Anda di halaman 1dari 58

PROPOSAL

PENGGUNAAN ALKOHOL DALAM PARFUM MENURUT FATWA MAJELIS ULAMA

INDONESIA DAN MAJELIS TARJIH MUHAMMADIYAH

Nama Kelompok :

Felia Fadhita Salsabila (C05219008)

Rahmad Ali Andriansyah (C05219021)

Shella Rizqi Aulawwiyah (C05219023)

PRODI PERBANDINGAN MAZHAB FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA

2022
ABSTRAK

Skripsi yang berjudul Penggunaan Alkohol dalam Parfum Menurut Majelis Ulama Indonesia
(MUI) dan Majlis Tarjih Muhammadiyah adalah hasil penelitian kepustakaan, untuk menjawab
pertanyaan tentang bagaimana penggunaan alkohol dalam parfum dan bagaimana analisis Majelis
Ulama Indonesia (MUI) dan Majlis Tarjih Muhammadiyah terhadap penggunaan alkohol dalam
parfum.

Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif dengan pendekatan komparatif, dimana
penelitian ini berusaha menuturkan pemecahan masalah berdasarkan membandingkan suatu objek
lain. Data yang dihimpun melalui data-data serta fakta-fakta yang sudah beredar dari dua objek
yang berbeda dan telaah pustaka, dan selanjutnya dianalisisdengan teknik deskriptif analisis.

Hasil menyimpulkan bahwa, Menurut MUI dan Majelis Tarjih Muhammadiyah sama sama
membolehkannya pemakaian alkohol dalam parfum untuk kegunaan sehari-hari. Karena pada
dasarnya khamr dan alkohol dalam konteks ini adalah dua hal yang berbeda. Sejalan dengan
kesimpulan di atas bahwa penggunaan alkohol dalam parfum dibolehkan. Saran dari kami bahwa
penggunaannya tidak berlebihan, dipakai di luar tubuh, dan tidak mengandung bahan yang
diharamkan.

2
DAFTAR ISI

ABSTRAK.........................................................................................................................................2
DAFTAR ISI.....................................................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................................................4
A. Latar Belakang.......................................................................................................................4
B. Identifikasi Masalah..............................................................................................................5
C. Batasan Masalah....................................................................................................................6
D. Rumusan Masalah.................................................................................................................6
E. Tujuan Penelitian...................................................................................................................6
F. Kegunaan Penelitian.............................................................................................................7
G. Kajian Pustaka...................................................................................................................7
H. Definisi Operasional.........................................................................................................10
I. Metodologi Penelitian..........................................................................................................10
J. Sistematika Pembahasan.....................................................................................................11
BAB II TINJAUAN PUSTAKA....................................................................................................13
1. Pengertian Alkohol..............................................................................................................13
2. Penggunaan Alkohol............................................................................................................15
3. Jenis-Jenis Alkohol..............................................................................................................15
4. Kriteria Alkohol...................................................................................................................17
5. Pandangan Ulama tentang Alkohol...................................................................................18
BAB III PANDANGAN MUI DAN MAJELIS TARJIH MUHAMMADIYAH TENTANG
PENGGUNAAN ALKOHOL DALAM PARFUM......................................................................23
A. Majelis Ulama Indonesia.....................................................................................................23
B. Majelis Tarjih Muhammadiyah.........................................................................................29
BAB IV ANALISIS KOMPARATIF PENGGUNAAN ALKOHOL DALAM WEWANGIAN
MENURUT FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA (MUI) DAN MAJLIS TARJIH
(MUHAMMADIYAH)...................................................................................................................41
A. Analisis Penggunaan Alkohol Dalam Wewangian menurut Fatwa Majelis Ulama
Indonesia (MUI) dan Majlis Tarjih (MUHAMMADIYAH)...................................................41
B. Analisis Komparatif Penggunaan Alkohol Dalam Parfum Menurut Majelis Ulama
Indonesia (Mui) Dan Majlis Tarjih (Muhammadiyah)...........................................................48
BAB V PENUTUP..........................................................................................................................51
A. Kesimpulan...........................................................................................................................51
B. Saran.....................................................................................................................................51
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................................52

3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dewasa ini Alkohol menjadi perbincangan yang hangat. Kandungan Alkohol dalam

Khamr diketahui Haram karena memabukkan. Hal tersebut cukup beralasan sebagaimana

dalam Haditspun disebutkan untuk pengharaman Khamr1. Khamar sendiri adalah seluruh

jenis minuman yang dapat menghalangi atau menutupi atau mempengaruhi pikiran (sehat)

seseorang (memabukkan)2. Namun bagaimana jika Alkohol digunakan untuk barang gunaan?

Dalam ilmu kimia, Alkohol adalah istilah yang umum bagi senyawa organic apapun yang

memiliki gugus hidroksil (-OH) yang terikat pada Atom Karbon, yang ia sendiri terikat pada

atom hydrogen atau atom karbon lain. Dilihat dari gugus fungsinya, Alkohol memiliki banyak

golongan. Golongan yang paling sederhana adalah methanol dan etanol3. Alkohol merupakan

di antara bahan aditif dan penstabil yang banyak digunakan dalam penghasilan produk

gunaan sama ada produk yang digunapakai secara dalaman (orally) atau luaran (non

consumable)4. Hal tersebut memancing isu tentang bagaimana hukum antara Alkohol dalam

makanan/minuman dan Alkohol dalam brang-barang gunaan. Dalam hal ini para ulama

berselisih pendapat mengenai najis tidaknya Alkohol berdasarkan sumbernya. Jika sumbernya

najis maka hukumnya tetap saja Haram.

Indonesia beriklim tropis, sehingga mudah membuat badan berkeringat. Akibatnya,

interaksi akan terganggu apabila tubuh beraroma kurang sedap Aroma tubuh yang kurang

sedap biasanya ditutup menggunakan parfum. Dalam menggunakan parfum beralkohol,

banyak orang yang masih bimbang tentang hukum menggunakannya. Oleh karena itu, ada
1
D A N Kosmetika, “Alkohol Dalam Obat Dan Kosmetika,” no. i (2002).
2
N I M :14360030 AHMAD MAHYUDDIN ALFADLOL, “Kandungan Alkohol Dalam Minuman Studi Komparatif
Fatwa Majelis Ulama Indonesia Dan Fatwa Majelis Tarjih Dan Tajdid Muhammadiyah,” 2019, 112,
https://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/37819/.
3
Hani Umi, “Pemakaian Alkohol Pada Obat Batuk Sirup Berdasarkan 4 Mazhab,” in Al-Ulum Ilmu Sosial Dan
Humaniora, vol. 6, 2020, 60–74.
4
Mohammad Aizat Jamaludin, Mohd Anuar Ramli, and Dzulkifly Mat, “Isu Penggunaan Alkohol Dalam
Penghasilan Produk Gunaan Semasa : Analisis Dari Perspektif Hukum Islam,” Islamic Law in Contemporary
Community Conference, no. January (2011).
4
sebagian orang yang takut menggunakan parfum beralkohol dalam beribadah seperti sholat.

Mereka takut apabila menggunakan parfum beralkohol di dalam sholat akan menyebabkan

sholatnya tidak sah, sehingga mereka lebih menggunakan parfum yang non alkohol ketika

beribadah/sholat.

Produk beralkohol dapat berupa makanan, minuman, kosmetika, suplemen, alat

kesehatan, obat-obatan dan lain-lain5. Alkohol dalam wewangian berfungsi sebagai pennguat

wangi itu sendiri, agar tahan lama, lebih segar, dan lain lain. Maka kurang afdol jika membeli

wewangian tanpa Alkohol. Maka dalam hal ini para ulama bersepakat bahwa akibat hukum

dari Alkohol dalam wewangian adalah Mubah. Baik digunakan dalam sehari-hari maupun

beribadah. Namun tetap ada perselisihan ulama dalam hal ini.

Selain kata alkohol sesuatu yang memabukkan itu ada yang cair sesuai dengan

asalnya, seperti khamr dan nabidz, dan ada pula yang padat. 6 Seperti candu dan ganja.

Terlepas candu dan ganja dalam pembahasan kali ini agar tidak melebar, penulis hanya

memfokuskan masalah alkohol dalam campuran yang digunakan pada parfum.

Dalam hal ini, kami memilih Majelis Ulama Indonesia dan Majelis Tarjih

Muhammadiyah karena kedua lembaga fatwa ini banyak berkembang dimasyarakat modern

dan juga tegas dalam menjawab persoalan di tengah mesyarakat.

B. Identifikasi Masalah
1. Banyaknya orang yang menggunakan parfum beralkohol karena berpegang pada

pendapat yang mengatakan jika digunakan di luaran/parfum maka tidak masalah.

2. Sebagian orang bimbang masalah sah atau tidak sholat nya karena memakai parfum

yang beralkohol.

5
Muhamad Ikhwan Lukmanudin, “Legitimasi Hadis Pelarangan Penggunaan Alkohol Dalam Pengobatan” 4, no.
1 (2015): 79–101.
6
Siti Rifaah, Tinjauan Hukum Islam Terhadap Pemakaian Parfum Beralkohol (Analisis atas Pendapat Kh Abdul
Wahab Khafidz dan Ustadz Sulkhan di Pondok Pesantren Putri Al-Irsyad Kauman Kab. Rembang), Semarang,
2012.
5
3. Parfum yang beralkohol diakui masyarakat memiliki manfaat agar tahan lama/awet

sehingga sebagian ulama menghukumi mubah.

4. Penggunaan alkohol dalam wewangian/parfum

5. Penggunaan alkohol dalam wewangian/parfum menurut fatwa Majelis Ulama

Indonesia (MUI) dan Majlis Tarjih (Muhammadiyah).

C. Batasan Masalah
1. Penggunaan alkohol dalam wewangian/parfum

2. Penggunaan alkohol dalam wewangian/parfum menurut fatwa Majelis Ulama

Indonesia (MUI) dan Majlis Tarjih (Muhammadiyah)

3. Analisis komparatif pendapat Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan Majlis Tarjih

(Muhammadiyah) mengenai Penggunaan Alkohol dalam Parfum

D. Rumusan Masalah
1. Bagaimana hukum Penggunaan alkohol dalam wewangian/parfum menurut

fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI)?

2. Bagaimana hukum Penggunaan alkohol dalam wewangian/parfum menurut

Majlis Tarjih (Muhammadiyah)?

3. Bagaimana analisis komparatif hukum Penggunaan alkohol dalam parfum menurut

Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan Majlis Tarjih (Muhammadiyah) ?

E. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui dan menjelaskan hukum Penggunaan alkohol dalam

wewangian/parfum menurut fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI)

2. Untuk mengetahui dan menjelaskan hukum Penggunaan alkohol dalam

wewangian/parfum menurut Majlis Tarjih (Muhammadiyah).

3. Untuk mengetahui dan menjelaskan analisis studi komparatif hukum Penggunaan

6
alkohol dalam parfum menurut Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan Majlis Tarjih

(Muhammadiyah)

F. Kegunaan Penelitian
1. Kegunaan Teoritis : Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi wawasan dan

wadah informasi bagi penulis dan masyarakat mengenai penggunaan alkohol

menurut Fatwa MUI dan Majlis Tarjih

2. Kegunaan Praktis : Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan atau rujukan

bagi masyarakat betapa pentingnya mengetahui hukum penggunaan alkohol dalam

wewangian/parfum menurut Fatwa MUI dan Majlis Tarjih.

G. Kajian Pustaka
Tedapat beberapa penelitian terdahulu berkaitan dengan pengguanan alkohol

pada wewangian atau parfum, diantaranya :

1. Artikel Jurnal yang ditulis oleh Muhammad Kahfi Aulia berjudul, Kajian

Hukum Islam Tentang Hukum Pemakaian Parfum yang Mengandung

Alkohol di Kota Pontianak.7 Hasil penelitian ini adalah bahwa akibat

Hukum pemakaian parfum yang mengandung alkohol menurut Hukum

Islam yaitu Mubah, tidak apa-apa baik dipakai dalam kehidupan sehari-

hari maupun dipakai dalam hal beribadah sholat, baik banyak maupun

sedikit kadar alkoholnya, tetapi jika kandungan alkoholnya berasal dari

sumber yang najis maka hukumnya tetap Haram.

2. Artikel yang ditulis Hadi Mulyono dengan judul, Pandangan Ulama Soal

Alkohol dalam Parfum.8 Berisi tentang pandangan Ulama tentang hukum


7
Muhammad Kahfi Aulia, Kajian Hukum Islam Tentang Hukum Pemakaian Parfum yang Mengandung
Alkohol di Kota Pontianak, E Journal Fatwa Hukum Faculty Of Law Universitas Tajungpura Vol. 3 No. 3,
2020.
8
Hadi Mulyono, Pandangan Ulama Soal Alkoholdalam Parfum diakses pada tanggal 21 Maret 2020 di
https://akurat.co/begini-pandangan-ulama-soal-alkohol-dalam- parfum#:~:text=Begitu%20pula%20Imam
%20Nawawi%20dalam,selama%20masih%20dal
am%20kadarnya%20saja.

7
Alkohol yang dimaksudkan dalam QS. Al-maidah : 90. Mayoritas ulama

fikih dari kalangan Hanafiyah, Malikiyah, Syafi’iyah, Hanabilah dan

Zhahiriyah bersepakat bahwa Khamr adalah najis

mughaladzah.sedangkan Menurut Imam As-Syaukani dalam kitab As-

Sailul Jarar bahwa makna “rijsun” memiliki arti haram (keji) bukan najis.

Begitu pula Imam Nawawi dalam kitab Al-Majmu' Syarh Al- Muhadzzab

menyatakan bahwa alkohol itu najis. Meskipun demikian, ulama

kontemporer Abdurrahman Al-Jaziri mengatakan bahwa penggunaan

alkohol pada parfum diperbolehkan selama masih dalam kadarnya saja.

3. Artikel yang ditukis Nashih Nashrullah dengan judul, Bolehkan Memakai

Parfum Beralkohol untuk Sholat atau Ibadah.9 Artikel Ini berdasarkan

sudut pandang Direktur Pusat Studi Al-qur’an Jakarta, Muchlis M Hanafi.

menurut Muchlis, persoalannya adalah khilafiyah. Namun, hemat dia,

pendapat yang mengatakan alkohol itu suci lebih sejalan dengan prinsip

"taysir" (memberikan kamudahan) dalam Islam, khususnya setelah

alkohol banyak digunakan dalam dunia kedokteran, parfum, dan

sebagainya. Sebab, lanjutnya, ternyata ulama yang mengatakan alkohol

itu khamar pun tidak sepakat dalam soal najis atau tidak. Atas dasar itu,

maka baju atau badan dan lainnya yang terkena parfum beralkohol tidak

perlu dicuci, sebab hukumnya suci. "Anda pun boleh menggunakannya

untuk melakukan ibadah," jelas Muchlis dikutip dari buku "Pengantin

Ramadhan".

4. Artikel yang ditulis Damanhuri Zuhri dengan judul, Alkohol dalam

9
Nashih Nashrullah, Bolehkan Memakai PArfum Beralkohol Untuk Sholat atau ibadah? Di akses
pada tanggal 09 Maret 2020 di https://www.republika.co.id/berita/q6x7bz320/bolehkah-memakai-parfum-
berakohol- untuk-shalat-atau-ibadah
8
Parfum, Amankah?.10 Menurut Auditor Lembaga Pengkajian Pangan

Obat-obatan dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI)

Chilwan Pandji Apt MSc, alkohol atau etanol yang digunakan untuk

parfum tidak sama dengan khamar jenis minuman keras yang

memabukan. Etanol bisa dihasilkan dari fermentasi khamar, tapi juga bisa

dari bahan alamiah, seperti bunga atau buah-buahan. Penggunaan alkohol

yang bersumber dari fermentasi nonkhamar selama tidak digunakan untuk

pangan (dimakan --Red), misalkan sebagai antiseptik, masih

diperbolehkan. Kehadiran alkohol pada parfum sebagai pelarut, pengikat

bahan-bahan esensial agar aromanya lebih tahan lama. Parfum yang

pelarutnya berasal dari nonalkohol maupun beralkohol, kata dosen

Teknologi Industri Pertanian IPB ini, selama dihasilkan dari fermentasi

bahan alami, hukumnya halal dan tidak najis.

Penelitian tersebut memiliki kesamaan pembahasan dalam menggunakan

alkohol dalam parfum, namun, berbeda dengan penelitian ini yang membahas

tentang Penggunaan Alkohol dalam Wewangian/Parfum Menurut Majelis Ulama

Indonesia (MUI) dan Majlis Tarjih. Berdasarkan penelitian di atas belum ada

penelitian tentang Penggunaan Alkohol dalam Wewangian/Parfum Menurut

Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan Majlis Tarjih. Maka penelitian ini penting

dilakukan.

H. Definisi Operasional
Terdapat beberapa kalimat yang perlu peneliti definisikan secara operasional yaitu:

1. Penggunaan alkohol dalam Parfum

Menggunakan Akohol jenis etanol untuk menyatukan zat-zat yang terkandung

10
Damanhuri Zuhri, Alkohol dalm Parfum, Amankah ? diakses pada tanggal 26 Oktober tahun 2013 di
https://www.republika.co.id/berita/dunia- islam/fatwa/13/10/26/mv9msz-alkohol-dalam-parfum-amankah
9
dalam parfum dan untuk menyebarkan wewangian parfum ke udara.

2. Majelis Ulama Indonesia (MUI)

MUI merupakan salah satu Lembaga Fatwa Indonesia yang mewadai para

ulama dan cendikiawan Islam untuk membimbing, membina, dan mengayomi

umat Islam di Indonesia.

3. Majlis Tarjih (Muhammadiyah)

Majelis Tarjih Muhammadiyah merupakan pemegang otoritas ijtihad dalam

Muhammadiyah yang bertugas melakukan kajian dan penelitian ajaran Islam

dalam rangka pelaksanaan tajdid dan antisipasi perkembangan masyarakat.11

I. Metodologi Penelitian

ini adalah penelitian

1) Data yang dikumpulkan

Data yang dikumpulkan dalam penelitian adalah data tentang:

1. Penggunaan alkohol dalam wewangian/parfum menurut MUI dan Majlis

Tarjih

2. Analisis penggunaan alkohol dalam wewangian/parfum menurut MUI dan

Majlis Tarjih

2) Sumber Data

a. Sumber primer: Fatwa MUI No. 11 Tahun 2009 (Majelis Ulama

Indonesia 2009) dan Fatwa Majlis Tarjih

(https://suaramuhammadiyah.id/2015/12/03/hukum-parfum-

beralkohol/)

b. Sumber sekunder: Artikel jurnal dan buku berkaitan dengan

11
SK PP Nomer 74 dalam https://publikasiilmiah.ums.ac.id/
10
penggunaan alkohol dalam parfum.

c. Sumber tersier: kamus dan ensiklopedia.

3) Teknik Pengumpulan Data : Kajian pustaka

4) Teknik pengolahan data meliputi pengeditan, memberi kode dan

mengkategorikan data (bila melakukan data lewat angket).

5) Teknik Analisis Data

Data yang telah terkumpul dianalisi secara komparatif untuk mencari

persamaan dan perbedaan atas penggunaan alcohol dalam

wewangian/parfum menurut MUI (Majelis Ulama Indonesia) dan Majlis

Tarjih.

J. Sistematika Pembahasan
Dalam pembahasan penelitian ini mengikuti sebagaimna berikut :

 Bab Pertama merupakan pendahuluan yang meliputi latar belakang, rumusan

masalah, dan tujuan masalah

 Bab kedua merupakan kerangka teori yang membahas tentang hukum penggunaan

alkohol dalam wewangian/parfum, yang meliputi: Pengertian, Penggunaan Alkohol

dalam Parfum, dan Pandangan Ulama terhadapn Alkohol dalam Parfum.

 Bab ketiga merupakan hasil penelitian yaitu membahas tentang ptofil MUI dan Majlis

Tarjih, sejarah MUI dan Majlis Tarjih, Visi Misi MUI dan Majlis Tarjih dan

pandangan MUI dan Majlis Tarjih tentang penggunaan alkohol dalam

wewangian/parfum.

 Bab keempat membahas tentang studi komparatif tentang pandangan MUI (Majelis

Ulama Indonesia) dan Majis Tarjih penggunaan alkohol dalam wewangian/parfum.

11
 Bab kelima membahas tentang penutup yang meliputi kesimpulan dan saran.

12
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

1. Pengertian Alkohol

Menurut KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) alkohol merupakan zat cair

yang tidak berwarna, mudah menguap dan terbakar, dipakai dalam bidang industri, dan

pengobatan, merupakan unsur ramuan yang memabukkan, minuman keras, dan senyawa

karbon. Alkohol adalah senyawa organik yang keberadaannya dalam tubuh manusia

dapat berubah menjadi racun jika dikonsumsi berlebihan. Kemampuan dalam

melarutkan lipida yang terdapat di membran sel memungkinkannya dengan cepat masuk

ke dalam sel-sel dan menghancurkan struktur sel tersebut. Menurut Syekh Zainuddin Ibn

Abd Aziz al-Malibary, segala minuman yang bias memabukkan dalam jumlah banyak

atau sedikit baik itu berupa khamar atau bukan, adalah diharamkan.12 Kata alkohol

berasal dari bahasa Arab, yaitu ( ‫ )الكحول‬alkuhul, rumusnya adalah C2 H5-OH= C =

Carbonium, yaitu zat arang, H artinya Hidroginium, yaitu zat cair. Dengan demikian ,

C2 H5 0H artinya persenyawaan antara atom 2 atom zat arang dengan 5 atom zat cair.

Alkohol semacam ini disebut “alcohol absolutus” yaitu alcohol 99%, sedangkan 1% nya

adalah air.13

Ensiklopedia Hukum Islam menjelaskan alkohol (Ar.: al-kuhl atau al-kuhul =

sesuatu yang mudah menguap, sari pati, atau intisari). Alkohol diartikan sebagai cairan

tidak berwarna yang mudah menguap dan mudah terbakar. Umumnya dipakai di industri

dan pengobatan, serta merupakan unsur ramuan yang memabukkan dalam kebanyakan

minuman keras. Alkohol dibuat melalui fermentasi berbagai zat yang mengandung

hidrat arang (seperti melase, gula tebu, dan sari buah).14Fermentasi adalah konversi

12
(Syekh Zainuddin Ibn Abd Aziz al- Malibary , Fat al-Mu’in Bi Sar Quran al Uyum,(Maktabah wa Matbaah,
semarang: Toha Putrea ), hlm . 131)
13
(Ahmad Dimyai Badruzzaman, Umat Bertanya Ulama Menjawab, (Bandung : Sinar Baru,1973), hlm . 215)
14
(Abdul Aziz, Dahlan dkk (Ed.). Ensiklopedi Hukum Islam, Jilid 4, Jakarta: Ikhtiar Baru van Hoeve, 1997, hlm.
1182.)
13
senyawa organik secara enzimatik anaerobik, terutama karbohidrat menjadi senyawa

yang lebih sederhana, khususnya menjadi etil alkohol.15 Dari sini dapat disimpulkan

bahwa untuk memunculkan kandungan alkohol dalam suatu bentuk minuman atau

makanan diperlukan proses fermentasi, sehingga makanan atau minuman yang

dikonsumsi yaitu bahan yang dapat menghasilkan etil alkohol melalui fermentasi,

namun selama belum terfermentasi maka belum memiliki kadar alkohol, sehingga

minuman atau makanan tersebut tetap halal.

Menurut Kamus Kimia, alkohol ialah senyawa organik diantara karbon, hidrogen,

dan oksigen, molekulnya dapat mengandung satu atau lebih radikal hidroksil (OH -)

yang telah terikat pada atom karbon banyak digunakan, terutama etanol; rumus alkohol

Cn H2n+1OH dan nama sitematikanya berakhiran –ol; bergantung pada jumlah gugus –

OH dalam molekulnya, maka suatu alkohol dapat derajat satu, dua atau tiga.16

Alkohol ialah istilah yang umum bagi senyawa organik apapun yang memiliki

gugus hidroksil (-OH) yang terikat pada atom karbon, yang terikat pada atom hidrogen

dan atau atom karbon lain. Berdasarkan dari gugus fungsi, alkohol memiliki banyak

golongan. Golongan yang paling sederhana adalah metanol dan etanol. Sementara John

Wiely dan Soon dalam bukunya Introdution to Organic Chemistry menjelaskan bahwa :

“Alkohol adalah senyawa organik yang memiliki gugus hidroksil (-OH) yang

terikat pada atom karbon yang ia sendiri terikat pada atom hidrogen dan atau

atom karbon lain. Dengan mensubstansikan –OH ke H dari CH4, maka didapat

CH3OH yang dikenal dengan metanol. Rumus fungsional dari alkohol adalah OH

dengan formula umum untuk alkohol ROH, dimana R adalah alkil atau substitusi

kelompok alkil”.17

Pengertian alkohol sangat luas, Gliserin sebagai dasar obat peledak Nitrogliserin

15
(May, R Yuang. Kamus kedokteran. Binar Publisher.)
16
(A. Amirudin. et al, Kamus Kimia Organik. Jakarta: Depdikbud. 1993. hlm.8).
17
(John Wiely dan Soon , Introdution to Organic Chemistry, ttp: t.p, 2011, hlm. 487)
14
juga termasuk alkohol. Spiritus bakar juga alkohol, tetapi ia sudah dicampur dengan

racun yang disebut metanol supaya jangan diminum orang; ternyata metanol itu sendiri

juga alkohol.18

Alkohol belum diketahui orang pada masa dahulu, maka dari status hukumnya

pun tidak terdapat dalam kitab-kitab Fiqih dahulu, baik dalam mazhab Syafii, Hanafi,

Maliki, Hambali, Dawud Zhahiri maupun lainnya. Akan tetapi, masalah najis atau

sucinya alkohol hanya dapat diketahui dalam pembahasan-pembahasan para ulama masa

sekarang.

2. Penggunaan Alkohol
Dewasa ini, seiring dengan perkembangan Ilmu pengetahuan dan teknologi

(IPTEK), penggunaan alkohol tidak hanya sebatas pada minuman atau makanan tetapi

alkohol banyak digunakan dalam hal-hal lainya. Alkohol juga sering dijadikan bahan

pelarut adalah jenis metanol, etanol dan isopropanol. Metanol digunakan sebagai pelarut

dalam cat, bahan anti beku dan senyawa kimia lainya. Sedangkan etanol banyak

digunakan sebagai pelarut, antiseptik, campuran obat batuk, anggur obat, bahan

minuman keras dan minuman lainya serta untuk keperluan industri.19

3. Jenis-Jenis Alkohol
Alkohol memiliki beberapa jenis, dan setiap jenisnya memiliki potensi untuk

merusak tubuh atau yang memiliki tingkat racun yang berbeda-beda pula. Jenis-jenis

alkohol tersebut adalah;

a. Etanol (Ethyl Alkohol (C2H5OH))

Etanol adalah bahan cairan yang telah lama digunakan sebagai obat dan merupakan

bentuk alkohol yang terdapat pada minuman keras seperti bir, anggur, wiski maupun

minuman lainnya. Etanol merupakan cairan yang jernih, tidak berwarna, terasa

membakar pada mulut dan tenggorokan apabila ditelan. Etanol sangat mudah sekali
18
(Musthafa K.S., Alkohol Dalam Pandangan Islam dan Ahli-ahli Kesehatan, Bandung: PT Al-Ma'arif, hlm. 21.)
19
(Koes Irianto, Pencegahan dan Penaggulangan Keracunan Bahan Kimia Berbahaya, Bandung: Yrama Widya,
2013, hlm.98.)

15
larut dalam air dan sangat potensial dalam menghambat sistem saraf pusat dalam

aktifitas sistem retikuler 53. Aktifitas etanol sangat kuat dan setara dengan

bahan anestetik umum. Tetapi toksisitas etanol lebih rendah daripada dua jenis

alkohol yang akan penyusun bahas.20

b. Metanol (Methyl Alkohol (CH3OH))

Alkohol jenis ini mempunyai struktur paling sederhana, tetapi paling toksik pada

manusia dibanding dengan jenis alkohol lainnya. Metanol secara luas digunakan

pada industri, rumah tangga, pelarut cat, anti beku dan sebagai bahan bakar.

Terjadinya keracunan pada orang biasanya karena sengaja diminum atau beberapa

laporan mengatakan keracunan terjadi melalui kulit maupun pernafasan.21

Keracunan metanol telah terjadi secara luas dan menyebabkan banyak kematian dan

angka kesakitan (mortalitas dan morbiditas). Banyak kasus terjadi pada waktu terjadi

peperangan. Kejadian akan bertambah banyak bilamana metanol akan digunakan

sebagai bahan bakar di masa yang akan datang.

Kejadian metanol diminum karena erat hubungannya dan kemiripannya dengan

etanol, baik dalam penampilannya, bau, maupun harganya yang murah. Di samping

itu orang awam tidak begitu mengetahui bahwa metanol lebih berbahaya daripada

etanol.

c. Isopropanol (Isoprophyl Alkohol (C3H7OH))

Isopropanol merupakan jenis alkohol yang sering digunakan sebagai bahan

kebutuhan rumah tangga seperti kosmetik, obatobatan, peralatan kamar mandi dan

lain-nya. Mengingat bahwa dalam Permendag No 20 Tahun 2014 yang penyusun

bahas hanya minuman yang mengandung etanol (C2H5OH) saja yang diperbolehkan

untuk diperjualbelikan. Sehingga penyusun akan fokus membahas minuman


20
(Darmono. Toksikologi Narkoba dan Alkohol (Pengaruh Neurotoksisitasnya pada Saraf Pusat). Jakarta; UI‐Press,
2005. Hlm 47.)
21
(Darmono. Toksikologi Narkoba dan Alkohol(Pengaruh Neurotoksisitasnya pada Saraf Pusat). Jakarta; UI‐Press,
2005. Hlm 47.)

16
beralkohol yang mengandung etanol dan mengesampingkan minuman beralkohol

yang mengandung metanol atau isopropanol.

4. Kriteria Alkohol
Alkohol adalah senyawa hidrokarbon berupa gugus hydroksil (-OH) dengan 2

atom karbon (C). Spesies alkohol yang banyak digunakan adalah CH3CH2OH yang

disebut metil alkohol (metanol), C2H5OH yang diberi nama eti lalkohol (etanol), dan

C3H7OH yang disebut isopropil alkohol (IPA) atau propanol-2. Dalam dunia

perdagangan yang disebut alkohol adalah etanol atau etil alkohol atau metil karbinol

dengan rumus kimia C2H5OH.

Etanol disebut juga etil alkohol dengan rumus kimia C2H5OH atau CH3CH2OH

dengan titik didihnya 78,4° C. Etanol memiliki sifat tidak berwarna, volatil dan dapat

bercampur dengan air . Ada dua jenis etanol , etanol sintetik sering disebut metanol atau

metil alkohol atau alkohol kayu, terbuat dari etilen, salah satu derivat minyak bumi atau

batu bara. Bahan ini diperoleh dari sintesis kimia yang disebut hidrasi, sedangkan

bioetanol direkayasa dari biomassa (tanaman) melalui proses biologi (enzimatik dan

fermentasi).22Alkohol mempunyai beberapa jenis kretaria yaitu pertama alcohol absolut

yang hamper murni kadar dihitung sebagai c2H5OH sebesar 99,8% dan air 02%, kedua

etanol (ethyl alcohol) adalah alcohol kadar 95 sampai 96,8% v/v , ketiga methanol

(methyl alcohol) adalah alcohol yang mempunyai struktur paling sederhana, keempat

isopanol ( isoprophyl alcohol).19 Antara jenis-jenis minuman keras yang mengandungi

alkohol adalah seperti berikut:

a) Minuman keras golongan A, kadar ethanol (c2H5OH) dari 1%-15%.

b) Minuman keras golongan B, kadar ethanol dari 5%-20%.

c) Minuman keras golongan C, kadar ethanol lebih dari 20%-55%.

Alkohol adalah senyawa hidrokarbon berupa gugus hydroksil (-OH) dengan 2

22
(e-journal.uajy.ac.id, artikel diakses pada 4 maret 2014)

17
atom karbon (C). Spesies alkohol yang banyak digunakan adalah CH3CH2OH yang

disebut metil alkohol (metanol), C2H5OH yang diberi nama etilalkohol (etanol), dan

C3H7OH yang disebut isopropil alkohol (IPA) atau propanol-2. Dalam dunia

perdagangan yang disebut alkohol adalah etanol atau etil alkohol atau metil karbinol

dengan rumus kimia C2H5OH (Rama, 2008).

5. Pandangan Ulama tentang Alkohol

Menurut Muhammad bin Ali Asy-Syaukani dan Muhammad Rasyid Rida bahwa

meminum minuman yang mengandung unsur alkohol, walaupun kadarnya sedikit dan

tidak dimabukkan, sebaiknya dihindarkan untuk tidak diminum. Mereka berpegang pada

kaidah "sadd az-zari'ah" (tindakan pencegahan), karena meminum minuman yang

mengandung alkohol dalam jumlah sedikit tidak memabukkan, tetapi lama-kelamaan

akan membuat ketergantungan bagi peminumnya, sedangkan meminumnya dalam

jumlah yang lebih sudah pasti memabukkan. Karenanya, hal ini lebih banyak membawa

mudarat daripada manfaat.23

Dalam hal pemanfaatan alkohol untuk keperluan sandang dan papan (seperti

pembersih alat-alat tertentu di rumah tangga, rumah sakit, kegiatan industri, dan

laboratorium), sebagian ulama mengatakan hukumnya najis dan sebagian lainnya

mengatakan tidak najis.Imam Mazhab yang empat (Hanafi, Maliki, Syafi'i, Hanbali)

sepakat mengatakan bahwa alkohol adalah najis, dengan mengkiaskannya kepada

khamar karena kesamaan illat atau sebabnya, yaitu samasama memabukkan.

Ulama yang menghukumkan khamer sebagai najis beralasan pada surah al-

Ma'idah (5) ayat 90.Dalam ayat itu disebutkan bahwa khamar termasuk rijs yang

diartikan najis, dan najis adalah kotor berdasarkan firman Allah SWT dalam surah al-A

'raf (7) ayat 157, karenanya harus dijauhi. Atas dasar ini; mereka menetapkan bahwa

alkohol dan semua yang memabukkan adalah najis, sebagaimana khamar.Sebagian


23
(Ahmad Asy-Syarbashi, Yas'alunaka Tanya Jawab tentang Agama dan Kehidupan, terj. Ahmad Subandi, Jakarta:
Lentera, 1997, hlm. 528.)
18
ulama Mazhab Hanafi bahkan menegaskan bila alkohol mengenai pakaian, maka

pakaian itu tidak boleh dipakai untuk shalat. Jika tetap dipakai, maka shalatnya tidak sah

atau batal.24 Pendapat di atas beralasan pada hadis Nabi SAW yang diriwayatkan dari

Sa'labah al- Khasyani. Dalam hadits tersebut ia bertanya kepada Rasulullah SAW: "Ya

Rasululah, kami berada di kampung orang-orang ahlul kitab, apakah kami boleh makan

memakai alat-alat (misalnya piring yang telah) mereka (pakai)?" Rasulullah SAW

menjawab: "Jika kamu bias mendapatkan yang lain, selain dari alat yang mereka pakai

itu, maka jangan kamu makan di situ. Tetapi, jika tidak ada yang lain lagi, maka

basuhlah(terlebih dahulu), baru kamu makan di situ" (HR. ad-Daruqutni). Dalam

riwayat lain dikatakan pula: "Kami berkunjung kepada orang-orang "ahlulkitab, mereka

memasak daging babi dalam periuk mereka dan minumkhamar dengan alat-alat (gelas)

mereka. Rasulullah SAW menjawab: "Jika kamu bisa mendapatkan yang lain, pakailah

yang lain, tapi jika tidak ada yang lain, maka basuhlah dengan air, lalu makan dan

minumlah di situ" (HR. Abu Dawud).

Sebaliknya Imam Rabi'ah ar-Ra'yi (guru Imam Malik), al-Lais bin Sa'ad, Abi

Ibrahim Ismail bin Yahya al-Muzani (w. 264 H/878 M; ulama Mazhab Syafi'i), sebagian

ulama Baghdad kontemporer, dan Mazhab az-Zahiri mengatakan bahwa khamar adalah

suci. Pendapat ini beralasan pada sebuah riwayat yang mengatakan bahwa para sahabat

menumpahkan khamar di jalan-jalan Madinah ketika turun ayat yang menegaskan

keharamannya. Seandainya khamar itu najis, tentu sahabat tidak melakukannya karena

Nabi SAW akan melarangnya, akan tetapi ternyata Nabi SAW tidak melarangnya.

Mereka menegaskan, kata rijsun dalam surah al-Ma'idah (5) ayat 90, kalau diartikan

najis, maka yang dimaksud adalah najis hukmy (najis secara hukum), bukan najis 'aini

(najis secara materi). Menurut mereka, hal ini sejalan dengan firman Allah SWT dalam

24
(TM.Hasbi Ash Shiddieqy, Koleksi Hadis-Hadis Hukum, jilid 9, Semarang: PT Pustaka Rizki Putra, 2001,
hlm. 181-192. Haliman, Hukum Pidana Syari'at Islam Menurut Ajaran Ahlus Sunnah, Jakarta: Bulan Bintang,
1971, hlm. 445-458)

19
surah at-Taubah (9) ayat 28, yang artinya: “sesungguhnya orang-orang musyrik itu

adalah najis..."Di samping itu kata-kata rijsuntersebut juga menjadi sifat bagi almaisyir

(judi), al-ansab (berkurban untuk berhala), dan al-azlam (mengundi nasib dengan panah).

Namun, tak seorang ulama pun yang menyatakan benda-benda tersebut adalah najis 'aini.

Di antara ulama yang berpendirian bahwa khamar itu suci adalah Muhammad

bin Ali asy-Syaukani dan Muhammad Rasyid Rida dalam kitab Tafsir al-Manar,

menyatakan ketidak najisan alkohol dan khamar serta berbagai parfum yang

mengandung alkohol atas dasar tidak adanya dalil sarih (tegas) tentang kenajisannya.

Majlis Muzakarah al-Azhar Panji Masyarakat berpendapat sama bahwa alkohol di

dalam minyak wangi hukumnya tidak haram, sebaliknya memakai minyak wangi malah

disunahkan.25

Atiah Saqr (ahli fikih Mesir) dalam bukunya Al-Islam Wa Masyakil AlHajah

(Islam dan Masalah Kebutuhan) mengemukakan bahwa mengingat alkohol kini sudah

banyak digunakan untuk berbagai keperluan (seperti medis,obat-obatan, parfum dan

sebagainya), maka ia cenderung mengambil pendapat yang mengatakan kesuciannya,

karena pendapat ini sesuai dengan prinsip alyusr (kemudahan) dan adam al-haraj

(menghindarkan kesulitan) dalam hukum Islam.

Dalam menetapkan hukum penggunaan alkohol untuk pengobatan, ulama fikih

tetap berpedoman pada hukum khamar. Imam mazhab yang empat pada dasarnya

sepakat mengatakan bahwa memakai khamar dan semua benda-benda yang

memabukkan untuk pengobatan hukumnya adalah haram. Pendapat ini beralasan pada

hadis riwayat Ibnu Mas'ud yang mengatakan bahwa Rasulullah SAW bersabda:

"Sesungguhnya Allah tidak menjadikan obat (untuk) kamu dari sesuatu yang

diharamkan memakannya" (HR. al-Bukhari).

25
Azyumardi Azra (penyunting), Islam dan Masalah-Masalah Kemasyarakatan,Jakarta: Pustaka Panjimas, 1983, h.
426

20
Tariq bin Suwaid meriwayatkan pula bahwa dia'' bertanya kepada Rasulullah

SAW tentang khamar.Rasulullah SAW melarang atau membenci pembuatan khamar itu.

Ibnu Suwaid berkata: "Aku membuatnya hanya sematamata untuk obat". Rasulullah

menjawab: "Sesungguhnya (khamar) itu bukannya obat, tetapi malah penyakit" (HR.

Abu Dawud). Hadis lain dari Abu Darda yang mengatakan bahwa Nabi SAW bersabda:

"Sesungguhnya Allahtelah menurunkan penyakit dan (sekaligus) penawar (obat)-nya,

maka berobatlah kamu sekalian, dan janganlah kamu berobat dengan yang haram"

(HR. Abu Dawud). Akan tetapi, ulama yang datang belakangan memberikan

kelonggaran

Dengan beberapa persyaratan tertentu. Sebagian ulama Mazhab Hanafi membolehkan

berobat dengan sesuatu yang diharamkan (termasuk khamar, nabiz, dan alkohol),

dengan syarat diketahui secara yakin bahwa pada benda tersebut benar-benar terdapat

obat (sesuatu yang dapat menyembuhkan), dan tidak ada obat lain selain itu.

Ulama dari kalangan mazhab Syafi'i berpendapat bahwa haram hukumnya

berobat jika hanya dengan khamar atau alkohol murni, tanpa dicampur dengan bahan

lain, di samping memang tidak ada bahan lain selain bahan campuran alkohol tersebut.

Disyaratkan pula bahwa kebutuhan berobat dengan campuran

Alkohol itu harus berdasarkan petunjuk atau informasi., dari dokter muslim yang

ahli di bidang itu. Demikian pula penggunaannya hanya sekedar kebutuhan saja dan

tidak sampai memabukkan.

Pada umumnya, ulama fikih membolehkan menggunakan alkohol untuk berobat

sejauh adanya situasi atau kondisi keterpaksaan atau darurat.Mereka beralasan pada

ayat-ayat Al-Qur'an, hadits-hadits Nabi SAW, dan kaidah fikih. Dalil-dalil dari Al-

Qur'an yang dikemukakan antara lain, surah al- Baqarah (2) ayat 185: "Allah

menghendaki bagimu suatu kemudahan dan tidak menghendaki kesukaran bagimu" dan

al-Hajj (22) ayat 78: "dan Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama
21
suatu kesempitan"Kebolehan menggunakan alkohol itu juga dikiaskan kepada

kebolehanmemakan beberapa jenis makanan yang diharamkan, apabila keadaan

memaksa tanpa sengaja untuk berbuat dosa (QS.2:173, 5:3, 6:145, dan 16:115).

Dalil-dalil berdasarkan hadis yang digunakan antara lain, hadis dari Ibnu Abbas

yang menjelaskan: "Sesungguhnya Allah mensyariatkan agama, maka dijadikan-Nya

agama itu mudah, lapang dan luas, dan Dia tidak menjadikannya suatu kesempitan" (HR.

at-Tabrani). Sedangkan kaidah fikih yang menopangnya antara lain, "Kesulitan itu dapat

membawa kepada kemudahan" dan"Keterpaksaan dapat membolehkan sesuatu yang

diharamkan".26

26
Abdul Mudjib, Kaidah-Kaidah Ilmu Fiqh, Jakarta: Kalam Mulia, 1992, hlm. 29-30.

22
BAB III
PANDANGAN MUI DAN MAJELIS TARJIH MUHAMMADIYAH TENTANG
PENGGUNAAN ALKOHOL DALAM PARFUM

A. Majelis Ulama Indonesia

a. Pengertian Majelis Ulama Indonesia (MUI)

Majelis Ulama Indonesia atau sering dikenal dengan istilahMUI terdiri dari

tiga suku kata, Majelis yakni wadah atau perkumpulan, Ulama memiliki makna

orang yang memiliki ilmu pengetahuan atau mengetahui akibat sesuatu.27

Majelis Ulama Indonesia adalah wadah musyawarah para ulama, zu'ama

cendikiawan muslim yang kehadirannya bermanfaat untuk mengayomi dan menjaga

umat. Selain itu MUI juga sebagai wadah silaturahim yang menggalang ukhuwah

islamiyah, ukhuwah wathaniyah, dan ukhuwah insaniyah, demi untuk mencapai dan

mewujudkan kehidupan masyarakat yang harmonis,aman, damai, dan sejahtera

dalam Negara kesatuan Republik Indonesia.

Untuk menjalankan fungsi dan tujuan diatas MUI melakukan upaya

pendekatan yang proaktif, responsive dan reventif terhadap berbagai problem-

problem itu sedini mungkin dapat diatasi, untuk tidak menimbulkan dampak yang

lebih luas pada masyarakat khusus nya umat islam.28

Dengan demikian dapat diketahui dengan jelas bahwa MUI merupakan

sebuah lembanga yang akan sedia mengayomi.

b. Sejarah Majelis Ulama Indonesia (MUI)


Majelis Ulama Indonesia awal terbentuknya dari gerakan ulama-ulama

aceh pada tahun lima puluhan, ketika sebagian ulama Aeceh terlibat dalam gerakan

protes kepada pemerintahan pusat, maka sebagian ulama Aceh lainnya menyadari

pentingnya persatuan antara ulama-ulama sebagaimana yang terjadi pada masa-masa

sebelumnya maka pada tahun 1965 terbentuklah sebuah Majelis Permusyawaratan

27
Luis Ma,luf, AlMunjid fi Luhah wal adab wal Ulum, beirut, Al Maktabah Al-Katulikiyah. H. 527
28
Tim Penulis MUI pusat. Mengenal dan Mewaspadai penyimpangan syi'ah di Indonesia. Jakarta : FORMAS, Hal. 15
23
Ulama (MPU) Daerah Istimewa Aceh.29

Organisasi ulama ini kemudian memberi impirasi pada pemerintah pusat

agar membentuk organisasi ulama secara nasional di seluruh Indonesia. Akhirnya

Majelis Ulama Indonesia (MUI) berdiri pada tanggal, 7 Rajab 1395 H, atau pada

tanggal 26 Juli 1975 di Jakarta, sebagai hasil dari pertemuan atau musyawarah para

ulama, cendekiawan dan zu’ama yang datang dari berbagai penjuru tanah air.30

Antara lain meliputi dua puluh enam orang ulama yang mewakili 26

Propinsi di Indonesia, 10 orang ulama yang merupakan unsur dari ormas-ormas

Islam tingkat pusat, yaitu, NU, Muhammadiyah, Syarikat Islam, Perti. Al

Washliyah, Math’laul Anwar, GUPPI, PTDI, DMI dan al Ittihadiyyah, 4 orang

ulama dari Dinas Rohani Islam, AD, AU, AL dan POLRI serta 13 orang tokoh

cendikiawan yang merupakan tokoh perorangan.

Dari musyawarah yang diadakan tersebut, dapat dihasilkan sebuah

kesepakatan untuk membentuk suatu wadah atau tempat bermusyawarahnya para

ulama. Majelis Pemusyawaratan Ulama (MPU) Daerah Aceh kemudian

menyesuaikan diri. Disadari atau tidak, peran dan eksistensi Ulama Aceh juga

semangkin tercipta untuk kepentingan pemerintah RI. Selanjutnya adanya

pergeseran peran dan independensi ulama Aceh berjalan seiring dengan hegemoni

yang dicapai oleh pemerintah Indonesia pada masa Orde Baru.

Oleh karenanya ketika Orde Baru ditumbangkan oleh gerakan mahasiswa

mulai pada tahun 1997 ditandai dengan lengsernya Soeharto 21 Mei 1998 dari kursi

kepresidenan RI serta memasuki Era Reformasi, peran dan dan independensi Ulama

Aceh di gugat dan dipertanyakan. Ulama terkesan “diam” atau sengaja “diabaikan”,

sehingga dituduh tidak proaktif terhadap perkembangan dan aspirasi masyarakat

29
Sri Suyanta, Dinamika Peran Ulama Aceh, (Banda Aceh, A-Raniry Press: 2008), hal.10.
30
Budi Handrianto, 50 Tokoh Islam Liberal Indonesia, (Jakarta, Hujjah Press: 2007)
24
Aceh.31

c. Visi dan Misi serta Tugas Majelis Ulama Indonesia (MUI)

Visi dari Majelis Ulama Indonesia

Terciptanya kondisi kehidupan kemasyarakatan, kebangsaan dan kenegaraan yang

baik, memperoleh ridha dan ampunan Allah swt (baldatun thoyyibatun wa robbun

ghofur) menuju masyarakat berkualitas (khaira ummah) demi terwujudnya kejayaan

Islam dan kaum muslimin (izzul Islam wal-muslimin) dalam wadah Negara Kesatuan

Republik Indonesia sebagai manifestasi dari rahmat bagi seluruh alam ( ‫) لعالمين رحمة‬.32

Misi dari Majelis Ulama Indonesia

a. Menggerakkan kepemimpinan dan kelembagaan umat secara efektif dengan

menjadikan ulama sebagai panutan (qudwah hasanah), sehingga mampu

mengarahkan dan membina umat Islam dalam menanamkan dan memupuk aqidah

Islamiyah, serta menjalankan syariah Islamiyah.

b. Melaksanakan dakwah Islam, amar ma’ruf nahi mungkar dalam mengembangkan

akhlak karimah agar terwujud masyarakat berkualitas (khaira ummah) dalam

berbagai aspek kehidupan.

c. Mengembangkan ukhuwah Islamiyah dan kebersamaan dalam mewujudkan

persatuan dan kesatuan umat Islam dalam wadah Negara Kesatuan Republik

Indonesia.33

Tugas dan Fungsi Majelis Ulama Indonesia

a. Mengeluarkan fatwa tentang ekonomi syariah untuk dijadikan pedoman bagi


31
Sri Suyanta, Op.Cit, hal. 11
32
Kansil, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, (Jakarta, Balai Pustaka: 1983) 46-47
33
Huda, dkk. Investasi Pada Pasar Modal Syariah. (Jakarta: Kencana Perdana Media Group:2007), hal. 72.

25
praktisi dan regulator.

b. Menerbitkan rekomendasi, sertifikasi, dan syariah approval bagi lembaga keuangan

dan bisnis syariah.

c. Melakukan pengawasan aspek syariah atas produk/jasa di lembaga keuangan/bisnis

syariah melalui Dewan Pengawas Syariah. 34

d. Kewenangan dan Wilayah Fatwa Majelis Ulama Indonesia

Dalam sebuah lembaga pastilah memiliki kewenangan, dalam hal ini MUI memiliki
kewenangan dan wilayah, yaitu :35

a. MUI berwenang menetapkan fatwa mengenai masalah-masalah keagamaan secara

umum, terutama masalah hukum (fiqh) dan masalah aqidah yang menyangkut kebenaran

dan kemurnian keimanan umat Islam Indonesia.

b. MUI berwenang menetapkan fatwa mengenai masalah-masalah keagamaan seperti

tersebut pada nomor 1 yang menyangkut umat Islam Indonesia secara nasional atau

masalah-masalah keagamaan di suatu daerah yang dapat meluas ke daerah lain.

c. Terdapat masalah yang telah ada Fatwa MUI, Majelis Ulama Indonesia Daerah hanya

berhak melaksanakannya.

d. Jika karena faktor-faktor tertentu fatwa MUI sebagaimana dimaksud nomor 3 tidak

dapat dilaksanakan, MUI Daerah boleh menetapkan fatwa yang berbeda setelah

berkonsultasi dengan MUI Pusat.

e. Hal belum ada Fatwa MUI, MUI Daerah berwenang menetapkan fatwa.

f. Khusus mengenai masalah-masalah yang sangat Musykil dan Sensitif

sebelum menetapkan fatwa, MUI Daerah diharapakan terlebih dahulu melakukan

konsultasi dengan MUI Pusat.

34
Ibid. Hal. 73
35
Ma’ruf Amin, dkk, Himpunan Fatwa Majelis Ulama Indonesia Sejak 1975, Erlangga, Jakarta, 2011, hlm. 7-8.
26
e. Hukum Parfum Beralkohol Menurut Majelis Ulama Indonesia (MUI)

Dalam kimia, alkohol adalah istilah yang lebih umum untuk senyawa organik apa

pun yang memiliki gugus hidroksil (-OH) yang terikat pada atom karbon, yang alkohol

sendiri terikat pada atom hidrogen atau karbon lain.36

LP POM MUI, alkohol yang dimaksudkan dalam parfum adalah etanol. Menurut fatwa MUI,

etanol yang merupakan senyawa murni bukan berasal dari industri minuman

khamer sifatnya tidak najis. Hal ini berbeda dengan khamer yang bersifat najis.

Oleh karena itu, etanol tersebut dijual sebagai pelarut parfum, yang notabene memang

dipakai diluar (tidak dimaksudkan ke dalam tubuh).

Etanol disebut juga etil alkohol, alkohol murni, alkohol absolut atau alkohol saja.

Etanol merupakan sejenis yang mudah menguap (volatile), mudah terbakar (flammable),

tak berwarna (colorless), memiliki wangi yang khas dan merupakan alkohol yang paling

sering digunakan dalam kehidupan sehari-hari.37

Banyak orang yang menyamakan minuman beralkohol dengan alkohol, maka

disinilah sering kurang difahami dan ini menjadi titik masalah oleh sebagian orang yang

menghukumi haramnya parfum beralkohol, karena mengira bahwa alkohol yang

terdapat dalam parfum adalah khamer.

Khamer itu mau diminum cuma setetes atau mau ditengak seember, sama-sama

haram. Alkohol tidak sama atau tidak identik dengan khamer. Karena orang tak akan

sanggup meminum alkohol dalam bentuk murni, karena akan menyebabkan kematian.

Alkohol (etanol) dan minuman beralkohol adalah dua hal yang berbeda.

Minuman beralkohol sudah pasti memabukkan dan diharamkan sedangkan alkohol

(etanol) belum tentu demikian. Alkohol (etanol) adalah sebagaimana hukum zat pada
36
Riswiyanto, Kimia Organik, Jakarta; Erlangga, 1995, hlm 146
37
Donald C. Kleinfelter dan Jesse H. Wood, Ilmu Kimia Untuk Universitas, diterjemahkan oleh Aloysius,
Hadyana Pudjaatmaka Jakarta; Erlangga, 1992, hlm 402

27
asalnya yaitu halal. Etanol bisa menjadi haram jika memang menimbulkan dampak

negatif.

f. Sumber Hukum Parfum Beralkohol

Sesungguhnya penggunaan parfum merupakan anjuran Rasulullah SAW,

sehingga hukumnya sunnah. Karena Rasulullah Saw sendiri secara pribadi memang

menyukai parfum, sebab nabi menyukai wewangian secara fitrah.

‫ وجعلت قرة عيني في الصالة‬,‫ النساء والطيب‬:‫حبب إلي من دنياكم‬

“ Telah dijadikan aku menyukai bagian dari dunia yaitu, menyukai wanita dan.

Dan dijadikan sebagai qurratu a’yun di dalam shalat”38.

Bahkan di dalam beribadah, umat Islam dianjurkan untuk memakai wewangian,

agar suasana ibadah bisa semakin khusu’

‫ فمن جاء منكم إلى الجمعة‬,‫ قال رسول هلال ملسوهيلعهالىلص إن هذا يوم عيد جعله هلال للمسلمين‬:‫بن عباس رضي هلال عنهما قال‬

‫ وعليكم بالسواك‬,‫ وإن كان طيب فليمس منه‬,‫فليغتسل‬

“ dari ibni Abbas ra berakata Rasulullah SAW bersabda, hari ini adalah hari besar yang

dijadikan Alloh untuk muslimin. Siapa di antara kamu yang datang shalat jumat hendaklah

mandi dan bila punya parfum hendaklah dipakainya. Dan hendaklah kalian bersiwak”.

‫ وطيب النساء ما خفي ريحه وظهر لونه رواه‬,‫عن أبي هريرة رضي هلال عنه طيب الرجال ما ظهر ريحه وخفي لونه‬

‫" والنس””””ائي الترم””””ذي‬

Dari Abi Hurairah ra, "Parfum laki-laki adalah yang aromanya kuat tapi warnanya

tersembunyi. Parfum wanita adalah yang aromanya lembut tapi warnanya kelihatan jelas.”

(HR. At-Tirmizi dan Nasa'i).39

B. Majelis Tarjih Muhammadiyah

a. Profil Majelis Tarjih Muhammadiyah


38
Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah, Jakarta : Cakrawala Publishing, 2008, hlm. 64
39
Terjemahan Shahih Bukhari Juz VII, oleh; Achmad Sunarto dkk, Semarang; CV. Asy Syifa’, hlm. 412

28
Majelis Tarjih dan Tajdid memiliki rencana strategis untuk Menghidupkan tarjih,

tajdid dan pemikiran Islam dalam Muhammadiyah sebagai gerakan pembaharuan yang

kritisdinamis dalam kehidupan masyarakat dan proaktif dalam menjalankan problem dan

tantangan perkembangan sosial budaya dan kehidupan pada umumnya sehingga Islam

selalu menjadi sumber pemikiran, moral, dan praksis sosial di tengah kehidupan

masyarakat, bangsa dan negara yang sangat kompleks. Muhammadiyah telah

menamakan dirinya sebagai organisasi gerakan tajdid sebagai sebuah konsekuensi

“kembali pada al Qur’an dan Sunnah” oleh karena itu para ulama’nya dituntut untuk

memilih yang paling arjah atau yang paling kuat dari beberapa pendapat yang

berbeda. Baik dari segi dalildalilnya maupun manhaj yang dipakainya, sehingga para

anggota persyarikatan tidak terombang-ambing oleh ikhtilaf, dan untuk itu, maka

dibentuklah “majelis tarjih. Mejelis Tarjih adalah suatu lembaga dibawah naungan

Muhammadiyah yang membidangi masalah-masalah keagamaan, khususnya hukum

bidang fiqih. Mejelis ini dibentuk dan disahkan pada Kongres Muhammadiyah XVII

Tahun 1928 di Pekalongan dengan KH. Mas Mansur sebagai ketua yang pertama.

Majelis ini didirikan untuk menyelesaikan masalah-masalah khilafiyah karena pada

waktu itu dianggap rawan oleh Muhammadiyah. Berdasarkan garis besar program,

Majelis ini mempunyai tugas: Mengembangkan dan menyegarkan pemahaman dan

pengalaman ajaran Islam dalam kehidupan masyarakat yang multikultural dan kompleks.

Mensistematisasi metodologi pemikiran dan pengalaman Islam sebagai prinsip gerakan

tajdid dalam gerakan Muhammadiyah. Mengoptimalkan peran kelembagaan bidang

tajdid, tarjih dan pemikiran Islam untuk selalu proaktif dalam menjawab masalah riil

29
masyarakat yang sedang berkembang. Mensosialisasikan produk-produk tajdid, tarjih dan

pemikiran keislaman Muhammadiyah ke seluruh lapisan masyarakat. Membentuk dan

mengembangkan pusat penelitian, kajian, dan informasi bidang tajdid pemikiran Islam yang

terpadu dengan bidang lain. Pada tahap-tahap awal, tugas Majelis Tarjih, sesuai dengan

namanya, hanyalah sekedar memilih-milih antar beberapa pendapat yang ada dalam Khazanah

Pemikiran Islam, yang dipandang lebih kuat. Tetapi, di kemudian hari, karena perkembangan

masyarakat dan jumlah persoalan yang dihadapinya semakin banyak dan kompleks, dan tentunya

jawabannya tidak selalu di temukan dalam Khazanah Pemikiran Islam Klasik, maka konsep tarjih

Muhammadiyah mengalami pergeseran yang cukup signifikan Kemudian mengalami perluasan

menjadi usaha-usaha mencari ketentuan hukum bagi masalah-masalah baru yang sebelumnya

tidak atau belum pernah ada diriwayatkan pendapat ulama mengenainya. Usaha-usaha tersebut

dalam kalangan ulama ushul Fiqh lebih dikenal dengan nama Ijtihad.

Majelis Tarjih ini mempunyai kedudukan yang istimewa di dalam Persyarikatan,

karena selain berfungsi sebagai Pembantu Pimpinan Persyarikatan, mereka memiliki

tugas untuk memberikan bimbingan keagamaan dan pemikiran di kalangan umat Islam

Indonesia pada umumnya dan warga persyarikatan Muhammadiyah khususnya.

Sehingga, tidak berlebihan kalau dikatakan bahwa Majlis Tarjih ini merupakan Think

Thank“ –nya Muhammadiyah. Ia bagaikan sebuah “processor“ pada sebuah komputer,

yang bertugas mengolah data yang masuk sebelum dikeluarkan lagi pada monitor.

Adapun tugas-tugas Majlis Tarjih, sebagaimana yang tertulis dalam Qa’idah

Majlis Tarjih 1961 dan diperbaharuhi lewat keputusan Pimpinan Pusat Muhammdiyah

No. 08/SKPP/I.A/8.c/2000, Bab II pasal 4, adalah sebagai berikut:

 Mempergiat pengkajian dan penelitian ajaran Islam dalam rangka pelaksanaan

tajdid dan antisipasi perkembangan masyarakat.

 Menyampaikan fatwa dan pertimbangan kepada Pimpinan Persyarikatan guna

menentukan kebijaksanaan dalam menjalankan kepemimpinan serta

30
membimbing umat, khususnya anggota dan keluarga Muhammadiyah.

 Mendampingi dan membantu Pimpinan Persyarikatan dalam membimbing

anggota melaksanakan ajaran Islam Membantu Pimpinan Persyarikatan dalam

mempersiapkan dan meningkatkan kualitas ulama.

 Mengarahkan perbedaan pendapat/faham dalam bidang keagamaan ke arah

yang lebih maslahat.

Kemudian pada tanggal 8 Dzulhijjah 1330 H (bertepatan tanggal 18 November 1912 M)

Muhammadiyah diresmikan menjadi organisasi persyarikatan dan berkedudukan di

Yogyakarta, dipimpin langsung oleh KH. A. Dahlan sendiri sebagai ketuanya. Majlis tarjih

adalah suatu lembaga dalam Muhammadiyah yang membidangi masalah-masalah

keagamaan, khususnya hukum bidang fiqih. Majlis ini dibentuk dan disahkan pada kongres

Muhammadiyah XVII tahun 1928 di Yogyakarta, dengan K.H. Mas Mansur sebagai

ketuanya yang pertama.

Majlis ini didirikan pertama kali untuk menyelesaikan persoalanpersoalan khilafiyat, yang

pada waktu itu dianggap rawan oleh Muhammadiyah. Kemudian Majlis Tarjih itulah yang

menetapkan pendapat mana yang yang dianggap paling kuat, untuk diamalkan oleh warga

Muhammadiyah. Dalam perkembangan selanjutnya, Majlis Tarjih tidak sekedar

mentarjihkan masalah-masalah khilafiyat, tetapi juga mengarah pada penyelesaian

persoalan-persoalan baru yang belum pernah dibahas sebelumnya.

Sehubungan semakin banyak tugas yang harus dilaksanakan oleh Majlis Tarjih, maka

Pimpinan Pusat Muhammadiyah pada tahun 1971 telah menetapkan Qaidah Lajnah Tarjih.

Dalam pasal 2 Qaidah tersebut disebutkan, bahwa tugas Lajnah Tarjih adalah sebagai

berikut:

1. Menyelidiki dan memahami ilmu agama Islam untuk memperoleh kemurniannya.

2. Menyusun tuntunan aqidah, akhlaq, ibadah, mu’amalah dunyawiyyah.

3. Memberi fatwa dan nasihat, baik atas permintaan maupun tarjih sendiri memandang

31
perlu.

4. Menyalurkan perbedaan pendapat/faham dalam bidang keagamaan ke arah yang lebih

maslahat.

5. Mempertinggi mutu ulama.

6. Hal-hal lain dalam bidang keagamaan yang diserahkan oleh pimpinan persyarikatan.

Berdasarkan tugas pokok dan kegiatan yang telah dilakukan oleh Majlis Tarjih, agaknya

tidak berlebihan jika dikatakan, bahwa Majlis ini merupakan lembaga ijtihad

Muhammadiyah. Tugas utamanya adalah menyelesaikan segala macam persoalan

kontemporer, ditinjau dari segi fiqih. Tentu yang dimaksud ijtihad di sini adalah ijtihad

jama’i. Memang dalam perkembangan awal, ijtihad Majlis Tarjih Muhammadiyah lebih

banyak bersifat ijtihad intiqa’i atau ijtihad tarjihi. Namun dalam perkembangannya yang

terakhir sudah mengarah kepada ijtihad insya’i.

b. Sejarah Majelis Tarjih Muhammadiyah

Dalam mengupayakan tercapainya maksud dan tujuan Muhammadiyah, yakni

menegakkan dan menjunjung tinggi Agama Islam sehingga terwujud masyarakat Islam

yang sebenar-benarnya, maka dibentuklah kesatuan-kesatuan kerja yang memiliki

kedudukan sebagai badan pembantu pimpinan persyarikatan. Kesatuan-kesatuan kerja

ini dapat berupa majelis dan lembaga ataupun organisasi otonom40Salah satu majelis

yang terdapat di Muhammadiyah yakni Majelis Tarjih dan Tajdid. Fungsi dari majelis

ini adalah mengeluarkan fatwa atau memastikan hukum tentang perkara-perkara tertentu

yang timbul di masyarakat.

Majelis Tarjih dan Tajdid ini lahir dari kebutuhan Muhammadiyah dalam

40
Adaby,Ahmad, Darban dan Mustafa Kemal Pasha.Muhammadiyah sebagai Gerakan Islam(dalam perspektif
Historis dan Ideologis) Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2000.

32
menentukan haluan gerak Muhammadiyah di bidang-bidang atau masalah-masalah

keagamaan. Mengingat perkembangan Muhammadiyah yang sangat pesat diiringi

dengan semakin membesarnya volume aktivitas dan meluasnya jaringan

Muhammadiyah, sehingga tugas pengkajian agama dan penerbitan fatwa yang dulunya

dipegang langsung oleh pimpinan organisasi dirasa tidak efektif lagi. Diperlukan adanya

pembidangan penanganan tugas dan pekerjaan dalam rangka menjaga kontrol pimpinan

terhadap sinkronisasi penyelenggaraan amal usaha dengan asas-asas yang menjadi

landasan perjuangan Muhammadiyah, yaitu Islam dalam kemurniannya sesuai dengan

Al-Quran dan Sunnah Nabi SAW.

tahun 1927, melalui Kongres Muhammadiyah ke-16 di Pekalongan,

diputuskanlah pembentukan Majelis Tarjih atas usulan dari KH. Mas Mansur, untuk

tujuan menghadirkan lembaga khusus yang menangani masalah-masalah ideologis

keagamaan. Nama majelis ini sendiri dari waktu ke waktu mengalami perubahan kecil

untuk memberikan penekanan pada tugas yang diembannya dalam kurun waktu tertentu.

Pada periode tahun 1995-2005, lembaga ini bernama Majelis Tarjih dan Pengembangan

Pemikiran Islam. Setelah itu, semenjak 2005 namanya diubah menjadi Majelis Tarjih

dan Tajdid, dan bertahan sampai sekarang. Dalam sehari-hari majelis ini secara singkat

disebut Majelis Tarjih. Kata tarjih sendiri diambil dari Bahasa Arab yakni kata tarjīḥ

yang berasal dari rajjaḥa, artinya memberi pertimbangan lebih dari pada yang lain.41

c. Visi Misi Majelis Tarjih Muhammadiyah

Berdasarkan hasil Muktamar Muhammadiyah ke-47 yang diselenggarakan pada

tanggal 18-22 Syawal 1436 H bertepatan dengan 3-7 Agustus 2015 M di Kota Makassar

ditetapkan visi dan program pengembangan Majelis Tarjih dan Tajdid periode 2015-
41
A bdurrahman, Asjmuni. 2010. Manhaj Tarjih Muhammadiyah (Metodologi dan Aplikasi. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar

33
2020 ialah sebagai berikut pengembangan Majelis Tarjih dan Tajdid periode 2015-2020

ialah sebagai berikut :

a. Visi Pengembangan:

Berkembangnya fungsi tarjih, tajdid, dan pemikiran Islam yang

mendorong peran Muhammadiyah sebagai gerakan pembaruan yang kritis,

dinamis dan proaktif dalam menjawab problem dan tantangan aktual sehingga

Islam menjadi sumber pemikiran, moral, dan praksis sosial kehidupan umat,

bangsa dalam menghadapi perkembangan zaman yang kompleks.

b. Program Pengembangan:

1) Sistem Gerakan Menyusun dan mengembangkan pedoman keislaman

bersifat epistemologis, metodologis maupun praktis sebagai panduan bagi

warga Muhammadiyah dalam memahami dan mengimplementasikan

ajaran Islam dalam era masyarakat terbuka, meliputi Risalah Islamiyah,

Tafsir Al-Quran dan pemikiran keislaman lainnya.

2) Organisasi dan Kepemimpinan Mengoptimalkan peran kelembagaan dan

pusat-pusat kajian bidang tarjih, tajdid, dan pemikiran Islam dan

melakukan restrukturasi kepemimpinan melalui keberadaan Lajnah

Tarjih serta meningkatkan peran-peran strategis bidang keagamaan di

tengah dinamika kehidupan kontemporer.

3) Jaringan Mengintensifkan kerja sama internal, khususnya dengan PTM

dan kerja sama eksternal, dan meningkatkan sosialisasi produk tarjih,

baik ke internal Muhammadiyah sampai pada tingkat Cabang dan

Ranting, maupun ke eksternal Muhammadiyah, melalui pelbagai media

termasuk penerjemahan ke bahasa Inggris dan Arab, sehingga pemikiran

keislaman Muhammadiyah dikenal dan dapat mempengaruhi dinamika

pemikiran dunia.
34
4) Sumber Daya Mengembangkan kompetensi kelembagaan dan kader

ulama bidang tarjih, tajdid dan pemikiran Islam, secara khusus di bidang

‘Ulūm al-Qur’ān, ‘Ulūm al-Ḥadiṡ dan Uṣūl al-Fiqh, termasuk di bidang

falak dan pemikiran Islam, untuk memperkokoh dan mengembangkan

Muhammadiyah sebagai gerakan pembaruan dan kepentingan

menghadapi perkembangan yang kompleks dalam dinamika kehidupan

umat, bangsa dan tantangan global.

5) Aksi Pelayanan Mengintensifkan forum, produk, dan sosialisasi hasil

kajian ketarjihan dan pemikiran Islam serta merespon isu-isu aktual dan

masalah-masalah keislaman di pelbagai bidang yang berkembang dalam

kehidupan umat dan masyarakat luas.

d. Hukum Parfum Beralkohol Menurut Majelis Tarjih Muhammadiyah

Sesungguhnya masalah boleh tidaknya menggunakan parfum yang beralkohol merupakan

permasalahan yang diperselisihkan oleh ulama. Hal ini bersumber dari perselisihan ulama

mengenai najis tidaknya alkohol. Saat ini alkohol banyak digunakan sebagai bahan baku,

bahan tambahan, ataupun bahan penolong dalam pembuatan makanan, minuman, obat-

obatan, dan kosmetika, serta kepentingan lainnya. Maka di sinilah diperlukan fatwa tentang

alkohol.

Dasar Pertimbangan Hukum :

َ‫نصابُ َواَأْل ْزاَل ُم ِرجْ سٌ ِّم ْن َع َم ِل ال َّش ْيطَا ِن فَاجْ تَنِبُوهُ لَ َعلَّ ُك ْم تُ ْفلِحُون‬
َ ‫ يَا َأيُّهَا الَّ ِذينَ آ َمنُوا ِإنَّ َما ْال َخ ْم ُر َو ْال َم ْي ِس ُر َواَأْل‬.

Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban

untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk perbuatan syaitan. Maka

jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan. [Q.S. al-Maidah

35
(5): 90]

Mereka bertanya kepadamu tentang khamar[136] dan judi. Katakanlah: “Pada keduanya

terdapat dosa yang besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih

besar dari manfaatnya”. [Q.S. al-Baqarah (2): 219]

Dari Ibn Umar [diriwayatkan] bahwasanya Nabi saw bersabda Allah melaknat khamr,

peminumnya, penyajinya, pedagangnya, pembelinya, pemeras bahannya, penahan atau

penyimpannya, pembawanya, dan penerimanya. [H.R. Abu Dawud] Dari Ibn Umar

[diriwayatkan] ia berkata Rasulullah saw bersabda semua yang memabukkan adalah khamr

dan semua yang memabukkan adalah haram. [H.R. Muslim] Dari Jabir bin Abdillah

[diriwayatkan] bahwasanya Rasulullah saw bersabda: Sesuatu yang jika banyak

memabukkan, maka sedikitnya adalah haram. [H.R. Abu Dawud].

Fatwa hukum Pertama: Ketentuan Umum

Dalam jawaban ini yang dimaksud dengan: Khamr adalah setiap minuman yang

memabukkan, baik dari anggur atau yang lainnya, baik dimasak ataupun tidak. Alkohol

adalah istilah yang umum untuk senyawa organic apapun yang memiliki gugus fungsional

yang disebut gugus hidroksil (-OH) yang terikat pada atom karbon. Minuman beralkohol

adalah : minuman yang mengandung etanol dan senyawa lain di antaranya metanol,

asetaldehida, dan etilasetat yang dibuat secara fermentasi dengan rekayasa dari berbagai

jenis bahan baku nabati yang mengandung karbohidrat, atau minuman yang mengandung

etanol dan/atau metanol yang ditambahkan dengan sengaja.

Kedua : Ketentuan Hukum

Meminum minuman beralkohol sebagaimana dimaksud dalam ketentuan umum

hukumnya haram. Khamr sebagaimana dimaksud dalam ketentuan umum adalah najis,

ada juga yang mengatakan najis maknawi. Alkohol/etanol sebagaimana dimaksud dalam

ketentuan umum yang diambil dari khamr adalah najis. Sedangkan alkohol/etanol yang

36
tidak berasal dari khamr adalah tidak najis.

Minuman beralkohol adalah najis jika alkohol/etanolnya berasal dari khamr, dan

minuman beralkohol adalah tidak najis jika alkohol/ethanolnya berasal dari bukan

khamr. Penggunaan alkohol/etanol hasil industri khamr untuk produk makanan,

minuman, kosmetika, dan obat-obatan, hukumnya haram. Penggunaan alkohol/etanol

hasil industri non khamr (baik merupakan hasil sintesis kimiawi [dari petrokimia]

ataupun hasil industri fermentasi non khamr) untuk proses produksi produk makanan,

minuman, kosmetika, dan obat-obatan, hukumnya: mubah, apabila secara medis tidak

membahayakan. Penggunaan alkohol/etanol hasil industri non khamr (baik merupakan

hasil sintesis kimiawi [dari petrokimia] ataupun hasil industri fermentasi non khamr)

untuk proses produksi produk makanan, minuman, kosmetika dan obat-obatan,

hukumnya: haram, apabila secara medis membahayakan.

Ketiga: Hukum Alkohol

Khamr itu tidak identik dengan alkohol, walaupun dalam khamr itu sendiri

banyak kandungan alkoholnya dan memabukkan. Oleh karena itu apa saja yang

mempunyai potensi memabukkan maka dia adalah khamr, apapun nama dan sebutan

yang diberikan orang terhadapnya. Rasulullah saw pernah ditanya tentang minuman

yang dibuat dari madu, jagung atau gandum yang diperas hingga menjadi minuman

keras, maka beliau menjawab: Setiap yang memabukkan adalah khamr, dan setiap

khamr adalah haram (H.R. Muslim). Keharaman khamr itu tidak diukur dari sedikit atau

banyaknya kandungan khamr tersebut.

Rasulullah saw menegaskan: Apa saja yang banyaknya memabukkan, maka

sedikitnyapun haram (H.R. Abu Dawud). … Ibnu Abbas berkata bahwa seorang laki-

laki menghadiahkan sebuah wadah berisi khamr kepada Rasulullah saw. Maka

Rasulullah saw berkata: Tidakkah engkau mengetahui bahwa Allah telah

mengharamkannya [khamr]? Kemudian ada seseorang yang membisiki laki-laki tersebut

37
untuk menjualnya. Maka Rasulullah saw bersabda: Sesungguhnya Dzat Yang

mengharamkan untuk meminumnya juga mengharamkan untuk menjualnya. Kemudian

Ibnu ‘Abbas ra. berkata: Maka lelaki itu membuka wadah khamr tersebut dan

menumpahkan isinya hingga habis. [H.R. Muslim]. Kejadian ini disaksikan oleh

Rasulullah saw dan beliau tidak memerintahkan kepadanya untuk mencuci wadah

tersebut.

Ini menunjukkan bahwa khamr tidaklah najis, dengan demikian surah al- Maidah

90 kenajisan khamr adalah maknawi bukan dzati. Tentu saja hukum khamr yang mutlak

keharamannya sedikit ataupun banyak, berbeda dengan alkohol, sebab semua benda

yang di dalamnya terdapat alkohol belum tentu dinamakan khamr. Kandungan alkohol

(suatu bahan kimia yang juga disebut etanol) terdapat pada beberapa buah-buahan atau

bahan pangan lainnya. Kehalalan atau keharaman dari alkohol/etanol ini dilihat dari

kadar yang terkandung di dalamnya.

Kegunaan Alkohol (Etanol) Sebagai pelarut (solvent), misalnya pada parfum,

perasa, pewarna makanan, dan obat-obatan. Sebagai bahan sintesis (feedstock) untuk

menghasilkan bahan kimia lain, contohnya sebagai feedstockdalam pembuatan asam

asetat (sebagaimana yang terdapat dalam cuka). Sebagai bahan bakar alternatif.

Bahan bakar etanol telah banyak dikembangkan di negara Brasil sejak mereka

mengalami krisis energi. Brasil adalah negara yang memiliki industri etanol terbesar

untuk memproduksi bahan bakar. Untuk minuman beralkohol (alkohol beverage).

Sebagai penangkal racun (antidote). Sebagai antiseptic(penangkal infeksi). Sebagai

deodorant(penghilang bau tidak enak atau bau busuk) Alkohol sebagai solvent (Pelarut)

pada parfum bukanlah khamr, mungkin ini yang sering dikira bahwa alkohol yang

terdapat dalam parfum adalah khamr. Dalam hal ini harus dibedakan antara alkohol dan

khamr: kata “alkohol” atau etanol digunakan untuk mengungkapkan salah satu dari tiga

hal berikut:
38
1) Alkohol untuk senyawa kimia

2) Alkohol biasa digunakan untuk menyebut etanol (C2H5OH), yang biasa kita temui

dalam parfum, antiseptic, mouthwash, deodorant, kosmetik, dsb.

3) Alkohol untuk minuman keras. Minuman ini biasa disebut minuman beralkohol

(alcohol beverage) atau alkohol saja, dan sifatnya memabukkan.

Di dalam minuman ini terdapat unsur etanol, namun bukan keseluruhannya.

Dari penjelasan di atas, etanol yang terdapat dalam parfum masuk dalam kategori yang

kedua. Alkohol yang jelas-jelas diharamkan adalah alkohol yang sifatnya memabukkan

yaitu alkohol kategori ketiga. Jadi illah (sebab) pengharaman khamr adalah karena

memabukkan. Oleh karenanya, tidak tepat jika dikatakan bahwa khamr itu diharamkan

karena alkohol yang terkandung di dalamnya. Dalam bentuk pemakaian luar, para

ulama berbeda pandangan dalam menentukan kenajisan alkohol/khamr. Menurut

kebanyakan ulama khamr itu dihukumi najis berdasarkan firman Allah dalam Q.S. al-

Maidah (5): 90.

Sementara sebagian ulama yang lain menyatakan bahwa khamr itu suci,

sedangkan yang dimaksud dengan ayat di atas (“perbuatan keji”) adalah pengertian

maknawi bukan pengertian najis sesungguhnya. Artinya setiap yang najis itu sudah tentu

diharamkan (untuk dikonsumsi) dan tidak semua yang diharamkan itu statusnya najis.

Misalnya emas dan sutra haram pemakaiannya bagi kaum laki-laki sedangkan statusnya

adalah suci karena dipakai oleh kaum wanita. Jadi pandangan ulama yang tidak

menajiskan khamr menganggap parfum yang mengandung alkohol tersebut tidak najis,

oleh karena itu menurut mereka tidak mengapa shalat dengan mempergunakan bahan

yang bercampur alkohol tersebut. Alkohol yang dimaksud dalam parfum adalah etanol,

etanol yang merupakan senyawa murni diproduk pada industri kimia – dan sifatnya

tidak najis,– bukan berasal dari industri minuman beralkohol (khamr) melalui teknik

fermentasi. Dengan demikian, parfum beralkohol bukan khamr, maka hukum asal

39
menggunakan parfum beralkohol adalah boleh. mengingat status alkohol (etanol) yang

suci yang bercampur dalam parfum, kecuali bila ada campuran zat najis lainnya dalam

parfum tersebut.42

42
Diakses di https://suaramuhammadiyah.id/2015/12/03/hukum-parfum-beralkohol/
40
BAB IV
ANALISIS KOMPARATIF PENGGUNAAN ALKOHOL DALAM WEWANGIAN
MENURUT FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA (MUI) DAN MAJLIS
TARJIH (MUHAMMADIYAH)

A. Analisis Penggunaan Alkohol Dalam Wewangian menurut Fatwa Majelis Ulama


Indonesia (MUI) dan Majlis Tarjih (MUHAMMADIYAH)

1. Analisis Penggunaan Alkohol Dalam Wewangian menurut Fatwa Majelis Ulama

Indonesia (MUI)

Ajaran Islam bertujuan memelihara keselamatan agama, jiwa, akal, keturunan dan

harta. Untuk itu segala sesuatu yang memberi manfaat bagi tercapainya tujuan tersebut

diperintahkan, dianjurkan atau diizinkan untuk dilakukan, sedang yang merugikan bagi

tercapainya tujuan tersebut dilarang atau dianjurkan untuk dijauhi. Penggunaan alkohol

digunakan sebagai bahan baku, bahan tambahan atau bahan penolong dalam pembuatan

kosmetika(parfum) dan kepentingan lainnya, karena itu perlu adanya fatwa tentang

alkohol sebagai upaya memberikan kepastian hukum bagi para produsen dan konsumen

dalam memanfaatkan dan mengonsumsi produk yang menggunakan bahan atau

perantara dari alkohol.

Hukum pemanfaatan alkohol dalam produk kosmetika adalah diperbolehkan

menggunakan produk kosmetika dengan kadar alkohol rendah (tidak memabukkan).

Dalam kosmetik khususnya produk minyak wangi, bahan alkohol tidaklah sama dengan

khamr, dan minyak wangi tidak hanya berbahan alkohol saja, tapi di dalamnya terdapat

alkohol dan juga beberapa bahan lainnya yang suci. Sehingga tidak ada alasan bagi

pendapat yang menyatakan alkohol adalah najis.43

Alkohol jenis ini tidak dihukumi najis menurut pendapat yang benar.

43
MUI, Himpunan, 692.
41
Penggunaannya akan berubah menjadi haram jika kadar alkohol pada produk kosmetika

ini tinggi sehingga bisa memabukkan. Jika dihukumi haram, maka memproduksi dan

menjual belikannya ikut tersimpan.

Dari penjelasan di atas penulis menganalisis mengenai anggapan umum bahwa

semua makanan atau minuman beralkohol hukumnya haram perlu diluruskan. Karena

temuan di lapangan memperlihatkan bahwa apel, nangka, tempe, tahu bahkan nasi juga

mengandung alkohol meskipun terjadi secara alamiah. Jika segala sesuatu yang

mengandung alkohol dihukumi haram secara mutlak, maka akan terjadi permasalahan

yang sangat sensitif di tengah-tengah masyarakat. Padahal, alkohol memiliki jenis yang

bervariasi dan tidak semua bisa disebut khamr.

penulis juga dapat menganalisis bahwa pemanfaatan alkohol sebagai bahan

campuran pada makanan, minuman, obat-obatan dan kosmetika dihukumi mubah

(dibolehkan) dengan syarat tidak melebihi kadar yang telah ditentukan oleh medis, serta

tidak memabukkan dan membahayakan terhadap konsumen atau masyarakat. Akan

tetapi dalam penggunaan alkohol dalam campuran pembuatan makanan, minuman, obat-

obatan dan kosmetika secara berlebihan dan dapat menimbulkan memabukkan,

menimbulkan efek samping maka hukumnya haram karena dapat membahayakan

konsumen atau masyarakat.

2. Analisis Penggunaan Alkohol Dalam Wewangian menurut Fatwa Majlis Tarjih

(Muhammadiyah)

Hukum seputar alkohol masih menjadi spekulasi di masyarakat, pemahaman

mengenai hukum alkohol salah satunya. Beberapa Ulama berpandangan mengenai

alkohol itu apakah termasuk najis maknawi atau najis lidzatihi. Dalam bentuk

pemakaian luaPenggunaan alkohol sudah jamak dalam kehidupan. Tidak sedikit, hal-hal

dalam hidup manusia modern mengandung alkohol, seperti pada parfum dan
42
handsanitizer.

Lantas, bagaimana hukum kandungan alkohol tersebut? Bolehkah kita

menggunakannya, sementara jelas firman Allah terkait haramnya khamar dan ada pula

yang menganggap alkohol sebagai najis? Tim Fatwa Majelis Tarjih dan Tajdid (MTT)

Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah telah mengeluarkan fatwa terkait hal tersebut.

Berikut ini uraiannya. Hingga kini, ungkap Tim Fatwa MTT PP Muhammadiyah, ulama

masih berselisih paham terkait parfum yang beralkohol. Untuk jelasnya, perlu dibedakan

terlebih dahulu antara khamar dan alkohol. MTT PP Muhammadiyah berfatwa, khamar

adalah setiap minuman yang memabukkan, baik dari anggur atau yang lainnya, baik

dimasak ataupun tidak. Sementara itu, alkohol adalah istilah yang umum untuk senyawa

organik apapun yang memiliki gugus fungsional yang disebut gugus hidroksil (-OH)

yang terikat pada atom karbon. Perlu juga untuk dipahami, apa itu minuman beralkohol.

Menurut, MTT PP Muhammadiyah, minuman beralkohol adalah minuman yang

mengandung etanol dan senyawa lain di antaranya metanol, asetaldehida, dan etilasetat.

Senyawa-senyawa tersebut dibuat secara fermentasi dengan rekayasa dari berbagai jenis

bahan baku nabati yang mengandung karbohidrat.Selain itu, minuman beralkohol juga

adalah minuman yang mengandung etanol dan/atau metanol yang ditambahkan dengan

sengaja. MTT PP Muhammadiyah menegaskan, meminum minuman beralkohol

hukumnya haram. Demikian pula khamar yang hukumnya adalah najis, ada juga yang

mengatakan najis maknawi.

Difatwakan juga, bahwa alkohol/etanol yang diambil dari khamar adalah najis.

Sedangkan alkohol/etanol yang tidak berasal dari khamar adalah tidak najis.Minuman

beralkohol adalah najis jika alkohol/etanolnya berasal dari khamar. Sementara itu,

minuman beralkohol difatwakan tidak najis jika alkohol/ethanolnya berasal dari bukan

khamar. Terkait penggunaan alkohol/etanol hasil industri khamar untuk produk

43
makanan, minuman, kosmetika, dan obat-obatan, MTT PP Muhammadiyah menegaskan

bahwa hukumnya haram.

Sementara itu, penggunaan alkohol/etanol hasil industri nonkhamar, baik

merupakan hasil sintesis kimiawi (dari petrokimia) ataupun hasil industri fermentasi

nonkhamar) untuk proses produksi produk makanan, minuman, kosmetika, dan obat-

obatan, hukumnya mubah, apabila hal tersebut secara medis tidak membahayakan.

Hukum haram dikenakan apabila penggunaan alkohol/etanol hasil industri nonkhamar

tersebut secara medis membahayakan. Dalam fatwanya, MTT PP Muhammadiyah juga

menjelaskan bahwa khamar itu tidak identik dengan alkohol. Meski demikian, tidak

dapat ditampik bahwa dalam khamar banyak kandungan alkoholnya dan memabukkan.

MTT PP Muhammadiyah menegaskan, apa saja yang mempunyai potensi memabukkan

maka dia adalah khamar, apapun nama dan sebutan yang diberikan orang terhadapnya.

Hal ini bersumber pada hadis Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah

ditanya tentang minuman yang dibuat dari madu, jagung atau gandum yang diperas

hingga menjadi minuman keras, maka beliau menjawab: Setiap yang memabukkan

adalah khamr, dan setiap khamr adalah haram (HR. Muslim).

Dalam hadis lain, Rasulullah menegaskan, keharaman khamar itu tidak diukur dari

sedikit atau banyaknya kandungan khamar tersebut. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa

sallam menegaskan: Apa saja yang banyaknya memabukkan, maka sedikitnyapun haram

(HR. Abu Dawud).

Meski demikian, perlu dipahami pula kegunaan alkohol, dalam hal ini ethanol,

dalam kehidupan sehari-hari, yaitu :

1) Sebagai pelarut (solvent), misalnya pada parfum, perasa, pewarna makanan, dan

obat-obatan.

2) Sebagai bahan sintesis (feedstock) untuk menghasilkan bahan kimia lain, contohnya

44
sebagai feedstock dalam pembuatan asam asetat (sebagaimana yang terdapat dalam

cuka).

3) Sebagai bahan bakar alternatif. Bahan bakar etanol telah banyak dikembangkan di

negara Brasil sejak mereka mengalami krisis energi. Brasil adalah negara yang

memiliki industri etanol terbesar untuk memproduksi bahan bakar.

4) Untuk minuman beralkohol (alcohol beverage).

5) Sebagai penangkal racun (antidote).

6) Sebagai antiseptic (penangkal infeksi).

7) Sebagai deodorant (penghilang bau tidak enak atau bau busuk)

Selama ini, ada anggapan bahwa alkohol yang terdapat dalam parfum adalah

khamar, sementara menurut MTT PP Muhammadiyah, bukan. Karena itu, MTT PP

Muhammadiyah menegaskan, alkohol sebagai solvent (pelarut) pada parfum bukanlah

khamar. Sekali lagi ditegaskan, bahwa alkohol untuk senyawa kimia yang biasa

digunakan untuk menyebut etanol (C2H5OH), yang biasa kita temui dalam parfum,

antiseptik, pembersih mulut, deodoran, dan kosmetik, berbeda dengan alkohol untuk

minuman keras.

Alkohol dalam bahasa arab adalah al-kuhl atau al-kuhul, sedangkan dalam bahasa

Inggris adalah alcohol. Secara istilah alkohol adalah sesuatu yang menguap, saripati atau

intisari. Alkohol diartikan sebagai cairan tidak berwarna yang mudah menguap dan

mudah terbakar. Umumnya dipakai pada industri dan pengobatan serta merupakan unsur

ramuan yang memabukkan dalam kebanyakan minuman keras. Alkohol dapat dibuat

melalui proses fermentasi, destilasi, dan industri, yang mengandung berbagai zat hidrat

arang (seperti melase, gula tebu dan sari buah).

Adapun tentang khamr, kaum muslimin sepakat meminum khamr itu hukumnya

45
haram, berdasarkan firman Allah Subhanahu wa ta’ala:

‫اس َوِإ ْث ُمهُ َما َأ ْكبَ ُر ِم ْن نَ ْف ِع ِه َما‬


ِ َّ‫ك ع َِن ْال َخ ْم ِر َو ْال َم ْي ِس ِر قُلْ فِي ِه َما ِإ ْث ٌم َكبِي ٌر َو َمنَافِ ُع لِلن‬
َ َ‫… يَ ْسَألُون‬

Artinya: “Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah: “Pada

keduanya itu terdapat dosa besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa

keduanya lebih besar dari manfaatnya”…” [QS. al-Baqarah, 2: 219]

‫ ِإنَّ َما ي ُِري ُد‬. َ‫صابُ َواَْأل ْزالَ ُم ِرجْ سٌ ِم ْن َع َم ِل ال َّش ْيطَانِفَاجْ تَنِبُوهُ لَ َعلَّ ُك ْم تُ ْفلِحُون‬
َ ‫يَاَأيُّهَا الَّ ِذينَ آ َمنُوا ِإنَّ َما ْال َخ ْم ُر َو ْال َم ْي ِس ُر َواَْأل ْن‬

َ‫صالَ ِة فَهَلْ َأ ْنتُ ْم ُم ْنتَهُون‬ ُ َ‫ضا َء فِي ْالخَ ْم ِر َو ْال َم ْي ِس ِر َوي‬


َّ ‫ص َّد ُك ْم ع َْن ِذ ْك ِر هللاِ َوع َِن ال‬ َ ‫ال َّش ْيطَانُ َأ ْن يُوقِ َع بَ ْينَ ُك ُم ْال َعدَا َوةَ َو ْالبَ ْغ‬.

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi,

(berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah perbuatan keji

termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan ituagar kamu

mendapat keberuntungan. Sesungguhnya syaitan itu bermaksud hendak menimbulkan

permusuhan dan kebencian di antara kamu lantaran (meminum) khamar dan berjudi

itu, dan menghalangi kamu dari mengingat Allah dan sembahyang; maka berhentilah

kamu (dari mengerjakan pekerjaan itu).” [QS. al-Maidah, 5: 90-91]

Dalam ayat tersebut, yang digolongkan menjadi najis (rijsun) adalah khamr, yaitu

sejenis minuman yang dapat memabukkan peminumnya. Kenajisan dalam ayat tersebut

bukan karena zat khamr itu sendiri, tetapi perbuatan meminum khamr itulah yang

dikatakan sebagai najis (rijsun). Sedangkan alkohol itu berbeda dengan khamr karena

tidak semua alkohol disalahgunakan dalam pemakaiannya. Alkohol menjadi haram

hukumnya ketika dijadikan minuman yang dapat memabukkan. ‘Illat diharamkannya

alkohol dalam hal ini bukan karena ia benda najis, tetapi karena efek dari meminum

alkohol itulah yang menjadikannya haram. Sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu

‘alaihi wa sallam.:

‫ب َأ ْس َك َر فَهُ َو َح َرا ٌم‬


ٍ ‫ُكلُّ َش َرا‬
46
Artinya: Setiap minuman yang memabukkan itu haram.” [H.R. al-Bukhari, Hadis

diriwayatkan dari ‘Aisyah]

Dari penjabaran di atas dapat diambil kesimpulan bahwa alkohol bukanlah benda

najis. Oleh sebab itu, ketika alkohol tersebut digunakan untuk hal yang bermanfaat

seperti untuk pengobatan, campuran parfum dan lain-lain, maka hal tersebut tidaklah

diharamkan karena tidak terjadinya ‘illat diharamkannya alkohol itu sendiri, yaitu

memabukkan. Jadi alkohol di sini adalah najis maknawi (abstrak) bukan najis lidzatihi

(zat/benda konkrit). Pada dasarnya zat dari alkohol itu tidaklah najis, meskipun alkohol

dapat menjadi haram ketika disalahgunakan menjadi minuman yang dapat memabukkan.

Namun keharaman ini disebabkan efek memabukkannya, bukan karena najisnya zat

alkohol tersebut. Hal ini karena tidak semua benda haram itu termasuk benda najis,

sebagaimana dalam kaidah fiqhiyyah :

ٌ‫ْس ُك َّل َح َر ٍام نَ َجس‬ ٍ ‫ُكلُّ نَ َج‬


َ ‫س َح َرا ٌم َولَي‬

Artinya: “Setiap yang najis itu haram, tapi tidak semua yang haram itu najis.”

Alkohol tuk Pemakaian Luarr, misalnya parfum, para ulama juga berbeda

pandangan dalam menentukan kenajisan alkohol/khamar. Menurut kebanyakan ulama,

khamar itu dihukumi najis berdasarkan firman Allah dalam Q. S. al-Maidah (5): 90.

Dalam pandangan lain, sebagian ulama berpendapat bahwa khamar itu suci, sedangkan

yang dimaksud dengan ayat dalam Surah Al-Maidah terkait “perbuatan keji”, menurut

MTT PP Muhammadiyah adalah pengertian maknawi bukan pengertian najis

sesungguhnya. Menurut MTT PP Muhammadiyah, setiap yang najis itu sudah tentu

diharamkan (untuk dikonsumsi), tapi tidak semua yang diharamkan itu statusnya najis.

Pandangan ulama yang tidak menajiskan khamar menganggap parfum yang

mengandung alkohol tersebut tidak najis. Oleh karena itu, menurut mereka, tidak

47
mengapa shalat dengan mempergunakan bahan yang bercampur alkohol tersebut.

Alkohol yang dimaksud dalam parfum adalah etanol yang merupakan senyawa murni

diproduk pada industri kimia, dan sifatnya tidak najis, bukan berasal dari industri

minuman beralkohol (khamar) melalui teknik fermentasi. Dengan demikian, menurut

MTT PP Muhammadiyah, parfum beralkohol bukan khamar, maka hukum asal

menggunakan parfum beralkohol adalah boleh. Mengingat status alkohol (etanol) yang

suci yang bercampur dalam parfum, kecuali bila ada campuran zat najis lainnya dalam

parfum tersebut.

B. Analisis Komparatif Penggunaan Alkohol Dalam Parfum Menurut Majelis Ulama


Indonesia (Mui) Dan Majlis Tarjih (Muhammadiyah)

1. Persamaan Penggunaan Alkohol Dalam Parfum Menurut Majelis Ulama Indonesia (Mui)

dan Majlis Tarjih Muhammadiyah

Dalam penelitian tersebut dapat diuraikan bahwa baik Majelis Ulama Indonesia

(MUI) ataupun Majlis Tarjih Muhammadiyah sepakat bahwasanya alkohol (etanol) dapat

digunakan dalam parfum. Karena yang disebutkan oleh kedua lembaga tersebut terfokus

pada penggunaan alkohol itu sendiri.

Dalam pendapat Majelis Ulama Indonesia disebutkan bahwa penggunaan alkohol

(etanol) dalam parfum boleh saja, alkohol (etanol) yang digunakan bersifat murni dan tidak

memabukkan. Alkohol (etanol) yang disebutkan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI)

memiliki sifat yang belum tentu memabukkan, dan sifat lain yang dimiliki etanol ini juga

yaitu, dapat menguap, mudah sekali terbakar, tidak memiliki warna, dan memiliki wangi

yang khas sehingga dapat digunakan dalam kebutuhan sehari-hari. Penegasan lain yang

dipaparkan oleh para ulama Majelis Ulama Indonesia yaitu bahwa alkohol (etanol)

tergolong tidak najis, hal ini merujuk pada asal muasal alkohol (etanol) itu sendiri yang
48
tidak sama dengan khamr dan tidak dimaksudkan untuk dikonsumsi (masuk ke dalam

tubuh) serta tidak membahayakan.

Dari sudut pandang Majlis Tarjih Muhammadiyah pun menyebutkan bahwa boleh

saja menggunakan alkohol (etanol) alam parfum, yang disebutkan disini bahwa alkohol

(etanol) tersebut merupakan senyawa murni dari hasil produk kimia dan berbeda dengan

khamr (minuman beralkohol) yang berasal dari teknik fermentasi. Hal ini juga diperkuat

oleh para ulama Majlis Tarjih Muhammadiyah menyatakan bahwa alkohol (etanol) ini

tidaklah najis dan dapat pergunakan ketika hendak shalat. Alkohol (etanol) dalam parfum

dianggap suci selama tidak membahayakan penggunanya ataupun tercampur bahan/zat

yang membahayakan.

2. Perbedaan Penggunaan Alkohol Dalam Parfum Menurut Majelis Ulama Indonesia (Mui)

Dan Majlis Tarjih Muhammadiyah

Dari uraian penelitian serta analisi diatas, tidak menunjukkan secara signifikan

perbedaan dari keduanya, baik secara makna hukum dan kepastian hukum mengenai

penggunaan alkohol (etanol) ini dalam parfum. Namun yang perlu kita sadari bahwa terjadi

perbedaan pada bagian sumber yang digunakan untuk dasar hukum atas dibolehkannya

alkohol (etanol)

Dalam pendapat Majelis Ulama Indonesia, para ulama ini menggunakan kehujjahan

hadis Rasulullah Saw yang secara signifikan menyebutkan penggunaan parfum dan anjuran

penggunaan parfum. Dalam hadis riwayat At-Tirmizi dan Nasa'i, disebutkan bahwa

Rasulullah sangat menyukai wewangian atau parfum, dan dalam hadis lainnya dijelaskan

bahwa saat hari-hari besar ataupun saat melaksanakan shalat Jumat, dianjurkan untuk

bebersih diri (mandi) serta bila memiliki parfum hendaklah dipakai. Selain itu, dijelaskan

juga bahwa dalam hadis tersebut mengenai perfum apa yang disukai oleh wanita dan pria.

49
Sebaliknya, dari pendapat Majlis Tarjih Muhammadiyah, para ulama ini

menggunakan sumber hukum menggunakan hadis beserta Al-Qur'an. Dasar pertimbangan

yang digunakan oleh ulama Majlis Tarjih Muhammadiyah tertelak di Al-Qur'an surat al-

Maidah (5) : 90 dan al-Baqarah (2) : 219. Dalam ayat tersebut menjelaskan tentang

penggunaan perbuatan yang dilarang oleh Allah dan penjelasan mengenai khamr dan judi.

Disisi lain hadis yang digunakan sebagai bahan pertimbangan, hadis riwayat Muslim

menjelaskan mengenai pelarangan dan penggunaan khamr dalam beberapa aspek.

Dijelaskan juga dalam hadis riwayat Abu Dawud mengenai bahwa segala sesuatu yang

memabukkan itulah haram.

Dari kedua analisis diatas nampak jelas bahwa terjadi perbedaan antara pendapat

ulama Majelis Ulama Indonesia (MUI) serta ulama Majlis Tarjih Muhammadiyah, namun

keduanya pula tidak menjelaskan secara pasti mengenai penggunaan alkohol dalam parfum

itu sendiri. Melainkan keduanya berfokus pada penggunaan ataupun tujuan dari

penggunaan alkohol tersebut dapat menjadikannya haram/halal.

50
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari Penelitian ini penulis menarik kesimpulan bahwa :

1. Menurut MUI Alkohol(etanol)dan minuman beralkohol adalah dua hal yang

berbeda. Minuman beralkoholsu dah pasti memabukkan dan diharamkan

sedangkan alkohol(etanol) belum tentu demikian. Alkohol (etanol) adalah

sebagaimana hukum zat padaasalnyayaitu halal. Sehingga dalam penggunaaan

alkohol dalam parfum diperbolehkan.

2. Menurut Majelis Tarjih Muhammadiyah parfum beralkohol bukan khamr, maka

hukum asalmenggunakan parfum beralkohol adalah boleh. mengingat status

alkohol

(etanol)yangsuciyangbercampurdalamparfum,kecualibilaadacampuranzatnajislainn

yadalamparfumtersebut

3. Dari Kedua pendapat tersebut tidak ada perbedaan signifikan yang dimasalahkan.

Penggunaan alkohol dalam parfum diperbolehkan karena bukan khamr.

B. Saran

Saran dari penulis adalah :

1. Dalam hal ini berari penggunan alkohol dalam parfum yang digunakan dalam

beribadah diperbolehklan berdasarkan ghukum asal alkohol yang tidak haram.

2. Penggunaan alkohol dalam parfum hendaknya tidak terlalu banyak melebihi

51
kadar.

3. Penggunaan parfum beralkohol lebih baik digunakan untuk penggunaan luar

saja.

DAFTAR PUSTAKA

A. Amirudin. et al, Kamus Kimia Organik. Jakarta: Depdikbud. 1993.

Abdul Aziz, Dahlan dkk (Ed.). Ensiklopedi Hukum Islam, Jilid 4, Jakarta: Ikhtiar Baru van

Hoeve, 1997.

Ahmad Asy-Syarbashi,Yas'alunaka Tanya Jawab tentang Agama dan Kehidupan, terj.

Ahmad Subandi, Jakarta: Lentera, 1997.

Ahmad Dimyai Badruzzaman, Umat Bertanya Ulama Menjawab, Bandung : Sinar Baru,1973.

Darmono. Toksikologi Narkoba dan Alkohol Pengaruh Neurotoksisitasnya pada Saraf Pusat.

Jakarta; UI‐Press, 2005.

Darmono. Toksikologi Narkoba dan Alkohol Pengaruh Neurotoksisitasnya pada Saraf Pusat.

Jakarta; UI‐Press, 2005.

e-journal.uajy.ac.id, artikel diakses pada 4 maret 2014

John Wiely dan Soon , Introdution to Organic Chemistry, ttp: t.p, 2011.

Koes Irianto, Pencegahan dan Penaggulangan Keracunan Bahan Kimia Berbahaya, Bandung:

Yrama Widya, 2013.

May, R Yuang. Kamus kedokteran. Binar Publisher.

Musthafa K.S., Alkohol Dalam Pandangan Islam dan Ahli-ahli Kesehatan, Bandung: PT Al-

Ma'arif.

Syekh Zainuddin Ibn Abd Aziz al- Malibary , Fat al-Mu’in Bi Sar Quran al Uyum, Maktabah wa

Matbaah, semarang: Toha Putrea.


52
TM.Hasbi Ash Shiddieqy, Koleksi Hadis-Hadis Hukum, jilid 9, Semarang: PT Pustaka Rizki

Putra, 2001, Haliman, Hukum Pidana Syari'at Islam Menurut Ajaran Ahlus Sunnah, Jakarta:

Bulan Bintang, 1971.

Abdul Mudjib, Kaidah-Kaidah Ilmu Fiqh, Jakarta: Kalam Mulia, 1992.

Adaby,Ahmad, Darban dan Mustafa Kemal Pasha.Muhammadiyah sebagai Gerakan Islam

dalam perspektif Historis dan Ideologis, Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2000.

Azyumardi Azra penyunting, Islam dan Masalah-Masalah Kemasyarakatan,Jakarta: Pustaka

Panjimas, 1983.

Budi Handrianto, 50 Tokoh Islam Liberal Indonesia, Jakarta, Hujjah Press: 2007).

Diakses di https://suaramuhammadiyah.id/2015/12/03/hukum-parfum-beralkohol/

Donald C. Kleinfelter dan Jesse H. Wood, Ilmu Kimia Untuk Universitas, diterjemahkan

oleh Aloysius, Hadyana Pudjaatmaka Jakarta; Erlangga, 1992.

Huda, dkk. Investasi Pada Pasar Modal Syariah. Jakarta: Kencana Perdana Media Group:2007.

Kansil, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, Jakarta, Balai Pustaka: 1983.

Luis Ma,luf, AlMunjid fi Luhah wal adab wal Ulum, beirut, Al Maktabah Al-Katulikiyah.

Ma’ruf Amin, dkk, Himpunan Fatwa Majelis Ulama Indonesia Sejak 1975, Erlangga, Jakarta,

2011.

Riswiyanto, Kimia Organik, Jakarta; Erlangga, 1995.

Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah, Jakarta; Cakrawala Publishing, 2008.

Sri Suyanta, Dinamika Peran Ulama Aceh, Banda Aceh, A-Raniry Press: 2008.

Terjemahan Shahih Bukhari Juz VII, oleh; Achmad Sunarto dkk, Semarang; CV. Asy Syifa’.

Tim Penulis MUI pusat. Mengenal dan Mewaspadai penyimpangan syi'ah di Indonesia. Jakarta :

FORMAS.

Abdurrahman, Asjmuni. 2010. Manhaj Tarjih Muhammadiyah Metodologi dan

Aplikasi.Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

53
AHMAD MAHYUDDIN ALFADLOL, N I M :14360030. 2019. “Kandungan Alkohol Dalam

Alkohol Dalam Pengobatan”.

Al-Ulum Ilmu Sosial Dan Humaniora, 6

Damanhuri Zuhri, Alkohol dalm PArfum, Amankah ? diakses pada tanggal 26 Oktober tahun

2013 di https://www.republika.co.id/berita/dunia- islam/fatwa/13/10/26/mv9msz-alkohol-dalam-

parfum-amankah Dan, Kualitas, Makna Hadis, Penggunaan Parfum, and Siti Sadiah. 2021.

“Kualitas Dan Makna HAdis Penggunaan Parfum.” Jurnal Studi Hadis Nusantara 3 (1).

Fatwa Majlis Tarjih (https://suaramuhammadiyah.id/2015/12/03/hukum-parfum- beralkohol/

Hadi Mulyono, Pandangan Ulama Soal Alkoholdalam Parfum diakses pada tanggal 21 Maret

2020 di https://akurat.co/begini-pandangan-ulama-soal-alkohol- dalam- parfum#:~:text=Begitu

%20pula%20Imam%20Nawawi%20dalam,selama% 20m asih%20dalam%20kadarnya%20saja.

Jamaludin, Mohammad Aizat, Mohd Anuar Ramli, and Dzulkifly Mat. 2011. “Isu

Kosmetika, D A N. 2002. “Alkohol Dalam Obat Dan Kosmetika,” no. i.

Lukmanudin, Muhamad Ikhwan. 2015. “Legitimasi Hadis Pelarangan Penggunaan

Majelis Ulama Indonesia. 2009. “Hukum Alkohol.” Himpunan Fatwa MUI.

Himpunan Studi Komparatif Fatwa Majelis Ulama Indonesia Dan Fatwa Majelis

Tarjih Dan Tajdid Muhammadiyah,” https://digilib.uin suka.ac.id/id/eprint/37819/.

Muhammad Kahfi Aulia, Kajian Hukum Islam Tentang Hukum Pemakaian Parfum yang

Mengandung Alkohol di Kota Pontianak, E Journal Fatwa Hukum Faculty Of Law Universitas

Tajungpura Vol. 3 No. 3, 2020.

Nashih Nashrullah, Bolehkan Memakai PArfum Beralkohol Untuk Sholat atau Ibadah? Diakses

pada tanggal 09 Maret 2020 di https://www.republika.co.id/berita/q6x7bz320/bolehkah-

memakai- parfum- berakohol-untuk-shalat-atau-ibadah

Penggunaan Alkohol Dalam Penghasilan Produk Gunaan Semasa : Analisis Dari

Perspektif Hukum Islam.” Islamic Law in Contemporary Community Conference, no. January.

54
Siti Rifaah, Tinjauan Hukum Islam Terhadap Pemakaian Parfum Beralkohol Analisis atas

Pendapat Kh Abdul Wahab Khafidz Dan Ustadz Sulkhan di Pondok Pesantren Putri Al-Irsyad

Kauman Kab. Rembang, Semarang, 2012.

SK PP Nomer 74 dalam https://publikasiilmiah.ums.ac.id/

Umi, Hani. 2020. “Pemakaian Alkohol Pada Obat Batuk Sirup Berdasarkan 4 Mazhab.” In

55
Lampiran – Lampiran

56
57
58

Anda mungkin juga menyukai