Anda di halaman 1dari 24

Nama : Ulpah Widiawati

Kelas/NIM : IH 4B/ 1211060096

MAKANAN BERALKOHOL DALAM ISLAM

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Alkohol adalah senyawa organik yang terdiri dari atom karbon,


hidrogen, dan oksigen. Senyawa ini dikenal karena sifatnya yang dapat
membuat orang mabuk atau terpengaruh. Khamr adalah istilah dalam
bahasa Arab yang digunakan untuk merujuk pada minuman yang
mengandung alkohol, seperti anggur, bir, minuman keras, dan sejenisnya.

Tidak hanya minuman, makanan beralkohol juga menjadi


perdebatan yang sering terjadi di kalangan umat Islam. Hal ini terjadi karena
alkohol dianggap sebagai minuman yang haram dalam Islam. Namun, ada
beberapa makanan yang mengandung alkohol, seperti kue buah, saus, dan
es krim, yang sering dianggap halal oleh sebagian orang karena kadar
alkoholnya dianggap kecil.

Makanan beralkohol merupakan makanan atau minuman yang


mengandung kadar alkohol, baik dalam jumlah kecil maupun besar. Dalam
Islam, konsumsi alkohol dilarang karena dapat merusak kesehatan,
memabukkan, dan dapat membawa dampak buruk lainnya. Sebagai umat
Islam, kita harus memperhatikan apa yang kita makan dan minum agar tetap
menjaga kesehatan tubuh serta mematuhi ajaran agama.

Pada tahun 2018, sejumlah media melaporkan adanya temuan


bahwa beberapa merek kecap dan saus tomat yang dijual di pasaran
memiliki kandungan alkohol yang melebihi batas aman. Hal ini memicu
kekhawatiran dari konsumen, terutama mereka yang mengikuti aturan dan
prinsip kehalalan makanan dalam Islam.

Kasus ini menunjukkan pentingnya pengawasan dan pengendalian


kualitas produk makanan yang dijual di pasaran, terutama bagi masyarakat
yang memperhatikan aspek kehalalan makanan dalam Islam. Hal ini juga
menunjukkan pentingnya pemahaman yang lebih baik tentang hukum
makanan yang mengandung alkohol dalam Islam, sehingga masyarakat
dapat memilih dan mengonsumsi makanan dengan lebih bijak dan
bertanggung jawab.

Namun, masih banyak masyarakat yang kurang memahami bahaya


dan hukum konsumsi makanan yang mengandung alkohol dalam Islam.
Beberapa orang mungkin beranggapan bahwa kadar alkohol yang
terkandung dalam makanan atau minuman tidak signifikan, sehingga
dianggap tidak berbahaya. Padahal, konsumsi makanan beralkohol yang
terus-menerus dapat merusak kesehatan tubuh dan bahkan membawa
dampak yang lebih serius seperti kecanduan alkohol.

Didasarkan pada ayat Al-Qur’an Surat Al-Maidah ayat 90-91 yang


menyatakan, "Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya khamar
(minuman yang memabukkan), berjudi, berhala, mengundi nasib dengan
panah, adalah termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-
perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan. Sesungguhnya syaitan
itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara
kamu dengan memabukkan khamar dan berjudi itu, dan menghalangi kamu
dari mengingat Allah dan shalat. Maka berhentilah dari mengerjakan
perbuatan-perbuatan itu". Adapun dalam Hadis dari Abu Hurairah ra.
Bahwa Rasulullah Saw bersabda : “Sesungguhnya Allah telah melarang
khamr, judi, daging babi dan hasil haram lainnya” (HR. Muslim).

Meskipun sudah ada larangan mengenai alkohol dan khamr dalam


Al-Qur’an dan Hadis, Masih banyak individu yang tidak mematuhi larangan
ini dan mengonsumsinya secara terbuka atau sembunyi-sembunyi. Selain
itu, masih ada pula produsen makanan atau minuman yang tidak
memperhatikan prinsip halal dalam pembuatannya, sehingga menyebabkan
masyarakat yang kurang memahami hukum makanan halal dan haram
cenderung mengonsumsi makanan atau minuman yang sebenarnya tidak
halal.

Dalam pandangan ulama, tidak hanya minuman yang mengandung


alkohol yang diharamkan, tetapi juga makanan yang mengandung alkohol.
Hal ini karena alkohol dianggap memabukkan dan dapat memengaruhi
kesadaran seseorang, sehingga bertentangan dengan prinsip kesucian dan
kebersihan dalam Islam.

Namun, terdapat perbedaan pendapat di kalangan ulama mengenai


kadar alkohol yang dianggap halal atau haram dalam makanan atau
minuman. Ada yang berpendapat bahwa kadar alkohol yang sangat rendah
atau tidak dapat memabukkan masih diperbolehkan dalam jumlah tertentu,
sedangkan ada juga yang memandang bahwa semua makanan atau minuman
yang mengandung alkohol, meskipun dalam jumlah kecil, tetap haram dan
tidak boleh dikonsumsi. Sebagai umat Muslim, kita sebaiknya
memperhatikan pandangan ulama dan menghindari konsumsi makanan atau
minuman yang mengandung alkohol. Kita juga sebaiknya selalu memeriksa
label pada kemasan produk makanan atau minuman untuk memastikan
bahwa produk tersebut tidak mengandung alkohol.

Dampak dari konsumsi alkohol dalam pandangan Islam sangat luas,


termasuk dampak kesehatan yang merugikan, masalah sosial, dan kerusakan
moral dan spiritual. Oleh karena itu, perlu adanya pemahaman yang lebih
mendalam tentang masalah makanan beralkohol dalam pandangan Islam,
agar masyarakat dapat memahami implikasi dari perilaku ini dan dapat
mengambil tindakan yang sesuai.
Dalam konteks ini, Perlu adanya pemahaman yang lebih luas tentang
hukum dan bahaya konsumsi makanan beralkohol dalam Islam, serta upaya
untuk menumbuhkan kesadaran masyarakat agar lebih selektif dalam
memilih makanan atau minuman yang dikonsumsi. Hal ini dapat dilakukan
melalui edukasi dan informasi yang disebarkan secara luas, baik melalui
media massa, seminar, maupun melalui sosial media dan saluran digital
lainnya. Penelitian tersebut dapat membantu masyarakat untuk memahami
perbedaan alkohol dan khamr, bagaimana pandangan agama islam terhadap
konsumsi makanan beralkohol, jenis makanan beralkohol dan alternatif
bahan pengganti alkohol pada makanan serta cara memberi pemahaman
tentang hukum makanan beralkohol kepada masyarakat.

B. Rumusan Masalah
1. Apa perbedaan Alkohol dan Khamr?
2. Bagaimana pandangan para Ulama terhadap konsumsi makanan
yang mengandung alkohol?
3. Bagaimana cara memberikan pemahaman tentang hukum makanan
beralkohol dalam Islam kepada masyarakat yang belum
mengetahuinya?

C. Tujuan Penelitian
1. Untuk memahami perbedaan alkohol dan khamr.
2. Untuk mengetahui pandangan para Ulama terhadap konsumsi
makanan yang mengandung alkohol.
3. Untuk mengembangkan strategi edukasi dan sosialisasi tentang
hukum makanan beralkohol dalam islam kepada masyarakat yang
belum mengetahuinya.
BAB II

KERANGKA TEORI

A. Landasan Teori
1. Definisi Alkohol

Menurut Prof. Soekardjo Wirjopranoto, seorang ahli


farmakologi dari Indonesia, mendefinisikan alkohol sebagai
senyawa organik yang memiliki gugus hidroksil (-OH) yang terikat
pada atom karbon dan dapat mempengaruhi sistem saraf pusat. Ia
juga menekankan bahwa alkohol memiliki potensi untuk
menimbulkan ketergantungan dan efek negatif pada kesehatan jika
dikonsumsi secara berlebihan (Wirjopranoto, 2007).

Menurut Poerwodarminto alkohol adalah nama zat cair yang


memabukkan (Poerwodarminto, 2000).

Budiarjo mengemukakan alkohol adalah senyawa kimia


organis yang berperan sebagai obat peringan pada aktifitas sistem
syaraf pusat. Alkohol adalah minuman yang sifatnya menimbulkan
ketagihan (Budiarjo, 1991)

Muhammad ibn Salih al-Uthaimin (w. 2001 M)


menyimpulkan bahwa alkohol yang bercampur dengan obat dalam
konsentrasi kecil tidak diharamkan, karena tidak memberikan
pengaruh yang merusak. Alkohol dalam obat dianggap halal karena
penggunaannya sebagai bahan pembantu dan karena tidak ada sebab
yang memabukkan dalam alkohol tersebut, sehingga obat tersebut
dianggap halal.

Muhammad Sa'id al-Suyuti (w. 1999 M) berpendapat bahwa


alkohol adalah suci. Ia menyatakan bahwa mengqiyaskan alkohol
kepada khamar adalah bentuk qiyas yang tidak relevan (al-Qiyas
ma'a al-Fariq) dan tidak benar. Hal ini disebabkan karena susunan
partikel di dalamnya berbeda. Jika alkohol terkandung dalam
khamar, maka yang menjadi penyebab haramnya adalah khamarnya
yang kemudian memabukkan. Namun, alkohol itu sendiri tetap
berbeda. Jika alkohol terpisah dari khamarnya, maka dikatakan suci,
seperti halnya alkohol yang terdapat dalam buah-buahan dan alkohol
yang digunakan sebagai pengobatan.

Berdasarkan definisi alkohol oleh Prof. Soekardjo


Wirjopranoto, ahli farmakologi Indonesia, serta pemahaman Islam
tentang konsumsi makanan beralkohol, dapat diambil kesimpulan
bahwa pentingnya mempertimbangkan definisi alkohol dari
perspektif ilmu farmakologi, pemahaman Islam tentang larangan
konsumsi alkohol, pengaruh kesehatan yang terkait dengan alkohol,
dan panduan hukum serta fatwa yang berlaku dalam penelitian
tentang makanan beralkohol dalam Islam.

2. Makanan yang Mengandung Alkohol

Saus Marsala pada Daging Ayam: Saus Marsala adalah saus


yang terbuat dari anggur Marsala, yang mengandung alkohol. Saus
ini sering disajikan dengan daging ayam panggang atau direbus.
Alkohol dalam saus Marsala akan terurai selama proses memasak,
tetapi memberikan aroma dan rasa khas pada hidangan tersebut.

Kue Black Forest: Kue Black Forest adalah kue buah yang
terdiri dari lapisan kue cokelat, krim, dan ceri yang direndam dalam
kirsch, sebuah jenis brandy. Kue ini sering dihiasi dengan krim
kocok dan potongan ceri. Kirsch memberikan aroma dan sedikit rasa
alkohol pada ceri, tetapi kadar alkoholnya sangat rendah setelah
proses pemanggangan kue.

Tiramisu: Tiramisu adalah sejenis dessert Italia yang terbuat


dari lapisan biskuit ladyfinger yang direndam dalam campuran kopi
dan likuer seperti Marsala, Amaretto, atau rum. Likuer mengandung
alkohol yang memberikan rasa khas pada tiramisu. Namun, sebagian
besar alkohol dalam likuer akan menguap selama proses pembuatan
dan penyajian, sehingga sisa alkoholnya sangat rendah.

Masakan dengan Marinasi Anggur atau Bir: Beberapa


masakan menggunakan anggur atau bir sebagai bahan marinasi
untuk daging, seperti masakan Coq au Vin atau Beef Carbonnade.
Dalam proses marinasi, alkohol dalam minuman tersebut
memberikan aroma dan melembutkan daging. Namun, sebagian
besar alkohol akan terurai selama proses memasak, meninggalkan
rasa dan aroma tanpa efek alkohol yang signifikan.

3. Definisi Hadis

Menurut bahasa, istilah "Hadis" atau "al-Hadith" memiliki


arti "al-Jadid" yang berarti sesuatu yang baru, berbeda dengan "al-
Qadim" yang berarti sesuatu yang lama. Selain itu, kata "Hadis" juga
dapat merujuk pada "al-Khabar" yang berarti berita, yaitu sesuatu
yang disampaikan dan dialihkan dari seseorang kepada orang lain.
Bentuk jamak dari "Hadis" adalah "al-Ahadith" (Arifin, 2013).

Ulama’ hadis lain merumuskan dengan :

‫ من قول و فعل و تقرير وصفة‬.‫م‬.‫كل ما أثر عن النبي ص‬

Artinya : “Segala sesuatu yang bersumber dari Nabi SAW. baik


berupa perkataan, perbuatan, taqrir, maupun sifatnya”.

Berdasarkan pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa


segala ucapan atau aqwal Nabi yang tidak terkait dengan hukum atau
tidak memiliki tujuan utama sebagai utusan Allah, seperti mengenai
cara berpakaian, berbicara, tidur, makan, minum, atau hal-hal terkait
kehidupan pribadi Nabi, tidak termasuk dalam kategori hadis.

Maka dalam penelitian tentang makanan beralkohol dalam


Islam, memahami hadis sebagai sumber hukum dan konteksnya
akan membantu dalam menggali pandangan agama terkait dengan
konsumsi makanan yang mengandung alkohol serta menjelaskan
posisi Islam tentang hal tersebut.

B. Penelitian Terdahulu
Penelitian terkait dengan Makanan beralkohol sudah banyak
dilakukan oleh para ahli. Diantaranya, Pertama. Penelitian yang berfokus
pada konsep makanan halal (Maheran dkk., 2022) dalam penelitian ini,
menunjukkan bahwa makanan yang halalan thoyyiban dalam Islam
merupakan perwujudan dari unsur pokok dari tujuan syariat, yaitu menjaga
agama, menjaga jiwa, menjaga akal, menjaga keturunan, dan menjaga harta.
Kedua, penelitian yang berfokus pada penggunaan alkohol dalam
produk (Jamaludin & Ramli, 2011) dalam penelitian ini menunjukkan konsep
alkohol dan perbedaannya dengan arak (khamr) serta beberapa isu yang
berkaitan menurut perspektif hukum Islam.
ketiga, penelitian yang berfokus pada makna makanan halal
(Tambunan, 2022) dalam penelitian ini menunjukkan Makanan yang
dikomsumsi oleh setiap individu selain mengandung nilai halal juga harus
baik bagi kesehatan, untuk itulah dalam menjalankan agama hendaknya
pemerintah memperhatikan kepentingan akan kehalalan suatu barang yang
diperdagangkan. Barang yang beredar pada masyarakat hendaknya
memiliki kejelasan akan haram dan halal dengan pencantuman logo halal
pada setiap prodak.
Keempat, penelitian yang memfokuskan pada pengaturan minuman
beralkohol (Puji Lestari, 2016) dalam penelitian ini menunjukkan ada
sebagian masyarakat Indonesia yang mempunyai kebiasaan mengonsumsi
minuman beralkohol. Pengaturan yang ada masih tersebar di beberapa
tingkat peraturan perundang-undangan dengan muatan pengaturan masih
sektoral.
Kelima. Penelitian yang memfokuskan pada nutrisi makanan (Abdul
Latif, 2018) dalam penelitian ini menunjukkan bahwa makanan halal, yang
sesuai dengan ajaran agama Islam, memiliki banyak keunggulan bagi
kesehatan manusia. Beberapa di antaranya adalah kandungan protein yang
tinggi, rendahnya kandungan lemak jenuh, dan tingginya kandungan serat
dalam bahan makanan halal seperti buah-buahan dan sayuran. Makanan
halal juga cenderung mengandung lebih sedikit zat tambahan seperti
pengawet, pewarna, dan perasa buatan, yang dapat berdampak buruk pada
kesehatan manusia.
Terakhir, penelitian yang memfokuskan pada hukum khamr
(Mahmud, 2020a) penelitian ini menunjukkan motif keharaman khamr
dikarenakan beberapa sebab. Pertama, merupakan perbuatan dosa (Al-
Baqarah/2: 219). Kedua, merupakan perbuatan yang melampaui batas (Al-
‘Arāf/7: 31). Ketiga, merusak nalar (Al-Nisā/4: 43). Keempat, merupakan
perbuatan setan (Al-Māidah/5: 90-91). Kelima, minuman yang haram
zatnya banyak atau sedikit tetap haram. Maka menjahui minuman ini guna
menyelematkan kehidupan generasi muda dan bangsa adalah suatu
keniscayaan.

Dari keenam kecenderungan tersebut belum ada penelitian yang


membahas tentang Makanan Beralkohol dalam islam. Sehingga penelitian
ini dapat menjawab pertanyaan tentang bagaimana umat Muslim seharusnya
bersikap dalam menghadapi makanan yang mengandung alkohol dalam
konteks kehidupan modern yang semakin kompleks dan global.

C. Metode Penelitian

Metode penelitian adalah upaya yang dilakukan untuk menemukan,


mengembangkan, dan mengevaluasi kebenaran atau menguji pengetahuan
penulis melalui analisis yang kritis dan cermat. Dalam penelitian ini,
digunakan beberapa metode berikut:

a. Jenis penelitian
Jenis penelitian adalah suatu tindakan untuk mencari jawaban secara
dinamis dengan tujuan yang terfokus untuk memecahkan masalah
serta mengikuti langkah-langkah yang logis, terorganisasi dan ketat
untuk mengidentifikasi masalah, mengumpulkan dan menganalisis
data serta menarik suatu kesimpulan yang lengkap dan akurat. Jenis
Penelitian yang akan digunakan adalah penelitian pustaka (library
research). Penelitian (library research) atau penelitian kepustakaan
yakni, adalah sebuah penelitian untuk memperoleh data bersumber
dari pustaka, buku-buku, atau karya-karya yang relevan dengan
pokok permasalahan yang diteliti.
b. Jenis dan Sumber data
Penelitian ini menggunakan penelitian kualitatif yang
sumber primernya dari Al-Qur’an dan Hadis. Data sekunder adalah
jenis data yang dipakai dalam penulisan ini yang memberikan
penjelasan mengenai sumber data primer, yang bersumber dari buku
buku, Jurnal atau artikeel serta kitab-kitab Fiqh lainnya.
Data adalah sumber penelitian yang dilakukan oleh seorang
peneliti dan mencari informasi penelitiannya berdasarkan jenis data
dan sumber data yang di dapatkan.
a) Metode Kepustakaan, yaitu dengan cara
mengumpulkan data-data dari literatur buku atau
teks-teks tulisan lainnya, serta membaca, memahami,
dan menganalisa hal-hal yang berkaitan dengan
masalah makanan beralkohol.
c. Pengumpulan data
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian
ini adalah Studi Literatur (literature review), dengan ini penulis
mencari data tentang hukum makanan beralkohol dalam islam
dengan menggunakan metode literature atau kepustakaan berupa
buku-buku, artikel, jurnal dan sebagainya yang berkaitan dengan
penelitian ini.
d. Analisa data
Data yang telah dikumpulkan dianalisis secara deskriptif
kualitatif, yaitu menguraikan seluruh permasalahan yang ada dengan
jelas. Kemudian ditarik kesimpulan secara deduktif, yakni menarik
suatu simpulan dari penguraian bersifat umum ditarik ke khusus,
sehingga penyajian hasil penelitian ini dapat dipahami dengan
mudah.

Maka penelitian yang saya gunakan ini digunakan pula oleh


Maheran dkk dalam penelitiannya tentang konsep manakan halal, dimana
dalam penelitiannya menggunakan metode penelitian deskroptif kualitatif.
Adapun perbedaan peneliti terdahulu dengan penelitian yang saya lakukan
ada dalam pembahasannya, dimana penelitian yang saya lakukan tentang
makanan yang mengandung alkohol, hukumnya dalam islam dan seberapa
kadar alkohol yang dapat digunakan untuk makanan serta apa saja alternatif
pengganti alkohol untuk bahan makanan
BAB III

PEMBAHASAN

A. Perbedaan Alkohol dan Khamr

Menurut bahasa, makanan adalah terjemahan dari kata tha’am athi’mah


yang dalam bahasa indonesia berarti segala yang boleh dimakan seperti
penganan, lauk pauk dan kue-kue (Wjs, 1976). Sedangkan menurut istilah,
makanan adalah apa saja yang dimakan oleh manusia dan disantap, baik
berupa barang pangan, maupun yang lainnya (Quraisy Syihab M, 2007).

Khamr berasal dari Bahasa arab yaitu ‫ خمر‬adalah “tutup”. Adapun arti
lain dari kata khamr adalah minuman yang memabukkan. Disebut khamr
karena minuman keras mempunyai pengaruh negatif yang dapat menutup
akal pikiran. Kata khamr yang berarti minuman keras di sebut 6 kali dalam
Al-Qur’an antara lain Surah Al-Baqarah : 219 dan Al-Maidah : 90-91.

Al-Qur’an menetapkan bahwa hukum meminum khamr adalah haram


(Shihab, 2007). Sedangkan alkohol menurut peraturan Menteri
Perdagangan No. 20 tahun 2014 tentang pengendalian dan pengawasan
terhadap pengadaan, pengedaran, dan penjualan minuman beralkohol,
pengertian minuman beralkohol adalah minuman yang mengandung etanaol
atau etil alkohol (C2H5OH) yang diproses dari bahan hasil pertanian yang
mengandung karbohidrat dengan cara fermentasi tanpa destilasi. menurut
ketentuan Standar Industri Indonesia (SII) dari Kementerian Perindustrian
RI, minuman dengan kandungan alkohol di bawah 20% tidak masuk dalam
kategori minuman keras. Namun, juga tidak dapat diklasifikasikan sebagai
minuman ringan.

Alkohol dan Khamr adalah dua hal yang terdengar sama namun
berbeda. Secara asasnya, tidak semua alkohol itu adalah arak tetapi semua
arak itu beralkohol. Khamr adalah minuman beralkohol yang mengandung
etanol yang dihasilkan dari penyulingan yaitu berkonsentrasi lewat destilasi.
Etanol diproduksi dengan cara fermentasi biji bijian, buah, atau sayuran
(Kevin Pramudya Sejati, t.t.). Sedangkan alkohol senyawa organik dengan
formula R-OH, yang mengandung kumpulan hidroksil – OH yang terkait
pada atom karbon, sedangkan R adalah kumpulan akil (Sri Hartani, 2017).
Alkohol yang dikenal dengan minuman keras sesungguhnya adalah etanol
yang mempunyai rumus molekul C2H5OH.

Bagi ulama yang menyamakan alkohol dengan khamr, hukum


penggunaannya dianggap sama dengan hukum penggunaan khamr.
Sedangkan bagi yang menyamakan alkohol dengan nabīdz (Mahmud,
2020b) , hukumnya diperbolehkan asalkan tidak menyebabkan mabuk.
Imam Syafi'i, meskipun melarang penggunaan alkohol, tidak sepenuhnya
menyamakannya dengan khamr. Menurutnya, penggunaan alkohol tidak
akan mengakibatkan sanksi hukum seperti hukuman cambukan atau
gugurnya kesaksian, tetapi tetap dianggap najis dan haram.

‫ع ِن ْال َخ ْم ِر َوا ْل َم ْيس ِِر ۗ قُ ْل فِ ْي ِه َم ۤا اِثْ ٌم َک ِبي ٌْر َّو َمنَا فِ ُع لِلنَّا ِس ۗ َواِ ثْ ُم ُه َم ۤا اَ ْک َب ُر مِ ْن‬
َ َ‫َيسْــئَلُ ْونَك‬
َ‫ت لَ َع َّل ُک ْم تَتَفَ َّك ُر ْون‬
ِ ‫اْل ٰي‬ ‫نَّ ْف ِع ِه َما ۗ َو َيسْــئَلُ ْونَكَ َما ذَا يُ ْن ِفقُ ْونَ ۗ قُ ِل ْال َع ْف َو ۗ ك َٰذلِكَ يُ َب ِي ُن ه‬
ٰ ْ ‫ّٰللاُ لَـ ُك ُم‬

Artinya : “Mereka menanyakan kepadamu (Muhammad) tentang


khamar dan judi. Katakanlah, "Pada keduanya terdapat dosa besar dan
beberapa manfaat bagi manusia. Tetapi dosanya lebih besar daripada
manfaatnya." Dan mereka menanyakan kepadamu (tentang) apa yang
(harus) mereka infakkan. Katakanlah, "Kelebihan (dari apa yang
diperlukan)." Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu
agar kamu memikirkan,". (QS. Al-Baqarah 2: Ayat 219)

Wahbah Az-Zyhaili berpendapat, Ayat ini menerangkan agar orang


mukmin menjauhi khamr, agar dalam melakukan shalat sehat akalnya.
Beliau juga mengatakan bahwa ayat ini sebelum pengharaman khamr secara
mutlak, para sahabat pada masa itu memahami tidak mabuk Ketika waktu
shalat, sehingga mereka minumnya setelah shalat isya(Ersa Yusasni & Mardian
Idris Harahap, 2023).

‫عا‬ َ ‫سكَا ٰرى َحتهى ت َ ْعلَ ُم ْوا َما تَقُ ْولُ ْونَ َو َْل ُجنُبًا ا َِّْل‬ َّ ‫ٰۤيـاَيُّ َها ا َّل ِذيْنَ ٰا َمنُ ْوا َْل ت َ ْق َربُوا ال‬
ُ ‫ص ٰلوة َ َوا َ ْنـت ُ ْم‬
‫سف ٍَر ا َ ْو َجا ٓ َء ا َ َحدٌ ِم ْن ُك ْم ِمنَ ْالغَآئِطِ ا َ ْو ٰل َم ْست ُ ُم‬َ ‫ع ٰلى‬ َ ‫سبِ ْي ٍل َحتهى ت َ ْغت َ ِسلُ ْوا ۗ َواِ ْن ُك ْنت ُ ْم َّم ْرضٰۤ ى ا َ ْو‬ َ ‫ي‬ ْ ‫بِ ِر‬
‫غفُ ْو ًرا‬ َ ‫عفُ ًّوا‬ َ َ‫ّٰللا َكا ن‬ َ ‫س ُح ْوا بِ ُو ُج ْو ِه ُك ْم َواَ ْي ِد ْي ُك ْم ۗ ا َِّن ه‬
َ ‫طيِبًا َفا ْم‬ َ ‫ص ِع ْيدًا‬
َ ‫سا ٓ َء َفلَ ْم ت َِجد ُْوا َما ٓ ًء َفتَيَ َّم ُم ْوا‬َ ِ‫الن‬

Artinya : “Wahai orang yang beriman! Janganlah kamu mendekati


sholat, ketika kamu dalam keadaan mabuk, sampai kamu sadar apa yang
kamu ucapkan, dan jangan pula (kamu hampiri masjid ketika kamu) dalam
keadaan junub kecuali sekadar melewati untuk jalan saja, sebelum kamu
mandi (mandi junub). Adapun jika kamu sakit atau sedang dalam perjalanan
atau sehabis buang air atau kamu telah menyentuh perempuan, sedangkan
kamu tidak mendapat air, maka bertayamumlah kamu dengan debu yang
baik (suci); usaplah wajahmu dan tanganmu dengan (debu) itu. Sungguh,
Allah Maha Pemaaf, Maha Pengampun." (QS. An-Nisa' 4: Ayat 43).

Imam Al-Qurthubi menyebutkan dalam tafsirnya bahwa ayat tersebut


hanya melarang mendakati shalat dalam keadaan mabuk, tetapi tidak secara
langsung mengharamkan alkohol itu sendiri (Muhammad Ibrahim Al Hifnawi
& Mahmud Hamin Utsman, 2007).

Kemudian pada Ensiklopedia Hadis Kitab 9 Imam, setelah dilakukan


pelacakan hadis dengan kata kunci “Khamr” maka ditemukan hadis yang
mengharamkan khamr yang redaksinya :

ُ ‫ع ْن ُه َما قَا َم‬


‫ع َم ُر‬ َّ ‫ي‬
َ ُ‫ّٰللا‬ َ ‫ض‬ ُ ‫ع ْن اب ِْن‬
ِ ‫ع َم َر َر‬ َ ‫عامِ ٌر‬َ ‫ع ْن أَبِي َحيَّانَ َحدَّثَنَا‬ َ ‫سدَّدٌ َحدَّثَنَا يَ ْحيَى‬ َ ‫َحدَّثَنَا ُم‬
َ ‫س ِل َو ْالحِ ْن‬
‫ط ِة‬ َ َ‫ب َوالتَّ ْم ِر َو ْالع‬
ِ َ‫س ٍة ْال ِعن‬ َ ‫علَى ْالمِ ْنبَ ِر فَقَا َل أ َ َّما بَ ْعدُ نَزَ َل تَ ْح ِري ُم ْال َخ ْم ِر َوه‬
َ ‫ِي مِ ْن َخ ْم‬ َ
‫ِير َو ْال َخ ْم ُر َما خَا َم َر ْال َع ْق َل‬
ِ ‫شع‬َّ ‫َوال‬

Artinya : Telah menceritakan kepada kami Musaddad; telah


menceritakan kepada kami Yahya dari Abu Hayyan; telah menceritakan
kepada kami 'Amir dari Ibnu Umar radhiallahu'anhuma, Umar pernah
berdiri di atas mimbar seraya berkata, "Amma ba'du, keharaman khamr
telah turun yaitu yang terbuat dari lima jenis; anggur, kurma kering, madu,
biji gandum, dan tepung, sedangkan khamr adalah sesuatu yang dapat
menghalangi akal (sehat)” (HR. Bukhari No. 5153).

Hadis berikutnya sebuah Riwayat menjelaskan : “Wail bin Ḥujr telah


berkata, bahwasanya Thariq bin Suwaid pernah bertanya kepada Nabi SAW
tentang khamr, maka Nabi melarang hal itu. Lalu ia berkata, “Saya
membuatnya untuk dijadikan obat”. Maka Rasulullah SAW bersabda,
“Sesungguhnya khamr itu bukan obat, tetapi penyakit” (HR. Muslim No.
5361).

Ada satu kaidah Ushul Fiqh yang mengatakan bahwa :

‫األصل في األشياء االباحة‬

“Hukum asal pada sesuatu adalah boleh”(Djazuli, 2006).

Maksud dari pernyataan diatas adalah semua makanan dan minuman


pada dasarnya halal untuk di konsumsi. Syari’at islam sangat menekankan
pada umat agar mengkonsumsi makanan yang halal lagi baik, dan sangat
menganjurkan untuk menghindari makanan yang haram. Artinya seorang
muslim diwajibkan menafkahi diri dan keluarganya dengan nafkah yang
halal (DR.NURHALIMA TAMBUNAN & MANSHURUDDIN S.PD.I., 2022).

Dasar hukum halal oleh para ulama merujuk pada Al-Qur’an surat Al-
Baqarah ayat 168 :

َ ‫شي ْٰط ِن ۗ اِنَّهٗ لَـ ُك ْم‬


‫عد ٌُّو‬ َّ ‫ت ال‬
ِ ‫ط ٰو‬ َ ‫ض َح ٰل ًًل‬
ُ ‫طيِبًا ۗ َّو َْل تَتَّبِعُ ْوا ُخ‬ ُ ‫ٰۤيا َ يُّ َها النَّا‬
ِ ‫س ُكلُ ْوا مِ َّما فِى ْاْلَ ْر‬
‫ُّمبِ ْي ٌن‬

Artinya : "Wahai manusia! Makanlah dari (makanan) yang halal dan


baik yang terdapat di bumi dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah
setan. Sungguh, setan itu musuh yang nyata bagimu." (QS. Al-Baqarah 2:
Ayat 168)

Hadis Rasulullah saw tentang halal yang artinya : “Abu Hurairah ia


berkata : “Wahai sekalian manusia, sesungguhnya Allah itu baik. Dia tidak
akan menerima sesuatu melainkan yang baik pula. Dan sesungguhnya Allah
telah memerintahkan kepada orang-orang mukmin seperti yang
diperintahkan-Nya kepada para Rasul. Firman-Nya: 'Wahai para Rasul!
Makanlah makanan yang baik- baik (halal) dan kerjakanlah amal shalih.
Sesungguhnya Aku Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.' Dan Allah
juga berfirman: 'Wahai orang-orang yang beriman! Makanlah rezeki yang
baik- baik yang Telah menceritakan kepada kami telah kami rezekikan
kepadamu.'" Kemudian Nabi saw menceritakan tentang seroang laki-laki
yang telah lama berjalan karena jauhnya jarak yang ditempuhnya. Sehingga
rambutnya kusut, masai dan berdebu. Orang itu mengangkat tangannya ke
langit seraya berdo'a: "Wahai Tuhanku, wahai Tuhanku." Padahal,
makanannya dari barang yang haram, minumannya dari yang haram,
pakaiannya dari yang haram dan diberi makan dengan makanan yang haram,
maka bagaimanakah Allah akan memperkenankan do'anya?." (HR. Muslim)
(Hamka, 2015).

B. Pendapat para Ulama Terhadap Makanan Beralkohol

Mematuhi perintah Allah SWT untuk mengkonsumsi makanan yang


halal dan baik adalah suatu kewajiban bagi setiap individu yang beriman.
Oleh karena itu, penting bagi setiap orang yang beriman untuk memilih
makanan yang halal dengan keyakinan dan ketakwaan, karena tindakan
tersebut merupakan bentuk ibadah yang akan mendatangkan pahala dan
memberikan manfaat baik di dunia maupun akhirat. Sebaliknya,
mengkonsumsi makanan yang haram akan membawa dosa dan konsekuensi
buruk baik di dunia maupun akhirat (DR.NURHALIMA TAMBUNAN &
MANSHURUDDIN S.PD.I., 2022).
Mengenai makanan beralkohol sendiri menjadi perdebatan di
kalangan para ulama. Ada yang mengatakan tetap haram ada juga yang
mengatakan boleh jika kadar alkohol sangat kecil. Syekh Yusuf al-
Qaradawi berpendapat bahwa makanan atau minuman yang mengandung
alkohol dalam kadar yang sangat kecil dan tidak menyebabkan efek mabuk
tidaklah diharamkan. Menurutnya, kadar alkohol yang sangat rendah secara
alami terdapat dalam beberapa buah-buahan, makanan fermentasi, atau
dalam proses memasak (Al-Qaradawi, 2013).

Imam Malik juga berpendapat bahwa makanan atau minuman yang


mengandung alkohol, walaupun dalam kadar yang sangat sedikit sekalipun
tetap diharamkan. Baginya, larangan konsumsi alkohol dalam bentuk
apapun sangat tegas dan tidak tergantung pada kadar alkohol yang ada
(Malik dkk., 1982).

Syekh Ibn Taymiyyah berpendapat bahwa jika alkohol ada dalam


makanan atau minuman dalam kadar yang bisa memabukkan maka
hukumnya haram. Namun, jika alkohol terdapat dalam makanan atau
minuman dalam kadar yang tidak memabukkan, hukumnya boleh
dikonsumsi (Taimiyah, 1968).

Sebenarnya makanan disebut beralkohol karena pengolohan


makanan itu menggunakan alkohol. Biasanya alkohol digunakan agar rasa
makanan menjadi sedap dan lebih segar. Salah satu bahan pembuatan
makanan yang menggunakan alkohol adalah Rum. Rum adalah salah satu
cairan beralkohol yang sering dipakai dalam proses pembuatan roti. Black
Forest Bread, sus fla, dan tart sering menggunakan rum. Rum diproduksi
oleh fermentasi dan distilasi molase tebu. Molase adalah residu dari industri
produksi gula dan memiliki konsistensi tebal, coklat dan lengket. Saat
memproduksi gula, sebagian besar tidak dapat diekstraksi dan tetap sebagai
produk sisa. Molase ini dapat digunakan untuk fermentasi hanya setelah
diencerkan dengan air, karena molekul gula di dalamnya masih terlalu
terkonsentrasi untuk dapat memproses ragi menjadi alkohol (Ummu
Kalsum dkk., 2023).

Penggunaan Rum diberi hukum haram jika kandungan Alkohol


mencapai 33,4% karena memiliki sifat memabukkan bila dikonsumsi dalam
jumlah banyak. Maka Rum ini dapat dikategorikan sebagai khamr. Jenis
rum yang paling sering dipergunakan adalah rum semprot dan rum oles.
Maka dari itu, umat islam dilarang menggunakan rum ini (Tri Rizki Damai
Yanti, 2018).

Sehingga dalam mencapai kesepakatan Bersama, Majelis Ulama


Indonesia (MUI) sebagai wadah musyawarah para ulama zu’ama dan
cendikiawan muslim mengeluarkan fatwa mengenai Produk Makanan dan
Minuman Yang Mengandung Alkohol No.10 Tahun 2018 yang isinya :

Ketentuan Terkait Produk Minuman yang Mengandung Alkohol

1) Produk Minuman yang mengandung khamr hukumnya haram.


2) Produk minuman hasil fermentasi yang mengandung alkohol/etanol
minimal 0.5% hukumnya haram.
3) Produk minuman hasil fermentasi yang mengandung alkohol/etanol
minimal 0.5% hukumnya halal jika secara medis tidak
membahayakan.
4) Produk minuman non fermentasi yang mengandung alkohol/etanol
kurang dari 0.5% yang bukan berasal dari khamr hukumnya halal,
apabila secara medis tidak membahayakan, seperti minuman ringan
yang ditambahkan flavour yang mengandung alkohol/etanol.

Ketentuan Terkait Produk Minuman yang Mengandung Alkohol

1) Produk makanan hasil fermentasi yang mengandung alkohol/etanol


hukumnya halal, selama dalam prosesnya tidak menggunakan bahan
haram dan apabila secara medis tidak membahayakan.
2) Produk makanan hasil fermentasi dengan penambahan
alkohol/etanol non khamr hukumnya halal, selama dalam prosesnya
tidak menggunakan bahan haram dan apabila secara medis tidak
membahayakan.
3) Vinegar/cuka yang berasal dari khamr baik terjadi dengan
sendirinya maupun melalui rekayasa hukumnya halal dan suci.
4) Produk makanan hasil fermentasi susu berbentuk pasta/padat yang
mengandung alkohol/etanol adalah halal, selama dalam prosesnya
tidak menggunakan bahan haram dan apabila secara medis tidak
membahayakan.
5) Produk makanan yang ditambahkan khamr adalah haram (Prof.DR.H.
Hasanuddin AF. & DR.H Asrorun Ni’am Sholeh, 2018).
C. Upaya Pemahaman Masyarakat Tentang Makanan Yang Mengandung
Alkohol
Bagaimana kita dapat memastikan makanan dan minuman yang kita
konsumsi halal adalah pertanyaan yang sering muncul dalam pikiran kita
sebagai umat Muslim. Sebagai orang yang beriman, kita memiliki
kewajiban untuk menjaga agar makanan dan minuman yang kita konsumsi
tetap halal. Selain itu, kita juga harus menjauhi makanan atau minuman
yang mengandung unsur haram. Makanan merupakan aspek penting dalam
kehidupan manusia, karena semua orang membutuhkan makanan dan
minuman untuk bertahan hidup. Allah SWT telah menyediakan berbagai
jenis makanan di dunia ini yang sangat beragam. Bahkan, bahan makanan
tersebut dapat diolah menjadi hidangan yang lezat dan layak.
Dalam agama Islam, terdapat beberapa jenis makanan yang dilarang
untuk dikonsumsi dan memiliki status haram. Haram ini memiliki arti
bahwa jika kita melakukannya, akan mendapatkan dosa. Namun, jika kita
menjauhinya, akan mendapatkan pahala. Penetapan ketentuan mengenai
halal dan haram pada makanan dan minuman ini sebenarnya bertujuan
untuk melindungi kita dari bahaya yang terkandung dalam makanan
tersebut.
Hal ini mencerminkan kebijakan agama Islam yang peduli terhadap
kesehatan dan kesejahteraan umatnya. Dengan menghindari makanan yang
dilarang, kita menjaga diri kita dari bahan-bahan yang berpotensi merugikan
kesehatan. Oleh karena itu, pemahaman dan pengamalan aturan-aturan
tentang makanan yang halal dan haram dalam agama Islam sangat penting
untuk menjaga kesehatan dan keberkahan dalam hidup kita. Disamping itu,
masih banyak orang yang tidak tahu atau bahkan tidak peduli dengan
makanan yang mengandung alkohol itu boleh dimakan atau tidak. Maka
diperlukan edukasi kepada masyarakat agar tidak meyalah pahami sesuatu,
khususnya produk makanan dan minuman.
Sekelompok mahasiswa Institut Pertanian Bogor (IPB) menciptakan
alat pendeteksi alkohol dalam makanan dengan alat yang bernama Ad-Toam
(Deddy S, 2017). Hasil kreativitas empat mahasiswa Fakultas Ilmu
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) IPB, mereka adalah,
Ahmad Khairul Reza selaku ketua tim, Anisah Rahajeng Kartikasari,
Sejahtera dan Intan Nurhasanah selaku anggota. Ad-Toam adalah alat
deteksi pangan untuk mendeteksi kadar alkohol yang dirancang portabel.
Sehingga bisa dibawa ke mana-mana, sederhana, cocok untuk traveler atau
yang sedang keluar negeri. Ad-Toam akan mendeteksi kandungan etanol
(alkohol) pada makanan dan minum. Kadar alkohol akan tersaji pada
monitor seperti layar telepon genggam.
Adapun Upaya memberikan pemahaman kepda masyarakat tentang
makanan yang mengandung alkohol antara lain :
• Edukasi dan penyuluhan, dengan mengadakan program
edukasi dan penyuluhan kepada masyarakat mengenai
konsep makanan yang mengandung alkohol dalam konteks
hukum islam. Penyampaian informasi yang jelas dan mudah
dipahami tentang hukum, resiko, dan konsekuensi konsumsi
makanan beralkohol penting untuk meningkatkan kesadaran
masyarakat.
• Sosialisasi melalui media sosial, dengan platform online
untuk menyampaikan pesan-pesan tentang makanan yang
mengandung alkohol dalam islam. Konten-konten dapat
berupa artikel, video, atau infografis.
• Pengembangan materi pembelajaran, materi ini dapat
disebarkan di Lembaga keagamaan, pusat pendidikan, dan
tempat umum.
• Pelibatan komunitas dan Ustadz/Ulama, seperti memberikan
ceramah, kuliah agama atau diskusi interaktif tentang
makanan yang mengandung alkohol dan hukumnya dalam
islam. Ini dapat membantu menciptakan kesadaran dan
pemahaman yang lebih dalam di kalangan masyarakat.

Adapun cara mudah memastikan makanan dan minuman yang halal

• Pilihlah bahan makanan dan minuman yang jauh dari unsur


haram.
• Biasakan baca komposisi bahan pada kemasan.
• Pilihlah tempat makan atau makanan kemasan dengan label
halal (Indonesia Halal Training and Education Center,
2021).

Dengan mengetahui cara-cara tersebut dapat bermanfaat sebagai


bentuk antisipasi terhadap makanan dan minuman yang tidak halal dan
terbatas dari unsur haram.
BAB III

KESIMPULAN

Alkohol dan Khamr adalah dua hal yang terdengar sama namun
berbeda. Secara asasnya, tidak semua alkohol itu adalah arak tetapi semua
arak itu beralkohol. Khamr adalah minuman beralkohol yang mengandung
etanol yang dihasilkan dari penyulingan yaitu berkonsentrasi lewat
destilasi. Etanol diproduksi dengan cara fermentasi biji bijian, buah, atau
sayuran (Kevin Pramudya Sejati, t.t.). Sedangkan alkohol senyawa organik
dengan formula R-OH, yang mengandung kumpulan hidroksil – OH yang
terkait pada atom karbon, sedangkan R adalah kumpulan akil (Sri Hartani,
2017).

Makanan disebut beralkohol karena pengolohan makanan itu


menggunakan alkohol. Biasanya alkohol digunakan agar rasa makanan
menjadi sedap dan lebih segar. Ketentuan Terkait Produk Makanan yang
Mengandung Alkohol fatwa MUI : 1) Produk makanan hasil fermentasi
yang mengandung alkohol/etanol hukumnya halal, selama dalam
prosesnya tidak menggunakan bahan haram dan apabila secara medis
tidak membahayakan. 2) Produk makanan hasil fermentasi dengan
penambahan alkohol/etanol non khamr hukumnya halal, selama dalam
prosesnya tidak menggunakan bahan haram dan apabila secara medis
tidak membahayakan. 3) Vinegar/cuka yang berasal dari khamr baik
terjadi dengan sendirinya maupun melalui rekayasa hukumnya halal dan
suci. 4) Produk makanan hasil fermentasi susu berbentuk pasta/padat yang
mengandung alkohol/etanol adalah halal, selama dalam prosesnya tidak
menggunakan bahan haram dan apabila secara medis tidak
membahayakan. 5) Produk makanan yang ditambahkan khamr adalah
haram (Prof.DR.H. Hasanuddin AF. & DR.H Asrorun Ni’am Sholeh, 2018).

Adapun Upaya memberikan pemahaman kepda masyarakat tentang


makanan yang mengandung alkohol antara lain : Edukasi dan penyuluhan,
Sosialisasi melalui media sosial, Pengembangan materi pembelajaran, dan
Pelibatan komunitas dan Ustadz/Ulama.
DAFTAR PUSTAKA

Abdul Latif, M. (2018). Halal Nutrition–The New Paradigm in Health – A


Review. Current Trends in Biomedical Engineering & Biosciences, 13(3).
https://doi.org/10.19080/ctbeb.2018.13.555865
Al-Qaradawi, Y. (2013). The Lawful and the Prohibited in Islam: ‫الحًلل والحرام في‬
‫اإلسًلم‬. The Other Press.
Deddy S. (2017, Agustus 22). Mahasiswa IPB bikin Alat Pendeteksi Alkohol pada
Makanan . CNN.
Djazuli, A. (2006). Kaidah-Kaidah Fikih: Kaidah-Kaidah Hukum Islam dalam
Masalah-Masalah yang Praktis. Jakarta: Kencana.
DR.NURHALIMA TAMBUNAN, S. SOS. I. , M. KOM. I., &
MANSHURUDDIN S.PD.I., M. (2022). MAKNA MAKANAN HALAL DAN
BAIK DALAM ISLAM. https://www.researchgate.net/publication/359082550
Ersa Yusasni, & Mardian Idris Harahap. (2023). Pelaksanaan Hukuman Peminum
Khamar Dalam Al-qur’an (Analisis Penafsiran Wahbah Az-Zuhaili Dalam
Tafsir Al-Munir Terhadap Q.S Al-Baqarah Ayat 219 dan Relevansi Qanun
Aceh No. 6 Thn 2014Pasal 15 Ayat 1). Kabilah : Journal of Social
Community, 8(1).
Hamka. (2015). Tafsir al-Azhar. Dalam Hamka, T. A. A., & Jilid, X. X. I. I.
(2015). Jakarta: Pustaka Panjimas, 1988. Hidayat, Komaruddin, Memahami
Bahasa Agama.: Vol. Jilid, X. X. I. I. Pustaka Panjimas.
Indonesia Halal Training and Education Center. (2021). Cara Memastikan
Makanan Dan Minuman Yang Halal. IHATEC.
Jamaludin, M. A., & Ramli, M. A. (2011). Isu Penggunaan Alkohol Dalam
Penghasilan Produk Gunaan Semasa: Analisis dari Perspektif Hukum Islam
A Systematic Review on Tourism Stakeholders’ Roles Practices Towards
Sustainable Tourism Using Khalifah Perspectives View project.
https://www.researchgate.net/publication/255983228
Kevin Pramudya Sejati. (t.t.). Bahaya Minuman BerAlkohol. http://publikasi.
Maheran, S., Saiin, A., April, M., & Rizki, M. (2022). Pendekatan Maqashid
Syariah Terhadap Konsep Makanan Halalan Thoyyiban Dalam Islam.
TERAJU, 4(01), 49–59. https://doi.org/10.35961/teraju.v4i01.435
Mahmud, H. (2020a). HUKUM KHAMR DALAM PERSPEKTIF ISLAM.
Dalam Journal of Islamic Family Law (Vol. 01, Nomor 01).
http://ejournal.iainpalopo.ac.id/index.php/maddika
Mahmud, H. (2020b). Hukum Khamr Dalam Perspektif Islam. MADDIKA:
Journal of Islamic Family Law, 1(1), 28–47.
Malik, I., Johnson, Y., & Tarjumana, ’A’isha’Abdarahman at. (1982). al-
Muwatta. The University Press.
Muhammad Ibrahim Al Hifnawi, & Mahmud Hamin Utsman. (2007). Tafsir Al-
Qurthubi. Pustaka Azzam.
Prof.DR.H. Hasanuddin AF., M., & DR.H Asrorun Ni’am Sholeh, M. (2018).
FATWA MUI.
Puji Lestari, T. R. (2016). MENYOAL PENGATURAN KONSUMSI MINUMAN
BERALKOHOL DI INDONESIA Questioning the Regulation on
Consumption of Alcoholic Beverages in Indonesia.
Shihab, M. Q. (2007). Ensiklopedia Al-Quran: Kajian Kosakata. (No Title).
Sri Hartani. (2017). STUDI KOMPARATIF HUKUM PIDANA ISLAM DAN
HUKUM POSITIF TERHADAP SANKSI PIDANA.
Taimiyah, I. (1968). Majmu’Fatâwâ Syaikh al-Islâm Ibn Taimiyah. Riyadh:
Mataba’ar-Riyadh, tt), jilid II.
Tambunan, N. (2022). MAKNA MAKANAN HALAL DAN BAIK DALAM ISLAM.
https://www.researchgate.net/publication/359082550
Tri Rizki Damai Yanti. (2018). PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KONSUMEN
ATAS PEREDARAN MAKANAN NON HALAL DI TINJAU DARI UNDANG-
UNDANG RI No. 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL.
Ummu Kalsum, Akhmad Hanafi Dain Yunta, & Sirajuddin. (2023). HUKUM
PENGGUNAAN DESTILASI TETES TEBU (RUM) SEBAGAI
CAMPURAN MAKANAN MENURUT FIKIH ISLAM LEGAL USE OF
SUGARCANE DROP DISTILLATION (RUM) AS A FOOD
ADDITIONAL ACCORDING TO ISLAMIC JURISPRUDENCE.
BUSTANUL FUQAHA:JURNAL BIDANG HUKUM ISLAM, 4(1), 152–165.
https://doi.org/10.36701/bustanul.v4i1.837

Anda mungkin juga menyukai