TINJAUAN PUSTAKA
Tabel 2.1 Kriteria penyakit ginjal kronik berdasarkan Nationaly Kidney Foundation
(K/DOQI).17
Kriteria
Penyakit ginjal kronik adalah suatu proses patofisologis dengan etiologi yang
beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif dan pada umumnya
berakhir dengan gagal ginjal. Gagal ginjal adalah suatu keadaan klinis yang ditandai
dengan penurunan fungsi ginjal yang ireversibel, pada suatu derajat yang memerlukan
terapi pengganti ginjal yang tetap, berupa dialisis atau transplantasi ginjal.18 Istilah
penyakit ginjal tahap akhir (ESRD) menggambarkan tahap dari penyakit ginjal kronik
dimana LFG < 15 mL/min/1,73 m2 dan telah terjadi akumulasi racun, cairan dan
elektrolit yang biasanya diekskresi secara normal oleh ginjal, akumulasi ini
menyebabkan sindrom uremik.16
2.1.2 Etiologi
Etiologi penyakit ginjal kronik di masing-masing negara berbeda satu sama lain.
Berdasarkan Indonesian Renal Registry (IRR) tahun 2014 penyebab gagal ginjal yang
menjalani hemodialisis di Indonesia, seperti pada Tabel 2.2.6
Tabel 2.2 Penyebab Gagal Ginjal yang Menjalani Hemodialisis di Indonesia Tahun
2014.
Penyebab Insiden
Penyakit Ginjal Hipertensi 37 %
Nefropati Diabetika 27%
Glomerulopati Primer (GNC) 10%
Sebab Lain 7%
Nefropati Obstruksi 7%
Pielonefritis Kronik (PNC) 7%
Tidak Diketahui 2%
Nefropati Lupus (SLE) 1%
Ginjal Polikistik 1%
Nefropati Asam Urat 1%
2.1.3 Klasifikasi
Klasifikasi penyakit ginjal kronik berdasarkan Kidney Disease Improving Global
Outcome (KDIGO) membagi prognosis penyakit ginjal kronik berdasarkan kadar LFG
dan albuminuria, seperti pada tabel 2.3.19
Tabel 2.3 Klasifikasi Prognosis Penyakit Ginjal Kronik berdasarkan LFG dan
Albuminuria menurut Kidney Disease Improving Global Outcome (KDIGO).19
A1 A2 A3
G1 Normal atau ≥ 90
tinggi
Laju Filtrasi Glomerulus (mL/mnt/1,73m2) deskripsi
G2 Kekurangan 60 – 89
ringan
G3a Kekurangan 45 – 59
ringan
dan nilai
sampai
sedang
G3b Kekurangan 30 – 44
sedang
sampai berat
G4 Kekurangan 15 – 29
berat
Hijau : risiko rendah (jika tidak terdapat tanda penyakit ginjal, tidak PGK) ;
Kuning : risiko meningkat ; Jingga = risiko tinggi ; Merah = risiko sangat
tinggi
2.1.4 Gejala Klinis
Walaupun konsentrasi urea dan kreatinin yang selalu dihitung untuk menilai kapasitas
eksresi dari ginjal, akumulasi dari dua molekul ini sendiri tidak dapat menyebabkan
gejala-gejala yang timbul pada penyakit ginjal kronik. Ratusan racun yang terakumulasi
pada gagal ginjal yang menimbulkan gejala sindrom uremik. 16 Gejala uremia berdasarkan
K/DOQI, yaitu : kelelahan, kelesuan, kebingungan, anorexia, mual, perubahan dalam
indra penciuman dan rasa, cramps, restless legs syndrome, gangguan tidur dan pruritus.
Tanda uremia berdasarkan K/DOQI yang timbul, yaitu : kejang, amenorrhea, suhu inti
tubuh berkurang, protein-energy wasting, resistan insulin, meningkatnya katabolisme,
serositis (pleuritis, pericarditis), cegukan, gangguan trombosit dan somnolen.17
Gejala sindrom uremik bukan hanya melibatkan gangguan ekskresi ginjal, tetapi juga
fungsi ginjal sendiri. Gangguan fungsi metabolisme dan endokrin yang biasanya
dilakukan oleh ginjal terganggu, menyebabkan anemia, malnutrisi, dan metabolisme
abnormal karbohidrat, lemak, dan protein. Selain itu, hilangnya fungsi regulasi hormon
dan fungsi menjaga keseimbangan cairan dan elektrolit. Pada PGK terjadi inflamasi
sistemik yang progresif dan menyebabkan gangguan pada pembuluh darah dan nutrisi.16
2.1.5 Patofisiologi
Ginjal yang normal memiliki jumlah nefron kira-kira 1 juta dan masing- masing
berpengaruh dalam total laju filtrasi glomerulus.20 Penyakit ginjal kronik terjadi, karena
penyakit yang mendasarinya (genetik yang menyebabkan kelainan perkembangan atau
integritas ginjal, imun kompleks dan inflamasi pada jenis glomerulonephritis tertentu)
atau penyebab lain (diabetes, hipertensi). Ginjal memiliki kemampuan untuk menjaga
LFG, walaupun terjadi kerusakan nefron yang progresif.16,20
Masing-masing penyebab penyakit ginjal kronik dalam perkembangan selanjutnya
memiliki proses yang kurang lebih sama.18 Mekanisme kompensasi hiperfiltrasi dan
hipertrofi struktural dan fungsional pada nefron yang tersisa, terjadi oleh karena
pengurangan massa ginjal dalam jangka waktu yang lama, yang diperantai oleh molekul
vasoaktif, sitokin, dan growth factors.16 Proses adaptasi nefron memungkinkan
terjadinya normal clearance plasma, tetapi ketika LFG berkurang 50% maka zat-zat
seperti urea dan kreatinin akan mulai meningkat.20 Proses adaptasi berlangsung singkat
dan menjadi maladaptasi dengan peningkatan tekanan dan aliran darah pada nefron yang
menjadi predisposisi distorsi glomerulus, fungsi podosit yang abnormal, dan gangguan
pada filtration barrier yang menyebabkan sklerosis dari nefron yang tersisa. Peningkatan
aktivitas renin- angiostensin-aldosteron intrarenal, memberikan kontribusi terjadinya
proses adaptif hiperfiltrasi dan maladaptif hipertrofi dan sklerosis. Aktivasi jangka
panjang renin- angiostensin-aldosteron, sebagian diperantarai oleh growth factor seperti
transforming growth factor β (TGF- β). Proses ini menjelaskan mengapa terjadinya
penurunan fungsi ginjal yang progresif, walaupun penyakit dasarnya sudah tidak aktif
lagi.16,20 Gambar 2.1 menunjukkan perbedaan glomerulus normal dan glomerulus
hiperfiltrasi.
2.1.6 Komplikasi
a. Penyakit jantung
Penyakit jantung merupakan penyebab utama mortalitas dan morbiditas pada pasien
penyakit ginjal kronik. Penyakit jantung terutama gagal jantung, sudden cardiac
death, cardiomyopathy, ischemic heart disease, dan stroke. Penyakit jantung
disebabkan oleh beberapa faktor risiko, yaitu: hipertensi, dislipidemia, merokok,
aktivitas berlebihan dari simpatis, peningkatan abnormal volume plasma dalam
tubuh, anemia, hiperfosfatemia, hiperparatiroid, dan inflamasi. Hal ini dapat
menyebabkan gangguan perfusi, struktur jantung dan fungsi jantung. 16,21,22
b. Anemia
c. Malnutrisi
Malnutrisi khususnya terjadi kekurangan kalori dan protein pada pasien PGK. Faktor
penyebab terjadinya malnutrisi, karena meningkatnya kebutuhan protein dan energi,
menurunnya cakupan energi dan protein yang dikonsumsi, hilangnya asam amino di
dialisat, dan asidosis metabolik serta aktivasi sitokin dapat meningkatkan katabolisme
protein.16,18
d. Gangguan kulit
Gatal-gatal (Pruritus) merupakan gangguan kulit yang umum dijumpai pada pasien
penyakit ginjal kronik. Penyebab gatal-gatal pada kulit disebabkan oleh karena retensi
sisa nitrogen, hiperkalsemia, hiperfosfatemia, meningkatnya produk kaslium x fosfat.
Pada PGK tahap lanjut, walaupun pasien menjalani terapi dialisis, dapat terjadi
pigmentasi yang berlebihan, penyebabnya adalah deposisi pigmen urochrome, dimana
pada ginjal yang sehat dapat dibuang.16,23
e. Osteodistrofi renal
Penyakit tulang dapat diklasifikasi menjadi penggantian tulang yang cepat dengan
peningkatan tingkat PTH (termasuk osteitis fibrosa cystica, hiperparatiroidisme
sekunder) dan pergantian tulang yang lambat dengan tingkat PTH normal atau rendah
(penyakit tulang adinamik dan osteomalasia).16
2.2 Hemodialisis
2.2.1 Definisi
Hemodialisis adalah proses untuk memisahkan makromolekul dari ion dan senyawa
berberat molekul rendah di dalam larutan dengan memanfaatkan perbedaan tingkat
difusinya melalui membran semipermeabel.22 Terapi hemodialisis dilakukan pada pasien
dengan gangguan ginjal akut yang memerlukan terapi dialisis ataupun pasien gagal ginjal
yang membutuhkan terapi hemodialisis secara permanen.18
2.2.2 Indikasi hemodialisis
Indikasi pelaksanaan hemodialisis pada gagal ginjal bervariasi diantara dokter. Secara
umum indikasi untuk hemodialisis adalah: Indikasi hemodialisis dapat dibagi menjadi
dua, yaitu hemodialisis emergency atau hemodialisis segera dan hemodialisis kronik.
Indikasi hemodialisis kronik antara lain : LFG dibawah 10 mL/mnt/1,73 m2, gejala
uremia meliputi ; lethargy, anoreksia, nausea, mual, dan muntah, adanya malnutrisi atau
hilangnya massa otot, hipertensi tak terkontrol dan adanya kelebihan cairan, komplokasi
metabolik yang refrakter, hiperkalemia yang tidak responsif terhadap tindakan
konsevatif, ekspansi volume ekstraseluler yang tetap walaupun telah diberikan terapi
diuretik, asidosis yang refrakter setelah diberikan terapi, bleeding diathesis. 5,16,24
1. Pasien dengan penyakit ginjal kronik stadium 4 ( < LFG < 30 mL/mnt/1,73m 2) ,
termasuk pasien yang memerlukan tatalaksana dialisis segera pada saat
pemeriksaan awal, pasien harus mendapat penjelasan mengenai gagal ginjal dan
pilihan pengobatan yang lain, termasuk transplantasi ginjal, dialisis peritoneal,
hemodialisis di rumah atau rumah sakit, dan pengobatan konservatif. Keluarga
pasien dan pengurus harus juga dijelaskan mengenai pilihan terapi untuk gagal
ginjal.
2. Keputusan untuk memulai tatalaksana dialisis pada pasien yang memilih untuk
melakukannya harus didasarkan pada tanda-tanda atau gejala uremik, bukti
adanya kekurangan protein dan energi, dan pasien memiliki kemampuan untuk
menjaga fungsi metabolik dan volume cairan tubuh agar tetap stabil.5
2.2.4 Tujuan hemodialisis
Terapi hemodialisis dilakukan untuk menggantikan fungsi ekskresi dari ginjal, yaitu
menghilangkan gejala sindrom uremik dengan mengendalikan uremia, menjaga
keseimbangan elektrolit, dan mengembalikan cairan intraseluler dan ekstraseluler seperti
semula.23,25 Pasien dengan gagal ginjal, hemodialisis dapat menjadi pengganti fungsi
ginjal, meskipun tidak dapat menyembuhkan penyakit ginjal dan tidak dapat
mengimbangi hilangnya aktivitas endokrin ataupun metabolisme ginjal. Pasien yang
melaksanakan terapi hemodialisis harus menjalani pengobatan untuk seumur hidup
mereka atau hingga pasien sukses menjalani terap transplantasiginjal.26
Keterangan :
K = Klirens dialiser yaitu darah yang melewati
membrane dialiser dalam mL/menit
Ln = Logaritma natural
R = Ureum sesudah dialisis Ureum sebelum dialisis
t = Lama dialisis (jam)
V = volume cairan tubuh dalam liter (laki-laki 65%
berat badan dan wanita 55% berat badan)
Keterangan :
DAFTAR PUSTAKA
2. Mills KT, Xu Y, Zhang W, Bundy JD, Chen C-S, Kelly TN, et al. A systematic
analysis of world-wide population-based data on the global burden of chronic
kideny disease in 2010. Kidney Int. 2015;88(5):950–7
5. National Kidney Foundation. KDOQI clinical practice guideline for hemodialysis
adequacy: 2015 update. Am J Kidney Dis. 2015;66(5):884-930.
6. Perkumpulan. Nefrologi Indonesia. 7th Report Of Indonesian Renal Registry.
Jakarta: Perkumpulan Nefrologi Indonesia; 2014.
7. Septiwi C. Hubungan Antara Adekuasi Hemodialisis Dengan Kualitas Hidup
Pasien Hemodialisis di Unit Hemodialisis RS PROF. Dr. Margono Soekarjo
Purwokerto [Internet] [Tesis]. [Depok]: Universitas Indonesia; 2010. [dikutip 17
April 2016]. Diambil dar
15. Radić J, Ljutić D, Radić M, Kovaĉić V, M Săin, Ćurković KD. The possible
impact of dialysis modality on cognitive function in chronic dialysis patients. Neth
J Med. 2010;68(4):153–7.
16. Kasper DL, Fauci AS, Hauser SL, Longo DL, Jameson JL, Loscalzo J, editor.
Harisson Principles of Internal Medicine. 19th ed. New York: Mc Graw Hill;
2015.[dikutip 7 Mei 2016]
17. National Kidney Foundation. K/DOQI Clinical Practice Guidelines for Chronic
Kidney Disease: Evaluation, Classification and Stratification. Am J Kidney Dis
39:S1-S266,2002
18. Suwitra K. Penyakit Ginjal kronik. Dalam: Setiati S, Alwi I, Sudoyo AW,
Simadibrata M, Setiyohadi B, Syam AF, editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam
II. 6th ed. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam; 2014. hal. 1285–8.
19. Kidney Disease: Improving Global Outcomes (KDIGO) CKD Work Group.
KDIGO 2012 Clinical Practice Guideline for the Evaluation and Management of
Chronic Kidney Disease. Kidney inter., Suppl. 2013; 3: 1-150.
20. Chronic Kidney Disease: Practice Essentials, Background, Pathophysiology
[Internet]. [dikutip 7 Mei 2016]. Diambil dari:
http://emedicine.medscape.com/article/238798-overview
21. Himmelfarb J. Hemodialysis Complications. Am J
KidneyDis. 2005;45(6):1122–31.
18
22. Dorland WAN. Kamus Saku Kedokteran Dorland. 28th ed. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC; 2008.
23. Kumar P, Clark M, editor. Kumar & Clark’s Clinical Medicine. 7th ed.
Edinburgh: Elseiver; 2009. [dikutip 8 Mei 2016]
24. Albert AT, Hubungan Karakteristik Pasien dengan Adekuasi Hemodialisis di
Klinik Spesialis Ginjal dan Hipertensi Rasyida Medan Tahun 2014 [Internet]
[KTI]. [Medan] : Universitas Sumatera Utara; 2015. [dikutip 9 Mei 2016].Diambil
dari: http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/44743
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/44743/3/Chapter%20II.pdf
25. Himmelfarb J, Ikizler TA. Hemodialysis. N Engl J Med. 2010;363:1833–45.
26. Smeltzer SC, Bare B. Brunner and Suddarth’s Textbook of Medical-Surgical
Nursing. 10th ed [internet]. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 2003.
Chapter 44, Dialysis. [dikutip 17 April 2016]. Diambil dari:
https://metronidazole.files.wordpress.com/2010/03/medical-surgical_nursing-
10th-edition-by-brunner-suddarth.pdf
27. Suhardjono. Hemodialisis: Prinsip Dasar dan Pemakaian Kliniknya. Dalam:
Setiati S, Alwi I, Sudoyo AW, Simadibrata M, Setiyohadi B, Syam AF, editor.
Buku Ajar Penyakit Dalam Jilid II. Ed 6. Jakarta: Departemen Ilmu Penyakit
dalam, 2014; p.2192-96
28. Kt/V and the adequacy of hemodialysis [Internet]. [dikutip 8 Mei 2016]. Diambil
dari: http://cursoenarm.net/UPTODATE/contents/mobipreview.htm?17/53/18257?
source=see_link
29. Dairion G. Rasio Reduksi Ureum Dializer 0,90; 2,10 dan 2 Dializer Seri 0,90
dengan 1,20 [Internet] [Tesis]. [Medan]: Universitas Sumatera Utara; 2003.
[dikutip 8 Mei 2016] Diambil dari:
http://library.usu.ac.id/download/fk/penydalam-dairot%20gatot.pdf
32. KDOQI Clinical Practice Guidelines and Clinical Practice Recommendations for 2006
Updates: Hemodialysis Adequacy, Peritoneal Dialysis Adequacy and Vascular Access. Am J
Kidney Dis 48:S1-S322, 2006 (suppl 1)