FAKULTAS KESEHATAN
2023
A. TINJAUAN PUSTAKA
1. Chronic Kidney Disease (CKD)
a) Pengertian Chronic Kidney Disease (CKD)
Chronic Kidney Disease atau Gagal ginjal Kronis adalah kondisi
penyakit pada ginjal yang persisten (≥3 bulan) dengan terjadinya
kerusakan pada ginjal dan kerusakan Glomerular filtration Rate (GFR ≤60
ml/menit/1,73 m2). Dengan kata lain, gagal ginjal kronis merupakan gagal
ginjal akut yang sudah berlangsung lama yang mengakibatkan gangguan
yang persisten (irreversible) dan bersifat kontinyu (Prabowo & Pranata,
2014).
Gagal ginjal kronik (CKD) adalah kemunduran fungsi ginjal yang
progresif dan irreversible diman terjadi kegaglan kemampuan tubuh untuk
mempertahankan keseimbangan metabolic, cairan dan elektrolit yang
mengakibatkan uremia atau azotemia (Wijaya, 2013). Jadi gagal ginjal
kronis merupakan penyakit tahap akhir dimana kemampuan tubuh gagal
untuk mempertahankan metabolism, keseimbanagan cairan dan elektrolit
serta mengarah pada kematian (Padila, 2012).
Penyakit Ginjal Kronis / Chronic Kidney Disease (CKD)
didefinisikan sebagai kerusakan fungsi ginjal yang terjadi lebih dari 3
bulan, berupa kelainan struktural maupun fungsional ginjal dengan atau
tanpa disertai penurunan laju filtrasi glomerulus (Glomerulus Filtration
Rate (GFR) dengan manifestasi kelainan patologis atau terdapat tanda-
tanda kelainan ginjal, termasuk kelainan dalam komposisi kimia darah,
urin atau kelainan radiologis (Smeltzer & Bare, 2015).
Gagal Ginjal Kronis / End-Stage Renal Disease (ESRD) atau
Penyakit Ginjal Tahap Akhir (PGTA) merupakan tahap akhir dari
perjalanan penyakit ginjal kronis (PGK). Gagal ginjal kronis adalah suatu
keadaan dimana terjadi penurunan fungsi ginjal sehingga toksin, cairan,
dan elektrolit terakumulasi di dalam tubuh yang pada keadaan normal
diekskresikan oleh ginjal. Akumulasi toksin, cairan, dan elektrolit ini
menyebabkan sindrom uremik yang dapat menyebabkan kematian kecuali
jika toksin dikeluarkan dengan terapi pengganti ginjal (Renal Replacement
Therapy) menggunakan dialysis atau transplantasi ginjal (Bargman dan
Skorecki, 2013).
b) Etiologi
Terdapat tiga kategori utama penyebab penyakit ginjal kronis adalah
sebagai berikut :
a. Prarenal (Hipoperfusi Ginjal)
Kondisi prarenal adalah masalah aliran darah atau vaskuler
akibat hipoperfusi ginjal dan turunnya laju filtrasi glomerulus.
Kondisi klinis yang umum adalah status penipisan volume
(hemoragi atau kehilangan cairan melalui saluran gastrointestinal),
vasodilatasi (sepsis atau anafilaksis), dan gangguan fungsi jantung
(hipertensi, infark miokardium, gagal jantung kongestif, atau syok
kardiogenik) serta gangguan metabolic (diabetes mellitus, goat,
hiperparatiroidisme).
b. Intrarenal (Kerusakan Aktual Jaringan Ginjal)
Penyebab intrarenal adalah akibat dari kerusakan struktur
glomerulus atau tubulus ginjal. Kondisi seperti rasa terbakar,
cedera akibat benturan, dan infeksi serta agen nefrotoksik dapat
menyebabkan nekrosis tubulus akut (ATN) dan berhentinya fungsi
renal. Cedera akibat terbakar dan benturan menyebabkan
pembebasan hemoglobin dan mioglobin (protein yang dilepaskan
dari otot ketika terjadi cedera), sehingga terjadi toksik renal,
iskemia, atau keduanya. Reaksi transfusi yang parah juga
menyebabkan gagal intrarenal; hemoglobin dilepaskan melalui
mekanisme hemolisis melewati membran membran glomerulus dan
terkonsentrasi di tubulus ginjal menjadi faktor pencetus
terbentuknya hemoglobin. Infeksi yang terjadi pada daerah ginjal
juga dapat menyebabkan penyakit ginjal kronis seperti infeksi
saluran kemih, glomerulonefritis dan pielonefritis. Faktor penyebab
lain adalah pemakaian obat-obatan antiinflamasi nonsteroid
(NSAID), terutama pada pasien lansia. Medikasi ini mengganggu
prostaglandin yang secara normal melindungi aliran darah renal,
menyebabkan iskemia ginjal.
c. Pascarenal (Obstruksi Aliran Urin)
Pascarenal yang menyebabkan penyakit ginjal kronis
biasanya akibat dari obstruksi dibagian distal ginjal. Menyebabkan
tekanan di tubulus ginjal meningkat sehingga mengakibatkan
peningkatan laju filtrasi glomerulus (LFG), contohnya antara lain;
obstruksi traktus urinarius, batu pada saluran urin, tumor,
hyperplasia prostat jinak, dan bekuan darah (Smeltzer & Bare,
2015).
Menurut Nurarif & Kusuma pada tahun 2015, etiologi PGK dapat
diklasifikasikan menjadi :
2. Penatalaksanaan Kolaboratif
a. Diet tinggi kalori dan rendah protein
Diet rendah protein (20 - 40 gr/hr) dan tinggi kalori
menghilangkan gejala anoreksia dan nausea (mual) dan uremia,
menyebabkan penurunan ureum dan perbaikan gejala. Hindari
masukan berlebihan dari kalium dan garam.
b. Kontrol hipertensi
Bila tidak dikontrol dapat terakselerasi dengan hasil akhir gagal
jantung kiri. Pada pasien hipertensi dengan penyakit ginjal,
keseimbangan garam dan cairan diatur tersendiri tanpa tergantung
tekanan darah.
c. Kontrol ketidakseimbangan elektrolit
Untuk mencegah hiperkalemia, hindari masukan kalium yang
besar, diuretik hemat kalium, obat-obatan yang berhubungan
dengan ekskresi kalium (misalnya, obat anti-inflamasi nonsteroid).
d. Mencegah penyakit tulang
Hiperfosfatemia dikontrol dengan obat yang mengikat fosfat
seperti aluminium hidroksida (300 -1800 mg) atau kalsium
karbonat (500-3000 mg) pada setiap makan.
e. Deteksi dini dan terapi infeksi
Pasien uremia harus diterapi sebagai pasien imonosupuratif dan
terapi lebih ketat.
f. Modifikasi terapi obat dengan fungsi ginjal
Banyak obat - obatan yang harus diturunkan dosisnya karena
metaboliknya toksik pada ginjal Misalnya: analgesic opiate.
Dialisis biasanya dilakukan pada gagal ginjal dengan gejala klinis
yang jelas meski telah dilakukan terapi konservatif atau terjadi
komplikasi.
g. Deteksi komplikasi
Pengawasan dengan ketat kemungkinan terjadi ensefalopati
uremia, perikarditis, neuropati perifer, hiperkalemia meningkat,
kelebihan volume cairan yang meningkat, infeksi yang mengancam
jiwa, kegagalan untuk bertahan, sehingga diperlukan dialisis.
h. Dialisis dan program transplantasi
Dialysis digunakan untuk mengeluarkan produk sisa cairan dan
uremik dari tubuh bila ginjal tidak mampu melakukanya.juga dapat
digunakan untuk mengobati klien dengan edema yang tidak
meresponpengobatan lain, hepatic, hiperkalemia, hiperkalsemia,
hipertensi, dan dialysis peritonial, untuk menggantikan ginjal yang
tidak berfungsi. Dialisis adalah pergerakan cairan dan butir-butir
(partikel) memlalui membaran semipermeabel. Dialisis adalah
suatu tindakan yang dapat memulihkan keseimbangan cairan dan
elektrolit, mengendalikan keseimbangan asam-basa, dan
mengeluarkan sisa metabolisme dan bahan dari tubuh.
i. Manajemen asidosis metabolic
Terapi farmakologi yang digunakan untuk penderita PGK
dengan asidosis metabolik adalah pemberian Natrium bikarbonat.
Penurunan asupan protein dapat memperbaiki keadaan asidosis,
tetapi bila kadar bikarbonat serum kurang dari15 mEq/L, beberapa
ahli nefrologi memberikan terapi alkali, baik natrium bikarbonat
maupun natrium sitrat pada dosis 1 mEq/kg/ hari secara oral. Bila
asidosis berat, maka akan diterapi dengan pemberian Natrium
bikarbonat secara parenteral (Price and Wilson, 2006). Menurut
Matzke and Palevsky (2005) Natrium bikarbonat diberikan secara
oral jika kadar bikarbonat darah 12 - 20 mmol/L dan pH darah 7,20
- 7,40. Jika kadar bikarbonat darah <12 mmol/L dan pH darah
<7,20 maka natrium bikarbonat diberikan secara Intravena (IV).
Pemberian Natrium bikarbonat secara IV merupakan terapi yang
sangat penting untuk pasien asidosis metabolik. Pemberian
Natrium bikarbonat secara iv bolus lebih signifikan dibandingkan
secara iv drip dalam meningkatkan pH darah dan serum
bikarbonat. Menurut Ortega and Arora (2012) membuktikan bahwa
pemberian suplementasi bikarbonat pada pasien gagal ginjal kronik
dengan asidosis metabolik merupakan pilihan terapi yang mudah
diterapkan, ekonomis, dan hampir tidak ada efek samping. Terapi
alkali dapat melindungi perkembangan penyakit ginjal kronis,
terutama pada tahap serum bikarbonat normal.
3. Penatalaksanaan sesuai dan seiring dengan perburukan penyakit
menurut Corwin pada tahun 2009, antara lain :
a. Untuk PGK stadium 1, 2, dan 3 tujuan pengobatan adalah
memperlambat kerusakan ginjal lebih lanjut, terutama dengan
membatasi aspan protein dan pemberian obat-obat anti hipertensi.
Inhibitor enzim pengubah-angiotensin (ACE) terutama membantu
dalam memperlambat perburukan.
b. Renal Anemia Management Period, RAMP diajukan karena
adanya hubungan antara gagal jantung kongestif da anemia terkait
dengan penyakit gagal ginjal kronis. RAMP adalah batasan waktu
setelah suatu awitan penyakit ginjal kronis saat diagnosis dini dan
pengobatan anemia memperlambat progresi penyakit ginjal,
memperlambat komplikasi kardiovaskular, dan memperbaiki
kualitas hidup. Pengobatan anemia dilakukan dengan memberikan
eritropoitein manusia rekombinan (rHuEPO). Obat ini terbukti
secara dramatis memperbaiki fungsi jantung secara bermakna.
c. Pada stadium lanjut, terapi ditujukan untuk mengoreksi
ketidakseimbangan cairan dan elektrolit.
d. Pada penyakit stadium akhir, terapi berupa dialysis atau
transplantasi ginjal.
e. Pada semua stadium, pencegahan infeksi perlu dilakukan.
h) Komplikasi
1. Pada gagal ginjal progresif, terjadi beban volume,
ketidakseimbangan elektrolit, asidosis metabolik, azotemia, dan
uremia.
2. Pada penyakit ginjal stadium 5 (penyakit ginjal tahap akhir), terjadi
azotemia dan uremia berat. Asidosis metabolik memburuk, yang
secara mencolok merangsang kecepatan pernapasan.
3. Hipertensi, anemia, osteodistrofi, hiperkalemia, enselopati uremik,
dan pruritus (gatal) adalah komplikasi yang sering terjadi.
4. Penurunan pembentukan eritropoietin yang dapat menyebabkan
sindrom anemia kardiorenal, dan penyakit ginjal yang akhirnya
dapat menyebabkan peningkatan morbiditas dan mortalitas.
5. Dapat terjadi gagal jantung kongestif.
6. Tanpa pengobatan dapat terjadi koma dan kematian (Corwin,
2009).
B. TINJAUAN ASKEP
1. Pengkajian
Proses keperawatan adalah kegiatan yang dilakukan secara sistemat
is untuk menentukan masalah klien, membuat perencanaan, untuk menga
tasi, serta pelaksanaan dan evaluasi keberhasilan secara efektif, terhadap
masalah yang diatasinya. Proses keperawatan pada dasarnya adalah meto
de pelaksanaan asuhan keperawatan yang sistematis yang berfokus pada r
espon manusia secara individu, kelompok dan masyarakat terhadap perub
ahan kesehatan baik actual maupun potesial. Proses keperawatan terdiri d
ari 5 tahap yaitu: pengkajian, diagnose, perencanaan, implementasi, dan e
valuasi, dimana masing-masing tahap saling berkaitan dan berkesinambu
ngan dengan satu sama lain.
a. Pengumpulan Data Awal
1) Identitas klien
Terdiri dari nama, no. rekam medis, tanggal lahir, umur, agama, j
enis kelamin, pekerjaan, status perkawinan, alamat, tanggal masu
k, diagnosa medis dan nama identitas penanggung jawab meliput
i : nama, umur, hubungan dengan pasien, pekerjaan dan alamat.
b. Pengumpulan Data Dasar
1) Keluhan utama
d. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan Umum dan TTV
a. Keadaan umum klien lemah, letih dan terlihat sakit berat
b. Tingakat kesadaran klien menurun sesuai dengan tingkat uremia
dimana dapat mempengaruhi system saraf pusat
c. TTV : RR meningkat, tekanan darah didapati adanya hipertensi
2. Kepala
5. Abdomen
Inspeksi: Biasanya terjadi distensi abdomen, acites atau penumpukan
cairan
Auskultasi: Biasanya bising usus normal, berkisar antara 5-35
kali/menit
Palpasi : Biasanya acites, nyeri tekan pada bagian pinggang, dan adanya
pembesaran hepar pada stadium akhir.
e. Pemeriksaan Penunjang
1. Urine
a. Volume
Kurang dari 400 ml/24 jam (oliguria) atau urine tidak ada (anuria)
b. Warna : biasanya didapati urine keruh disebabkan oleh pus,
bakteri, lem ak, partikel koloid, fosfat atau urat.
c. Berat jenis : kurang dari 1,015 (menetap pada 1,010 menunjukkan
kerus akan ginjal berat).
d. Osmolalitas : kurang dari 350 m0sm/kg (menunjukkan kerusakan
tubular)
e. Klirens Kreatinin : agak sedikit menurun.
f. Natrium : lebih dari 40 mEq/L, karena ginjal tidak mampu
mereabsorpsi natrium.
g. Proteinuri : terjadi peningkatan protein dalam urine (3-4+)
2. Darah
a. Kadar ureum dalam darah (BUN) : meningkat dari normal.
b. Kreatinin : meningkat sampai 10 mg/dl (Normal : 0,5-1,5 mg/dl).
c. Hitung darah lengkap
- Ht : menurun akibat anemia
- Hb : biasanya kurang dari 7-8 g/dl
3. Ultrasono Ginjal : menetukan ukuran ginjal dan adanya massa,
kista,obstrus i pada saluran kemih bagian atas.
4. Pielogram retrograde : menunjukkan abnormalitas pelvis ginjal dan
ureter
5. Endoskopi ginjal : untuk menentukan pelvis ginjal, keluar batu,
hematuria d anpengangkatan tumor selektif
6. Elektrokardiogram (EKG): mungkin abnormal menunjukkan
ketidakseimba ngan elektrolit dan asam/basa.
7. Menghitung laju filtrasi glomerulus : normalnya lebih kurang
125ml/menit, 1 jam dibentuk 7,5 liter, 1 hari dibentuk 180 liter
(Haryono, 2013).
2. Hemodialisa
1) Pengertian Hemodialisa
Hemodialisa Hemodialisa berasal dari bahas Yunani hemo berarti
darah dan dialisis berarti pemisahan atau filtrasi. Secara klinis
hemodialisis adalah suatu proses pemisahan zat-zat tertentu (toksik) dari
darah melalui membran semipermeabel buatan (artificial) di dalam ginjal
buatan yang disebut dialiser, dan selanjutnya dibuang melalui cairan
dialisis yang disebut dialisat. Hemodialisa merupakan suat membrane atau
selaput semi permiabel. Membrane ini dapat dilalui oleh air dan zat
tertentu atau zat sampah. proses ini disebut dialysis yaitu roses
perpindahanya air atau zat, bahan melalui membrane semi permiabel.
terapi hemodialisa merupakan teknologi tinggi sebagai terapi pengganti
untuk mengeluarkan sisa-sisa metabolism atau racun tertentu dari
peredaran darah manusuia seperti air, natrium, kalium, hidroobjekitf.
(Koeswa, 2009)
Bagi penderita gagal ginjal kronis, hemodialisa akan mencegah
kematian. Namun demikian, hemodialisa tidak menyembuhkan atau
memulihkan penyakit ginjal dan tidak mampu mengimbangi hilangnya
aktivitas metabolik atau endokrin yang dilaksanakan ginjal dan dampak
dari gagal ginjal serta terapinya terhadap kualitas hidup pasien (Smeltzer
& Bare, 2012).
2) Tujuan Hemodialisa
a) Mengeluarkan sisa-sisa metabolisme protein (toksin uremia)
b) Memperbaiki keseimbangan cairan, elektrolit dan asam basa.
c) Menjaga fungsi ginjal bila terjadi obstruksi
d) Untuk membersihkan nitrogen sebagai sampah metabolisme
3) Indikasi dan Kontraindikasi
Indikasi :
a) Klien dengan syndrome uremik/azotemia (gagal ginjal akut
dan kronik), ureum > 200 mg/dl dan kreatinin > 1,5 mg/dl
b) Hiperkalemia,kadar kalium > 5,0 mEq/L
c) Asidosis, pH darah < 7,1
d) Kelebihan cairan
e) Dehidrasi berat
f) Keracunan barbiturate
g) Leptospirosis
h) Gagal ginjal kronik yang dipersiapkan untuk transpantasi
ginjal.
i) Dialisis pre operatif.
Kontraindikasi :
Tidak ada kontraindikasi absolut untuk terapi dialisis, akan tetapi
manfaat terapi dialisis perlu dipertimbangkan lagi pada pasien dengan
sindrom hepato – renal, sirosishepatis yang lanjut dengan ensefalopati dan
pada keganasan lanjut.
4) Prinsip Hemodialisa
Menempatkan darah disampingan dengan cairan dialisat, dipisahkan
oleh suatu membran (selaput tipis ) yang disebut membrane semi
permeabel. Membrane dapat dilalui oleh air dan zat tertentu (zat sampah)
sesuai dengan besar molekulnya. Proses ini disebut dialisis yaitu
pemisahan air dan zat tertentu dari kompartemen darah ke kompartemen
dialisat atau sebaliknya dari kompartemen dialisat ke kompartemen darah,
melalui membrane semi permeabel.
5) Mekanisme Perpindahan Hemodialisa
Mekanisme perpindahan ditentukan oleh 3 proses, yaitu:
a. Difusi
Berpindahnya suatu zat (solute) karena tenaga yang ditimbulkan oleh
keadaan kadar zat (konsentrasi) di dalam darah dan dializat yaitu
makin tinggi kadar zat dalam darah makin banyak yang dipindahkan
ke dializat. Kecepatan perpindahan darah dipengaruhi oleh:
1. Konsentrasi
2. Berat molekul
3. QB dan QD
4. Luas permukaan membrane
5. Permeabilitas membrane
b. Ultrafiltrasi
Berpindahnya air dan zat melalui membran semi permeabel akibat
tekanan hidrostatik yang bekerja pada membrane atau perbedaan
tekanan hidrostatik di dalam kompartemen darah dan kompartemen
dialisat. Perpindahan dan kecepatan ini dipengaruhi oleh :
1. TMP (trans membrane pressure)
2. Luas permukaan membrane
3. KUF (koefisien Ultra Filtrasi
4. QB dab QD
c. Osmosis
Perpindahan air oleh karena kimiawi, yaitu karena perbedaan
osmolalitas darah dan dialisat.
6) Komponen Utama Hemodialisa
Komponen utama hemodialisa terdiri dari 3 komponen, yaitu:
1. Sirkulasi Darah
Adalah sirkulasi yang memberikan darah dari tubuh melalui
jarum atau kanula arteri dengan bantuan pompa darah (blood pump) ke
kompartemen darah dengan kecepatan aliran darah QB kemudian
darah dikembalikan ke dalam tubuh melalui jarum/kanula vena.
Sirkulasi darah ada 2 bagian besar, yaitu:
a. Saluran arteri (arteri line) atau in let set yaitu: saluran sirkulasi
darah sebelum dializer yang berwarna merah (ABL)
b. Saluran vena ( vena line) atauout let set yaitu: saluran sirkulasi
darah sesudah dialyzer yang berwarna biru (AVL)
2. Sirkulasi Cairan Dialisat
Dialisat adalah cairan yang digunakan untuk proses hemodialisa,
berada dalam kompartemen dialisat, bersebrangan dengan
kompartemen darah dengan bantuan pompa dialisat, ada 2 jenis dialisat
yaitu:
a. Asetat (acetat)
b. Bikarbonat (bicarbonate)
3. Dializer (Gb)
Dializer adalah suatu alat yang digunakan untuk mengeluarkan sampah
hasil metabolism tubuh atau zat toksik lainnya dari dalam tubuh.
Dializer merupakan suatu kotak atau tabung tertutup yang dibagi atas 2
ruangan atau kompartemen oleh suatu membran (selaput tipis) semi
permeabel yaitu kompartemen dialisat dan kompartemen darah dan
mempunyai 4 jalan masuk/keluar, 2 buah berhubungan dengan
kompartemen darah dan 2 buah lagi berhubungan dengan
kompartemen dialisat.
7) Komplikasi
2. Diagnosa Keperawatan
Pre Hemodialisa
a. Risiko penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan
irama jantung, perubahan frekuensi jantung, perubahan kontraktilitas,
perubahan preload, perubahan afterload.
b. Perfusi perifer tidak efektif berhubungan dengan Hiperglikemia,
penurunan konsentrasi hemoglobin, penurunan aliran arter/vena,
peningkatan tekanan darah, Kekurangan volume cairan, Kurang
terpapar informasi tentang faktor pemberat, kurang terpapar informasi
tentang proses penyakit, Kurang aktivitas fisik.
c. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan Depresi pusat
pernafasan, Hambatan upaya nafas, Deformitas dinding dada,
Deformitas tulang dada, Gangguan neuromuscular, gangguan
neurologis, imaturitas neurologis, penurunan energi, obesitas, posisi
tubuh yang menghambat, sindrom hipoventilasi, kerusakan inervasi
diafragma, cedera pada medulla spinalis, efek agen farmakologis,
kecemasan.
d. Hipervolemia berhubungan dengan gangguan mekanisme regulasi,
kelebihan asupan cairan, kelebihan asupan nutrisi, gangguan aliran
balik vena, efek agen farmakologis.
e. Defisit nutrisi berhubungan dengan Ketidakmampuan menelan
makanan, ketidakmapuan mencerna makanan, ketidakmampuan
mengabsorbsi nutrient, peningkatan kebutuhan metabolism, faktor
ekonomi, faktor psikologi
f. Ansietas berhubungan dengan krisis situasional, kebutuhan tidak
terpenuhi, krisis maturasional, ancaman terhadap konsep diri,
ancaman terhadap kematian, kekhawatiran mengalami kegagalan,
disfungsi sistem keluarga, faktor keturunan, terpapar bahaya
lingkungan, kurang terpapar informasi.
g. Gangguan integritas kulit berhubungan denganperubahan sirkulasi,
perubahan status nutrisi, kekurangan/kelebihan volume cairan,
penurunan mobilitas, suhu lingkungan yang ekstrem, proses penuaan,
neuropati perifer, perubahan pigmentasi, perubahan hormonal, kurang
terpapar informasi.
Intra Hemodialisa
a. Resiko cedera berhubungan dengan terpapar patogen, terpapar zat
kimia toksik, terpapar agen nosocomial, ketidakamanan transportasi,
perubahan sensai, disfungsi autoimun, hipoksia jaringan, perubahan
fungsi psikomotor, perubahan fungsi kongnitif.
b. Risiko perdarahan berhubungan dengan anuerisma, sirosis hepatitis,
ulkus lambung, varises, tindakan pembedahan, kanker, trauma.
Post Hemodialisa
a. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara
suplai dan kebutuhan oksigen, tirah baring, kelemahaan, imobilitas,
gaya hidup monoton.
b. Resiko Infeksi berhubungan dengan penyakit kronis, efek prosedur
invasive, malnutrisi, peningkatan paparan organisme patogen
lingkungan, ketidakaekuatan pertahanan tubuh sekunder,
ketidakaekuatan pertahanan tubuh primer.
3.INTERVENSI KEPERAWATAN
Pre Hemodialisa
1. Risiko penurunan curah jantung Setelah dilakukan Perawatan Jantung 1. Mengetahui adanya tanda
berhubungan dengan faktor risiko tindakan keperawatan dan gejala hypervolemia
Observasi :
selama …x.. jam, pada pasien
1. Hiperglikemia,
diharapakan curah 1. Identifikasi 2. Mengetahui adanya tanda
2. Penurunan konsentrasi
jantung pasien tanda/gejala primer dan gejala penurunan
hemoglobin,
meningkat dengan penurunan curah curah jantung
3. Peningkatan tekanan darah,
kriteria hasil : jantung (meliputi 3. Untuk mengetahui adanya
4. Kekurangan volume cairan,
1. Kekuatan nadi perifer dyspnea, kelelahan, tanda dan gejala tekanan
5. Penurunan aliran arteri dan
meningkat edema, ortopnea, darah agar cepat diberikan
atau vena,
2. Ejection fraction paroxysmal nocturnal penanganan
6. Kurang terpapar informasi
(EF) meningkat dyspnea, peningkatan 4. Mengetahui
tentang faktor pemberat (mis.
3. Cardiac index (CI) CVP) keseimbangan cairan
Merokok, gaya hidup monoton,
meningkat 2. Identifikasi pasien
trauma, obesitas, asupan
4. Left ventricular tanda/gejala sekunder 5. Mengetahui adanya
garam, imobilitas),
stroke work index penurunan curah penambahan atau
7. Kurang terpapar informasi
(LVSWI) meningkat jantung (meliputi pengurangan berat badan
tentang proses penyakit (mis.
5. Stroke volume index peningkatan pasien
Diabetes mellitus,
(SVI) meningkat 3. Monitor tekanan 6. Untuk mengetahui
hyperlipidemia), 6. Palpitasi menurun darah (termasuk saturasi oksigen pada
8. Kurang aktivitas fisik. 7. Bradikardia menurun tekanan darah pasien agar diberikan
8. Takikardia menurun ortostatik, jika perlu) penanganan lebih cepat
9. Gambaran EKG 4. Monitor intake dan 7. Untuk mengetahui tingkat
artimia menurun output cairan nyeri yang dirasakan
10. Lelah menurun 5. Monitor berat badan pasien
11. Edema menurun setiap hari pada waktu 8. Untuk mengetahui
12. Distensi vena yang sama perkembangan penyakit
jugularis menurun 6. Monitor saturasi pasien
13. Dispnea menurun oksigen 9. Untuk mengetahui irama
14. Oliguria menurun 7. Monitor keluhan nyeri dan frekuensi pada
15. Pucat/sianosis dada (mis. Intensitas, jantung pasien jika
menurun lokasi, radiasi, durasi, terdapat masalah agar
16. Paroxysmal presivitasi yang diberikan penanganan
nocturnal dyspnea mengurangi nyeri) segera
(PND) menurun 8. Monitor EKG 12 10. Untuk mengetahui nilai
17. Ortopnea menurun sadapoan jantung pasien dan agar
18. Batuk menurun 9. Monitor aritmia diberikan penanganan
19. Suara jantung S3 (kelainan irama dan secara cepat dan tepat
menurun frekuensi) 11. Agar mengetahui
20. Suara jantung S4 10. Monitor nilai perkembangan
menurun laboratorium jantung 12. Agar mengetahui
21. Murmur jantung (mis. Elektrolit, enzim perbedaan tekanan darah
menurun jantung, BNP, Ntpro- sebelum dan sesudah
BNP) aktivitas supaya bisa
22. Berat badan menurun 11. Monitor fungsi alat diberikan intervensi
23. Hepatomegali pacu jantung lanjutan yang lebih tepat.
menurun 12. Periksa tekanan darah 13. Agar tidak ada komplikasi
24. Pulmonary vascular dan frekuensi nadi setelah pemberian obat.
resistance (PVR) sebelum dan sesudah 14. Agar peredaran darah
menurun aktifitas pasien lancar
25. Systemic vascular 13. Periksa tekanan darah 15. Untuk mempercepat
resitance menurun dan frekuensi nadi proses penyembuhan pada
26. Tekanan darah sebelum pemberian pasien
membaik obat (mis. 16. Untuk pencegahan
27. Capillary refill time Betablocker, thrombosis vena
(CRT) membaik ACEinhibitor, 17. Gaya hidup yang sehat
28. Pulmonary artery calcium channel akan mempercepat proses
wedge membaik blocker, digoksin) pemulihan pasien
18. Latihan pernafasan dalam
Pressure (PAWP) Nursing
agar pasien lebih rileks
central venous pressure treatment/Terapeutik : 19. Agar pasien lebih
membaik 14. Posisikan pasien semangat
semi-fowler atau 20. Agar pasien nyaman
fowler dengan kaki dalam bernafas
kebawah atau posisi 21. Untuk melatih otot-oto
nyaman pasien
15. Berikan diet jantung 22. Untuk memperkuat
yang sesuai (mis. kekuatan oto pasien
Batasi asupan kafein, 23. Agar penyakit pasien
natrium, kolestrol, tidak bertambah parah
dan makanan tinggi 24. Agar keluarga dan pasien
lemak) mengetahui dan bisa
16. Gunakan stocking melaporkan jika terdapat
elastis atau pneumatik kelebihan maupun
intermiten, sesuai kekurangan cairan
indikasi 25. Untuk mengatasi irama
17. Fasilitasi pasien dan jantung yang tidak teratur
keluarga untuk
Untuk mendapatkan
modifikasi hidup
sehat penanganan yang lebih detail.
18. Berikan terapi
relaksasi untuk
mengurangi stres, jika
perlu
19. Berikan dukungan
emosional dan
spiritual
20. Berikan oksigen
untuk
memepertahankan
saturasi oksigen
>94%
Edukasi :
21. Anjurkan beraktivitas
fisik sesuai toleransi
22. Anjurkan beraktivitas
fisik secara bertahap
23. Anjurkan berhenti
merokok
24. Ajarkan pasien dan
keluarga mengukur
berat badan harian
25. Ajarkan pasien dan
keluarga mengukur
intake dan output
cairan harian
Kolaborasi :
26. Kolaborasi pemberian
antiaritmia, jika perlu
Rujuk ke program
rehabilitasi jantung
2. Perfusi perifer tidak efektif Setelah dilakukan Perawatan Sirkulasi 1. Untuk mengetahui
berhubungan dengan tindakan keperawatan keefektifan intervensi dan
1. Perubahan afterload, selama …x… jam, Observasi : perkembangan pasien
2. Perubahan frekuensi jantung, diharapkan perfusi 2. Menetapkan kemampuan
1. Periksa sirkulasi
3. Perubahan irama jantung, jaringan perifer kebutuhan pasien dan
perifer (mis. nadi
4. Perubahan kontraktilitas, meningkat dengan memudahkan pilihan
perifer, edema,
5. Perubahan preload. kriteria hasil : intervensi
pengisian kapiler,
1. Denyut nadi perifer 3. Jika ada permasalahan
Ditandai dengan : warna, suhu, ankle-
meningkat gawat bisa segera diatasi
brachial index)
Gejala dan tanda mayor 2. Penyembuhan luka 4. Agar tidak menambah
2. Identifikasi faktor
meningkat perburukan kondisi
DS : tidak tersedia resiko gangguan
3. Sensasi meningkat paasien
sirkulasi (mis.
DO : 4. Warna kulit pucat 5. k
diabetes perokok,
menurun 6. Untuk melindungi bagian
- Pengisian kapiler >3 detik orang tua, hipertensi
5. Edema perifer cedera pasien
- Nadi perifer menurun atau dan kadar kolesterol
menurun 7. Untuk mecegah
tidak teraba tinggi)
6. Nyeri ekstremitas kontaminasi kuman,
- Akral teraba dingin 3. Monitor panas,
menurun bakteri maupun virus
- Warna kulit pucat kemerahan, nyeri atau
7. Parastesia menurun yang ingin menyerang
- Turgor kulit menurun bengkak pada
8. Kelemahan otot tubuh pasien
ekstremitas
Gejala tanda minor menurun 8. Agar memudahkan untuk
9. Kram otot menurun Terapeutik : mengecek CRT pasien
DS :
10. Bruit femoralis 9. l
4. Hindari pemasangan
- Parastesia menurun 10. Untuk lebih melancarkan
infus atau
- Nyeri ekstremitas 11. Nekrosis menurun sirukulasi pernafasan
pengambilan darah di
12. Pengisian kapiler pasien
area keterbatasan
membaik 11. Untuk meningatkan
DO : 13. Akral membaik perfusi energy pada tubuh pasien
14. Turgor kulit membaik 5. Hindari pengukuran 12. Untuk menghindari kulit
- Edema
15. Tekanan darah tekanan darah pada kemerahan ataupun
- Penyembuhan luka lambat
sistolik membaik ekstremitas dengan terbakar
- Bruit femoral
16. Tekanan darah keterbatasan perfusi 13. Untuk mmepercepat
diastolic membaik 6. Hindari penekanan proses penyembuhan
17. Terkanan arteri rata- dan pemasangan 14. Untuk mengontrol
rata membaik tourniquet pada area tekanan darah
18. Indeks ankle- yang cedera 15. Agar kondisi pasien tidak
brachial membaik 7. Lakukan pencegahan memburuk
infeksi 16. Agar tubuh pasien tetap
8. Lakukan perawatan lembab dan tidak kering
kaki dan kuku 17. Untuk meningkatkan
9. Lakukan hidrasi proses penyembuhan pada
pasien
Edukasi :
18. Untuk memperbaikan
10. Anjurkan berhenti sirkulasi pasien
merokok
Agar dapat menentukan
11. Anjurkan berolahraga
rutin intervensi secara cepat dan
12. Anjurkan mengecek masalah dapat diatasi
air mandi untuk
menghindari kulit
terbakar
13. Anjurkan
menggunakan obat
penurun tekanan
darah, antikoagulan
dan penurun
kolesterol, jika perlu
14. Anjurkan minum obat
pengontrol tekanan
darah secara teratur
15. Anjurkan
menghindari
penggunaan obat
penyekat bata
16. Anjurkan melakukan
perawatan kulit yang
tepat (mis.
melembabkan kulit
kering pada kaki)
17. Anjurkan program
rehabilitasi vaskuler
18. Ajarkan program diet
untuk memperbaiki
sirkulasi (mis. rendah
lemak jenuh, minyak
ikan omega 3)
19. Informasikan tanda
dan gejala darurat
yang harus dilaporkan
(mis. rasa sakit yang
tidak hilang saat
istirahat, luka tidak
sembuh, hilangnya
rasa)
Kolaborasi : -
3. Pola nafas tidak efektif Setelah diberikan asuhan Manajemen Jalan 1. Untuk mengetahui
berhubungan dengan keperawatan selama … Nafas perkembangan status
x… jam diharapkan pola kesehatan pasien
1. Depresi pusat pernapasan Observasi :
nafas membaik, dengan 2. Untuk mengetahui
2. Hambatan upaya napas (mis.
Kriteria hasil: 1. Monitor pola napas perkembangan status
nyeri saat bernapas,
(frekuensi, kesehatan pasien
kelemahan otot pernapasan) 1. Ventilasi semenit
kedalaman, usaha 3. Untuk mengetahui
3. Deformitas dinding dada. meningkat
napas) tindakan selanjutnya
4. Deformitas tulang dada. 2. Kapasitas vital
2. Monitor bunyi napas 4. Untuk mecegah
5. Gangguan neuromuscular. meningkat
tambahan (mis. komplikasi yang muncul
6. Gangguan neurologis 3. Diameter thorax
Gurgling, mengi, 5. Agar pernafasan pasien
(mis.elektroensefalogram anterior-posterior
weezing, ronkhi bertambah lancar
[EEG] positif, cedera kepala meningkat
kering) 6. Agar membantu
ganguan kejang). 4. Tekanan ekspirasi
3. Monitor sputum mengurangi kekentalan
7. Imaturitas neurologis. meningkat (jumlah, warna, sputum, sehingga mudah
8. Penurunan energi. 5. Tekanan inspirasi aroma) dikeluarkan
9. Obesitas. meningkat 7. Agar pengeluaran sputum
Terapeutik :
10. Posisi tubuh yang 6. Dispnea menurun lebih cepat
menghambat ekspansi paru. 7. Penggunaan otot 4. Pertahankan 8. Agar jalan nafas pasien
11. Sindrom hipoventilasi. bantu napas menurun kepatenan jalan napas lebih baik
12. Kerusakan inervasi diafragma 8. Pemanjangan fase dengan head-tilt dan 9. Agar mendapatkan hasil
(kerusakan saraf CS ke atas). ekspirasi menurun chin-lift (jaw-thrust yang sesuai
13. Cedera pada medula spinalis. 9. Ortopnea menurun jika curiga trauma 10. Untuk mengetahui
14. Efek agen farmakologis. 10. Pernapasan purses-lip cervical) perkembangan status
15. Kecemasan. menurun 5. Posisikan semi fowler pasien
11. Pernapasan cuping atau fowler 11. Agar pernafasan pasien
Ditandai dengan :
hidung menurun 6. Berikan minum lebih baik
Gejala dan tanda mayor 12. Frekuensi napas hangat 12. Untuk membantu
membaik 7. Lakukan fisioterapi pengeluaran dahak
DS :
13. Kedalaman napas dada, jika perlu 13. Untuk mempercepat
- Dyspnea membaik 8. Lakukan penghisapan proses pengeluaran dahak
14. Ekskursi dada lendir kurang dari 15 pasien
DO :
membaik detik
Untuk mempercepat proses
- Penggunaan oto bantu nafas 9. Lakukan
- Fase ekspirasi memanjang hiperoksigenasi penyembuhan penyakit
- Pola nafas abnormal (mis. sebelum penghisapan pasien.
takipnea, bradipnea, endotrakeal
hiperventilasi, kussmaul, 10. Keluarkan sumbatan
cheyne-stokes) benda padat dengan
Gejala dan tanda minor forsepMcGill
11. Berikan oksigen, jika
DS :
perlu
- Ortopnea
Edukasi :
DO :
12. Anjurkan asupan
- Pernafasan pursed-lip cairan 2000 ml/hari,
- Pernafasan cuping hidung jika tidak
- Diameter thoraks anterior- kontraindikasi.
posterior meningkat 13. Ajarkan teknik batuk
- Ventilasi semenit menurun efektif
- Kapasitas vital menurun
Kolaborasi :
- Tekanan ekspirasi menurun
- Tekanan inspirasi menurun Kolaborasi pemberian
- Ekskursi dada berubah bronkodilator,
ekspektoran, mukolitik,
jika perlu.
Edukasi:
1. Menganjurkan posisi
duduk dapat
mengurasi resiko
terjadinya tersedak
pada pasien saat
makan
2. Menganjarkan diet
yang diprogramkan
dapat membantu
pasien untuk
mengontrol makanan
yang boleh dan tidak
boleh dikonsumsi
Koaborasi:
1. Kolaborasi pemberian
medikasi sebelum
makan dapat
membantu pasien
dalam meredakan
nyeri yang dirasannya.
2. Mengkolaborasi
dengan ahli gisi dapat
membantu menetukan
diet yang tepat
diberikan pada pasien
Intra Hemodialisa
Edukasi
6. Ajarkan individu,
keluarga dan
kelompok risiko tinggi
bahaya lingkungan
Kolaborasi
Koaborasi
16. Untuk membantu pasien
diet makanan sesuai yang
harus di makan atau di
konsumsi
2. Risiko infeksi b/d efek prosedur Setelah diberikan Pencegahan
invasif d/d pasien terpasang AV asuhan keperawatan Infeksi
fistula sebelah kiri dan terdapa selama 1 x 4 jam Observasi: 1. Untuk mendapatkan
bekas luka insersi AV fistula diharapkan tingkat 1. Monitor tanda penanganan segera
infeksi dapat menurun dan gejala bila terjadi tanda-
dengan kriteria hasil : infeksi lokal dan tanda infeksi dan
1. Tanda-tanda sistemik sistemik
infeksi 2. Untuk mencgah
(Pembengkakan, Terapeutik: terjainya infeksi
kemerahan, 2. Batasi jumlah antara pasien dan
nyeri, panas, pengunjung pengunjung
dan perubahan 3. Perawatan pada 3. Untuk mencegah
fungsi menurun area kulit terjainya infeksi
2. Demam 4. Cuci tangan 4. Untuk mencegah
menurun sebelum dan penybaran infeksi
Kadar sel darah putih sesudah kontak 5. Untuk mencegah
membaik dengan pasien paparan pathogen
dan lingkungan 6. Agar pasien
pasien menegtahi tanda dan
5. Pertahankan gejala infeksi
teknik asepik 7. Untuk mencegah
pada pasien penularan infeksi
berisiko tinggi 8. Untuk mengenali
Edukasi: tanda dan gejala
6. Jelaskan tanda infeksi
dan gejala 9. Untuk meningkatkan
infeksi sistem kekbalan tubuh
7. Ajarakan etika 10. Agar kebutuhan cairan
batuk pasien terpenuhi
8. Ajarkan cara Untuk mencegah infeksi
mememeriksa
luka dan luka
oprasi
9. Anjurkan
meningkatkan
asupan nutrisi
10. Anjurkan
meningkatkan
asupan cairan
Kolaborasi:
Kolaborasi pemantauan
imunisasi, jika perlu
4. Implementasi
Implementasi keperawatan merupakan suatu tindakan dari sebuah
rencana yang telah disusun secara matang dan terperinci. Implementasi
keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh perawat
untuk membantu klien dari masalah status kesehatan yang dihadapi ke
status kesehatan yang lebih baik yang diharapkan dapat mencapai tujuan
dan kriteria hasil yang telah direncanakan dalam tindakan keperawatan
yang diprioritaskan.
5. Evaluasi
Evaluasi adalah tahap akhir dari proses keperawatan yang
merupakan perbandingan yang sistematis dan terencana antara hasil akhir
yang teramati dan tujuan atau kriteria hasil yang dibuat pada tahap
perencanaan. Evaluasi terbagi atas dua jenis, yaitu evaluasi formatif dan
evaluasi sumatif. Evaluasi formatif berfokus pada aktivitas proses
keperawatan dan hasil tindakan keperawatan. Evaluasi formatif ini
dilakukan segera setelah perawat mengimplementasikan rencana
keperawatan guna menilai ke efektifan tindakan keperawatan yang telah
dilaksanakan. Perumusan evaluasi formatif ini meliputi empat komponen
yang dikenal dengan istilah SOAP, yakni subjektif (data berupa keluhan
pasien), objektif (data hasil pemeriksaan), analisi data dan perencanaan.
Adapun evaluasi dari diagnosa yang telah dijabarkan :
1. Pre HD
a. Nafas kembali normal, tidak terdapat edema paru dan sianosis
b. Volume cairan kembali dalam keadaan seimbang
c. Nutrisi pasien kembali dalam keadaan seimbang
d. Ansietas yang di alami menurun sampai tingkat dapat ditangani
e. Integritas kulit tidak mengalami kerusakan
2. Intra HD
a. Resiko cedera tidak terjadi
b. Tidak terjadi perdarahan
3. Post HD
a. Dapat beraktivitas seperti biasa
b. Tidak terjadi infeksi
Web of Caution
Kerusakan
Ginjal kehilangan
pembuluh darah di
kemampuan laju
ginjal
filtrasi glomerulus
GFR menurun
Hipertrofi struktural dan fungsional
hiperfiltrasi
Adaptasi fungsi
Sklerosis nefron
CKD/GGK
Penatalaksanaan
Prognosis
penyakit Transplantasi ginjal Hemodialisa CAPD
Pasien gelisah
Pre-HD Intra HD Post HD
Ansietas Pemberian
Ureum Retensi Na+ dan H2O Defisiensi hormon heparin
eritropoietin Difusi, Terdapat luka
berlebihan
ultrafiltras, bekas pungsi di
Uremia
Jumlah cairan osmosis lipatan paha,
Reaksi RAA Produksi Resiko
dlm tubuh eritrosit, Fe, Perdarahan daerah yang
Gangguan Penumpukan lembab
Hipertensi dan as.folat Penarikan
keseimbangan di dlm kulit
Tek. hidrostatis cairan dan
asam basa
Beban jantung Hb elektrolit yg
Pruritus, kulit berlebihan Resiko cedera Resiko
As. Lambung bersisik, Oedema, asites infeksi
Hipertropi Transportasi
kering
ventrikel kiri O2 dan nutrisi Haus, mukosa bibir
Anoreksia, mual, Hipervolemia ke jar. kering, tugor kulit
muntah,
v BB Tekanan
Gangguan Sianosis, akral
ventrikel kiri Sekresi eriprotein
Integritas dingin,konjun Risiko
menurun
Ketidakseimban
Kulit gtiva pucat, hipovolemia
gan nutrisi
kurang dari Darah refluk muka pucat
Ruang ventrikel kiri ke atrium kiri Oksihemoglobin
kebutuhan tubuh menurun
menyempit
Perfusi perifer Akses vaskuler dan
Volume cairan Tekanan vena
tidak efektif komplikasi sekunder Suplai O2 kejaringan
Resiko Penurunan Curah terhadap penusukan menurun
sirkulasi menurun pulmonalis
Jantung
Fatuque/malaise
Tekanan kapiler
paru
Intoleransi aktivitas
Oedema paru
Tekanan kapiler
paru meningkat
Oedema paru
Pengembangan
paru menurun
Sesak
Silbernagl, S. & Lang, F (2014). Teks dan Atlas Berwarna Patofisiologi. Alih
Bahasa : Setiawan, I & Mochtar I. Jakarta : EGC.
Smeltzer, S. C., & Bare, B. (2012). Buku ajar keperawatan medikal bedah
Brunner & Suddarth (Edisi 8 Volume 2). (M. Ester, Ed. & A. Waluya,
Trans.). Jakarta: EGC.
Tim Pokja DPP PPNI (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia : Definisi
dan Kriteria Hasil. Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.
Tim Pokja DPP PPNI. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia:
Definisi dan Indikator Diagnostik. Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.