Anda di halaman 1dari 7

JALADWARA

Jaladwara atau gargoyle adalah pancuran air pada candi atau situs petirtaan. Jaladwara
berfungsi sebagai komponen saluran air pada struktur bangunan candi.

Jaladwara (Gargoyle) umumnya dihias dengan bentuk-bentuk yang menyeramkan, seperti


hewan buas dengan mulut terbuka lebar sebagai jalan keluarnya air. Bentuk-bentuk yang
menyeramkan tersebut kerap disesuaikan sesuai dalam mitologi Hindu, yakni penggambaran
makhluk mistis bawah air.

Jaladwara umumnya berbentuk menyerupai ikan, mulutnya menganga dan bibir atasnya
melingkar ke atas seperti belalai gajah yang diangkat. Pada bagian belakang terdapat ekor
panjang yang berfungsi sebagai saluran air. Sedangkan di beberapa bangunan candi lainnya
Jaladwara ditemukan dalam wujud burung atau binatang lainnya. Jaladwara ditempatkan di
sudut – sudut bangunan candi dan berfungsi untuk menyalurkan air saat hujan

Jaladwara merupakan bagian dari bangunan candi yang berfungsi untuk mengalirkan air hujan
(talang air). Tujuannya untuk mencegah air mengalir ke sisi-sisi candi dan meminimalisir
pengikisan pada dinding bangunan

melalui JALADWARA yang berada di sekeliling candi, Proses ini akan berlangsung dari tingkat
paling atas sampai selasar hingga akhirnya air sampai ke tanah halaman dan lereng bukit candi.
Namun konstruksi Candi yang tidak memiliki spasi isian antar celah-celah batu menyebabkan
banyak air yang akhirnya masuk mencapai tanah bukit.

Seperti diketahui, banyaknya air yang tersimpan di bukit candi menyebabkan tanah menjadi
jenuh dan tidak mampu menyangga beban batuan di atasnya. Oleh karena itu ketika dilakukan
survei oleh Cornelius pada tahun 1814, banyak dinding candi yang berada dalam kondisi
melesak, miring dan sebagian runtuh. Air yang masuk ke celah-celah candi tidak hanya
berakibat buruk untuk tanah bukit, tetapi ada juga yang ke samping. Ini dikarenakan tidak
semua air menyalir ke bawah. Hal tersebut mengakibatkan keluarnya air dari celah dinding
vertikal candi yang terdapat panil relief cerita. Air dari bukit tersebut keluar dengan membawa
mineral dan menyebabkan tumbuhnya mikroorganisme dan penyakit batu lainnya.

Jaladwara yang merupakan koleksi museum daerah di Tulungagung saat ini dalam Kondisi baik,
ukuran panjang 53 cm, ukuran lebar 19 cm dan ukuran tinggi 38 cm, terbuat dari batu andesit.
Bagian depan berbentuk kepala naga (Makara) dengan mulut menganga. Bagian belakang
berupa bidang segi empat memanjang ke belakang dengan cekungan ditengah untuk saluran
air. Bagian depan atas dihias dengan motif sulur (ukel, jawa). Diatas terdapat lubang kecil
untuk saluran air.
ARCA GANESHA
Ganesha juga dikenal sebagai dewa penghalau rintangan, baik gangguan fisik maupun magis. Ini
karena tikus (musaka) merupakan kendaraan tunggangan atau wahana dari Ganesha.
Diharapkan musaka yang menyimbolkan keangkuhan diri dapat dikendalikan, serta lincah
dalam melewati segala rintangan di lokasi manapun. Maka dari itu, arca Ganesha seringkali
diletakkan di daerah yang rawan bahaya, seperti di pinggir sungai berarus deras, dekat
bendungan atau di tempat penyeberangan.

Sosoknya berkepala gajah dengan empat tangan menandakan kemampuan Ganesha yang
melebihi manusia biasa. Penggambaran Ganesha pada arca antara lain memegang patahan
gadingnya (ekadanta), kapak perang (parasu), tasbih (aksamala), teratai merah (padma) dan
modaka. Sebagai anak dari Dewa Siwa, maka keperawakan Ganesha serta laksana yang
digenggamnya pun mirip sang ayah. Oleh karena itu, Ganesha juga memiliki trinetra, memakai
upawita berbentuk ular, mahkota dari pilinan rambut (jatamakuta), hiasan bulan sabit dan
tengkorak (ardhacandrakapala). Alas duduknya berupa teratai berwarna merah jambu (padma)
terkadang tengkorak (kapala).

Itulah makna dari modaka, mangkuk berisi cairan ilmu pengetahuan yang menjadi laksana dari
Ganesha. Modaka digenggam oleh Ganesha di tangan bagian depan dan terdapat belalainya
yang masuk ke dalam modaka. Dengan begitu, Ganesha dikenal sebagai dewa ilmu
pengetahuan dan kebijaksanaan.

Modaka juga dikisahkan berisi cairan manis kesukaan Ganesha karena Ganesha melambangkan
anak-anak. Selain modaka, sikap duduk Ganesha layaknya balita yang telapak kakinya saling
berhadapan (utkutikasana) dan badannya agak tambun. Ini mencerminkan dirinya seperti anak-
anak, karena Ganesha ialah anak dari Dewa Siwa dan Dewi Uma atau disebut pula Dewi
Parwati.

Ganesha dalam mitologi Agama Hindu merupakan anak dari Dewa Siwa dan Dewi Parwati.
Ganesha merupakan dewa yang awalnya ditugaskan untuk mengalahkan asura (raksasa) yang
ingin menguasai tempat tinggal para dewa. Ganesha merupakan Dewa Ilmu Pengetahuan,
Kebijaksanaan dan Penghancur Rintangan. Ganesha sebagai Dewa Penghalang Rintangan maka
Ganesha tidak hanya dipuja sebagai parwatadewata (pendamping siwa) namun juga dipuja
secara mandiri sebagai istadewata. Selain ditemukan di candi Hindu yang bersekte siwais,Arca
Ganesha juga sering ditempatkan di daerah yang berbahaya seperti di tepi jurang, dekat sungai
maupun di lokasi penyebrangan. Kedudukan Ganesha dalam mitologinya adalah sebagai kepala
pasukan gana yang bertugas menjaga kahyangan Siwa. Sekte yang memuja Ganesha disebut
Ganaptya

Ganesha digambarkan sebagai laki-laki dengan perut buncit/tundila, berkepala gajah dan
memiliki 4 tangan. Pengambaran Ganesha umumnya membawa senjata pada 4 tangannya yaitu
aksamala (tasbih/untaian manik-manik), parasu (kapak), ekadanta (gigi), dan patra (mangkuk).
Sering dijumpai Arca Ganesha dengan posisi kurmasana (duduk bersila) dengan Padmasana
(tempat duduk arca yang berbentuk padma), namun juga ditemukan Arca Ganesha dengan
penggambaran yang lebih menakutkan seperti Arca Ganesha yang dibuat pada periode klasik
Jawa Timur. Arca Ganesha digambarkan dengan kapalaasana (tempat duduk tengkorak) serta
abharana yang cenderung dihiasi dengan tengkorak.

Di Museum Nasional Indonesia terdapat beberapa koleksi arca Ganesha. Ada yang terbuat dari
batu dan juga logam. Salah satu koleksi arca Ganesha yang adikarya yakni koleksi bernomor
inventaris 186b/4865 yang berasal dari Candi Banon, Magelang-Jawa Tengah. Keunikannya
antara lain memiliki ukuran yang besar yakni sekitar 1,5 m. Arca Ganesha ini dapat Sobat
Museum temukan di Rotunda Gedung A Museum Nasional Indonesia.
ARCA NANDI
Nandi, Nandiswara, Nandikeshwara, atau Nandideva adalah lembu yang menjadi Wahana dewa
Siwa dalam mitologi Hindu.Dia juga merupakan juru kunci Siwa dan Parvati .Candi yang
mempunyai arca Nandi biasanya dikategorikan sebagai candi untuk pemujaan agama Hindu
Siwa.Dia juga adalah guru dari 18 Master (18 Siddha), termasuk Patanjali dan Thirumular.

Penerapan nama Nandi ke banteng (Sansekerta: vṛṣabha) sebenarnya merupakan


pengembangan dari abad terakhir, karena Gouriswar Bhattacharya telah mendokumentasikan
dalam sebuah artikel diilustrasikan berjudul "Nandin and Vṛṣabha" Nama Nandi ini sebelumnya
banyak digunakan sebagai gantinya. Untuk dewa antropomorfik yang merupakan salah satu
dari dua pintu penjaga Siwa, yang lainnya adalah Mahakala. Dalam pintu abad pra-kesepuluh-
kuil India Utara, Siwa sering diapit oleh gambar Mahakala dan Nandi, dan dalam peran ini
penjaga Shiva yang Nandi angka di Kalidasa puisi Kumārasambhava.

Di Jawa, tokoh ini dipahatkan di sebelah pintu masuk candi bersifat Siwaistik, bersama
pasangannya, Mahakala. Kedua tokoh ini dianggap sebagai emanasi atau pancaran Siwa dan
dianggap sebagai tokoh penjaga pintu.

Arca Nandi ini merupakan penggambaran dari lembu jantan. Arca Nandi ini digambarkan dalam
posisi mendekam di atas lapik, kaki kanan depan ditekuk di depan dada, kaki belakang ditekuk
ke depan. Nandi atau Nandiswara adalah lembu yang menjadi kendaraan dari Dewa Siwa dalam
mitologi Hindu. Keberadaan Nandi seringkali dipresentasikan sebagai keberadaan Dewa Siwa
itu sendiri. Candi yang mempunyai arca Nandi biasanya dikategorikan sebagai candi untuk
pemujaan agama Hindu aliran Siwa. Asal-usul dari Nandi di Punden Simbatan Kulon ini tidak
diketahui, namun punden ini terletak tidak jauh dari Situs Petirtaan Dewi Sri (± 500 meter) yang
diperkirakan berasal dari abad X-XI Masehi. Arca Nandi ini ditemukan bersama miniatur
lumbung, fragmen batu pipisan, dan fragmen arca yang berasal dari masa klasik (Hindu-Budha).
ARCA YONI
Yoni adalah kata yang mempunyai arti bagian/tempat (kandungan) untuk melahirkan. Kata ini
mempunyai banyak arti, di antaranya adalah sumber, asal, sarang, rumah, tempat duduk,
kandang, tempat istirahat, tempat penampungan air, dan lain-lain. Dalam buku Kama Sutra dan
dalam kaitannya dengan batu candi, yoni berarti pasangan lingga yang merupakan simbol dari
alat kelamin wanita. Pasangan linga-yoni dalam arti ini juga dikenal pada situs sejarah warisan
dunia Mohenjo-daro di Pakistan. Yoni merupakan sebuah objek cekung atau berlubang, yang
melambangkan kemaluan wanita (vagina). Objek ini merupakan lambang kesuburan. Di
beberapa daerah di Indonesia yoni disebut juga lesung batu karena menyerupai sebuah lesung
yang terbuat dari batu.

Temuan arkeologi Yoni di Indonesia sangat banyak. Yoni merupakan objek sakral yang
disembah oleh masyarakat Jawa Kuno penganut Agama Hindu. Yoni memiliki bentuk dan
ukuran yang beragam, tetapi memiliki kesamaan yaitu memiliki lubang tempat lingga dan cerat
untuk mengalirkan air. Penemuan yoni biasanya berasosiasi dengan keberadaan sebuah
bangunan suci.

Yoni adalah tinggalan arkeologis yang berbentuk kubus batu dengan cerat di salah satu sisinya.
Bagian atas terdapat lubang persegi untuk menempatkan lingga. Pada bagian atas juga terdapat
takikan yang mungkin digunakan untuk menampung cairan yang disiramkan pada lingga saat
upacara. Cairan itu akan turun keluar melalui cerat yoni.

Kubus adalah bentuk yoni yang umum ditemukan di Jawa. Terdapat beberapa yoni dengan
bentuk lain, seperti bundar yang ditemukan di Piyak, Temanggung, yoni berbentuk segi yaitu
Yoni Gambar dari Jombang, dan yoni berbentuk persegi panjang di Liyangan, Temanggung, yang
bahkan memiliki tiga lingga.
Yoni dapat berornamen atau tidak. Umumnya, hiasan yang ada adalah pelipit-pelipit mendatar
yang simetris pada bagian bawah dan atas sisi yoni, atau ditambah dengan “pilaster” yang
berposisi tegak.

Cerat sering dihias pada bagian ujungnya dengan bentuk serupa daun atau vagina, sementara
bagian bawah terdapat binatang yang menyangga cerat, seperti kepala naga, atau beberapa
hewan bertumpukan (kepala naga dan kura-kura).

Yoni Klinterejo selain memiliki hiasan pelipit masih ditambah dengan sulur-sulur gantung dan
ornamen lain. Bagian bawah cerat pun terdapat patung kepala naga. Pada salah satu sisi
terdapat prasasti, yaitu angka tahun 1294Ç (1372 M). Di Museum Sonobudoyo terdapat yoni
dengan gambar garuda pada salah satu sisi, mungkin dahulu adalah sisi depan.

Lubang pada yoni berkait dengan objek pasangannya yang dipasangkan di bagian atas.
Umumnya, yoni memiliki lubang cukup dalam yang berbentuk segi empat. Lubang demikian
akan tepat jika dipasang lingga. Beberapa yoni memiliki lubang yang berbeda, seperti yang
ditemukan di Glonggong, Madiun yang memiliki lubang dangkal berbentuk segi delapan.
Sementara itu, yoni di Sitihinggil Keraton Kasepuhan, Cirebon, memiliki lubang berbentuk bulat.
Hal ini mungkin berkait dengan lingga berpenampang bulat yang sekarang berdiri di belakang
yoni tersebut.

Anda mungkin juga menyukai