Anda di halaman 1dari 25

PRESENTASI KASUS

KEJANG DEMAM KOMPLEKS

Disusun untuk Memenuhi Sebagaian Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik


di Bagian Ilmu Kesehatan Anak RSUD Panembahan Senopati Bantul

Disusun oleh:

ADNAL

KHEMAL

PASHA

HUSEIN

PUTRA, S.Ked

20174011130

Diajukan kepada:
dr. Syarmarini Larasati, Sp. A., M.Kes

Departemen Ilmu Kesehatan Anak Rumah Sakit Panembahan


Senopati Fakultas Kedokteran Dan Ilmu Kesehatan
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
2018
HALAMAN PENGESAHAN
Kejang Demam Kompleks
Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Mengikuti
Ujian Kepaniteraan Klinik Di Bagian Ilmu Kesehatan Anak
RSUD Panembahan Senopati Bantul

Disusun oleh:

ADNAL KHEMAL PASHA HUSEIN PUTRA

20174011130

Telah disetujui dan dipresentasikan pada :


24 Oktober 2017

Mengetahui,
Dokter Penguji

dr. Syarmarini Larasati, Sp. A., M.Kes

2
BAB I
PENDAHULUAN

Kejang merupakan gangguan neurologis yang lazim pada kelompok umur


pediatri dan terjadi dengan frekuensi 4-6 kasus/1000 anak. Kejang merupakan suatu
serangan mendadak yang dapat nampak sebagai gangguan atau kehilangan kesadaran,
aktifitas motorik abnormal, kelainan perilaku, gangguan sensoris, atau disfungsi
outonom. Beberapa kejang ditandai oleh gerakan abnormal tanpa kehilangan atau
gangguan kesadaran. Kebanyakan kejang pada anak-anak disebabkan oleh gangguan
somatik yang berasal dari luar otak seperti demam tinggi, infeksi, pingsan, trauma
kepala, hipoksia, toksin, atau aritmia jantung. Keadaan lain seperti gangguan pernafasan
dan refluks gastroesofageal juga dapat menyebabkan kondisi yang menstimulasi
terjadinya kejang.
Sedangkan kejang demam merupakan gangguan kejang yang paling lazim pada
masa, pada sekitar 2% sampai 5% dari jumlah anak-anak. Kejang demam biasanya
terjadi pada umur antara 3 bulan sampai 5 tahun dimana kejang berhubungan dengan
adanya demam tetapi tanpa adanya infeksi atau gangguan intrakranial. Kejang demam
pada anak-anak yang sebelumnya pernah menderita kejang tanpa demam tidak
dimasukkan pada kejang demam. Kejang dan demam juga bisa terjadi bersamaan pada
meningitis, ketidakseimbangan elektrolit, ensefalopati, dan kondisi lain yang
diakibatkan oleh gangguan sistem saraf pusat, dalam hal ini tidak disebut kejang
demam.
Kejang demam yang berlangsung singkat umunya tidak berbahaya dan tidak
menimbulkan gejala sisa tetapi pada kejang yang berlangsung lama (lebih dari 15
menit) biasanya disertai dengan apneu, meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi
untuk kontraksi otot skelet yang akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapnia, asidosis
laktat disebabkan oleh metabolisme anaerobik, hipotensi arterial disertai denyut jantung
yang tidak teratur dan suhu tubuh makin meningkat disebabkan meningkatnya aktifitas
otot dan selanjutnya menyebabkan metabolisme meningkat. Rangkaian kejadian di atas
adalah faktor penyebab hingga terjadinya kerusakan neuron otak selama
berlangsungnya kejang lama. Faktor terpenting adalah gangguan peredaran darah yang
mengakibatkan hipoksia sehingga meninggikan permeabilitas kapiler dan timbul edema

3
otak yang mengakibatkan kerusakan sel neuron otak. Kerusakan pada daerah mesial
lobus temporalis setelah mendapat serangan kejang yang berlangsung lama dapat
menjadi matang di kemudian hari, sehingga terjadi serangan epilepsi spontan. Jadi
kejang yang berlangsung lama dapat menyebabkan kelainan anatomis di otak hingga
terjadi epilepsi5.

4
BAB II
LAPORAN KASUS
A. IDENTITAS
Nama : G.W
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Umur : 2 tahun 7 bulan
Nama Ayah : Tn. S
Pekerjaan Ayah : Buruh Bangunan
Nama Ibu : Ny. T
Pekerjaan Ibu : Buruh
Alamat : Panggangsirat, Sidomulyo, Bambanglipuro, Bantul
Agama : Islam
No. RM : 61-36-69
Tanggal Masuk : 23 Oktober 2017

A. ANAMNESA
A. Keluhan Utama
Kejang
B. Keluhan Tambahan
Demam hari ke 1, batuk dan pilek
C. Riwayat Penyakit Sekarang
1 hari SMRS
Pasien demam sejak siang hari, oleh orang tua diberi paracetamol sirup
satu sendok, demam sempat turun, namun beberapa jam kemudian
demam lagi. Pasien kembali diberikan paracetamol. Batuk (-) pilek (-)
nyeri kepala (-) mual (-) muntah (-) BAB normal, BAK lancar, nyeri
kencing (-) nyeri otot (-), nafsu makan baik.
HMRS
Sekitar jam 4 pagi, pasien demam tinggi dengan suhu 390C, diberikan
paracetamol 1 sendok. Sekitar jam 8 pagi pasien demam lagi dan
mengalami kejang, oleh keluarga dibawa ke puskesmas. Dalam

5
perjalanan pasien muntah. Selama di puskesmas pasien kembali kejang
dan mendapatkan obat paracetamol, diazepam per rektal. Durasi kejang
+/- 5 menit, post kejang pasien sadar. Nyeri kepala (-) nyeri retroorbital
(-) pupil anishokor (-) batuk (+) pilek (+) mual (-) muntah (+) nyeri otot
(-) spasitas/kaku kuduk (-), kemudian pasien dirujuk ke IGD RS
Panembahan Senopati.
D. Riwayat Penyakit Dahulu
- Riwayat kejang (-)
- Riwayat mondok di RS saat usia 1 tahun dengan demam
- Riwayat alergi (-)
- Riwayat asma (-)
E. Riwayat Penyakit Keluarga
- Riwayat kejang (-)
- Riwayat hipertensi (-)
- Riwayat DM (-)
- Riwayat alergi (-)
- Riwayat asma (-)
- Riwayat sakit jantung (-)

A. PEMERIKSAAN FISIK
A. Status Generalis
- Keadaan Umum : Sedang
- Kesadaran : Compos mentis
a. Kepala : Rambut warna hitam
b. Mata : Exopthalmus (-/-) Conjungtiva anemis (-/-), sklera
ikterik (-/-)
c. Hidung : Deviasi (-), discharge (-), pendarahan (-)
d. Telinga : Simetris kanan kiri
e. Mulut : Sianosis (-), mukosa bibir lembab, lidah tifoid (-),
gusi berdarah (-)
f. Thorax
 Jantung :

6
- Inspeksi : Ictus cordis tak tampak pada sela iga V
- Perkusi : Sonor
- Auskultasi : S1 dan S2 tunggal, reguler, bising jantung (-)
 Paru-paru
- Inspeksi : Simetris, retraksi (-)
- Palpasi : Vokal fremitus kanan dan kiri sama, ketinggalan gerak
nafas (-)
- Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru
- Auskultasi : Vesikuler (+/+), ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
h. Abdomen
- Auskultasi : Peristaltik (+)
- Palpasi : Supel (+), hepar dan lien tak teraba, nyeri tekan(-)
i. Ektremitas
- Superior = Akral hangat (+ /+), edema (-/-)
- Inferior= Akral hangat (+ /+), edema (-/-)
B. Vital Sign
- TD : 110/70 mmHg
- Nadi : 120 x/menit
- Respirasi : 25 x/menit
- Suhu : 39o C

B. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium :
HEMATOLOGI
Hemoglobin : 11.9 g/dl
Lekosit : 12.36 10^3/uL
Trombosit : 176 10^3/uL
Eritrosit : 4.30 10^6/uL
Hematokrit : 35.2 vol%
HITUNG JENIS
Eosinofil : 0%
Basofil : 0%

7
Batang : 28%
Segmen : 58%
Limfosit : 10%
Monosit : 4%
ELEKTROLIT
Natrium : 133,6 mmol/L
Kalium : 3,88 mmol/L
Klorida : 97,0 mmol/L
URIN LENGKAP
Warna : Kuning
Kekeruhan : Jernih
Keton Urin : Trace
Berat Jenis : 1.015
Darah Samar : +1
Protein : Negatif
Nitrit : Positif
Lekosit esterase : +2
SEDIMEN URIN
Eritrosit : 2-3
Lekosit : 8-12
Sel epitel : Positif
KRISTAL
Ca oksalat : Negatif
Asam urat : Negatif
Amorf : Negatif
SILINDER
Ertrosit : Negatif
Lekosit : Negatif
Granula : Negatif
Bakteri : Positif

C. DIAGNOSA KERJA

8
- Febris Hari ke-3 dengan ISK
- Kejang Demam Kompleks
- Rhinofaringitis Akut

D. PENATALAKSAAN
- Infus KN3B 10 tpm
- Inj Cefotaxime 400mg/8 jam
- Paracetamol syr 4x1 cth
- Lapifed 3x1/2 cth
- Salbutamol 3x1/4 cth
- Diazepam 1,2 mg k/p

9
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu
tubuh ( suhu rektal di atas 38 o
C) yang disebabkan oleh suatu proses
ekstrakranial. Pada tahun 1980 sebuah konferensi konsensus (The Consensus
Development Panel on Febrile Convulsions) yang diadakan oleh National
Institutes of Health mendefinisikan kejang demam sebagai kejadian kejang yang
terjadi pada masa anak-anak yang biasanya terjadi antara umur tiga bulan dan
lima tahun yang dikaitkan dengan kenaikan suhu tubuh tanpa adanya bukti
infeksi SSP.1,2,3,4,5,7,8,10,13. Bila anak berumur kurang dari 6 bulan atau lebih dari 5
tahun mengalami kejang didahului demam perlu dipikirkan kemungkinan lain
misalnya infeksi SSP, epilepsi yang kebetulan terjadi bersama demam. Bila
demam disebabkan proses intrakranial, bukan disebut sebagai kejang demam.
Kejang disertai demam pada bayi berumur kurang dari 1 bulan tidak termasuk
dalam kejang demam. Anak yang pernah mengalami kejang tanpa demam,
kemudian kejang demam kembali tidak termasuk dalam kejang demam. Bila
kejang demam didahului diare hebat, perlu dipikirkan kemungkinan bahwa
kejang bukan disebabkan demam melainkan karena gangguan metabolic
misalnya hiponatremia, hipernatremia, hipokalsemia, dan hipoglikemia.
Wegman (1939) dan Millichap (1959) dari percobaan binatang
berkesimpulan bahwa suhu yang tinggi dapat menyebabkan terjadinya bangkitan
kejang. Terjadinya bangkitan kejang demam bergantung pada umur, tinggi serta
cepatnya suhu meningkat (Wegman, 1939 ; Prichard dan McGreat, 1958).
Faktor hereditas juga mempunyai peranan. Lennox-Buchthal (1971) berpendapat
bahwa kepekaan terhadap bangkitan kejang demam diturunkan oleh sebuah gen
dominan dengan penetrasi yang tidak sempurna. Lennox (1949) berpendapat
bahwa 41,2 % anggota keluarga penderita mempunyai riwayat kejang sedangkan
pada anak normal hanya 3 %.

10
B. EPIDEMIOLOGI
Kejang demam terjadi pada 2-4% dari populasi anak berumur 6 bulan
sampai 5 tahun (kebanyakan antara umur 6 dan 18 bulan) 1,3,4,7,10,11,13. Di Amerika
antara 2-5% anak-anak mengalami kejang demam pada usia 6 bulan sampai 5
tahun. Sekitar 70-75% merupakan kejang demam sederhana. 20-25% merupakan
kejang demam kompleks. Dan sekitar sepertiga dari pasien ini mengalami
sedikitnya satu kali kekambuhan. Di internasional angka yang serupa juga
ditemukan pada negara berkembang, walaupun mungkin di negara Asia
frekuensinya lebih besar. Lebih dari 90 % dari kejang demam adalah kejang
umum, kurang dari 5 menit dan terjadi awal pada penyakit yang menyebabkan
demam. Penyakit pernafasan akut merupakan hal terbesar yang dikaitkan dengan
kejang demam. Gastroenteritis khususnya yang disebabkan oleh Shigella atau
Campylobacter dan infeksi traktus urinarius merupakan penyebab yang lebih
sedikit1,3,8,9,12,13.
Kejang demam jarang (sekitar 1-2,4%) menjadi epilepsi atau kejang non
febril pada umur dewasa. Kemungkinan untuk menjadi epilepsi lebih besar jika
kejang demam mempunyai manifestasi yang kompleks antara lain durasi lebih
dari 15 menit, lebih dari satu kali kejang dalam sehari. Faktor lain yang
memperburuk yaitu onset awal dari kejang (sebelum umur 1 tahun), riwayat
keluarga epilepsi. Dan walaupun dengan adanya faktor tersebut, risiko
mengalami epilepsi setelah kejang demam itu masih sangat rendah yaitu sekitar
15-20%1.

C. PATOFISIOLOGI
Untuk mempertahankan kelangsungan hidup sel atau organ otak diperlukan
suatu energi yang didapat dari metabolisme. Bahan baku untuk metabolisme
otak yang terpenting adalah glukosa. Sifat proses itu adalah oksidasi dimana
oksigen disediakan dengan perantaraan fungsi paru-paru dan diteruskan ke otak
melalui sistem kardiovaskuler5.
Kejang demam terjadi pada anak pada saat perkembangan ketika ambang
kejangnya rendah. Untuk bisa mengerti bagaimana panas atau demam bisa
memicu kejang, dan bagaimana anak mengalami kondisi ini, dan bagaimana

11
70% dari semua kasus epilepsi dimulai pada masa anak-anak, seseorang harus
mengerti bahwa setiap otak mempunyai keunikan ambang batas. Sebagai
contoh, setiap orang akan mengalami kejang jika demamnya cukup tinggi.
Sekali ambang ini dicapai gangguan elektrikal dalam otak akan mempengaruhi
fungsi motorik dan mental10.
Sel dikelilingi oleh suatu membran yang terdiri dari permukaan dalam
adalah lipoid dan permukaan luar adalah ionik. Dalam keadaan normal membran
sel neuron dapat dilalui dengan mudah oleh ion Kalium (K +) dan sangat sulit
dilalui oleh ion Natrium (Na+) dan elektrolit lainnya, kecuali ion Klorida (Cl-).
Akibatnya konsentrasi K+ dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi Na+ rendah,
sedangkan di luar sel neuron terdapat keadaan sebaliknya. Karena perbedaan
jenis dan konsentrasi ion di dalam dan di luar sel neuron, maka terdapat
perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan di luar sel, maka terdapat
perbedaan potensial yang disebut potensial membran sel neuron. Untuk menjaga
keseimbangan potensial membran ini diperlukan energi dan bantuan enzim Na-
K-ATPase yang terdapat pada permukaan sel5.
Keseimbangan potensial membran ini dapat berubah oleh:
1. perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraseluler
2. rangsangan yang datangnya mendadak misalnya mekanis, kimiawi atau
aliran listrik dari sekitarnya
3. perubahan patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit atau
keturunan5.
Pada seorang anak berumur 3 tahun sirkulasi otak mencapai 65% dari
seluruh tubuh, dibandingkan dengan orang dewasa yang hanya 15%. Pada
keadaan demam kenaikan suhu 1C akan mengakibatkan kenaikan metabolisme
basal 10%-15% dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%. Bila terjadi
kenaikan suhu akan terjadi perubahan keseimbangan membran sel, akan terjadi
difusi dari ion Kalium dan Natrium sehingga terjadi lepas muatan listrik. Lepas
muatan sedemikian besarnya sehingga dapat meluas ke seluruh sel maupun
membran sel tetangganya dengan bantuan neurotransmiter dan terjadilah kejang.
Tiap anak mempunyai ambang kejang yang berbeda dan kejang terjadi dari
tinggi rendahnya ambang kejang tersebut. Pada anak dengan ambang kejang

12
yang rendah, kejang telah terjadi pada suhu 38oC sedangkan pada anak yang
memiliki ambang kejang yang tinggi, kejang baru terjadi pada suhu 40 Oc atau
lebih.

D. Manifestasi Klinis
Menurut J. Gordon Millichap dan Jerry A. Collifer, kejang demam dibagi
menjadi dua yaitu kejang demam sederhana dan kejang demam kompleks6,8.
Kejang demam sederhana biasanya dikaitkan dengan :
- temperatur tubuh yang meningkat secara cepat diatas 38C.
- kejang biasanya bersifat umum, tonik klonik dan berlangsung kurang
dari 15 menit.
- Tidak ada kelainan yang permanen atau sebelumnya tidak menunjukkan
kejang tanpa panas
- Kejang ini biasanya terjadi pada umur penderita 6 bulan sampai 5 tahun.
- Demam dan atau kejang tidak disebabkan oleh meningitis, ensefalitis
atau penyakit yang mempengaruhi otak2,4,6,7,8,9,12.
Pada kejang demam kompleks biasanya:
- Kejang bersifat lokal,
- Lama kejang lebih dari 15 menit.
- Kejang pertama kali umur kurang dari 6 bulan atau lebih dari 5 tahun.
- Adanya gejala dari kelainan neurologis yang permanen.
- Dalam 24 jam serangan kejang lebih dari 1 kali.
- Dan ada riwayat epilepsi di keluarga termasuk ayah, ibu dan saudara
kandung2,4,6,7,8,10,12.
Sekitar 30-50% anak mengalami kekambuhan kejang dengan episode
kejang dengan demam. Kejang demam sederhana dikatakan memiliki faktor
risiko yang kecil untuk menjadi epilepsi di kemudian hari. Faktor-faktor yang
meningkatkan risiko untuk menjadi epilepsi antara lain kejang yang atipikal,
riwayat keluarga epilepsi awal kejang demam kurang dari umur 9 bulan,
perkembangan milestone yang terhambat dan adanya kelainan neurologis.
Insiden untuk menjadi epilepsi ini sekitar 9% ketika terdapat beberapa faktor
risiko dan hanya 1% pada anak tanpa faktor risiko2.

13
E. FAKTOR RISIKO
Faktor risiko  kejang demam  yang penting adalah demam. Selain itu
terdapat faktor riwayat kejang demam pada orang tua atau saudara kandung,
perkembangan terlambat, problem pada masa neonatus, anak dalam perawatan
khusus, dan kadar natrium rendah. Demam sering disebabkan oleh infeksi
saluran pernafasan atas, radang telinga tengah, infeksi saluran cerna dan infeksi
saluran kemih. Kejang tidak selalu timbul pada suhu yang tinggi.

F. DIAGNOSIS
a. Anamnesis
Yang harus dicari adalah tipe dari kejang (umum atau lokal) durasinya
harus digambarkan untuk membedakan antara kejang demam sederhana dengan
kompleks dan paparan yang potensial untuk sakit.
Riwayat penyebab dari demam, apakah karena virus, gastroenteritis
harus bisa diterangkan. Antibiotik yang pernah digunakan merupakan bagian
yang penting sebab sebagian mengobati meningitis sehingga harus diteliti.
Pencarian terhadap riwayat kelainan neurologis, perkembangan yang terhambat
dan penyebab lain yang potensial dari kejang8. Pemeriksaan fisik:

- Penyebab dasar dari demam harus dilihat


- Pemeriksaan fisik yang teliti sering mengungkapkan otitis media,
faringitis atau virus sebagai penyebab demam
- Evaluasi serial dari status neurologis pasien adalah sangat penting
- Memeriksa tanda meningeal sebagaimana tanda trauma atau ingesti zat
toksik

b. Pemeriksaan Penunjang
I. Pemeriksaan Lab
Pemeriksaan laboratorium berupa pemeriksaan darah tepi lengkap,
elektrolit dan glukosa darah dapat dilakukan, walaupun kadang tidak
menunjukkan kelainan yang berarti. Hitung leukosit diatas 20.000 L atau
pergeseran kekiri yang ekstrim mungkin berhubungan dengan bakteremia.
Hitung sel lengkap dan kultur darah mungkin merupakan pemeriksaan yang

14
cocok. Meningitis harus disingkirkan. Pasien dengan bakterial meningitis bisa
menampakkan demam dan kejang. Tanda dari meningitis (seperti fontanella
yang menonjol, kaku kuduk, stupor) mungkin tidak ada terutama pada anak
dibawah 18 bulan1.
- Pemeriksaan lab rutin biasanya tidak diindikasikan kecuali diperlukan
untuk mencari penyebab demam
- Penilaian elektrolit jarang membantu dalam evaluasi kejang demam
- Pasien dengan kejang demam mempunyai insiden bakteremia mirip
dengan hanya dengan demam5.
II. Lumbal Punksi
Setelah mengontrol demam dan menghentikan kejang, seorang dokter harus
memutuskan apakah akan melakukan lumbal punksi. Indikasi pungsi lumbal
pada kejang demam adalah untuk menegakkan atau menyingkirkan
kemungkinan meningitis. Fakta bahwa seseorang mempunyai riwayat kejang
demam sebelumnya tidak menyingkirkan meningitis sebagai penyebab kejang
yang terjadi. Semakin muda usia anak semakin penting dilakukan, karena
pemeriksaan fisik kurang reliabel dalam mendiagnosis meningitis. Lumbal
punksi seharusnya dilakukan jika usia anak dibawah 2 tahun, penyembuhan
lambat, atau jika hal lain sebagai penyebab demam tidak ditemukan 1.
Pelaksanaan lumbal punksi kontroversi pada pasien dengan kejang demam
sederhana. Dan perlu dilakukan pada jika dicurigai terjadi meningitis walaupun
kejang bukan satu-satunya tanda meningitis. Beberapa literatur melaporkan
kurang dari 5% insiden meningitis pada anak-anak menimbulkan kejang dan
demam5,11. Bila pasti bahwa kejang tersebut bukan disebabkan meningitis,
pungsi lumbal tidak perlu dilakukan.
Kemampuan menegakkan atau menyingkirkan diagnosis meningitis
bervariasi tergantung pengalaman dokter. Rekomendasi yang dapat digunakan
adalah :
- Bayi kurang dari 12 bulan harus dilakukan pungsi lumbal karena gejala
meningitis sering tidak jelas.
- Bayi antara 12-18 bulan dianjurkan untuk melakukan pungsi lumbal
kecuali pasti bukan meningitis.

15
- Bayi lebih dari 18 bulan umumnya gejala meningitis sudah terlihat
dengan jelas. Bila pasti bukan meningitis pungsi lumbal tidak dianjurkan.
III. Pemeriksaan foto kepala, CT Scan dan / MRI
Tidak dianjurkan pada anak tanpa kelainan neurologis karena hampir
semuanya menunjukkan gambaran normal. CT Scan atau MRI boleh dilakukan
pada kasus dengan kelainan neurologis atau kasus dengan kejang fokal untuk
mencari lesi organic di otak. CT scan biasanya tidak perlu dalam evaluasi pada
anak dengan kejang demam sederhana yang pertama kali. CT scan dilakukan
pada pasien dengan kejang demam kompleks.
IV. Pemeriksaan elektroensefalografi (EEG)

Tidak perlu pada evaluasi rutin pada anak dengan kejang demam sederhana
pertama kali. EEG tidak dapat memprediksi kemungkinan berulangnya kejang
atau memperkirakan kemungkinan terjadinya epilepsi di kemudian hari. Oleh
sebab itu, pemeriksaan EEG pada kejang demam tidk direkomendasikan.
Pemeriksaan EEG masih dapat dilakukan pada keadaan kejang demam yang
tidak khas atau dengan faktor risiko menjadi epilepsi2,5.

G. KOMPLIKASI
1. Mesial temporal sklerosis.
Hipoksia dan iskemia terjadi pada kejang demam yang lama pada anak
dikatakan menjadi faktor yang bertanggungjawab pada terjadinya mesial
temporal sklerosis, yang menimbulkan gejala kejang parsial dengan gejala yang
kompleks (epilepsi psikomotor). Hubungan ini belum dapat dibuktikan.
Meldrum : kejang 30 menit → mesial temporal
Sclerosis → 90% temporal lobe epilepsi
2. Kejang demam berulang
Dari penelitian yang ada, frekuensi terulangnya kejang demam berkisar
antara 25 %-50%. Faktor terpenting untuk memperkirakan berulangnya kejang
demam adalah umur anak pada saat kejang terjadi pertama kali. Anak yang
mendapatkan kejang pertama kali pada umur 1 tahun atau kurang mempunyai
kemungkinan sebesar 65% mendapatkan kejang demam kembali. Hal ini
berbeda dengan apabila onset kejang antara umur 1 sampai 2 ½ tahun

16
kemungkinan berulangnya kejang sebesar 35% dan menjadi 20% apabila onset
kejangnya setelah 2 ½ tahun. Angka berulangnya kejang demam juga meningkat
pada anak yang memiliki perkembangan yang abnormal sebelum kejang pertama
dan pada anak yang memiliki riwayat keluarga yang pernah mengalami kejang
tanpa demam. MARVIN Apabila melihat kepada umur, jenis kelamin dan
riwayat keluarga, Lennox-Buchthal (1973) mendapatkan :
- Pada anak berumur kurang dari 13 tahun, terulangnya kejang pada
wanita 50 % dan pada pria 33 %.
- Pada anak berumur antara 14 bulan dan 3 tahun dengan riwayat keluarga
adanya kejang, terulangnya kejang adalah 50 %, sedang pada tanpa
riwayat kejang 25 %.
Faktor risiko terjadinya kejang demam berulang
a. Riwayat kejang demam dalam keluarga.
b. Usia kurang dari 18 bulan.
c. Tingginya suhu badan sebelum kejang. Makin tinggi suhu sebelum
kejang demam makin kecil resiko berulangnya kejang demam.
d. Lamanya demam sebelum kejang. Makin pendek jarak antara mulainya
demam dengan terjadinya bangkitan kejang demam, makin besar risiko
berulangnya kejang demam.
Bila ada 3 faktor, kemungkinan kejang demam berulang kembali adalah
80%. Bila sama sekali tidak terdapat faktor tersebut, risiko kejang demam
kembali adalah 10-15%. Kemungkinan kejang demam kembali paling besar
pada tahun pertama.
3. Epilepsi
Anak yang mendapatkan kejang demam risikonya meningkat untuk
menjadi epilepsi dibandingkan dengan anak tanpa riwayat kejang demam. Anak
yang mendapatkan kejang fokal, kejang lama dan episode berulang dari kejang
demam memiliki kemungkinan sebesar 25% menjadi epilepsi sampai umur 25
tahun. MARVINAngka kejadian epilepsi berbeda-beda, tergantung dari cara
penelitian, misalnya Lumbantobing (1975) pada penelitiannya mendapatkan 6
%, sedangkan Livingstone (1954) mendapatkan dari golongan kejang demam

17
sederhana hanya 2,9 % yang menjadi epilepsi dan dari golongan epilepsi yang
diprovokasi oleh demam ternyata 97 % yang menjadi epilepsi.
Faktor risiko terjadinya epilepsi di kemudian hari adalah :
a. Perkembangan saraf terganggu
b. Kejang demam kompleks
c. Riwayat epilepsi dalam keluarga
Masing-masing faktor risiko meningkatkan kemungkinan kejadian epilepsi
sampai 4-6%. Adanya ketiga faktor-faktor risiko tersebut meningkatkan
kemungkinan epilepsi menjadi 10-15%. Kemungkinan menjadi epilepsi tidak
dapat dicegah dengan pemberian obat rumat pada kejang demam.

4. Todd’ paresis
Merupakan kelemahan yang terjadi setelah kejang dan timbul setelah
kejang demam 1 kali atau 2 kali. Kelemahan ini biasanya sembuh setelah 24 - 48
jam atau setelah 1 minggu.
5. Gangguan intelegensia
Yang mengalami kelainan ini adalah anak-anak yang sebelumnya sudah
menderita gangguan neurologis dan gangguan perkembangan. Gangguan belajar
dan kebiasaan, retardasi mental, dan defisit motorik serta koordinasi dilaporkan
pada anak dengan skuele kejang demam. Angka insiden dari komplikasi ini
sangat rendah pada anak normal yang mendapatkan kejang demam sederhana.
Tidak ada peningkatan insiden dari retardasi mental pada anak yang hanya
mendapatkan kejang demam dan pada anak yang normal sebelum timbul kejang
pertama. Dari suatu penelitian terhadap 431 penderita dengan kejang demam
sederhana, tidak terdapat kelainan pada IQ, tetapi pada penderita kejang demam
yang sebelumnya telah terdapat gangguan perkembangan atau kelainan
neurologi akan didapat IQ yang lebih rendah disbanding dengan saudaranya
(Milichap, 1968). Apabila kejang demam diikuti dengan terulangnya kejang
tanpa demam, retardasi mental akan terjadi 5 kali lebih besar ( Nelson dan
Ellenberg). Kejang lama atau fokal dapat membentuk skuele di otak.

6. Hemiparesis

18
Hemiparesis biasanya terjadi pada penderita yang mengalami kejang lama
(berlangsung lebih dari setengah jam) baik bersifat umum atau fokal.
Kelumpuhannya sesuai dengan kejang fokal yang terjadi. Mula-mula
kelumpuhan bersifat flasid, tetapi setelah 2 minggu timbul spastisitas. Millichap
(1968) melaporkan dari 1190 anak yang menderita kejang demam, hanya 0,2 %
saja yang mengalami hemiparesis sesudah kejang lama

H. TATALAKSANA
a. Saat Kejang
Pemberian diazepam rektal pada saat kejang sangat efektif dalam
menghentikan kejang. Diazepam rektal dapat diberikan di rumah. Dosis
diazepam rektal adalah :
- Dosis 5 mg untuk anak di bawah 3 tahun atau dosis 7,5 mg untuk anak di
atas usia 3 tahun, atau
- Dosis 5 mg untuk berat badan kurang dari 10 kg dan 10 mg untuk berat
badan lebih dari 10 kg, atau
- 0,5 - 0,75 mg/kg BB/kali
Di rumah, maksimum diberikan 2 kali berturutan dengan jarak 5 menit.
Hati-hati dengan depresi pernafasan. Diazepam juga dapat diberikan dengan
suntikan intravena sebanyak 0,2 - 0,5 mg/kg BB. Berikan perlahan-lahan,
dengan kecepatan 0,5 - 1 mg per menit. Bila kejang berhenti sebelum dosis
habis, hentikan penyuntikan. Diazepam dapat diberikan 2 kali dengan jarak 5
menit bila anak masih kejang. Diazepam jangan diberikan secara intramuskular
karena tidak diabsorbsi dengan baik. Bila tetap masih kejang, berikan fenitoin
intravena sebanyak 15 mg/kg BB perlahan-lahan. Bila masih tetap kejang, rawat
di ruang rawat intensif, berikan pentobarbital dan pasang ventilator bila perlu.
Bila kejang sudah berhenti, tentukan apakah anak termasuk dalam kejang
demam yang memerlukan pengobatan rumat atau cukup pengobatan intermiten.

b. Obat Rumatan
Pengobatan rumat adalah pengobatan yang diberikan secara terus-menerus
untuk waktu yang cukup lama.

19
- Obat rumat yang dapat menurunkan risiko berulangnya kejang demam
hanya fenobarbital atau asam valproat. Semua obat antikonvulsan lain
tidak bermanfaat untuk mencegah berulangnya kejang demam.
- Dosis valproate adalah 15 - 40 mg/kg BB/hari dibagi 2 - 3 dosis
sedangkan fenobarbital 3 - 5 mg/kg BB/hari dibagi 2 dosis.
- Pengobatan rumat cukup diberikan selama 1 tahun, kecuali pada kasus
yang sangat selektif.
- Pemakaian fenobarbital setiap hari dapat menimbulkan gangguan
perilaku dan kesulitan belajar. Sedangkan pemakaian asam valproat pada
usia kurang dari 2 tahun dapat menyebabkan gangguan hati. Bila
memberikan valproate periksa SGOT dan SGPT setelah 2 minggu, 1
bulan, kemudian 3 bulan.
Pengobatan rumat hanya diberikan bila kejang demam menunjukkan ciri
sebagai berikut :
1. Kejang lama > 15 menit
2. Anak mengalami kelainan neurologis yang nyata sebelum atau sesudah
kejang, misalnya hemiparesis, todd’s paresis, cerebral palsy, retardasi
mental, hidrosefalus
3. Kejang fokal
4. Bila ada keluarga sekandung atau orang tua yang mengalami epilepsi.
Pengobatan rumat tidak harus diberikan tetapi dapat dipertimbangkan dalam
keadaan :
1. Kejang berulang 2 kali atau lebih dalam 24 jam
2. Bila kejang demam terjadi pada bayi berumur kurang dari 12 bulan.
c. Pengobatan intermiten
Yang dimaksud dengan pengobatan intermiten adalah pengobatan yang
diberikan pada saat anak mengalami demam, untuk mencegah terjadinya kejang
demam. Terdiri dari pemberian antipiretik dan antikonvulsan.
Antipiretik tidak ditemukan bukti bahwa penggunaan antipiretik
mengurangi risiko terjadinya kejang demam. Namun kesepakatan saraf anak
menyatakan bahwa pengalaman menunjukkan bahwa antipiretik tetap
bermanfaat.

20
Antipiretik yang dapat digunakan adalah :
- Paracetamol atau asetaminofen 10 - 15 mg/kg BB/kali diberikan 4 kali.
- Ibuprofen 10 mg/kg BB/kali, diberikan 3 kali.
Antikonvulsan pada saat kejang dapat memakai Diazepam oral dosis 0,3 -
0,5 mg/kg setiap 8 jam pada saat demam menurunkan risiko berulangnya kejang.
Dapat juga diberikan diazepam rektal dengan dosis 0,5 mg/kg BB/kali diberikan
sebanyak 4 kali per hari.

I. PROGNOSIS

Prognosis anak dengan kejang demam adalah bagus. Pencapaian


intelektual normal. Kebanyakan anak akan mengalami kejang demam di
kemudian hari, tetapi perkembangan ke epilepsi dan kejang tanpa demam adalah
jarang. Kejang demam akan kambuh pada 50% anak yang mengalami kejang
demam kurang dari 1 tahun dan 27% pada onset setelah umur satu tahun4,7,8.
Jika tidak ditangani, 33% pasien mengalami stidaknya satu kali
kekambuhan. Menurut United States National Collaborative Perinatal Project
yang meneliti 1.706 anak dari baru lahir sampai umur 7 tahun yang mengalami
satu atau lebih kejang demam, faktor risiko untuk berkembang menjadi epilepsi
adalah
1. riwayat kejang tanpa demam
2. adanya abnormalitas neurologis
3. kejang demam kopleks.
Dari pasien yang mempunyai satu faktor risiko, 2 % berkembang menjadi
epilepsi dan pada pasien yang memiliki 2 atau lebih faktor risiko, 10%
berkembang menjadi epilepsi3,4,8.

21
BAB IV
PEMBAHASAN

Seorang anak laki- laki dibawa orang tuanya datang ke IGD RSPS dengan
keluhan post kejang. Kejang saat di rumah dan di puskesmas. Pasien sudah dapat
diazepam per rektal di puskesmas. Pada vital sign didapatkan anak demam.
Sedangkan pada pemeriksaan fisik tidak ditemukan adanya kaku kuduk, refleks
patologis, dan reflek fisiologis.
Kejang demam sederhana biasanya dikaitkan dengan, temperatur tubuh
yang meningkat secara cepat diatas 38C, kejang biasanya bersifat umum, tonik
klonik dan berlangsung kurang dari 15 menit, tidak ada kelainan yang permanen
atau sebelumnya tidak menunjukkan kejang tanpa panas, Kejang biasanya
terjadi pada umur penderita 6 bulan sampai 5 tahun. Demam dan atau kejang
tidak disebabkan oleh meningitis, ensefalitis atau penyakit yang mempengaruhi
otak.
Pada kejang demam kompleks biasanya: Kejang bersifat lokal, Lama
kejang lebih dari 15 menit. Kejang pertama kali umur kurang dari 6 bulan atau
lebih dari 5 tahun., adanya gejala dari kelainan neurologis yang permanen.
Dalam 24 jam serangan kejang lebih dari 1 kali. dan ada riwayat epilepsi di
keluarga termasuk ayah, ibu dan saudara.

22
BAB V
KESIMPULAN
Kejang demam terjadi pada 2-4% dari populasi anak berumur 6 bulan
sampai 5 tahun (kebanyakan antara umur 6 dan 18 bulan) 1,3,4,7,10,11,13. Di Amerika
antara 2-5% anak-anak mengalami kejang demam pada usia 6 bulan sampai 5
tahun. Sekitar 70-75% merupakan kejang demam sederhana. 20-25% merupakan
kejang demam kompleks. Dan sekitar sepertiga dari pasien ini mengalami
sedikitnya satu kali kekambuhan. Di internasional angka yang serupa juga
ditemukan pada negara berkembang, walaupun mungkin di negara Asia
frekuensinya lebih besar. Lebih dari 90 % dari kejang demam adalah kejang
umum, kurang dari 5 menit dan terjadi awal pada penyakit yang menyebabkan
demam. Penyakit pernafasan akut merupakan hal terbesar yang dikaitkan dengan
kejang demam. Gastroenteritis khususnya yang disebabkan oleh Shigella atau
Campylobacter dan infeksi traktus urinarius merupakan penyebab yang lebih
sedikit1,3,8,9,12,13.
Kejang demam jarang (sekitar 1-2,4%) menjadi epilepsi atau kejang non
febril pada umur dewasa. Kemungkinan untuk menjadi epilepsi lebih besar jika
kejang demam mempunyai manifestasi yang kompleks antara lain durasi lebih
dari 15 menit, lebih dari satu kali kejang dalam sehari. Faktor lain yang
memperburuk yaitu onset awal dari kejang (sebelum umur 1 tahun), riwayat
keluarga epilepsi. Dan walaupun dengan adanya faktor tersebut, risiko
mengalami epilepsi setelah kejang demam itu masih sangat rendah yaitu sekitar
15-20%1.
      

23
DAFTAR PUSTAKA

1. Moe P.G., Seay A.R. Neurologic & Muscular Disorder. In: Current Pediatric
Diagnosis & Treatment. Editor: Hay W.W et al. eds 16 th. 2003. USA. Lange
Medical Books/McGrow-Hill. p 717-45.

2. Johnston M.V. Seizures in Childhood. In: Nelson Textbook of Pediatrics. Editor:


Behrman, Kliegman, Jenson. Eds 17th. 2004. Pensylvania. Saunder. p 1993-
2011.

3. Gascon G.G., Mikati M.A. Seizures and Epilepsy. In: Textbook of Clinical
Pediatrics. Editor: Elzouki AV, Hanfi HA, Nazer H. 2001. Philadephia. William
& Wilkins. p 1414-24.

4. Behrman R.E., Kliegman R.M. Nelson Essentials of Pediatrics. eds 4 th. 2002.
Pennsylvania. WB Saunders Company. p 793-800.

5. Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK UI. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak. Jilid
2. 2002. Jakarta. Percetakan Infomedika. hal 847-55.

6. Kari I.K. Kejang Demam. Dalam: Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu
Kesehatan Anak RSUP Sanglah, Denpasar. Editor: Sudaryat, Soetjiningsih.
Cetakan II. 2000. Lab/SMF Ilmu Kesehatan Anak FK UNUD/RSUP Sanglah.
Hal 198-204.

7. Anonim. Febril Convulsions. www.patient.co.uk/showdoc/40000513/. Access:


27 April 2005.

8. Zempsky W.T. Pediatrics, Febril Zeisures.


www.emedicine.com/emerg/topic376.htm. Last updated: October 14, 2004.
Access: April 27, 2005.

9. Seamens C.M., Slovis C.M. Seizurez: Classification and Diagnosis.


www.allergy-consult.com/secure/textbookarticles/textbook/43_seizures.htm.
Access: April 27, 2005.

10. Dannenberg B.W. Seizures Disorders.


www.thrombosis-consult.com/secure/textbookarticles/textbook/11_seizures.htm.
Access: April 27, 2005.

11. Anonim. Management & Tratment of Febrile Seizures.


http://home.coqui.net/myrna/febsrz.htm. Access: April 27, 2005.

12. Baumann R. Febrile Sizures. www.emedicine.com/neuro/topic134.htm Last


updated: February 14, 2005. Access: April 27, 2005.

24
13. Camfield C.S., Camfield P.R. Febrile Seizures.
www.ilae-epilepsy.org/ctf/febrile_convulsions.html Last updated: December 1,
2002. Access: April 27, 2005.

25

Anda mungkin juga menyukai