Metode yang digunakan dalam melakukan analisa ini adalah dengan analisa
peta topografi, peta DEM (Digital Elevation Model) dan pengamatan langsung di
lapangan. Analisa terhadap kedua peta tersebut menghasilkan data kelurusan lereng,
kelurusan sungai, pola kontur ketinggian, pola sungai, bentuk dataran dan pola
kemiringan lereng. Data tersebut diolah dan dianalisa untuk memperkirakan
kemungkinan proses-proses geologi yang berperan dan selanjutnya untuk penentuan
satuan geomorfologi berdasarkan tata cara penamaan Lobeck (1939). Hasil dari tahap
ini adalah pembuatan peta geomorfologi dan peta pola aliran serta tipe genetik
sungai. Berdasarkan tata cara penamaan Lobeck (1939), daerah penelitian dapat
dibagi menjadi tiga satuan geomorfologi yaitu: Satuan Lembah Homoklin, Satuan
Perbukitan Homoklin, dan Satuan Perbukitan Bergelombang (Lampiran C-2).
16
perbukitan dan punggungan diperlihatkan dengan berwarna hijau hingga
jingga. bentukan punggungan terlihat pada tengah dan timur laut daerah
penelitian, memperlihatkan kontur rapat yang memanjang. Bentukan
perbukitan dan punggungan tersebut menandakan batuan penyusun
merupakan batuan yang relatif resisten terhadap proses eksogen. Bentukan
lembahan pada daerah penelitian diperlihatkan dengan warna biru, dicirikan
dengan relief yang halus dan pola kontur yang sangat renggang. Bentukan
lembahan ini menandakan batuan penyusun merupakan batuan yang kurang
resisten terhadap proses eksogen.
17
Gambar 8. Kenampakan 3D morfologi pada daerah penelitian berdasarkan DEM.
18
pada bagian timur di luar daerah penelitian (Gambar 9). Pola paralel
merupakan pola yang di didominasi pengaruh kemiringan lereng, umumnya
pada daerah yang berlereng sedang-agak curam, meskipun pada daerah
penelitian pola aliran juga di pengaruhi oleh adanya sesar-sesar namun
pengaruh kemiringan lereng yang lebih mendominasi terbentuknya sungai-
sungai pada daerah ini. Dikarenakan pengaruh lereng tersebut, aliran sungai
akan terbentuk lurus dan sejajar, mengikuti dan sepanjang lereng kemiringan,
serta membentuk sudut lancip pada pertemuan sungai.
19
Foto 1. Lembah dan sungai tipe Konsekuen.
20
Foto 2. Sungai tipe subsekuen. Memperlihatkan aliran sungai yang searah
dengan jurus batuan.
Foto 3. Sungai tipe resekuen. Memperlihatkan aliran sungai yang searah dengan
kemiringan batuan.
21
3.1.3 Pola Kelurusan Bukit dan Sungai
Gambar 10. Peta dan diagram roset dari kelurusan bukit pada daerah
penelitian.
22
Gambar 11. Peta dan diagram roset dari kelurusan sungai pada daerah
penelitian.
23
3.1.4 Satuan Geomorfologi
24
Foto 4. Kenampakan morfologi dataran pada Satuan Lembah Homoklin
25
Foto 5. Kenampakan morfologi Satuan Lembah Homoklin.
26
Satuan ini dicirikan oleh kontur yang cukup renggang dengan
pola memanjang dan relief sedang – kasar. Kenampakan morfologi
pada daerah penelitian berupa punggungan dan lembahan yang
memanjang dengan kemiringan relatif seragam, lereng yang landai
sampai agak curam, dan ketinggian 20-90 mdpl (Foto 6 dan Foto 7).
Kenampakan relief sedang-kasar dan morfologi punggungan dan
lembahan tersebut, menandakan batuan yang menempati satuan ini
disusun oleh batuan dengan tingkat ketahanan dari rendah hingga
cukup tinggi. Lembah sungai pada daerah ini membentuk huruf seperti
“U”, dengan dataran banjir yang cukup luas, namun tidak seluas pada
Satuan Lembah Homoklin. Batuan penyusun dari satuan ini antara
lain: batupasir, batubara dan batulempung.
27
3.1.4.3 Satuan Perbukitan Bergelombang
Satuan ini dicirikan oleh kontur yang cukup rapat dan relief
yang sangat kasar. Kenampakan morfologi diamati berupa perbukitan-
perbukitan dengan kemiringan lereng agak curam-curam, dan
ketinggian berkisar dari 75-235mdpl. Kenampakan relief yang sangat
kasar dan morfologi perbukitan, menandakan batuan penyusun satuan
ini didominasi batuan dengan tingkat ketahanan yang tinggi terhadap
proses geomorfik. Bentukan lembah sungai didominasi dengan
bentukan seperti huruf “V” dengan dataran banjir yang tidak luas ,
karena umumnya sungai pada satuan ini merupakan bagian dari hulu
sungai, namun pada beberapa sungai besar bentukan lembah sungai
seperti huruf “U”. Batuan penyusun dari satuan ini terdiri dari
serpentinit dan tuf kasar.
28
3.2 Stratigrafi Daerah Penelitian
29
3.2.1 Satuan Serpentinit
Ciri Litologi
30
Dari analisis petrografi (Lampiran A) conto sayatan serpentinit pada
lokasi singkapan LM-12, batuan ini terdiri atas mineral olivin yang sudah
terubahkan menjadi serpentin, klinopiroksen dan inklusif mineral opak,
dengan ukuran mineral 1-3mm. Terlihat juga struktur mesh-structure yang
merupakan penciri dari tekstur batuan serpentinit.
Penulis tidak melakukan penentuan umur pada satuan ini. Namun, satuan
ini yang disusun batuan serpentinit, merupakan bagian dari Unit Ofiolitik dari
Kompleks Meratus yang berumur lebih tua dari Unit Rijang dari Kompleks
Meratus yang berumur Jura Tengah - Kapur Awal berdasarkan radiolaria
(Wakita, 2000) atau sekitar Trias Akhir – Jura Awal berdasarkan Pt-Os
dating oleh Conggon,dkk (2010) dalam Satyana (2014). Lingkungan
pembentuk dari Satuan Serpentinit adalah bagian dari lingkungan kerak
samudra (Wakita, 2000).
31
muda pada peta geologi. Satuan ini menempati satuan geomorfologi
perbukitan bergelombang. Satuan ini tersingkap pada torehan dinding jalan
pada Desa Lolo, dimana sebagian besar kondisi singkapan lapuk. Ketebalan
satuan ini berdasarkan rekonstruksi penampang geologi ±200m.
Foto 10. Singkapan tuf kasar berfragmen polimik pada LL-22, yang
memperhilatkan struktur graded bedding.
Ciri Litologi
Litologi penyusun satuan ini merupakan tuf. Tuf kasar berwana abu-abu
terang, dengan ukuran butir debu halus-kasar, menyudut-menyudut tanggung,
kemas terbuka, pemilahan buruk, getas, terdapat fragmen polimik dengan
ukuran lapili, litik vulkanik, kuarsa, nodul limonit dan setempat terdapat
mangan, masif. Struktur sedimen yang teramati pada singkapan berupa
graded bedding.
32
Foto 11. Fragmen polimik dari batu tuf kasar; (A) Fragmen kuarsa; (B) mangan;
(C) litik tuf.
Peneliti tidak melakukan penentuan umur pada satuan ini. Namun, satuan
ini yang disusun oleh batuan tuf, merupakan endapan vulkanik dari Formasi
Hatuyan yang berumur Kapur Akhir menurut Heryanto (1994) dalam Wakita
(2000).
33
Gambar 14. Pembagian fasies pengendapan gunung api (Bogie dan
Mackenzie, 1998).
Ukuran klastika dari tuf pada singkapan yang ditemukan pada satuan ini
mempunyai ukuran butir berukuran debu kasar sampai halus dan ukuran
fragmen berukuran lapili dengan bentuk butiran agak membundar sampai
menyudut, pemilihan buruk, dan kemas terbuka. Hal tersebut
diinterpretasikan bahwa material sudah terbawa cukup jauh dari sumber
vulkanik dan terbentuk pada bagian medial gunung api. Jika dibandingkan
dengan bagian proksimal dan distal, pada bagian proksimal akan cenderung
mempunyai butir sangat kasar dengan kemas yang tertutup sedangkan pada
bagian distal ukuran butir cenderung akan sangat halus dengan pemilihan
baik. Kehadiran struktur graded bedding pada lapisan masif singkapan tuf,
menandakan material vulkanik terbawa dengan mekanisme mass-flow yang
mencirikan endapan aliran piroklastik (pryroclasctic flow deposits) pada
lereng-lereng gunung api.
34
Hubungan dan Kesetaraan Stratigrafi
Ciri Litologi
35
Struktur sedimen yang teramati pada singkapan batulempung berupa struktur
laminasi sejajar dan laminasi bergelombang. Berdasarkan hasil analisis
petrografi (Lampiran A) conto sayatan batulempung pada singkapan LL-02
memperlihatkan batuan terdiri dari 5% butiran yang berukuran sangat halus
tertanam dalam 95% matriks lempung dan material karbon. Orientasi dari
material karbon pada sayatan memperlihatkan struktur laminasi.
Foto 12. Singkapan batulempung karbonan pada lokasi LL-01 (A) dan
kenampakan struktur laminasi bergelombang (B)
36
lapangan dari satuan ini berkisar 10cm sampai 2m dengan suksesi yang
menipis ke atas. Variasi dari ketebalan batupasir yang menempati bagian
bawah dari Satuan Batulempung mempunyai ketebalan yang cenderung tebal,
mencapai 2m, berangsur menipis pada bagian tengah Satuan Batulempung,
ketebalan batupasir sekitar 10cm-50cm, dan pada bagian atas dari Satuan
Batulempung tidak ditemukan sama sekali singkapan batupasir.
Foto 13. Singkapan batu pasir pada lokasi LL-18 yang menunjukkan struktur
gradded bedding dan loadcast.
37
Foto 14. Struktur cross-bedding pada batu pasir singkapan LL-03. Tebal lapisan
batupasir 10-50cm.
38
Foto 15. Singkapan batubara pada lokasi LL-21, dengan kemiringan ke arah
timur.
Pada satuan ini tidak ditemukan fosil dalam analisis penentuan umur
untuk satuan ini. Penentuan umur pada satuan ini mengacu pada Witts, dkk
(2012, 2011). Satuan ini yang merupakan bagian dari formasi Tanjung yang
berumur Eosen Tengah hingga Oligosen Awal berdasarkan studi polen yang
dilakukannya. Lingkungan pengendapan dari satuan ini di simpulkan sebagai
endapan transisi pada sistem endapan fluvial deltaic. Hal tersebut dilihat dari
adanya terdapatnya struktur gradded bedding, cross-bedding, dan loadcast
pada batupasir yang mengindikasikan batuan diendapkan dengan arus traksi
pada lingkungan distributary channel. Sementara itu, kehadiran dari batubara
dan laminasi lempung karbonan mengindikasikan batuan tersebut
diendapkan dengan arus yang tenang pada lingkungan swamp. Sehingga
berdasarkan kehadiran dari lingkungan tersebut, satuan ini merupakan
endapan transisi pada sistem endapan fluvial.
39
Hubungan dan Kesetaraan Stratigrafi
Ciri Litologi
40
sejajar. Ketebalan dari lapisan batu batupasir sekitar 10-40cm dengan variasi
ketebalan menebal ke arah endapan yang lebih muda.
41
Foto 17. Singkapan batulanau pada lokasi BK-09 yang mengandung fragmen
fosil foraminifera.
42
3.3 Struktur Geologi Daerah Penelitian
Gambar 15. Peta geologi daerah penelitian. Menampilkan persebaran satuan dan
struktur geologi dari daerah penelitian.
43
Struktur sesar yang berkembang pada daerah penelitian antara lain berupa
sesar naik dan sesar mendatar. Secara umum, data di lapangan untuk melakukan
analisis dan interpretasi sesar tidak terlalu mencukupi. Dikarenakan tingginya tingkat
pelapukan di daerah penelitian. Data lapangan yang digunakan untuk menganalisis
sesar hanya berupa keterdapatan sesar minor dan perubahan dari jurus dan
kemiringan batuan sekitar.
Sesar Naik Sopang berada pada utara daerah penelitian dengan arah
utara-selatan. Indikasi sesar ini dapat diamati pada lokasi pengamatan KH-02
(Foto 18) dengan kedudukan bidang sesar N 8°E/ 36° E pada lapisan
batubara. Bukti keberadaan sesar ini diperkuat dengan adanya kelurusan bukit
yang mempunyai orientasi arah utara-selatan. Arah pergerakan dari sesar ini
adalah naik dengan jarak pergeseran 0,5m.
Foto 18. Sesar naik pada lapisan batubara di lokasi singkapan KH-02. Foto tersebut
diambil menghadap utara.
44
(NW-SE). Sesar ini diindikasikan dari pengamatan kelurusan sungai dan bukit
dan perubahan relief morfologi pada DEM. Selain itu, keberadaan sesar
mendatar ini dibuktikan dari adanya perubahan atau rotasi dari jurus dan
kemiringan batuan. Perubahan jurus dan kemiringan batuan pada sekitar sesar
mendatar ini mempunyai orientasi jurus dengan arah baratlaut – tenggara
(NW-SE) dengan mengalami perubahan kemiringan yang lebih basar pada
sekitar zona sekitar sesar mendatar tersebut. Arah pergerakan dari kedua sesar
mendatar tersebut mempunyai arah mengiri, diinterpretasikan dari perubahan
kelurusan bukit dan rotasi tidak searah jarum jam dibandingkan dari
kedudukan batuan pada daerah tengah yang mempunyai orientasi jurus utara-
selatan (N-S)
45
Gambar 16. Hubungan kinematik struktur di sekitar daerah penelitian. (A)
Kelurusan regional di sekitar daerah penelitian; (B) Diagram pola kompresi
Miosen Awal yang berkerja dan menghasilkan pola kelurusan regional. (C)
Diagram simple shear ellipsoid, yang berkerja pada daerah penelitian serta
memperlihatkan struktur-struktur yang dihasilkan.
46