Anda di halaman 1dari 167

LAPORAN TETAP PRAKTIKUM KIMIA

KIMIA ANALISIS DASAR

DISUSUN OLEH :
KELAS 1 KB

PROGRAM STUDI :
DIII Teknik Kimia

DOSEN PEMBIMBING :
Meilianti, S.T., M.T.

LABORATORIUM TEKNIK KIMIA


POLITEKNIK NEGERI SRIWIJAYA
PALEMBANG
2020/2021

xi
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL xi
DAFTAR ISI xii

KELOMPOK I i
TITRASI REDOKS (PENENTUAN BESI) 1
TITRASI REDOKS (PENENTUAN ASAM ASKORBAT) 7
TITRASI PENGENDAPAN (PENENTUAN KLORIDA) 14
ANALISIS AIR (PENENTUAN COD) 20
ANALISIS AIR (PENENTUAN KESADAHAN/Ca2+) 25
PENENTUAN ASAM LEMAK BEBAS (ALB) PADA
MINYAK GORENG 31

KELOMPOK II ii
TITRASI REDOKS (PENENTUAN BESI) 37
TITRASI REDOKS (PENENTUAN ASAM ASKORBAT) 43
TITRASI PENGENDAPAN (PENENTUAN KLORIDA) 49
ANALISIS AIR (PENENTUAN COD) 55
ANALISIS AIR (PENENTUAN KESADAHAN/Ca2+) 62
PENENTUAN ASAM LEMAK BEBAS (ALB) PADA
MINYAK GORENG 71

KELOMPOK III iii


KELOTITRASI REDOKS (PENENTUAN BESI) 77
TITRASI REDOKS (PENENTUAN ASAM ASKORBAT) 83
TITRASI PENGENDAPAN (PENENTUAN KLORIDA) 89
ANALISIS AIR (PENENTUAN COD) 94
ANALISIS AIR (PENENTUAN KESADAHAN/Ca2+) 99
PENENTUAN ASAM LEMAK BEBAS (ALB) PADA
MINYAK GORENG 105

KELOMPOK 1V iv
TITRASI REDOKS (PENENTUAN BESI) 110
TITRASI REDOKS (PENENTUAN ASAM ASKORBAT) 119
TITRASI PENGENDAPAN (PENENTUAN KLORIDA) 130
ANALISIS AIR (PENENTUAN COD) 139
ANALISIS AIR (PENENTUAN KESADAHAN/Ca2+) 147
PENENTUAN ASAM LEMAK BEBAS (ALB) PADA
MINYAK GORENG 156

DAFTAR PUSTAKA iv

xii
DISUSUN OLEH :
KELOMPOK I

1. Adinda Lara Sati (062030401215)


2. Agel Ilham Saputra (062030400125)
3. Amelia Widi Nurasyah (062030401216)
4. Ananda Choirunisyah Dea Alquratu (062030401217)
5. Annisa Septiana (062030401218)

i
TITRASI REDOKS ( PENENTUAN BESI )

1. TUJUAN PERCOBAAN
Setelah melakukan percobaan ini diharapkan mahasiswa mampu melakukan
standarisasi dan penentuan cuplikan dengan titrasi redoks.

2. PERINCIAN KERJA
1. Melakukan standarisasi larutan KMnO4
2. Menentukan kadar besi dalam larutan

3. DASAR TEORI
Titrasi redoks merupakan titrasi yang di dasarkan pada reaksi oksidasi reduksi
antara analit dan titran. Titrasi redoks banyak digunakan untuk penentuan sebagian
besar logam – logam . indicator yang digunakan pada titrasi ini menggunakan
berbagai cara kerja. Pada titrasi yang menggunakan KMnO4 tidak menggunakan
suatu larutan indicator , tetapi larutan KMnO4 itu sendiri dapat bertindak sebagai
indicator.

3.1 Kalium Permanganat


Kalium permanganate digunakan secara luas sebagai pereaksi oksidasi selama
seratus tahun lebih . zat ini merupakan pereaksi yang mudah diperoleh , tidak mahal ,
dan tidak memerlukan indicator kecuali kalau digunakan larutan – larutan yang sangt
encer . satu tetes KMnO4 0,1 N memberikan suatu warna merah muda yang jelas
pada larutan dalam titrasi. Permanganate mengalami reaksi kimia yang bermacam –
macam , karena mangan dapat berada dalam keadaan – keadaan oksidasi +2, +3 , +4 ,
+6 , +7 . untuk reaksi yang berlangsung dalam larutan yang sangat asam akan terjadi
reaksi :
MnO4- + 8H+ + 5e   Mn2+ + 4H2O
Sedangkan untuk reaksi dalam larutan berasam rendah :
MnO4- + 8H+   MnO2(p) + 2H20
Reaksi yang paling banyak digunakan adalah reaksi pada larutan yang sangat asam ,
dimana permanganat bereaksi dengan sangat cepat.
3.2 Natrium Oksalat
Senyawa ini merupakan standar primer yang baik bagi permanganate dalam
larutan berasam. Dapat diperoleh dalam derajat kemurnian yang tinggi . stabil pada
pemanasan dan tidak hidrokopis . reaksi dengan permanganat agak kompleks dan
sekalipun banyak penelitian yang telah dilakukan , namun mekanisme yang tepat
tidak jelas. Reaksinya lambat pada suhu kamar . oleh , karena itu biasanya larutan
dipanaskan pada suhu 600c . pada kenaikan suhu awalnya reaksi berjalan lambat ,
tetapi kecepatan meningkat setelah ion mangan (II) terbentuk . mangan (II) bertindak
sebagai suatu katalis dan reaksinya dinamakan otokatalitik karena katalis dihasilkan
oleh reaksinya sendiri. Ionnya mungkin mempengaruhi efek katalik nyadengan cepat
bereaksi dengan permanganate untuk membentuk mangan dari keadaan oksidasi
antara +3 dan +4 yang selanjutnya dengan cepat mengoksidasi ion oksalat , kembali
ke keadaan divalent . adapun reaksinya adalah :
5C2O42- + 2 MnO4 + 16H+  2Mn2+ + 10CO2 + 8H2O
Flower dan bright melakukan suatu penelitian yang sangat mendalam terhadap
kesalahan – kesalahan yang mungkin di dalam titrasi. Mereka menemukan beberapa
bukti dan pembentukan peroksida.
O2 + H2C2O4  H2O + 2CO2

1
2

Dan apabila peroksida terurai sebelum berekasi dengan permanganate , terlalu sedikit
larutan permanganate yang diperlukan sehingga dari perhitungan normalitasnya tinggi.
Mereka menyarankan agar hampir semua permanganate ditambahkan dengan cepat
dalam larutan yang telah diasamkan pada suhu kamar. Setelah reaksi sempurna
larutan dipanaskan sampai 600c dan titrasi diselesaikan pada suhu ini .
4. ALAT YANG DIGUNAKAN
 Neraca analitik
 Kaca arloji 2
 Erlenmeyer 250 ml, 500 ml 3, 3
 Buret 50 ml 2
 Pipet ukur 25 ml 4
 Gelas kimia 250 ml 3
 Labu takar 100 ml, 250 ml, 500 ml 2, 3, 1
 Spatula 2
 Bola karet 4
 Hot plate 3
 Termometer 3

5. GAMBAR ALAT

6. BAHAN YANG DIGUNAKAN


 Na2C2O4 padatan
 H2SO4 pekat
 KMnO4 padatan
 FeSO4.7H2O padatan

7. KESELAMATAN KERJA
Gunakan peralatan keselamatan kerja seperti sarung tangan dan masker untuk
menangani larutan asam sulfat.

8. POSEDUR PERCOBAAN
8.1 Standarisasi larutan KMnO4
 Membuat larutan 0,1 N KMnO4 , 500 Ml
 Natrium oksalat dikeringkan dalam oven pada suhu 105 – 110oc selama 2 jam
setelah itu didinginkan dalam desikator.
 Menimbang natrium oksalat sebanyak 300 mg , masukan ke dalam
Erlenmeyer.
 Melarutkan 2,5 mL H2SO4 pekat dalam air 250 mL ( hati – hati )
 Memasukan larutan H2SO4 tersebut kedalam Erlenmeyer yang berisi na-
oksalat . kocok , dinginkan sampai 24oc
 Mentitrasi dengan 0,1 N KMnO4 sampai volume 35 mL . lalu memanaskan
sampai 55 – 60oc dan lanjutkan titrasi setetes demi setetes hingga berubah
warna yaitu merah muda.
8.2 Penentuan besi dengan KMnO4
 Melarutkan 4 gram cuplikan (FeSO4.7H2O) dalam air demineral 100mL
 Memipet 25 mL larutan cuplikan ke dalam Erlenmeyer berukuran 250 mL dan
menambahkan 25 mL 0,5 M H2SO4
3

 Mentitrasi dengan larutan standar 0,1 N KMnO4 sampai warna muda tidak
berubah lagi

9. DATA PENGAMATAN
9.1 Standarisasi Larutan KMnO4
Gram Analit Volume titran
No. Perubahan warna
(Na2C2O4) (KMnO4)
1 300mg 47,2 ml Larutan berubah
2 300mg 47 ml warna secara
3 300mg 45 ml bertahap dari
ungu gelap-
merah gelap-
Rata-rata 300mg 46,4 ml jingga-kuning-
bening-merah
muda

9.2 Penentuan Besi dengan KMnO4


Volume analit Volume titran
No. Perubahan warna
(FeSO4.7H2O) (KMnO4)
1 25 ml 37 ml Larutan berubah
2 25 ml 37,4 ml warna secara
3 25 ml 37,2 ml bertahap dari
ungu gelap-
merah gelap-
Rata-rata 25 ml 37,2 ml jingga-kuning-
bening-merah
muda

10. PERHITUNGAN
10.1 Standardisasi Larutan KMnO4Menentukan normalitas
Gram Na2C2O4 =
VKMnO4 X NKMnO4BE Na2C2O4
300 mg = 46, 4 ml X NKMnO4
67 mg / mek

NKMnO4 = 4,47761194
46,4
NKMnO4 = 0,0965 N

% kesalahan = 0,1 – 0,0965 x100%


0,1
= 0,1 – 0,0965 x100%
0,1
= 0,35 %
4

10.2 Penentuan Besi dengan KMnO4 Menentukan % Klorida dalam contoh


% = V KMnO4 x N KMnO4 x BE Fe x 100%
gr Sampel

% = 37,2 x 0,0965 x 55,845 x 100%


25/100 . 4000
% = 200,472 x 100%
1000
% = 20,047 %

%(teori) = BE Fe x 100%
BM FeSO4.7H2

= 55,845 X 100%
278,07
= 20,086 %
% kesalahan = Teori – Praktek x100%
Teori
= 20,086 – 20,027 x100%
20,086
= 0,194%

11. PERTANYAAN
1. Tuliskan beberapa keuntungan dan kerugian dalam penggunaan larutan standar
KMnO4 sebagai pereaksi oksidasi. ?
2. a. Mengapa pada standarisasi dengan Na-oksalat , KMnO4diberikan secara cepat
b. Mengapa larutan tersebut harus dipanaskan sampai 600C
3. Suatu sampel As2O3 seberat 0,2248 gram dilarutkan dan memerlukan 44,22 mL.
KMnO4 untuk titrasi . Hitung molaritas dan normalitas KMnO4 ?

Penyelesaian :
1. Keuntungan : Mudah diperoleh, tidak mahal, tidak memerlukan indicator
Kerugian : Reaksi lambat pada suhu kamar , mekanisme yang tepat tidak jelas,
permanganate harus ditambah dengan cepat
2. a. KMnO4 diberikan secara cepat karena apabila peroksida terurai sebelum
bereaksi dengan permanganate , terlalu sedikit larutan permanganate yang
diperlukan dan perhitungan normalitas tinggi.
b. larutan harus dipanaskan sampai 60oC karena pada suhu kamar reaksinya
berjalan lambat , tetapi kecepatannya meningkat setelah ion mangan (II)
terbentuk . ion tersebut bertindak sebagai suatu katalis. Yang dihasilkan oleh
rekasinya sendiri .
3. Gram As2O3 = 0,2248 gram = 224,8 mg
VKMnO4 = 44,22 ml
BE As2O3 =BM As2O3 197, 8422 mg/mek
Gram As2O3 = VKMnO4 X NKMnO4BE As2O3
224,8 mg = 44,22 ml X NKMnO4
197 , 8422 mg / mek
NKMnO4 = 0, 0256 mek / ml

Karena BE = BM maka normalitas = molaritas = 0,0256 mek / ml


5

12. ANALISA PERCOBAAN


Dari percobaan yang telah dilakukan dapat dianalisa bahwa pertama membuat
larutan KMnO4 500ml , dan mengeringkan natrium oksalat dioven 105 – 110 OC
selama 2 jam. Lalu setelah kering natrium oksalat ditimbang sebanyak 300 mg .
dilarutkan kedalam erlenmeyer lalu ditambahkan 2,5 ml H2SO4 yang telah dilarutkan,
lalu dinginkan sampai 210c dengan cara dimasukkan ke dalam baskom yang berisi es
dan air , kemudian di titrasi dengan KmnO4 sampai volume 35ml. Kemudian di
letakkan di hot plate dan panaskan sampai 55-600c larutan akan menjadi bening.
Setelah itu titrasi setets demi setetes sampai larutan berbah warna merah muda. Catat
volume yang di dapat. Didalam percobaan ini didapat 3 volume yaitu 47,2ml, 47ml,
dan 45ml dan rata rata nya adalah 46,4ml.
Selanjutnya adalah penentuan besi dengan KmnO4. Pertama tama menimbang
4gr FeSO4.7H2O kemudian dilarutkan dengan aquadest 100ml. Lalu ditambahkan
25ml 0,5M H2SO4 maka lautan akan berubah menjadi bening, Selanjutnya dititrasi
dengan KMnO4 sampai warna berubah menjadi merah muda. Dalam percobaan ini
didapat volume titran yaitu 37ml, 37,4ml, 37,2 sehingga volume rataan nya 37,2ml.

13. KESIMPULAN
Dari percobaan yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa :
N KmnO4 : 0,09650 N
V KMnO4 : 46,4 ml
% Fe secara teori : 20,086%
% Fe secara praktek : 20,047%
% Kesalahan Fe : 0,194%
% Kesalahan N KMnO4 : 0,35%
Kegagalan dalam praktikum disebabkan oleh banyak faktor kesalahan dalam
pembuatan larutan KmnO4 , FeSO4 yang terlalu lama dibiarkan akan berubah menjadi
Fe2+.
6

GAMBAR ALAT

Kaca Arloji Erlenmeyer Labu Ukur

Spatula Pipet Ukur Bola Karet

Spatula Pipet Ukur Bola Karet

Pipet Tetes Thermometer Buret

Neraca Analitik Hot Plate


TITRASI REDOKS
(PENENTUAN VITAMIN C/ ASAM ASKORBAT)
1. TUJUAN PERCOBAAN
Mahasiswa dapat melakukan penentuan kadar vitamin C pada tablet hisap
vitamin C dengan metoda titrasi redoks.

2. RINCIAN PERCOBAAN
1. Standarisasi larutan baku
2. Penentuan kadar asam askorbat pada tablet hisap vit. C

3. TEORI

3.1 Vitamin C (Asam Askorbat)


Vitamin C atau asam askorbat merupakan zat pereduksi dan dapat ditetapkan
dengan titrasi redoks yang menggunakan larutan iod sebagai titran.
O O
CH2OH-CHOH-CH-COH=COH-C=O + I2 CH2OH-CHOH-CH-C-C=O
+ 2H+ + 2I-
OO
Asam Askorbat Asam Dehidroaskorbat
Karena molekul itu kehilangan dua electron dalam titrasi ini, bobot ekivalennya
adalah separuh berat molekuknya, atau 88,07 g/ek.
3.2 Indikator Kanji
Iod hanya sedikit dapat larut dalam air (0,00134 mol/liter pada 250C), namun
sangat larut dalam larutan yang mengandung ion iodida. Iod membentuk
kompleks triodida dengan iodida
I2 + H2O I3-
Iod cenderung dihidrolisis, dengan membentuk asam idodida dan hipoiodit.
I2 + H2O HIO + H+ + I-
Kondisi yang meningkatkan derajat hidrolisis haruslah dihindari. Titrasi tak dapat
dilakukan dalam larutan yang sangat biasa, dan larutan standar iod haruslah
disimpan dalam botol gelap untuk mencegah penguraian HIO oleh cahaya
matahari,
2HIO → 2H+ + 2I- + O2(g)
Asam hipoiodit dapat juga diubah menjadi iodat dalam lautan basa,
3HIO + 3OH- 2I- + IO3- + 3H2O
3.3 Standardisasi
Larutan iod standar dapat disiapkan dengan menimbang langsung iod
murni dan melarutkannya serta mengencerkannya dalam sebuah labu
volumetric. Iod itu dimurnikan dengan sublimasi dan ditambahkan ke dalam
larutan KI pekat, yang ditimbang dengan tepat sebelum maupun sesudah
penambahan iod. Tetapi larutan itu biasanya distandardisasi dengan standar
primer yaitu As2O3.
3.4 Indikator Kanji
Warna larutan iod 0,1 N cukup tua sehingga iod dapat bertindak
sebagai indikatornya sendiri. Iod juga memberikan suatu warna ungu atau
lembayung pada pelarut seperti karbon tetra klorida atau kloroform, dan
kadang-kadang digunakan dalam mendeteksi titik akhir titrasi. Tetapi lebih

7
8

lazim digunakan suatu larutan kanji, karena warna biru tua kompleks
pati-iod berperan sebagai uji kepekatan terhadap iod. Kepekatan itu lebih
besar dalam larutan sedikit asam daripada dalam larutan netral dan lebih besar
dengan adanya ion iodida.
Larutan kanji mudah terurai oleh bakteri, suatu proses yang dapat
dihambat dengan sterilisasi atau dengan penambahan suatu pengawet. Hasil
uraiannya mengkonsumsi iod dan berubah kemerahan. Merkurium (II) iodida,
asam borat atau asam furoat dapat digunakan sebagai pengawet. Kondisi yang
menimbulkan hidrolisis atau koagulasi kanji hendaknya dihindari. Kepekaan
indicator akan berkurang dengan naiknya temperatur dan oleh beberapa bahan
organik seperti metil dan metil alkohol.

4. ALAT YANG DIGUNAKAN


 Neraca analitis
 Kaca arloji
 Erlenmeyer 250 ml
 Buret 50 ml
 Pipet ukur 25 ml
 Gelas kimia 100 ml, 250 ml
 Labu takar 100 ml, 250 ml
 Spatula
 Bola karet

5. GAMBAR ALAT (TERLAMPIR)

6. BAHAN YANG DIGUNAKAN


 Tiga tablet vit. C
 Indikator kanji
 Iod mutu reagensia
 KI
 As2O3
 NaOH
 Indikator pp
 HCl 1:1
 Na2CO3 sebagai buffer

7. KESELAMATAN KERJA
Gunakan peralatan keselamatan kerja seperti sarung tangan dan masker
dalam menangani larutan asam pekat.

8. LANGKAH KERJA

8.1 Pembuatan Larutan Iod


 Menimbang 12,7 g iod, taruh dalam gelas kimia 250 ml.
9

 Menambahkan 40 g kalium iodida dan 25 ml air, mengaduk,


memindahkan ke labu ukur 1 liter, mengencerkan dan
menghomogenkanya.

8.2 Pembuatan Larutan As2O3


 Menimbang As2O3 1,25 g, taruh dalam gelas kimia 250 ml
 Menambahkan 3 g NaOH dan 10 ml air. Melarutkannya.
 Kemudian menambahkan 50 ml air, 2 tetes idicator pp
 Menambahkan 1 ml HCl 1:1
 Memindahkan larutan ke dalam labu ukur 250 ml, mengencerkan
sampai tanda batas

8.3 Pembuatan Larutan Indicator Kanji


 Melarutkan 0,2 gram pati (kanji) dalam 5 ml air dan menuangkan
sedikit demi sedikit ke dalam 50 ml air mendidih,

8.4 Standardisasi Larutan Iod


 Mempipet 25 ml larutan arsenit ke dalam Erlenmeyer 250 ml
 Mengencerkan dengan 50 ml air
 Menambahkan 3 g NaHCO3 untuk membufer larutan
 Menambahkan 5 ml indicator kanji
 Mentitrasi dengan iod sampai pertama kali munculnya warna biru tua
yang bertahan + 1 menit

8.5 Penentuan Vitamin C


 Menimbang dengan tepat tiga tablet vitamin C, dan taruh dalam
Erlenmeyer 250 ml
 Melarutkan dalam 50 ml air
 Mempolang-palingkan labu agar vitamin C larut
 Menambahkan 5 ml indikator kanji
 Mentitrasikan dengan larutan I2 sampai muncul warna biru tua pertama
kali yang bertahan + 1 menit

9. DATA PENGAMATAN

9.1 Standardisasi Larutan Iod


No. Percobaan Volume Iod (ml) Perubahan Warna
1 33,5 ml
2 32,5 ml Putih menjadi biru
3 33 ml tua

Rata-rata 33 ml

9.2 Penentuan Vitamin C pada vitacimin


10

No. Percobaan Volume Iod (ml) Perubahan Warna


1 17 ml
2 13,6 ml
Putih menjadi biru
3 16,4 ml tua

Rata-rata 15,66 ml

10. PERHITUNGAN

10.1 Standardisasi Larutan Iod


�� As2O3
�� As2O3
= V I2 × N I2
25 ��
(1250 �� × )
100 ��
49,46 ���/��
= 33 ml × N I2
312,5
49,46 ���/��
= 33 ml × N I2

6,3182 = 33 ml × N I2
6,3182
N I2 = 33

= 0,1914 N
10.2 Penentuan Vitamin C
�� ��� �
V I2 ∙ N I2 = �� ��� �
�� ��� �
15,66 �� � 0,1914 N = 88,079 ��/��
�� ��� �
2,9973 = 88,079 ��/��

gr vit c = 264 mg

11. PERTANYAAN
1) Apakah perbedaan iodometrik dan iodimetrik?
Jawab :
Iodometrik (iodometri langsung), merupakan titrasi terhadap larutan analit
dengan larutan iodine sebagai larutan standar atau titran menggunakan
indikator amilum. Beberapa senyawa yang dapat dititrasi dengan iodium
adalah tiosulfat (S2 O3 2 ) Arsen (III), antimon (III), sulfida (S2− ), sulfit
(SO3 2− ), dan ferosianida [Fe(CN)6]4+ . Larutan iodin harus distandardisasi
terlebih dahulu dengan larutan primer arsen trioksida. Sedangkan Iodimetri
(iodometri tak langsung), merupakan titrasi terhadap larutan analit yaitu
larutan natrium tiosulfat sebagai larutan standar atau titran menggunakan
indikator amilum
2) Unsur atau senyawa apakah yang dapat ditentukan pada iodimetrik?
Jawab :
11

H2 S, Sn2+ , Ag3+ , N2 H4, S02− , Zn2+ , Cd2+ , Hg2+ , Pb2+ . Vitamin C, glukosa
dan gula pereduksi lainnya.

12. ANALISA DATA


Pada percobaan ini, penetapan kadar vitamin C dengan metode iodimetri.
Iodimetri adalah titrasi langsung dan merupakan metode penentuan atau
penetapan dasar penentuannya adalah jumlah I, yang bereaksi dengan sampel
atau terbentuk dari hasil reaksi antara sampel dengan ion iodida. Iodimetri
adalah titrasi redoks dengan I2 sebagai pentiternya. Dalam reaksi redoks
harus selalu ada oksidator dan reduktor, sebab bila suatu unsur bertambah
bilangan oksidasinya (melepaskan elektron), maka harus ada suatu unsur yang
bilangan oksidasinya berkurang atau turun (menangkap elektron).
Sampel yang digunakan dalam percobaan ini adalah minuman vitamin
C. Indikator yang digunakan adalah indikator kanji. Kanji yang digunakan
karena akan membentuk kompleks iod amilum yang berwarna biru tua
meskipun konsentrasi I, sangat kecil dan molekul yang terikat kuat pada
permukaan beta amilosa seperti amilum. Indikator kanji yang digunakan
harus dalam keadaan panas agar mendapatkan hasil titrasi yang maksimal dan
juga karena kanji tidak dapat larut jika tidak panas. Tetapi, dalam
memberlakukannya harus diperhatikan agar larutan kanji tersebut tidak
berubah menjadi encer.
Kemudian larutan vitamin C yang sudah ditambah akuades dititrasi
secara perlahan-lahan dengan larutan iodium. Ketika akan mencapai batas
akhir titrasi larutan vitamin C terkadang menimbulkan warna biru tetapi warna
biru tersebut hilang lagi. Hal ini dikarenakan masih ada vitamin C yang belum
bereaksi dengan larutan iodium. Setelah beberapa saat maka didapatkanlah
hasil larutan yang berwarna biru mantap. Hal ini menandakan bahwa vitamin
C telah habis bereaksi dan titik akhir titrasi telah tercapai. Warna biru
terbentuk karena dalam larutan pati, terdapat unti-unit glukosa membentuk
rantai heliks karena adanya ikatan tata pada tiap unit glukosanya. Bentuk ini
menyebabkan pati dapat membentuk kompleks dengan molekul iodium yang
dapat masuk ke dalam spiralnya., Sehingga menyebabkan warna biru tua pada
kompleks tersebut. Berikut ini reaksi yang terjadi antara vitamin C dengan
iodium:

C6 H8 O6 + I2 → C6 H6 O6 + 2I− + 2H+

Konsentrasi larutan iodium yang digunakan untuk mencapai titik akhir


titrasi tersebut adalah 0,1N. Dalam titrasi ini, tidak dapat diketahui titik
ekuivalennya, sehingga untuk menentukannya dapat dilihat dari hantaran
listrik, potensi, maupun dengan menggunakan pH. Kemudian setelah itu
dihitung kadar vitamin C yang terkandung di dalam sampel dan didapatkan
hasil jika kadar sampel tersebut adalah sebesar 264 mg.

13. KESIMPULAN
Dari percobaan yang telah dilakukan pada titrasi redoks penentuan
vitamin C dalam standarisasi larutan ion dapat diketahui hasilnya pada
percobaan 1 : 33,6 ml, percobaan 2 : 32,5 ml, percobaan 3 : 33 ml, dengan
12

rata-rata volumenya 33 ml dengan perhitungan normalitas iod adalah


0,1914 ��/��.
Pada penentuan vitamin C dapat diketahui hasilnya pada percobaan 1 :
17 ml, percobaan 2 : 13,6 ml, percobaan 3 : 16,4 ml, dengan volume rata-rata
adalah 15,66 ml dan perhitungan gram vitamin C
- Normalitas standarisasi larutan iod : 0,1914 N
- Kadar vitamin C : 264 mg
13

GAMBAR ALAT

Kaca Arloji Erlenmeyer Labu Ukur

Spatula Pipet Ukur Bola Karet

Spatula Pipet Ukur Bola Karet

Pipet Tetes Thermometer Buret

Neraca Analitik Hot Plate Gelas Kimia


TITRASI PENGENDAPAN/ARGENTOMETRI
(PENETUAN KLORIDA)
1. TUJUAN PERCOBAAN
Mahasiswa mampu melakukan standarisasi dan penentuan pada titrasi
pengendapan dengan metode Mohr.

2. RINCIAN KERJA
 Standarisasi larutan AgNO3
 Penentuan kadar klorida pada cuplikan

3. TEORI
Titrasi pengendapan merupakan titrasi yang didasarkan pada reaksi
pembentukan endapan edaran antara analit dengan titran. Terdapat tiga macam
titrasi pengendapan yang dibedakan dari indicator yang digunakan :
1. Metode Mohr
2. Metode Volhard
3. Metode Adsorbsi
Pada titrasi yang melibatkan garam-garam perak, ada tiga indicator
yang dapat di pergunakan. Metode Mohr menggunakan ion kromat CrO42-
untuk mengendapkan AgCrO4 berwarna coklat. Metoda Volhard
menggunakan ion Fe3+untuk membentuk kompleks berwarna dengan ion
tiosianat SCN-. Dengan metoda Fajans menggunakan “Indicator adsorbs”
Seperti suatun system asam basa dapat digunakan sebagai suatu
indicator untuk titrasi asam basa, maka pembentukan endapan dapat juga
digunakan sebagai petunjuk akhir suatu titrasi. Pada metoda Mohr, yaitu
penentuan klorida dengan ion perak dengan indicator ion kromat, penampilan
pertama yang tetap dari endapan perak kromat yang berwarna kemerah-
merahan dianggap sebagai suatu titik akhir titrasi.
Merupakan hal yang diinginkan bahwa pengendapan indicator dekat
pada titik ekivalen. Perak kromat lebih larut (sekitar 8,4 x 10-5 mol/liter) dari
pada perak klorida (1x10-5 mol/liter). Jika ion perak ditambahkan kepada
sebuah larutan yang mengandung ion klorida dalam konsentrasi yang besar da
ion kromat dalam konsentrasi yang kecil, maka perak klorida akan terlebih
dahulu megendap membentuk endapan berwarna putih, perak kromat baru
akan terbentuk sesudah konsentrasi ion perak meningkat sampai melampaui
Kkel perak kromat.
Metoda Mohr dapat juga digunakan untuk penetuan ion bromida
dengan perak nitrat. Selain itu juga menentukan ion sianida dalam larutan
yang sedikit alkalis.
SIFAT FISIK NaCl
1. Rapuh (mudah hancur)
2. Asin (garam dapur)
3. Larut dalam air
4. Tidak bias melewati selaput semi pemiable
SIFAT KIMIA NaCl
1. Bisa di dapatkan dari reaksi NaOH dan HCl sehingga pH nya netral
2. Ikatan ionik kuat selisih elektronegatif nya lebih dari 2
3. Larutan elektrilitnya kuat ketika terionisasi sempurna pada aie
SIFAT FISIK DAN KIMIA PERAK NITRAT (AgNO3)

14
15

1. Penampilan fisik : Kristal,padat tidak berwarna , tidak berbau,


tetapi dengan rasa yang pahit.
2. Massa molar : 169,872 g/mol
3. Titik lebur : 209,7C
4. Titik didih : 440C namun pada suhu inilah mengalami dekomposisi
ternal dimana logam perak dihasilan : 2 AgNO3(1) ---- 2Ag(s) +
2NO2(g). Karena itu tidak ada uap AgNO3 setidaknya tidak dalam
kondisi teresial.
5. Kelarutan AgNO3 adalah garam yang sangat larut dalam air
memiliki kelarutan 256 g/ml pada suhu 25C ini juga larut dalam
pelarut polar lain seperti ammonia ,asam asetat ,aseton, eter dan
gliserol.
6. Massa jenis : 4,35g/cm3 pada suhu 24C
7. Stabilitas AgNO3 adalah zat yang stabil selama disimpan dengan
benar. Ini tidak akan terbakar pada suhu berapa pun, meskipun
dapat terurai melepaskan uap beracun pada nitrogen oksida.
SIFAT FISIK DAN KIMIA K2CrO4
Potasium kromat adalah Kristal ortosombik dengan warna
kekuningan yang tidak memiliki aroma khas dan memiliki rasa pahit.
Berat molekulnya 194,19 g/mol dan desitasnya 2,730bg/ml, ia
memiliki titik leleh 968C dan titik didih 100C senyawa ini tidak larut
dalam alcohol dan sangat larut dalam air maupun melarutkan 62,9
g/mol pelarut dalam 20C

4. ALAT YANG DIGUNAKAN


 Neraca analitis
 Kaca arloji
 Erlemayer 250ml
 Buret 50ml
 Pipet ukur 25 ml
 Gelas Kimia 100ml, 250 ml
 Labu takar 100ml, 250ml
 Spatula
 Bola karet

5. GAMBAR ALAT (TERLAMPIR)


6. BAHAN YANG DIGUNAKAN
 AgNO3
 Indicator K2CrO4
 NaCL p.a
 Cuplikan yang mengandung Cl

7. PROSEDUR PERCOBAAN
7.1 Standarisasi Larutan Baku AgNO3
 Menimbang 4,25 gram perak nitrat dan tambahkan air aquadest sampai
250 ml dalam labu takar. Jaga jangan sampai terkena sinar matahari.
 Menimbang dengan teliti tiga cuplikan Natrium Klorida yang murni
dan kering seberat 0,20 gram dalam tiga Erleayer 250 ml
16

 Melarutkan tiap contoh dalam 50 ml air aquadest dan tambahkan 2 ml


0,1 M kalium kromat
 Mentitrasi cuplikan dengan larutan perak nitrat samapai terjadi
perubahan warna menjadi kemerah merahan yang stabil.
7.2 Penentuan Klorida
 Menimbang denganteliti cuplikan seberat 1 gram , larutkan kedalam air
sampai 100ml.
 Mengambil 25 ml alikot masukan kedalam Erlemayer berukuran
250ml.
 Menambahkan tiga tetes indicator kalium kromat
 Mentitrasi dengan larutan baku perak nitrat sampai terjadi perubahan
warna menjadi kemerah-merahan yang stabil.

8. DATA PENGAMATAN
8.1 Standarisasi Larutan Baku/Standar AgNO3
NO Gram analit (NaCl) Volume titran (AgNO3)
1 200ml 34,2 ml
2 200ml 36,8 ml
3 200ml 32,5 ml
Volume rata-rata 34,5 ml
8.2 PENENTUAN Cl- DENGAN AgNO3
NO Volume analit Volume titran (AgNO3)
1 25ml 34,2 ml
2 25ml 36,9 ml
3 25ml 35 ml
Volume rata-rata 36,3 ml

9 PERHITUNGAN
9.1 STANDARISASI LARUTAN AgNO3
Menentukan normalitas AgNO3
gr NaCl/Be NaCl = V AgNO3 x N AgNO3
0,2gr/58,5 = 34,5ml/1000 x N AgNO3
0,00342 = 0,0034 X N.AgNO3
N.AgNO3 = 0,00342/0,0345
= 0,0991 N

% Kesalahan = teori – praktek /teori x1oo%


= 0,1 – 0,0991 /0,1 x 100%
= 0,9 %
9.2 PENENTUAN KLORIDA DENGAN AgNO3
Menentukan % klorida dalam cotoh :
%Cl = V.AgNO3 x N.AgNO3 x BE Cl / gr sampel x100
1. KCl ----- gr sampel = 25 / 100 = 0,25 gr
Teori = gr Cl = Ar Cl x gr Cl /Mr KCl
= 35,5 x 0,25 / 74,5
= 8,875 / 74,5
= 0,1191 gr
17

%Cl = gr Cl / gr sampel x 100%


= 0,1191 gr/ 0,25 gr x 100%
= 47,64 %

Praktek : %Cl = V.AgNO3 x N.AgNO3 x BE Cl / gr Sampel x 100


= 0,0345 x 0,0988 x 35,5 / 0,25 x100
= 48,4%
%Kesalahan = p-t /t x 100%
= 48,4 – 47,64 / 47,64 x 100%
= 1,59 %

2BaCl ----- BECl = 17,726


Teori = ArCl x gr Cl / Mr BaCl2
= 35,5 x 0,25 / 208
= 0,0426 gr

% Cl = gr Cl / gr Sampel x 100
= 0,0426 / 0,25 x 100
= 17,04 %

10 PERTANYAAN
1. Apakah yang dimaksud dengan argentometri?
2. Pada titrasi yang telah anda lakukan di atas, tuliskan apa yang bertindak
sebagai
- Standar Primer
- Standar sekunder
- Analit
- Indicator
3. Tuliskan titrasi pengendapan yang bukan argentometric
Jawaban :
1. Argentometri adalah analisis volumetric berdasarkan atas reaksi
pengendapan dengan menggunkan larutan standar argentrum atau titrasi
penentuan analit yang berupa ion halida dengan menggunakan larutan
standar AgNO3.
2. - Standar primer : AgNO3
-Standar sekunder : NaCl,BaCl,KCl
-Analit : Kalium kromat
- Indikator : Kalium kromat
3. Tabel titran pengendapan yang bukan argentometri
Ion yang Titran Indicator
ditentukan
SO42- Pb (NO3)2 Ditizon
Pb (NO3)2 Entrosin B
Ba (ClO4)2 Torin
BaCl2 Alzatin merah s
PO43- Pb (AC)2 Bromo fluorescein
Pb (AC)2 Bromo fluorescein
C2O42- Pb (AC)2 Fluorescein
Cl ,Br
- -
Hg2(NO3)2 Biru bromfenol
18

11 ANALISIS PERCOBAAN
Pada percobaan ini kami melakukan pendartisi dan penentuan pada titrasi
pengendapan dengan metode Mohr. Pada penentuan ini yang bertindak sebagai
standar primer adalah AgNO3 dan standar sekunder NaCl, BaCl, KCl, sebagai
analit dan indicator adalah kalium klomat.
Pada standarisasi larutan baku AgNO3 kami menganalit NaCl sebnayak 0,2
gram dan ketika kami menambahkan indicator kalium kromat 3e- dan terjadi
perubahan warna kemerah-merahan dan terdapat endapan diperlukan 34,5 ml
AgNO3 untuk mentitrasikan NaCl hingga terjadi perubahan warna kemerah-
merahan.
Pada penentuan Cr- kami menganalit KCl ,BaCl dan kami menambahkan
dengan 3 tetes indicator kalium kromat dalam 25ml. Warna larutan yang berawal
bening akan berubah memjadi kuning,setelah ditambahkan dengan 3 tetes
indicator kalium kromat dan larutan tersebut dititrasikan dengan larutan baku
AgNO3 hingga terjadi perubahan warna menjadi kemerah-merahan dan terdapat
endapan Cl- , lalu diperlukan AgNO3 untuk mentitrasikan KCl dan BaCl2 hingga
berubah warna menjadi kemerah-merahan yang stabil dan terdapat endapan Cl-.

12. KESIMPULAN
- Berdasarkan data pengamatan didapat :
N AgNO3 = 0,0991 N
% Cl- = - Teori (KCl) = 47,64%
- Praktek (KCl) = 48,4%
- Teori (BaCl) = 17,04%
- Praktek (BaCl) = 24,16%
- Titrasi pengendapan merupakan titrasi yang di bdasarkan pada reaksi
pembentukan endapan antara analit dan titran .
- Semakin kecil kelarutan, endapan maka semakin sempurna reaksinya.
- Metode Mohr dapat juga digunakan untuk penetuan ion bermida
dengan perak nitrat.
19

GAMBAR ALAT

Kaca Arloji Erlenmeyer Labu Ukur

Spatula Pipet Ukur Bola Karet

Spatula Pipet Ukur Bola Karet

Pipet Tetes Thermometer Buret

Neraca Analitik Hot Plate Gelas Kimia


ANALISIS AIR (PENENTUAN COD)

1. TUJUAN PERCOBAAN
Mampu menetapkan COD pada air buangan

2. PERINCIAN KERJA
 Standardisasi FAS
 Menetapkan COD air buangan

3. TEORI SINGKAT
Chemical Oxygen Demand (COD) atau Kebutuhan Oksigen Kimia adalah
jumlah oksigen (mg. O2) yang dibutuhkan untuk mengoksidasi zat-zat organis yang
ada dalam 1 liter sample air, dimana pengoksidasi K2Cr2O7 digunakan sebagai sumber
oksigen (oxygen agent).
Angka COD merupakan ukuran bagi pencamaran air oleh zat-zat organis yang
secara alamiah dapat dioksidasikan melalui proses mikrobiologis, dan mengakibatkan
berkurangnya oksigen terlarut dalam air.
Analisa COD berbeda dengan analisa BOD namun perbandingan antara
angka COD dengan angka BOD dapat ditetapkan.
Jenis Air BOD/COD
Air buangan domestic (penduduk) 0,40-0,60
Air buangan domestic setelah pengendapan primer 0,60
Air buangan domestic setelah pengolahan secara biologis 0,20
Air sungai 0,10

Tabel 5. Perbandingan Rata-rata Angka BOD/COD Beberapa Jenis Air

Sebagian besar zat organis melalui tes COD ini dioksidasi oleh larutan
K2Cr2O7 dalam keadaan asam yang mendidih :

CaHbOc + Cr2O72- + H+ ----- CO2 + H2O + Cr23+


Zat organis Ag2SO4
Warna kuning warna hijau

Selama reaksi yang berlangsung + 2 jam ini, uap direfluk dengan alat
kondensor, agar zat organis volatile tidak lenyap keluar.
Perak sulfat Ag2SO4ditambahkan sebagai katalisator untuk mempercepat
reaksi. Sedang merkuri sulfat ditambahkan untuk menghilangkan gangguan klorida
yang pada umumnya ada di dalam buangan.
Untuk memastikan bahwa hampir semua zat organis habis teroksidasi maka
zat pengoksidasi K2Cr2O7 masih harus tersisa sesudah direfluk. K2Cr2O7 yang tersisa
di dalam larutan tersebut digunakan untuk menetukan berapa oksigen yang telah
terpakai. Sisa K2Cr2O7 tersebut ditentukan melalui titrasi dengan ferro ammonium
sulfat (FAS), dimana reaksi yang berlangsung adalah sebagai berikut :
6Fe2+ + Cr2O72- + 14H+  6Fe3+ + 2Cr3+ + 7H2O

20
21

Indikator ferroin digunakan untuk menentukan titik akhir titrasi yaitu disaat
warna hijau biru larutan berubah menjadi coklat merah. Sisa K2Cr2O7 dalam larutan
blanko adalah K2Cr2O7 awal, karena diharapkan blanko tidak mengandung zat organis
yang dapat dioksidasi oleh K2Cr2O7.

4. ALAT YANG DIGUNAKAN


 Peralatan refluks (Erlenmeyer 250 ml, penangas, pendingin tegak)
 Buret 50 ml 2
 Erlenmeyer 250 ml 3
 Pipet ukur 10 ml, 25 ml
 Labu takar
 Spatula
 Bola karet
 Botol winker 500 ml (coklat)
 Labu ukur 100 ml, 1 liter
 Beker gelas 200 ml

5. BAHAN YANG DIGUNAKAN


 K2Cr2O7
 Ag2SO4
 H2SO4 pekat
 FAS, Fe(NH4)(SO4)2. 6H2O
 Indikator ferroin
 HgSO4 kristal
 Asam Sulfamat

6. KESELAMATAN KERJA
Gunakan peralatan keselamatan kerja seperti masker dan sarung tangan dalam
menangani larutan asam sulfat pekat.

7. LANGKAH KERJA
7.1 Pembuatan Reagen
a. Larutan standar K2Cr2O7 0,250 N
Menggunakan labu ukur 50 ml untuk melarutkan 0,61g K2Cr2O7 p.a. yang
telah dikeringkan dalam oven = 105C selam 2 jam dan didinginkan di
dalam desikator untuk menghilangkan kelembaban,
kemudian menambahkan air suling sampai 50 ml ( BM = 294, 216, BE =
49,036)
b. Larutan standar FAS
Menggunakan labu takar 250 ml untuk melarutkan 9,75 g
Fe(NH2)2(SO4)2.6H2O di dalam 125 ml air suling.Kemudian
menambahkan 5 ml asam sulfat pekat, akibatnya larutan menjadi hangat.
mendinginkan larutan misalnya dengan merendam labu takar di dalam air
yang mengalir. Dan menambahkan air aquades sampai 1 liter. Larutan ini
harus distandardisasikan dengan larutan dikromat. Larutan FAS ini tidak
stabil karena dapat dioksidasi oleh oksigen dari udara. (BM = BE = 390 )
22

7.2 Standardisasi Larutan FAS


 Mengencerkan 10 ml larutan standar K2Cr2O4 dengan air suling sampai
100 ml dalam beker gelas.
 Menambahkan 30 ml H2SO4 pekat
 Mendinginkan, kemudian menambahkan indikator ferroin 2-3 tetes
 Mentitrasi dengan FAS sampai warna larutan berubah dari hijau
kebiru-biruan menjadi orange kemerah-merahan.

7.3 Penetapan COD


 Memipet sebanyak 25 ml sampel air kedalam erlenmeyer 500 ml yang
berisi 5-6 batu didih
 Menambahkan 400 g HgSO4
 Menambahkan 10 ml K2Cr2O7 0,25 N
 Menambahkan 35 ml asam sulfat pekat (yang telah dicampur AgSO4)
 Memanaskan selama 2 jam sampai mendidih dengan alat refluk
 Mendinginkan, menambahkan aquadest 50 ml
 Menambahkan 3 tetes indikator ferroin
 Mentitrasi dengan FAS, mencatat volume titran
 Melakukan titrasi blanko, air sampel diganti dengan aquadest

8. DATA PENGAMATAN
8.1 Standardisasi FAS
Nomor Percobaan Volume FAS (ml)
1. 24
2. 24,7
3. 24,8
Rata-rata 24,5

8.2 Penetapan COD


Nomor Percobaan Volume FAS (ml)
Blanko 12,5 ml
Sampel Air 7,5 ml

9. PERHITUNGAN
9. 1 Standarisasi FAS
�� �� ��� ��
�� �� ��� ��
= � ��� × � ���

Secara teori = 0,1 N


Secara praktek :
10 ��
0,61 × × 1000
250 ��
= 24,5 × N FAS
49,036
24,4
49,036
= 24,5 × N FAS
N FAS = 0,0203
23

teori − praktek
%kesalahan = × 100%
teori

0,1 − 0,0203
= 0,1
× 100% = 0,797%

9.2 Penetapan COD


0
� −� �� ×� ��� × ×100
COD = 2
25 ��
16
12,5−7,5 �� × 0,0203 × ×1000
═ 25 ��
2

5 �� × 0,0203 × 8000 812 mg


═ 25
=
25
= 32,48 L

10. PERTANYAAN
1. Apakah perbedaan antara COD dan BOD ?
2. Pada penetapan COD terjadi reaksi antara FAS sebagai titra dengan
K2Cr2O7 sebagai analit. Termasuk titrasi apakah penetapan COD ?
Jawab:
1. COD adalah jumlah oksigen (mg. 02) yang dibutuhkan untuk mengoksidasi
zat-zat organis yang ada dalam 1 liter sample air, dimana pengoksidasi
K2Cr2O7 digunakan sebagai sumber oksigen.Sedangkan BOD adalah suatu
analisa empiris yang mencoba mendekati secara global proses-proses
mikrobiologis yang benar-benar terjadi di dalam air.
2. Termasuk titrasi bikromatometri. Karena kadar suatau zat dalam suatu bahan
uang reduktor dengan menggunkan larutan standar K2Cr2O7 sebagai oksidator
dalam suasana asam.

11. ANALISA PERCOBAAN


Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan didapat bahwa volume FAS yang
dibutuhkan adalah sebanyak 24,5 ml, dan warna yang dihasilkan adalah orange
kemerah-merahan. Sedangkan pada penentuan COD dibutuhkan volume FAS blanko
12,5 ml dan sampel air 7,5 ml. Pemanasan yang dilakukan menggunakan batu didih.
Pada saat menstandarisasi dan mentitrasi dengan larutan FAS dari larutan yang
berwarna hijau kebiru-biruan menjadi orange kemerahan, membutuhkan larutan FAS
hingga volume 24ml;24,7ml;dan 24,8ml. Pada saat penetapan COD, warna awal
larutan sampel dan blanko hingga berubah menjadi hijau tua dan coklat kemerahan.
Pada sampel mengandung zat-zat organis, sedangkan pada blanko perubahan yang
terjadi berwarna coklat kemerahan setelah ditambahkan indicator ferroin. Air sampel
berwarna hijau pekat dan blanko menjadi warna kuning keemasan.

12. KESIMPULAN
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan didapat bahwa :
 Normalitas FAS adalah 0,0203
 Persen kesalahan 0,797%
 Nilai COD yang didapat adalah 32,48 mg
 Semakin besar COD maka semakin sedikit kandungan oksigen dan sebaliknya
 Semakin tinggi kandungan oksigen maka semakin baik kualitas air tersebut
24

GAMBAR ALAT

Buret Labu Ukur Erlenmeyer

Pipet Ukur Gelas Kimia Bola Karet

Spatula Gelas Winkler Refluks


ANALISIS AIR (PENENTUAN KESADAHAN/ION ���+ )
1. TUJUAN PERCOBAAN
Mahasiswa mampu melakukan penentuan kesadahan pada sampleair dengan
metode titrasi kompleks.

2. PERINCIAN KERJA
 Standarisasi larut EDTA
 Penentuan kesadahan (ion ��2+ )

3. TEORI
Kesadahan dalam air terutama disebabkan oleh ion ��2+ dan ��2+ juga
oleh ��2+ , ��2+ dan semua kation bermuatan dua. Air yang kesadahannya tinggi
biasanya terdapat pada air tanah di daerah yag bersifat kapur, dimana ��2+ dan
��2+ berasal.
Air sadah mengakibatkan konsumsi sabun lebih tinggi, karena adanya
hubungan kimiawi antara ion kesadahan dengan molekul sabun menyebabkan sifat
sabun hilang. Kelebihan ion ��2+ serta ion ��3 ² − mengakibatkan terbentunya
kerak pada dinding pipa yang disebabkan oleh endapan kalsium karbonat ����3 .
kerak ini akan mengurrangi penampang busah dari pipa dan menyulitkan
pemanasan air dalam kotel.
Kesadahan air dapat ditentukan dengan titrasi langsung dengan titran asam
etilen diamin tetra asetat (EDTA) dengan menggunakan indikator
calmagite.sebelumnya EDTA distandarisasi dengan larutan standar kalsium,
biasanya standar primer yang digunakan adalah ����3.
Etilen diamin tetra asetat :

EDTA merupakan suatu senyawa yang membentuk kompleks 1:1 dengan


ion logam, larut dalam air dan karenanya dapat digunakan sebagai titranlogam
EDTA juga merupakan ligan soksidentat yangberpotensi yang dapat berkoordinasi
dengan ion logam dengan pertolongan kedua nitrogen dan empat gugus karboksil.
Misalnya dengan ion kobait, membentuk kompleks EDTA Oktahidrat.

25
26

Gambar 9. a. molekul EDTA b. molekul kompleks kobalt-EDTA


Pada titrasi ini Indikator yang digunakan adalah indikator metalokromik
yang merupakan senyawa organik berwarna, yang membentuk kelat dengan ion
logam khelatnya mempunyai warna yang berbeda dengan warna indikator bebasnya.
Struktur eriochrome black T :

4. PERALATAN YANG DIGUNAKAN


 Labu ukur, 250ml, 500 ml 2
 Erlenmeyer 250 ml 6
 Buset 50 ml 2
 Gelas Kimia 100 ml 4
 Pipet Volume 25 ml 2
 Pipet ukur 25 ml 2
 Pipet Tetes 2
 Bola Karet 2
 Corong 2

5. BAHAN YANG DIGUNAKAN


 ����3 Pa
 Dinatrium dihidrogen EDTA dihidrat
 ����2 6�2 �
 HCl
 Indikator eriochorome black T
 Aquadest
 Larutan buffer
 Kertas Lakmus

6. LANGKAH KERJA
6.1. Pembuatan Larutan EDTA
 Menimbang 2 gram dinutrium dihidrogen EDTA dihidrat dan 0,05 g
����2 6�2 �
 Memasukan kedalam gelas kimia 400 ml, melarutkan dalam air
27

 Kemudian memindahkan ke dalam labu ukur 500 ml, menambahkan air


sampai 500 ml menghomogenkan.
6.2. Pembuatan Larutan Buffer
Melarutkan 6,75 g amonium kloria dalam 57 ml ammonia pekat dan
mengencerkan sampai 100 ml.pH larutan sedikit lebih besar dari 10.
6.3. Pembuatan Indikator eriokom black T
Melarutkan 0,5 g eriokrom black T dalam 100 ml alkohol.
6.4. Pembuatan Larutan Baku �����
 Menimbang dengan teliti 0,2 g ����3 murni yang telah dikeringkan pada
100ºC
 Melarutkan dalam botol ukur 250 ml dengan 50 ml aquadest.
 Menambahkan setetes demi setetes HCl 1:1 sampai berhenti bergelegak dan
larutan menjadi jernih.
 Mengencerkansampai garis tanda, mengocok sampai homogen.
6.5. Standarisasi Larutan Natrium EDTA
 Memipet 50 ml larutan kalsium klorida kedalam erlenmeyer 250 ml.
 Menambahkan 5 ml larutan buffer.
 Menambahkan 5 tetes indikator erichorm black T.
 Mentitrasi dengan larutan EDTA, hingga warna merah anggur berubah
menjadi biru. Warna merah harus lenyap sama sekali.
6.6. Penentu Kesalahan
 Memipet 50 ml air sampel dalam erlenmeyer 250 ml.
 Menambahkan 1 ml buffer
 Menambahkan 5 tetes Indikator.
 Mentitrasikan dengan larutan baku EDTA sampai terjadi perubahan warna dari
merah anggur menjadi biru.

7. PERHITUNGAN
7.1. Standarisasi Larutan EDTA

�� ����3
= ∨ ���� × � ����
�� ����3
7.2. Penentuan Kesadahan
�� ����3 = V EDTA × N EDTA × �� ����3
1000�� ����� �� ����
�� ����3 / liter atau ppm = 3
�� �����ℎ
8. PERTANYAAN
1. Apakah yang dimaksud dengan kompleksometri
2. Jelaskan istilah-istilah berikut:
a. Kompleks insert
b. Kelat logam
c. Penopengan
d. Ligan heksidantal
e. Bilangan koordinasi
3. Sebuah contoh murni ����3 seberat 0,2428 g dilarutkan dalam asam klorida
dan larutan diencerkan menjadi 250 ml dalam suatu botol ukur. Sebuah
28

alikuot 50 ml memerlukan 42,74 ml larutan EDTA untuk titrasi hitung molaritas


larutan EDTA.
Jawab :
1. Kompleksometri yaitu titrasi yang didasarkan pada pembentukan senyawa
kompleks yang larut dari reaksi antara analit dengan titran.
2. a) Kompleks inert adalah kompleks yang mengalami pertukaran sangat lambat.
b) Kelat logam adalah molekul organik yang terlibat dalam pembentukan suatu
cincin kelat.
c) Penopengan adalah proses dalam mana zat, tanpa pemisahan zat atau produk
reaksinya secara fisik tidak ikut bereaksi.
d) Ligan heksidantal adalah memiliki 6 buah atom donor ruangan elektron.
e) Bilangan koordinasi adalah jumlah ikatan yang terbentuk oleh atom pusat.
3. Dik : � ����3 = 0,2428 gr = 242,8 mg
v EDTA = 42,74 ml
Dit : M EDTA ....?
�� ����
Jawab : �� ����3 = � ���� × � ����
3
50 ��
242,8�� ×
: ��
250 ��
= 42,74 �� × � ����
100,09 ���
M EDTA = 0,01133 ���� ��

8. DATA PENGAMATAN
8.1. Standarisasi Larutan EDTA
No. V.analit ����3 V.Titran (EDTA) Rata-rata V Titran
1. 50 ml 7 ml 7 ml
2. 50 ml 7 ml

�� ����3
= � ���� × � ����
�� ����3
0,2
= 7 × � ����
100,9
0,00199 = 7 × � ����
� ���� = 0,000284 ��� ��

8.2. Penentuan Kesadahan


No. V.analit air V.Titran (EDTA) Rata-rata V Titran
1. 50 ml 2 ml 2 ml
2. 50 ml 2 ml

�� ����3 = �. ���� × �. ���� × �� ����


��
= 2 �� × 0,000284 × 100,09 ���
= 0,05685 ��
1000�� ������� ����3
�� ����3 / liter, atau ppm =
�� �����ℎ
1000 ×0,05685
= 50
= 1,137 ppm
29

9. ANALISA PERCOBAAN
Dari percobaan yang telah dilakukan dapat dianalisa bahwa pada penentuan
kesadahan memerlukan EDTA sebagai titran, larutan buffer, dan indikator erikrom
black T.
Pada saat standarisasi larutan natrium EDTA, memipet 25 ml larutan
����3 kedalam erlenmeyer, menambahkan 5 ml larutan buffer lalu menambahkan
5 tetes eriochrom black T. Setelah dititrasi dengan EDTA warnanya berubah dari
merah keunguan menjadi biru, rata-rata yang didapat yaitu 7 ml.
Pada penentuan kesadahan, memipet 25 ml air sampel dalam erlenmeyer
250 ml lalu ditambahkan 5 ml larutan buffer dan 5 tetes indikator eriochrome black
T. Setelah dititrasi dengan larutan ����3 yang bertindak sebagai titran warnanya
berubah dari merah keunguan menjadi biru, volume rata-ratanya 2 ml.

10. KESIMPULAN
Dari percobaan yang telah dilakukan dapat disimpulkan :
 Volume rata-rata saat standarisasi natrium EDTA adalah 7 ml.
 Volume rata-rata pada penentuan kesadahan adalah 7 ml.
 Normalitas EDTA adalah 0,000284 ��� ��
 Mg ����3 adalah 0,05685 Mg
 Mg ����3 / liter / ppm adalah 1,137 ppm
30

GAMBAR ALAT

Buret Labu Ukur Erlenmeyer

Pipet Ukur Gelas Kimia Bola Karet

Spatula Gelas Winkler Refluks


PENENTUAN ASAM LEMAK BEBAS (ALB) PADA MINYAK GORENG

1. TUJUAN PERCOBAAN
Mahasiswa dapat melakukan penentuan asam lemak bebas pada minyak
goreng dengan cara titrasi

2. RINCIAN KERJA
 Standarisasi larutan baku KOH
 Penentuan kadar asam lemak bebas pada CPO

3. TEORI
Minyak kelapa sawit mempunyai peranan penting dalam perdagangan
dunia. Berbagai industry baik pangan maupun non pangan banyak yang
menggunakannya sebagai bahan baku. Berdasarkan peran dan kegunaan
minyak sawit itu, maka mutu dan kualiatasnya harus diperhatikan sebab sangat
menentukan harga dan nilai komoditas ini. Dalam hal ini syarat mutu diukur
berdasarkan spesifikasi standar mutu internasional, yang meliputi kadar ALB,
air, kotoran, logam, peroksida, dan ukuran pemusatan.
ALB dengan konsentrasi tinggi dalam minyak sawit sangat merugikan.
Tingginya ALB ini mengakibatkan rendaman minyak turun sehingga mutu
minyak menjadi turun. Apabila kadar ALB pada CPO meningkat melebihi
standar mutu yang telah ditetapkan maka CPO tersebut tidak dapat dijual. Hal
ini menyebabkan kerugian pada perusahaan penghasil CPO.
Kenaikan kadar ALB ditentukan mulai dari saat tandan buah sawit
dipanen sampai tandan diolah di pabrik. Pembentukan ALB pada buah
disebabkan adanya pecahnya membrane vacuola (yang memisahkan minyak
dan komponen sel) sehingga minyak bercampur dnegan air sel. Dengan
dikatalisir oleh enzim lipase, lemak terhidrolisa membentuk ALB dan gliserol.
Semakin lama reaksi ini berlangsung, maka semakin banyak ALB yang
dibentuk.
Reaksi hidrolisis pada minyak sawit :

Penentuan ALB pada CPO menggunakan metode titrasi asam basa,


dengan menggunakan titran larutan KOH dengan indicator thymol blue.
Sebelumnya larutan baku KOH distandarisasi terlebih dahulu dengan asam
palmitat.

Salah satu asam lemak yang paling mudah diperoleh adalah asam
palmitate atau asam heksadekanoat. Tumbuh-tumbuhan dari famili Palmaceae,

31
32

seperti kelapa (Cocos Nuficera) dan kelapa sawit (Elaeis Guineensis)


merupakan sumber utama asam lemak ini. Minyak kelapa bahkan
mengandung hampir semuanya palmitate (92%). Minyak sawit mengandung
sekitar 50% palmitate. Produk hewani juga banyak mengandung asam lemak
ini (dari mentega, keju, susu, dan nuga daging).
Asam palmitate adalah asam lemak jenuh yang tersusun dari 16 atom
karbon (CH3(CH2)14COOH). Pada suhu ruang, asam palmitate berwujud padat
berwarna putih. Titik leburnya 63,10C.
Dalam industry, asam palmitate banyak dimanfaatkan dalam bidang
kosmetika dan pewarnaan. Dari segi gizi, asam palmitate merupakan sumber
kalori penting namun memiliki daya antioksidasi yang rendah.

4. ALAT YANG DIGUNAKAN


 Kaca arloji 2
 Erlenmeyer 250 ml 6
 Buret 50 ml 2
 Pipet ukur 25 ml, 10 ml 2
 Gelas kimia 100 ml,250 ml 2
 Labu takar 100 ml, 250 ml 2
 Spatula 2
 Boal karet 4

5. GAMBAR ALAT (TERLAMPIR)

6. BAHAN YANG DIGUNAKAN


 Minyak goreng sebagai cuplikan
 KOH
 Asam palmitate
 Indikator thymol blue
 Aquadest
7. LANGKAH KERJA
7.1 Standarisasi Larutan Baku KOH dengan Asam Palmitat
 Membuat larutan 0,1 N KOH sebanyak 250ml dalam labu ukur
 Menempatkan di dalam buret 50 ml
 Menimbang 1 gr asam palmitate yang telah dilarutkan dengan etanol 96%
50ml ke dalam Erlenmeyer 250 ml
 Menambahkan indicator thymol blue
 Mentitrasikan dengan KOH, mencatat volume titran
 Mneghitung normalitas larutan KOH
7.2 Penentuan Kadar ALB pada CPO
 +1gr CPO ditempatkan di dalam erlenmeyer 250 ml
 Melarutkan dengan etanol 96% 50ml
 Menambahkan 2-3 tetes indicator thymol blue
34

 Mentitrasi dengan KOH sampai terjadi perubahan warna dari kuning


bening menjadi kebiru-biruan
 Mengulang masing-masing percobaan 3x

8. DATA PENGAMATAN
8.1 Standarisasi Larutan Baku KOH dengan Asam Palmitat

Nomor Percobaan Volume KOH (ml)


1 27 ml
8.2 Standarisasi Kadar
ALB pada CPO

Volume KOH (Minyak Volume KOH


Nomor Percobaan Larut) (Jelanta)
1 2,6 ml 2,8 ml
2 3,2 ml 2,7 ml
3 2,7 ml 1,0 ml
Rata-rata 2,8 ml 2,2 ml

9. PERHITUNGAN

9. 1 Standarisasi :
gr asam palmitat
V KOH × N KOH = BM
1
0,27 × N KOH =
256
0,003906
N KOH = 0,27
N KOH = 0,1446 N
N KOH (teori) = 0,1 N
N Teori − N Praktek
%kesalahan = N Teori
× 100%
0,1−0,1446
= × 100%
0,1
= 44,6%
9.2 Penentuan AIB
������ ��� ×� ��� ×256
% ��� ������ ���� = ����� �����ℎ ×1000
× 100
0,0028 ×0,1446 ×256
= × 100
1
= 10,36 %

� ��� ×� ��� ×256


%��� ����� ������� = × 100
�� ������
0,0022 ×0,1446 ×256
= 1
× 100
= 8,14 %

10. PERTANYAAN
1. Dari percobaan diatas zat apakah yang merupakan :
 Standar primer
 Standar sekunder
35

 Analit
 Indikator
2. Tuliskan standar primer yang digunakan pada titrasi asam basa

Jawab :
1. Standar primer : KOH
Standar sekunder : Asam palmitate
Analit : Minyak goreng
Indikator : thymol blue
2. KHP, Na2CO2, Na2BaO7, HCL, Asam palmitate

11. ANALISA PERCOBAAN


Pada percobaan yang telah dilakukan dapat dianalisa bahwa sebelum
menentukan kadar ALB dalam CPO terlebih dahulu melakukan standarisasi
larutan baku KOH dengan asam palmitate yaitu dengan membuat larutan 0,1N
sebanyak 250ml sebagai standar primer. Kemudian memipet 1 gr asam
palmitate kedalam Erlenmeyer 250 ml sebagai standar sekunder setelah
menambahkan indicator dan etanol 96% 50 ml dan akan berubah warna
menjadi kuning putih saat dihomogenkan. Kemudian mentitrasi dengan KOH
sehingga diperoleh volume KOH.
Setelah ditirasi dengan KOH, larutan asam palmitate yang awalnya
kuning bening berubah menjadi kebiruan. Kemudian melanjutkan dnegan
melakukan penemuan ALB yaitu dengan menambahkan 1gr minyak goreng
jelanta kedalam masing-masing erlenmeyer 250 ml dan menambahkan 2-3
tetes indicator thymol blue. Diperoleh volume KOH pada penentuan ALB
minyak goreng sebesar 2,6ml : 3,2ml, pada ALB minyak goreng bekas sebesar
2,8ml; 2,7ml; 1,0ml dengan rata-rata 2,2ml dan %ALB 8,14%. Mentitrasi
larutan tersebut sampai berwarna ungu.

12. KESIMPULAN
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa :
 Asam lemak bebas (ALB) merupakan asam yang dibebaskan pada
hidrolisa lemak
 Berdasarkan percobaan maka :
Volume teori : 39 ml
Volume praktik : 2,8 ml
Normalitas teori : 0,1 ml
Normalitas praktik : 0,1446
% kesalahan N : 44,6%
% kesalahan V : 44,4%
Kadar ALB minyak goreng baru : 10,36%
Kadar ALB minyak goreng bekas : 8,14%
 Apabila suatu sampel mempunyai kadar ALB yang cukup tinggi maka
mutu suatu CPO atau minyak goreng menjadi buruk.
36

GAMBAR ALAT

Kaca Arloji Erlenmeyer Gelas Kimia

Pipet Ukur Labu Ukur Spatula

Bola Karet Buret


DISUSUN OLEH :
KELOMPOK II

1. Salsabila Rezki Ananda (062030401227)


2. Tasya Nadia Utami (062030401228)
3. Wanda Sari br Purba (062030400130)
4. Zaqya Herfisyah (062030401230)
5. Yusril Azis Suhendra (062030401229)

ii
TITRASI REDOKS ( PENENTUAN BESI )

1. TUJUAN PERCOBAAN
Setelah melakukan percobaan ini diharapkan mahasiswa mampu
melakukan standarisasi dan penentuan cuplikan dengan titrasi redoks.

2. PERINCIAN KERJA
a. Melakukan standarisasi larutan KMnO4
b. Menentukan kadar besi dalam larutan

3. DASAR TEORI
Titrasi redoks merupakan titrasi yang di dasarkan pada reaksi oksidasi
reduksi antara analit dan titran. Titrasi redoks banyak digunakan untuk
penentuan sebagian besar logam – logam . indicator yang digunakan pada
titrasi ini menggunakan berbagai cara kerja. Pada titrasi yang menggunakan
KMnO4 tidak menggunakan suatu larutan indicator tetapi larutan KMnO4 itu
sendiri dapat bertindak sebagai indicator.
3.1 Kalium Permanganat
Kalium permanganate digunakan secara luas sebagai pereaksi oksidasi
selama seratus tahun lebih . zat ini merupakan pereaksi yang mudah diperoleh ,
tidak mahal , dan tidak memerlukan indicator kecuali kalau digunakan larutan
– larutan yang sangt encer . satu tetes KMnO4 0,1 N memberikan suatu warna
merah muda yang jelas pada larutan dalam titrasi. Permanganate mengalami
reaksi kimia yang bermacam – macam , karena mangan dapat berada dalam
keadaan – keadaan oksidasi +2, +3 , +4 , +6 , +7 . untuk reaksi yang
berlangsung dalam larutan yang sangat asam akan terjadi reaksi :
MnO4- + 8H+ + 5e Mn2+ + 4H2O
Sedangkan untuk reaksi dalam larutan berasam rendah :
MnO4- + 8H+ MnO2(p) + 2H20
Reaksi yang paling banyak digunakan adalah reaksi pada larutan yang sangat
asam ,
dimana permanganat bereaksi dengan sangat cepat.
3.2 Natrium Oksalat
Senyawa ini merupakan standar primer yang baik bagi permanganate
dalam larutan berasam. Dapat diperoleh dalam derajat kemurnian yang tinggi .
stabil pada pemanasan dan tidak hidrokopis . reaksi dengan permanganat agak
kompleks dan sekalipun banyak penelitian yang telah dilakukan , namun
mekanisme yang tepat tidak jelas. Reaksinya lambat pada suhu kamar . oleh ,
karena itu biasanya larutan dipanaskan pada suhu 600c . pada kenaikan suhu
awalnya reaksi berjalan lambat , tetapi kecepatan meningkat setelah ion
mangan (II) terbentuk . mangan (II) bertindak sebagai suatu katalis dan
reaksinya dinamakan otokatalitik karena katalis dihasilkan oleh reaksinya
sendiri. Ionnya mungkin mempengaruhi efek katalik nyadengan cepat bereaksi
dengan permanganate untuk membentuk mangan dari keadaan oksidasi antara
+3 dan +4 yang selanjutnya dengan cepat mengoksidasi ion oksalat , kembali
ke keadaan divalent . adapun reaksinya adalah :
5C2O42- + 2 MnO4 + 16H+ 2Mn2+ + 10CO2 + 8H2O

37
38

Flower dan bright melakukan suatu penelitian yang sangat mendalam terhadap
kesalahan – kesalahan yang mungkin di dalam titrasi. Mereka menemukan
beberapa bukti dan pembentukan peroksida.
O2 + H2C2O4 H2O + 2CO2
Dan apabila peroksida terurai sebelum berekasi dengan permanganate , terlalu
sedikit larutan permanganate yang diperlukan sehingga dari perhitungan
normalitasnya tinggi. Mereka menyarankan agar hampir semua permanganate
ditambahkan dengan cepat dalam larutan yang telah diasamkan pada suhu
kamar. Setelah reaksi sempurna larutan dipanaskan sampai 600c dan titrasi
diselesaikan pada suhu ini.

4. ALAT YANG DIGUNAKAN.


a. Neraca analitis
b. Kaca arloji 2
c. Erlenmenyer 250 mL , 500 ml 3, 3
d. Buret 50 mL 2
e. Pipet ukur 25 mL 4
f. Gelas kimia 250 mL 3
Labu takar 100mL , 250 mL , 500 mL 2, 3, 1
Spatula 2
Bola karet 4
Hot plate 3
Thermometer 3

5. BAHAN YANG DIGUNAKAN


Na2C2O4 padatan
H2SO4 pekat
KMnO4 padatan
FeSO4 .7H2O padatan

6. KESELAMATAN KERJA
Menggunakan peralatan keselamatan kerja seperti sarung tangan dan
masker untuk menangani larutan asam sulfat .

7. LANGKAH KERJA
7.1 Standarisasi larutan KMnO4
 Membuat larutan 0,1 N KMnO4 , 500 mL
 Natrium oksalat dikeringkan dalam oven pada suhu 105 – 110oc
selama 2 jam setelah itu didinginkan dalam desikator.
 Menimbang natrium oksalat sebanyak 300 mg , masukan ke dalam
Erlenmeyer.
 2,5 mL H2SO4 pekat dilarutkan dalam air 250 mL ( hati – hati )
 Memasukan larutan H2SO4 tersebut kedalam Erlenmeyer yang
berisi na-oksalat . kocok , dinginkan sampai 24oc
 Mentitrasi dengan 0,1 N KMnO4 sampai volume 35 mL . lalu
memanaskan sampai 55 – 60oc dan lanjutkan titrasi setetes demi
setetes hingga berubah warna yaitu merah muda.
7.2 Penentuan besi dengan KMnO4
 Melarutkan 4 gram cuplikan (FeSO4.7H2O) dalam air
demineral 100mL
39

 Memipet 25 mL larutan cuplikan ke dalam Erlenmeyer berukuran


250 mL dan menambahkan 25 mL 0,5 M H2SO4
 Mentitrasi dengan larutan standar 0,1 N KMnO4 sampai warna
muda tidak berubah lagi .

8. DATA PENGAMATAN
8.1 Standardisasi Larutan KMnO4
No Gr analit (Na2C2O4) V titran (KMnO4) Perubahan warna
1 300 mg 47,2 ml Larutan berubah warna
2 300 mg 47 ml bertahap dari ungu
3 300 mg 45 ml gelap-merah gelap-
jingga-kuning-bening-
Rata-rata 300 mg 46,4 ml
pink.

8.2 Penentuan Besi dengan KMnO4


No V analit (FeSO4.7H2O) Perubahan warna
V titran (KMnO4)
1 25 ml 37 ml Larutan berubah warna
2 25 ml 37,4 ml bertahap dari ungu
3 25 ml 37,2 ml gelap-merah gelap-
jingga-kuning-bening-
Rata-rata 25 ml 37,2 ml
pink.

9. PERHITUNGAN
9.1 Standardisasi Larutan KMnO4
Menentukan normalitas

Gram Na2C2O4 = VKMnO4 X NKMnO4


BE Na2C2O4
300 mg = 46, 4 ml X NKMnO4
67 mg / mek
NKMnO4 = 4,47761194
46,4
NKMnO4 = 0,0965 N

% kesalahan = Teori – Praktek x100%


Teori
= 0,1 – 0,0965 x100%
0,1
= 0,35 %

9.2 Penentuan Besi dengan KMnO4


Menentukan % Klorida dalam contoh

% = V KMnO4 x N KMnO4 x BE Fe x 100%


gr Sampel

% = 37,2 x 0,0965 x 55,845 x 100%


25/100 . 4000
% = 200,472 x 100%
40

1000
% = 20,047 %

% (teori) = BE Fe X 100%
BM FeSO4.7H2
= 55,845 X 100%
278,07
= 20,086 %

% kesalahan = Teori – Praktek x100%


Teori
= 20,086 – 20,027 X100%
20,086
= 0,194%

10. PERTANYAAN.
1. Tuliskan beberapa keuntungan dan kerugian dalam penggunaan larutan
standar KMnO4 sebagai pereaksi oksidasi.
2. a. mengapa pada standarisasi dengan Na-oksalat KMnO4 diberikan secara
cepat?
b. mengapa larutan tersebut harus dipanaskan sampai 600C
3. suatu sampel As2O3 seberat 0,2248 gram dilarutkan dan memerlukan 44,22
mL. KMnO4 untuk titrasi . hitung molaritas dan normalitas KMnO4 ?
Penyelesain :

1. Keuntungan
Mudah diperoleh
Tidak mahal
Tidak memerlukan indicator
-Kerugian
Reaksi lambat pada suhu kamar
Mekanisme yang tepat tidak jelas
Permangat harus di tambah dengan cepat .

2. a. KMnO4 diberikan secara cepat karena apabila peroksida terurai sebelum


bereaksi
dengan permanganate , terlalu sedikit larutan permanganate yang
diperlukan dan perhitungan normalitas tinggi.
b. larutan harus dipanaskan sampai 60oC karena pada suhu kamar
reaksinya berjalan
lambat , tetapi kecepatannya meningkat setelah ion mangan (II) terbentuk .
ion tersebut bertindak sebagai suatu katalis. Yang dihasilkan oleh
rekasinya sendiri .

3. Gram As2O3 = 0,2248 gram = 224,8 mg


VKMnO4 = 44,22 ml
BE As2O3 =BM As2O3 197, 8422 mg/mek

Gram As2O3 = VKMnO4 X NKMnO4


BE As2O3
41

224,8 mg = 44,22 ml X NKMnO4


197 , 8422 mg / mek

NKMnO4 = 0, 0256 mek / ml

Karena BE = BM maka normalitas = molaritas = 0,0256 mek / ml

11. ANALISA PERCOBAAN


Dari percobaan yang telah dilakukan dapat dianalisa sebagai berikut
pertama membuat larutan KMnO4 500ml , dan mengeringkan natrium oksalat
dioven 105 – 110 OC selama 2 jam. Lalu setelah kering natrium oksalat
ditimbang sebanyak 300 mg . dilarutkan kedalam Erlenmeyer lalu
ditambahkan 2,5 ml H2SO4 , larutan bewarna bening . lalu ditirasi dengan
KMnO4 sampai volumenya 35 ml , dan warnya berubah menjadi warna ungu,
lalu dipanaskan hingga warna nya berubah kembali menjadi warna putih , dan
dititrasi lagi dengan KMnO4 hingga berubah warna menjadi merah muda ,
dengan volume 47,2 ml , 47 ml , dan 45 ml , dengan volume rata – ratanya =
46,4 ml
Selanjutnya melakukan penentuan besi dengan KMnO4 pertama ,
menimbang 4 gram (FeSO4.7H2O) dan dilarutkan dalam 100 ml dengan warna
agak hijau , dan ditambahkan 25 ml 0,5 M H2SO4 dan berubah warna menjadi
bening . dan dititrasi dengan KMnO4 dan berubah menjadi warna kuning .
dengan volume 37 ml , 37,4 ml , 37,2 ml dengan volume rata - ratanya 37,2
ml .

12. KESIMPULAN
Dari percobaan yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa :
NKMnO4 = 0.0965 mek / ml
VKMnO4 = 37,2 ml
Gram KMnO4 secara teori = 1000 miligram
% Fe secara praktik = 20, 047 %
%Fe secara teori = 20, 086 %
%kesalahan penentuanbesi = 0, 194 %
42

GAMBAR ALAT

Neraca Analitik Kaca Arloji Erlenmeyer

Buret Pipet Ukur Gelas Kimia

Spatula Bola Karet Labu Takar


TITRASI REDOKS
(PENENTUAN VITAMIN C / ASAM ASKORBAT)

I. TUJUAN PERCOBAAN
Mahasiswa dapat melakukan penentuan kadar vitamin C pada tablet hisap
vitamin C dengan metoda titrasi redoks.

II. RINCIAN PERCOBAAN


1. Standardisasi larutan baku
2. Penentuan kadar asam askorbat pada tablet hisap vit. C

III.TEORI
3.1 Vitamin C (Asam Askorbat)
Vitamin C atau asam askorbat merupakan zat pereduksi dan dapatditetapkan
dengan titrasi redoks yang menggunakan larutan iod sebagai titran
┌ O ┐ ┌ O ┐
CH2 OH − CHOH − CH − COH = COH − C = O + I2
→ CH2 OH − CHOH − CH − C − C − C = O + 2H+ + 2I−
OO
Asam askorbat asam dehidroaskorbat
Karena molekul itu kehilangan dua elektron dalam titrasi ini, bobot ekivalennya
adalah separuh berat molekulnya, atau 88,07 g/ek.

3.2 Larutan Iod


Iod hanya sedikit dapat larut dalam air (0,00134 mol/liter pada 25°C), namun
sangat larut dalam larutan yang mengandung ion iodida. Iod membentuk
kompleks triiodida dengan iodida
I2 + H2 O → I3 −
Iod cenderung dihidrolisis, dengan membentuk asam iodida dan hipoiodit.
I2 + H2 O → HIO + H+ + I
Kondisi yang meningkatkan derajat hidrolisis haruslah dihindari. Titrasi tak dapat
dilakukan dalam larutan yang sangat basa, dan larutan standar iod haruslah
disimpan dalam btol gelap untuk mencegah penguraian HIO oleh cahaya matahari,
2HIO → 2H+ + 2I− + O2(g)
Asam hipoiodit dapat juga diubah menjadi iodat dalam larutan basa,
3HIO + 3OH− → 2I− + IO3 − + 3H2 O

3.3 Standardisasi
Larutan iod standar dapat disiapkan dengan menimbang langsung iod murni
dan melarutkannya serta mengencerkannya dalam sebuah labu volumetric. Iod itu
dimurnikan dengan disublimasi dan ditambahkan ke dalam larutan KI pekat, yang
ditimbang dengan tepat sebelum maupun sesudah penambahan iod. Tetapi larutan
itu biasanya distandardisasi dengan standar primer yaitu As2 O3 .
3.4 Indikator Kanji
Warna larutan iod 0,1 N cukup tua sehingga iod dapat bertindak sebagai
indikatornya sendiri. Iod juga memberikan suatu warna ungu atau lembayung
pada pelarut seperti karbon tetra klorida atau klorofom, dan kadang-kadang
digunakan dalam mendeteksi titik akhir titrasi. Tetapi lebih lazim digunakan suatu

43
44

larutan kanji, karena warna biru tua kompleks pati-iod berperan sebagai uji
kepekaan terhadap iod. Kepekaan itu lebih besar dalam larutan sedikit asam
daripada dalam larutan netral danlebih besar dengan adanya ion iodida.
Larutan kanji mudah terurai oleh bakteri, suatu proses yang dapat dihambat
dengan sterilisasi atau dengan penambahan suatu pengawet. Hasil uraiannya
mengkonsumsi iod dan berubah kemerahan. Merkurium (II) iodida, asam borat
atau asam furoat dapat digunakan sebagai pengawet. Kondisi yang menimbulkan
hidrolisis atau koagulasi kanji hendaknya dihindari. Kepekaan indikator akan
berkurang dengan naiknya temperatur dan oleh beberapa bahan organik seperti
metil dan metil alkohol.

IV. ALAT YANG DIGUNAKAN


 Neraca analitis
 Kaca arloji
 Erlenmeyer 250 ml
 Buret 50 ml
 Pipet ukur 25 ml
 Gelas kimia 100 ml, 250 ml
 Labu takar 100 ml, 250 ml
 Spatula
 Bola karet

V. BAHAN YANG DIGUNAKAN


 Tiga tablet vit. C 100 mg
 Indikator kanji
 Iod mutu reagensia
 KI
 As2 O3
 NaOH
 Indikator pp
 HCl 1 : 1
 Na2 CO3 sebagai buffer

VI. KESELAMATAN KERJA


Gunakan peralatan keselamatan kerja seperti sarung tangan dan masker dalam
menangani larutan asam pekat.

VII. LANGKAH KERJA


7.1 Pembuatan Larutan Iod
 Meniimbang 12,7 g iod, taruh dalam gelas kimia 250 ml
 Menambahkan 40 g kalium iodida dan 25 ml air, aduk, pindahkan ke labu
ukur 1 liter, diencerkan dan dihomogenkan.

7.2 Pembuatan Larutan ��� ��


45

 Menimbang As2 O3 1,25 g, kemudian ditaruh dalam gelas kimia 250 ml


 Menambahkan 3 g NaOH dan 10 ml air. Dilarutkan
 Kemudian menambahkan 50 ml air, 2 tetes indikator pp
 Menambahkan 1 ml HCl 1 : 1
 Memindahkan larutan ke dalam labu ukur 250 ml, dan diencerkan sampai
tanda batas

7.3 Pembuatan Larutan Indikator Kanji


0,2 gr pati (kanji) dilarutkan dalam 5 ml air dan dituangkan sedikit demi
sedikit ke dalam 50 ml air mendidih.
7.4 Standardisasi Larutan Iod
 Mengambil 25 ml larutan arsenit ke dalam erlenmeyer 250 ml
 Mengencerkan dengan 50 ml air
 Menambahkan 3 g NaHCO3 untuk membuffer larutan
 Menambahkan 5 ml larutan kanji
 Mentitrasi dengan iod sampai pertama kali munculnya warna biru tua yang
bertahan + 1 menit.

7.5 Penentuan Vitamin C


 Menimbang dengan tepat tiga tablet vitamin C, dan menaruh dalam
erlenmeyer 250 ml.
 Melarutkan dalam 50 ml air
 Mengocok labu agar vitamin C larut
 Menambahkan 5 ml indikator kanji
 Mentitrasikan dengan larutan I2 sampai muncul warna biru tua pertama kali
yang bertahan + 1 menit

VIII. DATA PENGAMATAN


8.1 Standarisasi Larutan Iod
No. Percobaan Volume Iod
1 1,4 ml
2 1,1 ml
3 1,8 ml
1,4 + 1,1 + 1,8 ml
Vrata−rata = = 1,43 ml
3

8.2 Penentuan Vitamin C


No. Percobaan Volume Iod
1 9 ml
2 9 ml
3 9 ml
(9 + 9 + 9) ml
Vrata−rata = = 9 ml
3
46

IX. PERHITUNGAN
9.1 Standarisasi Larutan Iod
Dik : gr As2 O3 = 1,25 gr = 1250 mg
BM 198
BE As2 O3 = n = 4 = 49,5 mg/mek
V I2 = 1,43 ml
Dit : N I2 = ...?
gr As2 O3
Jawab : BE As2 O3
= V I2 . N I2
1250 mg
49,5 mg/mek
= 1,43 ml . N I2
25,25 mek = 1,43 ml . N I2
25,25 mek
N I2 = 1,43 ml
N I2 = 17,65 mek/ml

9.2 Penentuan Vitamin C


Dik : V I2 = 9 ml
N I2 = 8,82 mek/ml
BE Vit. C = 88,07 mg/mek
Dit : gr = ...?
gr
Jawab : V I2 x N I2 = BE Vit.C
gr
9 ml x 8,82 mek/ml = 88,07 mg/mek
gr
79,38 mek = 88,07 mg/mek
gr = 79,38 mek x 88,07 mg/mek
gr = 69900,99 mg = 6,99 gr

X. ANALISIS DATA
Pada praktikum kali ini yaitu titrasi redoks (penentuan vit. C). Dalam
praktikum ini dilakukan 3 kali percobaan pada standarisasi iod dan 3 kali pada
penentuan vitamin C. Pada standarisasi larutan iod, percobaan 1 memerlukan
volume iod sebanyak 1,4 ml. Percobaan kedua melakukan volume iod sebanyak
1,1 ml, dan pada percobaan ketiga memerlukan volume iod sebanyak 1,8 ml. Jadi,
rata-rata dari volume iod yang diperlukan sebanyak 1,43 ml.
pada penentuan vitamin C, percobaan 1 memerlukan volume iod sebanyak 9
ml. Begitupun dengan percobaan 1 dan 2 memerlukan volume sebanyak 9 ml.
Volume iod tersebut digunakan dalam percobaan titrasi yang akan
menyebabkan senyawa atau larutan yang dititrasi berubah menjadi warna biru tua.

XI. KESIMPULAN
1. Vitamin C atau asam askorbat dengan rumus senyawa C6 H8 O6 merupakan zat
pereduksi dan dapat ditetapkan dengan titrasi redoks yang menggunakan
larutan iod sebagai titran.
2. Pada standarisasi larutan iod menghasilkan N I2 = 17,65 mek/ml.
3. Pada penentuan vitamin C, menghasilkan gr vit. C sebesar 6,99 gr.
47

XII. PERTANYAAN
1. Apakah perbedaan iodometrik dan iodimetrik?
2. Unsur atau senyawa apakah yang dapat ditentukan pada iodimetrik?

Jawaban :
1. - Iodometrik adalah titrasi dimana analit bertindak sebagai oksidator mula-
mula direaksikan dengan ion iodida berlebihan, kemudian iodium yang terjadi
dititrasikan dengan larutan trio sulfat.
– Iodimetrik adalah titrasi dimana analit bertindak sebagai reduktor langsung
dititrasi dengan larutan (titrasi langsung).
2. - Arsen
- Belerang
- Timah putih
- Kerosanida
- Tiosulfat
- Vitamin C
48

GAMBAR ALAT

Gelas kimia Kaca arloji Spatula

Erkenmeyer Corong Pengaduk

Pipet tetes Pipet ukur

Buret Staty
TITRASI PENGENDAPAN / ARGENTOMETRI
(PENENTUAN KLORIDA)

1. TUJUAN PERCOBAAN
Mahasiswa mampu melakukan standarisasi dan penentuan pada titrasi
pengendapan dengan metode mohr.

2. RINCIAN KERJA
 Standarisasi Larutan AgNO3
 Penentuan kadar klorida pada cuplikan
3. TEORI
Titrasi pengendapan merupakan titrasi yang didasarkan pada reaksi
pembentukan endapan antara analit dengan titran. Terdapat tiga macam titrasi
pengendapan yang dibedakan dari indicator yang digunakan :
1. Metode Mohr
2. Metode Volhard
3. Metode Adsorbsi

Pada titrasi yang melibatkan garam-garam perak, ada 3 indicator yang


dapat dipergunakan. Metode mohr menggunakan ion kromat CrO42- untuk
mengendapkan AgCrO4 berwarna coklat. Metode Volhard menggunakan ion
Fe3+ untuk membentuk kompleks berwarna dengan ion tiosianat SCN-.
Dengan metode fajans menggunakan “Indicator adsorbs”
Seperti suatu system asam basa dapat digunakan sebagai suatu
indicator untuk titrasi asam basa, maka pembentukan endapan dapat juga
digunakan sebagai petunjuk akhir suatu titrasi. Pada metode mohr, yaitu
penentuan klorida dengan ion perak dengan indicator ion kromat, penampilan
pertama yang tetap dari endapan perak kromat, penampilan pertama yang tetap
dari endapan perak kromat yang berwarna kemerah – merahan dianggap
sebagai suatu titik akhir titrasi.
Merupakan hal yang di inginkan bahwa pengendapan indicator dekat
pada titik ekivalen. Perak kromat lebih larut (sekitar 8,4 x 10-5 mol/liter) dari
pada perak klorida ( 1 x 10-5 mol/liter). Jika ion perak ditambahkan pada
sebuah kromat dalam konsentrasi yang besar dan ion kromat dalam
konsentrasi yang kecil, maka perak klorida akan terlebih dahulu mengendap
membentuk endapan berwarna putih, perak kromat baru akan terbentuk
sesudah konsentrasi ion perak meningkat sampai melampaui harga Kkel perak
kromat.
Metode mohr dapat juga digunakan untuk penentuan ion bromide
dengan perak nitrat. Selain itu juga dapat menentukan ion sianida dalam
larutan yang sedikit alkalis.

49
50

4. ALAT YANG DIGUNAKAN


 Neraca Analitik
 Kaca Arloji
 Erlenmeyer 250 ml
 Buret 50 ml
 Pipet Ukur 25 ml
 Gelas Kimia 100 ml, 250 ml
 Labu Takar 100 ml, 250 ml
 Spatula
 Bola Karet

5. GAMBAR ALAT (TERLAMPIR)

6. BAHAN YANG DIGUNAKAN


 AgNO3
 Indikator K2CrO4
 NaCl p.a
 Cuplikan yang mengandung d

7. PROSEDUR PERCOBAAN
7.1Standarisasi larutan baku AgNO3
 Menimbang 4,25 gram perak nitrat dan menambahkan air aquadest
sampai 250 ml dalam labu takar, jaga jangan sampai terkena sinar
matahari.
 Menimbang dengan teliti tiga cuplikan Natrium Klorida yang murni
dan kering seberat 0,20 gram dalam tiga Erlenmeyer 250 ml.
 Melarutkan tiap contoh 50 ml air aquadest dan tambahkan 2 ml 0,1 m
Kalium Kromat.
 Mentitrasi cuplilkan dengan larutan perak nitrat sampai terjadi
perubahan warna menjadi kemerah-merahan yang stabil.

7.2Penentuan Klorida
 Menimbang dengan teliti cuplikan seberat 1 gram, larutkan ke dalam
air sampai 100 ml.
 Mengambil 25 ml alikot masukkan ke dalam Erlenmeyer berukuran
250 ml.
 Menambahkan tiga tetes indicator kalium kromat.
 Mentitrasi dengan larutan baku nitrat sampai terjadi perubahan warna
menjadi kemerah-merahan yang stabil.

8. DATA PENGAMATAN
8.1 Standarisasi Larutan Baku/ AgNO3.

No Gram Analit (NaCl) Volume Titran (AgNO3)


1 200 mg 34,2 ml
2 200 mg 36,8 ml
3 200 mg 32,5 ml
V. Rata-rata 34,5 ml
51

8.2 Penentuan Cl- dengan AgNO3


No Volume Analit Volume Titran (AgNO3)
1 25 ml 34,2 ml
2 25 ml 36,9 ml
3 25 ml 35 ml
V. Rata-rata 36,3 ml

9. PERHITUNGAN
9.1 Standarisasi Larutan AgNO3
Menentukan normalitas AgNO3
gr NaCl = V. AgNO3 x N.AgNO3
BE NaCl

0,2 = 34,5 x N AgNO3


58,5 1000

0,00342 = 0,0345 x N AgNO3


N AgNO = 0,00342
0,0345
= 0,0991 N

% Kesalahan = Teori – Praktek x 100%


Teori
= 0,1 – 0,0991 x 100%
0,1
= 0,9 %

9.2 Penentuan Klorida dengan AgNO3


Menentukan % Klorida dalam contoh
% = V AgNO3 x N AgNO3 x BE Cl x 100%
gr Sampel
= 0,0345 x 0,0988 x 35,5 x 100%
0,25 gr
= 12,10
0,25
= 48,4 % (Praktek)

gr Cl = Ar Cl x gr sampel
Mr KCl
= 35,5 x 0,25
74,5
= 0,1191 gr

% Cl = gr Cl x 100%
gr sampel
= 0,1191 gr x 100%
52

0,25 gr
= 47,64 % (Teori)

% Kesalahan = Praktek – Teori x 100%


Teori
= 48,4 % - 47,64 % x 100%
47,46%
= 1,59 %

10. PERTANYAAN
1. Apakah yang dimaksud dengan Argentometri ?
: Argentometri adalah analisis volumetric, berdasarkan atas reaksi
pengendapan dengan menggunakan larutan standar argentum atau titrasi
penentuan analit yang berupa ion halide (pada umumnya) dengan
menggunakan larutan standar AgNO3.

2. Pada titrasi yang telah anda lakukan di atas, tuliskan apa yang bertindak
sebagai?
- Standar Primer : AgNO3
- Standar Sekunder : NaCl
- Analit : KCl
- Indicator : Kalium klorida

3. Tuliskan titrasi pengendapan yang bukan Argentometri


:
Ion yang Titran Indicator
ditemukan
SO42- Pb (NO3)2 Ditizon
Pb (NO3)2 Eritrosin B
Ba (ClO4)2 Torin
BaCl2 Alizarinmerahr
PO42- Pb (Ac)2 Bromofluorescein
Pb (Ac)2 Klorofluorescein
C2O4 2-
Pb (Ac)2 Fluorescein
Cl , Br- Hg2 (NO3)2 Biru Bromfend

ANALISA PERCOBAAN

Pada percobaan ini kami melakukan standarisasi dan penentuan pada


titrasi pengendapan dengan metode mohr. Pada percobaan ini yang bertindak
sebagai standar primer adalah AgNO3 dan standar sekunder NaCl, KCl
sebagai analit dan indicator adalah Kalium kromat.
Pada standarisasi larutan baru AgNO3 kami menganalis NaCl
sebanyak 0,2 gram dan ketika kami tambahkan indicator 0,5 kalium kromat
sebanyak 2 ml maka larutan akan berubah warna menjadi kuning dan
dititrasikan dengan baku AgNO3 sehingga terjadi perubahan warna
kemerah-merahan dan terdapat endapan, diperlukan 34,5 ml AgNO3 untuk
mentitrasikan NaCl hingga terjadi perubahan warna merah-kemerahan.
53

Pada penentuan Cl- kami menganalit KCl 0,2 gram dan tambahkan 3
tetes indicator kalium kromat dalam 25 ml KCl warna larutan yang berawal
bening akan berubah menjadi kuning setelah ditambahkan 3 tetes indicator
kalium kromat dan larutan tersebut dititrasi dengan larutan baku AgNO3
hingga terjadi perubahan warna dari kuning hingga merah-kemerahan dan
terdapat endapan Cl-, diperlukan 36,3 ml AgNO3 untuk mentitrasikan KCl
hingga berubah warna menjadi kemerah-merahan dan terdapat endapan Cl-.

KESIMPULAN
 Dari percobaan dapat disimpulkan bahwa :
Normalitas AgNO3 = 0,0991 N
% Kesalahan AgNO3 = 0,9 %
% Cl- = 57,9 %

 Titrasi pengendapan merupakan titrasi yang didasarkan pada reaksi


pembentukan endapan antara analit dan titran.
 Semakin kecil kelarutan endapan maka semakin sempurna reaksinya.
 Metode mohr dapat juga digunakan untuk penentuan ion biromida
dengan perak nitrat.
54

GAMBAR ALAT

Neraca Analitik Kaca Arloji Erlenmeyer

Buret Pipet Ukur Gelas Kimia

Spatula Bola Karet Labu Takar


ANALISIS AIR (PENENTUAN COD)
1. TUJUAN PERCOBAAN
Mampu menetepkan COD pada air buangan

2. PERINCIAN KERJA
 Standardisasi FAS
 Menetapkan COD air buangan

3. TEORI
Chemical Oxygen Demand (COD) atau kebutuhan oksigen kimia adalah
jumlah oksigen (mg.O2) yang dibutuhkan untuk mengoksidasi zat-zat organis
yang ada dalam 1 l sampel air dimana pengoksidasi K2Cr2O7 digunakan sebagai
sumber oksigen (oxygen agent).
Angka COD merupakan ukuran bagi pencemaran air oleh zat-zat organik yang
secara alamiah dapat dioksidasikan melalui proses mikrobiologis, dan
mengakibatkan berkurangnya oksigen terlarut di dalam air.
Analisa jauh berbeda dengan analisa bod namun perbandingan antara angka
COD dengan BOD dapat ditetapkan.
Jenis Air BOD/COD
Air buangan domestik (penduduk) 0,40-0,60
Air buangan domestik setelah pengendapan primer 0,60
Air buangan domestik setelah pengolahan secara 0,20
biologis
Air sungai 0,10
Tabel 5 Perbandingan Rata-rata Angka BOD/COD
Beberapa Jenis Air

Sebagian besar zat organis melalui tes COD ini di oksidasi oleh larutan
K2Cr2O7
dalam keadaan asam yang mendidih.
∆E
CaHbOc + Cr2O72- + H+ Ag2SO4
► CO2 + H2O + Cr3+

Zat organis
Warna Kuning Warna Hijau

55
56

Selama reaksi yang berlangsung + 2 jam ini uap direfluks dengan alat
kondensor, agar zat organik volatile tidak lenyap keluar.
Perak sulfat Ag2SO4 ditambahkan sebagai katalisator untuk
mempercepat reaksi.Sedang merkuri sulfat ditambahkan untuk menghilangkan
gangguan klorida yang pada umumnya ada di dalam air buangan.
Untuk memastikan bahwa hampir semua zat organis habis teroksidasi
maka zat pengoksidasi K2Cr2O7 masih harus tersisa sesudah di refluk.
K2Cr2O7 yang tersisa di dalam larutan tersebut digunakan untuk menentukan
berapa Oksigen yang telah terpakai. Sisa K2Cr2O7 tersebut ditentukan melalui
titrasi dengan ferro ammonium sulfat (FAS) dimana reaksi yang berlangsung
adalah sebagai berikut:
6Fe2+ + Cr2O72- + 14 H+ → 6Fe3+ + 2 Cr3+ + 7 H2O

Indikator ferroin digunakan untuk menentukan titik akhir titrasi yaitu


saat warna hijau biru larutan berubah menjadi warna coklat merah. Sisa
K2Cr2O7 dalam larutan blanko adalah K2Cr2O7 awal, karena diharapkan
blanko tidak mengandung zat organik yang dapat dioksidasi oleh K2Cr2O7 .

4. ALAT YANG DIGUNAKAN


 Peralatan refluks ( Erlenmeyer 250 ml, penangas, pendingin tegak)
 Buret 50 ml
 Erlenmeyer 250 ml
 Pipet ukur 10 ml, 25 ml
 Labu takar
 Spatula
 Bola karet
 Botol winkler 500 ml coklat
 Labu ukur 100 ml, 1 liter
 Beker gelas 200 ml

5. BAHAN YANG DIGUNAKAN


 K2Cr2O7
 Ag2SO4
57

 H2SO4
 FAS, Fe(NH4)(SO4)2. 6H2O
 Indicator ferroin
 HgSO4 kristal
 Asam sulfamate

6. KESELAMATAN KERJA
Gunakan peralatan keselamatan kerja seperti masker dan sarung tangan
dalam menangani larutan asam sulfat pekat

7. LANGKAH KERJA
7.1 Pembuatan reagen:
a. Larutan standar K2Cr2O7 0,250 N
Menggunakan labu ukur 50 ml untuk melarutkan 0,61 g K2Cr2O7 p.a. Yang
telah
dikeringkan dalam oven = 105℃ selama 2 jam dan didinginkan dalam
desikator untuk menghilangkan kelembaban, tambahkan air suling sampai
50 ml
(BM = 294, 216 BE = 49,036)
b Larutan standar FAS
menggunakan labu takar 250 mL untuk melarutkan 9,75 g Fe (NH4)2(SO4)2.
6 H2O didalam 125 ml air suling.Tambahkan 5 ml asam sulfat pekat
akibatnya larutan
menjadi hangat titik dinginkanlah larutan misalnya dengan merendam labu
takar di dalam air yang mengalir. Menambahkan air aquades sampai 1 liter
titik larutan ini harus distandarisasi kan dengan larutan dikromat. Larutan ini
tidak stabil karena dapat dioksidasi oleh oksigen dari udara.
(BM = BE = 390)
7.2 Standardisasi kan larutan FAS
 Mengencerkan 10 m larutan standar K2CrO7 dengan air suling sampai
100 ml dalam beker gelas.
 Menambahkan 30 mili H2SO4 pekat.
 Mendinginkan kemudian menambahkan indikator ferroin 2-3 tetes
58

 Mentitrasi kan dengan FAS sampai warna larutan berubah dari hijau
kebiru-biruan menjadi orange kemerahan-merahan
7.3 Penetapan COD
 Memipet sebanyak 25 ml sampel air ke dalam Erlenmeyer 500 ml
yang
berisi 5-6 batu didih
 Menambahkan 400 mg HgSO4 menambahkan 10 ml K2Cr2O7 0,25 N
 Menambahkan 35 ml asam sulfat pekat (yang telah dicampur Ag2SO4)
M
 Memanaskan selama 2 jam sampai mendidih dengan alat reflux
 Mendinginkan, lalu menambahkan aquades 50 ml
 Menambahkan 3 tetes indikator ferroin
 Mentitrasi dengan FAS, catat volume titran
 Melakukan titrasi blanko, air sampel diganti dengan aquadest.

8. DATA PENGAMATAN
8.1 Standardisasi FAS

No Percobaan Volume FAS (ml)

1 24
2 24,7
3 24,8

Volume rata-rata 24,5

8.2 Penetapan COD

No Percobaan Volume FAS (ml)

Blanko 12,5
Sample air 7,5
59

9. PERTANYAAN
1.Apakah perbedaan antara COD dan BOD
2.Pada penetapan COD oleh terjadi reaksi antara fase sebagai titran dengan
K2Cr2O7 dengan analitik termasuk titrasi apakah penetapan COD
Jawab :
1.COD adalah jumlah oksigen yang dibutuhkan (mg.O2) yang dibutuhkan untuk
mengoksidasi zat-zat organis yang ada di dalam 1 liter sampel air. Dimana
pengoksidasi
K2Cr2O7 digunakan sebagai sumber oksigen.
BOD adalah jumlah oksigen yang dibutuhkan untuk melakukan
pengoksidasian secara
mikrobiologis atau secara ilmiah.
2.Penetapan COD termasuk titrasi langsung (redoks)
6Fe2+ + Cr2O72- + 14H+ → 6Fe3+ + 2Cr3 + 7H2O

10.PERHITUNGAN :

1.Standarisasi FAS

gr K2Cr2O7
= V FAS x N FAS
BE K2Cr2O7

Secara teori : 0,1 N


Secara praktik :
10 ml
0,6 x x 1000
250 ml
49,036
= 24,5 x N FAS
24,4
49,036
= 29,5 x N FAS
0,4975
N FAS = 24,5
= 0,0203 N
T−P
% kesalahan : T
x 100%
0,1−0,0203
= 0,1
x 100%

= 7,79%

2. Nilai COD

0
a−b ml x N FAS x x 1000
COD = 25 ml
2
60

16
12,5−7,5 ml x 0,0203 x x 1000
COD = 25 ml
2

5 ml x 0,0203 x 8000 812


= 25
= 25
= 32,48

11. ANALISA DATA

Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan hasilnya sebagai berikut.


Pada saat menstandarisasi dan titrasi dengan FAS warna larutan yang awalnya
berwarna hijau biru laut akan berubah menjadi orange kemerahan,
membutuhkan volume rata-rata FAS sebesar 2,45 setelah 3 kali percobaan
pada saat itu penetapan COD, warna awal larutan berwarna orange kemerahan
setelah itu dipanaskan dengan alat reflux selama 2 jam, lalu menambahkan 3
tetes indikator ferroin. Blanko saat dititrasi dengan FAS mendapatkan volume
12,5 ml dan saat sampel air yang dititrasi mendapatkan volume FAS 7,5 ml.

12. KESIMPULAN
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan dapat disimpulkan:
- Normalitas adalah 0,0203 dengan persamaan 79, 7%
- Nilai COD yang didapat adalah 32, 48 mg/L
- Semakin besar maka semakin sedikit kandungan oksigen dan sebaliknya
Semakin tinggi kandungan oksigen maka semakin baik kualitas air tersebut
61

GAMBAR ALAT

Neraca Analitik Kaca Arloji Erlenmeyer

Buret Pipet Ukur Gelas Kimia

Spatula Bola Karet Labu Takar


(PENENTUAN KESADAHAN/ION Ca2+ )

I. TUJUAN PERCOBAAN

Mahasiswa mampu melakukan penentuan kesadahan pada sampel air


dengan metoda titrasi kompleks.

II. PERINCIAN KERJA

1. Standardisasi larutan EDTA


2. Penentuan kesadahan (ion Ca2+)

III. ALAT YANG DIGUNAKAN

1. Labu ukur
2. Erlenmeyer
3. Buret
4. Gelas kimia
5. Pipet ukur
6. Pipet Volume
7. Bola karet
8. Pipet tetes
9. Corong

IV. BAHAN YANG DIGUNAKAN

1. CaCO3.pa
2. Dinatrium dihidrogen EDTA dihidrat
3. MgCl2.6H2O
4. HCl
5. Indicator eriochrome black T
6. Aquadest
7. Larutan buffer pH 10
8. Kertas lakmus

V. DASAR TEORI

Kesadahan dalam air terutama disebabkan oleh ion-ion Ca2+ dan Mg2+,
juga oleh Mn2+,Fe2+ dan semua kation bermuatan dua. Air yang kesadahannya
tinggi biasanya terdapat paada air tanah di daerah yang bersifat kapur, di mana
Ca2+ dan Mg2+ berasal.
Air sadah mengakibatkan konsumsi sabun lebih tinggi, karena adanya
hbungan kimiawi antara ion kesadahan dengan dengan molekul sabun
menyebbkan sifat sbun/deterjen hilang. Kelebihan ion Ca2+ serta ion CO32-
(salah satu ion alkalinity) mengakibatkan terbentuknya kerak pada dinding
pipa yang disebabkan oleh endapan kalsium karbonat CaCO3. Kerak ini akan
mengurangi penampang basah dari pipa dan menyulitkan pemanasan air dalam
ketel.

62
63

Kesadahan air dapat ditentukan dengan titrasi langsng dengan


menggunakan indicator Eriochrome Black T atau Calmagite. Sebelumnya
EDTA distandardisasi dengan larutan standar kalsium, biasanya standar
primer yang digunakan adalah CaCO3.

Etilen Diamin Tetra Asetat:

EDTA merupakan suatu senyawa yang membentuk kompleks 1:1


dengan ion logam, larut dalam air dan karenanya dapat digunakan sebagai
titran logam EDTA juga merupakan logam seksidentat yang berpotensi, yang
dapat berkoordinasi dengan ion logam dengan pertolongan kedua nitrogen dan
empat gugus karboksil. Misalnya dengan ion kobalt,membentuk kompleks
EDTA oktahidrat.
64

b. Molekul kompleks kobalt – EDTA

Pada titrasi ini indicator yang digunakan adalah indicator


metalokromik yang merupakan senyawa organic berwarna, yang membentuk
kelat dengan ion loga. Khelatnya mempunyai warna yang berbeda dengan
warna indicator bebasnya.

Struktur Eriochrome Black T :


65

VI. LANGKAH KERJA


A. Pembuatan larutan EDTA
1. Menimbang 1 gram dinatrium dihidrogen EDTA dihidrat dan 0,025
gram MgCl2.6H2O
2. Memasukkan ke dalam gelas kimia 400 ml, melarutkan dalam air
3. Memindahkan ke dalam labu ukur 250 ml, menambahkan air sampai
250 ml. Menghomogenkan
B. Pembuatan larutan buffer
Melarutkan 6,75 gram amonium klorida dalam 57 ml amonium
hidroksida pekat dan Mengencerkan sampai100 ml dalam gelas ukur 100
ml. pH larutan sedikit lebih besar dari 10

C. Pembuatan Indikator Eriokrom Black T


1. Melarutkan 0,5 gram Eriokrom Black T dalam 100 ml alcohol

D. Pembuatan Larutan baku CaCO3


1. Menimbang dengan teliti 0,2 gram CaCO3 murni yang telah
dikeringkan pada 1000C
2. Melarutkan dalam botol ukur 250 ml dengan 50 ml aquadest
3. Menambahkan setetes demi setetes HCl 1 : 1 sampai berhenti
bergelegak dan larutan menjadi jernih
4. Mengencerkan sampai garis tanda, kocok sampai homogeny

E. Standarisasi larutan natrium EDTA


1. Memipet 10 ml larutan kalsium klorida ke dalam erlenmeyer 250 ml
2. Menambahkan 1 ml larutan buffer
3. Menambahkan 2 tetes indiaktor eriochrom balck T
4. Menitrasi larutan EDTA,hingga warna merah anggur berubah menjadi
biru,warna merah harus lenyap sama sekali

F. Penentuan kesadahan
1. Memipet 10 ml air sampel dalam Erlenmeyer 250 ml
2. Menambahkan 1 ml buffer
3. Menambahkan 2-3 tetes indicator
4. Menitrasikan dengan larutan baku EDTA sampai terjadi perubahan
warna dari merah anggur menjadi biru

VII. DATA PENGAMATAN


7.1 Standarisasi Larutan EDTA

Volume EDTA Perubahan Warna


41.3 ml Merah anggur – Biru
41.4 ml Merah anggur – Biru
41.5 ml Merah anggur – Biru

7.2 Penentuan kesadahan

Volume EDTA Perubahan Warna


4.3 ml Merah anggur – Biru
4 ml Merah anggur – Biru
66

4 ml Merah anggur – Biru

VIII. PERHITUNGAN
1. Standarisasi larutan EDTA
 Secara teori
Dik :
Gr CaCO3 = 0,2 gr
= 200 mg
V = 250 ml
BE = 50,045 mg/mek
Dit :
N …. ?
Penyelesaian :

= 0,01598 mL/mek
 Secara praktek
Dik :
Gr CaCO3 = 0,2 gr
= 200 ml
V EDTA = 41.4 ml
BE CaCO3 = 50,045 mg/mek
Dit :
N….?
Penyelesaian :

0,7992 mek = 41,4 mL x N EDTA

N EDTA = 0,0193 mek/mL

 %Kesalahan =

= 20,625 %

2. Penentuan kesadahan
Dik :
V EDTA = 4,1 ml
67

N EDTA = 0,0193 mg/mek


BE CaCO3 = 50,045 mek/mL
Dit :
Mg CaCO3 ……?
Penyelesaian :
Mg CaCO3 = V EDTA x N EDTA x BE CaCO3
= 4,1 mL x 0,0193 mg/mek x 50,045 mek/mL
= 3,96 mg
Mg CaCO3/ liter atau ppm = 1000 ml/liter x mg CaCO3
ml sampel
= 1000 ml/liter x 3,96 mg
50 ml
= 79,2 /l
mg

IX. ANALISIS PERCOBAAN


Pada percobaan ini dapat dianalisis mengenai air penentuan kesadahan
atau ion Ca2+. Pada percobaan penentuan kesadahan melakukan 4 tahapan
yaitu pembuatan larutan EDTA, pembuatan larutan beku CaCO3, stamdarisasi
larutan EDTA dan penentuan kesadahan. Air sampel yang digunakan unntuk
penentuan kesadahan adalah sampel air sumur. Bahwa pada saat pembuatan
larutan buffer di gunakan campuran antara ammonium klorida dengan
ammonium hidroksida pekat. Pada larutan baku CaCl2 CaCO3 harus
dikeringkan selama 30 menit didalam oven.
Langkah pertama yaitu dengan menimbang larutan EDTA hal pertama
yang dilakukan yaitu dengan menimbang 2 gram EDTA 0,05 gr MgCl.6H2O
bersifat hidrat sehingga akan mudah cair ketika kontak dengan udara. Setelah
itu kedua zat dicampur dan dilarutkan dalam gelas kimia, kemudian
dimasukkan kedalam labu ukur 500 ml dan encerkan sampai tanda batas.
Langkah kedua yaitu pembuatan larutan baku CaCO3. Pada larutan ini
yang harus dilakukan yaitu pada saat pencampuran dengan HCl. Ketika
dititrasi dengan HCl larutan harus sambil diaduk, sehingga kita mengetahui
apakah larutan sudah jernih ataukah belum.
Langkah ketiga yang dilakukan yaitu standarisasi larutan natrium EDTA.
Hal pertama yang dilakukan dengan memipet 50 mL larutan CaCO3 yang telah
dicampur dengan HCl sebelumnya. Setelah itu menambahkan 5 mL buffer dan
10 tetes indicator eriochrome Black T. Setelah semuanya homogen titrasi
dengan larutan EDTA yang telah dibuat. Dengan perubahan warna dari warna
merah anggur menjadi warna biru dengan melakukan titrasi sebanyak 3x. Pada
saat titrasi didapat volume titran sebanyak 41,3 mL ; 41,4 mL ; 41,5 mL
dengan EDTA secara teori 0,016 mek/mL sedangkan secara praktikum 0,0193
mek
/mL dengan % kesalahan 20,625 %
Langkah terakhir yang digunakan yaitu penentuan kesadahan. Pertama
dengan memipet 50 mL air sumur. Setelah itu menambahkan sebanyak 1 mL
buffer dan 10 tetes indicator. Mentitrasi dengan EDTA dengan perubahan
warna merah anggur menjadi biru. Dengan melakukan standarisasi sebanyak
3x denganm volume titran yang didapat 4,3 mL ; 4 mL ; 4 mL dengan volume
rata-rata 4,1 mL. Dengan didapat volume EDTA maka dapat mencari Mg
CaCO3 dan ppm CaCO3. Dimana didapatkan sebesar 3,96 mg dan ppm 79,2
mg
/L
68

X. KESIMPULAN
Dari percobaan yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa;
1. Titrasi kompleks atau kompleksometri merupakan suatu jenis titrasi
dimana reaksi antara bahan yang dianalisis dan titrat akan membentuk
suatu kompleks senyawa.
2. Kesadahan air dapat ditentukan dengan titrasi langsung dengan titran asam
etilen diamin tetra asetat (EDTA) dengan menggunakan indikator
Eriocrome Black T atau calmagite.
3. Kesadahan air adalah kandungan mineral-mineral tertentu didalam air
umumnya ion kalsium dan magnesium dalam bentuk garam karbonat.
4. Data yang didapat sebagai berikut :
a. Secara teori
N EDTA :0,016 mek/ml
Secara praktek
N EDTA : 0,0193 mek/ml
% kesalahan : 20,625 %
b. Penentuan Kesadahan
mg CaCO3 : 3,96 mg
Ppm CaCO3 : 79,2 mg/l

XI. PERTANYAAN
1. Apakah yang dimaksud dengan kompleksometri?
2. Jelaskan istilah – istilah berikut :
a. Kompleks inert
b. Kelat logam
c. Penopengan (masking)
d. Ligan heksidentat
e. Bilangan koordinasi
3. Sebuah contoh murni CaCO3 seberat 0,2428 g dilarutkan dalam asam
klorida dan larutan diencerkan menjadi 250 mL dalam suatu botol ukur.
Sebuah alikot 50 mL memerlukan 42,74 mL larutan EDTA untuk titrasi.
Hitunglah molaritas larutan EDTA

Jawab :
1. Kompleksometri adalah Suatu jenis titrasi dimana reaksi dan titrat saling
mengompleks. Jadi membentuk hasil berupa kompleks. Titrasi
kompleksometri adalah suatu metode kauntitaif dengan memanfaatkan
reaksi kompleks antara ligan dengan ion logam utamanya, yang umumnya
adalah EDTA.
2. Penjelasan
a. Kompleks Inert : Yaitu kompleks yang mengalami reaksi pertukaran
sangat lambat (supaya reaksinya selesai membutuhkan waktu dalam
hitungan jam atau bahkan hari).
b. Kelat logam : gugus/ senyawa kimia yang dapat mengkelasi logam
c. Ligan heksidentat : enam atom donor yang mempunyai pasangan
electron yang dapat digunakan untuk mengikat logam/ ion pusat
d. Bilangan koordinasi : jumlah dari ligan atom yang diikat pada satu ion
pusat.
3. Dit :
gr CaCO3 = 0,2428 gr
69

V = 250 ml
V alikot = 50 ml
V titran = 42,74 ml
Dit : M EDTA …..?
Penyelesaian :
Reaksi Titrasi
Ca2+ + Y4- CaY2=
Dimana Y adalah anion EDTA
4-

Berat CaCO3 dalam alikot :

= 0,04856 gr
Jadi mol EDTA = mol CaCO3
V x M EDTA =

0,04274 l x M EDTA =

M EDTA =

= 0,0135 mol/l
70

GAMBAR ALAT

Neraca Analitik Kaca Arloji Erlenmeyer

Buret Pipet Ukur Gelas Kimia

Spatula Bola Karet Labu Takar

Corong Batang Pengaduk


PENENTUAN ASAM LEMAK BEBAS (ALB) PADA MINYAK GORENG

1. TUJUAN PERCOBAAN
Mahasiswa dapat melakukan penentuan asam lemak bebas pada minyak goreng
dengan cara titrasi

2. RINCIAN KERJA
• Standardisasi larutan baku KOH
• Penentuan kadar asam lemak bebas pada CPO

3. TEORI
Minyak kelapa sawit mempunyai peranan penting dalam perdagangan dunia.
Berbagai industri, baik pangan maupun non pangan banyak yang menggunakannya
sebagai bahan baku Berdasarkan peran dan kegunaan minyak sawit itu, maka mutu
dan kualitasnya harus diperhatikan sebab sangat menentukan harga dan nilai
komoditas ini. Dalam hal ini syarat mutu diukur berdasarkan spesifikasi standar mutu
internasional, yang meliputi kadar ALB. air , kotoran, logam, peroksida, dan ukuran
pemucatan
ALB dengan konsentrasi tinggi dalam minyak sawit sangat merugikan.
Tingginya ALB ini mengakibatkan rendemen minyak turun sehingga mutu minyak
menjadi menurun. Apabila kadar ALB pada CPO meningkat melebihi standar mut
yang telah ditetapkan maka CPO tersebut tidak dapat dijual. Hal ini menyebabkan
kerugian pada perusahaan penghasil CPO
Kenaikan kadar ALB ditentukan mulai dari saat tanda buah sawit dipanen sampai
tandan diolah di pabrik Pembentukan ALB pada buah disebabkan pecahnya
membrane vacuola (yang memisahkan minyak dari komponen sel) sehingga minyak
bercampur dengan air sel. Dengan dikatalisir oleh enzim lipase, lemak terhidrolisa
membentuk ALB dan gliserol. Semakin lama reaksi ini berlangsung, maka semakin
banyak ALB yang terbentuk.
Reaksi hidrolisis pada minyak sawit :
O
CH2 - O - C - R
O
CH - O - C - R

CH2 - O - C - R CH - OH - R - COH
keasaman
enzim
CH2 - O - C - R CH2 - OH
Minyak sawit GUSEROL ALB

R - C - OH + KOH R - C - OK - H2O
Penentuan ALB pada CPO menggunakan metoda titrasi asam basa, dengan
menggunakan titran larutan KOH dengan indicator thymol blue Sebelumnya larutan
baku KOH distandardisasi terlebih dahulu dengan asam palmitat.

Asam Palmitat

71
72

Salah satu asam lemak yang paling mudah diperoleh adalah asam palmitat atau
asam heksadekanoat. Tumbuh-tumbuhan dari famili palmaceae, seperti kelapa (Cocos
nucifera) dan kelapa sawit (Elaeis guineensis) merupakan sumber utama asam lemak
ini. Minyak kelapa bahkan mengandung hampir semuanya palmitat (92%). Minyak
sawit mengandung sekitar 50% palmitat. Produk hewani juga banyak mengandung
asam lemak ini (dari mentega, keju, susu, dan juga daging).
Asam palmitat adalah asam lemak jenuh yang tersusun dari 16 atom karbon
(CH3(CH2)14COOH). Pada suhu ruang asam palmitat berwujud padar berwarna putih.
Titik leburnya 63,1°C.
Dalam industri, asam palmitat banyak dimanfaatkan dalam bidang kosmetika dan
pewarnaan. Dari segi gizi, asam palmitat merupakan sumber kalori penting namun
memiliki daya antioksidasi yang rendah.

4. ALAT YANG DIGUNAKAN


• Kaca arloji
• Erlenmeyer 250 ml
• Buret 50 ml
• Pipet ukur 25 ml. 10 ml
• Gelas kimia 100 ml, 250 ml
• Labu takar 100 ml, 250 ml
• Spatula
• Bola karet

5.GAMBAR ALAT (TERLAMPIR)


6. BAHAN YANG DIGUNAKAN

• Minyak goreng sebagai cuplikan KOH


• Asam palmitat
• Indikator thymol blue
• Aquadest

7. LANGKAH KERJA
7.1 Standardisasi Larutan Baku KOH dengan Asam Palmitat
• Membuat larutan 0,1 N KOH sebanyak 250 ml dalam labu takar tempatkan di dalam
buret 50 ml
• Menimbang 1 gram asam palmitat yang telah dilarutkan dengan etanol 96% 50 ml
ke dalam erlenmeyer 250 ml
• Menambahkan indikator thymol blue
• Mentitrasikan dengan KOH mencatat volume titran
• Menghitung normalitas larutan KOH

7.2 Penentuan kadar ALB pada CPO


• + gram CPO ditempatkan di dalam erlenmeyer 250 ml
• Dilarutkan dengan etanol 90% 50 ml
• Menambahkan 2-3 tetes indikator thymol blue.
• Dititrasi dengan KOH samapai terjadi perubahan warna dari kuning bening menjadi
kebiru-biruan
• Diulang masing-masing 3x percobaan
73

8. DATA PENGAMATAN
8.1 Standardisasi Larutan Baku KOH dengan Asam Palmitat
No. Percobaan Volume KOH

1 27 ml

8.2 Penentuan kadar ALB pada CPO


No. Percobaan a. Volume KOH (ml) b. Volume KOH (ml)
Minyak baru minyak jelanta
1 2,6 ml 2,8 ml
2 3,2 ml 2,7 ml
3 2,7 ml 1,0 ml
Rata-rata 2,8 ml 2,2 ml

9. PERHITUNGAN
a. Standarisasi
V.KOH x ta.KOH = gr.asam palmitat
BM
b. Penentuan ALB
% ALB = V. KOH x LL. KOH x 256 x 100
Berat contoh x 1000

PERHITUNGAN
8.1 Standarisasi
V.KOH x N.KOH = gr. Asam Palmitat
BM
0,027 x N.KOH = 1
256
N.KOH = 0,003906
0,027
N.KOH = 0,1446 N
N.KOH = 0,1 N

% Kesalahan = N.Teori - N.Praktek x 100%


N.Teori
= 0,1 - 0,1446 x 100%
= 44,6 %

8.2 Penentuan ALB


a. Minyak baru
%ALB = V.KOH x N.KOH x 256 x 100%
gr.sampel
= 0,0028 x 1,446 x 256 x 100%
1
= 10,36%
74

b. Minyak Jelantah
%ALB = V.KOH x N.KOH x 256 x 100%
gr.sampel
= 0,0022 x 1,446 x 256 x 100%
1
= 8,14%

10. PERTANYAAN
1. Dari percobaan diatas zat apa yang merupakan :
• Standar primer
• Standar sekunder
• Analit
• Indikator
2. Tuliskan standar primer yang digunakan pada titrasi asam basa
Jawab :
1.
a. Standar primer = KOH
b. Standar sekunder = Asam Palmitat
c. Analit = Minyak baru (rosebrand) dan minyak jelantah.
d. Indikator = Thymol blue
2.
KHP
Na2CO2
Na2BaO7

Hd
Asam Palmitat

ANALISIS PERCOBAAN
Dalam percobaan yang telah dilakukan dapat diartikan bahwa Sebelum
melakukan penentuan Kadar ALB Dalam minyak terlebih dulu melakukan
Standarisasi larutan baru koH dengan asam palmitat yaitu dengan membuat larutan
0,1 N sebanyak 250 ml Sebagai Standar Primer. kemudian mempipet 1gr asam
palmitat ke dalam erlenmeyer 250 ml sebagai standar sekunder. Setelah itu
menambahran indikator dan etanol 96% 50 ml dan akan berubah warna menjadi
kuning saat dinomogenkan kemudian menitrasi dengan KOH. Sehingga diperoleh
Volume KOH.
Setelah titrasi dengan KOH larutan asam palmitat yang awalnya kuning
bening berubah menjadi kebiruan kemudian melanjutkan dengan melakukan
penentuan ALB yatu dengan menambahtan 1 gr minyak goreng baru dan 1gr minyak
jelanta kedalam masing-masing erlenmeyer 250 ml dan menambahkan 2-3 tetes
diperoleh V.KOH pada ALB pada penentuan ALB minyak goreng. Diperoleh Volume
KOH pada ALB minyak goreng bebas. Menitrasikan larutan tersebut sampai bewarna
ungu.

KESIMPULAN
Berdasarkan Praktikum yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa Asam
lemak Bebas (ALB) merupakan asam yang dibebaskan pada hidrolisa lemak.
Berdasarkan percobaan maka,
a. Vol. secara teori = 39 ml
75

b. Vol. secara praktek = 2,8 ml


c. Normalitas secara teori = 0,1 ml
d. Normalitas secara praktek = 0,1146
e. % kesalahan N = 44,6%
f. % kesalahan V = 44,4%
g. Kadar ALB pada minyak goreng = 10,36%
h. Kadar ALB pada minyak jelantah = 8,14%
Apabila suatu sampel mempunyai kadar ALB yang cukup tinggi, maka mutu suatu
CPO atau minyak goreng menjadi buruk.
76

GAMBAR ALAT

Neraca Analitik Kaca Arloji Erlenmeyer

Buret Pipet Ukur Gelas Kimia

Spatula Bola Karet Labu Takar

Batang Pengaduk
DISUSUN OLEH :
KELOMPOK III

1. Indah Nabillah Rahmawati (062030401222)


2. M. Pramudya Niko Putra. F (062030401223)
3. M. Akbar Febrianto (062030401224)
4. Mutia Febriana (062030400129)
5. Nabila Khoirunnisa (062030401226)

iii
TITRASI REDOKS
(PENENTUAN BESI)

1. TUJUAN PERCOBAAN
Setelah melakukan percobaan ini diharapkan mahasiswa mampu melakukan
standarisasi dan penentuan cuplikan dengan titrasi redoks.

2. PERINCIAN KERJA
1. Melakukan standarisasi larutan KMnO4
2. Menentukan kadar besi dalam larutan

3. DASAR TEORI
Titrasi redoks merupakan titrasi yang di dasarkan pada reaksi oksidasi
reduksi antara analit dan titran. Titrasi redoks banyak digunakan untuk penentuan
sebagian besar logam–logam.Indicator yang digunakan pada titrasi ini
menggunakan berbagai cara kerja. Pada titrasi yang menggunakan KMnO4 tidak
menggunakan suatu larutan indicator, tetapi larutan KMnO4 itu sendiri dapat
bertindak sebagai indicator.
3.1 Kalium Permanganat
Kalium permanganate digunakan secara luas sebagai pereaksi oksidasi
selama seratus tahun lebih . zat ini merupakan pereaksi yang mudah diperoleh,
tidak mahal, dan tidak memerlukan indicator kecuali kalau digunakan larutan –
larutan yang sangt encer. satu tetes KMnO4 0,1 N memberikan suatu warna
merah muda yang jelas pada larutan dalam titrasi. Permanganate mengalami
reaksi kimia yang bermacam – macam , karena mangan dapat berada dalam
keadaan – keadaan oksidasi +2, +3 , +4 , +6 , +7. Untuk reaksi yang berlangsung
dalam larutan yang sangat asam akan terjadi reaksi :
MnO4- + 8H+ + 5e Mn2+ + 4H2O
Sedangkan untuk reaksi dalam larutan berasam rendah :
MnO4- + 8H+ MnO2(p) + 2H20
Reaksi yang paling banyak digunakan adalah reaksi pada larutan yang sangat
asam, dimana permanganat bereaksi dengan sangat cepat.
3.2 Natrium Oksalat
Senyawa ini merupakan standar primer yang baik bagi permanganate dalam
larutan berasam. Dapat diperoleh dalam derajat kemurnian yang tinggi. Stabil
pada pemanasan dan tidak hidrokopis. Reaksi dengan permanganat agak
kompleks dan sekalipun banyak penelitian yang telah dilakukan, namun
mekanisme yang tepat tidak jelas. Reaksinya lambat pada suhu kamar. Oleh
karena itu biasanya larutan dipanaskan pada suhu 600c. Pada kenaikan suhu
awalnya reaksi berjalan lambat, tetapi kecepatan meningkat setelah ion mangan
(II) terbentuk. Mangan (II) bertindak sebagai suatu katalis dan reaksinya
dinamakan otokatalitik karena katalis dihasilkan oleh reaksinya sendiri. Ionnya
mungkin mempengaruhi efek katalik nyadengan cepat bereaksi dengan
permanganate untuk membentuk mangan dari keadaan oksidasi antara +3 dan +4
yang selanjutnya dengan cepat mengoksidasi ion oksalat, kembali ke keadaan
divalent. adapun reaksinya adalah :
5C2O42- + 2 MnO4 + 16H+ 2Mn2+ + 10CO2 + 8H2O
Flower dan bright melakukan suatu penelitian yang sangat mendalam
terhadap kesalahan – kesalahan yang mungkin di dalam titrasi. Mereka
menemukan beberapa bukti dan pembentukan peroksida.

77
78

O2 + H2C2O4 H2O + 2CO2


Dan apabila peroksida terurai sebelum berekasi dengan permanganate, terlalu
sedikit larutan permanganate yang diperlukan sehingga dari perhitungan
normalitasnya tinggi. Mereka menyarankan agar hampir semua permanganate
ditambahkan dengan cepat dalam larutan yang telah diasamkan pada suhu
kamar. Setelah reaksi sempurna larutan dipanaskan sampai 600c dan titrasi
diselesaikan pada suhu ini.

4. ALAT YANG DIGUNAKAN


 Neraca analitis
 Kaca arloji
 Erlenmenyer 250 mL , 500 ml 3,3
 Buret 50 mL 2
 Pipet ukur 25 mL 4
 Gelas kimia 250 mL 3
 Labu takar 100mL, 250 mL, 500 mL 2,3,1
 spatula 2
 Bola karet 4
 Hot plate 3
 termometer 3

5. GAMBAR ALAT (TERLAMPIR)

6. BAHAN YANG DIGUNAKAN


 Na2C2O4 padatan
 H2SO4 pekat
 KMnO4 padatan

7. KESELAMATAN KERJA
Menggunakan peralatan keselamatan kerja seperti sarung tangan dan masker
untuk menangani larutan asam sulfat.

8. LANGKAH KERJA
8.1 Standarisasi larutan KMnO4
 Membuat larutan 0,1 N KMnO4 , 500 mL
 Natrium oksalat dikeringkan dalam oven pada suhu 105 – 110oc selama 2
jam setelah itu didinginkan dalam desikator.
 Menimbang natrium oksalat sebanyak 300 mg , masukan ke dalam
Erlenmeyer.
 2,5 mL H2SO4 pekat dilarutkan dalam air 250 mL ( hati – hati )
 Memasukan larutan H2SO4 tersebut kedalam Erlenmeyer yang berisi na-
oksalat . kocok , dinginkan sampai 24oc
 Mentitrasi dengan 0,1 N KMnO4 sampai volume 35 mL. Lalu memanaskan
sampai 55 – 60oc dan lanjutkan titrasi setetes demi setetes hingga berubah
warna yaitu merah muda.

8.2 Penentuan besi dengan KMnO4


 Melarutkan 4 gram cuplikan (FeSO4.7H2O) dalam air demineral 100mL
 Memipet 25 mL larutan cuplikan ke dalam Erlenmeyer berukuran 250 mL
dan menambahkan 25 mL 0,5 M H2SO4
79

 Mentitrasi dengan larutan standar 0,1 N KMnO4 sampai warna muda tidak
berubah lagi.

9. DATA PENGAMATAN
9.1 Standardisasi Larutan KMnO4
NO Gram analit Volume titran Perubahan
(Na oksalat) (KMnO4) Warna
1 300 mg 47,2 ml Larutan berubah warna secara bertahap dari
2 300 mg 47 ml ungu gelap- merah gelap - jingga - kuning -
3 300 mg 45 ml bening - merah muda
300 mg 46,4 ml

9.2 Penentuan Besi dengan KMnO4

NO Volume analit Volume titran Perubahan


(FeSO4.7H20) (KMnO4) Warna
1 25 ml 37 ml Larutan berubah warna secara bertahap dari
2 25 ml 37,4 ml ungu gelap - merah gelap - jingga - kuning -
3 25 ml 37,2 ml bening - merah muda
25 ml 37,2 ml

10. PERHITUNGAN
10.1 Standardisasi Larutan KMnO4
Menentukan normalitas KMnO4
Gr Na2C2O4 = V KMnO4 x N KMnO4
BE Na2C2O4
BE Na2C2O4 = BM
2
= 134
2
= 67
300gr = 46,4 ml x N KMnO4
67
N KMnO4 = 4,47
46,4
` N KMnO4 = 0,0965 N

% Kesalahan = Teori - Praktek x 100%


Teori
= 0,1 - 0,0965 x 100%
0,1
% Kesalahan = 0,35%
80

10.2 Penentuan Besi dengan KMnO4


Menentukan % Besi dalam contoh :
% Fe = V KMnO4 x N KMnO4 x BE Fe x 100
Gr sample
% Fe = 37,2 x 0,0965 x 55,845 x 100%
0,25 x 4000
% Fe = 20,047 %

% Fe ( Teori ) = BE Fe x 100%
BM FeSO4.7H2O
= 55,845 x 100%
278,02
% Fe ( Teori ) = 20,086 %

% Kesalahan = Teori - Praktek x 100%


Teori
= 20,086 - 20,047 x 100%
20,086
% Kesalahan = 0,194 %

Gr KMnO4 = M x V x BE
= 0,1 x 0,5 x 158
5
Gr KMnO4 = 1,58 gr

11. PERTANYAAN
1. Tuliskan beberapa keuntungan dan kerugian dalam penggunaan larutan
standar KMnO4 sebagai pereaksi oksidasi!
2.
a) Mengapa pada standardisasi dengan Na-oksalat, KMnO4 diberikan
secara cepat?
b) Mengapa larutan tersebut harus dipanaskan sampai 60oC?
3. Suatu sample As2O3 seberat 0,2248 g dilarutkan dan memerlukan 44,22 mL
KMnO4 untuk titrasi. Hitung molaritas dan normalitas KMnO4!
Jawab :
1. Keuntungan :
- Mudah diperoleh
- Tidak mahal atau harga terjangkau
- Tidak memerlukan indikator
Kerugian :
- Reaksi lambat pada suhu kamar
- mekanisme yang tidak jelas
- Permangan harus ditambah dengan cepat
2.
a) KMnO4 diberi secara cepat, karena apabila peroksida terrurai sebelum
bereaksi dengan permanganat, terlalu sedikit.Larutan permanganat
yang diperlukan dari perhitungan tinggi.
b) Larutan harus dipanaskan hingga 600C, karena pada suhu kamar
reaksinya berjalan lambat, tetapi kecepatannya meningkat setelah ion
81

c) mangan (II) terbentuk. Ion tersebut bertindak sebagai suatu katalis


yang dihasilkan oleh reaksinya sendiri.
2. Diketahui :
Gr As2O3 = 0,2248gr
= 224,8 mg
V KMnO4 = 44,22 mL
BE As2O3 = 197,8422 mg/mol
Ditanya : M dan N?
Gr As2O3 = V KMnO4 x N KMnO4
BE As2O3
224,8 = 44,22 x N KMnO4
197,8422
1,136 = 0,0256 N
44,22

BE = BM
N = M = 0,0256 mol/L

12. ANALISA PERCOBAAN


Dari percobaan yang telah dilakukan dapat dianalisa bahwa pertama-tama
pembuatan larutan KMnO4 500 ml dan mengeringkan Na Oksalat di oven 105-
1100C selama 2 jam, lalu setelah itu Na Oksalat ditimbang sebanyak 200 mg.
Larutan didalam erlenmeyer kemudian ditambahkan dengan 2,5 ml H2SO4 yang
telah dilarutkan, lalu didinginkan 00C dengan cara dimasukkan ke baskom yang
berisi air dan es. Kemudian dititrasi dengan KMnO4sampai volume 35 ml.
Kemudian taruh di hot plate dan dipanaskan sampai 55-600C. Saat suhu tersebut,
larutan akan berwarna merah muda catat volume yang didapat . Dalam percobaan
ini didapat 3 volume titran yaitu 47,2 ml, 47 ml, 45 ml sehingga volume rata-rata
adalah 46,4 ml.
Selanjutnya adalah penentuan besi dengan KMnO4. Pertama-tama
menimbang 45g FeSO4.7H2O dan dilarutkan dalam 100 ml aquadest. Lalu,
ditambahkan 25 ml 0,5 m H2SO4, maka larutan akan berubah warna menjadi
bening. Selanjutnya di titrasi dengan KMnO4 sampai berubah warna menjadi
merah muda. Dari percobaan ini didapat volume titran yaitu 37 ml, 3,4 ml, 37,2
ml sehingga volume rata-rata yang didapat adalah 37,2 ml.

13. KESIMPULAN
Dari percobaan yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa :
 N KMnO4 : 0,0965 N
 V KMnO4 : 46,4 mL
 % Fe secara Teori : 20,086 %
 % Fe secara praktikum : 20,047 %
 % Kesalahan Fe : 0,194 %
 % Kesalahan N KMnO4 : 0,35 %
Kegagalan dalam praktikum disebabkan oleh banyak faktor. Salah satu
faktornya adalah kesalahan dalam pembuatan larutan KMnO4, FeSO4 yang
terlalu lama dibiarkan akan menjadi Fe3+.
82

GAMBAR ALAT

Gelas Kimia Labu Takar Buret

Spatula Pipet Ukur Bola Karet

Erlenmeyer Neraca Analitis Kaca Arloji


TITRASI REDOKS
(PENENTUAN ASAM ASKORBAT/VITAMIN C)

1. TUJUAN PERCOBAAN
Mahasiswa dapat melakukan penentuan kadar vitamin C pada tablet hisap
vitamin C dengan metoda titrasi redoks.

2. RINCIAN PERCOBAAN
1. Standarisasi larutan baku
2. Penentuan kadar asam askorbat pada tablet hisap vitacimin C

3. TEORI
3.1 Vitamin C/Asam Askorbat
Vitamin C atau asam askorbat merupakan zat pereduksi dan dapat ditetapkan
dengan titrasi redoks yang menggunakan larutan iod sebagai titran.

Karena molekul itu kehilangan dua electron dalam titrasi ini, bobot
ekivalennya adalah separuh berat molekuknya, atau 88,07 g/ek.
3.2 Indikator Iod
Iod hanya sedikit dapat larut dalam air (0,00134 mol/liter pada 250C), namun
sangat larut dalam larutan yang mengandung ion iodida. Iod membentuk
kompleks triodida dengan iodida.
I2 + H2O I3
Iod cenderung dihidrolisis, dengan membentuk asam idodida dan hipoiodit.
I2 + H2O HIO + H+ + I-
Kondisi yang meningkatkan derajat hidrolisis haruslah dihindari. Titrasi tak
dapat dilakukan dalam larutan yang sangat biasa, dan larutan standar iod
haruslah disimpan dalam botol gelap untuk mencegah penguraian HIO oleh
cahaya matahari,
2HIO → 2H+ + 2I- + O2(g)
Asam hipoiodit dapat juga diubah menjadi iodat dalam lautan basa,
3HIO + 3OH- 2I- + IO3- + 3H2
3.3 Standardisasi
Larutan iod standar dapat disiapkan dengan menimbang langsung iod murni
dan melarutkannya serta mengencerkannya dalam sebuah labu volumetric. Iod itu
dimurnikan dengan sublimasi dan ditambahkan ke dalam larutan KI pekat, yang
ditimbang dengan tepat sebelum maupun sesudah penambahan iod. Tetapi larutan
itu biasanya distandardisasi dengan standar primer yaitu As2O3.
3.4 Indikator Kanji
Warna larutan iod 0,1 N cukup tua sehingga iod dapat bertindak sebagai
indikatornya sendiri. Iod juga memberikan suatu warna ungu atau lembayung

83
84

pada pelarut seperti karbon tetra klorida atau kloroform, dan kadang-kadang
digunakan dalam mendeteksi titik akhir titrasi. Tetapi lebih lazim digunakan suatu
larutan kanji, karena warna biru tua kompleks pati-iod berperan sebagai uji
kepekatan terhadap iod. Kepekatan itu lebih besar dalam larutan sedikit asam
daripada dalam larutan netral dan lebih besar dengan adanya ion iodida.
Larutan kanji mudah terurai oleh bakteri, suatu proses yang dapat dihambat
dengan sterilisasi atau dengan penambahan suatu pengawet. Hasil uraiannya
mengkonsumsi iod dan berubah kemerahan. Merkurium (II) iodida, asam borat
atau asam furoat dapat digunakan sebagai pengawet. Kondisi yang menimbulkan
hidrolisis atau koagulasi kanji hendaknya dihindari. Kepekaan indicator akan
berkurang dengan naiknya temperatur dan oleh beberapa bahan organik seperti
metil dan metil alkohol.

4. ALAT YANG DIGUNAKAN


 Neraca analitis
 Kaca arloji
 Erlenmeyer 250 ml
 Buret 50 ml
 Pipet ukur 25 ml
 Gelas kimia 100 ml, 250 ml
 Labu takar 100 ml, 250 ml
 Spatula
 Bola karet

5. GAMBAR ALAT (TERLAMPIR)

6. BAHAN YANG DIGUNAKAN


 Tiga tablet vit. C
 Indikator kanji
 Iod mutu reagensia
 KI
 As2O3
 NaOH
 Indikator pp
 HCl 1:1
 Na2CO3 sebagai buffer

7. KESELAMATAN KERJA
Gunakan peralatan keselamatan kerja seperti sarung tangan dan masker
dalam menangani larutan asam pekat.

8. LANGKAH KERJA
8.1 Pembuatan Larutan Iod
 Menimbang 12,7 g iod, dan ditaruh dalam gelas kimia 250 ml.
 Menambahkan 40 g kalium iodida dan 25 ml air, lalu diangaduk dan
dipindahkan ke labu ukur 1 liter, diencerkan dan dihomogenkan.
8.2 Pembuatan Larutan As2O3
 Menimbang As2O3 1,25 g, dan ditaruh dalam gelas kimia 250 ml
85

 Menambahkan 3 g NaOH dan 10 ml air, lalu dilarutkan.


 Kemudian menambahkan 50 ml air, 2 tetes idicator pp
 Menambahkan 1 ml HCl 1:1
 Memindahkan larutan ke dalam labu ukur 250 ml, mengencerkan
sampai
tanda batas.
8.3 Pembuatan Larutan Indicator Kanji
0,2 dr pati (kanji) dilarutkan dalam 5 ml air dan dituangkan sedikit demi
sedikit ke dalam 50 ml air mendidih
8.4 Standardisasi Larutan Iod
 Memipet 25 ml larutan arsenit ke dalam Erlenmeyer 250 ml
 Mengencerkan dengan 50 ml air
 Menambahkan 3 g NaHCO3 untuk membuffer larutan
 Menambahkan 5 ml indicator kanji
 Melakukan titrasi dengan iod sampai pertama kali munculnya warna biru
tua yang bertahan + 1 menit
8.5 Penentuan Vitamin C
 Menimbang dengan tepat tiga tablet vitamin C, dan ditaruh dalam
Erlenmeyer 250 ml
 Melarutkan dalam 50 ml air
 Mempolang-palingkan labu agar vitamin C larut
 Menambahkan 5 ml indikator kanji
 Melakukan titrasikan dengan larutan I2 sampai muncul warna biru tua
pertama kali yang bertahan +

9. DATA PENGAMATAN
9.1 Standardisasi Larutan Iod
No. Percobaan Volume Iod (ml) Perubahan Warna
1 33,5 ml
2 32,5 ml
Putih menjadi biru tua
3 33 ml
Rata-rata 33 ml

9.2 Penentuan Vitamin C pada vitacimin


No. Percobaan Volume Iod (ml) Perubahan Warna
1 17 ml
2 13,6 ml
Putih menjadi biru tua
3 16,4 ml

Rata-rata 15,66 ml
86

10. PERHITUNGAN
10.1 Standardisasi Larutan Iod
gr As2O3
= V I2 . N I2
BE As2O3
25 ml
120mg x
100 ml
= 33 ml . N I2
49,46 mek/ml
312,5 mg
= 33 ml . N I2
49,46 mek/ml
6,3182 = 33 ml . N I2
6,3182
N I2 =
33
N I2 = 0,1914 N

10.2 Penentuan Vitamin C pada vitacimin


gr vit c
V I2 ∙ N I2 =
BE vit c
gr vit c
15,66 ml x 0,1914 N =
88,079 gr/Ek
gr vit c
2,9973 =
88,079 gr/Ek
gr vit c = 263,99 mg
= 264 mg

11. PERTNYAAN
1. Apakah perbedaan iodometrik dan iodimetrik?
2. Unsur atau senyawa apakah yang dapat ditentukan pada iodimetrik?
Jawab :
1.
- Iodometrik (iodometri langsung) adalah titrasi terhadap larutan analit
dengan larutan iodine sebagai larutan standar atau titran menggunakan
indikator amilum. Beberapa senyawa yang dapat dititrasi dengan iodine
adalah tiosulfat (S2O32), arsen(III), antimon(III), Sulfat (S2-), Sulfit
(SO32-), dan ferosianida [Fe(CN6)]4+.
- Iodimetri (iodometri tidak langsung) adalah titrasi terhadap larutan
analit dengan larutan natrium tiosulfat sebagai larutan standar atau
titran menggunakan indikator amilum.
2. Unsur atau senyawa yang dapat ditentukan pada iodimetrik yaitu : H2S,Sn2+,
Ag3+, N2H4, SO2-, Zn2+, Cd2+, Hg2+, Pb2+, Vitamin C, glukosa, dan gula
pereduksi lainnya.

12. ANALISA DATA


Pada percobaan ini, dilakukan penetapan kadar vitamin C dalam sampel,
metode yang digunakan yaitu metode titrasi iodimetri (titrasi langsung). Iodimetri
adalah titrasi langsung dan merupakan metode penetuan atau penetapan
kuantitatif yang dasarnya adalah jumalh I2 yang bereaksi dengan sampel atau
terbentuk dari hasil reaksi sampel dengan ion iodida. Iodimetri adalah titrasi
87

redoks dengan I2 sebagai pentiternya. Dalam treaksi redoks harus selalu ada
oksidator dan reduktor.
Vitamin C atau asam askorbat bersifat larut dalam air dan sedikit larut dalam
aseton dan alkohol yang mempunyai berat molekul rendah. Akan tetapi vitamin C
sukar larut dalam pelarut organik yang pada umumnya dapat melarutkan lemak.
Titrasi iodimetrimenggunakan larutan kanji sebagai indikator. Prinsip dari titrasi
iodimetri adalah reduksi analit oleh I2 menjadi I. Iod merupakan oksidator yang
tidak terlalu kuat, sehingga penerapannya tidak terlalu luas. Salah satu penerapan
titrasi dengan menggunakan metode iodimetri adalah pada penentuan bialngan iod
minyak dan lemak serta vitamin C.
Sampel yang digunakan pada percobaan ini adalah vitacimin. Indikator yang
digunakan adalah indikator kanji, karena akan membentuk kompleks iod amilum
yang berwarna biru tua meskipun konsentrasi I2 sangat kecil dan molekul iod
terikat kuat pada permukaan beta amilosa. Indikator ini digunakan dalam keadaan
panas agar mendapat titrasi maksimal, juga kanji tidak dapat larut jika tidak
dipanaskan. Tetapi dalam pemanasannya harus diperhatikan agar larutan tidak
berubah menjadi encer.
Kemudian larutan vitamin C yang telah ditambahkan aquadest ditirasi
perlahan-lahan dengan larutan iodium. Ketika akan mencapai batas akhir titrasi
larutan vitamin C terkadang menimbulkan warna biru, akan tetapi warna biru itu
hilang lagi. Hal ini dikarenakan masih ada vitamin C yang belum bereaksi dengan
iodium. Setelah beberapa saat maka didapat lah hasil larutan berwarna biru yang
tidak berubah lagi. Hal ini menandakan bahwa vitamin C telah habis bereaksi dan
titik akhir titrasi telah tercapai. Warna biru terbentuk karena dalam larutan pati,
terdapat glukosa yang membentuk rantai heliks karena adanya ikatan konfigurasi
pada tiap unit glukosanya. Bentuk ini menyebabkan pati dapat membentuk
kompleks dengan molekul iodium yang dapat masuk kedalam spiralnya sehingga
menyebabkan warna biru tua pada kompleks tersebut.

13. KESIMPULAN
Dari percobaan yang telah dilakukan pada titrasi redoks penentuan vitamin C
dalam standarisasi larutan iod dapat diketahui hasilnya : pada percobaan 1 = 33,5
ml; percobaan 2 = 32,5 ml; percobaan 3 = 33 ml, dengan rata-rata volumenya 33
ml dengan perhitungan normalitas iod adalah 0,1914 gr/Ek.
Pada penentuan vitamin C dapat diketahui hasilnya pada percobaan 1 = 17 ml;
percobaan 2 = 13,6 ml; percobaan 3 = 16,4 ml dengan volume rata-rata adalah
15,66 ml, dan perhitungan gram vitamin C didapat adalah 264 mg.
 Normalitas standariasi larutan iod adalah 0,19.14 N
 Kadar vitamin C adalah 264 mg.
88

GAMBAR ALAT

Gelas Kimia Labu Takar Buret

Spatula Pipet Ukur Bola Karet

Erlenmeyer Neraca Analitis Kaca Arloji

Batang Pengaduk
TITRASI PENGENDAPAN
(PENENTUAN KLORIDA)

1. TUJUAN PERCOBAAN
Mahasiswa mampu melakukan Standardisasi dan penentuan pada Titrasi
Pengendapan dengan metode Mohr.

2. RINCIAN KERJA
1. Standardisasi Larutan AgNO3.
2. Penentuan kadar klorida pada cuplikan.

3. DASAR TEORI
Titrasi pengendapan merupakan titrasi yang didasarkan pada reaksi
pembentukan endapan antara analit dengan titran. Terdapat tiga macam titrasi
pengendapan yang diberikan dari indikator yang digunakan :
1. Metode Mohr
2. Metode Volhard
3. Metode Adsorbsi
Pada titrasi yang melibatkan garam-garam perak, ada tiga indikator yang
dapat dipergunakan. Metode Mohr menggunakan ion kromat CrO42- untuk
mengendapkan AgCrO4 berwarna coklat. Metode Volhard menggunakan ion Fe3+
untuk membentuk kompleks berwarna dengan ion tiosianat SCN- dengan metode
Fajans menggunakan “ Indikator Adsorbsi’’.
Seperti suatu sistem asam basa dapat digunakan sebagai suatu indicator untuk
titrasi asam basa, maka pembentukan endapan dapat juga digunakan sebagai
petunjuk akhir suatu titrasi. Pada metode Mohr, yaitu penentuan klorida dengan
ion perak dengan indiktor ion Kromat, penampilan pertama yang tetap dari
endapan perak kromat yang berwarna kemerah-merahan dianggap sebagai suatu
titik akhir titrasi.
Merupakan hal yang diinginkan bahwa pengendapan indikator dekat pada
titik ekivalen. Perak Kromat lebih larut ( sekitar 8,4 x 10-5 mol/liter ) daripada
perak klorida ( 1 x 10-5 mol/liter ). Jika ion perak ditambahkan kepada sebuah
larutan yang mengandung ion klorida dalam konsentrasi yang besar dan ion
kromat dalam konsentrasi yang kecil, maka perak klorida akan terlebih dahulu
mengendap membentuk endapan berwarna putih, perak kromat baru akan
terbentuk sesudah konsentrasi ion perak meningkat sampai melampaui harga Kkel
Perak Kromat.
Metode Mohr dapat juga digunakan untuk penentuan ion bromida dengan
perak nitrat. Selain itu juga dapat menentukan ion sianida dalam larutan yang
sedikit alkalis.

4. ALAT YANG DIGUNAKAN


 Neraca Analitis
 Kaca Arloji
 Erlenmeyer 250 ml
 Buret 50 ml
 Pipet ukur 25 ml
 Gelas kimia 100 ml, 250 ml

89
90

 Labu takar 100 ml, 250 ml


 Spatula
 Bola karet

5. GAMBAR ALAT (TERLAMPIR)

6. BAHAN YANG DIGUNAKAN


 AgNO3
 Indikator K2CrO4
 NaCl p.a
 Cuplikan yang mengandung Cl

7. PROSEDUR PERCOBAAN
7.1 Standarisasi Larutan Baku AgNO3
 Menimbang 4,25 gram perak nitrat dan menambahkan air Aquadest
Sampai 250 ml dalam labu takar,jaga jangan sampai terkena sinar
matahari.
 Menimbang dengan teliti tiga cuplikan Natrium Klorida yang murni dan
kering seberat 0,20 gram dalam tiga Erlenmeyer 250 ml.
 Melarutkan tiap contoh dalam 50 ml air aquadest dan menambahkan 2ml
0,1 M Kalium Kromat.
 Mentitrasi cuplikan dengan larutan perak nitrat sampai terjadi perubahan
warna menjadi kemerah-merahan yang stabil.
7.2 Penentuan Klorida
 Menimbang dengan teliti cuplikan seberat 1 gram, melarutkan kedalam
air sampai 100 ml.
 Mengambil 25 ml alikot, memasukkan kedalam Erlenmeyer berukuran
250ml.
 Menambahkan tiga tetes indikator kalium kromat
 Mentitrasikan dengan larutan baku perak nitrat sampai terjadi perubahan
warna menjadi ke merah-merahan yang stabil.

8. DATA PENGAMATAN
8.1 Standardisasi Larutan Baku / Standar AgNO3
No Gram analit (NaCl) Volume titran
(AgNO3)
1 200 mg 34,2 ml
2 200 mg 36,8 ml
3 200 mg 32,5 ml
Volume rata-rata 34,5 ml

8.2 Penentuan Cl- dengan AgNO3


No Volume Analit (ml) Volume Titran
1 25 ml 34,2 ml
2 25 ml 36,9 ml
3 25 ml 35 ml
Volume rata-rata 36,3 ml
91

9. PERHITUNGAN
9.1 Standardisasi Larutan AgNO3
 Teori
�� ����
�� ����
= v AgNO3 x N AgNO3
0,2 34,5
58,5
= 1000 x N AgNO3
0,00342 = 0,0345 X N AgNO3
0,00342
N AgNO3 = 0,0345 = 0,0991 N
 Praktek
�� ����3
N = �� ����3 � � ����3
4,25
N = 170 � 0,25
N = 0,1 N
����� − �������
% kesalahan = �����
x 100
0,0991 − 0,1
= 0,1
x 100
= 0,9 %

9.2 Menentukan persen klorida dalam contoh


� ����3 � � ����3 � �� ��
% Cl = �� ������
x 100
0,0363 � 0,0991 � 35,453
% Cl = 1 ��
x 100
% Cl = 12,77 %

10. PERTANYAAN
1. Apa yang dimaksud dengan Argentometri?
2. Pada titrasi yang telah anda lakukan diatas ,tuliskan apa yang bertindak
sebagai :
- Standar primer
- Standar sekunder
- Analit
- Indikator
3. Tuliskan titrasi pengendapan yang bukan Argentometri
Jawab :
1. Argentometri/titrasi pengendapan adalah titrasi yang didasarkan pada reaksi
pembentukan endapan antara analit dengan titran.
2.
 Standar primer : Larutan standar yang dipersiapkan dengan
menimbang dan melarutkan suatu zat tertentu dengan kemurnian tinggi
(Natrium Klorida/NaCl)
 Standar Sekunder : Larutan yang mengandung suatu zat yang
konsentrasinya tidak dapat diketahui dengan tepat karena berasal dari
zat yang tidak pernah murni. (AgNO3/perak nitrat)
 Analit : Senyawa kimia yang menjadi target analisa atau zat (BaCl2)
 Indikator : Nilai dari variabel yang ingin diteliti, zat yang dapat
menunjukkan suatu larutan bersifat asam atau basa (K2CrO4)
92

3. Presipimiteri, karena tidak hanya meliputi pembentukan dengan Ag+ tetapi


dengan logam-logam yang lain

11. ANALISA DATA


Pada percobaan titrasi pengendapan/Argentometri penentuan korida. Hal
yang pertama-tama kita lakukan yaitu standardisasi larutan baku AgNO3
kemudian penentuan klorida. Pada standardisasi larutan baku AgNO3 yaitu
menimbang 4,25 gram perak nitrat dan menambahkan aquadest sampai 250 ml
dalam labu takar, menimbang dengan teliti 3 cuplikan natrium klorida yang murni
dan kering seberat 0,20 gram dalam 3 erlenmeyer 250 ml. Lalu melarutkan tiap
conntoh dalam 50 ml air aquadest dan menambahkan 2 ml 0,1 M kalium kromat,
selanjutnya mentitrasi cuplikan dengan larutan perak nitrat sampai terjadi
perubahan warna menjadi kemerah-merahan yang stabil. Dalam standardisasi
larutan baku AgNO3 didapatlah volume titran AgNO3 pada percobaan 1, 2, dan 3
yaitu 34,2 ml; 36,8 ml; 22,5 ml dengan volume rata-rata 34,5 ml.
Pada penentuan klorida yaitu menimbang dengan teliti cuplikan seberat 1
gram. Melarutkan ke dalam air sampai 100 ml. Lalu mengambil 25 ml alikot
masukkan ke dalam erlenmeyer berukuran 250 ml. Kemudian menambahkan 3
tetes indikator kalium kromat dan mentitrasikan dengan larutan baku perak nitrat
sampai terjadi perubahan warna menjadi kemerah-merahan yang stabil. Dalam
penentuan klorida didapatkan volume titran AgNO3 pada percobaan 1, 2, dan 3
yaitu 34,2 ml; 36,9 ml; 35 ml dengan rata-rata volumenya 36,3ml.
Sifat-sifat fisik dan kimia bahan yang digunakan :
 AgNO3 : Kristal padat tidak berwarna, tidak berbau, mudah bereaksi pada
sinar matahari, harus disimpan dibotol coklat agar tidak mudah teroksidasi.
 K2Cr2O4 : Berwarna kuning, tidak berbau, tidak larut dalam alkohol.
 NaCl : Kristal kubik tak berwarna, tidak berbau.
 BaCl2 : Padatan kristal berwarna putih, tidak berbau
 KCl : Berwarna putih, mudah larut dalam air.

12. KESIMPULAN
Pada percobaan titrasi pengendapan/Argentometri penentuan klorida
didapatlah :
 Standardisasi larutan AgNO3 dengan :
 Normalitas AgNO3 secara teori = 0,1 N
 Normalitas AgNO3 secara praktik = 0,0991N
 % kesalahan = 0,9 %

 Penentuan persen klorida dalam contoh sebesar 12,7 %


93

GAMBAR ALAT

Gelas Kimia Labu Takar Buret

Spatula Pipet Ukur Bola Karet

Erlenmeyer Neraca Analitis Kaca Arloji


ANALISIS AIR (PENENTUAN COD)

1. TUJUAN PERCOBAAN
Mampu menetapkan COD pada air buangan

2. PERINCIAN KERJA
 Standarisasi FAS
 Menetapkan COD air buangan

3. TEORI
Chemical Oxygen Demand (COD) atau Kebutuhan Oksigen Kimia adalah
jumlah oksigen (mg. O2) yang dibutuhkan untuk mengoksidasi zat-zat organis yang
ada dalam 1l sample air, di mana pengoksidasi K2Cr2O7 digunakan sebagai
sumber oksigen (oxygen agent).
Angka COD merupakan ukuran bagi pencemaran air oleh zat-zat organis
yang secara alamiah dapat dioksidasikan melalui proses mikrobiologis, dan
mengakibatkan berkurangnya oksigen terlarut dalam air.
Analisa COD berbeda dengan Analisa BOD namun perbandingan antara
angka COD dengan angka BOD dapat ditetapkan.

Jenis Air BOD/COD


Air buangan domestik (penduduk) 0,40 – 0,60
Air buangan domestik setelah 0,60
pengendapan primer
Air buangan domestik setelah pengolahan 0,20
secara biologis
Air sungai 0,10

Tabel Perbandingan Rata-rata Angka BOD/COD Beberapa Jenis Air

Sebagian besar zat organis melalui tes COD ini dioksidasi oleh larutan K2Cr2O7
dalam keadaan asam yang mendidih:

CaHbOc + Cr2O72- + H+ ∆E CO2 + H2O + Cr3+


Zat Organis Ag2SO4

Warna Kuning Warna Hijau

Selama reaksi yang berlangsung +2 jam ini, uap direfluk dengan alat
kondensor, agar zat organis volatile tidak lenyap keluar.
Perak Sulfat Ag2SO4 ditambahkan sebagai katalisator untuk mempercepat
reaksi. Sedangkan Merkuri Sulfat ditambahkan untuk menghilangkan gangguan
klorida yang pada umumnya ada di dalam air buangan.
Untuk memastikan bahwa hamper semua zat organis habis teroksidasi maka
zat pengoksidasi K2Cr2O7 masih harus tersisa sudah direfluk. K2Cr2O7 yang
tersisa di dalam larutan tersebut digunakan untuk menentukan berapa oksigen yang
telah terpakai. Sisa K2Cr2O7 tersebut ditentukan melalui titrasi dengan Ferro
Ammonium Sulfat (FAS), dimana reaksi yang berlangsung adalah sebagai berikut:

6Fe2+ + Cr2O72- + 14H+ 6Fe3+ + 2Cr3+ + 7H2O

94
95

Indikator ferroin digunakan untuk menentukan titik akhir titrasi yaitu disaat
warna hijau biru larutan berubah menjadi coklat merah. Sisa K2Cr2O7 dalam
larutan blanko adalah K2Cr2O7 awal, karena diharapkan blanko tidak
mengandung zat organis yang dapat dioksidasi oleh K2Cr2O7.

4. ALAT YANG DIGUNAKAN


 Peralatan refluks (Erlenmeyer 250 ml, penangas, pendingin tegak)
 Buret 50 ml 2
 Erlenmeyer 250 ml 3
 Pipet ukur 10 ml, 25 ml
 Labu takar
 Spatula
 Bola karet
 Botol winkler 500 ml coklat
 Labu ukur 100 ml, 1 liter
 Beker gelas 200 ml

5. BAHAN YANG DIGUNAKAN


 K2Cr2O7
 Ag2SO4
 H2SO4 pekat
 FAS, F(NH4)(SO4).6H2O
 Indikator ferroin
 HgSO4 kristal
 Asam Sulfamat

6. KESELAMATAN KERJA
Gunakan peralatan keselamatan kerja seperti masker dan sarung tangan dalam
menangani larutan asam sulfat pekat.

7. LANGKAH KERJA
7.1 Pembuatan reagen :
a. Larutan standar K2Cr2O7 0,250 N
Gunakan labu ukur 1 liter untuk melarutkan 3 gr K2Cr2O7 p.a. Telah
dikeringkan dalam oven = 1500c selama 2 jam dan didinginkan dalam
desikator untuk menghilangkan kelembaban, tambahkan air suling
sampai 250 ml. (BM=294,216; BE=49,036)
b. Larutan standar FAS
Gunakan labu takar 1 liter untuk melarutkan 19,8 gr Fe(NH4)2(SO4)2.6H2O
di dalam 500 ml air suling. Tambahkan 10 mlm asam sulfat pekat, akibatnya
larutan menjadi hangat. Dinginkanlah larutan misalnya dengan merendam
labu takar di dalam air yang mengalir. Tambahkan air aquadest sampai 0,5
liter. Larutan ini harus distandardisasikan dengan larutan dikromat. Larutan
FAS ini tidak stabil karena dapat dioksidasi oleh oksigen dari udara.
(BM=BE=390)
7.2 Standardisasi larutan FAS
 Mengencerkan 10 M larutan standar K2Cr2O7 dengan air suling sampai 100
ml dalam beker gelas
96

 Menambahkan 30 ml H2SO4 pekat


 Mendinginkan kemudian tambahkan indicator ferroin 2-3 tetes
 Menitrasikan dengan FAS sampai warna larutan berubah dari hijau kebiru-
biruan menjadi orange kemerah-merahan
7.3 Penetapan COD
 Memipet sebanyak 25 ml sample air ke dalam Erlenmeyer 500 ml 9g berisi
5-6 batu didih
 Menambahakan 400 mg HgSO4
 Menambahakan 10 ml K2Cr2O7 0,25 N
 Menambahkan 35 ml asam sulfat pekat (yang telah dicampur AgSO4)
 Memanaskan selama 2 jam sampai mendidih dengan alat reflux
 Mendinginkan, tambahkan aquadest 50 ml
 Menambahkan 3 tetes indicator feroin
 Menitrasi dengan FAS, catat voleme titran
 Melakukan titrasi blnko, air sample diganti dengan aquadest

8. DATA PENGAMATAN
8.1 Standarisasi FAS
No. Percobaan Volume FAS (ml)
1 24
2 24,7
3 24,8
Volume Rata- rata 24,5

8.2 Penetapan COD


No. Percobaan Volume FAS (ml)
BLANKO 12,5
SAMPLE AIR 7,5

9. PERHITUNGAN
9.1 Standarisasi FAS
���������
���������
= V FAS x N FAS
�, ��� ��/��������
= ��, ��� ���
��, ��� �−�
��, � % Kesalahan = �
����
= ��, �� � ��� �,�−�,����
��, ��� = �,�
����
0,4975 = 24,5 x N FAS �,����
N FAS = 0,0203 = �,��
����
= 0,797%

9.2 Nilai COD


�−� ��� � ��� � �/������
COD = ����
��,�−�,� � �,����� ��/������
= ��
���,�����������
= ��
���
= �� = ��, ����
COD = 32,48mg dalam 1 L sampel air.
= 0,03248 gr dalam 1 L sampel air.
97

10. PERTANYAAN
10.1 Apakah perbedaan antara COD dan BOD?
Jawab :
 COD (Chemical Oxygen Demand) adalah kebutuhan oksigen kimia untuk
reaksi oksidasi terhadap bahan buangan di dalam air.
 BOD (Biological Oxygen Demand) adalah kebutuhan oksigen biologis untuk
memecah bahan buangan di dalam air oleh mikroorganis.
10.2 Pada penetapan COD terjadi reaksi antara FAS sebagai titran dengan
K2Cr2O7 sebagai analit. Termasuk titrasi apakah penetapan COD?
Jawab :
Penetapan COD termasuk titrasi langsung / redoks
6Fe2+ + Cr2O72- + 14H+ 6Fe3+ + 2Cr3+ + 7H2O

11. ANALISA PERCOBAAN


Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan didapat bahwa volume FAS yang
dibutuhkan adalah sebanyak 24,5 mL dan warna yang dihasilkan adalah orange
kemerah-merahan. Sedangkan pada penentuan COD dibutuhkan volume FAS blanko
12,5 dan sampel air 7,5 mL. Pemanasan yang dilakukan menggunakan batu didih.
Pada saat menstandarisasi dan mentitirasi dengan larutan FAS dari larutan
yang berwarna hijau kebiru-biruan menjadi orange kemerahan, membutuhkan larutan
FAS hingga volume 24, 24,7, dan 24,8. Pada saat penetapan COD warna awal larutan
sampel dan blanko hingga berubah menjadi hijau tua dan cokelat kemerahan. Pada
sampel mengandung zat-zat organis. Sedangkan pada blanko perubahan yang terjadi
berwarna cokelat kemerahan. Setelah ditambahkan indicator ferroin. Air sampel
berwarna hijau pekat dan blanko menjadi warna kuning kemerahan.

12. KESIMPULAN
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan dapat bahwa:
 Normalitas FAS adalah 0,0203
 Persen kesalahan 0,797%
 Nilai COD yang didapat adalah 32,48 mg.
 Semakin tinggi kandungan oksigen maka semakin baik kualitas air tersebut.
98

GAMBAR ALAT

Gelas Kimia Labu Takar Buret

Spatula Pipet Ukur Bola Karet

Erlenmeyer Gelas Winkler Kaca Arloji

Refluks
ANALISIS AIR (PENENTUAN KESADAHAN/ION Ca2+)

1. TUJUAN PERCOBAAN
Mahasiswa mampu melakukan penentuan kesadahan pada sampel air dengan
metoda titrasi kompleks.

2. PERINCIAN KERJA
 Standardisasi larutan EDTA
 Penentuan kesadahan (ionCa+)

3. DASARTEORI
Kesadahan dalam air terutama disebabkan oleh ion-ion Ca2+dan Mg2+,juga
oleh Mn2+,Fe2+dan semua kation bermuatan dua. Air yang kesadahannya tinggi
biasanya terdapat paada air tanah di daerah yang bersifat kapur, di mana Ca2+dan
Mg2+berasal.
Air sadah mengakibatkan konsumsi sabun lebih tinggi, karena adanya
hbungan kimiawi antara ion kesadahan dengan dengan molekul sabun
menyebbkan sifat sbun/deterjen hilang. Kelebihan ion Ca2+serta ion CO32-(salah
satu ion alkalinity) mengakibatkan terbentuknya kerak pada dinding pipa yang
disebabkan oleh endapan kalsium karbonat CaCO3. Kerak ini akan mengurangi
penampang basah dari pipa dan menyulitkan pemanasan air dalam ketel.
Kesadahan air dapat ditentukan dengan titrasi langsng dengan menggunakan
indicator Eriochrome Black T atau Calmagite. Sebelumnya EDTA distandardisasi
dengan larutan standar kalsium, biasanya standar primer yang digunakan adalah
CaCO3.
Etilen Diamin Tetra Asetat:

EDTA merupakan suatu senyawa yang membentuk kompleks 1:1 dengan ion
logam, larut dalam air dan karenanya dapat digunakan sebagai titran logam EDTA
juga merupakan logam seksidentat yang berpotensi, yang dapat berkoordinasi
dengan ion logam dengan pertolongan kedua nitrogen dan empat gugus karboksil.
Misalnya dengan ion kobalt,membentuk kompleks EDTA oktahidrat.

99
100

Gambar Molekul EDTA & Molekul Kompleks Kobalt - EDTA

Pada titrasi ini indicator yang digunakan adalah indicator metalokromik


yang merupakan senyawa organic berwarna, yang membentuk kelat dengan ion
loga. Khelatnya mempunyai warna yang berbeda dengan warna indicator
bebasnya.
Struktur Eriochrome Black T :

4. ALAT YANGDIGUNAKAN
 Labu ukur 250 mL, 500 mL 2
 Erlenmeyer 250 mL 6
 Buret 50 mL 2
 Gelas kimia 100 mL 4
 Pipet ukur 25 mL 2
 Bola karet 2
 Pipet tetes 2
 Corong 2

5. BAHAN YANGDIGUNAKAN
 CaCO3.pa
 Dinatrium dihidrogen EDTAdihidrat
 MgCl2.6H2O
 HCl
 Indicator eriochrome blackT
101

 Aquadest
 Larutan buffer pH10
 Kertas lakmus

6. LANGKAH KERJA
6.1 Pembuatan larutan EDTA
 Menimbang 2 gram dinatrium dihidrogen EDTA dihidrat dan 0,05 gr
MgCl2.6H2O
 Memasukkan ke dalam gelas kimia 400 ml,melarutkan dalamair
 Memindahkan ke dalam labu ukur 500 ml,menambahkan air sampai 500
ml .Homogenkan
6.2 Pembuatan larutan buffer
Melarutkan 6,75 amonium klorida dalam 57 ml amonium hidroksidapekat
Mengencerkan sampai 100 ml dalam gelas ukur 100 mll. pH larutan sedikit lebih
besar dari10.
6.3 Pembuatan indikator Eriokrom Black T
Melarutkan 0.5 gram Eriokrom Black T dalam 100 ml alcohol
6.4 Pembuatan larutan baku CaCO3
 Menimbang dengan teliti 0,2 gr CaCO3 murni yang telah dikeringkan pada
100 C
 Melarutkan dalam botol ukur 250 ml dengan 50 ml aquadest
 Menambahkan setetes demi setetes HCl 1:1 sampai berhenti bergelegak dan
larutan menjadi jernih
 Mengencerkan sampai garis tanda,mengocok sampai homogen
6.5 Standarisasi larutan natrium EDTA
 Mempipet 50 ml larutan kalsium klorida ke dalam erlenmeyer 250
 Menambahkan 5 ml larutan buffer
 Menambahkan 5 tetes indicator Eriochrom Black T
 Menitrasikan dengan larutan EDTA ,hingga warna merah anggur berubah
menjadi biru.warna merah harus lenyap samaa sekali.
6.6 Pembuatan larutan baku CaCO3
 Memipet 50 ml air sampel dalam erlenmeyer 250 ml
 Menambahkan 1 ml buffer
 Menambahkan 5 tetes indicator
 Menitrasikan dengan larutan baku EDTA sampai terjadi perubahan warna
dari merah anggur menjadi biru

7. DATA PENGAMATAN
7.1 Standardisasi larutan EDTA
NO (V) ANALIT (V) TITRAN RATA - RATA (V)
CaCO3 EDTA TITRAN EDTA
1. 50 mL 7 mL 7 mL
2. 50 mL 7 mL

7.2 Penentuan kesadahan


NO (V) ANALIT (V) TITRAN RATA - RATA (V)
CaCO3 EDTA TITRAN EDTA
1. 50 mL 2 mL 2 mL
2. 50 mL 2 mL
102

8. PERHITUNGAN
8.1 Standardisasi larutan EDTA
Mg CaCO3 / BE CaCO3= V EDTA x N EDTA
0,7 gram/ 100,09 = 7 x N EDTA
0,00199 = 7 x N EDTA
N EDTA = 0,000284 mek/ml

8.2 Penentuan kesadahan


Mg CaCO3 = V EDTA x N EDTA x BE CaCO3
= 2ml x 0,000284 x 100,09mg/mek
ml contoh
= 100 x 0,05686
50
Mg CaCO = 1,37 ppm

9. PERTANYAAN
1. Apakah yang dimaksud dengan kompleksometri?
2. Jelaskan istilah - istilah berikut :
a. Kompleks Inert
b. Kelat Logam
c. Penopengan (masking)
d. Ligan Heksidentat
e. Bilangan Koordinasi
3. Sebuah contoh murni CaCO3 seberat 0,248 g dilarutkan dalam asam klorida
dan larutkan diencerkan menjadi 250 ml dalam suatu botol ukur. Sebuah
aliqot 50 ml memerlukan 250 ml 42,47 ml larutan EDTA untuk titrasi.
Hitung molaritas larutan EDTA!
Jawab :
1. Kompleksometri adalah jenis titrasi dimana titran dan titrat saling
mengompleks. Jadi, membentuk hasil berupa kompleks.
Titrasi Kompleksometri adalah salah satu metode kuantitatif dengan
memanfaatkan reaksi kompleks antara ligan dengan ion logam utamannya
yang umumnya adalah EDTA.
2. Istilah tersebut adalah :
a. Kompleks Inert yaitu suatu kompleks yang mengalami substitusi gugus
ligan yang sangat lambat.
b. Kelat Logam merupakan cincin heterostik yang terbentuk oleh
interaksi sutau ion logam dengan dua atau lebih gugus fungsional
dalam logam.
c. Penopengan adalah suatu penggunaan regensia untuk membentuk
suatu kompleks stabil dengan sebuah ion yang tanpa pembentukkan
ion akan menyanggga reaksi yang diinginkan
d. Ligan Heksidentat yaitu ligan yang mengandung 6 buah atom atau
donor pesaingan elektron yang melalui kedua atom N dan 4 atom O.
e. Bilangan Koordinasi adalah bilangan yang dibentuk oleh suatu atom
sentral dalam suatu kompleks
3. Diketahui : Mg CaCO3/BM CaCO3= V EDTA x M EDTA
G CaCO3 = 242,8mg M EDTA = 0,4851 / 42,74
V EDTA = 42,47mL M EDTA = 0,0113 mmol/ml
Ditanya : M EDTA?
103

ANALISA PERCOBAAN
Pada percobaan ini dapat dianalisis bahwa pada saat penentuan kesadahan
memerlukan EDTA sebagai titran ,larutan buffer ,dan indikator Eriochrome Black
T.pada saat standarisasi larutan natrium EDTA ,memipet 25 ml larutan CaCO3 ke
dlam erlenmeyer 3 tetes Eroichrime Black T.setelah dititrasi dengan EDTA warnanya
berubah dari merah keunguan menjadi biru,rata- rata yang di dapatkan yaitu 7 ml
Pada standardisasi larutan EDTA menggunakan CaCO3 yang telah dicampur
indicator Eriochrome black T dan buffer. Pada saat titrasi didapat volume titran
sebanyak 18,9ml, 18,7 ml, dan 18,8ml. lalu perubahaan warna yang terjadi adalah dari
merah anggur menjadi biru.
Pada saat penentuan kesadahan memipet 25 ml air sampel dalam Erlenmeyer 250
ml air ditambah 0,5 ml larutan bufer dan 3 tetes indikator eriochrome Black.setelah
dititrasi dengan larutan CaCO3 yang bertindak sebagai titran warnanya berubah dari
merah Ungu menjadi biru, volume rata-ratanya 2 ml.

KESIMPULAN
Adapun hasil dari percobaan yang didapat pada standardisasi larutan EDTA :
 Volume rata rata saat standarisasi natrium EDTA adalah : 7 ml
 Volume rata rata pada penentuan kesadahan adalah : 2 ml
 Normalitas EDTA : 0,000284 mek/ml
 MgCaCO3adalah : 0,05685 mg
 Mg CaCO3/liter atau ppm adalah : 1,137 ppm
104

GAMBAR ALAT

Gelas Kimia Labu Takar Buret

Spatula Pipet Ukur Bola Karet

Erlenmeyer Neraca Analitis Kaca Arloji


PENENTUAN ASAM LEMAK BEBAS (ALB) PADA MINYAK GORENG

1. TUJUAN PERCOBAAN
Mahasiswa dapat melakukan penentuan asam lemak bebas pada minyak
goreng dengan cara titrasi.

2. RINCIAN KERJA
 Standardisasi larutan baku KOH
 Penentuan kadar asam lemak bebas pada CPO

3. TEORI
Minyak kelapa sawit mempunyai peranan penting dalam perdagangan
dunia. Berbagai industri, baik pangan maupun non-pangan banyak yang
menggunakannya sebagai bahan baku. Berdasarkan peran dan kegunaan
minyak sawit itu, maka mutu dan kualitasnya harus diperhatikan sebab sangat
menentukan harga dan nilai komoditas ini. Dalam hal ini syarat mutu diukur
berdasarkan spesifikasi standar mutu international, yang meliputi kadar ALB,
air, kotoran, logam, peroksida, dan ukuran pemucatan.
ALB dengan konsentrasi tinggi dalam minyak sawit sangat merugikan.
Tingginya ALB ini mengakibatkan rendaman minyak turun sehingga harga
mutu minyak menurun. Apabila kadar ALB pada CPO mengikat melebihi
standar mutu yang telah ditetapkan maka CPO tersebut tidak dapat dijual.
Hal ini menyebabkan kerugian pada perusahaan penghasil CPO.
Kenaikan kadar ALB ditentukan mulai dari saat tandan kelapa sawit
dipanen sampai tandan diolah dipabrik. Pembentukkan ALB pada buah
disebabkan pecahnya membrane vacoula (yang memisahkan minyak dari
komponen sel) sehingga minyak bercampur dengn air sel. Dengan dikatalisr
oleh enzim lipase, lemak terhidrolisa membentuk ALB dan gliserol. Semakin
lama reaksi ini berlangsung, maka semakin banyak ALB yang terbentuk.
Rekasi hidrolisa pada minyak sawit :

Penentuan ALB pada CPO menggunakan metoda titrasi asam basa,


dengan menggunakan titran larutan KOH dengan indikator thymol blue.
Sebelumnya larutan baku KOH distandarisasi terlebih dahulu dengan asam
palmitat.

Asam Palmitat

Salah satu asam lemak yang paling mudah diperoleh adalah asam
palmitat atau asam heksadekanoat. Tumbuh-tumbuhan dari famili palmaceae,

105
106

seperti kelapa (Cocus Nucifera) dan kelapa sawit (Elaeis guineensia)


merupakan sumber utama asam lemak ini. Minyak kelapa bahkan
mengandung hampir semuannya palmitat (92%). Minyak kelapa sawit
mengandung sekitar 50% palmitat/ Produk hewani juga banyak mengandung
asam lemak ini (dari mentega, keju, susu, dan juga daging).
Asam palmitat adalah asam lemak jenuh yang tersusun dari 16 atom
karbon (CH3(CH2)14COOH). Pada suhu ruang, asam palmitat berwujud padat
berwarna putih. Titik lebarnya 63,1°C.
Dalam industri, asam palmitat banyak dimanfaatkan dalam bidang
kosmetika dan perwarnaan. Dari segi gizi, asam palmitat merupakan sumber
kalori penting namun memiliki daya antioksidasi yang rendah.

4. ALAT YANG DIGUNAKAN


 Kaca Arloji 2
 Erlenmeyer 250 ml 6
 Buret 50 ml 2
 Pipet ukur 25 ml, 10 ml 2
 Gelas Kimia 100 ml, 250 ml 2
 Labu Takar 100 ml, 250 ml 2
 Spatula 2
 Bola Karet 4

5. GAMBAR ALAT (TERLAMPIR)

6. BAHAN YANG DIGUNAKAN


 Minyak goreng sebagai cuplikan
 KOH
 Asam Palmitat
 Indikator Thymol Blue
 Aquadest

7. LANGKAH KERJA
7.1 Standardisasi larutan Baku KOH dengan Asam Palmitat
 Membuat larutan 0,1 N KOH sebanyak 250 ml dalam labu ukur
 Menempatkan didalam buret 50 ml
 Menimbang 1 gram asam palmitat yang telah dilrutkan dengan etanol
96% ke dalam erlenmeyer 250 ml
 Menambahkan indikator thymol blue
 Mentitrasikan dengan KOH,catat volume titran
 Hitung nirmalitas larutan KOH
7.2 Penentuan kadar ALB pada CPO
 + 1 gram. CPO ditempatkan didalam erlenmeyer 250 ml
 Melarutkan dengan etanol 96% 50ml
 Menambahkan 2 - 3 tetes indikator thymol blue
 Mentitrasi dengan KOH sampai terjadi perubahan warna dari kuning
bening kebiru-biruan
 Menguulang masing - masing percobaan 3 x
107

8. DATA PENGAMATAN
8.1 Standardisasi Larutan Baku KOH dengan Asam Palmitat
NO VOLUME
PERCOBAAN KOH (mL)
1 27,6 mL
2 28,4 mL
3 31,3 mL
RATA - RATA 29,1 mL

8.2 Penentuan kadar ALB pada CPO


a) Minyak Baru
NO VOLUME
PERCOBAAN KOH (mL)
1 0,6 mL
2 2 mL
3 1 mL
RATA - RATA 1,2 mL
b) Minyak Jelanta
NO VOLUME
PERCOBAAN KOH (mL)
1 0,6 mL
2 0,4 mL
3 0,6 mL
RATA - RATA 0,533 mL

9. PERHITUNGAN
a) Standardisasi Larutan Baku KOH dengan Asam Palmitat
V KOH x N KOH = gr Asam Palmitat
BM
0,0291 x N KOH = 1
256
N KOH = 0,13 N (PRAKTEK)
% Kesalahan = Teori - Praktek x 100%
Teori
= 0,1 - 0,13 x 100%
0,1
% Kesalahan = 30 %

b) Penentuan ALB pada CPO


 Minyak Baru
% = V KOH x N KOH x 256 x 100%
Berat Contoh
= 0,0012 x 0,13 x 256 x 100%
1
% = 3,9936 %
% = 4,1 %
108

 Minyak Jelanta
% = V KOH x N KOH x 256 x 100%
Berat Contoh
= 0,00053 x 0,13 x 256 x 100%
1
% = 1,77384 %
% = 1,8 %

10. PERTANYAAN
10.1 Dari percobaan diatas zat apakah yang merupakan :
 Standar primer
 Standar sekunder
 Analit
 Indikator
10.2 Tuliskan standar primer yang digunakan pada titrasi asam basa!
Jawab :
10.1
 Standar Primer : KOH
 Standar Sekunder : Asam Palmitat
 Analit : Minyak Baru & Minyak Jelanta
 Indikator : Metil Blue
10.2 KHP (Kalium Hidrogen Ftalat), Asam Palmitat, Natrium Karbonat, Kalium
Hidrogen, Iodat

ANALISA PERCOBAAN
Pada percobaan kali ini, dalam menentukan kadar asam lemak bebas (ALB)
pada minyak baru dan minyak jelanta harus dilakukan satandardisasi larutan baku
KOH pada asam palmitat terlebih dahulu. Hal pertama yang dilakukan yaitu
menimbah larutan 0,1 N KOH sebanyak 500 ml, lalu menimbang 1 gram asam
palmitat yang telah dilarutkan dengan etanol 96% 50 ml ke dalam erlenmeyer 250 ml,
kemudian tambahkan indikator metil blue 2 - 3 tetes, lalau titrasikan dengan KOH.
Kemudian dalam penentuan ALB pada CPO minyak baru dan minyak jelanta
diambil 1 gram dan ditempatkan ke dalam erlenmeyer 250 ml, kemudian dilarutkan
dengan 96% etanol 50 ml dan ditambahkan 2 - 3 tetes indikator metil blue,
selanjutnya titrasi dengan KOH sampai terjadi perubahan warna dari biru ke
bening/putih.

KESIMPULAN
Dari percobaan yang telah dilakukan dapat ditarik kesimpulan bahwa :
 Normalitas KOH : 0,13 N
 % Kesalahan standardisasi larutan baku KOH : 30 %
 % Minyak baru : 4,1 %
 % Minyak Jelanta : 1,8 %
Dari persen minyak baru dan minyak jelanta dapat ditarik kesimpulan bahwa
minyak baru memiliki kualita yang lebih bagus dibandingkan dengan minyak jelanta.
109

GAMBAR ALAT

Gelas Kimia Labu Takar Buret

Spatula Pipet Ukur Bola Karet

Erlenmeyer Neraca Analitis Kaca Arloji


DISUSUN OLEH :
KELOMPOK IV

1. Berliani Kurniaty Luahtahuri (062030401219)


2. Chyntia Widi Andita (062030401220)
3. Hetty Sunjaya Nainggolan (062030401221)
4. Muhammad Min Alfisyahri (062030401225)

iv
TITRASI REDOKS
( PENENTUAN BESI )
A. TUJUAN PERCOBAAN
Setelah melakukan percobaan ini diharapkan mahasiswa mampu melakukan
standarisasi dan penentuan cuplikan dengan titrasi redoks.
B. PERINCIAN KERJA
1. Melakukan standarisasi larutan KMnO4
2. Menentukan kadar besi dalam larutan

C. DASAR TEORI
Titrasi redoks merupakan titrasi yang di dasarkan pada reaksi oksidasi reduksi
antara analit dan titran. Titrasi redoks banyak digunakan untuk penentuan sebagian
besar logam – logam. indicator yang digunakan pada titrasi ini menggunakan berbagai
cara kerja. Pada titrasi yang menggunakan KMnO4 tidak menggunakan suatu larutan
indicator , tetapi larutan KMnO4 itu sendiri dapat bertindak sebagai indicator.
1. Kalium Permanganat
Kalium permanganate digunakan secara luas sebagai pereaksi oksidasi selama
seratus tahun lebih . zat ini merupakan pereaksi yang mudah diperoleh , tidak
mahal , dan tidak memerlukan indicator kecuali kalau digunakan larutan – larutan
yang sangt encer . satu tetes KMnO4 0,1 N memberikan suatu warna merah
muda yang jelas pada larutan dalam titrasi. Permanganate mengalami reaksi
kimia yang bermacam – macam , karena mangan dapat berada dalam keadaan –
keadaan oksidasi +2, +3 , +4 , +6 , +7 . untuk reaksi yang berlangsung dalam
larutan yang sangat asam akan terjadi reaksi :
MnO4- + 8H+ + 5e ↔ Mn2+ + 4H2O
Sedangkan untuk reaksi dalam larutan berasam rendah :
MnO4- + 8H+ ↔ MnO2(p) + 2H2O
Reaksi yang paling banyak digunakan adalah reaksi pada larutan yang sangat
asam , dimana permanganat bereaksi dengan sangat cepat.
2. Natrium Oksalat
Senyawa ini merupakan standar primer yang baik bagi permanganate dalam
larutan berasam. Dapat diperoleh dalam derajat kemurnian yang tinggi . stabil
pada pemanasan dan tidak hidrokopis . reaksi dengan permanganat agak
kompleks dan sekalipun banyak penelitian yang telah dilakukan , namun

110
111

mekanisme yang tepat tidak jelas. Reaksinya lambat pada suhu kamar . oleh ,
karena itu biasanya larutan dipanaskan pada suhu 600c . pada kenaikan suhu
awalnya reaksi berjalan lambat , tetapi kecepatan meningkat setelah ion mangan
(II) terbentuk . mangan (II) bertindak sebagai suatu katalis dan reaksinya
dinamakan otokatalitik karena katalis dihasilkan oleh reaksinya sendiri.
Ionnya mungkin mempengaruhi efek katalik nyadengan cepat bereaksi dengan
permanganate untuk membentuk mangan dari keadaan oksidasi antara +3 dan +4
yang selanjutnya dengan cepat mengoksidasi ion oksalat , kembali ke keadaan
divalent . adapun reaksinya adalah :
5C2O42- + 2 MnO4 + 16H+ ↔ 2Mn2+ + 10CO2 + 8H2O
Flower dan bright melakukan suatu penelitian yang sangat mendalam terhadap
kesalahan – kesalahan yang mungkin di dalam titrasi. Mereka menemukan
beberapa bukti dan pembentukan peroksida.
O2 + H2C2O4 ↔ H2O + 2CO2
Dan apabila peroksida terurai sebelum berekasi dengan permanganate , terlalu
sedikit larutan permanganate yang diperlukan sehingga dari perhitungan
normalitasnya tinggi. Mereka menyarankan agar hampir semua permanganate
ditambahkan dengan cepat dalam larutan yang telah diasamkan pada suhu kamar.
Setelah reaksi sempurna larutan dipanaskan sampai 600c dan titrasi diselesaikan
pada suhu ini .

D. ALAT YANG DIGUNAKAN.


 Neraca analitis
 Kaca arloji 2
 Erlenmenyer 250 mL , 500 ml 3, 3
 Buret 50 mL 2
 Pipet ukur 25 mL 4
 Gelas kimia 250 mL 2
 Labu takar 100mL , 250 mL , 500 mL 2, 3, 1
 Spatula 2
 Bola karet 4
 Hot plate 3
 Termometer 3
112

E. GAMBAR ALAT (TERLAMPIR )

F. BAHAN YANG DIGUNAKAN


 Na2C2O4 padatan
 H2SO4 pekat
 KMnO4 padatan
 FeSO4 .7H2O padatan

G. KESELAMATAN KERJA
Menggunakan peralatan keselamatan kerja seperti sarung tangan dan masker
untuk menangani larutan asam sulfat .

H. LANGKAH KERJA
1. Standarisasi larutan KMnO4
 Membuat larutan 0,1 N KMnO4 , 500 mL
 Mengeringkan natrium oksalat dalam oven pada suhu 105 – 110oc selama
2 jam setelah itu didinginkan dalam desikator.
 Menimbang natrium oksalat sebanyak 300 mg , masukan ke dalam
Erlenmeyer.
 Melarutkan 2,5 mL H2SO4 pekat dalam air 250 mL ( hati – hati )
 Memasukan larutan H2SO4 tersebut kedalam Erlenmeyer yang berisi na-
oksalat . kocok , dinginkan sampai 24oc
 Mentitrasi dengan 0,1 N KMnO4 sampai volume 35 mL . lalu
memanaskan sampai 55 – 60oc dan lanjutkan titrasi setetes demi setetes
hingga berubah warna yaitu merah muda.
2. Penentuan besi dengan KMnO4
 Melarutkan 4 gram cuplikan (FeSO4.7H2O) dalam air demineral 100 mL
 Memipet 25 mL larutan cuplikan ke dalam Erlenmeyer berukuran 250 mL
dan menambahkan 25 mL 0,5 M H2SO4
 Mentitrasi dengan larutan standar 0,1 N KMnO4 sampai warna muda tidak
berubah lagi .
I. DATA PENGAMATAN
1. Standarisasi larutan KMnO4
113

No Gr Analit V Titran Perubahan Warna


( Na2C2O4 ) (KMnO4 )
1 300 mg 47, 2 mL Larutan berubah warna
secara bertahap daru ungu
2 300 mg 47 mL
gelap – merah gelap –
3 300 mg 45 mL jingga – kuning – bening
Rata – 300 mg 46,4 mL – merah muda
rata

2. Penentuan Besi dengan KMnO4


No V Analit V Titran Perubahan Warna
(FeSO4 .7H2O) (KMnO4 )
1 25 mL 37 mL Larutan berubah warna
2 25 mL 37, 4 mL secara bertahap ungu gelap
3 25 mL 37, 2 mL – merah gelap – jingga –
Rataan 25 mL 37, 2 mL kuning – bening – merah
muda

J. PERHITUNGAN
Gr KMnO4 = M × V × Be
158
= 0,1 × 0,5 ×
5

= 0,1 × 0,5 × 31,6


= 1,58 gr
1. Standarisasi Larutan KMnO4
Menentukan normalitas KMnO4
����2�2�4
= V KMnO4 × N KMnO4
�� ��2�2�4
�� 134
BE Na2C2O4 = = = 67
� 2
Jadi,
300 ��
N KMnO4 × 46,4 mL =
67
N KMnO4 × 46,4 mL = 4,477
114

4,47
N KMnO4 = = 0,09650 N
46,4
Teori − Praktek
% Kesalahan = × 100 %
Teori
0,1−0,09650
= × 100 %
0,1
= 0, 35 %
2. Penentuan Besi dengan KMnO4
Menentukan % besi dalam contoh
� KMnO4 × N KMnO4 ×BE Fe
% Fe = × 100 %
�� ������
BE Fe = 55,845 �� ���
Jadi,
37,2 × 0,09650 ×55,845
% Fe = 25 × 100 %
× 4000
100
200,472
% Fe = × 100 %
1000
% Fe = 20, 047 %
�� ��
% Fe (teori) = × 100 %
�� ����4. 7�2�

55,845
% Fe (teori) = × 100 %
278,02
% Fe (teori) = 20, 086 %
Teori − Praktek
% Kesalahan = × 100 %
Teori
20, 086 − 20,047
= × 100 %
20, 086
= 0, 194 %

K. ANALISA PERCOBAAN
Dari percobaan yang telah dilakukan dapat dianalisa. Pertama membuat larutan
KMnO4 500 mL, dan mengeringkan natrium oksalat dioven 105 – 110 OC selama 2
jam. Lalu setelah kering natrium oksalat ditimbang sebanyak 300 mg, dilarutkan
kedalam Erlenmeyer lalu ditambahkan 2,5 ml H2SO4, lalu didinginkan sampai 21oC
dengan cara dimasukkan ke dalam baskom yang berisi es dan air, lalu ditirasi dengan
115

KMnO4 sampai volumenya 35 ml, kemudian ditaruh pada hot plate dan di
panaskan sampai suhu 55 – 60oC, saat suhu tersebut larutan akan berwarna bening.
Setelah itu dititrasi lagi setetes demi setetes dengan KMnO4 hingga berubah warna
menjadi merah muda, catat volume yang didapat. Dalam percobaan ini terdapat 3
volume titran dengan volume 47, 2 ml; 47 ml; dan 45 ml. Sehingga didapat volume
rata – ratanya 46,4 ml.
Selanjutnya adalah melakukan penentuan besi dengan KMnO4. Pertama ,
menimbang 4 gram (FeSO4.7H2O) dan dilarutkan dalam 100 ml, dan ditambahkan 25
ml 0,5 M H2SO4 dan berubah warna menjadi bening. Selanjutnya dititrasi dengan
KMnO4 dan berubah menjadi warna merah muda. Dari percobaan ini didapat volume
titran yaitu 37 ml; 37,4 ml; dan 37,2 ml. Sehingga volume rata – ratanya 37,2 ml.

L. KESIMPULAN
Dari percobaan yang dilakukan dapat disimpulkan:
N KMnO4 = 0,09650 N
V KMnO4 = 46,4 ml
% Fe (teori) = 20,086 %
% Fe (praktek) = 20,047 %
% kesalahan Fe = 0, 194 %
% kesalahan N KMnO4 = 0,35 %
Kegagalan dalam praktikum ini disebabkan oleh banyak faktor seperti kesalahan
dalam pembuatan larutan KMnO4, FeSO4 yang terlalu lama dibiarkan akan
berubah menjadi Fe2+
1. Tuliskan beberapa keuntungan dan kerugian dalam penggunaan larutan
standar KMnO4 sebagai pereaksi oksidasi. ?
2. a. Mengapa pada standarisasi dengan Na-oksalat , KMnO4 diberikan secara
cepat ?
b. Mengapa larutan tersebut harus dipanaskan sampai 600C
3. Suatu sampel As2O3 seberat 0,2248 gram dilarutkan dan memerlukan 44,22
mL. KMnO4 untuk titrasi . hitung molaritas dan normalitas KMnO4 ?
JAWAB
1. Keuntungan: Mudah diperoleh
Tidak mahal
Tidak memerlukan indicator
116

Kerugian: Reaksi lambat pada suhu kamar


Mekanisme yang tepat tidak jelas
Permangat harus di tambah dengan cepat .
2. a. KMnO4 diberikan secara cepat karena apabila peroksida terurai sebelum
bereaksi dengan permanganate, terlalu sedikit larutan permanganate yang
diperlukan dan perhitungan normalitas tinggi.
b. larutan harus dipanaskan sampai 60oC karena pada suhu kamar reaksinya
berjalan lambat , tetapi kecepatannya meningkat setelah ion mangan (II)
terbentuk . ion tersebut bertindak sebagai suatu katalis, yang dihasilkan
oleh rekasinya sendiri.
3. Dik : Gram As2O3 = 0,2248 gram = 224,8 mg
VKMnO4 = 44,22 ml
BE As2O3 = BM As2O3 = 197, 8422 mg/mek
Dit : N dan M ?
�� ��2�3
= V KMnO4 × N KMnO4
����2�3

224,8
= 44,22 × N KMnO4
197,8422
1,136
N KMnO4 = = 0,0256 N
44,22
Karena BE = Bm maka normalitas = molaritas = 0,0256
117

GAMBAR ALAT

Spatula Bola karet

Kaca Arloji Gelas Beker

Corong

Erlenmeyer
118

Pipet Ukur Termometer

Buret
Labu Ukur

Neraca Analitik Hot Plate


TITRASI REDOKS
( PENENTUAN VITAMIN C / ASAM ASKORBAT )

A. TUJUAN PERCOBAAN
Mahasiswa dapat melakukan penentuan kadar vitamin C pada tablet hisap vitamin.
Dengan metode titrasi redoks.

B. Rincian Percobaan
1. Standarisasi larutan beku
2. Penentuan kadar asam askorbat pada tablet hisap vit c

C. DASAR TEORI
1. Vitamin C ( asam askorbat )
Vitamin C atau asam askorbat merupakan zat pereduksi dan dapat ditetapkan
dengan tirasi redoks yang menggunakan larutan iod sebagai titran.

O O

CH2OH-CHOH-CH-COH=COH-C=O+I2 → CH2OH-CHOH-CH-CO-CO-
C=O+2H++2I-

Asam askorbat Asam dehidro askorbat


Karena molekul itu kehilangan dua elektron dalam titrasi ini, bobot
ekivalennya adalah separuh berat molekulnya, atau 88,07 g/ek.
2. Larutan Iod
Iod hanya sedikit dapat larut dalam air ( 0,00134 mol/liter pada 25oC ), namun
sangat larut dalam larutan yang mengandung ion iodide. Iod membentuk
kompleks
triodida dengan iodide.
I2 + H2O → I3-
Iod cenderung dihidrolisis dengan membentuk asam iodide dan hipoiodit
I2 + H2O → HIO + H+ + I-
Kondisi yang meningkatkan derajat hidrolisis haruslah dihindari. Titrasi tak
dapat dilakukan dalam larutan yang sangat basa, dan larutan standar iod harus lah

119
120

disimpan dalam botol gelap untuk mencegah penguraian HIO oleh cahaya
matahari.
2 HIO → 2H+ + 2I- + O2 (g)
Asam hipoiodit dapat juga diubah menjadi iodat dalam larutan basa
3 HIO + 3 OH- → 2I- + IO3- + 3H2O
3. Standardisasi
Larutan iod standar dapat disiapkan dengan menimbang langsung iod murni
dan melarutkannya serta mengecerkannya dalam sebuah labu volumetric. Iod itu
dimurnikan dengan sublimasi dan ditambahkan kedalam larutan KI pekat yang
ditimbang dengan tepat sebelum maupun sesudah penambahan iod. Tetapi larutan
itu biasanya distandarisasi dengan standar primer yaitu As2O3.
4. Indikator Kanji
Warna larutan iod 0,1 N cukup tua sehingga iod dapat bertindak sebagai
indikatornya sendiri. Iod juga memberikan suatu warna ungu atau lembayung
pada pelarut seperti karbon tetra klorida atau kloroform, dan kadang-kadang
digunakan dalam mendeteksi titik akhir titrasi. Tetapi lebih lazim digunakan
suatu larutan kanji, karena biru tua kompleks pati-iod berperan sebagai ujik
pekaan terhadap iod. Kepekaan itu lebih besar dalam larutan sedikit asam dari
pada dalam larutan netral dan lebih besar dengan adanya ion iodida.
Larutan kanji mudah terurai oleh bakteri, suatu proses yang dapat dihambat
dengan sterilisasi atau dengan penambahan suatu pengawet. Hasil uraiannya
mengkonsumsi iod dan berubah kemerahan. Merkurium (II) iodide, asam
borat atau asam furoat dapat digunakan sebagai pengawet. Kondisi yang
menimbulkan hidrolisis atau koagulasi kanji hendaknya dihindari. Kepekaan
indicator akan berkurang dengan naiknya temperetur dan oleh beberapa bahan
organic seperti metil dan metal alkohol.

D. ALAT DAN BAHAN YANG DIGUNAKAN


 Neraca analitis
 Kaca arloji
 Erlenmeyer 250 ml
 Buret 50 ml
 Pipet ukur 25 ml
 Gelas kimia 100 ml, 250 ml
123

 Labu takar 100 ml, 250 ml


 Spatula
 Bola karet

E. GAMBAR ALAT (TERLAMPIR)

F. ALAT YANG DIGUNAKAN


 Tiga tablet vitamin C 100 mg
 Indicator kanji
 Iodmutureagensia
 KI
 As2O3
 NaOH
 Indikator pp
 HCl 1:1
 Na2CO3 sebagai buffer
G. KESELAMATAN KERJA
Gunakan peralatan keselamatan kerja seperti sarung tangan dan masker dalam
menangani larutan asam pekat.

H. LANGKAH KERJA
1. Pembuatan Larutan Iod
 Menimbang 3,175 gram iod, lalu menaruh dalam gelas kimia 250 ml
 Menambahkan 4 gram kalium iodida dan 25 ml air, lalu mengaduk dan
memindah kan ke labu ukur 250 ml, mengencerkan dan menghomogenkan.
2. Pembuatan Larutan As2O3
 Menimbang As2O3 0,5 gram, menaruh dalam gelas kimia 250 ml
 Menambahkan 1,3 gram NaOH dan 4 ml air sampai larut
 Kemudian menambahkan 50 ml air, dan 2 tetes indicator pp
 Menambahkan 1 ml HCL 1:1
 Memindahkan larutan ke dalam labu ukur 100 ml, mengencerkan sampai
tanda batas.
3. Pembuatan Larutan Indikator Kanji
124

 Menimbang 25 gram amilum, lalu menaruh kedalam gelas kimia


 Menambahkan 50 ml air sampai warnanya keruh
 Memanaskannya hingga warna larutan menjadi jernih.
4. Standardisasi Larutan Iod
 Memipet 25 ml larutan arsenit kedalam Erlenmeyer 250 ml
 Mengencerkannya dengan 50 ml air
 Menambahkan 3 gram NaHCO3 untuk membuffer larutan
 Menambahkan ml indicator kanji
 Mentitrasikan dengan iod sampai pertama kali munculnya warna biru
tua yang bertahan sampai 1 menit.
5. Penentuan vitamin C
 Menimbang dengan tepat tiga tablet vitamin C dan menaruh dalam
Erlenmeyer 250ml
 Melarutkan dalam 50 ml air
 Mempolang-palingkan labu agar vitamin C larut
 Menambahkan 5 ml indicator kanji
 Mentitrasikan dengan larutan I2 sampai muncul warna biru tua pertama kali
yang bertahan + 1 menit.

I. DATA PENGAMATAN
1. Standarisasi Larutan Iod
No. Percobaan Volume Iod Perubahan warna
1 33,5 ml
2 32,5 ml Putih menjadi biru tua
3 33 ml
Rata – rata 33 ml

2. Penentuan Vitamin C pada vitacimin


No. Percobaan Volume Iod Perubahan warna
1 17 ml
2 13,6 ml Putih menjadi biru tua
3 16,4 ml
Rata - rata 15,66 ml
125

J. PERHITUNGAN
1. Standarisasi Larutan Iod
�� ��2�3
= V I2 × N I2
����2�3
Secara teori = 0,1 N
Secara Praktek
25
�� ��2�3 1250 ×
N I2 = = 100
= 0,1914 N
� �2× ����2�3 33 × 49,46

Teori − Praktek
% Kesalahan = × 100 %
Teori
0,1 − 0,1914
= × 100 %
0,1
= 91,4 %
2. Penentuan vit C pada vitacimin
�� ��� �
V I2 × N I2 =
�� ��� �
Secara praktek
Gr vit C = V I2 × N I2 × BE vit C
= 15,66 × 0,1914 × 88,07
= 263,97 mg
= 264 mg
126

K. ANALISIS DATA
Dari percobaan yang telah dilakukan dengan sampel vitamin C tablet Vitacimin
yang dilakukan dengan tiga kali penimbagan, dapat dinalisis bahwa untuk melakukan
standarisasi ataupun penentuan kemurnian asam askorbat ini sama-sama memerlukan
iod sebagai titrannya dan kanji sebagai indikator. Indikator Iod dibuat dengan
menimbang 12,7 gram iod dan ditambah dengan 40 gram kalium iodide dan 25 ml
air, dan memindahkan kedalam labu ukur 250 ml. Pada standardisasi Larutan Iod ini
dititrasi dengan As2O3. Indicator kanji digunakan pada saat meakukan titrasi. Warna
yang berubah pada saat stadardisasi adalah dari bening menjadi biru tua.
Begitu juga dalam penentuan vitamin C juga menggunakan iodine sebagai titran
dengan analit nya yaitu larutan Vitamin C. Dan perubahan warna yang terjadi
yaitu dari bening menjadi biru tua.
Pada percobaan pertama yaitu standarisasi larutan Iod didapatkan volume Iod
masing-masing sebesar v1 sebesar 33.5 ml, v2 sebesar 32.5 ml, dan v3 sebesar 33 ml.
Sehingga didapatkan volume rata-rata sebesar 33 ml. Dari data tersebut dapat
ditentukan Normalitas dari Iod secara teoritisnya yaitu sebesar dan 0.1 N dan secara
praktikum sebesar 0.1914 N. Sehingga didapatkan persen kesalahan sebesar 91,4 %.
Pada percobaan yang kedua yaitu penentuan kadar vitamin C yang terkandung
dalam tablet kunya Vitacimin. Volume titran yang dibutuhkan pada saat melakukan
itrasi yaitu v1 sebesar 17 ml, v2 sebesar 13,6 ml, dan v3 sebesar 16,4 ml. Sehingga
didapatkan volume rata-rata sebesar 15,66 ml, dan didapatkan gram vitamin C
sebesar 263,97 mg dibulatkan menjadi 264 mg

L. KESIMPULAN
Dari percobaan titrasi redoks paada penentuan kadar asam askorbat atau vit. C
dengan sampel tablet kunya Vitacimin dapat disimpulkan bahwa:
 Pada saat melakukan standarissi diperoleh volume Iod masing-masing sebesar
v1 sebesar 33.5 ml, v2 sebesar 32.5 ml, dan v3 sebesar 33 ml. Sehingga
didapatkan volume rata-rata sebesar 33 ml. Perubahan warna larutan dari
bening ke biru tua. Normalitas dari Iod secara teoritisnya yaitu sebesar dan 0.1
N dan secara praktikum sebesar 0.1914 N. Sehingga didapatkan persen
kesalahan sebesar 91,4 %.
 Pada saat melakukan penentuan vitamin c diperoleh volume titran yang
dibutuhkan pada saat melakukan itrasi yaitu v1 sebesar 17 ml, v2 sebesar 13,6
127

 ml, dan v3 sebesar 16,4 ml. Sehingga didapatkan volume rata-rata sebesar
15,66 ml. Perubahan warna dari bening ke biru tua. Sehingga didapatkan gram
vitamin C sebesar 263,97 mg dibulatkan menjadi 264 mg.

PERTANYAAN
1. Apakah perbedaan iodometrik dan iodimetrik ?
2. Unsur atau senyawa apakah yang dapat ditentukan pada iodimetrik ?
JAWAB
1. Iodometrik adalah analisis titrimetri yang secara tidak langsung untuk zat yang
bersifat oksidator seperti besi II, tembaga II, dan lainnya.
Iodimetrik yaitu suatu jenis anallisis secara langsung digunakan untuk zat
reduktor/ natrium biosulfat dengan menggunakan larutan.
2. Unsur/ senyawa yang dapat menentukan iodimetrik:
 Ferusianida
 Arsentrik (III)
 Atimun (III)
 Timah (II)
 Belerang
 Perosamida
 Tiosulfat
 Vitamin C
128

GAMBAR ALAT

Kaca arloji Gelas beker

Erlenmeyer Labu ukur

Buret
Pipet ukur
129

spatula Bola karet

Corong
Neraca analitik
TITRASI PENGENDAPAN
ARGENTOMETRI
(PENENTUAN KLORIDA)
A. TUJUAN PERCOBAAN
Mahasiswa mampu melakukan standarisasi dan penentuan pada titrasi pengendapan
dengan metode mohr.
B. RINCIAN KERJA
1. Standarisai larutan AgNO3
2. Penentuan kadar klorida dalam cuplikan

C. TEORI
Titrasi pengendapan merupakan titrasi yang didasarkan pada reaksi pembentukan
endapan antara analit dan titran. Terdapat tiga macam titrasi pengendapan yang
dibedakan dari indikator yang digunakan :

1. Metode Mohr
2. Metode Volhard
3. Metode Adsorbsi

Pada titrasi yang melibatkan garam-garam perak, ada tiga indicator yang dapat
dipergunakan. Metode Mohr menggunakan ion Kromat CrO42- untuk mengendapkan
AgCrO4 berwarna coklat. Metode Volhard menggunakan ion Fe3+ untuk membentuk
kompleks berwarna dengan ion tiosianat SCN-. Dengan metode Fajans menggunakan
“indicator adsorbsi”.

Seperti suatu system asam basa dapat sebagai suatu indicator untuk titrasi asam
basa, maka pembentukan endapan dapat juga digunakan sebagai penunjuk akhir titrasi.
Pada metode Mohr, yaitu penentuan klorida dengan ion perak dengan indicator ion
kromat, penampilan pertama yang tetap dari endapan perak kromat yang berwarna
kemerah-merahan dianggap sebagai suatu titik akhir titrasi.

Merupakan hal yang diinginkan bahwa pengendapan indicator dekat pada titik
ekuivalen. Perak kromat lebih larut (sekitar 8,5 x 10-5 mol/liter) daripada perak
klorida (1 x 10-6 mol/liter). Jika ion perak ditambahkan kepada semua larutan yang
mengandung ion klorida dalam konsentrasi yang besar dan ion kromat dalam
konsentrasi ion yang kecil, maka perak klorida akan lebih dahulu mengendap

130
131

membentuk endapan putih, perak kromat baru akan terbentuk setelah konsentrasi
ion perak meningkat sampai melampaui harga Kkel perak kromat.

Metode Mohr dapat juga digunakan untuk penentuan ion bromide dengan perak
nitrat. Selain itu juga dapat menentukan ion Sianida dalam larutan yang sedikit alkalis.

Berikut adalah sifat – sifat fisik dan kimia bahan yang akan digunakan

1. AgNO3 : kristalpadat tidak berwarna, tidak berbau, mudah bereaksi pada


sinar matahari, harus disimpan di botol coklat agar tidak mudah teroksidasi.
2. K2CrO4 : berwarna kuning, tidak berbau, tidak larut dalam alkohol
3. NaCl : kristal kubik tak berwarna, tak berbau
4. BaCl2 : padatan kristal berwarna putih, tidak berbau
5. KCl ; berwarna putih, mudah larut dalam air.

D. ALAT YANG DIGUNAKAN


 Neraca analitis
 Kaca arloji
 Erlenmeyer 250 ml
 Buret 50 ml
 Pipet ukur 25 ml
 Pipet volum 10 ml
 Pipet tetes
 Labu ukur 50 ml, 250 ml
 Gelas kimia 250 ml
 Spatula
 Bola karet

E. GAMBAR ALAT (TERLAMPIR)

F. BAHAN YANG DIGUNAKAN


 AgNO3 4,25 gr dalam 250 ml
 Indikator K2CrO4
 Nacl
 Cuplikan yang mengandung Cl (KCL dan BaCl2)
132

G. PROSEDUR PERCOBAAN
1. Standardisasi larutan baku AgNO3
 Menimbang 4,25 gr perak nitrat dan ditambahkan air aquadest sampai 250
ml dalam labu takar. Jaga jangan sampai terkena sinar matahari.
 Menimbang dengan teliti tiga cuplikan Natrium Klorida yang murni dan
kering seberat 0,20 gr dalam tiga erlen meyer 250 ml.
 Melarutkan tiap contoh dalam 50 ml air aquadest dan tambahkan 2 ml 0,1
M Kalium Kromat.
 Menitrasi cuplikan dengan larutan perak nitrat sampai terjadi perubahan
warna menjadi kemerah-merahan.
2. Penentuan klorida
 Menimbang dengan teliti cuplikan KCL dan BaCl2 masing-masing 0,4 gr,
larutkan kedalam air sampai 50 ml.
 Mengambil alikot 10 ml masukkan kedalam erlen meyer 250 ml.
 Menambahkan tiga tetes indicator kalium kromat.
 Menitrasikan dengan larutan baku perak nitrat sampai terjadi perubaham
warna menjadi kemerah-merahan yang stabil

H. DATA PENGAMATAN
1. Standardisasi larutan baku/standar AgNO3
No. Percobaan Gram Analit (NaCl) Volume Titran (AgNO3)
1 200 mg 34,2 ml
2 200 mg 36,8 ml
3 200 mg 32,5 ml
Rata – rata 200 mg 34,5 ml

2. Penentuan Cl- dengan AgNO3


No. Percobaan Volume Analit (NaCl) Volume Titran (AgNO3)
1 25 ml 34,2 ml
2 25 ml 36,9 ml
3 25 ml 35 ml
Rata – rata 25 ml 36,3 ml
133

I. PERHITUNGAN
1. Standarisasi larutan AgNO3
Menurut normalitas AgNO3
������
= V AgNO3 × N AgNO3
�� ����
Secara Teori : 0,1 N
Secara Praktek
0,2 ��
= 0,0345 × N AgNO3
58,5 ��� ��

0,00341 = 0,0345 × N AgNO3


0,00341
N AgNO3 =
0,0345
N AgNO3 = 0,099 N
Teori − Praktek
% Kesalahan = × 100 %
Teori
0,1 −0,99
= × 100 %
0,1
=1%

2. Penentuan klorida dengan AgNO3


Menentukan % Cl dalam contoh
�����3 × N AgNO3×BE Cl
% Cl = × 100 %
�� ������
1. KCl
Teori
�� �� × �� ������
Gr Cl =
�� ���
25
35,5 ×(1× )
100
Gr Cl =
74,5
Gr Cl = 0,1191 gr

�� ��
% Cl = × 100 %
�� ������
134

0,1191
% Cl = 25 × 100 %
(1× )
100
% Cl = 47,64 %
Praktek
�����3 × N AgNO3×BE Cl
% Cl = × 100 %
�� ������
0,0345 × 0,099 × 35,5
% Cl = 25 × 100 %
(1× )
100
% Cl = 48,5 %
Teori − Praktek
% Kesalahan = × 100 %
Teori
47,64 − 48,5
% Kesalahan = × 100 %
47,64
% Kesalahan = 1,8 %

2. BaCl2
Teori
�� �� × �� ������
Gr Cl =
�� ����2
25
35,5 ×(1× )
100
Gr Cl =
208
Gr Cl = 0,0426 gr

�� ��
% Cl = × 100 %
�� ������
0,0426
% Cl = 25 × 100 % = 17,04 %
(1× )
100
Praktek
�����3 × N AgNO3×BE Cl
% Cl = × 100 %
�� ������
0,0345 × 0,099 × 17,726
% Cl = 25 × 100 %
(1× )
100
% Cl = 24,21 %
Teori − Praktek
% Kesalahan = × 100 %
Teori
135

17,04 −24,21
% Kesalahan = × 100 %
47,64
% Kesalahan = 42,07 %

J. ANALISIS DATA
Pada percobaan ini kamimelakukan standarisasi dan penentuan ada titrasi
pengendapan dengan metode mohr. Pada percobaan ini yang bertindak sebagai
standar primer adalah AgNO3, standar sekunder adalah NaCl, analit adalah KCl, dan
BaCl2 serta indikator adalah kalium kromat.
Pada standarisasi larutan baku AgNO3 kami menganalit NaCl sebanyak 0,2 gr dan
ketika ditambahkan indikator kalium kromat sebanyak 2 ml maka larutan akan
berubah warna menjadi kuning, kemudian larutan dititrasi dengan larutan baku
AgNO3 sehingga terjadi perubahan warna kemerahan dan terdapat endapan,
diperlukan 34,5 ml AgNO3 untuk menitrasi NaCl hingga terjadi perubahan warna.
Pada penentuan Cl- kami menganalit KCl 0,2 gr dan kemudian ditambahkan 3
tetes indikator kalium kromat 25 ml KCl. Warna larutan yang awalnya bening akan
berubah menjadi kuning setelah ditambahkan 3 tetes kalium kromat, kemudian
dititrasi dengan larutan baku AgNO3, hingga terjadi perubahan warna dari kuning
menjadi kemerahan dan terdapat endapan Cl-, diperlukan 36,3 ml AgNO3 untuk
menitrasi analit sehingga berubah warna dan terjadinya endapan.

K. KESIMPULAN
 Berdasarkan data pengamatan dan perhitungan di dapat
N AgNO3 = 0,099 N
% Cl pada KCl = 48,5 %
% Cl pada BaCl2 = 24,21 %
 Titrasi pengendapan merupakan titrasi yang didasarkan pada reaksi
pembentukan endapan antara analit dan titran, setiap macam titrasi
pengendapan dapat dibedakan dari indikator yang digunakan.
 Metode mohr lebih sering digunkaan karena leih mudah dalam penentuan titik
akhir.
136

PERTANYAAN
1. Apakah yang dimaksud dengan Argentometri?
2. Pada titrasi yang telah dilakukan diatas, tuliskan apa yang bertindak sebagai:
 Standar primer
 Satndar sekunder
 Analit
 Indikator
3. Tuliskan pengendapan selain argentometri!
JAWAB
1. Argentomertri merupakan suatu titrasi yang reaksinya membentuk endapan,
semakin kecil kelarutan endapan maka semakin sempurna reaksinya. Sebagian
titrasinya menggunakan larutan perak nitrat
.
2. Yang bertindak sebagai
 Standar primer = AgNO3
 Standar sekunder = NaCl
 Analit = KCl, dan BaCl2
 Indikator = kalium kromat ( K2Cr2O4)

3. Titrasi pengendapan selain argentometri adalah


 Merkurimetri menggunakan Hg2+
 Titrasi kolthoff menggunakan K – ferosianida
137

GAMBAR ALAT

Kaca arloji Gelas beker

Erlenmeyer Labu ukur

Buret
Pipet ukur
138

spatula Bola karet

Corong
Neraca analitik
ANALISIS AIR
(PENENTUAN COD)
A. TUJUAN PERCOBAAN
Mahasiswa diharapkan mampu menetapkan COD pada air buangan
B. PERINCIAN KERJA
1. Standardisasi FAS
2. Menetapkan COD air buangan

C. TEORI
Chemical Oxygen Demand (COD) atau Kebutuhan Oksigen Kimia adalah jumlah
oksigen (mg. O2) yang dibutuhkan untuk mengoksidasi zat-zat organis yang ada
dalam 1 liter sample air, dimana pengoksidasi K2Cr2O7 digunakan sebagai sumber
oksigen (oxygen agent)
Angka COD merupakan ukuran bagi pencamaran air oleh zat-zat organis yang
secara alamiah dapat dioksidasikan melalui proses mikrobiologis, dan mengakibatkan
berkurangnya oksigen terlarut dalam air.
Analisa COD berbeda dengan analisa BOD namun perbandingan antara angka
COD dengan angka BOD dapat ditetapkan.
Jenis Air BOD / COD
Air buangan domestik (penduduk) 0,40 – 0,60
Air buangan domestik setelah pengendapan primer 0,80
Air buangan domestik setelah pengolahan secara 0,20
biologis
Air sungai 0,10

Tabel. Perbandingan Rata-rata Angka BOD/COD Beberapa Jenis Air


Sebagian besar zat orgnis melalui tes COD ini dioksidasi oleh larutan K2Cr2O7
dalam keadaan asam yang mendidih :
ΔE
CaHbOc + Cr2O72- + H+ CO2 + H2O + Cr23+
Zat organis Ag2SO4
Warna kuning warna hijau
Selama reaksi yang berlangsung + 2 jam ini, uap direfluk dengan alat
kondensor, agar zat organis volateli tidak lenyap keluar.

139
140

Perak sulfat Ag2SO4ditambahkan sebagai katalisator untuk mempercepat


reaksi. Sedang merkuri sulfat ditambahkan untuk menghilangkan gangguan klorida
yang pada umumnya ada di dalam buangan.
Untuk memastikan bahwa hamper semua zat organis habis teroksidasi maka
zat pengoksidasi K2Cr2O7 masih harus tersisa sesudah direfluk. K2Cr2O7 yang tersisa
di dalam larutan tersebut digunakan untuk menetukan berapa oksigen yang telah
terpakai. Sisa K2Cr2O7 tersebut ditentukan melalui titrasi dengan ferro ammonium
sulfat (FAS), dimana reaksi yang berlangsung adalah sebagai berikut :
6Fe2+ + Cr2O72- + 14H+ 6Fe3+ + 2Cr3+ + 7H2O
Indikator ferroin digunakan untuk menentukan titikakhir titrasi yaitu disaat warna
hijau biru larutan berubah menjadi coklat merah. Sisa K2Cr2O7 dalam larutan blanko
adalah K2Cr2O7 awal, karena diharapkan blanko tidak mengandung zat organis yang
dapat dioksidasi oleh K2Cr2O7.
D. ALAT YANG DIGUNAKAN
 Peralatan refluks (Erlenmeyer 250 ml, penangas, pendingin tegak)
 Buret 50 ml 2
 Erlenmeyer 250 ml 3
 Pipet ukur 10 ml, 25 ml
 Labu ukur
 Spatula
 Bola karet
 Botol winker 500 ml coklat
 Labu ukur 100 ml, 1 liter
 Beker gelas 200 ml

E. BAHAN YANG DIGUNAKAN


 K2Cr2O7
 Ag2SO4
 H2SO4 pekat
 FAS, Fe(NH4)(SO4)2. 6H2O
 Indikator ferroin
 HgSO4 kistal
 Asam Sulfamat
141

F. KESELAMATAN KERJA
Gunakan peralatan keselamatan kerja seperti masker dan sarung tangan dalam
menangani larutan asam sulfat pekat.
G. LANGKAH KERJA
1. Pembuatan reagen
a. Larutan standar K2Cr2O7 0,250 N
Menggunakan labu ukur 50 ml untuk melarutkan 0,61g K2Cr2O7 p.a. yang
telah mengeringkan dalam oven = 105 C selam 2 jam dan mendinginkan
di dalam desikator untuk menghilangkan kelembaban, kemudian
menambahkan air suling sampai 50 ml ( BM = 294, 216; BE = 49,036)
b. Larutan standar FAS
Menggunakan labu takar 250 ml untuk melarutkan 9,75 g Fe(NH4)(SO4)2.
6H2O di dalam 125 ml air suling. Kemudian menambahkan 5 ml asam
sulfat pekat, akibatnya larutan menjadi hangat. Mendinginkan larutan
misalnya dengan merendam labu takar di dalam air yang mengalir.
Menambahkan air aquades sampai 1 liter. Larutan ini harus
distandardisasikan dengan larutan dikromat. Larutan FAS ini tidak stabil
karena dapat dioksidasi oleh oksigen dari udara.
(BM = BE = 390 ).
2. Standardisasi Larutan FAS
 Mengencerkan 10 ml larutan standar K2Cr2O7 dengan air suling sampai
100 ml dalam beker gelas.
 Menambahkan 30 ml H2SO4 pekat
 Mendinginkan, kemudian menambahkan indikator ferroin 2-3 tetes
 Mentitrasi dengan FAS sampai warna larutan berubah dari hijau kebiru-
biruan menjadi orange kemerah-merahan.
3. Penetapan COD
 Memipet sebanyak 25 ml sampel air kedalam erlenmeyer 500 ml yang
berisi 5-6 batu didih
 Menambahkan 400 g HgSO4
 Menambahkan 10 ml K2Cr2O7 0,25 N
 Menambahkan 35 ml asam sulfat pekat (yang telah dicampur Ag2SO4)
 Memanaskan selama 2 jam sampai mendidih dengan alat refluk
 Mendinginkan, menambahkan aquadest 50 ml
142

 Menambahkan 3 tetes indikator ferroin


 Mentitrasi dengan FAS, mencatat volume titran
 Melakukan titrasi blanko, air sampel diganti dengan aquadest

H. DATA PENGAMATAN
1. Standarisasi FAS
No. Percobaan Volume FAS
1 24 ml
2 24,7 ml
3 24,8 ml
Rata - rata 24,5 ml

2. Penetapan COD
Percobaan Volume FAS
Blanko 12,5 ml
Sampel air 7,5 ml

I. PERHITUNGAN
1. Standarisasi FAS
�� �2��2�7
= V FAS× N FAS
�� �2��2�7
Secara teori = 0,1 N
Secara praktek
10 ��
0,61 × ×1000
250 ��
= 24,5 × N FAS
49,036
24,4
= 24,5 × N FAS
49,036
0,4975
N FAS =
24,5
N FAS = 0,0203 N
Teori − Praktek
% Kesalahan = × 100 %
Teori
o,1 − 0,0203
% Kesalahan = × 100 %
0,1
143

% Kesalahan = 79,7 %
2. Nilai COD

�−� �� × N FAS × ×1000
2
COD =
25 ��
a : volume blanko
b : volume sampel
16
12,5 − 7,5 �� × 0,0203 × ×1000
2
COD =
25 ��
5 �� × 0,0203 × 8000 812 ��
COD = = = 32,48 �
25 �� 25

J. ANALISIS DATA
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan di dapatkan hasil sebagai berikut.
Pada saat menstandarisasi dan menitrasi dengan FAS warna larutan yang awalnya
berwarna hijau biru laut akan berubah menjadi orange kemerahan, membutuhkan
volume rata – rata FAS sebesar 24,5 setelah 3 kali percobaan. Pada saat penentapan
COD, warna awal larutan berwarna orange kemerahan, setelah itu dipanaskan dengan
alat reflux selama 2 jam. Kemudian menambahkan 3 tetes indikator feroin. Volume
FAS yang dibutuhkan untuk menitrasi blanko sebanyak 12,5 ml dan volume FAS
yang dibutuhkan saat menitrasi sampel air sebanyak 7,5 ml.
K. KESIMPULAN
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa:
 Normalitas FAS adalah 0,0203 N dengan persen kesalahan sebesar 79,7 %
��
 Nilai normalitas COD yang didapat adalah 32,48 �
 Semakin besar COD maka semakin sedikit kandungan oksigen dan begitupun
sebaliknya
 Semakin tinggi kandungan oksigen maka semakin baik kualitas air tersebut
144

PERTANYAAN
1. Apakah perbedaan antara COD dan BOD ?
2. Kapa penentapan COD terjadi reaksi antara FAS sebagai titran dengan
K2Cr2O7 sebagai analit. Termasuk titrasi apakah penentapan COD?
JAWAB
1. COD adalah jumlah oksigen (mg . O2) yang dibutuhkan untuk mengoksidasi
zat – zat organis yang ada di dalam 1 liter air sampel air, dimana pengoksidasi
K2Cr2O7 digunakan sebagai sumber oksigen.
Sedangkan BOD adalah suatu analisa empiris yang mencoba mendekati
secara global proses – proses mikrobiologi yang benar – benar terjadi di dalam
air.
2. Penetapan cod termasuk titrasi bikromatometri, karena kadar suatu zat dalam
suatu bahan reduktor dengan menggunakan K2Cr2O7 sebagai oksidator dalam
suasana asam.
Penetapan COD juga termasuk titrasi langsung (redoks)
Dengan reaksi
6Fe2+ + Cr2O72- + 14H+ 6Fe3+ + 2Cr3+ + 7H2O
145

GAMBAR ALAT

Botol winkler (coklat) Gelas beker

Erlenmeyer Labu ukur

Buret
Pipet ukur
146

spatula Bola karet

Corong

Neraca analitik
ANALISIS AIR (PENENTUAN KESADAHAN/ION Ca 2 )

1. TUJUAN PERCOBAAN
Mahasiswa mampu melakukan penentuan kesadahan pada sample dengan
metoda titrasi kompleks.
2. PERINCIAN KERJA
 Standarisasi larutan EDTA
 Penentuan kesadahan (ion Ca 2 )
3. TEORI
Kesadahan dalam air terutama disebabkan oleh ion-ion Ca 2 dan Mg 2 ,
juga oleh Mn 2 , Fe 2 dan semua kation bermuatan dua, Air yang
kesadahannya tinggi biasanya terdapat pada air tanah daerah yang bersifat
kapur, di mana Ca 2 dan Mg 2 berasal.
Air sadah mengakibatkan konsumsi sabun lebih tinggi, karena
adanyahubungan kimiawi antara ion kesadahan dengan molekul sabun
menyebabkan sifat sabun/deterjen hilang. Kelebihan ion Ca 2 serta ion
2
CO 3 ( salah satu ion alkalinity) mengakibatkan terbentuknya kerak pada

dinding pipa yang penampang basah dari pipa yang disebabkan oleh endapan
kalsium karbonat CaCO 3 . Kerak ini akan mengurangi penampang basah dari

pipa dan menyulitkan pemanasan air dalam katel.


Kesadahan air dapat ditentukan dengan titrasi langsung dengan titrasi asam
etilen diamin tetra asetat (EDTA) dengan menggunakan indikator Eriochrome
Black T atau Calmagite. Sebelumnya EDTA distandarisasi dengan larutan
standar kalsium, biasanya standar primer yang digunakan adalah CaCO 3 .

Etilen diamin tetra asetat :

147
148

EDTA merupakan suatu senyawa yang membentuk kompleks 1:1 dengan ion
logam, larut dalam air dan karenanya dapat digunakan sebgai titran logam
EDTA juga merupakan ligan seksidentat yang berpotensi, yang dapat
berkoordinasi dengan ion logam dengan pertolongan kedua nitrogen dan
empat gugus karboksil. Misalnya dengan ion kobalt, membentuk EDTA
oktahidrat.

Gambar 9. a. molekul EDTA b. molekul kompleks kobalt EDTA


pada titrasi ini indicator yang digunakan adalah indicator metalokromik
yang merupakan senyawa organik berwarna, yang membentuk kelat dengan
ion logam. Khelatnya mempunyai warna yang berbeda dengan warna indicator
bebasnya.
Struktur Eriochrome Black T :
149

4. PERALATAN YANG DIGUNAKAN


 Labu ukur, 250 ml, 500 ml,
 Erlenmeyer 250 ml
 Buret 50 ml
 Gelas kimia 100 ml
 Pipet ukur 25 ml
 Pipet volume 25 ml
 Bola karet
 Pipet tetes
 Corong
5. BAHAN YANG DIGUNAKAN
 CaCO 3

 Dinatrium dihidrogen EDTA dihidrat


 MgCl 2 . 6H 2 O
 HCl
 Indcator Eriochrome Black T
 Aquadest
 Larutan buffer PH 10
 Kertas lakmus
6. LANGKAH KERJA
6.1 PEMBUATAN LARUTAN EDTA
 Menimbang 2 gram dinatrium dihidrogen EDTA dihidrat dan 0,05 g
MgCl 2 . 6H 2 O.
 Memasukkan ke dalam gelas kimia 400ml, larutkan dalam air
 Memindahkan kedalam labu ukur 500 ml, menambahkan air sampai 500
ml. Homogenkan.
6.2 PEMBUATAN LARUTAN BUFFER
Melarutkan 6,75 g amonium kloria dalam 57 ml ammonia pekat dan
mengencekan sampai 100ml dalam gelas ukur 100 ml. PH larutan sedikit
lebih besar dari 10.
6.3 PEMBUATAN INDICATOR ERICHROME BLACK T.
Melarutkan 0,5 g Erichrome Black T dalam 100 ml alcohol.
150

6.4 PEMBUATAN LARUTAN BAKU CaCO 3

 Menimbang dengan teliti 0,4 g CaCO 3 murni yang telah dikeringkan pada

110°�.
 Melarutkan dalam botol ukur 500 ml dengan 100 ml aquadest.
 Menambahkan setetes demi setetes HCl 1:1 sampai berhenti bergelegak
dan larutan menjadi jernih.
 Mengencerkan sampai garis tanda, kocok sampai homogen.
6.5 STANDARISASI LARUTAN NATRIUM EDTA
 Memipet 50 ml larutan CaCO 3 ke dalam erlenmeyer 250 ml
 Menambahkan 5 ml larutan buffer
 Menambahkan 5 tetes indicator eriochrome black T
 Mentitrasi dengan larutan EDTA, hingga warna merah anggur berubah
menjadi biru. Warna merah harus lenyap sama sekali .
6.6 PENENTUAN KESADAHAN
 Memipet 25 ml air sampel dalam erlenmeyer 250 ml.
 Menambahkan 0,5 ml buffer
 Menambahkan 2 tetes indicator
 Mentitrasikan dengan larutan baku EDTA sampai terjadi perubhan warna
dari merah anggur mejadi biru.

7. PERHITUNGAN
7.1 STANDARISASI LARUTAN EDTA
mgCaCO 3
= V EDTA × N EDTA
BECaCO 3
0,4 g  1000
= 44,53 ml × N EDTA
100,09mg / mol
400mg
= 44, 53 ml × N EDTA
100,09
3,9964
N EDTA =
44,53
= 0,0897 N

teori  pratktek
% kesalahan  100 %
teori
0,1N  0,0897
=
0,1N
= 10,3 %
7.2 PENENTUAN KESADAHAN
mgCaCO 3 = V EDTA × N EDTA
= 1,73 ml × 0,0897 × BECaC0 3
= 15,35 mg
151

1000ml / liter  mgCaCO3


mgCaCO 3 / liter atau ppm =
mlcontoh
1000 ml  15,53mg
=
25ml
= 621,2 mg/liter
152

8. ANALISIS PERCOBAAN
Dari percobaan yang telah dilakukan dapat di analisa bahwa pada penentuan
kesadahan memerlukan EDTA sebagai titran, larutan buffer, dan indicator
Eriochrome Black T.
Pada saat standarisasi larutan natrium EDTA memipet 50 ml larutan
CaCO 3 kedalam erlenmeyer, menambahkan 5 ml larutan buffer, lalu
menambahkan 5 tetes Eriochrome Black T. setelah itu di titrasi dengan EDTA
warnanya berubah dari merah anggur menjadi biru, rata rata yang didaptkan
44,53 ml.
Pada penentuan kesadahan memipet 25 ml air sampel dalam erlenmeyer 250
ml lalu tambahkan 0,5 ml buffer dan 2 tetes indicator Eriochrome Black T.
setelah itu di titrasi dengan larutan EDTA yang bertindak sebagai titran
warnanya berubah dari merah anggur menjadi biru, volume rata rata 1,73 ml.
9. KESIMPULAN
Dari percobaan yang telah dilakukan dapat disimpulkan :
1. Volume rata-rata saat standarisasi larutan EDTA adalah 44,53 ml yaitu :
1. 45 ml
2. 44,2 ml
3. 44,4 ml
2. Volume rata-rata pada penentuan kesadahan adalah 1,73 ml yaitu :
1. 3ml
2. 1,2ml
3. 1ml
3. Normalitas EDTA adalah 0,0897 N
4. MgCaCo 3 adalah 15,53 mg
5. MgCaCo 3 /liter atau ppm adalah 621,2 mg/liter.
6. Persen kesalahan standarisasi larutan EDTA adalah 10,3%
DAFTAR PUSTAKA
Job sheet. Praktikum Kimia Analisis Dasar. 2020. Politeknik Negeri Sriwijaya.

10. PERTANYAAN
1. Apakah yang dimaksud dengan kompleksometri
2. Jelaskan istilah istilah berikut :
154

a. Kompleks inert; b. kelat logam; c. penopengan (masking); d. ligan


heksidentat; e. bilangan koordinasi
3. Sebuah contoh murni CaCO 3 seberat 0,2428 g dilarutkan dalam asam

klorida dan larutan diencerkan menjadi 250ml dalam suatu botol ukur.
Sebuah alikot 50 ml memerlukan 42,74 ml larutan EDTA untuk titrasi.
Hitung molaritas larutan EDTA
Jawab :
1. Kompleksometri yaitu titrasi yang di dasarkan pada pembentukan
senyawa kompleks yang larut dari reaksi antara analit dengan titran.
2. a. kompleks inert adalah kompleks yang mengalami pertukaran sangat
lambat
b. kelat logam adalah molekul organic yang terlibat dalam
pembentukan suatu cincin kelat.
c. penopengan (masking) adalah proses dalam mana zat, tanpa
pemisahan zat atau produk reaksinya secara fisik tidak ikut bereaksi.
d. ligan heksidentat adalah memiliki 6 buah atom donor ruangan
elektron.
e. bilangan koordinasi adalah jumlah ikatan yang terbentuk oleh atom
pusat.
3. Dik :
g. CaCO 3 : 0,2428 g × 1000 = 242,8 mg

V EDTA : 42,74 ml
Dit : M EDTA .....?
Jawab :
mgCaCO 3
= V EDTA × M EDTA
BMCaCO 3
50ml
242,8mg 
250ml = 42,74 ml × M EDTA
100,09mg / ml
0,4851mmol
M EDTA =
42,74ml
M EDTA = 0,01133 mmol/ml
154

GAMBAR ALAT

KACA ARLOJI GELAS KIMIA

Erlenmeyer Labu ukur

Pipet ukur
Buret

Spatula Bola karet


155

KACA ARLOJI GELAS KIMIA

Erlenmeyer Labu ukur

Pipet ukur
Buret

Spatula Bola karet


155

Neraca analitik Corong

Pipet tetes
PEMBUATAN ASAM LEMAK (ALB) PADA MINYAK GORENG

1. TUJUAN PERCOBAAN
Mahasiswa dapat melakukan penentuan asam lemak bebas pada minyak
goreng dengan cara titrasi.

2. RINCIAN KERJA
 Standardisasi larutan baku KOH
 Penentuan kadar asam lemak bebas pada CPO
3. TEORI
Minyak kelapa sawit mempunyai peranan penting dalam perdagangan dunia.
Berbagai industri, baik pangan maupun non pangan banyak yang menggunakannya
sebagai bahan baku. Berdasarkan peran dan kegunaan minyak sawit itu, maka mutu
dan kualitasnya harus diperhatikan sebab sangat menentukan harga dan nilai
komoditas ini. Dalam hal ini syarat mutu diukur berdasarkan spesifikasi standar mutu
internasional, yang meliputi kadar ALB, air, kotoran, logam, peroksida dan ukuran
pemucatan.
ALB dengan konsentrasi tinggi dalam minyak sawit sangat merugikan.
Tingginya ALB ini mengakibatkan rendemen minyak turun sehingga mutu minyak
menjadi menurun. Apabila kadar ALB pada CPO meningkat melebihi standar mutu
yang telah ditetapkan maka CPO tersebut tidak dapat dijual. Hal ini menyebabkan
pada perusahaan penghasil CPO.
Kenaikan kadar ALB ditentukan mulai dari saat tandan buah sawit dipanen
sampai tandan diolah di pabrik. Pembentukan ALB pada buah disebabkan pecahnya
membrane vacuola ( yang memisahkan minyak dari komponen sel ) sehingga minyak
bercampur dengan air sel. Dengan dikatalisir oleh enzim lipase, lemak terhidrolisa
membentuk ALB dan gliserol. Semakin lama reaksi ini berlangsung, maka semakin
banyak ALB yang terbentuk.
Reaksi hidrolisis pada minyak sawit :
O

CH2 – O – C – R CH2 – OH
O
O
PANAS, AIR CH – OH + R – C OH
CH – O – C – R
KEASAMAN, ENZIM
O CH2 – OH

CH2 – O – C – R
MINYAK SAWIT GLISEROL ALB
O O

R – C – OH + KOH R – C – OK + H2O

156
157

Penentuan ALB pada CPO menggunakan metoda titrasi asam basa, dengan
menggunakan titran larutan KOH dengan indicator thymol blue. Sebelumnya larutan
baku KOH distandarisasi terlebih dahulu dengan asam palmitat.

Asam palmitat
OH

Salah satu asam lemak yang paling mudah diperoleh adalah asam palmitat
atau asam heksadekanoat. Tumbuh-tumbuhan dari famili Palmaceae, seperti kelapa
(Cocos nucifera) dan kelapa sawit (Elaeis guineensis) merupakan sumber utama asam
lemak ini. Minyak kelapa bahkan mengandung hampir semuanya palmitat (92%).
Minyak sawit mengandung sekitar 50% palmitat. Produk hewani juga banyak
mengandung asam lemak ini (dari mentega, keju, susu, dan juga daging).
Asam palmitat adalah asam lemak jenuh yang tersusun dari 16 atom karbon
(CH3(CH2)14COOH). Pada suhu ruang, asam palmitat berwujud padat berwarna putih.
Titik leburnya 63,1̊ C.
Dalam industri, asam palmitat banyak dimanfaatkan dalam bidang kosmetika
dan pewarnaan. Dari segi gizi, asam palmitat merupakan sumber kalori penting
namun memiliki daya antioksidasi yang rendah.

4. ALAT YANG DIGUNAKAN


 Kaca arloji 2
 Erlenmeyer 250 ml 6
 Buret 50 ml 2
 Pipet ukur 25 ml, 10 ml 2
 Gelas kimia 100 ml, 250 ml 2
 Labu takar 100 ml, 250 ml 2
 Spatula 2
 Bola karet 4
5. GAMBAR ALAT (TERLAMPIR)
6. BAHAN YANG DIGUNAKAN
 Minyak goreng sebagai cuplikan
 KOH
 Asam palmitat
 Indikator thymol blue
 Aquadest
7. LANGKAH KERJA
7.1 Standardisasi Larutan Baku KOH dengan Asam Palmitat
 Membuat larutan 0,1 N KOH sebanyak 250 ml dalam labu ukur.
 Menempatkan di dalam buret 50 ml.
158

 Menimbang 1 gram asam palmitat yang telah dilarutkan dengan etanol


96% 50 ml ke dalam Erlenmeyer 250 ml.
 Menambahkan indicator thymol blue.
 Menitrasikan dengan KOH, mencatat volume titran.
 Menghitung normalitas larutan KOH.
7.2 Penentuan kadar ALB pada CPO
 Menempatkan + 1 gram CPO di dalam Erlenmeyer 250 ml.
 Melarutkan dengan etanol 96% 50 ml.
 Menambahkan 2-3 tetes indicator thymol blue.
 Menitrasi dengan KOH sampai terjadi perubahan warna dari kuning
bening menjadi kebiru-biruan.
 Mengulang masing-masing percobaan 3x.

8. DATA PENGAMATAN
8.1 Standardisasi Larutan Baku KOH dengan Asam Palmitat
No Percobaan Volume KOH (ml)
1 27 ml

8.2 Standardisasi kadar ALB pada CPO


No Percobaan Volume KOH (Minyak Volume KOH (Jelanta)
Baru)
1 2,6 ml 2,8 ml
2 3,2 ml 2,7 ml
3 2,7 ml 1,0 ml
Rata-rata 2,8 ml 2,2 ml

9. PERHITUNGAN
9.1 Standardisasi
Volume KOH x Normalitas KOH = gr asam palmitat
BM
0,027 x Normalitas KOH = 1
256
Normalitas KOH = 0,003906
0,027
Normalitas KOH = 0,1446 N
159

% Kesalahan = N Teori – N Praktek x 100%


N Teori
= 0,1 – 0,1446 x 100%
0,1
= 44,6 %

9.2 Penentuan ALB


VolumeKOH  NKOH  256
% ALB = ×100
Beratconto h  1000

a. Penentuan ALB
 Minyak baru
% ALB = V KOH x N KOH x 250 x 100
Berat contoh
= 0,0028 x 0,1446 x 250 x 100
1
= 10,36 %

 Minyak Jelanta
% ALB = V KOH x N KOH x 250 x 100
Berat contoh
= 0,0022 x 0,1446 x 250 x 100
1
= 8,14 %

10. PERTANYAAN
1. Dari percobaan diatas zat apakah yang merupakan
a. Standar primer
b. Standar sekunder
c. Analit
d. Indikator
Jawaban :
a. Standar primer : KOH
b. Standar sekunder : Asam palmitat
c. Analit : Minyak goreng baru (rose brand), minyak jelanta
d. Indikator : Thymol blue
2. Tuliskan standar primer yang digunakan pada titrasi asam basa
Jawaban :
- KHP
- Na2CO2
160

- Na2BaO7
- HCl
- Asam palmitate

11. ANALISIS DATA


Dari percobaan yang telah dilakukan dapat dianalisa bahwa sebelum
melakukan penentuan kadar ALB dalam CPO, terlebih dahulu melakukan
standardisasi larutan baku KOH dengan asam palmitat, yaitu dengan membuat larutan
0,1 N KOH sebanyak 250 ml sebagai standar primer. Kemudian memipet 0,5 gr asam
palmitat ke dalam erlenmeyer 250 ml sebagai standar sekunder. Setelah itu
menambahkan indicator dan etanol larutan asam palmitat akan berwarna kuning
bening.
Setelah titrasi dengan KOH, larutan asam palmitat yang awalnya kuning
bening berubah menjadi kebiru-biruan. Kemudian melanjutkan dengan melakukan
penentuan ALB pada CPO, yaitu dengan menambahkan 1 gr minyak goreng dan 1 gr
minyak goreng bekas ke dalam masing-masing erlenmeyer 250 ml dan menambahkan
2-3 tetes indikator thymol blue. Diperoleh volume KOH pada penentuan ALB minyak
goreng :
 Pada erlenmeyer 1, volume KOH = 2,6ml
 Pada erlenmeyer 2, volume KOH = 3,2 ml
 Pada erlenmeyer 3, volume KOH = 2,7ml
Diperoleh volume KOH pada penentuan ALB minyak goreng bekas :
 Pada erlenmeyer 1, volume KOH = 2,8 ml
 Pada erlenmeyer 2, volume KOH = 2,7ml
 Pada erlenmeyer 3, volume KOH = 1,0ml
Mentitrasi larutan tersebut sampai warnanya ungu.

12. .KESIMPULAN
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa :
 Asam Lemak Bebas (ALB) merupakan asam yang dibebaskan pada
hidrolisa lemak.
 Berdasarkan percobaan, maka :
a. Volume secara teori = 39 ml
b. Volume secara praktik = 28 ml
c. Normalitas secara teori = 0,1 ek/l
d. Normalitas secara praktik = 0,1446 ek/l
e. % kesalahan N = 44,6 %
161

f. % kesalahan V = 44,4 %
g. Kadar ALB pada minyak goreng = 10,36 %
h. Kadar ALB pada minyak goreng bekas = 8,14 %
 Apabila suatu sampel mempunyai kadar ALB yang cukup tinggi, maka
mutu suatu CPO atau minyak goreng menjadi buruk.
162

GAMBAR ALAT

ERLENMEYER SPATULA GELAS KIMIA

BOLA KARET KACA ARLOJI BURET

PENGADUK CORONG NERACA ANALITIK


DAFTAR PUSTAKA

Jobsheet “Praktikum Kimia Analisis Dasar”. Laboratorium Teknik Kimia. Palembang.


2020/2021. Politeknik Negeri Sriwijaya.

xiii

Anda mungkin juga menyukai