Oleh:
Semester IV/ C
Nama Kelompok:
Ni Luh Gede Praba Yanti (1313031054)
Ngurah Dwi Dharma Suputra (1313031076)
Ni Made Dian Prabayanti (1313031057)
Putu Sista Dharmika (1313031062)
Anak Agung Sri Yoni (1313031076)
Vicky Enggy Clovidea Indra Eky (1313031077)
Ni Putu Ayu Eva Trisna Widiantini (1313031079)
Wawan Satriawan (12130310 )
1
LAPORAN PRAKTIKUM
I. IDENTITAS
Judul : Penentuan Kadar Logam Cu2+ (Tembaga II) pada Uang Logam
500 Rupiah Kuning melalui Titrasi Iodometri
Tujuan : Menentukan dan menetapkan kadar Cu2+ (Tembaga II) yang
terdapat pada uang logam Rp.500 kuning.
2
diakhiri/dihentikan. Dalam titrasi biasanya diambil sejumlah alikuot tertentu yaitu bagian
dari keseluruhan larutan yang dititrasi kemudian dilakukan proses pengenceran (W
Haryadi, 1990). Pengenceran adalah proses penambahan pelarut yg tidak diikuti
terjadinya reaksi kimia sehingga berlaku hukum kekekalan mol.
Iodometri adalah titrasi dengan larutan standar iodium (I2). Iodometri adalah titrasi
terhadap iodium yang dibebaskan dari suatu reaksi redoks, menggunakan larutan standar
Natrium tiosulfat Na2S2O3. Potensial oksidasi reaksinya adalah 0,535 volt.
I2 + 2e 2I-
3
III. ALAT DAN BAHAN
4
IV. PROSEDUR KERJA
1. Menyiapkan Larutan Sampel
a. Menimbang berat awal larutan sampel secara kuantitatif dan mencatat beratnya
sebagai berat awal larutan sampel.
b. Menghitung massa tembaga pada larutan sampel.
c. Menghitung mol dan molaritas tembaga pada larutan sampel.
d. Mengencerkan larutan sampel agar menjadi larutan sejati dengan cara
menambahkan 5 mL H2SO4 ke dalam 10 mL larutan sampel sambil dipanaskan.
Kemudian encerkan dengan aquades hingga volume larutan sampel menjadi
50mL.
e. Menghitung normalitas tembaga dalam larutan sampel tersebut.
5
3. Menetapkan Kadar Tembaga dalam Larutan Sampel
a. Mengambil larutan sampel sebanyak 50mL dari larutan ke-2, yang berasal dari
hasil pengenceran 250 mL, dan dimasukkan kedalam Erlenmeyer.
b. Menetralkan dengan larutan ammonia dengan cara membuat pH larutan sampel
menjadi netral. Uji pH larutan dengan trayek pH. Penambahan ammonia dilakukan
secara berkala. Apabila pH larutan menunjukkan keadaan netral pada trayek, maka
penambahan ammonia dihentikan.
c. Memasukan larutan Na2S2O3 ±0,1 N kedalam buret, lalu jepit buret dengan statif
dan klem.
d. Menambahkan 30 mL larutan KI 0,1N ke dalam larutan sampel selanjutnya
dikocok kuat, lalu masukan kedalam 3 Erlenmeyer masing-masing 10 mL.
e. Mentitrasi dengan larutan standar Na2S2O3 hingga warna biru pada larutan menjadi
hilang.
f. Menghentikan titrasi dan mencatat volume tiosulfat yang digunakan, apabila
larutan sampel sudah berubah warna.
g. Mengulangi titrasi sebanyak 2 kali.
h. Menambahkan larutan amilum 2 mL kedalam larutan yang sudah dititrasi dan
diamati perubahan yang terjadi.
i. Mentitrasi titrat yang sudah ditambahkan amilum dengan larutan standar Na2S2O3
selanjutnya diamati perubahan yang terjadi.
V. TABEL PENGAMATAN
1. Menyiapkan larutan sampel
6
kuningan aquades dengan 5 mL
Rp.500 H2SO4 sambil
dipanaskan dan
diencerkan dengan
aquades hingga
volume menjadi 50
mL
Hasil Pengamatan
No Sampel Reagen Perlakuan
Hasil
2.1 12,5 mL 50 mL aquades + Dicampurkan Campuran tersebut
K2Cr2O7 3 mL HCl pekat + kemudian dikocok menghasilkan larutan
15 mL KI) standar yang berwarna
kuning kecoklatan
7
2.2 1,5 gr amilum aquades Dilarutkan
Larutan amilum berwarna
kemudian
putih keruh
dipanaskan
Elemenyer 2
8
Elemenyer 3
2.5 Larutan standar Na2S2O3 sebagai Dititrasi dengan Larutan standar berubah
dikromat titran larutan Na2S2O3 warna menjadi kuning
sebagai titrat jerami
Titrasi 1
Titrasi 2
Titrasi 3
9
Erlenmeyer 2
Erlenmeyer 3
2.7 Larutan standar Na2S2O3 sebagai Dititrasi lanjut Larutan berubah warna
dikromat yang titran dengan Na2S2O3 menjadi hijau muda
berisi amilum kekuningan
sebagai titrat Titrasi 1
Titrasi 2
Titrasi 3
Hasil Pengamatan
No Sampel Reagen Perlakuan
Hasil
3.1 Larutan sampel NH4OH Ditambahkan Larutan sampel berwarna biru
uang logam yang hingga larutan
sudah diencerkan sampel
menunjukkan
keadaan netral
10
dengan bantuan
trayek pH
Erlenmeyer 2
Erlenmeyer 3
11
3.3 Larutan Na2S2O3 - Dimasukkan ke
dalam buret
kemudian jepit
buret pada statif
dan klem
3.4 Titrat sampel Na2S2O3 Dititrasi hingga Warna biru pada titrat berubah
yang sudah sebagai titran terjadi perubahan menjadi warna bening
ditambahkan KI warna pada titrat
Titrasi 1
Titrasi 2
Titrasi 3
12
3.6 Titrat yang Na2S2O3 Dititrasi lanjut Tidak terjadi perubahan warna
sudah dititrasi sebagai titran dengan Na2S2O3 pada titrat
Titrasi 1
Titrasi 2
Titrasi 3
VI. PEMBAHASAN
13
Indikator yang digunakan untuk mengetahui bahwa reaksi telah lengkap adalah
amilum. Dalam titrasi iodometri bila oksidatornya telah habis maka tetesan terakhir dari titran
(Na2S2O3) akan menghilangkan warna biru dari titratnya.
Berdasarkan hal tersebut, maka dapat dicari Normalitas Na2S2O3 melalui perhitungan
dengan rumus Grek asam = Grek basa. Perhitungannya adalah sebagai berikut :
V Na2S2O3 =
14
=
V Na2S2O3 = 5,40mL
V K2Cr2O7 x N. K2Cr2O7 = V Na2S2O3 x N Na2S2O3
10 x 0,1N = 5,40 x N
N Na2S2O3 = 0,185N
Jadi volume natrium tiosulfat yang digunakan adalah 5,40mL dengan normalitas
sebesar 0,185N.
15
Berdasarkan hal tersebut, maka dapat dicari kadar tembaga dalam larutan sampel
melalui perhitungan dengan :
Volume Na2S2O3 =
Be Cu =
16
Analisis Ketidaksesuaian Data dengan Landasan Teori
Pada saat penambahan indikator amilum dilakukan terhadap larutan standar, sesuai
dengan dasar teori warna kuning jerami berubah menjadi warna biru. Warna kuning pada
jerami menunjukkan bahwa jumlah I2 dalam keadaan seminimal mungkin, sehingga amilum
bereaksi secara sempurna dengan I2. Namun yang terjadi adalah warna kuning jerami berubah
menjadi warna hijau. Hal ini mungkin disebabkan karena suspensi kanji tidak stabil (mudah
rusak), sehingga iodium tidak dapat membentuk kompleks dengan amilum. Mungkin juga
disebabkan karena larutan indikator ini mudah terurai oleh bakteri, sehingga tidak dapat
bereaksi membentuk kompleks.
Sesuai dengan dasar teori, ketika larutan standar yang mengandung tembaga (CuSO4)
dititrasi dengan natrium tiosulfat, maka warna yang semula biru akan berubah menjadi warna
kuning jerami yang menunjukkan adanya I2 dalam larutan tersebut. Namun pada
kenyataannya ketika dititrasi, warna biru pada larutan standar perlahan menjadi hilang.
Keadaan ini menandakan oksidatornya telah habis bereaksi dan telah melewat titik ekuivalen
Hal tersebut mungkin disebabkan karena kesalahan perlakuan pada penetralan larutan standar
dengan ammonia. Komposisi larutan netral yang terbentuk tidak sesuai dengan yang
diharapkan, sehingga ketika direaksikan dengan titran tidak bereaksi secara sempurna. Hal ini
mungkin juga disebabkan karena sampel yang dijadikan larutan standar tidak seperti CuSO 4.
Larutan sampel yang digunakan tidak hanya mengandung Cu, kemungkinan mengandung
logam-logam lain, sehingga ketika direaksikan bukan hanya logam Cu yang bereaksi tetapi
logam penyusun lain yang terdapat pada larutan sampel juga ikut bereaksi.
Pada saat penambahan amilum, larutan standar yang telah dititrasi tersebut berubah
menjadi putih keruh. Keadaan ini menunjukkan tidak terbentuknya kompleks amilum-iodium
secara sempurna. Hal ini mungkin disebabkan penambahan indikator amilum dilakukan
ketika telah melewati titik ekuivalen. Mungkin juga disebabkan karena larutan indikator ini
mudah terurai oleh bakteri, sehingga tidak dapat bereaksi membentuk kompleks. Kemudian
saat dititrasi kembali dengan natrium tiosulfat, warna putih keruh tidak berubah. Hal ini
menunjukkan tidak adanya reaksi antara Cu2+ dengan I2.
17
VII. KESIMPULAN
Pada analisis sebelumnya, komponen penyusun terbesar uang logam 500 rupiah
kuning adalah tembaga II. Penentuan kadar tembaga dapat dilakukan dengan metoda
iodometri. Sebelum proses iodometri, dilakukan strandarisasi titran yaitu larutan Na2S2O3 dan
didapatkan hasil sebesar 0,185 N. Pada penentuan kadar tembaga dalam 250 mL larutan
sampel ditemukan sebesar 22,746%.
DAFTAR PUSTAKA
Basset. J etc. 1994. Buku Ajar Vogel, Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik. Penerbit Buku
Kedokteran EGC. Jakarta
Day, R. A, Jr, dan Underwood, A. I. 1992. Analisis Kimia Kuantitatif (Edisi Kelima). Jakarta.
Penerbit Erlangga
Selamat, I Nyoman. I Gusti Lanang Wiratma. 2004. Penuntun Praktikum Kimia Analitik.
Singaraja: IKIP Singaraja
Karto Wasono, Ngadiran. 1988. Praktikum Kimia Analisis Anorganik. Singaraja: FKIP Unud
Vogel. 1990. Buku Teks Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan Semimikro Edisi Kelima.
Jakarta: PT. Kalman Media Pusaka
18