COVER..................................................................................................................... i
DAFTAR ISI............................................................................................................ii
JUDUL PRAKTIKUM............................................................................................ 1
I. TUJUAN............................................................................................................1
II. TINJAUAN PUSTAKA....................................................................................1
III. PROSEDUR PERCOBAAN............................................................................. 3
3.1. ALAT......................................................................................................... 3
3.2. BAHAN......................................................................................................3
3.3. SKEMA KERJA.........................................................................................4
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN......................................................................... 6
4.1. DATA PENGAMATAN............................................................................ 6
4.2. DATA PERHITUNGAN............................................................................7
4.3. PEMBAHASAN.........................................................................................8
V. KESIMPULAN............................................................................................... 14
5.1. KESIMPULAN........................................................................................ 14
5.2. SARAN.....................................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................ 15
LAMPIRAN...........................................................................................................16
PERHITUNGAN REAGEN........................................................................... 16
JAWABAN DARI PERTANYAAN...............................................................17
ii
PENENTUAN KADAR NaNO2 DENGAN TITRASI
PERMANGANOMETRI
I. TUJUAN
1. Mempelajari titrasi permanganometri untuk analisis kuantitatif.
2. Penentuan kadar Nitrit dalam NaNO2.
1
2
3.2. BAHAN
Bahan-bahan yang dibutuhkan, yaitu Na2C2O4, H2SO4 pekat, KMnO4, dan
NaNO2 (0,850 g/100 mL).
3
4
6
7
Perlakuan Pengamatan
1. Sebanyak 10 mL Fe dipipet, dimasukkan ke Larutan berwarna kuning
dalam erlenmeyer.
2. Ditambahkan 2 mL H2SO4 4 N. Larutan berwarna kuning
3. Dipanaskan pada temperatur 60oC. Larutan berwarna kuning
4. Dititrasi dengan larutan KMnO4 untuk Larutan berwarna ungu
standarisasi.
5. Dihitung konsentrasi Fe2+. Percobaan V1 = 3,5 mL
dilakukan secara duplo, volume KMnO4 V2 = 3,5 mL
dicatat.
4.3. PEMBAHASAN
Titrasi merupakan salah satu metode kuantitatif dalam kimia analitik yang
digunakan untuk menentukan kadar suatu larutan yang tidak diketahui dengan
menggunakan larutan standar yang telah diketahui kadarnya (Hardjadi,1993).
Titrasi juga dikenal dengan istilah titik ekuivalen dan titik akhir titrasi yang
memiliki beda arti. Titik ekuivalaen adalah keadaaan dimana pada titik tersebut
jumlah partikel analit yang bereaksi sama dengan jumlah titran yang bereaksi.
Titik akhir titrasi adalah keadaan dimana titik ekuivalen sudah tercapai, akan
tetapi jumlah titer terus ditambah sehingga kelebihan titer tersebut akan bereaksi
dengan indikator. Reaksi antara titer dan indikator inilah yang menyebabkan
perubahan warna pada indikator sebagai tanda tercapainya titik akhir titrasi
(Basset, 1994).
Adapun ada beberapa faktor yang mempengaruhi titrasi:
1. Konsentrasi analit dan titran
Semakin besar konsentrasi maka perubahan pH dalam daerah titik ekuivalen
semakin besar sehingga semakin mudah menentukan indikator yang sesuai.
2. Pemilihan indikator
Indikator yang digunakan perubahan pH nya harus berada pada daerah pH
titik ekuivalen.
3. Kekuatan asam lemah atau basa lemah
Kesempurnaaan reaksi pada asam atau basa lemah dengan basa atau asam
kuat ditentukan oleh harga Ka atau Kb analit. Semakin besar Harga Ka atau
Kb, maka akan semakin besar daerah perubahan pH pada titik ekuivalen
sehingga semakin mudah menentukan indikator yang sesuai.
(Khopkar, 1990)
Kalium permanganat merupakan oksidator kuat yang dapat bereaksi
dengan cara-cara yang berbeda-beda, tergantung dari pH larutannya. Kekuatannya
sebagai oksidator juga berbeda sesuai dengan reaksi yang terjadi pada pH yang
berbeda. Reaksi yang bermacam ragam disebabkan oleh keragaman valensi
mangan dari 1 sampai 7 yang semuanya stabil kecuali valensi 1 sampai 5.
Kelemahan dari kalium permanganat adalah larutannya mempunyai kestabilan
yang terbatas (Fikawati dkk, 2005). Permanganometri merupakan titrasi yang
dilakukan berdasarkan reaksi oleh kalium permanganat (KMnO4) dalam suasana
asam. Metode permanganometri didasarkan pada reaksi oksidasi ion permanganat.
Reaksinya berdasarkan serah terima electron yaitu elektron diberikan oleh
pereduksi (proses oksidasi) dan diterima oleh pengoksidasi (proses reduksi)
(Svehla,1990). Metode permanganometri memiliki kelebihan mudah dilakukan,
efektif dan tidak memerlukan indikator untuk menentukan titik akhir titrasi,
sedangkan kekurangan pada metode ini larutan KMnO4 jika terkena cahaya atau
dititrasi cukup lama maka akan mudah terurai menjadi MnO2, sehingga titik akhir
titrasi akan terjadi pembentukan prespitat coklat, yang akan mengganggu
penentuan titik akhir titrasi (Skoog, 2004).
Prinsip titrasi permanganometri adalah reaksi redoks pada suasana asam
yang melibatkan electron dengan jumlah tertentu, dibutuhkan suasana asam
(H2SO4) untuk mencapai tingkat oksidasi dari KMnO4 yang paling tinggi dan
bilangan oksidasi +7 menjadi +2. Proses titrasi tidak dibutuhkan indikator lain,
9
karena KMnO4 sudah mampu memberikan perubahan warna saat titik akhir titrasi
yang ditandai dengan terbentuknya warna merah muda. Sifat dari KMnO4 ini yang
dikenal sebagai autoindikator (Day Underwood, 1999).
Titrasi permanganometri memiliki beberapa manfaat atau aplikasi dalam
kehidupan yaitu:
a. Penentuan besi dalam biji-biji besi.
b. Untuk mengetahui kadar dari zat-zat yang biloks masih dapat dioksidasi.
c. Bidang farmasi, khususnya dalam penentuan kadar suatu senyawa
berdasarkan reaksi redoks untuk pembuatan sediaan obat dalam bentuk kapsul,
tablet, maupun injeksi, serta menentukan kadar besi dalam tubuh.
d. Bidang industri, dimanfaatkan untuk pengolahan air dimana dapat diketahui
kadar suatu zat sesuai dengan sifat redoks yang dimiliki sehingga dapat
dipisahkan apabila tidak diperlukan atau berbahaya.
(Rohman, 2007).
Standarisasi larutan merupakan proses saat konsentrasi larutan standar
sekunder ditentukan dengan tepat dengan cara menitrasi dengan larutan standar
primer (Sukmariah, 2007). Larutan standar adalah larutan yang konsentrasinya
sudah diketahui secara pasti. Berdasarkan kemurnian larutan standard dibedakan
menjadi larutan standar primer dan larutan standar sekunder. Larutan standar
primer adalah larutan standar yang dipersiapkan dengan menimbang dan
melarutkan suatu zat tertentu dengan kemurnian tinggi (konsentrasi diketahui dari
massa dikurangi volume larutan). Larutan standar sekunder adalah larutan standar
yang dipersiapkan dengan menimbang dan melarutkan suatu zat tertentu dengan
kemurnian relatif rendah sehingga konsentrasi diketahui dari hasil standarisasi
(Annafi, 2007).
Percobaan yang pertama yaitu standarisasi larutan KMnO4 dengan larutan
H2C2O4.2H2O. Langkah pertama yaitu larutan KMnO4 0,1 N dimasukkan ke
dalam buret gelap, fungsi penggunaan buret gelap ini agar KMnO4 tidak terkena
cahaya matahari, karena apabila terkena sinar matahari maka KMnO4 akan terurai
menjadi MnO2 yang mengakibatkan titik akhir titrasi tidak berwarna sesuai yang
diharapkan dan nilai konsentrasinya akan berbeda. Hal tersebut jika
konsentrasinya berbeda, menunjukkan gagalnya proses pembuatan larutan standar
(Putra, 2016). Larutan KMnO4 ini juga bertindak sebagai indikator (titran).
Kemudian, sebanyak 10 mL asam oksalat (H2C2O4) dimasukkan ke dalam
Erlenmeyer, Fungsi asam oksalat sebagai larutan standar primer (Putra, 2016).
Lalu, ditambahkan 2 mL H2SO4 4 N. Fungsi penambahan asam sulfat ini untuk
mempertahankan larutan agar tetap bersifat asam. Titik akhir titrasi lebih mudah
diamati apabila reaksi dilakukan dalam suasana asam dan rekasi H2SO4 tersebut
tidak menghasilkan produk dan tidak bereaksi dengan titran (Putra,2016). Lalu
larutan dipanaskan pada suhu 70oC. Fungsi pemanasan ini untuk mempercepat
reaksi. Larutan dititrasi dengan KMnO4 untuk standarisasi, Kemudian dicatat
volume KMnO4 yang digunakan.
10
Gambar 4.3.1.
Proses larutan KMnO4 dimasukkan ke buret
Gambar 4.3.2.
Proses titrasi larutan dengan KMnO4
Gambar 4.3.3.
Proses titrasi larutan dengan NaNO2
Gambar 4.3.4.
Hasil titrasi
Hasil dari percobaan ini yaitu volume rata-rata NaNO2 yang digunakan
sebanyak 23,2 mL sehingga diperoleh kadar NO2- dalam NaNO2 sebesar 0,57%.
Volume tersebut terjadi perubahan warna dari yang semula ungu menjadi bening.
Perubahan warna ini menandakan sampai pada titik akhir titrasi (Aswadi, 2006).
Hasil perhitungan tidak sesuai dengan referensi Fernando (1997) yang
menyatakan nilai kadar NO2 sekurang-kurangnya 2,0% -10 %. Perbedaan hasil ini
bisa disebabkan karena ada kesalahan pada proses titrasi.
Reaksi yang terjadi pada saat titrasi dengan NaNO2 adalah :
NaNO2 + H2SO4 → Na2SO4 + 2H+ + NO2- (Basset, 1994)
2MnO4 + 6H + 5NO2 → 2Mn + 3H2O + 5NO3
+ 2+ +
(Basset, 1994)
Gambar 4.3.5.
Proses pemanasan larutan pada suhu 70oC
Gambar 4.3.6.
Hasil titrasi
Gambar 4.3.7.
Proses pemanasan larutan pada suhu 60oC
13
Gambar 4.3.8.
Proses titrasi larutan
Hasil percobaan ini pada volume KMnO4 sebesar 3,5 mL dan 3,3 mL
terjadi perubahan warna dari kuning menjadi merah keunguan yang menandakan
titik akhir titrasi dan kadar Fe2+ diperoleh sebesar 110,65 %. Berdasarkan hasil
percobaan nilai Fe2+ tidak sesuai dengan referensi Putra (2016) yang menyatakan
kadar Fe2+ sebesar 97,12%. Perbedaan Hasil ini disebabkan kesalahan dalam
menentukan titik akhir titrasi. Reaksinya yaitu:
5Fe3+ + MnO4- + 8H+ → 5Fe3+ + Mn2+ + 4H2O (Vogel,1990)
V. KESIMPULAN
5.1. KESIMPULAN
Berdasarkan data-data dari setiap percobaan yang ada dalam Praktikum
Penentuan Kadar NaNO2 dengan Titrasi Permanganometri dapat ditarik
kesimpulan sebagai berikut.
1. Titrasi permanganometri adalah salah satu metode titrasi redoks yang
menggunakan larutan Kalium Permanganat (KMnO4) sebagai larutan standar
dan autoindikator. Prinsip dari titrasi permanganometri adalah reaksi redoks
pada saat suasana asam yang melibatkan elektron dengan jumlah tertentu,
dibutuhkan suasana asam (H2SO4) untuk mencapai tingkat oksidasi paling
tinggi.
2. Hasil yang diperoleh pada penentuan kadar nitrit dalam NaNO2 adalah
sebesar 0,57%.
5.2. SARAN
Praktikan yang sedang melakukan praktikum ini disarankan untuk berhati-
hati saat menggunakan semua alat dan bahan yang digunakan agar tidak terjadi
kesalahan. Praktikan saat menghitung hasil dari data yang didapatkan, disarankan
untuk teliti agar tidak terjadi salah hasil perhitungan.
14
DAFTAR PUSTAKA
15
LAMPIRAN
PERHITUNGAN REAGEN
a. Pembuatan larutan standar KMnO4 0,1 N
Diketahui : N = 0,1 N
V = 500 mL
bst = 37,24
Ditanya : m = …?
Jawab :
m 1000
N = x
bst V
m 1000
0,1 = x
37,24 500
500
m = 0,1 x 37,24 x
1000
m = 1,612 gram
16
JAWABAN DARI PERTANYAAN
17