ETANOL
A. Pendahuluan
Ajaran Islam bertujuan memelihara keselamatan agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta,
dan karena itu, segala sesuatu yang memberi manfaat bagi tercapainya tujuan tersebut
diperintahkan, dianjurkan atau diizinkan untuk dilakukan, sedang yang merugikan bagi
tercapainya tujuan tersebut dilarang atau dianjurkan untuk dijauhi. Untuk mencapai tujuan
tersebut, Islam mensyariatkan pemeliharaan kesehatan dan berobat ketika sakit. Namun saat ini
banyak dari obat-obatan yang beredar di pasaran belum diketahui kehalalannya. Saat ini
alkohol/etanol banyak digunakan sebagai bahan baku, bahan tambahan, dan/atau bahan penolong
dalam produksi obat-obatan, terutama obat-obatan cair yang cara konsumsinya dengan diminum.
(FATWA MUI :2018).
Selain dianjurkan memakan makanan yang halal dan baik juga umat muslim dianjurkan
meninggalkan yang haram, diantaranya khamer. Salah satu kelompok senyawa dalam khamer
yang dapat menghilangkan akal adalah alkohol. Berdasarkan medis, alkohol merupakan depresan
saraf pusat yang dapat menekan jalur fasilitatorik dan inhibitorik. Alkohol dapat menghambat dan
menekan kerja control rasa malu dan penghindaran diri. Alkohol juga mempengaruhi penilaian
mental dan keterampilan motoric juga kesadaran.
Alkohol atau dapat disebut dengan khamr dengan kadar tertentu dapat menimbulkan efek
yang merugikan bagi penggunanya. Dalam ilmu kimia, alkohol adalah istilah yang umum bagi
senyawa organik apapun yang memiliki gugus hidroksil (-OH) yang terikat pada atom karbon,
dimana alkohol terikat pada atom hidrogen atau atom karbon lain. Dilihat dari gugus fungsinya,
alkohol memiliki banyak golongan. Golongan yang paling sederhana adalah metanol dan etanol
(Dewi, et al. 2022). Terdapat 2 jenis alkohol yang bersifat racun atau membahayakan bagi tubuh
manusia dalam kadar tertentu yakni Metil Alkohol (Metanol). Etil Alkohol (Etanol). Kedua jenis
alkohol tersebut biasanya terkandung dalam suatu minuman alkohol dan obat-obatan seperti salah
satunya obat batuk (Hani, 2020).
Menurut pendapat para ulama berdasarkan kajian hukum Islam, suatu benda atau
perbuatan dapat dikategorikan menjadi lima, yaitu halal, haram, syubhat, makruh, dan mubah.
Benda berupa makanan yang halal, umat muslim dianjurkan untuk memakannya, namun tidak
hanya halal saja, melainkan terdapat kategori lain yaitu baik, sebagaimana pada firman Allah
dalam surat Al Baqarah ayat 168 menjelaskan mengenai kehalalan suatu yang dikonsumsi (Dewi,
et al. 2022).
Alkohol atau khamr merupakan salah satu kandungan yang diharamkan oleh Allah SWT.
Minuman beralkohol adalah minuman yang mengandung etanol atau etil alkohol (C 2H5OH) yang
diproses dari bahan hasil pertanian yang mengandung karbohidrat dengan cara fermentasi dan
destilasi atau fermentasi tanpa destilasi (Lestari, 2016). Alkohol merupakan bahan berbahaya bagi
kesehatan hingga saat ini. Minuman yang berbahaya bagi kesehatan dilarang dalam ajaran agama
Islam, dan bahkan sedikit alkohol dalam makanan atau minuman akan membuat produk menjadi
haram. Majelis Ulama Indonesia (MUI) menetapkan bahwa kandungan alkohol dalam minuman
tidak boleh melebihi 1%, walaupun dalam fatwa MUI tahun 2018, obat beralkohol masih
diperbolehkan jika dalam keadaan terpaksa dan tidak adanya alternatif pilihan yang lain (dalam
keadaan darurat), dan dalam sudut pandang medis juga tidak membahayakan bagi kesehatan.
Alkohol juga berdampak pada kesehatan seperti gangguan janin, di mana dapat menyebabkan
pertumbuhan janin yang tidak normal, sehingga wanita hamil harus berhati-hati dengan produk
beralkohol (Rahem, 2019).
Dalam seiring perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi saat ini telah memberikan
pengaruh yang sangat signifikan terhadap setiap bidangkehidupan, salah satunya dalam bidang
produksi kosmetik dan kecantikan sebagai objek jual beli. Para ahli pun telah menemukan
berbagai formula yang pada masa sekarang sangat diminati oleh masyarakat luas khususnya kaum
perempuan. Salah satu formula tersebut ialah penggunaan alkohol sebagai pelarut pada parfum.
Parfum adalah campuran minyak, senyawa aromatis dan pelarut yang digunakan untuk
memberikan bau wangi pada tubuh manusia, objek ataupun ruangan. Minyak wangi biasanya
dilarutkan dengan menggunakan solvent (pelarut). Sejauh ini pelarut yang sering digunakan untuk
minyak wangi adalah etanol atau campuran antara etanol dan air. Kosmetik dikenal sejak
berabad-abad yang lalu. Pada abad ke-19, pemakaian kosmetik mulai mendapat perhatian, yaitu
selain untuk kecantikan juga untuk kesehatan. Perkembangan ilmu kosmetik serta industrinya
dimulai secara besar-besaran abad ke-20.(Tranggono, 2007) Parfum juga dijual dalam bentuk
pengharum badan dan pengharum ruangan. Komposisi zat-zat di dalam parfum pada umumnya
adalah etil alkohol (50-90%), akuades/air suling (5-20%), dan fragrance (10-30%). Etil alkohol
dalam komposisi ini berfungsi sebagai pelarut.
Kosmetik menjadi salah satu bagian usaha. Bahkan secara tekhnologi kosmetik begitu
maju dan merupakan paduan antara kosmetik dan obat atau yang disebut kosmetik medik.
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI, kosmetik di bagi menjadi beberapa kelompok salah
satunya yaitu Preparat wangi-wangian misalnya, parfum. (PERMENKES 1176,2010). Dalam
literatur klasik parfum atau wewangian sering disebut dengan minyak misik. Bahan parfum
tersebut berasal dari konsentrat yang diambil dari satu jenis hewan. Direktorat LPPOM MUI
Aisyah Girindra mengatakan ada dua jenis kemungkinan bahan dasar pembuatan parfum yakni
hewan dan bunga. Bila dari bunga saja, tentu parfum sangat aman untuk dipakai, sedangkan bila
berasal dari hewan harus diteliti lagi apakah hewan itu halal atau haram, bukan hanya itu, tetapi
juga untuk zat penguat aroma parfumnya yang biasa digunakan adalah alkohol. Parfum yang
mengandung unsur yang tidak boleh dipakai karena bisa memabukkan dan najis, semisal cologne.
Keterangan para ahli bahwa cologne mengandung unsur yang bisa memabukkan, disamping itu
cologne banyak mengandung zat spirtus, zat ini bisa memabukkan.
Ajaran Islam bertujuan memelihara keselamatan agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta,
dan karena itu, segala sesuatu yang memberi manfaat bagi tercapainya tujuan tersebut
diperintahkan, dianjurkan atau diizinkan untuk dilakukan, sedang yang merugikan bagi
tercapainya tujuan tersebut dilarang atau dianjurkan untuk dijauhi. Untuk mencapai tujuan
tersebut, Islam mensyariatkan pemeliharaan kesehatan dan berobat ketika sakit. Namun saat ini
banyak dari obat-obatan yang beredar di pasaran belum diketahui kehalalannya. Saat ini
alkohol/etanol banyak digunakan sebagai bahan baku, bahan tambahan, dan/atau bahan penolong
dalam produksi obat-obatan, terutama obat-obatan cair yang cara konsumsinya dengan diminum.
(FATWA MUI :2018).
Selain dianjurkan memakan makanan yang halal dan baik juga umat muslim dianjurkan
meninggalkan yang haram, diantaranya khamer. Salah satu kelompok senyawa dalam khamer
yang dapat menghilangkan akal adalah alkohol. Berdasarkan medis, alkohol merupakan depresan
saraf pusat yang dapat menekan jalur fasilitatorik dan inhibitorik. Alkohol dapat menghambat dan
menekan kerja control rasa malu dan penghindaran diri. Alkohol juga mempengaruhi penilaian
mental dan keterampilan motoric juga kesadaran.
Alkohol atau dapat disebut dengan khamr dengan kadar tertentu dapat menimbulkan efek
yang merugikan bagi penggunanya. Dalam ilmu kimia, alkohol adalah istilah yang umum bagi
senyawa organik apapun yang memiliki gugus hidroksil (-OH) yang terikat pada atom karbon,
dimana alkohol terikat pada atom hidrogen atau atom karbon lain. Dilihat dari gugus fungsinya,
alkohol memiliki banyak golongan. Golongan yang paling sederhana adalah metanol dan etanol
(Dewi, et al. 2022). Terdapat 2 jenis alkohol yang bersifat racun atau membahayakan bagi tubuh
manusia dalam kadar tertentu yakni Metil Alkohol (Metanol). Etil Alkohol (Etanol). Kedua jenis
alkohol tersebut biasanya terkandung dalam suatu minuman alkohol dan obat-obatan seperti salah
satunya obat batuk (Hani, 2020).
Menurut pendapat para ulama berdasarkan kajian hukum Islam, suatu benda atau
perbuatan dapat dikategorikan menjadi lima, yaitu halal, haram, syubhat, makruh, dan mubah.
Benda berupa makanan yang halal, umat muslim dianjurkan untuk memakannya, namun tidak
hanya halal saja, melainkan terdapat kategori lain yaitu baik, sebagaimana pada firman Allah
dalam surat Al Baqarah ayat 168 menjelaskan mengenai kehalalan suatu yang dikonsumsi (Dewi,
et al. 2022).
Alkohol atau khamr merupakan salah satu kandungan yang diharamkan oleh Allah SWT.
Minuman beralkohol adalah minuman yang mengandung etanol atau etil alkohol (C 2H5OH) yang
diproses dari bahan hasil pertanian yang mengandung karbohidrat dengan cara fermentasi dan
destilasi atau fermentasi tanpa destilasi (Lestari, 2016). Alkohol merupakan bahan berbahaya bagi
kesehatan hingga saat ini. Minuman yang berbahaya bagi kesehatan dilarang dalam ajaran agama
Islam, dan bahkan sedikit alkohol dalam makanan atau minuman akan membuat produk menjadi
haram. Majelis Ulama Indonesia (MUI) menetapkan bahwa kandungan alkohol dalam minuman
tidak boleh melebihi 1%, walaupun dalam fatwa MUI tahun 2018, obat beralkohol masih
diperbolehkan jika dalam keadaan terpaksa dan tidak adanya alternatif pilihan yang lain (dalam
keadaan darurat), dan dalam sudut pandang medis juga tidak membahayakan bagi kesehatan.
Alkohol juga berdampak pada kesehatan seperti
gangguan janin, di mana dapat menyebabkan pertumbuhan janin yang tidak normal,
sehingga wanita hamil harus berhati-hati dengan produk beralkohol (Rahem, 2019).
The European medicine agency (EMA) merekomendasikan produk obat herbal yang
mengandung alkohol harus menuliskan kandungan alkohol dalam kemasan dengan jelas (Neo at
al., 2017). Di Indonesia sendiri penggunaan alkohol dalam obat diatur oleh badan pengawas Obat
dan Makanan atau (BPOM). Aturan aturan penggunaan alkohol tersebut tertulis dalam Peraturan
Kepala Badan pengawas obat dan makanan Republik Indonesia (BPOM RI) Nomor HK
03.1.23.06.10.5166 tahun 2010 tentang kandungan alkohol pada obat obat tradisional suplemen
makanan dan pangan. Merujuk pada aturan tersebut produsen wajib mencantumkan kadar alkohol
dalam bentuk persen pada kemasannya kemasannya.
Artinya:
َيا َأُّيَها الَّناُس ُك ُلوا ِمَّم ا ِفي اَأْلْر ِض َح اَل اًل َطِّيًبا َو اَل َتَّتِبُعوا ُخ ُطَو اِت الَّش ْيَطاِن ۚ ِإَّنُه َلُك ْم َع ُد ٌّو ُم ِبيٌن
Artinya:
“Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di
bumi” (QS Al-Baqarah: 168)
َو َأْنِفُقوا ِفي َس ِبيِل ِهَّللا َو اَل ُتْلُقوا ِبَأْيِد يُك ْم ِإَلى الَّتْهُلَك ِةۛ َو َأْح ِس ُنواۛ ِإَّن َهَّللا ُيِح ُّب اْلُم ْح ِس ِنيَن
Artinya:
“Dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan” (QS Al-Baqarah
[2]: 195)
“Dan apabila aku sakit, Dialah Yang menyembuhkan aku [Qs al-Syu’ârâ (26):
80]
d. Pendapat Ulama
a) Pendapat Ibn Abbas
1) "Ibnu Abbas RA. berkata: diharamkan khamr karena zatnya, dan yang
memabukkan dari setiap minuman".
2) Menurut ketentuan syara' khamr adalah setiap minuman yang memabukkan, baik
terbuat dari perasan kurma, tebu, madu atau lainnya. (al-Majmu')
b) Pendapat Syaikh Khathib as-Syarbaini dalam Mughni al-Muhtaj bahwa makna Rijs
adalah najis.
“Kata “rijs” dalam terminologi syariat pada umumnya adalah “najis”, sebagaimana ijma’
ulama cenderung berpendapat demikian. Syaikh Abu Hamid al-Ghazali mendasarkan
(pendapatnya) bahwa khamr adalah najis berdasarkan ijma’ ulama, dan bahkan ada
kemungkinan merupakan ijma’ sahabat. Disebutkan dalam kitab al-Majmu’ bahwa imam
Rabi’ah, guru Fatwa tentang Penggunaan Alkohol/Etanol Untuk Bahan Obat 5 Komisi
Fatwa Majelis Ulama Indonesia imam Malik, berpendapat bahwa khamr tidaklah najis
(suci), dan sebagian ulama melansir pendapat tidak najisnya khamar dari al-Hasan dan al-
Laits. Dan pihak yang menyatakan khamr adalah najis beralasan bahwa jika khamr suci
maka hilanglah keraguan, karena minuman surga haruslah suci”.
“Dan ulama berbeda pendapat tentang batasan mabuk. Menurut Imam Abu Hanifah batasan
mabuk ialah hilangnya akal sehingga tidak bisa membedakan antara langit dan bumi dan
tidak bisa membedakan antara ibunya dan istrinya. Menurut ulama Syafi’iyah, batasan
mabuk ialah jika orang yang mabuk tersebut bicaranya tidak karuan sehingga tidak bisa
dipahami dan berjalan dengan sempoyongan. Sedangkan jika kondisinya lebih dari itu maka
orang tersebut telah sangat mabuk”. (al-Ahkam as-Sulthaniyah, Juz 1 hal. 462).
e) Pendapat Imam al-Nawawi dalam Kitab Al-Majmu’ tentang nabidz, yang belum
menjadi muskir
“Adapun jenis rendaman kismis yang kedua, maka selama kondisinya tidak berlebihan dan
tidak berubah menjadi memabukkan (maka boleh diminum). Hal itu seperti air yang
dimasukkan kedalamnya biji kurma atau kismis, atau madu atau yang sejenisnya, sehingga
membuatnya menjadi manisan. Jenis kedua ini, berdasarkan ijma’ adalah suci, boleh
diminum dan dijual. Sungguh, menurut mazhab kami dan jumhur, boleh meminumnya,
selama tidak berubah menjadi memabukkan, meskipun lebih dari tiga hari. Sementara Imam
Ahmad ra.berpendapat, tidak boleh (meminumnya) setelah tiga hari. (Al-Majmu’Syarh al-
Muhazzab, juz II, hlm. 565)
f) Pendapat Imam al-Mawardi mengenai definisi dan batasan mabuk sebagai berikut:
“Dan ulama berbeda pendapat tentang batasan mabuk. Menurut Imam Abu Hanifah batasan
mabuk ialah hilangnya akal sehingga tidak bisa membedakan antara langit dan bumi dan
tidak bisa membedakan antara ibunya dan istrinya. Menurut ulama Syafi’iyah, batasan
mabuk ialah jika orang yang mabuk tersebut bicaranya tidak karuan sehingga tidak bisa
dipahami dan berjalan dengan sempoyongan. Sedangkan jika kondisinya lebih dari itu maka
orang tersebut telah sangat mabuk”. (Al-Mawardi, al-Ahkam as-Sulthaniyah, Juz I, hlm.
462)
Kata-kata (pada hari ketiga yang terdapat dalam teks hadis) menunjukkan bahwa rendaman
kismis setelah tiga hari diduga kuat telah berubah menjadi memabukkan, sehingga diarahkan
untuk menjauhinya/tidak meminumnya. (Al-Syaukani, Nail al-Authar, jld 3, hlm, 183)
1) “Bahwa status najis tidaknya khamr terdapat perbedaan di antara ulama. Dan nabiz
menurut Imam Abu Hanifah adalah suci, demikian pula alkohol. Alkohol tidaklah
sama dengan khamr. Parfume Eropa tidak (hanya) berbahan alkohol saja, tapi di
dalamnya terdapat alkohol dan juga beberapa bahan lainnya yang suci. Sehingga
tidak ada alasan bagi pendapat yang menyatakan alkohol adalah najis, bahkan bagi
orang yang menyatakan najisnya khamr” (Fatawa Dar al-Ifta’ al-Mishriyyah, juz
VIII, hlm. 413)
2) “Alkohol terdapat di banyak bahan makanan dan minuman dengan kadar yang
berbeda-beda. Alkohol itu bukanlah zat yang kotor, karena ia dipergunakan untuk
bahan pembersih.. dan seringnya alkohol dipakai untuk kepentingan medis,
kebersihan dan lainnya menjadikan pendapat yang menajiskan alkohol sebagai
sesuatu yang berat, dan itu bertentangan dengan nash al-Quran”(Fatawa Dar al-
Ifta’ al-Mishriyyah, juz VIII, hlm. 413)
3) “Saya telah menjelaskan secara rinci alasan perbedaan pendapat terhadap najis-
tidaknya alkohol. Walaupun semua ulama sepakat bahwa alkohol haram diminum
tapi dalam hal najis-tidaknya para ulama berbeda pendapat, termasuk minyak
wangi yang tercampur alkohol. Dengan alasan sering dipakainya alkohol dalam
medis, kebersihan, minyak wangi, dan sebagainya maka menurut saya lebih
meringankan apabila memakai pendapat yang menyatakan alkohol tidak najis.
Dengan begitu alkohol disamakan dengan zat beracun yang membahayakan. Dan
jika alkohol difungsikan sama dengan khamr, maka dalam hal inipun para ulama
tidak semua sepakat tentang kenajisan khamr, khususnya yang terbuat dari selain
perasan anggur.”(Athiyyah Shaqar, al-Islam wa Masyakil al-Hayah, hlm. 45)
e. Mazhab Penggunaan Etanol
Berdasarkan pandangan 4 mazhab mengenai penggunaan alkohol pada obat batuk
terdapat beberapa perbedaan pendapat dalam keempat pandangan tersebut. Sebagaimana
dijelaskan yaitu:
1) Imam Syafi’i
Ulama dari kalangan mazhab Syafi'i berpendapat bahwa haram hukumnya
berobat jika hanya dengan khamr atau alkohol murni, tanpa dicampur dengan bahan
lain, di samping memang tidak ada bahan lain selain bahan campuran alkohol tersebut.
Disyaratkan pula bahwa kebutuhan berobat dengan campuran alkohol itu harus
berdasarkan petunjuk atau informasi dari dokter muslim yang ahli di bidang itu (Dewi,
et al. 2022).
Fatwa MUI yang menyatakan bahwa khamr adalah minuman yang mengandung
alkohol lebih dari 1 %, jika fatwa ini menjadi acuan dengan alasan obat yang
Mengandung unsur alKohol lebih dari 1 %, maka banyak obat obatan yang berbentuk
sirup yang tidak layak diperjual belikan sebab unsurnya tidak halal. Selama obat-obatan
yang berbentuk sirup yang mengandung alkohol sebagai bahan pelarut itu masih belum
ditemukan bahan pelarut lain selain alkohol, maka hukumnya sah untuk dikonsumsi
bahkan penjualannya pun sah, mengikuti pada bahannya yang dianggap manfaat Jadi
dalam hal ini saat alkohol untuk pelarut saja maka hukum qiasnya mubah terutama
untuk obat dan tidak untuk memabukkan bagi si pengguna terutama untuk obat batuk
yang digunakan untuk bahan pengawet saja bukan untuk minum yang memabukkan.
2) Imam Maliki
Syari’at Islam yang ada dalam teks al-Qur’an dan as-Sunnah sangat terbatas dan
universal. Sehingga membutuhkan interpretasi terhadap keumuman teks tersebut, karena
hukum Islam selalu berkembang seiring dengan perkembangan zaman, kondisi, serta
tertentu hukum Islam itu harus bersifat fleksibel. Sedangkan proses untuk menyerap
perkembangan dan menetapkan hukum Islam terhadap problematika baru diperlukan
sebuah usaha yang keras atau biasa kita sebut dengan Ijtihad. Ijtihad dapat berupa
penetapan hukum terhadap permasalahan-permasalahan baru yang belum ada ketentuan
hukumnya atau penetapan hukum baru untuk menggantikan hukum lama yang sudah
tidak sesuai dengan keadaan dan kemaslahatan umat manusia sekarang ini. Imam maliki
mengkiaskan bahwa yang membolehkan penggunaan alkohol dalam memahami ayat
dari surat Al Baqarah ayat 168 hanya mengharamkan yang banyak saja tanpa
mengharamkan yang sedikit. Sedangkan hukum syara’ sudah menjelaskan bahwa
madharatnya lebih besar dibandingkan dengan manfaatnya. Maka, baik mengkonsumsi
alkohol sedikit atau banyak hukumnya haram (Dewi, et al. 2022).
Perkataan Imam Malik memang sesuai dengan hadis yang diriwayatkan dari Abu
Hurairah:
Artinya: dari Abdurahman bin Ghonmin berkata: telah dikabari dari Abu Amir
atau Abu Malik al Asyari mendengar bahwa Nabi berkata:akan menjadi sebagian dari
ummatku menghalalkan farji wanita, kain sutra, minuman keras dan alat musik (HR.
Bukhori)
Kalangan maliki menjelaskan dari bahwa makna yang terkandung dalam hadis
tersebut adalah bahwa mengkonsumsi sesuatu yang memiliki illat memabukan apabila
digunakan banyak, maka yang sedikit juga haram. Ulama’ yang membolehkan
mengonsumsi alkohol yang sedikit dan menyebabkan mabuk menjadikan ayat tersebut
sebagai dasar kebolehan, karena mengedepankan dari segi manfaatnya. Dengan hadis
tersebut kiranya dapat mempertegas bahwa yang menjadikan keharaman alkohol karena
dapat menutupi akal manusia, dan yang memiliki illat dapat memabukan sedikit
walaupun tidak memabukkan maka tetap haram hukumnya dikonsumsi (Hani,
2020).Imam Hanafi
Imam Abu Hanifah juga berpendapat khamar itu pasti mengandung alkohol dan
haram; namun alkohol belum tentu khamar. Sekelompok fuqaha dan sebagian ulama
fiqh Mazhab Hanafi yang berpendapat bahwa alkohol adalah najis, menyatakan tidak
boleh memakai wangi-wangian atau parfum yang bercampur alkohol. Apabila pakaian
yang dikenai parfum dipakai untuk shalat, maka shalatnya tidak sah. Ulama fiqh seperti
Abi Ibrahim Ismail bin Yahya al Muzani dan fuqaha kontemporer mazhab Hanafi
berpendapat bahwa alkohol bukan najis. Alasannya, tidak mesti sesuatu yang
diharamkan itu najis, banyak hal yang diharamkan dalam syara‟ tetapi tidak najis.
Kalaupun hal tersebut najis, ia tidak termasuk dalam najis 'aini, tetapi hanya najis hukmi
(Hani, 2020).
Mazhab Hanafi membolehkan berobat dengan sesuatu yang diharamkan
(termasuk khamr, nabiz, dan alkohol), dengan syarat diketahui secara yakin bahwa pada
benda tersebut benar-benar terdapat obat (sesuatu yang dapat menyembuhkan), dan
tidak ada obat lain selain itu (Hani, 2020).
3) Imam Hambali
Penggunaan alkohol sebagai bahan minuman sekarang ini sudah tidak asing di
telinga masyarakat. Namun, dewasa ini alkohol banyak digunakan untuk kebutuhan
yang bersifat pengobatan. Kegunaanya sangat membantu para medis di dalam
melakukan pengobatan kepada pasien. Berobat dengan sesuatu yang haram maka
hukumnya haram kecuali dalam kondisi darurat. Allah Swt berfirman sebagai berikut:
Artinya: mengapa kamu tidak mau memakan (binatang-binatang yang halal) yang
disebut nama Allah ketika menyembelihnya, Padahal Sesungguhnya Allah telah
menjelaskan kepada kamu apa yang diharamkan-Nya atasmu, kecuali apa yang terpaksa
kamu memakannya. dan Sesungguhnya kebanyakan (dari manusia) benar benar hendak
menyesatkan (orang lain) dengan hawa nafsu mereka tanpa pengetahuan. Sesungguhnya
Tuhanmu, Dia-lah yang lebih mengetahui orang-orang yang melampaui batas (QS. al-
An’am: 119).
Harmy Mohammad Yusuf menyatakan bahwa, darurat dalam berobat dengan
menggunakan sesuatu yang asalnya diharamkan itu dibolehkan. Masalah ini mengacu
pada Qawa’id al-Fiqhiyat yang menyatakan bahwa, “al-Darurat Tubih al-Mahdura.”
Berobat masuk dalam kondisi darurat, dimana jiwanya dalam keadaan terancam,
sehingga dalam keadaan seperti ini, menggunakan obat terlebih dahulu mengedepankan
yang halal. Namun, jika ternyata harus menggunakan yang haram, maka illat darurat
inilah yang membolehkannya, karena islam adalah agama yang mudah bagi umatnya
(Harmy, 2013).
Ulama’ menyepakati bahwa dharurat dalam keperluan tidak adanya makan dan
minum yang halal, maka makanan yang haram tersebut menjadi halal. Sedangkan
masalah yang masih menjadi perdebatan dikalangan ulama’ adalah berobat dengan
sesuatu yang haram, karena tidak ada obat lain yang halal (Dewi, et al. 2022).
Menurut empat Imam Mazhab (Imam Hanafi, Imam Maliki, Imam Syafi,i dan
Imam Hambali) sepakat bahwa alkohol adalah najis sama seperti khamar karena sama-
sama memabukkan. Berpegang kepada Al-Qur’an Surah Al-Maidah ayat 90, yang mana
menyebutkan bahwa khamar termasuk rijs atau najis. Bahkan sebagian ulama dari
mazhab Imam Hanafi menegaskan bahwa pakaian yang terkena alkohol sekalipun
sedikit maka tidak boleh digunakan untuk shalat karena tidak sah atau batal. Namun
berdasarkan penelaahan masalah ini mengacu pada Qawa’id al-Fiqhiyat yang
menyatakan bahwa, “al-Darurat Tubih al-Mahdura.” Berobat masuk dalam kondisi
darurat, dimana jiwanya dalam keadaan terancam, sehingga dalam keadaan seperti ini,
menggunakan obat terlebih dahulu mengedepankan yang halal. Namun, jika ternyata
harus menggunakan yang haram, maka illat darurat inilah yang membolehkannya atau
hukum islamnya mubah. Obat batuk sirup yang mengandung alkohol itu diperbolehkan
atau mubah, namun obat tersebut perlu dipastikan tidak mengandung ketergantungan
mengkonsumsi obat tersebut serta tidak memabukkan dan hanya untuk penyembuhan
saja (Hani, 2020),
Secara etimologi khamr diambil dari bahasa arab yaitu dari kata khamra (مخر - (yakhmuru
ِم
atau )ُمِخْرyakhmiru ( – ي أو ُر َخ ْ َيKhamran (( مخراyang berarti tertutup, terhalang, atau tersembu
nyi. Dari kata inil pulalah diambil istilah untuk kain yang menutupi aurat wanita yakni khimar a
tau yang lebih sering disebut di Indonesia dengan istilah jilbab walaupun kedua penutup ini berb
eda secara zahirnya.
Secara terminologi, khamr adalah segala sesuatu yang memabukkan dan dapat merusak ak
al, namun ulama fiqh berbeda-beda dalam memberikan definisi khamr. Jumhur ulama mengartik
an khamr dengan “setiap minuman yang didalamnya terdapat zat yang memabukkan”. Imam Ha
nafi menyatakan bahwa khamr adalah “sebagai nama (sebutan) untuk jenis minuman yang dibua
t dari perasan anggur yang sudah dimasak sampai mendidih serta mengeluarkan buih dan kemud
ian menjadi bersih kembali”. Sedangkan menurut syariat, khamr berarti semua yang memabukk
an baik berupa perasan anggur, kurma, tepung gandum, sya’ir, dzurrah, atau cairan anggur yang
menggelegak, sangat pekat dan berbuih. Dinamakan khamr karena ia dibiarkan sampai berEtano
l, serta karena ia menghilangkan akal dan menutupinya, atau karena ia mengacaukan akal (Mahr
an J, 2005).
Khamr termasuk barang yang munkar, karena dapat melenyapkan akal. Apabila khamr dik
onsumsi oleh seseorang, maka khamr akan merusak kesehatan, mengendalikan kehendaknya, ha
wa nafsu akan menguasai dirinya sehingga sangat sulit bagi dia untuk meninggalkan minuman it
u. Ketika khamr sudah digunakan secara luas dikalangan orang Arab sebelum datangnya Islam
dan pada saat permulaan Islam maka Allah SWT atas kehendaknya menetapkan pengharaman K
hamr secara bertahap. Allah menurunkan pengharaman itu dalam ayat Al-Qur’an Al-Karim, yait
u:
Pertama, Q.S Al-Nahl [16]: 67
َو ِم ن َمَثَٰر ِت ٱلَّنِخ يِل َو ٱَأْلْع َٰنِب َتَّتِخ ُذ وَن ِم ْنُه َس َك ًر ا َو ِر ْز ًقا َح َس ًناۗ ِإَّن ىِف َٰذ ِلَك َل َءاَيًة ِّلَق ْو ٍم َيْع ِق ُلوَن
Artinya: “Dan dari buah korma dan anggur, kamu buat minuman yang dan rezeki yang baik. Ses
ungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda (kebesaran Allah) bagi ora
ng yang memikirkan.”
Kedua, QS Al-Baqarah [2]: 219
َيْس َٔـُلْو َنَك َعِن اَخْلْم ِر َو اْلَم ْيِس ِۗر ُقْل ِفْيِه َم ٓا ِاٌمْث َك ِبْيٌر َّو َم َناِفُع ِللَّناِۖس َو ِاُمْثُه َم ٓا َاْك َبُر ِم ْن َّنْف ِعِه َم ۗا َو َيْس َٔـُلْو َنَك َم اَذا ُيْنِف ُقْو َن
الّٰل َلُك اٰاْلٰيِت َل َّلُك َف َّك َۙن َۗو ٰذ ِل
َع ْم َتَت ُر ْو ۗە ُقِل اْلَعْف َك َك ُيَبُنِّي ُه ُم
Artinya: “Mereka bertanya kepadamu (Muhammad) tentang Khamr dan judi. Katakanlah:
“Pada keduanya itu terdapat dosa besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi do
sa keduanya lebih besar dari manfaatnya”. Dan mereka bertanya kepadamu apa yang
mereka nafkahkan. Katakanlah: “yang lebih dari keperluan.” Demikian Allah menera
ngkan ayat-ayatnya kepadamu supaya kamu berfikir.”
اَهْلَر ُم (رواهأبو، َتَد اَو ْو ا َفِإَّن الَّلَه َعَّز َو َج َّل ْمَل َيَض ْع َد اًء ِإاَّل َو َض َع َلُه َدَو اًء َغْيَر َد اٍء َو اِح ٍد
" َأَّن َطاِر َق ْبَن ُس َو ْيٍد اُجْلْع ِف َّي َر ِض َي اُهلل َعْنُه َس َأَل الَّنَّيِب َصَّلى الَّلُه َعَلْيِه َو َس َّلَم َعِن اَخْلْم ِر َفَنَه اُه َأْو
ِب ٍء ِك ِإ ِل ِء ِإ
" َّنُه َلْيَس َد َو ا َو َل َّنُه َد اٌء: َفَق اَل، " َمَّنا َأْص َنُعَه ا لَّد َو ا: َفَق اَل، َك ِر َه َأْن َيْص َنَعَه ا
Artinya: “Sesungguhnya Thariq bin Suwaid al-Ju’fiy R.A bertanya kepada Nab
i SAW tentang Khamr, kemudian Nabi melarangnya untuk membuat
nya. Kemudian dia berkata: sesungguhnya saya membuatnya untuk o
bat. Kemudian Nabi SAW bersabda: “Sesunggunya (khamr) itu buka
n obat, melainkan penyakit”. (HR. Muslim)
َلَعَن الَّلُه اَخْلْم َر َو َش اِر َبَه ا َو َس اِقَيَه ا َو َباِئَعَه ا َو ُمْبَتاَعَه ا َو َعاِص َر َه ا َو ُمْع َتِص َر َه اَو َح اِم َلَه ا
)ُك ُّل ُمْس ِكٍر ْمَخٌر َو ُك ُّل ُمْس ِكٍر َح َر اٌم (رواه مسلم عن ابن عمر
Artinya: “Semua yang memabukkan adalah khamr dan semua yang memabukk
an adalah haram. (HR. Muslim dan Ibnu Umar, sebagaimana dalam
Kitab Shahih Muslim juz 3 halam 1587, hadis nomor 2003).
َم ا َأْس َك َر َك ِثريه َفَق ِليله َح َر ام (رواه أمحد وأبو داود والرتمذي والنسائي وابنماجة وابن حبان
)وحسنه الرتمذي
Artinya “Sesuatu yang jika banyak memabukkan, maka meskipun sedikit adala
h haram.” (HR Ahmad, Abu Daud, Tirmidzi, Nasai, Ibnu Majah, dan
Ibnu Hibban. Perawi dalam sanad Hadis ini terpercaya, dan at-Tirmid
zi menganggapnya hasan).
Pendapat Ulama mengenai Etanol, antara lain:
َو َأَّن الَّنِبيَذ َطاِه ُر ِعْنَد َأيِب َح ِنيَفَة َو ِفْيِه الُك ُح وُل، َأَّن اَخلْم َر ْخُمَتَلُف يِف َحَناَس ِتَه ا ِعْنَد ُعَلَم اِء اْلُمْس ِلِم َني
َو ِإَمَّنا ُيوَج ُد ِفيَه ا الُك ُح وُل، َو َأَّن اَأْلْع َطاَر اِإل ْفِر ِحن َّيَة َلْيَس ْت ُك ُحْو ًال،َو َأَّن الُك ُح وَل َلْيَس ْمَخرًا،َقْطًعا
ِئِل ِع ِت ِل ِه ِم
َو َأَّنُه اَل َو ْجَه ْلَق ْو ِل ِبَنَج اَس َه ا َح ىَّت ْنَد اْلَق ا َني، َك َم ا ُيْو َج ُد يِف َغِرْي َه ا ن اْلَمَو اِّد الَّطا َر ِة باِإل َمْجاِع
ِبَنَج اَس ِة اَخْلْم ِر
Artinya: ... Bahwa status najis tidaknya Khamr terdapat perbedaan di antara ula
ma. Dan nabiz menurut Imam Abu Hanifah adalah suci, demikian pul
a Etanol. Etanol tidaklah sama dengan Khamr. Parfume Eropa tidak
(hanya) berbahan Etanol saja, tapi di dalamnya terdapat Etanol dan ju
ga beberapa bahan lainnya yang suci. Sehingga tidak ada alasan bagi
pendapat yang menyatakan Etanol adalah najis, bahkan bagi orang ya
ng menyatakan najisnya Khamr” (Fatawa Dar al-Ifta’ al-Mishriyyah,
juz VIII, hlm. 413)
ٍر ِئ ِة ِب ٍب ِو ٍة يِف ِثٍري ِم
َأِلَّنُه ُيْس َتْع َم ُل، َو ُه َو َغْيُر ُمْس َتْق َذ، َو اْلُك ُح وُل َمْو ُج وٌد َك َن اْلَمَو اِّد اْلَغَذ ا َّي َنَس ُمَتَف ا َت
ُش ُع اْس ِتْع اِلِه يِف اَأْلْع اِض الَّط َّيِة الَّنَظاَفِة َغِرْي َه ا ْجَي اْلَق َل ِبَن ا ِتِه ِم اِب... ِلْلَتْطِهِري
َعُل ْو َج َس ْن َب َو َب َو َر َم َو ُيْو
ْنِف ِبَن اْلُق آِن
َو ُه َو َم ٌّي ٌض ْر، اَحْلَر ِج.
Artinya: “Etanol terdapat di banyak bahan makanan dan minuman dengan kada
r yang berbeda-beda. Etanol itu bukanlah zat yang kotor, karena ia di
pergunakan untuk bahan pembersih dan seringnya Etanol dipakai unt
uk kepentingan medis, kebersihan dan lainnya menjadikan pendapat
yang menajiskan Etanol sebagai sesuatu yang berat, dan itu bertentan
gan dengan nash al-Quran” (Fatawa Dar al-Ifta’ al-Mishriyyah, juz V
III, hlm. 413).
6. Hukum Penggunaan Etanol dalam Hand Sanitizer
Berdasarkan Fatwa Majelis Ulama Indonesia Nomor: 40 Tahun 2018 Tentang Peng
gunaan Etanol/Etanol untuk Bahan Obat, penggunaan Etanol/Etanol hukumnya boleh/m
ubah digunakan, asal Etanol tersebut bukan berasal dari hasil industri Khamr, tetapi bera
sal dari hasil sintesis kimiawi ataupun hasil industri fermentasi non Khamr, dengan syara
t tidak membahayakan bagi kesehatan, tidak ada penyalahgunaan, aman dan sesuai dosis,
dan tidak digunakan secara sengaja untuk mabuk.
Etanol yang boleh digunakan menurut Fatwa MUI di atas haruslah berasal dari indu
stri bukan Khamr, yaitu Etanol hasil dari etilena (metode hidrasi etilena) dengan persama
an reaksi berikut: di mana etilena dibuat dengan mereaksikan Kalsium Karbida (CaC 2) d
engan air.
Saat ini hand sanitizer berbasis Etanol masih dinilai sebagai cara yang paling cepat
dan efektif menonaktifkan berbagai mikroorganisme yangberpotensi berbahaya di tanga
n. Formulasi yang disarankan oleh WHO adalah Etanol 80% dan Etanol 96% (WHO, 20
20). Etanol 70% yang umum digunakan pada produk hand sanitizer umumnya berfungsi
sebagai antiseptik yang dapat membunuh bakteri dan virus. Etanol yang terdapat pada h
and sanitizer akan memecah lemak yang merupakan komponen utama suatu mikroorgan
isme. Etanol akan bereaksi dengan mendenaturasi protein dengan cara dehidrasi serta me
larutkan lemak akibatnya membran sel rusak dan enzimenzim diinaktifkan Etanol (Susat
yo, 2016).
Penelitian yang dilakukan Srikartika, dkk (2016) membuktikan bahwa suatu produk
hand sanitizer dengan kandungan Etanol 70% dapat mengurangi jumlah pertumbuhan ku
man dengan persentase lebih dari 60% dalam waktu 30 detik dan dapat mencapai persent
ase 70% dalam waktu 1 menit. Hal ini dinilai cukup efektif dalam pengurangan jumlah p
ertumbuhan kuman dibandingkan hand sanitizer dengan kandungan Etanol 51% yang ha
nya dapat membunuh kuman dengan persentase 50% dalam waktu 30 detik dan mencapa
i 60% dalam waktu 1 menit. Berdasarkan penelitian ini dapat diketahui semakin besar ko
nsentrasi Etanol maka semakin besar kemampuan dalam mengganggu proses metabolis
me bakteri dan menyebabkan semakin besar daya hambat pertumbuhan kuman.
Penggunaan hand sanitizer mulai merebak dengan adanya wabah virus Covid-19, di
mana menjadi alternatif terpraktis dalam menjaga kebersihan tangan. Terutama bagi mas
yarakat yang berhubungan dengan fasilitas atau transportasi publik. Hal tersebut dapat m
engakibatkan pembuatan hand sanitizer menjadi semakin banyak macam variasinya, dari
masyarakat sampai kampus-kampus mereka membuat hand sanitizer dengan memanfaat
kan bahan alami yang berada disekitaran lingkungan, selain lebih murah bahan yang dig
unakan lebih aman khususnya kulit. Karena terlalu sering menggunakan hand sanitizer d
engan kandungan Etanol tanpa diberikan pelembab membuat kulit menjadi kering sampa
i iritasi. Sehingga dari hasil pengamatan, UNS membuat hand sanitizer.
Hand sanitizer digunakan untuk penggunaan luar sehingga Etanol yang terkandung
tidak diminum, tetapi digunakan di permukaan tangan dan akan menguap segera setelah
diaplikasikan. Oleh karena itu, Etanol tersebut tidak menimbulkan efek memabukkan da
n tidak berbahaya untuk akal maupun organ tubuh manusia. Kendati demikian, upaya pe
ncarian bahan alternatif lain pengganti Etanol tetap perlu dilakukan demi kenyamanan da
n ketenangan umat muslim. Penelitian mengenai bahan aktif alami pengganti Etanol mul
ai banyak dilakukan, tetapi dalam proses ekstraksi bahan aktifnya masih menggunakan E
tanol. Sampai sejauh ini, Etanol sebagai bahan aktif masih dinilai sebagai metode paling
efektif dalam membunuh bakteri dan kuman. Majelis Ulama Indoneia (MUI) menyataka
n bahwa penggunaan Etanol untuk bahaan obat, hukumnya boleh atau mubah digunakan,
asal alkohol terebut bukan berasal dari industri Khamr, tetapi berasal dari hasil sintesis k
imiawi yang tidak memabukkan.
D. PARFUM BERALKOHOL
1. Pengertian Parfum dan Alkohol
Secara umum parfum adalah campuran minyak esensial dan senyawa aroma, figsatif, dan
pelarut yang digunakan untuk memberikan bau wangi untuk tubuh manusia, objek, atau ruangan.
Sedangkan parfum menurut kamus Ilmiah Populer adalah zat pewangi tubuh, wewangian. (Barry,
2013). Dalam perspektif Islam atau kamus besar lainnya secara umum tidak ada pengertian
parfum beralkohol secara spesifik. Dua kata itu mempunyai dua pengertian tersendiri. Alkohol
asalnya dari bahasa arab yaitu alghaul atau al khuhul. (Shihab, 2002).
Parfum pertama kali digunakan sebagai bagian dari ritual keagamaan. Orang kuno
membakar kemenyan maupun resin, gom, dan kayu wangi lain pada upacara keagamaan mereka.
Kata parfum berasal dari kata Latin per (lewat) dan fumus (asap). Orang Mesir kuno (3000 SM)
merendam kayu dan resin wangi dalam minyak atau air, dan mengoleskan air itu dalam tubuh.
Cairan ini juga digunakan dalam balzam untuk jenajah. Berabad-abad sesudah itu pembuatan
parfum merupakan seni orang Timur, yang dibawa ke Inggris dan Perancis pada awal abad ke-13
oleh pejuang Perang Salib. Minyak nilam dengan bau khas digunakan untuk mengawetkan kain
dari wol dari India. Kebiasaan ini ditiru di Eropa pada abad ke-18. Pada abad ke-19 mulai
digunakan bahan kimia sintetis dalam pembuatan parfum. Dalam abad ke-20 hingga sekarang
Paris dan Perancis tersohor sebagai pusat parfum.
1. Jenis-Jenis Parfum
a. Eau Fraiche Eau Fraiche adalah jenis parfum yang paling ringan di antara semuanya,
mengandung 1% hingga 3% perfume oil. Biasanya wangi bertahan kurang dari satu jam.
Namun, kita bisa akali dengan trik untuk jaga wanginya tahan lama.
b. Eau de Cologne Meski biasa diidentikkan dengan aroma laki-laki, jenis ini pada dasarnya
bersifat universal dengan aroma yang ringan, segar, dan fruity. Kandungan perfume oil
sebanyak 2% hingga 4% dan bertahan selama 2 jam.
c. Eau de Toilette Mengandung 5% sampai 15% perfume oil, eau de toilette adalah jenis yang
memiliki kekuatan dan ketahanan aroma yang sedang. Wanginya bertahan hingga 3 jam.
d. Eau de Parfum Konsentrasi perfume oil-nya sebanyak 15% hingga 20%, membuat wanginya
tahan hingga 8 jam.
e. Parfume Jenis ini memiliki wangi yang paling tahan lama, sekaligus harga yang paling
mahal. Teksturnya lebih oil dibanding jenis parfum lainnya. Tidak lain karena kandungan
parfum murninya hingga 20% - 30%. Tidak heran bila wanginya bertahan hingga 24 jam.
Namun bagaimana dengan pandangan orang banyak yang mengatakan bahwa, alkohol
yang terkandung dalam parfum sama dengan alkohol yang terkandung dalam khamar oleh
sebagian orang yang menghukumi haramnya parfum beralkohol, karena mengira bahwa alkohol
yang terdapat dalam parfum adalah khamar yaitu, minuman yang dilarang dalam Islam mau
diminum cuma setetes atau cuma setengah ember pun sama-sama haram.
ٰٓيَاُّيَها اَّلِذ ْيَن ٰا َم ُنْٓو ا ِاَّنَم ا اْلَخ ْم ُر َو اْلَم ْيِس ُر َو اَاْلْنَص اُب َو اَاْلْز اَل ُم ِر ْج ٌس ِّم ْن َع َمِل الَّش ْيٰط ِن َفاْج َتِنُبْو ُه َلَع َّلُك ْم
ُتْفِلُحْو َن
“Wahai orang-orang yang beriman! Sesungguhnya minuman keras, berjudi, (berkurban untuk)
berhala, dan mengundi nasib dengan anak panah, adalah perbuatan keji dan termasuk perbuatan
setan. Maka jauhilah (perbuatan-perbuatan) itu agar kamu beruntung”
َيْس َٔـُلْو َنَك َع ِن اْلَخ ْم ِر َو اْلَم ْيِس ِۗر ُقْل ِفْيِهَم ٓا ِاْثٌم َك ِبْيٌر َّو َم َناِفُع ِللَّناِۖس َو ِاْثُم ُهَم ٓا َاْك َبُر ِم ْن َّنْفِع ِهَم ۗا َو َيْس َٔـُلْو َنَك َم اَذ ا
ُيْنِفُقْو َن ۗە ُقِل اْلَع ْفَۗو َك ٰذ ِلَك ُيَبِّيُن ُهّٰللا َلُك ُم اٰاْل ٰي ِت َلَع َّلُك ْم َتَتَفَّك ُرْو َۙن
“Mereka bertanya kepadamu (Nabi Muhammad) tentang khamar dan judi. Katakanlah, “Pada
keduanya terdapat dosa besar dan beberapa manfaat bagi manusia. (Akan tetapi,) dosa keduanya
lebih besar daripada manfaatnya.” Mereka (juga) bertanya kepadamu (tentang) apa yang mereka
infakkan. Katakanlah, “(Yang diinfakkan adalah) kelebihan (dari apa yang diperlukan).”
Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu agar kamu berpikir”
Alkohol merupakan komponen kimia terbesar setelah air yang terdapat pada minuman
keras, akan tetapi alkohol bukan satu-satunya senyawa kimia yang dapat menyebabkan mabuk,
karena banyak senyawa-senyawa lain yang terdapat pada minuman keras yang juga bersifat
memabukkan jika diminum pada konsentrasi cukup tinggi. Secara umum, golongan alkohol
bersifat narcosis (memabukkan), demikian juga komponen-komponen lain yang terdapat pada
minuman keras seperti aseton, beberapa ester. Secara umum, senyawa-senyawa organik
mikromolekul dalam bentuk murni juga bersifat racun. Namun alkohol tidaklah sama atau tidak
identik dengan khamar. Karena orang tak akan sanggup meminum alkohol dalam bentuk murni.
Sebagaimana dalam kandungannya Etanol C2H5OH dan Methanol CH3OH adalah jenis alkohol
yang biasa digunakan untuk mencairkan beberapa jenis zat, untuk parfum dan bahan bakar, sangat
beracun sehingga bisa mengakibatkan kematian.
Menurut Fatwa Dsn MUI No 11, Th. 2019 menyatakan bahwa alkohol itu dibedakan
antara alkohol yang berasal dari industri khamar dan alkohol yang bukan dari industri khamar.
Jika alkohol dari industri khamar, para ulama MUI sepakat dihukumi haram dan najis. Sedangkan
alkohol yang bukan dari indsutri khamar, jika dipakai sebagai bahan penolong dan tidak
terdekteksi dalam produk akhir, maka ia boleh digunakan, tidak bernajis. Dalam aspek
aplikatifnya pada parfum, jika menggunakan alkohol dari indsutri khamar, maka ia dihukumi
bernajis, bahkan bukan hanya untuk parfum, untuk proses dalam makanan, minuman, kosmetika,
dan obat-obatan hukumnya haram apabila secara medis membahayakan. (LPPOM MUI)
Disini kami mengatakan bahwa alkohol adalah senyawa kimia, sedangkan khamar adalah
karakter suatu bahan makanan, minuman atau benda yang dikonsumsi dan ditujukan untuk hal
yang memabukkan. Sebagaimana dalam firman Allah SWT dalam surah al-Maidah diatas. Pada
ayat ini juga Allah SWT menjelaskan bahwa khamar, judi, berhala, mengundi nasib dengan panah
adalah rijs. Kata rijs bisa berarti najis. Namun najis pada ayat ini adalah najis secara maknawi,
bukan bendanya bersifat najis. Hal ini ditunjukkan dengan penyatuan keempat perkara di atas, di
mana keempat perkara ini memiliki satu sifat yang sama yaitu rijs. (Yaqub, 2009) Kita telah
ketahui bersama bahwasanya judi, berhala dan panah itu bukanlah benda najis, namun ketiganya
najis secara maknawi, maka begitu pula dengan khamar (alkohol), maka ia pun najis namun
secara maknawi (perbuatannya yang keji) bukan benda atau zatnya. Oleh sebab itu definisi
khamar tidak terletak pada sub kimianya, tapi definisinya terletak pada efek yang dihasilkannya,
yaitu al-iskar (memabukkan). Maka benda apapun yang kalau dimakan atau diminum akan
memberikan efek mabuk, dikategorikan sebagai khamar. Namun bagaimana halnya dengan
makanan seperti buah-buahan, dll yang telah peneliti contohkan di atas, kenapa tidak pernah
disebut bahwa makanan itu haram karena mengandung alkohol, padahal secara jelas kita
mengkonsumsinya. Definisinya segala benda yang memberikan efek iskar, maka ganja, opium,
drug, mariyuana dan sejenisnya, tetap bisa dimasukkan sebagai khamar padahal benda itu malah
tidak mengandung alkohol. Jika senyawa alkohol murni dikonsumsi, tentu bukan hanya efek al-
iskar (mabuk) saja yang dihasilkan, melainkan efek mati, karena alkohol murni tersebut selain
memiliki efek memabukan tingkat tinggi juga memiliki zat-zat yang bersifat racun. Lain halnya
dengan khamar, tentunya khamar bersifat al-iskar (mabuk) jika mengkonsumsinya baik sedikit
maupun banyak, selain itu zat yang terkandung di dalam khamar tersebut selain alkohol masih
banyak zat-zat lain yang memang disifatkan untuk minuman keras (khamar) tentunya
Merujuk pada pendapat beberapa ulama bahwa minyak wangi yang mengandung alkohol
sama hukumnya dengan najis atau kotoran sehingga jika digunakan setetes pun maka hukumnya
haram sama seperti minuman beralkohol atau minuman keras. Sebagaimana pendapat dari Asy
Syaikh Ibnu Baz yang menyebutkan bahwa sesuatu yang dicampur alkohol tidak boleh digunakan
dalam tujuan apapun meskipun kadar alkoholnya rendah. Dalam artian meskipun kadarnya
rendah sifat alkohol tetaplah sama dan haram hukumnya misalnya, jika mencampur 1 ml alkohol
dalam 10 liter air. Sebagaimana hadis Rasulullah SAW berikut :
Ulama Asy Syaikh Ibnu Baz menyimpulkan bahwa minyak wangi yang mengandung
alkohol tidak boleh digunakan baik laki-laki maupun oleh wanita atau haram hukumnya, sebab
menurut pendapat para ahli atau dokter, minyak wangi tersebut mengandung alkohol yang dapat
memabukkan. Meskipun demikian jika kadar alkohol dalam minyak wangi sangat rendah dan
tidak memabukkan maka diperbolehkan menggunakannya karena tidak ada hukum yang
melarangnya. Dan ulama tersebut lebih jelasnya menyatakan bahwa pada mulanya minyak wangi
yang digunakan manusia halal hukumnya kecuali adanya suatu penghalang yakni najis dan
semacamnya atau dalam hal ini termasuk alkohol. (Yaqub, 2009)
ٰٓيَاُّيَها اَّلِذ ْيَن ٰا َم ُنْٓو ا ِاَّنَم ا اْلَخ ْم ُر َو اْلَم ْيِس ُر َو اَاْلْنَص اُب َو اَاْلْز اَل ُم ِر ْج ٌس ِّم ْن َع َمِل الَّش ْيٰط ِن َفاْج َتِنُبْو ُه َلَع َّلُك ْم
ُتْفِلُحْو َن
َٰط
ِإَّنَم ا ُيِر يُد ٱلَّش ْي ُن َأن ُيوِقَع َبْيَنُك ُم ٱْلَع َٰد َو َة َو ٱْلَبْغ َض ٓاَء ِفى ٱْلَخ ْم ِر َو ٱْلَم ْيِس ِر َو َيُص َّد ُك ْم َعن ِذ ْك ِر ٱِهَّلل َو َع ِن
ٱلَّص َلٰو ِةۖ َفَهْل َأنُتم ُّم نَتُهوَن
90. “Wahai orang-orang yang beriman! Sesungguhnya minuman keras, berjudi, (berkurban
untuk) berhala, dan mengundi nasib dengan anak panah, adalah perbuatan keji dan termasuk
perbuatan setan. Maka jauhilah (perbuatan-perbuatan) itu agar kamu beruntung”
91. Sesungguhnya syaitan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian di
antara kamu lantaran (meminum) khamar dan berjudi itu, dan menghalangi kamu dari mengingat
Allah dan sembahyang; maka berhentilah kamu (dari mengerjakan pekerjaan itu).
َاَّلِذ ْيَن َيَّتِبُعْو َن الَّر ُسْو َل الَّنِبَّي اُاْلِّمَّي اَّلِذ ْي َيِج ُد ْو َنٗه َم ْك ُتْو ًبا ِع ْنَد ُهْم ِفى الَّتْو ٰر ىِة َو اِاْل ْنِج ْيِل َيْأُم ُر ُهْم
ٰۤب
ِباْلَم ْع ُرْو ِف َو َيْنٰه ىُهْم َع ِن اْلُم ْنَك ِر َو ُيِح ُّل َلُهُم الَّطِّيٰب ِت َو ُيَح ِّر ُم َع َلْيِهُم اْلَخ ِٕىَث َو َيَض ُع َع ْنُهْم ٰۤلِاْص َر ُهْم َو اَاْلْغ ٰل َل
ࣖ اَّلِتْي َكاَنْت َع َلْيِهْۗم َفاَّلِذ ْيَن ٰا َم ُنْو ا ِبٖه َو َع َّز ُرْو ُه َو َنَص ُرْو ُه َو اَّتَبُعوا الُّنْو َر اَّلِذ ْٓي ُاْنِز َل َم َع ٓٗهۙ ُاو ِٕىَك ُهُم اْلُم ْفِلُحْو َن
“(Yaitu) orang-orang yang mengikuti Rasul, Nabi yang ummi (tidak bisa baca tulis) yang
(namanya) mereka dapati tertulis di dalam Taurat dan Injil yang ada pada mereka, yang menyuruh
mereka berbuat yang makruf dan mencegah dari yang mungkar, dan yang menghalalkan segala
yang baik bagi mereka dan mengharamkan segala yang buruk bagi mereka, dan membebaskan
beban-beban dan belenggu-belenggu yang ada pada mereka. Adapun orang-orang yang beriman
kepadanya, memuliakannya, menolongnya dan mengikuti cahaya yang terang yang diturunkan
kepadanya (Al-Qur'an), mereka itulah orang-orang beruntung.”
Pendapat ulama lainnya menyatakan bahwa menggunakan minyak wangi atau wewangian
adalah halal hukumnya meskipun mengandung alkohol. Pendapat tersebut adalah berdasarkan
pada hadis-hadis yang menyatakan bahwa Rasulullah SAW sendiri menyukai minyak wangi dan
menganjurkan seseorang menerima apabila diberikan padanya minyak wangi. Sebagaimana hadis
berikut ini :
“Barang siapa yang ditawarkan padanya minyak wangi, hendaknya ia tidak menolaknya.
Sebab, ia mudah dibawah dan baunya harum.” (HR. Muslim, An-Nasa‟i, dan Abu Daud).
“Dari Anas bin Malik ra. Bahwasannya Nabi SAW tidak pernah menolak harum-haruman.”
(HR. Bukhari)
c. tidak membahayakan.
Beberapa bahan lain yang digunakan juga diantaranya lemak dan asam lemak, yang
banyak digunakan dalam produk kosmetik seperti sampo, sabun, lotion tubuh, dan lipstik,
dapat berasal dari sumber hewani. Kolagen (protein berserat yang berasal dari jaringan
hewan) dan plasenta digunakan dalam pengobatan anti-penuaan. Karbamid, zat yang
dikeluarkan dari urin, digunakan dalam deodoran, pewarnaan rambut, krim tangan, lotion,
dan sampo. Allantoin, metabolit asam urat dari mamalia, sering digunakan dalam krim dan
lotion.
1. Semua jenis perairan diizinkan dengan pengecualian air daur ulang (air limbah), dan
air mutanajs.
2. Semua jenis tanah diizinkan dengan pengecualian tanah yang diambil dari kuburan,
peternakan, dan area pembuangan.
3. Hewan dan tumbuhan yang memenuhi persyaratan Konvensi Perdagangan
Internasional untuk Spesies Flora dan Fauna Liar yang Terancam Punah tidak akan
digunakan.
4. Penggunaan agro-bahan olahan secara fisik atau kimia tunduk pada ketentuan
sebagai berikut: sumber bahan agro dan instrumen, peralatan, atau mesin yang
digunakan adalah halal dan tidak ada yang menjadi mutanaj selama tahap
pemrosesan.
4. Bersertifikat legal
Pilihlah produk kosmetika yang legal, hal ini ditunjukkan dengan
dicantumkannya nomor pendaftaran di Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).
Kode pendaftaran untuk produk kosmetika lokal adalah CD, sedangkan untuk produk
impor memiliki kode CL
5. Memperhatikan nama dan alamat produsen
Nama dan alamat jelas produsen harus jelas tercantum dalam label kemasan
yang mengindikasikan mudahnya akses bagi konsumen untuk memperoleh informasi
lanjutan mengenai produk bersangkutan. Termasuk mempertanyakan halal tidaknya
produk yang mereka produksi.
6. Hindari produk yang komposisinya terindikasi non-halal
Walaupun pada dasarnya kosmetika dan produk perawatan tubuh sifatnya
berbeda dengan makanan (tidak masuk ke dalam tubuh secara langsung), namun
hukumnya tetap non halal (mashbooh/haram). Terutama produk perawatan kulit
seperti serum atau pelembap, karena 60 persen produk tersebut bekerja pada kulit
dan masuk ke aliran darah. Apabila produk tersebut mengandung alkohol, gliserin
yang berasal dari hewan, atau bahan kimia berbahaya, maka bahan- bahan tersebut
akan terserap ke dalam tubuh.
Tetapi ada juga yang bersifat melapisi bagian luar kulit, sehingga mungkin
tidak terserap ke dalam tubuh, dan perlakuannya tetap sama. Bahan yang sebaiknya
dihindari (telah dinyatakan haram oleh LPPOM MUI) adalah Sodium Heparin dan
Plasenta. Sodium heparin berasal dari babi, sedangkan plasenta biasanya berasal dari
manusia, kambing atau sapi
5. Al-Quran al-Karim
a. Firman Allah SWT tentang perintah untuk berhias, antara lain :
. ࣖ ٰي َبِنْٓي ٰا َد َم ُخ ُذ ْو ا ِز ْيَنَتُك ْم ِع ْنَد ُك ِّل َم ْس ِج ٍد َّو ُك ُلْو ا َو اْش َر ُبْو ا َو اَل ُتْس ِرُفْو ۚا ِاَّنٗه اَل ُيِح ُّب اْلُم ْس ِرِفْيَن
Waha anak cucu Adam, pakailah perhiasan yang bagus pada setiap masuk
mamsjid, makan dan minumlah tetapi janganberlebihan. Sungguh Allah tidak
menyukai orang yang berlebih- lebihan(QS. Al-A’raf, 7: 31)
b. Firman Allah SWT yang menjelaskan bahaya dan keharaman khamr, antara lain :
ٰٓيَاُّيَها اَّلِذ ْيَن ٰا َم ُنْٓو ا ِاَّنَم ا اْلَخ ْم ُر َو اْلَم ْيِس ُر َو اَاْلْنَص اُب َو اَاْلْز اَل ُم ِر ْج ٌس ِّم ْن َع َمِل الَّش ْيٰط ِن َفاْج َتِنُبْو ُه
َلَع َّلُك ْم ُتْفِلُحْو َن
”Hai orang-orang yang beriman! Sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi,
(berkorban untuk) berhala, dan mengundi nasib dengan panah adalah rijs dan
termasuk perbuatan syetan. Maka, jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu
mendapat keuntungan.” (QS. Al-Ma’idah [5]: 90)
َيْس َٔـُلْو َنَك َع ِن اْلَخ ْم َو اْلَم ْيِس ِۗر ُقْل ِفْيِهَم ٓا ِاْثٌم َك ِبْيٌر َّو َم َناِفُع ِللَّناِۖس َو ِاْثُم ُهَم ٓا َاْك َبُر ِم ْن َّنْفِع ِهَم ۗا
ِر
َو َيْس َٔـُلْو َنَك َم اَذ ا ُيْنِفُقْو َن ۗە ُقِل اْلَع ْفَۗو َك ٰذ ِلَك ُيَبِّيُن ُهّٰللا َلُك ُم اٰاْل ٰي ِت َلَع َّلُك ْم َتَتَفَّك ُرْو َۙن
Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah: "Pada keduanya
terdapat dosa yang besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya
lebih besar dari manfaatnya". (QS. Al-Baqarah[2] :219)
c. Firman Allah SWT yang menjelaskan larangan untuk menjerumuskan diri dalam
kebinasaan, antara lain :
َۛو اَل ُتْلُقْو ا ِبَاْيِد ْيُك ْم ِاَلى الَّتْهُلَك ِة
Dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan… (QS Al-
Baqarah [2]: 195).
6. Hadist Rasulullah SWT
Hadis Nabi saw yang menerangkan soal larangan terhadap hal yang membahayakan,
antara lain :
"Tidak boleh membahayakan diri sendiri dan tidak boleh (pula) membahayakan
orang lain" (HR. Ahmad dan Ibn Majah dari Ibn 'Abbas dan `Ubadah bin al-
Shamit).
a. Hadis Nabi saw yang menerangkan keharaman khamr dan setiap yang
memabukkan, antara lain :
”Semua yang memabukkan adalah khamar dan semua yang memabukkan adalah
haram. (HR. Muslim dan Ibnu Umar, sebagaimana dalam Kitab Shahih Muslim juz
3 halam 1587, hadis nomor 2003).
b. Hadis Nabi saw yang menerangkan ancaman bagi setiap orang yang terlibat
dalam rantai produksi khamr, sebagaimana sabdanya :
”Allah melaknat (mengutuk) khamar, peminumnya, penyajinya, pedagangnya,
pembelinya, pemeras bahannya, penahan atau penyimpannya, pembawanya, dan
penerimanya.” (HR. Ahmad dan al-Thabarani dari Ibnu Umar, sebagaimana dalam
Kitab Musnad Ahmad, juz 2 halaman 97, hadis nomor 5716 dan kitab al-Mu'jam
al-Ausath, juz 8, halaman 16, hadis nomor 7816.
7. Kaidah fiqh :
"Hukum asal sesuatu yang bermanfaat adalah boleh dan hukum asal sesuatu yang
berbahaya adalah haram".
”Janganlah membuat mudarat pada diri sendiri dan pada orang lain.” (HR. Ibnu
majah dan Daruqutni).
“Bahaya itu harus dihilangkan”
“Meninggalkan kerusakan didahulukan daripada mengambil kemashlahatan”.
Tidak ada cara mudah untuk membedakan halal dan nonhalal. Bahan-bahan
turunan yang digunakan sudah sedemikian kompleks, sehingga selain bahan halal dan
nonhalal, ada bahan- bahan yang dikategorikan sebagai mashbooh, atau perlu
ditelusuri lebih lanjut (questionable). Namun, secara umum bahan utama dari
tumbuhan atau Botanical ingedient, (herbs, roots, flowers, fruits, leaves, seeds) secara
natural adalah halal, kecuali yang telah tercampur dengan enzim dari hewan.
c. Tidak selamanya produk 100% alami itu halal
Produk yang diklaim 100% berasal dari bahan alami, juga tidak menjamin
kehalalan produk tersebut, karena ekstrak hewan juga termasuk alami. Terlebih,
sekarang produsen kosmetika semakin lihai menggunakan istilah tersembunyi, seperti
“protein”, untuk menggantikan “plasenta”. Berikut ini beberapa nama teknis dan nama
paten yang biasa terdapat dalam komposisi kosmetika. Secara umum bahan-bahan ini
dikategorikan mashbooh, karena biasanya berasal dari hewan; allantoin (alantoin),
asam amino, cholesterol, kolagen, colours/dye, cystine (sistina), elastine, gelatine
(gelatin), glycerine (gliserin), hyaluronic acid (asam hialuronat), hydrolysed animal
protein, keratin, lanolin, lypids, oleic acid (asam oleat), stearic acid (asam stearat),
stearyl alcohol,tallow (lemak hewan), vitamin A.
d. Bersertifikat legal
Pilihlah produk kosmetika yang legal, hal ini ditunjukkan dengan
dicantumkannya nomor pendaftaran di Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).
Kode pendaftaran untuk produk kosmetika lokal adalah CD, sedangkan untuk produk
impor memiliki kode CL
e. Memperhatikan nama dan alamat produsen
Nama dan alamat jelas produsen harus jelas tercantum dalam label kemasan
yang mengindikasikan mudahnya akses bagi konsumen untuk memperoleh informasi
lanjutan mengenai produk bersangkutan. Termasuk mempertanyakan halal tidaknya
produk yang mereka produksi.
f. Hindari produk yang komposisinya terindikasi non-halal
Walaupun pada dasarnya kosmetika dan produk perawatan tubuh sifatnya
berbeda dengan makanan (tidak masuk ke dalam tubuh secara langsung), namun
hukumnya tetap non halal (mashbooh/haram). Terutama produk perawatan kulit
seperti serum atau pelembap, karena 60 persen produk tersebut bekerja pada kulit dan
masuk ke aliran darah. Apabila produk tersebut mengandung alkohol, gliserin yang
berasal dari hewan, atau bahan kimia berbahaya, maka bahan- bahan tersebut akan
terserap ke dalam tubuh.
Tetapi ada juga yang bersifat melapisi bagian luar kulit, sehingga mungkin tidak
terserap ke dalam tubuh, dan perlakuannya tetap sama. Bahan yang sebaiknya
dihindari (telah dinyatakan haram oleh LPPOM MUI) adalah Sodium Heparin dan
Plasenta. Sodium heparin berasal dari babi, sedangkan plasenta biasanya berasal dari
manusia, kambing atau sapi.
BAB III
VAKSIN
Nama + Gelar
A. Pendahuluan
Di Indonesia, pemerintah berkewajiban menjamin ketersediaan bahan imunisasi yang a
man, bermutu, efektif, terjangkau dan merata bagi masyarakat sebagai upaya pengendalian pen
yakit menular melalui imunisasi. Imunisasi merupakan salah satu upaya kesehatan masyarakat
yang efektif dalam mencegah penyakit menular, tanpa terkecuali setiap anak berhak untuk hid
up sehat. Hal ini berdasarkan Pasal 130 dan 153 UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. P
ermenkes No. 12 Tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Imunisasi menyatakan bahwa imunisa
si dikelompokkan menjadi imunisasi program dan imunisasi pilihan. Program imunisasi terseb
ut terdiri atas imunisasi rutin, tambahan dan khusus. Imunisasi rutin terdiri dari imunisasi dasa
r dan lanjutan. Imunisasi dasar terdiri dari imunisasi terhadap penyakit hepatitis B, poliomyelit
is, tuberkulosis, difteri, pertusis, tetanus, pneumonia dan meningitis serta campak yang diberik
an pada bayi 0 hingga 12 bulan. Imunisasi lanjutan diberikan pada anak usia bawah 2 tahun, a
nak usia SD, dan wanita usia subur yang berfungsi untuk mempertahankan tingkat kekebalan d
an memperpanjang masa perlindungan anak yang sudah mendapat imunisasi dasar (Hikmah da
n Azwar, 2020:20).
Imunisasi didefinisakan sebagai pengebalan terhadap suatu penyakit, di mana dalam Ke
sehatan imunisasi berarti pemberian vaksin untuk mencegah terjadinya penyakit tertentu. Vaks
in merupakan bibit suatu penyakit yang sudah dilemahkan kemudian digunakan untuk imunisa
si. Imunisasi juga dapat diartikan sebagai pemberian vaksin antivirus atau bakteri yang dapat
merangsang imunitas atau antibodi dari system imun yang ada di dalam tubuh (Makhrus, 2017:
2).
Vaksin merupakan produk yang dibuat dengan tujuan agar dapat meningkatkan daya tah
an tubuh dalam mengendalikan virus serta mengupayakan supaya sistem imun dapat melawan
virus yang mencoba untuk menyerang masuk ke dalam tubuhnya, vaksin dapat menjaga dan m
embentuk antibodi serta bisa menangkal sebuah virus atau penyakit yang ingin menyerang tub
uhnya. Namun apabila seseorang telah terkena virus tersebut, maka tubuh dengan sendirinya a
kan membentuk antibodi yang dapat melawan virus tersebut sehingga dengan sendirinya pula
virus bisa dimusnahkan atau dinetralisir dengan adanya antibodi yang telah dibentuk. Berdasar
kan edaran Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor H.K.01.07/Menkes/9860/2020 menge
nai Keputusan dan Penentuan Jenis Vaksin dalam melakukan kegiatan penyuntikan atau vaksi
nasi covid-19, Pemerintah Indonesia menentukan bahwa enam macam obat untuk vaksinansi y
ang nantinya akan dipergunakan untuk masyarakat Indonesia, di antaranya ialah produk vaksin
PT. Bio Farma (Persero), AstraZeneca, China National Pharmaceutical Group Corporation (Si
nopharm), Moderna, Pfizer Inc dan BioNTech, serta Sinovac Biotech Ltd (Nurul Zuriah, 200
9).
Dalam Islam, setiap aspek kehidupan harus selaras dengan Syariah (hukum Islam), atau
kehendak Tuhan bagi umat manusia. Sumber Syariah adalah Al-Quran (kitab suci Islam) dan
Al-Hadits (catatan kata-kata, tindakan, dan persetujuan diam- diam dari Nabi Islam Muhamma
d) (Yusroh Y., 2018). Untuk mewujudkan kehendak Tuhan, para sarjana Islam memberikan in
terpretasi mereka melalui badan hukum Islam yang disebut Fiqh (yurisprudensi Islam). Semen
tara Syariah adalah keputusan Tuhan, Fiqh dicapai melalui analisis oleh Ulama (ulama) dari A
l-Quran dan Al-Hadits. Fiqh tidak suci atau tetap, karena merupakan hasil dari manusia penda
pat pada tempat dan waktu tertentu serta dapat diubah sesuai dengan keadaan (Yusroh Y., 201
8).
Ketika umat Islam membutuhkan kejelasan, Ulama melakukan ijtihad (upaya terbaik) b
erdasarkan pemahaman mereka tentang Syariah dan mengeluarkan Fatwa (hukum) untuk menj
awab pertanyaan. Karena Fatwa didasarkan pada Fiqh dan ijtihad Ulama, latar belakang ilmiah
dan pengalaman keagamaan yang berbeda dari Ulama atau lembaga yang berwenang dapat me
nimbulkan beberapa keputusan yang berbeda tentang suatu masalah, termasuk vaksin (Khoiri
N., 2017).
Kementerian kesehatan pada tahun 2011 merilis bahwa kasus campak dan Rube
lla di Indonesia tertinggi terjadi pada tahun 2011 sebesar 14.000 kasus. Melalui kegiatan
surveilans dilaporkan lebih dari 11.000 kasus suspek campak, dan hasil konfirmasi labora
torium menunjukkan 12–39% di antaranya adalah campak pasti (lab confirmed) sedangk
an 16–43% adalah rubella pasti. Dari tahun 2010 sampai 2015, diperkirakan terdapat 23.
164 kasus campak dan 30.463 kasus rubella. Rubella merupakah salah satu masalah kese
hatan masyarakat Indonesia yang membutuhkan upaya pencegahan efektif (Herlina, 201
9: 170).
Campak dan rubella merupakan penyakit infeksi menular melalui saluran nafas y
ang disebabkan oleh virus campak dan rubella. Batuk dan bersin dapat menjadi jalur ma
suknya virus campak maupun rubella. Gejala campak muncul sekitar 10 hari setelah infe
ksi, dan ruam coklat kemerahan muncul sekitar 14 hari setelah infeksi. Gejala penyakit c
ampak diantaranya demam tinggi, bercak kemerahan pada kulit (rash) dapat disertai bat
uk dan atau pilek maupun konjungtivitis serta dapat mengakibatkan kematian apabila te
rdapat komplikasi penyerta seperti pneumonia, diare, dan meningitis (Rusnam, 2019: 20
2).
Vaksin Measles Rubella (MR) adalah vaksin hidup yang dilemahkan (live attenuat
ed) berupa serbuk kering dengan pelarut. Kemasan vaksin adalah 10 dosis per vial. Vaksi
n MR diberikan secara subkutan dengan dosis 0,5 ml. Vaksin hanya boleh dilarutkan den
gan pelarut yang disediakan dari produsen yang sama dan harus segera digunakan palin
g lambat selama 6 jam setelah dilarutkan. Pemberian imunisasi (proses pengebalan terh
adap suatu penyakit) vaksin MR ditunda pada keadaan demam, batuk pilek dan diare. V
aksin MR adalah vaksin yang aman saat diberikan, namun seperti umumnya obat memili
ki reaksi efek samping. Reaksi efek samping lokal seperti nyeri, bengkak dan kemerahan
di lokasi suntikan dan reaksi sistemik berupa ruam atau rash, demam, dan malaise dan r
eaksi samping tersebut akan sembuh dengan sendirinya (Herlina, 2019: 170).
Untuk kajian istihalah (perubahan suatu zat menjadi zat lainnya) dan istihlak
(suatu zat yang terlarut dalam pelarut dengan jumlah besar sehingga menyucikan zat
tersebut), dan darurat (apabila tidak ada pilihan lain, maka sesuatu yang haram menjadi
boleh digunakan) (Rusnam, 2019:211).
Kajian istihalah dan istihlak dapat digunakan sebagai dasar penggunaan vaksin
MR yang berkomposisi enzim babi. Vaksin adalah produk biologis yang melalui proses
pembuatan sangat kompleks, dan melibatkan berbagai zat kimiawi untuk menjadikan
produk akhir yang efektif dan aman. Apabila dalam prosesnya sempat bersinggungan
dengan bahan-bahan kimiawi yang dikategorikan haram atau najis, maka LP POM MUI
sulit untuk mengeluarkan sertifikat halalnya. Padahal di negara-negara lain, termasuk
negara-negara Timur Tengah, alasan ini tidak menjadi masalah, karena kaidah fikih yang
dipegang ulama-ulama setempat berbeda dengan ulama-ulama di MUI. Mereka masih
mengakui kaidah istihalah dan istihlak untuk vaksin (Rusnam, 2019:215).
Berdasarkan pernyataan para pakar yang ada, bahwa enzim tripsin pada imunisasi
atau vaksinasi vaksin MR hanya berupa katalisator. Katalisator atau enzim hanyalah
menjadi pemicu reaksi, dan bukan menjadi bagian dari vaksin. Sehingga jika berasal dari
babi sekali pun, campuran tersebut sudah hilang. Dalam proses pembuatan vaksin, enzim
tripsin babi hanya dipakai sebagai enzim proteolitik (enzim yang digunakan sebagai
katalisator pemisah sel/protein). Pada hasil akhirnya (vaksin), enzim tripsin yang
merupakan unsur turunan dari pankreas babi ini tidak terdeteksi lagi. Enzim ini akan
mengalami proses pencucian, pemurnian dan penyaringan. Di mana hal tersebut
menunjukkan bahwa vaksin MR pada akhir proses tidak terdapat sama sekali bahan-
bahan yang mengandung enzim babi, bahkan antigen vaksin sama sekali tidak
bersinggungan dengan enzim babi, baik secara langsung maupun tidak (Rusnam,
2019:215).
Di Indonesia sendiri MUI telah mengeluarkan Keputusan Fatwa MUI Nomor 33
Tahun 2018 yakni tentang Penggunaan Vaksin Mr (Measles Rubella) Produk dari SII
(Serum Intitute of India), di mana dalam Fatwa MUI tersebut menetapkan bahwa:
Pertama: Ketentuan Hukum
a. Penggunaan vaksin yang memanfaatkan unsur babi dan turunannya hukumnya
haram.
b. Vaksin MR produk dari Serum Institute of India (SII) hukumnya haram karena
dalam proses produksinya memanfaatkan bahan yang berasal dari babi.
c. Penggunaan Vaksin MR produk dari Serum Institute of India (SII), pada saat
ini, dibolehkan (mubah) karena:
1) Ada kondisi keterpaksaan (darurat syar’iyyah)
2) Belum ditemukan vaksin MR yang halal dan suci
3) Ada keterangan dari ahli yang kompeten dan dipercaya tentang bahaya
yang ditimbulkan akibat tidak diimunisasi dan belum adanya vaksin yang
halal.
d. Kebolehan penggunaan vaksin MR sebagaimana dimaksud pada angka 3 tidak
berlaku jika ditemukan adanya vaksin yang halal dan suci.
Kedua: Rekomendasi
a. Pemerintah wajib menjamin ketersediaan vaksin halal untuk kepentingan
imunisasi bagi masyarakat.
b. Produsen vaksin wajib mengupayakan produksi vaksin yang halal dan
mensertifikasi halal produk vaksin sesuai ketentuan peraturan perundang-
undangan.
c. Pemerintah harus menjadikan pertimbangan keagamaan sebagai panduan dalam
imunisasi dan pengobatan.
d. Pemerintah harus mengupayakan secara maksimal, serta melalui WHO dan
negara-negara berpenduduk muslim, agar memperhatikan kepentingan umat
Islam dalam hal kebutuhan akan obat-obatan dan vaksin yang suci dan halal.
3. Dalil atau Pendapat Ulama
a. Dalil Fatwa MUI Nomor 33 Tahun 2018 yakni tentang Penggunaan Vaksin MR
(Measles Rubella) Produk dari SII (Serum Intitute of India)
1) Firman Allah SWT yang menjelaskan larangan menjatuhkan diri dalam ke
binasaan, antara lain:
اَل ْلُق ا ِبَا ِد ُك ِاىَل الَّت ُلَك ِة
ْه َو ُت ْو ْي ْي ْم
Artinya: ...Dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam
kebinasaan... (QS Al-Baqarah [2]: 195)
2) Firman Allah SWT yang memperingatkan agar tidak meninggalkan
generasi yang lemah, antara lain:
َو ْلَيْخ َش اَّلِذ ْيَن َلْو َتَر ُك ْو ا ِم ْن َخ ْلِف ِه ْم ُذِّر َّيًة ِض ٰع ًف ا َخ اُفْو ا َعَلْيِه ْۖم َفْلَيَّتُقوا الّٰل َه َو ْلَيُقْو ُلْو ا َقْو اًل َس ِدْيًد ا
Artinya: “Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang
seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang
mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu
hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka
mengucapkan perkataan yang benar.” (QS. An-Nisa’: 9)
3) Firman Allah SWT yang memerintahkan konsumsi yang halal dan thayyib,
antara lain:
ِا ِت
ٰٓيَاُّيَه ا الَّناُس ُك ُلْو ا َّمِما ىِف اَاْلْر ِض َح ٰل اًل َطِّيًبا َّو اَل َتَّتِبُعْو ا ُخ ُطٰو الَّش ْيٰطِۗن َّنه َلُك ْم َعُد ٌّو ُّم ِبٌنْي
ۖ
Artinya: “Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa
yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah- langkah
syaitan; karena sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata
bagimu.” (QS. Al-Baqarah: 168)
4) Firman Allah SWT yang menjelaskan dalam kondisi kedaruratan syar’i
dibolehkan mengonsumsi yang haram, antara lain:
اِخْلْنِز ِر ٓا ُاِه َّل ِبه ِلَغِرْي الّٰلِهۚ َف ِن اْض ُطَّر َغ اٍغ َّو اَل اٍد ِا
َع ْيَر َب َم َمَّنا َح َّر َم َعَلْيُك ُم اْلَم ْيَتَة َو الَّد َم َو ْحَلَم ْي َو َم
ِح ِا ِه ِا ّٰل
َفٓاَل َمْث َعَلْي ۗ َّن ال َه َغُف ْو ٌر َّر ْيٌم
Artinya: “Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai,
darah, daging babi, dan binatang yang (ketika disembelih) disebut (nama)
selain Allah. Tetapi barangsiapa dalam keadaan terpaksa (memakannya)
sedang dia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas,
maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi
Maha Penyayang.” (QS. Al-Baqarah: 173)
b. Hadist Fatwa MUI Nomor 33 Tahun 2018 yakni tentang Penggunaan Vaksin
Mr (Measles Rubella) Produk dari SII (Serum Intitute of India)
ِه ِض
عن أيب هريرَة َر َي اُهلل َعْنُه َعْن الَّنِّيِب َص َّلى اُهلل َعَلْي َو َس َّلَم َقاَل َم ا َأْنَز َل اهلل َعْن
ِش ِإ
َد اًء اَّل َأْنَز َل َلُه َف اًء
“Dari Abu Hurairah RA, dari Nabi SAW: Sesungguhnya Allah tidak
menurunkan suatu penyakit kecuali menurunkan (pula) obatnya” (HR. al-
Bukhari)
C. Vaksin Meningitis
1. Integritas Vaksin Meningitis dengan Fatwa MUI
Vaksin meningitis secara resmi memiliki fatwa MUI yang berasal dari Nota
Diplomatik Kedubes Kerajaan Saudi Arabia di Jakarta No. 211/94/71/577 pada tanggal 1
Juni 2006, yang ditujukan kepada Departemen Luar Negeri tanggal 7 Juni 2006.12
Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah mengeluarkan fatwa terkait penggunaan vaksinasi
meningitis, yaitu fatwa No. 5 Tahun 2009 tentang vaksinasi meningitis bagi jamaah haji,
selama vaksin yang digunakan itu adalah vaksin meningitis Glaxo Smith Kline Beecham
Pharmaceutical-Belgia (Vaksin Haram), karena vaksin tersebut memiliki lemak babi dan
enzim dari pangkreas babi dan saat ini belum ditemukan vaksin yang tidak mengandung
zat enzim tersebut. Sehingga MUI (Majelis Ulama Indonesia) mengeluarkan sebuah
fatwa yang memperbolehkan penggunaan vaksin tersebut dengan alasan mendesak
(Alhaajah) dan darurat (Luthfiyah, 2010). Majelis Ulama Indonesia (MUI) beberapa
waktu lalu mengeluarkan fatwa tentang vaksinasi meningitis bagi seluruh jamaah haji
Indonesia, alhasil fatwa yang lama otomatis tidak berlaku lagi, yaitu dihapus oleh fatwa
MUI No. 06 Tahun 2010. Dan berikut beberapa pertimbangan yang mendasari fatwa ini,
yaitu:
a. Penyakit meningitis akan menjadi ancaman kesehatan bagi jamaah haji ataupun
jamaah umrah, pencegahannya dengan melakukan vaksinasi meningitis kepada
seluruh jamaah haji ataupun umrah yang ingin berangkat menunaikan ibadah
haji;
b. Pemerintah Arab Saudi mewajibkan setiap orang yang ini masuk kesana harus
di vaksinasi sebelum berangkat, termasuk untuk kepentingan ibadah haji atau
umrah agar para jamaah terhindar dari penyakit meningitis;
Ada beberapa produsen yang sudah memproduksi vaksin menengitis, yaitu: (Pratiwi, n.d)
a. Glaxo Smith Kline Beecham Pharmaceutical-Balgium
b. Novartis Vaccine and Dignostics
c. Zheijiang Tianyuan Bio Pharmaceutical
Dasar hukum yang digunakan dalam penggunaan vaksin ini secara Qiyas adalah
al- Qur’an surah Al-Baqarah :173, Al-Maidah : 3, Al-An’am: Begitu juga dalam Hadits
Rasulullah SAW, diantaranya: Artinya: “Allah tidak (Akan) menurunkan suatu penyakit,
melainkan ia (dia) menurunkan (pula) obatnya.” (HR. Bukhari dari Abi Hurairah).
Sementara yang mendasari penggunaan vaksinasi tersebut adalah bahwa
berdasarkan penelitian fatwa MUI vaksin tersebut sudah menerima label halal dan juga
sudah di jamin kehalalannya. Kehalalan vaksin yang sudah digunakan dijadikan label
oleh MUI bahwa penggunaannya halal untuk disuntikkan ke jamaah yang akan berangkat
ibadah haji atau umrah ke Arab Saudi (Palupi, 2018). Berdasarkan hal di atas, maka
Majelis Ulama Indonesia telah menetapkan fatwa tentang vaksin meningitis terhadap
jamaah yang melaksanakan haji juga umrah dapat digunakan jika hal tersebut diyakini
kehalalannya. Tentu yang menjadi pertanyaan, jika sudah diyakini kehalalannya, tentu
kandungan atau enzim yang ada di vaksin meningitis juga dijamin halal 100%. Sangkaan
inilah yang membuat peneliti harus menelaah dari sudut hukum islam. Temuan ini pada
akhirnya akan menjawab kegelisahan masyarakat selama ini pijakan dari Fatwa dan
keyakinan sesuai dengan tujuan Syariah juga harus dijalankan dengan baik.
Artinya: “Menolak atau menghindar dari mafsadat itu lebih diutamakan dari pada
menarik maslahat” (Djazuli, 2006).
Pendekatan Hukum Islam dianggap hal penting ketika menganggap bahwa vaksin
itu hanya bagian sekedar formalitas semata atau legal berdasarkan permintaan dari negara
dan aman bagi pengguna untuk jangka panjang. Salah satu ulama yaitu Imam Asy-Syatibi
merumuskan maqashid syariah ke dalam 5 hal yang mendasar yaitu (Ibrahim, 2019): 1)
Hifdzun ad-diin (Menjaga Agama) 2) Hifdzun an-nafs (Menjaga Jiwa) 3) Hifdzun Aql
(Menjaga Akal) 4) Hifdzun Nasl (Menjaga Keturunan) 5) Hifdzun Maal (Menjaga Harta).
Jika bagian dari kelima ini ada, maka sesuai dengan tujuan Syariah.
Hal yang paling mendasar digunakan pada vaksin ini atau vaksin lainnya adalah
pendekatan dalam memelihara jiwa, akal, dan keturunan, 3 komponen utama ini menjadi
bahan dalam berbagai vaksin yang diharuskan digunakan, meskipun mengandung zat
yang haram, atau masih tidak diketahui kandungannya. Tapi karena berdasarkan
kebutuhan yang mendesak dan penting, maka hal ini menjadi dibolehkan sesuai dengan
anjuran Islam untuk menghindari kemudaratan dan mencapai kemaslahatan bersama. Ada
dua pendekatan (Tanguay, 2020). dalam penggunaan vaksin ini, kuratif dan preventif.
Pendekatan kuratif apabila sudah terjadi maka harus dan wajib untuk diobati. Sementara
tindakan preventif dilakukan agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan pada masa
yang akan datang. Meskipun belum diketahui kandungannya secara pasti. Sebenarnya,
untuk penggunaan vaksin meningitis terhadap jamaah haji tidak ada didalam Al-Qur’an
maupun Hadits.
Tetapi didalam Al-Qur’an ada terdapat larangan Mengenai berbuat kerusakan,
seperti pada QS. Al-A’raf ayat 56, secara tidak langsung bahwa jika ada jamaah haji yang
akan melaksanakan ibadah haji tidak melakukan vaksin meningitis maka akan
mendekatkan dirinya terhadap bahaya dan kerusakan untuk dirinya sendiri. Dapat
disimpulkan bahwa di dalam hal ini ada penjagaan terhadap jiwa atau hifzh an-nafs, maka
hal ini dapat dimasukkan kedalam kategori maslahah dharuriyah. Penetapan hukum
dengan menggunakan maslahah mursalah hanya dapat dilakukan untuk hal yang bersifat
dharuri dan haajiyah. Untuk sifat haajyahi di sini, dimaksudkan untuk menghilangkan
kesulitan sehingga dengan digunakannya masalahah mursalah tersebut dapat
meringankan kehidupan seseorang (takhfif). Hal inilah yang menjadikan kondisi hukum
dapat berubah sesuai dengan tuntutan kehidupan selaras dengan tuntuntan Syariah agar
tercapai kehidupan yang seimbang antara diri dan lingkungannya.
D. Vaksin Covid-19
1. Fakta Seputar Kasus
Kejadian pandemi Covid 19 yang muncul di Indonesia pada tahun 2020
bertepatan pada bulan Maret, berbagai strategi telah dilaksanakan oleh pemerintah
Indonesia untuk menanggulangi dampak dari pandemi Covid 19. Salah satu cara
penanggulangan wabah Covid 19 dari pemerintah yaitu dengan penyedia vaksin dan
pelaksanaan vaksin. Vaksin COVID 19 pertama tiba di Indonesia pada tanggal 6
Desember 2020, beberapa merk vaksin yang tersebar hingga saat ini yaitu diantaranya
CoronaVac, Sinovac, AstraZeneca, Moderna, Sinopharm, Pfizer, Janssen, Novavax dan
Covid Bio (Kmenkes R1. 2020).
Berdasrkan hasil survei pada tahun 2020 menemukan bahwa 7.6% responden
menolak program vaksinasi dan 27% responden meragukan program vaksinasi, salah satu
lasan penolakan mengenai program vaksin tersebut adalah menyangkut keyakinan agama
(Baharuddin et all, 2023). Berdasarkan penelitian paada tahun 2021 yang dilakukan oleh
Lamita dkk mngeatakan bahwa sebanyak 56,90% masyarakat kurang dalam penerimaan
program vaksinasi Covid 19. berdasarkan hubungan tingkat pendidikan dengan
penerimaan program vaksinasi sebanyak 71.40% masyarakat yang menerima pendidikan
tingkat dasar kurang menerima program vaksnasi Covid 19 (Lasmita et all, 2021).
Penelitian tahun 2020 oleh Chablullah Wibisono, A Suryanti, Isramilda, Cevy
Amelia d, mengatakan bahwa spiritual, ketahanan ekonomi, sehat perilaku dapat
meningkatkan ketahanan imunitas dimasa pandmei Covid 19. hasil tersebut sejalan
dengan Al Quran Surah Yunus ayat 57 yang artinya: “Wahai manusia, sesungguhnya
kamu datang untuk belajar dari Tuhanmu dan penyembuh penyakit di dada serta petunjuk
dan rahmat bagi mereka yang beriman.” (Surah Yunus: 57), selain itu terdapat juga pada
surah Al Isra ayat 79, yang artinya: “ditengah malam kamu berdoa dan membaca sebagai
tambahan ibadah untukmu: semoga Tuhanmu mengangkatmu ke tempat yang terpuji.”
(QS Al Israa: 79). ayat tersebut membuktukan bahwa sholat tahajud dapat meningkatkan
kekebalan tubuh respon sistem imun (Wibisono et al., 2020).
Majelis Ulama Indonesia (MUI) menyatakan bahwa vaksin COVID 19 pertama
yang diserahkan di Tanah Air, yaitu vaksin merk Sinovac telah mendapatkan sertifikasi
Halal dan Suci dari MUI pada tanggal 11 januari 2021. Dalam sertifikat tersebut
menyatakan bahwa vaksin tersebut tidak menggunakan trypsin babi atau enzim hewani
lainnya dalam proses pembuatannya (S, Aksa and Saifullah, 2022).
Pada tanggal 19 maret 2021 Majelis Ulama Indonesia (MUI) kembali
mengeluarkan fatwa bahwa Vaksin COVID 19 merk AstraZeneca “Haram”, MUI
mengkalim haram karena menggunakan tripsin babi pada awal proses produksi namun
disis lain boleh dugunakan (Mubah) karena terkait dengan urgensi penanganan pandemi
COVID 19 (Andoko, Fatmawati and Sendy, 2022).
Adanya fatwa MUI mengani faksin halal dan haram menjadi jawaban bagi
masyarakat yang meragukan kehalalan vaksin COVID 19. Dampak terbesar dari adanya
fatwa tersebut yaitu masyarakat menjadi sadar mengenai bahan dan hukum vaksinasi,
terlebih informasi terbut dapat diakses oleh semua kalangan masyarakat. oleh karena itu
masyarakat lebih memilih untuk dilakukan vaksinasi ketika fatwa hukum telah
dikeluarkan oleh MUI.
Jika ditinjau dari hukum Islam pada prinsipnya segala keputusan yang
dikeluarkan oleh pemerintah bertujuan untuk kemaslahatan. adanya pandemi COVID 19
merupakan kondisi atau situasi darurat terhadap keberlangsungan hidup manusia. dalam
fikih islam mengenal konsep Rukhsah (Keringanan) hal tersebut bertujuan untuk
menurunkan beban kesulitan atau ancaman yang dihadapi manusia. bedasarkan hal
tersebut vaksinasi adalah instrumen rukhsah untuk menghindari bahaya/kerusakan
(Mafsadat) umum atau universal dan memperoleh kebaikan (kemaslahatan) umum. jika
pada akhirnya ditemukan unsur haram atau najis pada vaksin namun dalam waktu yang
bersamaan tidak ditemukan obat yang halal, maka dengan demikian tetap boleh dilakukan
(Yanti et al., 2020).
Dalam Al-Qur’an Allah SWT berfirman pada surat An Nahl ayat 144 sampai 115
yang artinya "Oleh karena itu, (hai orang-orang beriman) makanlah dari hal-hal yang
halal dan baik yang telah diberikan Allah kepadamu, dan bersyukurlah atas nikmat-Nya
jika benar bahwa kamu hanya menyembah Dia. Sesungguhnya Allah mengharamkan
bagimu apa yang mati dengan sendirinya, darah, dan daging babi; juga, setiap daging
yang disucikan untuk sesuatu selain atas nama Allah. Tetapi barang siapa yang terpaksa
(untuk memakannya) tidak bermaksud untuk berbuat dosa atau pelanggaran (mengenai
jumlah yang dimakan), akan menemukan Allah Yang Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang”. (Q.S. An-Nahl 16:114-115). Ayat tersebut menjelaskan mengapa umat
Islam menjauhkan diri dari menggunakan bahan Haram atau mengkonsumsi produk babi
dan turunannya (Andoko, Fatmawati and Sendy, 2022).
E. Vaksin Polio
1. Fakta Seputar Kasus
Kasus polio kembali dilaporkan di Indonesia. Satu kasus polio ditemukan di Kabu
paten Purwakarta, Jawa Barat, pada anak berusia empat tahun dengan gejala lumpuh. D
engan begitu, setidaknya pada 2023 sudah ada tiga kasus polio yang ditemukan di Indon
esia.
Selang empat bulan dari temuan kasus polio di Kabupaten Pidie, Aceh, seorang a
nak perempuan berusia empat tahun di Kecamatan Maniis, Purwakarta mengalami Acut
e Flaccid Paralysis (AFP) atau lumpuh layuh pada kaki kirinya. Setelah sampel fesesnya di
periksa pada 14 Maret 2023, anak tersebut dikonfirmasi positif mengidap polio tipe 2 VD
VP.
Pada 2020, cakupan imunisasi polio OPV sebesar 86,8 persen, menurun menjadi
80,2 persen pada 2021. Cakupan lebih rendah pada cakupan imunisasi polio IPV, yakni h
anya 37,3 persen pada 2020. Cakupan tersebut meningkat pada 2021 menjadi 66,2 persen
Meski begitu, kekebalan komunitas baru bisa terbentuk apabila cakupan imunisasi bisa le
bih dari 90 persen.
2. Pembahasan Dalil atau Pendapat Ahli Hukum Islam terkait Vaksin Polio
a. Hukum Asal Imunisasi
Imunisasi hukumnya boleh dan tidak terlarang, karena termasuk
penjagaan diri dari penyakit sebelum terjadi. Rasulullah shallallahu ’alaihi wa
sallam bersabda:
يض مل املدينة متر من مترات بسبع تصبح من¹سم وال سحر ره
“Barangsiapa yang memakan tujuh butir kurma ajwah, maka dia akan terhi
ndar sehari itu dari racun dan sihir” (HR. Bukhari : 5768, Muslim : 4702).
”Pada dasarnya, penggunaan obat-obatan, termasuk vaksin, yang berasal dari atau
mengandung benda yang najis adalah haram. Pemberian vaksin IPV kepada anak-anak
yang menderita immunocompromise pada saat ini dibolehkan, sepanjang belum ada
IPV jenis lain yang suci dan halal".
Tentunya kaidah ini tidak begitu saja dapat digunakan tanpa adanya syarat-
syarat berikut:
1) Belum ada pengganti vaksin lainnya yang halal.
2) Enzim babi pada vaksin hanya sebagai katalisator, sekedar
penggunaannya saja sesuai dengan kebutuhan.
3) Penyakit tersebut penyakit yang harus diobati
4) Benar-benar yakin bahwa obat ini sangat bermanfaat pada penyakit
tersebut.
Inilah landasan yang digunakan MUI, jika kita kaji syarat-syarat tersebut sesuai
dengan kondisi yang ada di Indonesia. Hal ini berlandaskan pada kaidah fiqhiyah,
إذا تعارض ضرران دفع أخفهما.
”Jika ada dua mudharat (bahaya) saling berhadapan maka di ambil yang paling ringan.”
Lebih lanjut Yusuf Qardhowi menerangkan ada syarat-syarat rukhsoh
(keringanan) dalam menggunakan barang yang diharamkan oleh syari'at (vaksin IPV)
untuk menjadi pengobatan.
Syarat pertama, yaitu bahwa adanya suatu bahaya yang mengancam terhadap
kesehatan seseorang bila tidak menggunakan obat (vaksin IPV) tersebut. Sehingga
orang tersebut harus diobati atau diberikan pengobatan dengan menggunakan barang
yang diharamkan oleh syara' atau dengan kata lain bahwa pada batasan-batasan tertentu
seorang harus menggunakan vaksin IPV untuk mencegah terhadap bahaya suatu
penyakit.
Syarat kedua, tidak didapatkan lagi pengobatan yang halal atau kedudukannya
sama atau lebih dari pengobatan yang menggunakan barang haram. Dalam pemilihan
pengobatan ini hendaklah diutamakan memilih pengobatan yang oleh syara' tidak
dilarang.
Yang ketiga bahwa yang menyuruh menggunakan pengobatan dengan barang
haram adalah seorang dokter muslim yang terpercaya (dokter ahli) dalam bidang
kedokteran maupun agama, etika ini disebut adab yang berarti suatu cara yang layak
atau tatacara yang benar. Dalam etika pengobatan, seorang dokterlah yang lebih
diutamakan dalam mengobati suatu penyakit.
BAB IV
KESIMPULAN
A. Etanol
Pada dasarnya berobat wajib menggunakan metode yang tidak melanggar syariat, dan obat
yang digunakan wajib menggunakan obat yang suci dan halal. Obat-obatan cair berbeda dengan
minuman. Obatan-obatan digunakan untuk pengobatan sedangkan minuman digunakan untuk
konsumsi. Dengan demikian, ketentuan hukumnya berbeda dengan minuman. Obat-obatan cair
atau non cair yang berasal dari khamar hukumnya Haram. Penggunaan alkohol/etanol yang
bukan berasal dari industri khamr (baik merupakan hasil sintesis kimiawi [dari petrokimia]
ataupun hasil industri fermentasi non khamr) untuk bahan obat-obatan cair maupun non cair
hukumnya boleh dengan syarat: tidak membahayakan bagi kesehatan; tidak ada
penyalahgunaan; aman dan sesuai dosis; tidak digunakan secara sengaja untuk membuat mabuk
B. Vaksin
1. Vaksin MR
Vaksin MR (Measles Rubella) komposisinya mengandung unsur babi (unsur hara
m), tetapi dalam Islam hukumnya mubah atau boleh dilakukan dikarenakan terdapat alas
an ada kondisi keterpaksaan (darurat syar’iyyah), belum ditemukan vaksin MR yang halal
dan suci, terdapat keterangan dari ahli yang kompeten dan dipercaya tentang bahaya yan
g ditimbulkan akibat tidak diimunisasi. Imunisasi vaksin MR pada dasarnya dibolehkan unt
uk kepentingan menjaga kesehatan, baik individu maupun kesehatan masyarakat dan kal
aupun ditemukan ada unsur haram mencampurinya, tetap hanya masuk dalam ikhtilaf ul
ama, tidak bisa haram mutlak karena sudah istihalah/berubah menjadi unsur yang baru at
au istihlak/bercampur dengan sesuatu halal yang mendominasinya.
2. Vaksin Meningitis
Berdasarkan paparan diatas membuktikan bahwa vaksin meningitis ini dibuat kar
ena suatu kemaslahatan yaitu untuk mencegah dari sebuah kerusakan atau bahaya yang
akan terjadi kepada setiap individu agar terpelihara diri, tidak menularkan ke orang lain b
erdasarkan pendekatan pemeliharaan keturunan dan lingkungan. Hal ini termasuk juga d
alam kategori maslahah dharuriyah yakni kemaslahatan menjaga jiwa (Hifzh annafs) dan
menolak kerusakan/bahaya (mafsadah).
Pendekatan yang dilakukan MUI berdasarkan dalil, juga menggunakan sains dan t
eknologi dalam menguji keabsahan vaksin ini, baik dari segi maslahat ataupun mudaratny
a. Pendekatan inilah yang menjadikan MUI menarik kembali putusan sebelumnya dan me
mberikan putusan halal pada vaksin meningitis ditinjau dari kebutuhan mendesak sesuai
dengan hukum Islam.
Dengan mengkaji vaksin meningitis menurut hukum Islam, diharapkan tidak akan
terjadi kesalah pahaman, karena Islam sangat memperhatikan kesucian dan kehalalan ses
uatu. Diketahui bahwa bibit bakteri vaksin meningitis yang dijadikan bahan pembuatan va
ksin oleh masing-masing pabrik vaksin itu dibeli dari lembaga riset yang nota bene milik n
on muslim.
Dalam proses pembuatan vaksin sejak persiapan pada parent seeds, master seeds
dan working seeds pabrik-pabrik itu juga memanfaatkan enzim babi untuk memotong ata
u memperlembut nutrisi makanan bakteri. Pada perkembangan selanjutnya ada yang me
mpergunakan darah, kaldu sapi, bulu bebek dan bahan halal non enimal. Ada juga yang m
elibatkan rambut manusia. Lalu pada proses selanjutnya hingga menjadi vaksin, semuany
a melibatkan alkohol.
Keharamannya bukan karena najisnya. Tetapi karena manusia itu makhluq mulia
yang harus dimuliakan, sejalan dengan ayat walaqad karramna bani adam, artinya “sungg
uh Allah telah memuliakan anak adam ‘dan dalil sadduz-zari’ah, prinsip preventif, yakni a
gar tidak terjadi penyalah gunaan misalnya diperjual belikan. Di Cina dan India ada sindika
t yang memperjual belikan organ dan jaringan manusia. Untuk keperluan tersebut manusi
a yang tidak berdosa dapat diculik dan dibunuh. Hal ini jelas sangat membahayakan kesel
amatan dan kehidupan manusia. Dengan demikian, solusinya adalah rambut itu musti dig
anti dulu dengan yang suci dan halal dari selain organ atau jaringan manusia.
Dengan memahmi kajian ini, diharapkan akan dapat menentukan bagaimana stat
us hukum vaksin sepanjang kajian hukum Islam. Hal ini bukan saja berlaku untuk vaksin, t
etapi juga dapat menjadi solusi untuk semua jenis makanan, minuman, obat- obatan. Dan
kosmetika yang terkontaminasi dengan Yang najis dan haram. Kalau yang haram itu teridi
ri dari selain organ atau jaringan manusia, dimana akanditemukan solusinya melalui fiqh y
ang luas atau kaidah istihalah. Tetapi apabila melibatkan organ atu jaringan manusia mak
a solusinya hal itu harus diganti dengan yang lain yang dibenarkan oleh Islam. Organ atau
jaringan manusia yang dapat dimanfaatkan terbatas pada ginjal, karena mata untuk kepe
ntingan transplantasi dan darah untuk kepentingan transfusi dengan syarat-syarat tertent
u.
3. Vaksin Covid-19
Dari sudut pandang Islam, melestarikan kehidupan sejalan dengan melestarikan
agama, muslim yang menolak menerima vaksin COVID-19 dapat dianggap melanggar
hukum Syariah. Namun sertifikasi halal hanyalah salah satu dari banyak masalah yang
dapat mempengaruhi penyerapan vaksin. Gerakan anti- vaksinasi, kekhawatiran tentang
efek samping jangka panjang, aksesibilitas, dan kesalahan informasi menimbulkan
tantangan tambahan. Wacana dan komunikasi ilmiah yang efektif, termasuk keterlibatan
reguler dengan sarjana hukum Islam, Ulama, dan badan pengatur nasional, akan sangat
penting untuk mencapai target vaksinasi.
Keputusan individu tentang menerima vaksin COVID-19 bersifat multifaktorial.
Isu Halal dapat menimbulkan tantangan yang signifikan di antara populasi Muslim. Dewan
fatwa di seluruh dunia telah menggunakan pendekatan syariah dan ilmiah untuk
memberikan sertifikat Halal untuk vaksin COVID-19. Namun terjadi inkonsistensi antar
daerah. Misalnya, vaksin AstraZeneca COVID- 19 dianggap Haram oleh dewan Indonesia
tetapi Halal oleh dewan lain. Meskipun demikian, semua dewan fatwa setuju bahwa vaksin
diperlukan dalam konteks kita pandemi saat ini, dan dengan demikian menerima vaksinasi
COVID-19 sebenarnya merupakan bentuk kepatuhan terhadap hukum Syariah.
Penggunaan reagen ACF yang lebih luas selama pembuatan dapat lebih meningkatkan
penerimaan di kalangan Muslim.
4. Vaksin Polio
Penggunaan vaksin yang mengandung enzim babi untuk imunisasi polio adalah
boleh, karena IPV adalah vaksin polio yang sangat diperlukan terutama bagi mereka
yang menderita kelainan sistem kekebalan tubuh, jika tidak dipenuhi dapat berbahaya
bagi penderita maupun yang lainnya, selain itu belum ada IPV jenis lain yang dapat
menggantikan vaksin tersebut. Bahwasanya diperbolehkan penggunaan vaksin yang
mengandung enzim babi untuk imunisasi polio merupakan hasil dari ijtihad jama'i yang
didasarkan pada kemaslahatan yaitu adanya bahaya yang mengancam jiwa seseorang.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Qur’an dan Terjemahan
Andoko, A., Fatmawati, I. and Sendy, B. (2022) ‘Analisis Keberadaan Halal Vaksin Covid-19 Dalam
Upaya Melindungi Hak-Hak Masyarakat Muslim Indonesia’, Warta Dharmawangsa, 16(4),
pp. 1027–1038. doi: 10.46576/wdw.v16i4.2452. Baharuddin, D., Ambon, I. and Ambon, I.
(2023) ‘Konstruksi Pemahaman Keagamaan Tentang Vaksin Covid-19 pada Imam dan
Khotib di Kota Ambon ( Eksternalisasi QS . Al- Baqarah : 195 dan QS . Asyuara ’: 80 )’, 20,
pp. 173–192. doi: 10.46781/al-mutharahah.
Asyari, Hasyim dan Suriana. Hubungan Pengetahuan Tentang Bahaya Etanol dengan Konsumsi
Etanol pada Remaja. Jurnal Penelitian Politeknik Kesehatan, Volume 7, 2009.
Barry, M. Dahlan (2013). Ringkasan Fikih Sunnah : Sayyid Sabiq.
Braikat, M., Barkia, A., Mdaghri, N. E., Rainey, J. J., Cohen, A. L., & Teleb, N. (2012).
Celsa Evansi et al., “Penyuluhan dan Cara Pembuatan Hand Sanitizer Untuk Masyarakat dalam ovid-
19 di Kelurahan Pisang Candi Kota Malang”, Jurnal Pengabdian Masyarakat Khatulistiwa,
Vol. 3, No. 2 (November 2020), 73.
Dewi, I. S., Taufiq, H., Sunandari, A. S. (2022). Upaya Peningkatan Pemahaman Penggunaan Produk
Eliksir dan Sirup Halal Melalui Kegiatan Pengabdian di Apotek Karunia Sehat Baru
Kabupaten Semarang. Jurnal Abdi Masyarakat Indonesia (JAMSI). 2(6). 1869-1874
Djazuli, A. 2006. Kaidah-Kaidah Fikih, Jakarta: Prenada Media Grup.
Ekayanti, N. L. F., Megawati, F., & Dewi, N. L. K. A. A. (2023). artikel review Pemanfaatan Tanama
n Pisang (Musa Paradisiaca L.) Sebagai Sediaan Kosmetik. Usadha, 2(2), 19–24.
Evans, C., Lada, M. S. L., Funan, Y., Nangi, D. A. L., & Yuwono, T. (2020). Penyuluhan Dan Cara P
embuatan Hand Sanitizer Untuk Masyarakat Dalam Covid-19 Di Kelurahan Pisang Candi Kot
a Malang. Jurnal Pengabdian Masyarakat Khatulistiwa, 3(2), 71–78.
Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Nomor: 33 Tahun 2018 Tentang Penggunaan Vaksin MR
(Measles Rubella) Produk dari SII (Serum Intitute of India) Untuk Imunisasi.
Firdaushi, N. F., & Latoof, T. H. (2017). Pandangan Anggota Ormas Islam Di Wilayah Maluku
Terhadap Imunisasi/Vaksinasi Meningitis Serta Kajiannya Secara Biologi. Biosel (Biology
Science and Education): Jurnal Penelitian Science dan Pendidikan, 6(1), Hal. 69–83. 19
Hafidzi, A. & Hayatunnisa, E. (2017). Kriteria Poligami serta Dampaknya melalui Pendekatan Alla
Tuqsitu Fi al-Yatama dalam Kitab Fikih Islam Wa Adillatuhu. Syariah: Jurnal Hukum dan
Pemikiran, 17(1).
Hani, Umi. (2020). Pemakaian Alkohol Pada Obat Batuk Sirup Berdasarkan 4 Mazhab. Al-Ulum Ilmu
Sosial dan Humaniora. 6(1). 60-74.
Harmy, Mohammad Yusuf. 2013. Fikah Perubatan Selangor: PTS Millenia
Helwig, N. E., Hong, S. and Hsiao-wecksler, E. T. (no date) ‘No 主観的健康感を 中心と した在宅
高齢者における 健康関連指標に関する共分散構造分析 Title’, 10, pp.287–301.
Hendrajaya, K., Jamailah, N., & Azminah, A. (2021). Identifikasi Alkohol dalam Hand Sanitizer secar
a Fourier Transform Infra Red (FTIR) dan Kemometrik. MPI (Media Pharmaceutica Indones
iana), 3(4), 208–216.
11
Herlina, L. (2019). Tinjauan Konsistensi Ajaran Islam dalam QS. AL-Baqarah Ayat 173 dalam
Persoalan Vaksin MR. Jurnal Pascasarjana IAIN Mataram. Vol.8 (2): 35-46.
Hikmah, W. F., dan Azwar, Z. (2020). Hukum Penggunaan Vaksin Measles Rubella (Analisis Fatwa
MUI No. 33 Tahun 2018). Journal Al-Ahkam. Vol. 21 (1): 19-33.
Hoesea, E. V. (2014). Evaluation of health surveillance activities of hajj 2013 in the hajj
embarkation Palangkaraya. Jurnal Berkala Epidemiologi, 2(2), Hal. 206–215.
https://journal.ibrahimy.ac.id/index.php/alhukmi/article/download/737/663
https://www.bbc.com/indonesia/articles/c721xw7g480o
https://www.kompas.id/baca/humaniora/2023/03/21/satu-kasus-polio-dilaporkan-di-purwakarta
Ibrahim, A. H., Rahman, N. N. A., Saifuddeen, S. M., & Baharuddin, M. (2019). Maqasid al-
Shariah based Islamic bioethics: A comprehensive approach. Journal of Bioethical Inquiry,
16(3), Hal. 333– 345.
Ir. Nancy Dewi Yuliana, M.Si, dosen Ilmu Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor sekalig
us auditor halal LPPOM MUI, menerangkan bahwa bahan aktif hand sanitizer adalah
etanol. (halalmui.org).
Khoiri N. The Mapping of Renewal of ‘Usul Fiqh’thoughts in Indonesia. Int J Language Res Educ St
ud (2017) 1(1):18–33. doi: 10.30575/2017081202.
Lasmita, Y., Misnaniarti, M. and Idris, H. (2021) ‘Analisis Penerimaan Vaksinasi Covid-19 Di Kalan
gan Masyarakat’, Jurnal Kesmas (Kesehatan Masyarakat) Khatulistiwa, 8(4), p. 195. doi: 1
0.29406/jkmk.v8i4.3056.
Lestari, T.R. (2016). Menyoal Pengaturan Konsumsi Minuman Beralkohol di Indonesia. Jurnal
Aspirasi, 7(2), 127-141.
LPPOM MUI, tentang Hukum Alkohol, di akses 30 Oktober 2023
Luthfiyah, E. A. (2010). Studi Istinbat hukum Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Cabang
Surabaya tentang keharaman dan Kemubahan Vaksin Meningitis Bagi Para Jama’ah Haji
atau Umrah [PhD Thesis]. UIN Sunan Ampel Surabaya.
Majelis Ulama Indonesia. 2009. Fatwa nomor 11 tahun 2009 tentang Hukum Alkohol
Majelis Ulama Indonesia, (2018). Fatwa Majelis Ulama Indonesia Nomor 40 Tahun 2018
tentang Penggunaan Alkohol/Etanol untuk Bahan Obat
Makhrus, Munajat. Imunisasi Menurut Kajian MUI. Makalah disampaikan pada Seminar Nasional
Fakultas Kedokteran UII Yogyakarta. 14 Oktober 2017.
Muhammad Makmun Rasyid, “Islam Rahmatan Lil-Alamin Perspektif KH. Hasyim Muzadi”, Jurnal
Sekolah Tinggi Kulliyatul Qur’an Evans, C., Lada, M. S. L., Funan, Y., Nangi, D. A. L., &
Yuwono, T. (2020). Penyuluhan Dan Cara Pembuatan Hand Sanitizer Untuk Masyarakat Da
lam Covid-19 Di Kelurahan Pisang Candi Kota Malang. Jurnal Pengabdian Masyarakat Kh
atulistiwa, 3(2), 71–78. https://doi.org/10.31932/jpmk.v3i2.833
Neo, M. S. , Gupta, S. M., Khan T.M & Gupta, M (2017). Quantification of Ethanol Content in
traditional Herbal Cough syr. Pharmacognosy Journal, 9(6), 821-827.
Nurul Syafiqah Mohd Safari, “Hukum Menggunakan Benda Najis Dalam Pengobatan Menurut Ibn Ta
imiyyah dan Yusuf Al-Qardhawi” (Skripsi---UIN Raden Fatah, Palembang, 2017),
Nurul Zuriah, Metodelogi Penelitian Sosial dan Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara, 2009)
Parera, L. A. ., Dethan, D. A., Pamungkas, B. T. T., Dewi, N. W. O. A. C., & Nenohai, J. A. (2021). P
emanfaatan Daun Sirih dan Jeruk Nipis dalam Pembuatan Hand Sanitizer Herbal. Jurnal Pe
12
ngabdian Kepada Masyarakat Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan Universitas Nusa
Cendana, 1(1), 28–34.
Pratiwi, P. (n.d.). Dinamika Fatwa Majelis Ulama Indonesia tentang Aborsi dan Penggunaan Vaksin
Meningitis dalam Merespons Perubahan Sosial [Master’s Thesis]. Sekolah Pascasarjana
Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta
Rahem, A. (2019). Sikap Pasien Terhadap Konten Alkohol dan Kehalalan Pada Obat Batuk. Journal
of Halal Product and Research, 2(2), 106-113
Ramadani, S. (2018). Hukum Penggunaan Alkohol Sebagai Pelarut (Solvet) Dalam Obat Batuk Ditinj
au Dari Hadis Nabi. Tesis, 1–133.
Republik Indonesia Peraturan Manteri Kesehatan RI nomor 1176/Menkes/Per/Vlll/2010, bab 1 pasal 1
Rusnam. (2019). Vaksin Measles dan Rubella (MR) ditinjau dari Hukum Islam dengan Pendekatan
Maqashid As Syariah. Jurnal Al-’Adl. Vol.12 (2): 201- 216.
Shahi>h Al-Bukhari, Juz I, h.258
Shahih Al-Bukhari, Juz I, h.258 no. 5585
Shihab, M. Quraish(2002)”Tafsir Al-Misbah Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur‟an”, Jakarta:
Lentera Hati
Sianipar, HF., dkk. (2021). Diseminasi Hand Sanitaizer Mampu Mengurangi Pertumbuhan Mikroba D
i Siantar Estate. Journal Pengabdian Masyarakat. Vol. 2. No. 1.
S, S., Aksa, F. N. and Saifullah, T. (2022) ‘Tinjauan Hukum Islam Terhadap Fatwa Mui No 02 Tahu
n 2021 Tentang Kehalalan Vaksin Covid-19 Sinovac’, Jurnal Ilmiah Mahasiswa Fakultas H
ukum Universitas Malikussaleh, 5(2), pp. 9–18. doi: 10.29103/jimfh.v5i2.8230
Suryani M.F dan Teranguli J. Sembiring, “Efektivitas Hand Sanitizer dalam Membunuh Kuman” 202
1. Undang-Undang nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan
Syaikh Dr. Muhammad Shidqi bin Ahmad Al Burnu, Al Wajiz liddhidhi Qowa’idil Fiqhi Al
Kulliyah(1422), Kaedah “Hukum Segala Sesuatu Adalah Halal”, cet kelima,
Tanguay, L., & Bernard, S. (2020). Ecoagricultural landscapes in the dieng mountains of central
Java; A study of their evolution and dynamics. Journal of Rural Studies, 77, 169–184.
https://doi.org/10.1016/j.jrurstud.2020.05.001
Tranggono, Fatma Latifah, Retno (2007). Buku Pegangan Ilmu Pengetahuan Kosmetik, Jakarta :
PT .Gramedia Pustaka Utama.
Wibisono, C. et al. (2020) ‘Influence of spiritual, economic resistance, healthy behavior of free covi
d-19 pandemics through immunity in riau islands, indonesia’, Systematic Reviews in Pharm
acy, 11(12), pp. 1535–1547. doi: 10.31838/srp.2020.12.226.
Yanti, N. P. E. D. et al. (2020) ‘Pengetahuan Publik tentang Covid-19 dan Perilaku Publik’, Jurnal K
eperawatan Jiwa, 8(4), p. 491.
Yaqub, Mustapa KH Ali (2009). Kriteria Halal Haram Untuk Pangan, Obat, dan Kosmetika Menurut
Al-Qur’an dan Hadis. Jakarta : PT. Pustaka Firdaus. Iswari Al-Baijuri,I/104
Yusroh Y , Rahman MZA. Mapping Contemporary Islamic Jurisprudence of Muh. ammad Saʻıd̄ Al-’
Ashmāwı̄ and Muh. ammad Shah. rūr. IJISH (Int J Islamic Stud Humanit) (2018) 1(1):32–4
6. doi: 10.26555/ijish.v1i1.132Thalib P. Distinction of Characteristics Sharia and Fiqh on Isl
amic Law.
13
PROFIL PENULIS
14
15
apt. Nasrul Umami, S.Farm.Lahir di Cianjur pada
tanggal 31 Juli 1991. Merupakan Apoteker yang bekerja
di TNI Angkatan Udara, khususnya di RS dan Klinik
TNI AU. Riwayat pendidikan,telah menyelesaikan
Program Sarjana Farmasi dan Profesi Apoteker di
Universitas Padjadjaran, Bandung. Saat ini penulis
sedang menjadi mahasiswa pada Program Studi Magister
Ilmu Farmasi di Universitas Muhammadiyah
Purwokerto.
16
Apt. Afina Nurfauziah, S.Farm lahir di Tegal pada
tanggal 3 Agustus 2000. Riwayat pendidikan, telah
menyelesaikan Program Sarjana Farmasi di Universitas
Bhamada Slawi periode 2017-2021, kemudian
melanjutkan Program Studi Profesi Apoteker di
Universitas Setia Budi Surakarta periode 2022-2023. Saat
ini penulis sedang menjadi mahasiswa pada Program
Studi Magister Ilmu Farmasi di Universitas
Muhammadiyah Purwokerto. Bekerja sebagai Apoteker
Penanggungjawab disuatu apotek dan menjadi Asisten
Dosen di Universitas Bhamada Slawi. Email :
Afinanurfauziah65@gmail.com
Sukamto Jodi Setiyawan, S.Farm lahir di Cilacap pada
tanggal 3 September 1989. Riwayat pendidikan, telah
menyelesaikan Program Sarjana Farmasi di Universitas
Al-Irsyad Cilacap Angkatan 2020. Saat ini penulis sedang
menjadi mahasiswa pada Program Studi Magister Ilmu
Farmasi di Universitas Muhammadiyah Purwokerto.
Bekerja sebagai Penanggungjawab disuatu Toko Alkes di
Cilacap dan menjadi Staf Laboratorium Farmasi di
Universitas Al-Irsyad Cilacap.
17
disuatu apotek dan menjadi asisten dosen di Universitas
Bhamada Slawi.
18
Elva Angela, S. Farm lahir di Cirebon pada tanggal 9
Desember 1999, telah selesai menempuh Pendidikan
Sarja di Sekolah Tinggi Farmasi Muhammadiyah
Cirebon. Saat ini telah menjadi asisten apoteker yang
bekerja di Apotik Jebeka Farma Kabupaten Cirebon.
Dan saat ini penulis sedang melanjutkan Pendidikan
Program Magister Ilmu Farmasi di Universitas
Muhammadiyah Purwokerto.
Lingga Pratama, S. Farm Lahir di Bandar Lampung
24 juli 2000 telah selesai menempuh pendidikan
sarjana farmasi di Universitas Tulang Bawang
Lampung. setelah lulus penulis bekerja disalah satu
Apotek Terbesar di Provinsi Lampung. dan saat ini
penulis sedang melanjutkan Pendidikan Program
Magister Ilmu Farmasi Di universitas Muhammadiyah
Purwokerto.
Nur Anisa Rahma, S. Farm Lahir di Wonosobo pada
tanggal 15 April 2001, telah selesai menempuh
Pendidikan Sarjana di Sekolah Tinggi Kesehatan
Muhammadiyah Wonosobo. Setelah lulus penulis
menjadi asisten dosen di Sekolah Tinggi Kesehatan
Muhammadiyah Wonosobo. Dan saat ini penulis
sedang melanjutkan Pendidikan Program Magister
Ilmu Farmasi di Universitas Muhammadiyah
Purwokerto. e-mail: nuranisarhma@gmail.com
19