Anda di halaman 1dari 13

TUGAS MAKALAH

"TINJAUAN KHUSUS PENGGUNAAN ALKOHOL DALAM SEDIAAN OBAT DARI


SISI SYARIAH"

DISUSUN OLEH :

Brianita Dwi Oktaviani 2104026197


Sutra Gustianingrum 2104026198
Cresensia Doy 2104026201
Josua Koirewa 2104026206
Salsabila Kinanti 2104026210
Aulia Paramitha 2104026211

PROGRAM STUDI APOTEKER


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PROF. DR. HAMKA
JAKARTA
2022

2
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kemajuan ilmu dan teknologi di bidang obat-obatan memungkinkan penggunaan obat
semakin luas dan beragam. Satu sisi kenyataan ini sangat menggembirakan tetapi di sisi lain
ummat lslam perlu waspada karena bukan mustahil dalam obat yang digunakan terdapat
bahan yang menurut syariat agama Islam tergolong haram atau sekurangnya diragukan
kehalalannya. Apalagi kalau produk obat diproduksi oleh produsen yang tidak
mempersoalkan halal-haram. Bahan yang dimaksud antara lain adalah alkohol. Masalah ini
perlu dicermati oleh setiap muslim karena Nabi pernah bersabda: "Sesungguhnya Allah
telah menurunkan penyakit dan obat, menjadikan bagi kamu setiap penyakit ada obatnya.
OIeh karena itu berobatlah, tetapi jangan berobat dengan yang haram" (HR. Abu Daud).
Permasalahan alkohol biasa dikaitkan dengan khamr yang nyata-nyata diharamkan
meminumnya (Al-Maidah, 90). Pengharaman khamr dipertegas oleh Nabi dengan sabdanya:
"Setiap yang memabukkan itu khamr dun setiap khamr itu haram". Pengkaitan tersebut
cukup beralasan karena pengharaman khamr yang secara kronologis disebutkan dalam Al-
Qur'an berkaitan dengan sifat "memabukkan" (intoksikasi) jika diminum, sedangkan zat
penyebab mabuk yang terdapat dalam khamr adalah alkohol yang dalam bahasa ilmu kimia
disebut dengan etanol atau etil-alkohol. Dalam khamr terdapat antara lain air, gula, sebagai
sisa yang tidak terfermentasikan, alkohol, dan gas karbon dioksida, hasil proses fermentasi.

B. Rumusan Masalah
Adapun masalah pokok yang akan dikaji dalam makalah ini adalah :
1. Bagaimana hukum keberadaan alkohol yang banyak terdapat dalam obat yang relatif
sedikit dan tidak memabukkan ?
2. Bagaimana ketentuan Fatwa tentang penggunaan alkohol/etanol untuk bahan obat ?

C. Tujuan dan Manfaat


1. Tujuan
a. Untuk mengetahui hukum keberadaan alkohol yang banyak terdapat dalam obat yang
relatif sedikit dan tidak memabukkan.
b. Untuk mengetahui ketentuan Fatwa tentang penggunaan alkohol/etanol untuk bahan
obat.

3
2. Manfaat
a. Bagi masyarakat, makalah ini dapat menjadi bahan masukan dalam menentukan jenis
obat yang akan dikonsumsi serta sebagai sarana pengetahuan mengenai alkohol sebagai
bahan obat.
b. Bagi pembuat makalah, hasil makalah ini dapat menjadi sarana belajar dalam
merekonstruksi pemahaman seputar alkohol dan memanfaatkannya dengan bijak serta
tanpa meninggalkan kaidah hukum Islam.

4
BAB II
PEMBAHASAN

A. Firman Allah SWT Mengenai Alkohol


1. Dalam QS Al-Maidah ayat 90 :

‫س ِّمنْ َع َم ِل‬ ٌ ‫اب َوااْل َ ْزاَل ُم ِر ْج‬ ُ ‫ص‬ َ ‫ٰ ٓيا َ ُّي َها ا َّل ِذ ْينَ ٰا َم ُن ْٓوا ِا َّن َم ا ا ْل َخ ْم ُر َوا ْل َم ْي ِس ُر َوااْل َ ْن‬
ْ ‫ش ْي ٰط ِن َف‬
َ‫اج َت ِن ُب ْوهُ َل َعلَّ ُك ْم ُت ْفلِ ُح ْون‬ َّ ‫ال‬
Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman! Sesungguhnya minuman keras, berjudi,
(berkurban untuk) berhala, dan mengundi nasib dengan anak panah, adalah perbuatan
keji dan termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah (perbuatan-perbuatan) itu agar kamu
beruntung.” (QS. Al-Maidah [5] : 90)
2. Hadis Nabi SAW :

‫ُك ُّل مُسْ ك ٍِر َخمْ ٌر َو ُك ُّل مُسْ ك ٍِر َح َرا ٌم‬
Artinya : “Setiap yang memabukkan adalah khamr dan setiap yang memabukkan
adalah haram.” (HR. Muslim dan Ibnu Umar, sebagaimana dalam Kitab Shahih Muslim
juz 3 halaman 1587, hadis nomor 2003).

B. Hukum Keberadaan Alkohol


1. Alkohol Sebagai Bahan Kimia
Dalam Ilmu Kimia yang dimaksud dengan alkohol adalah senyawa organik yang dalam
struktur molekulnya memiliki gugus hidroksi (OH). Namun, yang dimaksud dengan alkohol
dalam kehidupan keseharian (juga dalam tulisan ini) adalah etanol atau etil akohol dengan
rumus kimia C2H5OH. Alkohol berupa zat cair jernih, lebih ringan dari air, mudah terbakar,
campur dengan air, mudah menguap, titik didih 78°C, dapat melarutkan lemak dan berbagai
senyawa organik. Sifat yang terakhir ini memungkinkan alkohol digunakan sebagai pelarut
bahan obat.
Alkohol dapat dibuat dengan cara sintesis dan cara fermentasi, tetapi kebanyakan alkohol
yang banyak digunakan dalam perobatan, dibuat dengan cara fermentasi. Pada prinsipnya
fermentasi dapat dilakukan terhadap bahan pangan yang mengandung karbohidrat (zat pati
gula) misalnya beras, ubi, jagung, gandum, kurma, dan berbagai jenis buah, utamanya yang
berasa manis. Dalam proses fermentasi, karbohidrat diubah menjadi alkohol dan gas
karbondioksida oleh mikroba tertentu (Saccharomyces cereviciae).

5
Pada proses fermentasi ini kadar alkohol tertinggi hanya 13% karena pada kadar lebih
tinggi lagi, enzim fermentasi akan menjadi inaktif. Pada makanan tradisional (tape) kadar
alkohol biasanya berkisar antara 4% hingga 6%, sedangkan pada anggur (table wine)
biasanya sekitar 10%. Untuk mendapatkan kadar alkohol lebih tinggi lagi (90%, 95%, atau
100%) mesti dilakukan destilasi alkohol hasil fermentasi. Satu hal yang patut dicatat ialah
bahwa secara medis alkohol yang "boleh" digunakan dalam sediaan obat hanya alkohol yang
diperoleh dari hasil fermentasi.
Sebagai bahan kimia, penggunaan alkohol sangat luas. Alkohol digunakan sebagai
pelarut untuk melarutkan berbagai bahan organik (obat) di laboratorium, menyari zat
berkhasiat (alkaloid, glikosid, flavanoid) dalam tumbuhan yang dikenal sebagai sediaan
galenik, bahan sintesis pembuatan eter dan ester di laboratorium dan industri kimia,
desinfektans, dan bahan bakar. Kalau diminum, alkohol sangat cepat diserap oleh
darah, diedarkan ke seluruh tubuh dan "dibakar' (dioksidasi) di jaringan perifer (permukaan
tubuh) menghasilkan air karbondioksida, dan kalori. Oleh sifat ini minuman beralkohol
sering dikomumsi dengan alasan untuk menghangatkan tubuh. Sementara itu alkohol banyak
mendatangkan pengaruh buruk pada berbagai organ tubuh. Bayi sangat peka terhadap
alkohol, oleh karena itu kadar alkohol dalam sediaan pediatrik (untuk anak-anak) sangat
dibatasi, di bawah 1%.
2. Alkohol dalam Industri Farmasi
Di industri farmasi, penggunaan alkohol juga sangat luas salah satunya untuk pencucian
dan pembersihan alat serta mesin-mesin untuk keperluan kefarmasian. Alkohol atau etanol
digunakan karena mempunyai keunggulan yaitu mudah membersihkan permukaan alat-alat
kefarmasian karena sifatnya yang mudah melarutkan sisa-sisa kotoran di permukaan alat.
Alkohol terutama alkohol 70% mempunyai sifat antiseptik dimana dapat membunuh
bakteri/kuman dengan optimal. Jadi selain membersihkan secara kimiawi alkohol juga dapat
membersihkan secara biologi cemaran bakteri. Alkohol/etanol 70% juga mudah didapatkan
dan murah. Dengan berbagai kelebihan diatas maka tidak heran alkoho/etanol sering
digunakan di industri obat untuk berbagai keperluan.
3. Fungsi Alkohol dalam Obat
Alkohol sangat luas digunakan dalam pembuatan sediaan obat. Pada dasarnya
penggunaan itu meliputi beberapa fungsi, yakni sebagai bahan berkhasiat, pelarut, pengawet
(preservatif), dan penyegar rasa (flavourant). (Mursyidi, 2002)
a. Alkohol sebagai bahan berkhasiat

6
Penggunaan alkohol sebagai bahan berkhasiat umumnya untuk obat luar (obat yang
pemakaiannya di luar badan). Beberapa contoh misalnya:
1) Alkohol 25% digunakan untuk kompres (menurunkan suhu badan)
2) Alkohol 50% digunakan untuk mencegah biang keringat (dalam lotion astringent)
3) Alkohol 70% digunakan sebagai desinfektans, dioleskan pada kulit sebelum
diinjeksi untuk mencegah infeksi
4) Alkohol juga digunakan untuk membersihkan kulit dan mencegah luka akibat
berbaring terlalu lama bagi pasien di rumah sakit

5) Alkohol juga digunakan dalam bentuk injeksi untuk menghilangkan rasa nyeri yang
bersangatan, misalnya dehydrated alcohol injection USP dan alcohol and dextrose
injection USP.

Berbagai jenis obat di mana alkohol berfungsi sebagai bahan berkhasiat (active
substance) umumnya bukan obat dalam (tidak ditelan melalui mulut). Sementara alkohol
yang digunakan dalam bentuk injeksi (parenteral) jumlahnya sangat sedikit (hanya beberapa
mililiter) dan langsung diinjeksikan ke bagian yang sakit.
b. Alkohol sebagai pelarut
Alkohol merupakan pelarut pilihan berbagai senyawa organik, termasuk obat. Sifat lain
yang menguntungkan ialah bahwa alkohol mudah menguap sehingga mudah dihilangkan
kalau dikehendaki, yakni dengan pemanasan. Kedua sifat istimewa tersebut memungkinkan
alkohol digunakan secara luas dalam pembuatan beragam jenis sediaan obat (dosage forms)
yakni tablet, larutan, dan injeksi.
Pada sediaan tablet, alkohol digunakan untuk melarutkan zat aktif dan berbagai bahan
tambahan, misalnya bahan pengikat, dan bahan penyalut (coating). Dengan cara ini zat aktif
dapat tercampur homogen sehingga keajegan kadar dapat dijamin. Selanjutnya alkohol
dihilangkan pada proses pengeringan.
Pada bentuk sediaan larutan oral (obat minum), alkohol digunakan untuk meningkatkan
kelarutan obat (kosolven) dengan pelarut utama air. Bentuk sediaan larutan yang
menggunakan kosolven dengan kadar alkohol cukup tinggi (20%) disebut eliksir, misalnya
eliksir Parasetamol, eliksir Teofilin Natrium Glisinat, dan eliksir Batugen (sediaan obat
tradisional). Selain itu alkohol juga digunakan sebagai pelarut larutan injeksi, misalnya
injeksi siklosporin.

7
Alkohol banyak digunakan untuk menyari zat aktif dari tumbuhan hingga diperoleh
bentuk ekstrak (sari) dengan kadar alkohol sekitar 5%. Dalam hanyak hal ekstrak semacam
itu diproses lebih lanjut untuk mendapatkan ekstrak kering yang lebih stabil dan lebih mudah
mengemasnya.

c. Alkohol sebagai pengawet


Agar alkohol dapat berfungsi sebagai preservatif (pengawet) kadar alkohol harus
mencapai 18% atau lebih. Karena kadar alkohol ini cukup tinggi dan kurang menguntungkan
sebagai sediaan obat, fungsi preservatif ini sering digantikan senyawa lain, misalnya natrium
benzoat, metilparaben, dan sebagainya. Dengan perkataan lain kadar alkohol yang lazim
terdapat dalam sediaan obat tidak dapat berfungsi sebagai preservatif.
d. Alkohol sebagai flavourant
Alkohol tidak jarang digunakan sebagai flavourant (penyegar rasa) di samping sebagai
pelarut flavourant agar rasa sediaan obat larutan lebih disukai pasien. Kebanyakan flavourant
berupa minyak atsiri yang tidak larut dalam air tetapi larut dalam alkohol. Untuk maksud ini
biasanya kadar alkohol yang diperlukan relatif kecil (1% - 5%). Beberapa sediaan obat,
utamanya obat batuk dan obat influenza yang mengandung alkohol dapat disebutkan antara
lain: Benadryl, Domeryl, Eksedryl, Inadryl, Kemodryl, Niriton, Panadrop, Reskof, Rhinodin,
Sanaflu.

C. Ketentuan Fatwa Tentang Penggunaan Alkohol/ Etanol Untuk Bahan Obat


Hukum penggunaan etanol dalam produk obat tercantum dalam Fatwa MUI Nomor 40
Tahun 2018 tentang Penggunaan Alkohol/Etanol untuk Bahan Obat. Umumnya penggunaan
alkohol/ethanol pada obat digunakan sebagai pelarut, pengawet produk, pemberi rasa tajam,
dan menutupi rasa tidak enak. Di pasaran saat ini, eliksir (sediaan cair yang pelarut zat
aktifnya menggunakan alkohol/etanol) rata-rata mengandung alkohol lebih dari 5%. Namun
sebagian obat cair bukan berupa eliksir, tetapi berupa sirup, suspensi atau emulsi tanpa
menggunakan pelarut alkohol.
Poin-poin penting yang disebutkan dalam fatwa MUI tahun 2018 tentang Produk
Makanan dan Minuman yang Mengandung Alkohol/Etanol adalah :
1. Minuman beralkohol yang masuk kategori khamr adalah minuman yang mengandung
alkohol/etanol (C2H5OH) minimal 0.5 %. Minuman beralkohol yang masuk kategori
khamr adalah najis dan hukumnya haram, sedikit ataupun banyak.

8
2. Penggunaan alkohol/etanol hasil industri non khamr (baik merupakan hasil sintesis
kimiawi [dari petrokimia] ataupun hasil industri fermentasi non khamr) untuk bahan
produk makanan hukumnya mubah, apabila secara medis tidak membahayakan
3. Penggunaan alkohol/etanol hasil industri non khamr (baik merupakan hasil sintesis
kimiawi [dari petrokimia] ataupun hasil industri fermentasi non khamr) untuk bahan
produk minuman ditoleransi, apabila secara medis tidak membahayakan dan selama
kadar alkohol/etanol (C2H5OH) pada produk akhir kurang dari 0,5%.

Selain poin-poin penting diatas, ada beberapa hal baru yang tertuang dalam fatwa ini
yaitu kadar etanol untuk produk antara (intermediate product) seperti flavor dan bumbu tidak
dibatasi, selama penggunaannya pada produk akhir kurang dari 0,5%. Tentunya persyaratan
tidak membahayakan ini untuk produk retail sudah dievaluasi oleh BPOM pemberian izin
edar produk. Aturan terbaru ini merubah arahan fatwa MUI sebelumnya yang tidak
mentolerir kandungan etanol pada makanan dan minuman siap konsumsi. Fakwa tentang
alkohol yaitu:
1. Ketentuan Umum
Dalam fatwa ini, yang dimaksud dengan:
a. Obat adalah bahan atau paduan bahan, termasuk produk biologi yang digunakan untuk
mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka
penetapan diagnosis, pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan kesehatan dan
kontrasepsi (UU No. 36 Tahun 2009 tentang kesehatan).
b. Makanan adalah barang yang digunakan sebagai makanan atau minuman, tidak termasuk
obat.
c. Khamr adalah setiap minuman yang memabukkan, baik dari anggur atau yang lainnya,
baik di masak ataupun tidak.
d. Alkohol adalah etil alkohol atau etanol, suatu senyawa kimia dengan rumus (C2H5OH).
e. Minuman beralkohol adalah:
1) Minuman yang mengandung etanol atau senyawa lainnya, antara lain, metanol,
asetaldehida, dan etil asetat yang dibuat secara fermentasi dengan rekayasa dari
berbagai jenis bahan baku nabati yang mengandung karbohidrat, atau
2) Minuman yang mengandung etanol dan atau metanol yang ditambahkan dengan
sengaja.

Ketentuan hukum lainnya yaitu:

9
a. Pada dasarnya berobat wajib menggunakan metode yang tidak melanggar syariat, dan
obat yang digunakan wajib menggunakan obat yang suci dan halal.
b. Obat-obatan cair berbeda dengan minuman. Obatan-obatan digunakan untuk pengobatan
sedangkan minuman digunakan untuk konsumsi. Dengan demikian, ketetuan hukumnya
berbeda dengan minuman.
c. Obat-obatan cair atau non cair yang berasal dari khamr hukumnya Haram.
d. Penggunaan alkohol/ etanol yang bukan berasal dari industri khamr (baik merupakan
hasil sintesis kimiawi (dari petrokimia) ataupun hasil industri fermentasi non khamr)
untuk bahan obat-obatan cair ataupun non cair hukumnya boleh dengan syarat:
1) Tidak membahayakan bagi kesehatan.
2) Tidak ada penyalahgunaan.
3) Aman dan sesuai dosis.
4) Tidak digunakan secara sengaja untuk membuat mabuk.

2. Fatwa MUI
Dalam Fatwa MUI, Nomor 30 Tahun 2013 tentang pengobatan :
a. Islam mensyariatkan pengobatan karena ia bagian dari perlindungan dan perawatan
kesehatan yang merupakan bagian dari menjaga Al-Dharuriyat Al-Kham.
b. Dalam ikhtiar mencari kesembuhan wajib menggunakan metode pengobatan yang tidak
melanggar syariat.
c. Obat yang digunakan untuk kepentingan pengobatan wajib menggunakan bahan yang
suci dan halal.
d. Penggunaan bahan najis atau haram dalam obat-obatan hukumnya haram.
e. Penggunaan obat yang berbahan najis atau haram untuk pengobatan hukumnya haram
kecuali memenuhi syarat sebagai berikut:
1) Digunakan pada kondisi keterpaksaan (al-dlarurat), yaitu kondisi keterpaksaan yang
apabila tidak dilakukan dapat mengancam jiwa manusia, atau kondisi keterdesakan
yang setara dengan kondisi darurat (al-hajat allati tanzilu manzilah al-dlarurat), yaitu
kondisi keterdesakan yang apabila tidak dilakukan maka akan dapat mengancam
eksistensi jiwa manusia di kemudian hari;
2) Belum ditemukan bahan yang halal dan suci;
3) Adanya rekomendasi paramedis kompeten dan terpercaya bahwa tidak ada obat yang
halal.

10
f. Penggunaan obat yang berbahan najis atau haram untuk pengobatan luar hukumnya
boleh dengan syarat dilakukan pensucian.

3. Rekomendasi
a. Pemerintah agar melarang peredaran minuman beralkohol di tengah masyarakat dengan
tidak memberikan izin pendirian pabrik yang memproduksi minuman tersebut, dan tidak
memberikan izin untuk memperdagangkannya, serta menindak secara tegas pihak yang
melanggar aturan tersebut.
b. Meminta kepada Pemerintah untuk menjamin ketersediaan obatobatan yang suci dan
halal sebagai bentuk perlindungan terhadap keyakinan keagamaan.
c. Pelaku usaha dan pihak-pihak terkait untuk memperhatikan unsur kehalalan obat dan
tidak serta-merta menganalogikan penggunaan obat sebagai kondisi darurat.
d. Untuk mengetahui secara pasti kehalalan obat-obatan harus melalui sertifikasi halal.
e. Para cendekiawan agar mengembangkan ilmu dan teknologi sehingga penggunaan
alkohol sebagai pelarut obat dalam dan luar, escense, pewarna, dan kosmetika dapat
digantikan dengan bahan alternatif lain.
f. LPPOM harus menjadikan fatwa ini sebagai pedoman dalam pelaksanaan sertifikasi halal
obat.
g. LPPOM diminta untuk tidak mensertifikasi halal obat-obatan yang berbahan haram dan
najis.
h. Menghimbau kepada masyarakat agar dalam dalam pengobatan senantiasa menggunakan
obat yang suci dan halal.

11
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Alkohol adalah senyawa organik yang dalam struktur molekulnya memiliki gugus
hidroksi (OH).
2. Alkohol berupa zat cair jernih, lebih ringan dari air, mudah terbakar, campur dengan air,
mudah menguap, titik didih 78°C, dapat melarutkan lemak dan berbagai senyawa
organik.
3. Fungsi alkohol dalam industri kefarmasian digunakan untuk membersihkan permukaan
alat-alat mesin sedangkan untuk sediaan obat yakni sebagai bahan berkhasiat, pelarut,
pengawet (preservatif), dan penyegar rasa (flavourant).
4. Dalam Fatwa MUI Nomor 40 Tahun 2018 tentang Penggunaan Alkohol/Etanol untuk
Bahan Obat, persyaratan alkohol untuk produk antara (intermediate product) seperti
flavor dan bumbu tidak dibatasi, selama penggunaannya pada produk akhir kurang dari
0,5%.
5. Dalam Fatwa MUI Nomor 40 Tahun 2018 tentang Penggunaan Alkohol/Etanol untuk
Bahan Obat, persyaratan alkohol untuk produk akhir ditoleransi apabila kadarnya kurang
dari 0.5% dan secara medis tidak membahayakan
6. Dalam Fatwa MUI Nomor 30 Tahun 2013 tentang pengobatan, menggunakan bahan
yang najis hukumnya haram kecuali digunakan dalam kondisi terpaksa, belum ditemukan
bahan yang suci, dan adanya rekomendasi dari tenaga ahli.

12
DAFTAR PUSTAKA
Al-Quran Al-Karim
Achmad, M. 2002. Alkohol dalam Obat dan Kosmetika. Fatwa MUI terbaru tentang No. 40
tahun 2018 tentang Produk Makanan dan Minuman yang Mengandung
Alkohol/Etanol, Tarjih, 4.
Komisi Fatwa MUI. 2009. Hukum AlkoholL. MUI Nomor : 11 Tahun 2009 T, Jakarta. Hal: 1-
14

13

Anda mungkin juga menyukai