuan Geomorfologi
Berdasarkan hasil perhitungan beda tinggi dan kelerengan (morfometri)
(Lampiran 3) pada peta topografi serta melihat morfogenesa yang ada di daerah
penelitian, maka Satuan geomorfologi daerah penelitian dapat dibagi menjadi
beberapa satuan yang terdiri atas: Satuan Geomorfologi Lereng Gunung Api
(V3), Satuan Geomorfologi , Satuan Geomorfologi Topografi Bergelombang
hingga Perbukitan dengan Pola Aliran berkaitan dengan Kekar dan Patahan (S3).

1. Satuan Geomorfologi Lereng Gunung Api (V3)


Satuan geomorfolgi ini menepati ±60% dari seluruh daerah
penelitian, meliputi Desa Wangkelang, Desa Lambangelun, Desa
Notogiwang, Desa Werdi, Desa Domiyang, Desa Winduaji, Desa
Sukoharjo, Desa Gembong, Desa Bongas, Desa Tlagsana, Desa
Bojongkoneng, Desa Kandangserang, Desa Lambur, dan Desa Loragung.
Satuan ini mempunyai kemiringan rata rata ± 38,5 % dan beda tinggi rata
rata 122,05 meter. Pola pengaliran yang berkembang pada satuan ini yaitu
Dendritik .
Stadia sungai pada satuan ini yaitu stadia tua. Satuan geomorfologi
ini tersusun oleh litologi lempung, tuff, breksi andesit, andesit, dan
endapan breksi (vulkanik), Satuan geomorfologi ini dimanfaatkan sebagai
pemukiman, dan persawahan.
Gambar 4.1 Satuan Geomorfologi curam – Lereng gunung api , (lensa menghadap
ke selatan) foto diambil di tepi jalan Desa Wangkelang, dengan
koordinat 70 7’43”LS dan 1090 32’84”BT

2. Satuan Geomorfologi Topografi perbukitan hingga pegunungan dengan pola


aliran berkaitan dengan singkapan batuan berlapis (S4).
Satuan geomorfolgi ini menepati 25% dari seluruh daerah
penelitian, meliputi Desa Krandegan, Desa Werdi, Desa Winduaji dan
Desa Wangkelang. Satuan ini mempunyai kemiringan rata rata 69.93%
dan beda tinggi rata rata 106,25 meter. Pola pengaliran yang berkembang
pada satuan ini yaitu Pinnate. Stadia sungai pada satuan ini yaitu stadia
tua. Satuan geomorfologi ini tersusun oleh litologi tuff dan breksi andesit.
Satuan geomorfologi ini dimanfaatkan sebagai pemukiman dan pertanian

Gambar 4.2. Satuan Geomorfologi Bergelombang kuat – Perbukitan (Lensa


menghadap ke arah barat) di tepi jalan Desa Lambur, dengan dengan
koordinat 70 7’57”LS dan 1090 30’47”BT
3. Satuan Geomorfologi Perbukitan & Lereng Denudasional dengan erosi
sedang sampai parah D2)
Satuan geomorfolgi ini menepati ±15 % dari seluruh daerah
penelitian, meliputi Desa Garungwiyoro, Desa Bojongkoneng, dan Desa
Bubak. Satuan ini mempunyai kemiringan rata rata ±39,71 % dan beda
tinggi rata rata 124,53 meter. Pola pengaliran yang berkembang pada
satuan ini yaitu Dendritik. Stadia sungai pada satuan ini yaitu stadia tua.
Satuan geomorfologi ini tersusun oleh litologi batugamping dan andesit.
Satuan geomorfologi ini dimanfaatkan untuk pertanian.

Gambar 4.3. Satuan Geomorfologi Bergelombang kuat – Perbukitan


(Lensa menghadap ke arah Timur laut) di tepi jalan Desa
Garungwiyoro, demgan dengan koordinat 70 09’ 12”LS
dan 1090 31’53”BT

4.1.2 Pola Pengaliran


Pola pengaliran (drainage pattern) merupakan suatu pola dalam
kesatuan ruang yang merupakan hasil penggabungan dari beberapa individu
sungai yang saling berhubungan suatu pola dalam kesatuan ruang
(Thornbury, 1969). Pola pengaliran merupakan bagian penting dari tahapan
geomorfologi yang berhubungan erat dengan topografi dan sistem hidrologi
daerah penelitian yang hubunganya dengan curah hujan dan merupakan
sifat-sifat yang paling penting untuk klasifikasi bentang alam
Perkembangan dari pola pengaliran dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor
antara lain adalah kemiringan lereng, perbedaan resistensi batuan, proses
vulkanik Kuarter, sejarah geologi, dan stadia geomorfologi dari cekungan
pola pengaliran (drainage basin). Pembagian jenis pola pengaliran
didasarkan atas data alur sungai dan lembah pada peta topografi maupun
citra DEMNAS maupun pengamatan lapangan. Pola pengaliran di daerah
penelitian berdasarkan jenis-jenis pola aliran sungai menurut klasifikasi
(Howard,1967). Berdasarkan pengamatan peta topografi maupun
pengamatan di lapangan, pola pengaliran di daerah penelitian terdapat 2
jenis pola pengaliran yaitu Pola pengaliran dendritic dan pola pengaliran
pinnate. (Gambar 4.4)

Gambar 4.4. Peta pola pengaliran daerah penelitian.


1. Pola Pengaliran Dendritik
Pola Aliran dendritik adalah pola aliran yang percabangannya
menyerupai struktur pohon. Pada umumnya, pola aliran dendritik dikontrol
oleh litologi batuan yang homogen. Pola aliran dendritik dapat memiliki
tekstur/kerapatan sungai yang dikendalikan oleh jenis batuannya. Pola
aliran ini tersebar hampir di seluruh lokasi penelitian. Pola pengaliran ini
meliputi ± 65 % dari luas total daerah penelitian.

2. Pola Pengaliran Pinnate


Pola pinnate merupakan pola modifikasi dari pola aliran dendritic yang
dicirikan oleh jarak yang berdekatan, banyaknya anak sunagi yang
memasuki induk sungai dengan sudut tajam. Pola aliran ini tersebar di
bagian tengah pada lokasi penelitian. Pola pengaliran ini meliputi ± 35 %
dari luas total daerah penelitian.

4.1.3 Stadia sungai


Berdasarkan pengamatan lapangan terdapat 1 sungai utama yang mengalir
melalui lokasi penelitian yaitu sungai genteng yang melewati Desa Lambur, Desa
Loragung, dan Desa Domiyang dan Sungai Keruh mengalir melewati Desa
Tlagsana. Stadia sungai dewasa dicirikan oleh lembah sungai yang membesar dan
dalam dari sebelumnya, kecepatan aliran yang mulai berkurang, tingkat gradien
sungai sedang, aliran sungai berkelok – kelok, lembah sungainya berbentuk “U”,
umumnya tidak dijumpai keberadaan air terjun maupun danau, dan erosi secara
lateral lebih dominan dibandingkan dengan erosi secara vertikal (Gambar 4.5)
Gambar 4.5. Stadia sungai dewasa Sungai Genteng dengan bentuk
yang relatif “U” pada LP 7

4.1.4 Stadia daerah

Perkembangan stadia daerah pada dasarnya menggambarkan seberapa


jauh morfologi daerah telah berubah dari morfologi aslinya. stadia daerah dapat
ditentukan dengan melihat keadaan bentang alam dan kondisi sungai yang
terdapat di daerah tersebut. Stadia daerah penelitian dikontrol oleh litologi dan
morfologi (proses) baik proses endogen maupun proses eksogen.
Berdasarkan keadaan morfologi serta intensitas proses eksogenik,
endogenik dan bukti - bukti lain di lapangan litologi sangat mengontrol suatu
bentukan morfologi pada lokasi penelitian. Berbagai tempat pada lokasi
penelitian masih menunjukan kenampakan morfologi lembah sungai yang sangat
terjal dan curam. Hal ini juga sangat tercermin pada kontur yang sangat rapat.
Berdasarkan ciri dan karakteristik yang ada kemudian membandingkan terhadap
model tingkat stadia menurut Lobeck (1939), maka dapat disimpulkan secara
umum stadia daerah penelitian termasuk kedalam stadia dewasa (Gambar 4.6).
Gambar 4.6. Stadia daerah penelitian menurut Lobeck (1939).

4.2. Stratigrafi Daerah Penelitian


Stratigrafi daerah penelitian secara regional masuk kedalam Peta Geologi
Regional Lembar Banjarnegara – Pekalongan Condon. dkk (1996). Secara
regional daerah penelitian tersusun atas 3 formasi yang berbeda berturut-turut
dari tua ke muda: Formasi Rambatan (Tmr), Anggota sigugur Formasi Rambatan
(Tmrs), Batuan Gunung Api Jembangan (Qj).
Dalam penamaan satuan batuan tersebut mengacu pada Sandi Stratigrafi
Indonesia (1996). Berdasarkan hasil pemetaan awal (recognize), satuan stratigrafi
batuan daerah penelitian tersusun atas satuan dengan urutan tua ke muda yaitu:
Satuan Batulempung Rambatan, Satuan batugamping Kristalin Rambatan, Satuan
Breksi Andesit Batuan Gunung Api Jembangan, Intrusi Andesite. (Tabel 4.1)
Tabel 4.1 Stratigrafi daerah penelitian
4.2.1 Satuan Batulempung Totogan
Satuan Batulempung Rambatan satuan yang paling tua dan menurut
beberapa ahli satuan ini diendapkan selaras dengan satuan batulempung
Rambatan. Satuan ini tersusun oleh batulempung dan batupasir. Litologi yang
didapatkan dilapangan yaitu Batulempung yang memiliki warna segar abu-abu
kehitaman, bentuk butir membundar, pemilahan baik, kemas tertutup, ukuran
butir lempung 1/256 mm , struktur berlapis dengan arah N 263 E/60 o dan
komposisi mineral lempung (Gambar 4.7). Secara mikroskopis komposisi batuan
dominan terdiri dari 78% massa dasar berukuran lempung <0,03 mm dan terdapat
22% rongga. Nama batuan adalah Mudstone (Pettijohn, 1975).
Litologi lain berupa batupasir yang memiliki warna putih kekuningan,
bentuk butir membundar, pemilhan baik, kemas tertutup, ukuran butir pasir halus
(0.125mm - 0.25mm), strukur masif, komposisi terdiri dari Quarzt dan Feldspar
(Gambar 4.8). Secara mikroskposi menunjukan struktur masif, tekstur berupa
ukuran butir <1.0 mm, bentuk butir cenderung membulat tanggung-menyudut
tanggung, kemas tertutup, tersortasi baik. Fragmen penyusun batuan terdiri dari
51% massa dasar, 14 Feldspar, 18% kuarsa dan 17 % rongga. Nama Batuan
Arkosic wacke (, Pettijohn (1975).
Berdasarkan pengukuran ketebalan dipenampang geologi B-B’ pada peta
geologi satuan ini memiliki tebal ±200 meter, Satuan ini meliputi ±6 % dari
seluruh daerah penelitian. Satuan Batulempung Totogan ini memiliki umur
berdasarkan pada peta geologi regional Lembar Banjarnegara-Pekalongan Condon
dkk. (1996), Satuan Batulempung Rambatan mempunyai umur Miosen awal –
Miosen tengah.

Gambar 4.7. Kenampakan batulempung dipinggir jalan LP 5, dengan lensa


menghadap ke barat daya, dengan koordinat 70 11’ 6”LS dan 1090
30’50”BT
Tabel 4.1 Kolom litologi Satuan Batulempung Totogan
4.2.1 Satuan Batulempung Karbonatan Rambatan
Satuan Batulempung Rambatan Karbonat satuan ini diendapkan secara
menjari dengan satuan batuan Batugamping kristalin Rambatan. Satuan ini
tersusun oleh batulempung dan tuff. Litologi yang didapatkan dilapangan yaitu
Batulempung yang memiliki warna segar abu-abu kehitaman, bentuk butir
membundar, pemilahan baik, kemas tertutup, ukuran butir lempung 1/256 mm ,
struktur berlapis dengan arah N 301 E/60o, komposisi mineral lempung dan dapat
bereaksi dengan HCl (Gambar 4.7). Secara Mikroskopis dominan terdiri dari
78% massa dasar berukuran lempung <0,03 mm yang bersifat karbonatan berupa
kalsit/mineral karbonat dan terdapat 22 % rongga. Nama batuan adalah Mudstone
(Pettijohn, 1975)
Litologi lain berupa tuff yang memiliki warna putih kekuningan, bentuk
butir membundar, pemilhan baik, kemas tertutup, ukuran butir pasir halus
(0.125mm - 0.25mm), strukur masif, komposisi terdiri dari gelas dan bereaksi
kuat dengan HCl (Gambar 4.8). Secara mikroskposi memeiliki tekstur
holokristalin dengan pelapukan tahap lanjut. Terdapat embayment mineral
sebelumnya tergantikan oleh masa dasar gelas dan komposisi kristal 67%, Litik
6% dan Gelas 27%. Nama Batuan Crystal Tuff (Pettijohn (1975) dan Harper &
Row, Schimd (1981).
Berdasarkan pengukuran ketebalan dipenampang geologi A-A’ pada peta
geologi satuan ini memiliki tebal ±300 meter, Satuan ini meliputi ±30 % dari
seluruh daerah penelitian. Satuan Batulempung Rambatan ini memiliki umur
berdasarkan pada peta geologi regional Lembar Banjarnegara-Pekalongan Condon
dkk. (1996), Satuan Batulempung Rambatan mempunyai umur Miosen awal –
Miosen tengah.

Gambar 4.7. Kenampakan batulempung dipinggir jalan LP 5, dengan lensa


menghadap ke barat daya, dengan koordinat 70 11’ 6”LS dan 1090
30’50”BT
Gambar 4.8. Kenampakan tuff di Sungai Keruh LP 7, dengan lensa menghadap
ke timur laut, dengan koordinat 70 10’ 54”LS dan 1090 30’54”BT
Tabel 4.3 Kolom litologi Satuan Batulempung Karbonatan Rambatan

4.2.2 Satuan Batugamping Kristalin Sigugur


Satuan batugamping Anggota sigugur ini menurut peta geologi regional
memiliki hubungan yang menjari dengan satuan Batulempung Rambatan. Satuan
ini tersusun atas batugamping Terumbu. Batugamping memiliki warna segar putih
keabu-abuan, dengan tekstur nonklastik dengan ukuran butir 1/16 (sedang),
struktur masif dan komposisi mineral kalsit dan dapat ciri khas bereaksi kuat
dengan HCL (Gambar 4.9). Secara mikroskopis memiliki kandungan berupa
massa dasar dan fosil skeletal grain. Sayatan dominan terdiri dari grain supported
dengan persentase 53% dan pecahan fosil 47%. Nama Batuan Packestone
(Dunham, 1962).
Berdasarkan pengukuran ketebalan dipenampang geologi B-B’ pada peta
geologi satuan ini memiliki tebal ±100 meter. Pada satuan ini menempati
keberadaan ±18% dari seluruh daerah penelitian meliputi Desa Tlgasana, Desa
Garungwiyoro, dan Desa Bojongkoneng. Satuan Batuan di Anggota sigugur
formasi rambata ini berdasarkan pada peta geologi regional Lembar Banjarnegara-
Pekalongan Condon dkk. (1996), memiliki umur Miosen Awal – Miosen Tengah.
Gambar 4.9. Kenampakan batugamping Kristalin disamping jembatan di
LP 11, dengan lensa menghadap ke tenggara. Dengan
koordinat 70 9’ 6”LS dan 1090 31’20”BT
Tabel 4.4 Kolom Litologi Satuan Batugamping Terumbu Sigugur
4.2.4 Intrusi Dasit
Satuan Intrusi Dasit ini memiliki hubungan tidak selaras dengan satuan
yang berada diatasanya yaitu satuan Batulempung Rambatan. Intrusi dasit ini
memiliki warna abu-abu kehitaman, tekstur kristalinitas holokristalyn, ukuran
butir faneric, bentuk butir subhedral, relasi inequigranular, dan komposisi terdiri
dari mineral kuarsa, dan feldspar (Gambar 4.11). Secara Mikroskopis sayatan
terdiri atas plagioklas,feldspar, muskovit, kuarsa, mineral opaq dan massa dasar.
Memiliki tekstur holokristalin, porfiritik, bentuk kristal subhedral – anhedral.
Komposisi batuan terdiri dari 12% feldspar ,22% plagioklas, 3% muskovit, 4%
kuarsa, 12% mineral opaq dan 47% massa dasar. Nama Batuan Dacite
(Streckeisen, 1978).
Berdasarkan pengukuran ketebalan dipenampang geologi B-B’ pada peta
geologi satuan ini memiliki tebal ±250 meter. Pada satuan ini menempati
keberadaan ±7% dari seluruh daerah penelitian meliputi Desa Sukoharjo, Desa
Bongas , dan Desa Bubak. Satuan Batuan ini berdasarkan pada peta geologi
regional Lembar Banjarnegara-Pekalongan Condon dkk. (1996),memiliki umur
Miosen awal.

Gambar 4.11 Intrusi Andesite disamping jalan Lp 1, lensa kamera


menghadap ke timur, dengan koordinat 70 11’ 54”LS dan
1090 30’30”BT
Tabel 4.5 Kolom litologi Satuan Intrusi Dasit
4.2.3 Satuan Breksi Dasit Ligung
Satuan Breksi Andesite ini memiliki hubungan yang tidak selaras dengan
satuan batuan yang ada dibawahnya yaitu satuan Batulempung Rambatan.
Tersusun oleh Breksi dasit. Salah satu litologi yang mewakili satuan ini yaitu
Breksi Dasit yang memiliki warna lapuk cokelat kehitaman dan warna segar abu-
abu kehitaman, kemas terbuka, sortasi buruk, kebundaran meruncing, struktur
fragmental berukuran kerikil hingga bongkah, komposisi terdiri dari fragmen dasit
dan matriks tuff. Fragmen dasit memiliki warna lapuk coklat kehitaman dan
warna segar abu-abu cerah memiliki tekstur porfiritik, kristalisasi hipokristalin,
dengan relasi inequegranular, bentuk subhedral-anhedral, struktu massif,
komposisi mineral kuarsa dan feldspar,Secara Mikroskopis terdiri atas feldspar,
kuarsa, rongga dan massa dasar. Memiliki tekstur holokristalin, porfiritik, bentuk
kristal subhedral – anhedral. Komposisi batuan terdiri dari 4% feldspar , 27%
kuarsa, 10% rongga dan 59% massa dasar (Gambar 4.10). Nama Batuan Dacite
(Streckeisen, 1978).
Matriks tuff warna segar putih kekuningan, struktur masif, tekstur
piroklastika dengan ukuran butir kasar hingga halus, sortasi baik, kemas tertutup.
Tersusun atas abu vulkanik. Seacara Mikroskopis menunjukan struktur masif,
tekstur batuan porfiritik, kristalinitas hipokristain, bentuk kristal anhedral,
hubungan inequigranular. Teramati mineral felsik sebagai fenokris yang telah
hancur menjadi massa dasar. Secara komposisi batuan ini mengandung gelas
95,5% dan kristal 4,5%. Nama Batuan Vitric Tuff (Pettijohn (1975) dan Harper &
Row, Schimd (1981)
Berdasarkan pengukuran ketebalan dipenampang geologi B-B’ pada peta
geologi satuan ini memiliki tebal ±100 meter. Pada satuan ini menempati
keberadaan ±45% dari seluruh daerah penelitian meliputi Desa Wangkelang, Desa
Notogiwang, Desa Domiyang, Desa Winduaji, Desa Werdi, Desa dan Krandegan.
Satuan Batuan ini berdasarkan pada peta geologi regional Lembar Banjarnegara-
Pekalongan Condon dkk. (1996), memiliki umur Plistosen.

Gambar 4.10 Kenampakan Breksi Dasit disamping jalan pada LP 25, lensa
menghadap ke barat, dengan koordinat 70 7’ 6”LS dan 1090
31’48”BT
Tabel 4.6 Kolom litologi Satuan Breksi Dasit Ligung
4.2.3 Satuan Breksi Dasit Batuan Gunung Api Jembangan
Satuan Breksi Andesite ini memiliki hubungan yang selaras dengan satuan
batuan yang ada dibawahnya yaitu satuan Breksi Dasit Ligung. Satuan ini
tersusun oleh Breksi Dasit yang memiliki warna lapuk cokelat kehitaman dan
warna segar abu-abu kehitaman, kemas terbuka, sortasi buruk, kebundaran
meruncing, struktur fragmental berukuran kerikil hingga bongkah, komposisi
terdiri dari fragmen andesit dan matriks pasir kasar. Fragmen Dasit memiliki
warna lapuk coklat kehitaman dan warna segar abu-abu cerah memiliki tekstur
porfiritik, kristalisasi hipokristalin, dengan relasi inequegranular, bentuk
subhedral-anhedral, struktur massif dan komposisi mineral kuarsa dan feldspar.
Sedangkan secara Mikroskopis terdiri atas plagioklas,feldspar, kuarsa, rongga dan
massa dasar. Memiliki tekstur holokristalin, porfiritik, bentuk kristal subhedral –
anhedral. Komposisi batuan terdiri dari 2% feldspar ,7% plagioklas, 23% kuarsa,
8% rongga dan 60% massa dasar. Nama Batuan Nama Batuan Dacite
(Streckeisen, 1978).
Matriks batulempung karbonat ini memiliki warna segar hitam keabu-
abuan dengan warna lapuk kuning kecoklatan, struktur masif, tekstur klastika
dengan ukuran butir lempung (< 1⁄256 mm), bentuk butir membundar

baik, kemas tertutup, sortasi tak teramati. Tersusun atas mineral lempung,serta
bereaksi dengan HCl. Sedangkan secara mikroskopis dominan terdiri dari massa
dasar berukuran lempung<0,03 mm yang bersifat karbonatan berupa
kalsit/mineral karbonat dan terdapat 6 % rongga (Gambar 4.10). Nama Batuan
Mudstone (Pettijohn, 1975).
Berdasarkan pengukuran ketebalan dipenampang geologi B-B’ pada peta
geologi satuan ini memiliki tebal ±150 meter. Pada satuan ini menempati
keberadaan ±45% dari seluruh daerah penelitian meliputi Desa Wangkelang, Desa
Notogiwang, Desa Domiyang, Desa Winduaji, Desa Werdi, Desa dan Krandegan.
Satuan Batuan ini berdasarkan pada peta geologi regional Lembar Banjarnegara-
Pekalongan Condon dkk. (1996), memiliki umur Plistosen.
Gambar 4.10 Kenampakan Breksi Dasit disungai Genteng pada LP 73, lensa
menghadap ke barat daya, dengan koordinat 70 7’ 6”LS dan 1090
31’48”BT
Tabel 4.7 Kolom Litologi Satuan Breksi Dasit Jembangan
4.3 Struktur Geologi Daerah Penelitian

Struktur geologi yang terdapat di daerah penelitian diinterpretasi


berdasarkan peta DEMNAS (2021), Peta topografi, dan peta geologi regional.
Hasil analisa data struktur geologi terhadap peta demnas (2021) dimana disekitar
daerah penelitian dapat dilihat dari hasil analisa kelurusan bukit (lineament),
kenampakan struktur geologi berupa pola kelurusan yang memiliki arah relatif
barat laut – tenggara.

a. Analisa Peta Geologi Regional

Berdasarkan data dari hasil analisa Peta Geologi Regional Lembar Lembar
Banjarnegara-Pekalongan Condon.dkk (1996), terdapat struktur sesar mendatar
dengan arah baratlaut – tenggara.

b. Analisis Peta Citra DEMNAS

Berdasarkan hasil analisis terhadap peta DEMNAS (Anonim, 2021)


dengan menggunakan software Global Mapper 20 dan GeoRose dapat dilihat pola
kelurusan bukit pada peta geologi Regional Lembar Yogyakarta oleh (Rahardjo,
dkk, 1995) sesuai dengan yang terlihat pada peta DEMNAS (2021) yang saling
berkesinambungan Struktur geologi yang berkembang di daerah penelitian
memperlihatkan pola-pola kelurusan (Gambar 4.12). Analisis peta DEMNAS
tersebut bertujuan untuk melakukan pedekatan terkait pola umum kelurusan yang
ada di daerah penelitian, baik itu merupakan akibat dari kontrol struktur yang ada
di daerah penelitian. Pola-pola kelurusan yang ada di daerah penelitian tersebut
memiliki kenampakan arah utama 1 barat laut – tenggara dan arah utama 2 barat –
timur seperti yang diilustrasikan pada diagram mawar (rosette) (Gambar 4.12).
Pola kelurusan tersebut untuk sementara diinterpretasikan sebagai indikasi adanya
kontrol struktur geologi pada daerah penelitian.
Gambar 4.12. Peta pola kelurusan daerah penelitian.
4.3.1 Sesar Mendatar Mengkanan Genteng

Sesar Mendatar Mengkanan Genteng terletak di bagian utara pada daerah

penelitian yang memiliki arah baratlaut-tenggara dan sesar ini memotong Satuan

Breksi Dasit Ligung dan Satuan Batulempung Karbonat Rambatan. Sesar ini

didapatkan dari hasil analisis kelurusan pada peta DEMNAS (Anonim, 2018)

menunjukkan adanya pola menerus dengan arah kelurusan relatif baratlaut-

tenggara yang memanjang di Kali Lantung dan tercermin sebagai bidang sesar.

Dari analisis stereografis yang dilakukan berdasarkan data pengukuran shear

fracture, dan gash fracture di lapangan (Gambar 4.17), maka didapatkan

kedudukan bidang sesar adalah N 53°E / 36° dengan kedudukan net slip 77°, N

269° E, kedudukan shear fracture N 37° E / 64°, kedudukan gash fracture N

240° E / 37° (Lampiran 6, hal 164). Berdasarkan arah pergerakan relatifnya ,

maka nama sesar tersebut Right Lag Slip fault fault (Rickard, 1972).
Gambar 4. 18 Foto kekar yang berada pada Lp 7 di sungai genteng
4.3.2 Sesar Naik Keruh

Sesar Mendatar Naik Keruh terletak di bagian selatan pada daerah

penelitian yang memiliki arah baratlaut-tenggara dan sesar ini memotong Satuan

Batulempung Totogan dan Satuan Batulempung Karbonat Rambatan. Sesar ini

didapatkan dari hasil analisis kelurusan pada peta DEMNAS (Anonim, 2018)

menunjukkan adanya pola menerus dengan arah kelurusan relatif baratlaut-

tenggara yang memanjang di Kali Lantung dan tercermin sebagai bidang sesar.

Dari analisis stereografis yang dilakukan berdasarkan data pengukuran shear

fracture, dan gash fracture di lapangan (Gambar 4.17), maka didapatkan

kedudukan bidang sesar adalah N 166°E / 72° dengan kedudukan net slip 37°, N

179° E, kedudukan shear fracture N 219° E / 48°, kedudukan gash fracture N

291° E / 62° (Lampiran 6, hal 164). Berdasarkan arah pergerakan relatifnya ,

maka nama sesar tersebut Reverse left slip fault (Rickard, 1972).
Gambar 4. 18 Foto kekar yang berada pada Lp 28 di sungai keruh
4.4 Geologi Lingkungan

Geologi lingkungan merupakan disiplin ilmu geologi yang berhubungan


dengan masalah – masalah perencanaan fisik, pengembangan wilayah dan usaha
pengendalian lingkungan hidup dengan melihat aspek – aspek geologi yang ada di
suatu daerah. Dalam melakukan penelitian umumnya pada daerah penelitian
mempunyai potensi geologi masing – masing, sehingga dilakukan identifikasi
mengenai sumber daya geologi baik sesumber maupun bencana geologi dengan
beberapa pengamatan pada daerah penelitian yang dianggap berpotensi.
Pemahaman mengenai lingkungan diharapkan dapat mengurangi resiko dan
mengetahui apa faktor yang menjadi penyebab dalam hal tersebut. Sehingga tidak
terjadi kesalahan dan kekeliruan dalam melakukan perencanaan pembangunan dan
penggunaan lahan atau pemanfaatan lahan serta sumber daya. Sumber daya
geologi yang terdapat didaerah penelitian terdapat pada Lp 28 berupa sumber daya
bahan galian Intrusi Andesite yang di manfaatkan sebagai material untuk
pembangunan rumah dan lainnya. Sedangkan berdasarkan hasil pengamatan
morfologi dengan kemiringan slope 43o dapat dinterprestasikan daerah domiyang
dan sekitarnya berpotensi longsoran apabila pada saat hujan.

Anda mungkin juga menyukai