Anda di halaman 1dari 68

LAPORAN PENDAHULUAN

PENYAKIT GINJAL KRONIS / CHRONIC KIDNEY DISEASE (CKD)

I DEWA AYU NANDA ARISMA PUTRI


2314901032

FAKULTAS KESEHATAN

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS

INSTITUT TEKNOLOGI DAN KESEHATAN BALI

2023
A. TINJAUAN PUSTAKA
1. Chronic Kidney Disease (CKD)
a) Pengertian Chronic Kidney Disease (CKD)
Chronic Kidney Disease atau Gagal ginjal Kronis adalah kondisi
penyakit pada ginjal yang persisten (≥3 bulan) dengan terjadinya
kerusakan pada ginjal dan kerusakan Glomerular filtration Rate (GFR ≤60
ml/menit/1,73 m2). Dengan kata lain, gagal ginjal kronis merupakan gagal
ginjal akut yang sudah berlangsung lama yang mengakibatkan gangguan
yang persisten (irreversible) dan bersifat kontinyu (Prabowo & Pranata,
2014).
Gagal ginjal kronik (CKD) adalah kemunduran fungsi ginjal yang
progresif dan irreversible diman terjadi kegaglan kemampuan tubuh untuk
mempertahankan keseimbangan metabolic, cairan dan elektrolit yang
mengakibatkan uremia atau azotemia (Wijaya, 2013). Jadi gagal ginjal
kronis merupakan penyakit tahap akhir dimana kemampuan tubuh gagal
untuk mempertahankan metabolism, keseimbanagan cairan dan elektrolit
serta mengarah pada kematian (Padila, 2012).
Penyakit Ginjal Kronis / Chronic Kidney Disease (CKD)
didefinisikan sebagai kerusakan fungsi ginjal yang terjadi lebih dari 3
bulan, berupa kelainan struktural maupun fungsional ginjal dengan atau
tanpa disertai penurunan laju filtrasi glomerulus (Glomerulus Filtration
Rate (GFR) dengan manifestasi kelainan patologis atau terdapat tanda-
tanda kelainan ginjal, termasuk kelainan dalam komposisi kimia darah,
urin atau kelainan radiologis (Smeltzer & Bare, 2015).
Gagal Ginjal Kronis / End-Stage Renal Disease (ESRD) atau
Penyakit Ginjal Tahap Akhir (PGTA) merupakan tahap akhir dari
perjalanan penyakit ginjal kronis (PGK). Gagal ginjal kronis adalah suatu
keadaan dimana terjadi penurunan fungsi ginjal sehingga toksin, cairan,
dan elektrolit terakumulasi di dalam tubuh yang pada keadaan normal
diekskresikan oleh ginjal. Akumulasi toksin, cairan, dan elektrolit ini
menyebabkan sindrom uremik yang dapat menyebabkan kematian kecuali
jika toksin dikeluarkan dengan terapi pengganti ginjal (Renal Replacement
Therapy) menggunakan dialysis atau transplantasi ginjal (Bargman dan
Skorecki, 2013).
b) Etiologi
Terdapat tiga kategori utama penyebab penyakit ginjal kronis adalah
sebagai berikut :
a. Prarenal (Hipoperfusi Ginjal)
Kondisi prarenal adalah masalah aliran darah atau vaskuler
akibat hipoperfusi ginjal dan turunnya laju filtrasi glomerulus.
Kondisi klinis yang umum adalah status penipisan volume
(hemoragi atau kehilangan cairan melalui saluran gastrointestinal),
vasodilatasi (sepsis atau anafilaksis), dan gangguan fungsi jantung
(hipertensi, infark miokardium, gagal jantung kongestif, atau syok
kardiogenik) serta gangguan metabolic (diabetes mellitus, goat,
hiperparatiroidisme).
b. Intrarenal (Kerusakan Aktual Jaringan Ginjal)
Penyebab intrarenal adalah akibat dari kerusakan struktur
glomerulus atau tubulus ginjal. Kondisi seperti rasa terbakar,
cedera akibat benturan, dan infeksi serta agen nefrotoksik dapat
menyebabkan nekrosis tubulus akut (ATN) dan berhentinya fungsi
renal. Cedera akibat terbakar dan benturan menyebabkan
pembebasan hemoglobin dan mioglobin (protein yang dilepaskan
dari otot ketika terjadi cedera), sehingga terjadi toksik renal,
iskemia, atau keduanya. Reaksi transfusi yang parah juga
menyebabkan gagal intrarenal; hemoglobin dilepaskan melalui
mekanisme hemolisis melewati membran membran glomerulus dan
terkonsentrasi di tubulus ginjal menjadi faktor pencetus
terbentuknya hemoglobin. Infeksi yang terjadi pada daerah ginjal
juga dapat menyebabkan penyakit ginjal kronis seperti infeksi
saluran kemih, glomerulonefritis dan pielonefritis. Faktor penyebab
lain adalah pemakaian obat-obatan antiinflamasi nonsteroid
(NSAID), terutama pada pasien lansia. Medikasi ini mengganggu
prostaglandin yang secara normal melindungi aliran darah renal,
menyebabkan iskemia ginjal.
c. Pascarenal (Obstruksi Aliran Urin)
Pascarenal yang menyebabkan penyakit ginjal kronis
biasanya akibat dari obstruksi dibagian distal ginjal. Menyebabkan
tekanan di tubulus ginjal meningkat sehingga mengakibatkan
peningkatan laju filtrasi glomerulus (LFG), contohnya antara lain;
obstruksi traktus urinarius, batu pada saluran urin, tumor,
hyperplasia prostat jinak, dan bekuan darah (Smeltzer & Bare,
2015).
Menurut Nurarif & Kusuma pada tahun 2015, etiologi PGK dapat
diklasifikasikan menjadi :

Tabel 2.1 Klasifikasi Etiologi PGK

Klasifikasi Penyakit Penyakit


- Pielonefritis kronik atau refluks
Penyakit infeksi tubulointerstisial nefropati
Penyakit peradangan - Glomerulonefritis
- Nefroskelrosis benigna
- Nefrosklerosis maligna
Penyakit vaskuler hipertensif
- Stenosis arteria renalis
- Lupus erternatosus sistemik
Gangguan jaringan ikat - Poliarteritis nodosa
- Penyakit ginjal polikistik
Gangguan kongenital dan herediter - Asisdosis tubulus ginjal
- Diabetes mellitus
- Goat
Penyakit metabolic - Hiperparatiroid
- Penyalahgunaan analgesik
Nefropati toksik - Nefropati timah
- Traktus urinarius bagian atas :
batu, neoplasma, fibrosis
retroperitoneal
Nefropati obstruksi - Traktus urinarius bagian bawah :
hipertrofi prostat struktur uretra,
anomaly congenital, leher vesika
urinaria dan uretra
c) Klasifikasi
Chronic Kidney Disease (CKD) diklasifikasikan berdasarkan
CGA sistem yaitu Cause, GFR category, dan Albuminuria category. Gagal
ginjal kronik merupakan stadium 5 dari CKD atau biasa disebut dengan
End-stage Renal Disease (ESRD). Dikatakan gagal ginjal kronik apabila
dari hasil tes nilai eGFR < 15 mL/min/1.73 m2.
Klasifikasi Chronic Kidney Disease (CKD) dalam Kidney
Disease: Improving Global Outcomes (KDIGO) CKD Work Group (2013)
KDIGO 2 clinical practice guideline for the evaluation and management
of chronic kidney disease:

Kategori GFR (KDIGO 2013)


GFR
GFR (ml/min/1.73
categor Terms
m2)
y
G1 >90 Normal or high
G2 60–89 Mildly decreased*
G3a 45–59 Mildly to moderately decreased
G3b 30–44 Moderately to severely
decreased
G4 15–29 Severely decreased
G5 <15 Kidney failure
*Relatif pada level dewasa

Kategori Albuminuria (KDIGO 2013)


ACR AER ACR
Terms
category (mg/24hrs) (mg/mmol)
A1 < 30 <3 Normal to mildly
increased
A2 30-300 3–30 Moderately
increased*
A3 > 300 >30 Severely increased**
* Relatif pada level dewasa
** Termasuk sindrom nefrotik (ACR > 220 mg/mmol)
d) Patofisiologis
Patofisiologi penyakit ginjal kronik pada awalnya tergantung pada
penyakit yang mendasarinya, tapi dalam perkembangan selanjutnya proses
yang terjadi kurang lebih sama. Berdasarkan proses perjalanan penyakit
dari berbagai penyebab seperti penyebab prarenal, intra renal dan postrenal
yang menyebabkan kerusakan pada glomerulus dan pada akhirnya akan
terjadi kerusakan nefron pada glomerulus sehingga menyebabkan
penurunan GFR (Glomerulus Filtration Rate) dan berakhir menjadi
Penyakit Ginjal Kronis (PGK) dimana ginjal mengalami gangguan dalam
fungsi ekskresi dan sekresi. Akibat rusaknya glomerulus, protein tidak
dapat disaring sehingga sering lolos kedalam urin dan mengakibatkan
proteinuria. Hilangnya protein yang mengandung albumin dan antibody
yang dapat mengakibatkan tubuh mudah terkena infeksi dan
mengakibatkan penurunan aliran darah (Silbernagl & Lang, 2014).
Normalnya, albumin berbentuk seperti spons yang berfungsi
sebagai pengatur cairan, menarik cairan ekstra dari tubuh dan
membersihkannya di dalam ginjal. Ketika glomerulus mengalami
kebocoran dan albumin dapat masuk kedalam urin, darah kehilangan
kemampuannya dalam menyerap cairan ekstra dari tubuh. Akibatnya
cairan dapat menumpuk di rongga antar sel atau di ruang interstisial yang
mengakibatkan pembengkakan pada kedua ekstremitas atas dan bawah,
terutama ekstremitas bawah, pergelangan kaki, wajah, hingga bawah mata
(Silbernagl & Lang, 2014).
Ginjal juga kehilangan fungsinya dalam mengeluarkan produk sisa
(sampah dari tubuh) sehingga produk sampah tetap tertahan di dalam
tubuh. Produk sampah ini berupa ureum dan kreatinin, dimana dalam
jangka waktu panjang, penderita dapat mengalami sindrom uremia yang
dapat mengakibatkan pruritus kemudian dapat mengakibatkan perubahan
pada warna kulit. Sindrom uremia juga mengakibatkan asidosis metabolik
yang dapat meningkatkan produksi asam di dalam tubuh dan
mengakibatkan penderita mengalami mual, muntah hingga gastritis akibat
iritasi lambung. Kelebihan komponen asam di dalam tubuh juga
mengakibatkan penderita bernapas dengan cepat dan pernapasan yang
dalam dan lambat (kusmaul), serta dalam keadaan berat, dapat
menyebabkan koma (Silbernagl & Lang, 2014).
Ginjal juga mengalami penurunan dalam mengeksresikan kalium,
sehingga penderita mengalami hiperkalemia. Hiperkalemia dapat
menyebabkan gangguan ritme jantung, dimana hal ini berkaitan dengan
keseimbangan ion-ion dalam jaringan otot yang mengatur elektrofisiologi
jantung. Pompa natrium kalium berperan penting dalam menjaga
keseimbangan proses bioelektrikal sel-sel pacu jantung. Penghantaran
listrik dalam jantung terganggu akibatnya terjadi penurunan COP
(Cardiac Output), sehingga mengakibatkan penurunan curah jantung dan
terganggunya aliran darah ke seluruh tubuh (Smeltzer & Bare, 2015).
Ginjal juga mengalami penurunan dalam memproduksi hormon
eritopoetin dimana tugas dari hormone tersebut yaitu untuk merangsang
sumsum tulang belakang dalam memproduksi sel darah merah. Hal ini
mengakibatkan produksi sel darah merah yang mengandung hemoglobin
menurun sehingga klien mengalami anemia. Sel darah merah juga
berfungsi dalam mengedarkan suplai oksigen dan nutrisi ke seluruh tubuh,
maka ketika sel darah merah mengalami penurunan, tubuh tidak
mendapatkan oksigen dan nutrisi yang cukup sehingga tubuh menjadi
lemas, tidak bertenaga, dan sesak (Smeltzer & Bare, 2015).
e) Manifestasi Klinis
Pada klien dengan penyakit ginjal kronis yang berakhir menjadi
gagal ginjal kronis (penyakit ginjal tahap akhir) akan memperlihatkan
beberapa manifestasi klinis. Keparahan tanda dan gejala juga bergantung
pada bagian dan tingkat kerusakan ginjal, kondisi lain yang mendasari.
Manifestasi klinis penyakit ginjal kronis sebagai berikut :
1. Manifestasi kardiovaskuler, mencakup hipertensi, yang diakibatkan
oleh retensi cairan dan natrium dari aktivasi sistem rennin-
angiostensin-aldosteron, gagal jantung kongestif, perikarditis yang
diakibatkan iritasi pada lapisan pericardium oleh toksik uremik,
edema pulmonal, edema periorbital, edema pada ekstremitas dan
pembesaran vena jugularis yang diakibatkan oleh cairan berlebih.
2. Pulmoner yaitu yang ditandai dengan krekels, sputum kental dan
liat, napas dangkal serta pernapasan kussmaul.
3. Gejala dermatologi/integumen yang sering mencakup gatal-gatal
hebat (pruritis) yang diakibatkan oleh penumpukan kristal ureum
dibawah kulit, saat ini jarang terjadi karena penanganan dini.
Warna kulit abu-abu mengkilat, kulit kering bersisik, ekimosis,
kulit kering dan bersisik, serta rambut menjadi tipis dan rapuh.
4. Gejala gastrointestinal juga sering terjadi, mencakup anoreksia,
mual, muntah, dan cegukan, penurunan aliran saliva, penurunan
kemampuan pengecapan dan penciuman, perdarahan pada saluran
GI, konstipasi dan diare.
5. Gejala neurologi mencakup kelemahan dan keletihan, perubahan
tingkat kesadaran, tidak mampu berkonsenterasi, kedutan otot,
kejang.
6. Gejala musculoskeletal mencakup kram otot, kekuatan otot hilang,
fraktur tulang dan foot drop.
7. Gejala reproduksi mencakup amenor dan atrofi testikuler (Smeltzer
& Bare, 2015).
f) Pemeriksaan Penunjang/Diagnostik
1. Pemeriksaan Laboraturium
Pemeriksaan laboraturium antara lain, hematologi: Melihat
konsentrasi hemoglobin dan hematokrit pada penderita penyakit ginjal
kronis, dimana biasanya penderita mengalami komplikasi berupa
anemia dimana terjadi penurunan kadar hemoglobin dan hematokrit di
dalam darah yang diakibatkan penurunan produksi eritropioetin,
penurunan usia sel maupun akibat dari perdarahan gastrointestinal.
Kimia darah : Dilakukan pemeriksaan kadar nitrogen dalam darah
(Blood Urea Nitrogen (BUN)), dan kreatinin serum, dimana pada
pemeriksaannya mengalami peningkatan di dalam darah yang
menandakan adanya penurunan dari fungsi ginjal dalam mengekskresi
kedua zat yang bersifat toksik di dalam tubuh. Kreatinin serum
merupakan indikator kuat bagi fungsi ginjal, dimana bila terjadi
peningkatan tiga kali lipat kreatinin, maka menandakan penurunan
fungsi ginjal sebesar 75%. Serum kreatinin juga digunakan dalam
memperkirakan LFG. Analisa Gas Darah (AGD) : Digunakan untuk
melihat adanya asidosis metabolik yang ditandai dengan penurunan
pH plasma (Smeltzer & Bare, 2015).
2. Pemeriksaan Urin
Dilakukan pemeriksaan urinalisis yaitu untuk melihat adanya sel darah
merah, protein, glukosa, dan leukosit di dalam urin. Pemeriksaan urin
juga untuk melihat volume urin yang biasanya < 400 ml/jam atau
oliguria atau urin tidak ada/anuria, perubahan warna urin bisa
disebabkan karena ada pus, darah, bakteri, lemak, partikel koloid,
miglobin, berat jenis < 1.015 menunjukkan gagal ginjal, osmolalitas <
350 menunjukkan kerusakan tubular (Corwin, 2009).
3. Pemeriksaan Radiologis
Terdapat beberapa pemeriksaan radiologi antara lain ; sistokopi
(melihat lesi pada kandung kemih dan batu), voiding
cystourethrography (kateterisasi kandung kemih yang digunakan
untuk melihat ukuran dan bentuk kandung kemih), ultrasound ginjal
(mengidentifikasi adanya kelainan pada ginjal diantaranya kelianan
struktural, batu ginjal, tumor, dan massa yang lain), urografi intravena
(melihat aliran pada glomerulus atau tubulus, refluks vesikouter, dan
batu), KUB foto (untuk menunjukkan ukuran ginjal), arteriogram
ginjal (mengkaji sirkulasi ginjal dan mengidentifikasi ekstravaskuler,
massa) (Corwin, 2009, Nuari, 2017).
g) Penatalaksanaan Medis
Mengingat bahwa fungsi ginjal yang rusak sangat sulit untuk
dikembalikan, maka tujuan penatalaksanaan adalah untuk mengoptimalkan
fungsi ginjal yang ada dan mempertahankan keseimbangan secara
maksimal untuk memperpanjang harapan hidup klien. Sebagai penyakit
yang kompleks, gagal ginjal kronis membutuhkan penatalaksanaan terpadu
dan serius sehingga akan meminimalisir komplikasi dan meningkatkan
harapan hidup klien (Prabowo & Pranata, 2014).
1. Penatalaksanaan Keperawatan
a. Optimalisasi dan pertahankan keseimbangan cairan dan garam
Pada beberapa pasien, furosemid dosis besar (250 - 1000
mg/hr) atau diuretik loop (bumetanid, asam etakrinat) diperlukan
untuk mencegah kelebihan cairan, sementara pasien lain mungkin
memerlukan suplemen natrium klorida atau natrium bikarbonat
oral. Pengawasan dilakukan melalui berat badan, urine dan
pencatatan keseimbangan cairan. Kontrol keseimbangan cairan
dapat dilakukan dengan rumus: BC = Intake/cairan masuk –
(Output/cairan keluar + IWL). Dikatakan seimbang apabila cairan
yang masuk sama dengan cairan yang keluar. Intake/cairan masuk
dimulai dari cairan infus, minum, kandungan cairan dalam
makanan pasien, volume obat-obatan, termasuk obat suntik, obat
yang di drip, albumin dll. Output/cairan keluar yaitu urin dalam 24
jam, jika pasien dipasang kateter maka hitung dalam ukuran di
urine bag, jka tidak terpasang maka pasien harus menampung
urinnya sendiri, biasanya ditampung di botol air mineral dengan
ukuran 1,5 liter, kemudian feses, adanya muntah, perdarahan,
cairan drainage, dan cairan NGT terbuka. IWL (Insensible Water
Loss) ialah jumlah cairan keluarnya tidak disadari dan sulit
dihitung, yaitu jumlah keringat dan uap hawa nafas. Penghitungan
IWL dilakukan dengan rumus: IWL = (15xkgBB)/24jam.

2. Penatalaksanaan Kolaboratif
a. Diet tinggi kalori dan rendah protein
Diet rendah protein (20 - 40 gr/hr) dan tinggi kalori
menghilangkan gejala anoreksia dan nausea (mual) dan uremia,
menyebabkan penurunan ureum dan perbaikan gejala. Hindari
masukan berlebihan dari kalium dan garam.
b. Kontrol hipertensi
Bila tidak dikontrol dapat terakselerasi dengan hasil akhir gagal
jantung kiri. Pada pasien hipertensi dengan penyakit ginjal,
keseimbangan garam dan cairan diatur tersendiri tanpa tergantung
tekanan darah.
c. Kontrol ketidakseimbangan elektrolit
Untuk mencegah hiperkalemia, hindari masukan kalium yang
besar, diuretik hemat kalium, obat-obatan yang berhubungan
dengan ekskresi kalium (misalnya, obat anti-inflamasi nonsteroid).
d. Mencegah penyakit tulang
Hiperfosfatemia dikontrol dengan obat yang mengikat fosfat
seperti aluminium hidroksida (300 -1800 mg) atau kalsium
karbonat (500-3000 mg) pada setiap makan.
e. Deteksi dini dan terapi infeksi
Pasien uremia harus diterapi sebagai pasien imonosupuratif dan
terapi lebih ketat.
f. Modifikasi terapi obat dengan fungsi ginjal
Banyak obat - obatan yang harus diturunkan dosisnya karena
metaboliknya toksik pada ginjal Misalnya: analgesic opiate.
Dialisis biasanya dilakukan pada gagal ginjal dengan gejala klinis
yang jelas meski telah dilakukan terapi konservatif atau terjadi
komplikasi.
g. Deteksi komplikasi
Pengawasan dengan ketat kemungkinan terjadi ensefalopati
uremia, perikarditis, neuropati perifer, hiperkalemia meningkat,
kelebihan volume cairan yang meningkat, infeksi yang mengancam
jiwa, kegagalan untuk bertahan, sehingga diperlukan dialisis.
h. Dialisis dan program transplantasi
Dialysis digunakan untuk mengeluarkan produk sisa cairan dan
uremik dari tubuh bila ginjal tidak mampu melakukanya.juga dapat
digunakan untuk mengobati klien dengan edema yang tidak
meresponpengobatan lain, hepatic, hiperkalemia, hiperkalsemia,
hipertensi, dan dialysis peritonial, untuk menggantikan ginjal yang
tidak berfungsi. Dialisis adalah pergerakan cairan dan butir-butir
(partikel) memlalui membaran semipermeabel. Dialisis adalah
suatu tindakan yang dapat memulihkan keseimbangan cairan dan
elektrolit, mengendalikan keseimbangan asam-basa, dan
mengeluarkan sisa metabolisme dan bahan dari tubuh.
i. Manajemen asidosis metabolic
Terapi farmakologi yang digunakan untuk penderita PGK
dengan asidosis metabolik adalah pemberian Natrium bikarbonat.
Penurunan asupan protein dapat memperbaiki keadaan asidosis,
tetapi bila kadar bikarbonat serum kurang dari15 mEq/L, beberapa
ahli nefrologi memberikan terapi alkali, baik natrium bikarbonat
maupun natrium sitrat pada dosis 1 mEq/kg/ hari secara oral. Bila
asidosis berat, maka akan diterapi dengan pemberian Natrium
bikarbonat secara parenteral (Price and Wilson, 2006). Menurut
Matzke and Palevsky (2005) Natrium bikarbonat diberikan secara
oral jika kadar bikarbonat darah 12 - 20 mmol/L dan pH darah 7,20
- 7,40. Jika kadar bikarbonat darah <12 mmol/L dan pH darah
<7,20 maka natrium bikarbonat diberikan secara Intravena (IV).
Pemberian Natrium bikarbonat secara IV merupakan terapi yang
sangat penting untuk pasien asidosis metabolik. Pemberian
Natrium bikarbonat secara iv bolus lebih signifikan dibandingkan
secara iv drip dalam meningkatkan pH darah dan serum
bikarbonat. Menurut Ortega and Arora (2012) membuktikan bahwa
pemberian suplementasi bikarbonat pada pasien gagal ginjal kronik
dengan asidosis metabolik merupakan pilihan terapi yang mudah
diterapkan, ekonomis, dan hampir tidak ada efek samping. Terapi
alkali dapat melindungi perkembangan penyakit ginjal kronis,
terutama pada tahap serum bikarbonat normal.
3. Penatalaksanaan sesuai dan seiring dengan perburukan penyakit
menurut Corwin pada tahun 2009, antara lain :
a. Untuk PGK stadium 1, 2, dan 3 tujuan pengobatan adalah
memperlambat kerusakan ginjal lebih lanjut, terutama dengan
membatasi aspan protein dan pemberian obat-obat anti hipertensi.
Inhibitor enzim pengubah-angiotensin (ACE) terutama membantu
dalam memperlambat perburukan.
b. Renal Anemia Management Period, RAMP diajukan karena
adanya hubungan antara gagal jantung kongestif da anemia terkait
dengan penyakit gagal ginjal kronis. RAMP adalah batasan waktu
setelah suatu awitan penyakit ginjal kronis saat diagnosis dini dan
pengobatan anemia memperlambat progresi penyakit ginjal,
memperlambat komplikasi kardiovaskular, dan memperbaiki
kualitas hidup. Pengobatan anemia dilakukan dengan memberikan
eritropoitein manusia rekombinan (rHuEPO). Obat ini terbukti
secara dramatis memperbaiki fungsi jantung secara bermakna.
c. Pada stadium lanjut, terapi ditujukan untuk mengoreksi
ketidakseimbangan cairan dan elektrolit.
d. Pada penyakit stadium akhir, terapi berupa dialysis atau
transplantasi ginjal.
e. Pada semua stadium, pencegahan infeksi perlu dilakukan.
h) Komplikasi
1. Pada gagal ginjal progresif, terjadi beban volume,
ketidakseimbangan elektrolit, asidosis metabolik, azotemia, dan
uremia.
2. Pada penyakit ginjal stadium 5 (penyakit ginjal tahap akhir), terjadi
azotemia dan uremia berat. Asidosis metabolik memburuk, yang
secara mencolok merangsang kecepatan pernapasan.
3. Hipertensi, anemia, osteodistrofi, hiperkalemia, enselopati uremik,
dan pruritus (gatal) adalah komplikasi yang sering terjadi.
4. Penurunan pembentukan eritropoietin yang dapat menyebabkan
sindrom anemia kardiorenal, dan penyakit ginjal yang akhirnya
dapat menyebabkan peningkatan morbiditas dan mortalitas.
5. Dapat terjadi gagal jantung kongestif.
6. Tanpa pengobatan dapat terjadi koma dan kematian (Corwin,
2009).

B. TINJAUAN ASKEP
1. Pengkajian
Proses keperawatan adalah kegiatan yang dilakukan secara sistemat
is untuk menentukan masalah klien, membuat perencanaan, untuk menga
tasi, serta pelaksanaan dan evaluasi keberhasilan secara efektif, terhadap
masalah yang diatasinya. Proses keperawatan pada dasarnya adalah meto
de pelaksanaan asuhan keperawatan yang sistematis yang berfokus pada r
espon manusia secara individu, kelompok dan masyarakat terhadap perub
ahan kesehatan baik actual maupun potesial. Proses keperawatan terdiri d
ari 5 tahap yaitu: pengkajian, diagnose, perencanaan, implementasi, dan e
valuasi, dimana masing-masing tahap saling berkaitan dan berkesinambu
ngan dengan satu sama lain.
a. Pengumpulan Data Awal
1) Identitas klien
Terdiri dari nama, no. rekam medis, tanggal lahir, umur, agama, j
enis kelamin, pekerjaan, status perkawinan, alamat, tanggal masu
k, diagnosa medis dan nama identitas penanggung jawab meliput
i : nama, umur, hubungan dengan pasien, pekerjaan dan alamat.
b. Pengumpulan Data Dasar

1) Keluhan utama

Biasanya Klien datang dengan keluhan utama yang didapat


bervariasi, mulai dari urine output sedikit sampai tidak dapat BAK,
gelisah sampai penurunan kesadaran, tidak selera makan
(anoreksi), mual, muntah, mulut terasa kering, rasa lelah, napas
berbau (ureum), dan gatal pada kulit (Muttaqin, 2011).
2) Riwayat Kesehatan Sekarang
Biasanya terjadi penurunan urine output, penurunan kesadaran,
perubahan pola napas, kelemahan fisik, adanya perubahan kulit,
adanya napas berbau ammonia, dan perubahan pemenuhan nutrisi.
Kemana saja klien meminta pertolongan untuk mengatasi masalah
dan mendapat pengobatan apa (Muttaqin, 2011).
3) Riwayat Kesehatan Dahulu
Biasanya ada riwayat penyakit gagal ginjal gagal akut, infeksi
saluran kemih, payah jantung, pengguanaan obat-obat nefrotoksik.
Benign Prostatic Hyperplasia, dan prostatektomi. Dan biasanya
adanya riwayat penyakit batu saluran kemih, infeksi system
perkemihan yang berulang, penyakit diabetes mellitus, dan
penyakit hipertensi pada masa sebelumnya yang menjadi presdiposi
penyebab. Penting untuk dikaji mengenai riwayat pemakaian obat-
obatan masa lalu dan adanya riwayat alergi terhadap jenis obat
kemudian dokumentasikan (Muttaqin, 2011).
4) Riwayat Kesehatan Keluarga
Biasanya klien mempunyai anggota keluarga yang pernah
menderita penyakit yang sama dengan klien yaitu CKD, maupun
penyakit diabetes mellitus dan hipertensi yang bisa menjadi faktor
pencetus terjadinya penyakit CKD.
c. Pola-Pola Aktivitas Sehari-Hari ( Virginia Handerson)
1. Pernafasan
Gejala: nafas pendek, dyspenia, nocturnal paroksimal, batuk
dengan atau tampa sputum kental dan banyak.
Gejala : riwayat hipertensi lama atau berat, palpitasi, nyeri dada
(angina).
Tanda: hipertensi, nadi kuat, edema jaringan umumdan pitting pada
kaki, telapak tangan, disritmia jantung, nadi lemah halus, hipotensi,
ortostatik menunjukkan hipovolemia, yang jarang pada penyakit
tahap akhir, pucat, kulit coklat kehijauan, kuning, kecendrungan
perdarahan.
2. Pola nutrisi Makan / Minum
Gejala: peningkatan berat badan cepat (edema), penurunan berat
badan (malnutrisi). Anoreksia, nyeri ulu hati, mual/muntah, rasa
tidak sedap pada mulut (pernafasan ammonia).
Tanda: distensi abdomen, pembesaran hati, perubahan turgor kulit
edema, ulserasi gusi, perdarahan gusi/lidah, penurunan otot,
penurunan lemak sub kutan, penampilan tidak bertenaga.
3. Pola eliminasi
Gejala : penurunan frekuensi urin, oliguria, anuria
(gagal tahap lanjut, abdomen kembung, diare atau konstipasi.
Tand: perubahan warna urin, contoh: kuning pekat, merah, coklat
berawan, oliguria , dapat menjadi anuria.
4. Pola Gerak dan aktivitas
Gejala: kelelahan ekstrem, kelemahan, malaise. Gangguan tidur
(insomnia/gelisah atau samnolen).
Tanda : kelemahan otot, kehilangan tonus, penurunan rentang
gerak.
5. Istirahat dan tidur
Kaji kebiasaan tidur, berapa lama tidur siang dan malam, apakah
ada masalah yang berhubungan dengan pola istirahat tidur, akan
ditemukan gangguan pola tidur akibat dari manifestasi gagal ginjal
kronik seperti nyeri panggul, kram otot, nyeri kaki, demam, dan
lain-lain.
6. Kebersihan diri
Kaji kebersihan diri klien seperti mandi, gosok gigi, cuci rambut,
dan memotong kuku. Pada pasien gagal ginjal kronik akan
dianjurkan untuk tirah baring sehingga memerlukan bantuan dalam
kebersihan diri.
7. Pengaturan Suhu Tubuh
Kaji suhu tubuh pasien apakah mengalami hipertermi atau
hipotermi. Pengkajian ini dapat menentukan indikasi pasien
mengalami resiko infeksi.
8. Nyeri/kenyamanan
Gejala: nyeri panggul, sakit kepala, kram otot/ nyeri kaku
(memburuk saat malam hari)
Tanda: perlu berhati-hati, distraksi, gelisah.
9. Keamanan (Rasa Aman)
Gejala: kulit gatal, ada/berulangnya infeksi.
Tanda: pruritus, demam (sepsis, dehidrasi), normotemia dapat
secara actual terjadi peningkatan pada pasien yang mengalami suhu
tubuh lebih rendah dari normal (depresi respons imun), petekie,
area ekimosis pada kulit.
10. Data Sosial
Kaji bagaimana interaksi sosial pasien dengan pasien yang lain dan
juga keluarga apakah harmonis atau bagaimana.
11. Prestasi dan Produktivitas
Kaji produtivitas dan juga kegiatan pasien selama hd atau setelah
HD
12. Rekreasi
Kaji bagaimana rekreasi pasien selama sakit dan selama rutin HD.
13. pembelajaran
Gejala: riwayat DM keluarga (risiko tinggi untuk gagal ginjal),
penyakit polikistik, nefitis herediter, kulkulus urinaria, malignansi.
Riwayat terpajan pada toksin, contoh obat, rancun lingkungan.
Penggunaan antibiotic nefrotoksik saat ini/berulang.
14. Ibadah
Kaji apa kepercayaan yang di anut pasien dan bagaiman ibdahnya
selama pasien sakit atau menjalani HD (Hemodialisa).

d. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan Umum dan TTV
a. Keadaan umum klien lemah, letih dan terlihat sakit berat
b. Tingakat kesadaran klien menurun sesuai dengan tingkat uremia
dimana dapat mempengaruhi system saraf pusat
c. TTV : RR meningkat, tekanan darah didapati adanya hipertensi
2. Kepala

a) Rambut : Biasanya klien berambut tipis dan kasar, klien sering


sakit, kepala, kuku rapuh dan tipis.
b) Wajah : Biasanya klien berwajah pucat

c) Mata : Biasanya mata klien memerah, penglihatan kabur,


konjungtiva an emis, dan sclera tidak ikterik.
d) Hidung : Biasanya tidak ada pembengkakkan polip dan klien
bernafas pe ndek dan kusmaul
e) Bibir: Biasanya terdapat peradangan mukosa mulut, ulserasi gusi,
perdara han gusi, dan napas berbau
f) Gigi : Biasanya tidak terdapat karies pada gigi.

g) Lidah : Biasanya tidak terjadi perdarahan

3. Leher: Biasanya tidak terjadi pembesaran kelenjar tyroid atau kelenjar


getah bening
4. Dada / Thorak
Inspeksi: Biasanya klien dengan napas pendek, pernapasan kusmaul
(cepat/dalam)
Palpasi : Biasanya fremitus kiri dan kanan
Perkusi : Biasanya Sonor
Auskultasi : Biasanya vesicular

5. Abdomen
Inspeksi: Biasanya terjadi distensi abdomen, acites atau penumpukan
cairan
Auskultasi: Biasanya bising usus normal, berkisar antara 5-35
kali/menit
Palpasi : Biasanya acites, nyeri tekan pada bagian pinggang, dan adanya
pembesaran hepar pada stadium akhir.

Perkusi : Biasanya terdengar pekak karena terjadinya acites.


6. Genitourinaria
Inspeksi: kaji apakah ada luka di bagian alat genetalia
Palpasi: kaji apakah ada nyeri tekan atau tidak, apakah ada pembesaran
skrotum (laki-laki)
7. Ekstremitas
Inspeksi: Kaji apakah dibagian ekremitas ada luka, atau gatal-gatal,
oedema pada ekstermitas, kram otot, kelemahan pada tungkai, rasa
panas pada telapak kaki, keterbatasan gerak sendi.
Palpasi: Kaji apakah ada nyeri tekan atau tidak.
8. Sistem Integumen
Inspeksi: Kaji warna kulit abu-abu, kulit gatal, kering dan bersisik
adanya area ekimosis pada kulit.
9. Sistem Neurologi
Biasanya terjadi gangguan status mental seperti penurunan lapang
perhatian, ketidakmampuan konsentrasi, kehilangan memori, penurunan
tingkat kesadaran, disfungsi serebral, seperti perubahan proses piker
dan disorientasi. Klien sering didapati kejang, dan adanya neuropati
perifer (Muntaqqin, 2011).

e. Pemeriksaan Penunjang
1. Urine
a. Volume
Kurang dari 400 ml/24 jam (oliguria) atau urine tidak ada (anuria)
b. Warna : biasanya didapati urine keruh disebabkan oleh pus,
bakteri, lem ak, partikel koloid, fosfat atau urat.
c. Berat jenis : kurang dari 1,015 (menetap pada 1,010 menunjukkan
kerus akan ginjal berat).
d. Osmolalitas : kurang dari 350 m0sm/kg (menunjukkan kerusakan
tubular)
e. Klirens Kreatinin : agak sedikit menurun.
f. Natrium : lebih dari 40 mEq/L, karena ginjal tidak mampu
mereabsorpsi natrium.
g. Proteinuri : terjadi peningkatan protein dalam urine (3-4+)
2. Darah
a. Kadar ureum dalam darah (BUN) : meningkat dari normal.
b. Kreatinin : meningkat sampai 10 mg/dl (Normal : 0,5-1,5 mg/dl).
c. Hitung darah lengkap
- Ht : menurun akibat anemia
- Hb : biasanya kurang dari 7-8 g/dl
3. Ultrasono Ginjal : menetukan ukuran ginjal dan adanya massa,
kista,obstrus i pada saluran kemih bagian atas.
4. Pielogram retrograde : menunjukkan abnormalitas pelvis ginjal dan
ureter
5. Endoskopi ginjal : untuk menentukan pelvis ginjal, keluar batu,
hematuria d anpengangkatan tumor selektif
6. Elektrokardiogram (EKG): mungkin abnormal menunjukkan
ketidakseimba ngan elektrolit dan asam/basa.
7. Menghitung laju filtrasi glomerulus : normalnya lebih kurang
125ml/menit, 1 jam dibentuk 7,5 liter, 1 hari dibentuk 180 liter
(Haryono, 2013).
2. Hemodialisa
1) Pengertian Hemodialisa
Hemodialisa Hemodialisa berasal dari bahas Yunani hemo berarti
darah dan dialisis berarti pemisahan atau filtrasi. Secara klinis
hemodialisis adalah suatu proses pemisahan zat-zat tertentu (toksik) dari
darah melalui membran semipermeabel buatan (artificial) di dalam ginjal
buatan yang disebut dialiser, dan selanjutnya dibuang melalui cairan
dialisis yang disebut dialisat. Hemodialisa merupakan suat membrane atau
selaput semi permiabel. Membrane ini dapat dilalui oleh air dan zat
tertentu atau zat sampah. proses ini disebut dialysis yaitu roses
perpindahanya air atau zat, bahan melalui membrane semi permiabel.
terapi hemodialisa merupakan teknologi tinggi sebagai terapi pengganti
untuk mengeluarkan sisa-sisa metabolism atau racun tertentu dari
peredaran darah manusuia seperti air, natrium, kalium, hidroobjekitf.
(Koeswa, 2009)
Bagi penderita gagal ginjal kronis, hemodialisa akan mencegah
kematian. Namun demikian, hemodialisa tidak menyembuhkan atau
memulihkan penyakit ginjal dan tidak mampu mengimbangi hilangnya
aktivitas metabolik atau endokrin yang dilaksanakan ginjal dan dampak
dari gagal ginjal serta terapinya terhadap kualitas hidup pasien (Smeltzer
& Bare, 2012).
2) Tujuan Hemodialisa
a) Mengeluarkan sisa-sisa metabolisme protein (toksin uremia)
b) Memperbaiki keseimbangan cairan, elektrolit dan asam basa.
c) Menjaga fungsi ginjal bila terjadi obstruksi
d) Untuk membersihkan nitrogen sebagai sampah metabolisme
3) Indikasi dan Kontraindikasi

Indikasi :
a) Klien dengan syndrome uremik/azotemia (gagal ginjal akut
dan kronik), ureum > 200 mg/dl dan kreatinin > 1,5 mg/dl
b) Hiperkalemia,kadar kalium > 5,0 mEq/L
c) Asidosis, pH darah < 7,1
d) Kelebihan cairan
e) Dehidrasi berat
f) Keracunan barbiturate
g) Leptospirosis
h) Gagal ginjal kronik yang dipersiapkan untuk transpantasi
ginjal.
i) Dialisis pre operatif.
Kontraindikasi :
Tidak ada kontraindikasi absolut untuk terapi dialisis, akan tetapi
manfaat terapi dialisis perlu dipertimbangkan lagi pada pasien dengan
sindrom hepato – renal, sirosishepatis yang lanjut dengan ensefalopati dan
pada keganasan lanjut.
4) Prinsip Hemodialisa
Menempatkan darah disampingan dengan cairan dialisat, dipisahkan
oleh suatu membran (selaput tipis ) yang disebut membrane semi
permeabel. Membrane dapat dilalui oleh air dan zat tertentu (zat sampah)
sesuai dengan besar molekulnya. Proses ini disebut dialisis yaitu
pemisahan air dan zat tertentu dari kompartemen darah ke kompartemen
dialisat atau sebaliknya dari kompartemen dialisat ke kompartemen darah,
melalui membrane semi permeabel.
5) Mekanisme Perpindahan Hemodialisa
Mekanisme perpindahan ditentukan oleh 3 proses, yaitu:
a. Difusi
Berpindahnya suatu zat (solute) karena tenaga yang ditimbulkan oleh
keadaan kadar zat (konsentrasi) di dalam darah dan dializat yaitu
makin tinggi kadar zat dalam darah makin banyak yang dipindahkan
ke dializat. Kecepatan perpindahan darah dipengaruhi oleh:
1. Konsentrasi
2. Berat molekul
3. QB dan QD
4. Luas permukaan membrane
5. Permeabilitas membrane
b. Ultrafiltrasi
Berpindahnya air dan zat melalui membran semi permeabel akibat
tekanan hidrostatik yang bekerja pada membrane atau perbedaan
tekanan hidrostatik di dalam kompartemen darah dan kompartemen
dialisat. Perpindahan dan kecepatan ini dipengaruhi oleh :
1. TMP (trans membrane pressure)
2. Luas permukaan membrane
3. KUF (koefisien Ultra Filtrasi
4. QB dab QD
c. Osmosis
Perpindahan air oleh karena kimiawi, yaitu karena perbedaan
osmolalitas darah dan dialisat.
6) Komponen Utama Hemodialisa
Komponen utama hemodialisa terdiri dari 3 komponen, yaitu:
1. Sirkulasi Darah
Adalah sirkulasi yang memberikan darah dari tubuh melalui
jarum atau kanula arteri dengan bantuan pompa darah (blood pump) ke
kompartemen darah dengan kecepatan aliran darah QB kemudian
darah dikembalikan ke dalam tubuh melalui jarum/kanula vena.
Sirkulasi darah ada 2 bagian besar, yaitu:
a. Saluran arteri (arteri line) atau in let set yaitu: saluran sirkulasi
darah sebelum dializer yang berwarna merah (ABL)
b. Saluran vena ( vena line) atauout let set yaitu: saluran sirkulasi
darah sesudah dialyzer yang berwarna biru (AVL)
2. Sirkulasi Cairan Dialisat
Dialisat adalah cairan yang digunakan untuk proses hemodialisa,
berada dalam kompartemen dialisat, bersebrangan dengan
kompartemen darah dengan bantuan pompa dialisat, ada 2 jenis dialisat
yaitu:
a. Asetat (acetat)
b. Bikarbonat (bicarbonate)
3. Dializer (Gb)
Dializer adalah suatu alat yang digunakan untuk mengeluarkan sampah
hasil metabolism tubuh atau zat toksik lainnya dari dalam tubuh.
Dializer merupakan suatu kotak atau tabung tertutup yang dibagi atas 2
ruangan atau kompartemen oleh suatu membran (selaput tipis) semi
permeabel yaitu kompartemen dialisat dan kompartemen darah dan
mempunyai 4 jalan masuk/keluar, 2 buah berhubungan dengan
kompartemen darah dan 2 buah lagi berhubungan dengan
kompartemen dialisat.
7) Komplikasi

a. Hipotensi : dapat terjadi selama dialysis karena cairan dikeluarkan


dari tubuh dan kelelahan penarikan cairan
b. Emboli udara : dapat terjadi bila udara memasuki sitem vaskuler
pasien
c. Nyeri dada: dapat terjadi bila tekanan CO2 menurun bersama dengan
terjadinya sirkulasi darah di luar tubuh
d. Kram otot : terjadi ketika cairan elektrolit dengan cepat meninggalkan
cairan eksternal
Penanganan komplikasi HD:
1. Hipotensi : meningkatkan BB pasien sebelum HD kemudian
membandingkan antara BB pre HD dengan post HD terakhir untuk
menentukan jumlah cairan yang akan dikeluarkan
2. Emboli udara : penanganan dengan mengeluarkan udara dari dalam
otot – otot HD tidak boleh ada udara yang masuk dalam alat HD dan
sebelum alat dipasang pada pasien maka alat dibilas dulu dengan NaCl
0,9% sekaligus untuk mendorong udara keluar, udara harus
dikeluarkan dari alat dan tidak boleh masuk ke dalam vaskuler pasien
karena dapat menimbulkan emboli.
3. Kram otot : bagian tubuh yang mengalami kram dipijat agar menjadi
lemas, pasien dianjurkan untuk relaks agar otot-otot yang kram bisa
lemas dengan cepat setelah dipijat.
4. Nyeri dada : nyeri disebabkan QB, tapi darah yang masuk dalam tubuh
lambat penanganannya dengan menurunkan QB.
5. Mual muntah : pasien diajarkan teknik relaksasi nafas dalam yang
dapat membantu merilekskan diri dan mengurangi rasa mual pasien

2. Diagnosa Keperawatan
Pre Hemodialisa
a. Risiko penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan
irama jantung, perubahan frekuensi jantung, perubahan kontraktilitas,
perubahan preload, perubahan afterload.
b. Perfusi perifer tidak efektif berhubungan dengan Hiperglikemia,
penurunan konsentrasi hemoglobin, penurunan aliran arter/vena,
peningkatan tekanan darah, Kekurangan volume cairan, Kurang
terpapar informasi tentang faktor pemberat, kurang terpapar informasi
tentang proses penyakit, Kurang aktivitas fisik.
c. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan Depresi pusat
pernafasan, Hambatan upaya nafas, Deformitas dinding dada,
Deformitas tulang dada, Gangguan neuromuscular, gangguan
neurologis, imaturitas neurologis, penurunan energi, obesitas, posisi
tubuh yang menghambat, sindrom hipoventilasi, kerusakan inervasi
diafragma, cedera pada medulla spinalis, efek agen farmakologis,
kecemasan.
d. Hipervolemia berhubungan dengan gangguan mekanisme regulasi,
kelebihan asupan cairan, kelebihan asupan nutrisi, gangguan aliran
balik vena, efek agen farmakologis.
e. Defisit nutrisi berhubungan dengan Ketidakmampuan menelan
makanan, ketidakmapuan mencerna makanan, ketidakmampuan
mengabsorbsi nutrient, peningkatan kebutuhan metabolism, faktor
ekonomi, faktor psikologi
f. Ansietas berhubungan dengan krisis situasional, kebutuhan tidak
terpenuhi, krisis maturasional, ancaman terhadap konsep diri,
ancaman terhadap kematian, kekhawatiran mengalami kegagalan,
disfungsi sistem keluarga, faktor keturunan, terpapar bahaya
lingkungan, kurang terpapar informasi.
g. Gangguan integritas kulit berhubungan denganperubahan sirkulasi,
perubahan status nutrisi, kekurangan/kelebihan volume cairan,
penurunan mobilitas, suhu lingkungan yang ekstrem, proses penuaan,
neuropati perifer, perubahan pigmentasi, perubahan hormonal, kurang
terpapar informasi.
Intra Hemodialisa
a. Resiko cedera berhubungan dengan terpapar patogen, terpapar zat
kimia toksik, terpapar agen nosocomial, ketidakamanan transportasi,
perubahan sensai, disfungsi autoimun, hipoksia jaringan, perubahan
fungsi psikomotor, perubahan fungsi kongnitif.
b. Risiko perdarahan berhubungan dengan anuerisma, sirosis hepatitis,
ulkus lambung, varises, tindakan pembedahan, kanker, trauma.
Post Hemodialisa
a. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara
suplai dan kebutuhan oksigen, tirah baring, kelemahaan, imobilitas,
gaya hidup monoton.
b. Resiko Infeksi berhubungan dengan penyakit kronis, efek prosedur
invasive, malnutrisi, peningkatan paparan organisme patogen
lingkungan, ketidakaekuatan pertahanan tubuh sekunder,
ketidakaekuatan pertahanan tubuh primer.
3.INTERVENSI KEPERAWATAN

Pre Hemodialisa

No Diagnosa Tujuan & Kriteria Intervensi Rasional


Hasil

1. Risiko penurunan curah jantung Setelah dilakukan Perawatan Jantung 1. Mengetahui adanya tanda
berhubungan dengan faktor risiko tindakan keperawatan dan gejala hypervolemia
Observasi :
selama …x.. jam, pada pasien
1. Hiperglikemia,
diharapakan curah 1. Identifikasi 2. Mengetahui adanya tanda
2. Penurunan konsentrasi
jantung pasien tanda/gejala primer dan gejala penurunan
hemoglobin,
meningkat dengan penurunan curah curah jantung
3. Peningkatan tekanan darah,
kriteria hasil : jantung (meliputi 3. Untuk mengetahui adanya
4. Kekurangan volume cairan,
1. Kekuatan nadi perifer dyspnea, kelelahan, tanda dan gejala tekanan
5. Penurunan aliran arteri dan
meningkat edema, ortopnea, darah agar cepat diberikan
atau vena,
2. Ejection fraction paroxysmal nocturnal penanganan
6. Kurang terpapar informasi
(EF) meningkat dyspnea, peningkatan 4. Mengetahui
tentang faktor pemberat (mis.
3. Cardiac index (CI) CVP) keseimbangan cairan
Merokok, gaya hidup monoton,
meningkat 2. Identifikasi pasien
trauma, obesitas, asupan
4. Left ventricular tanda/gejala sekunder 5. Mengetahui adanya
garam, imobilitas),
stroke work index penurunan curah penambahan atau
7. Kurang terpapar informasi
(LVSWI) meningkat jantung (meliputi pengurangan berat badan
tentang proses penyakit (mis.
5. Stroke volume index peningkatan pasien
Diabetes mellitus,
(SVI) meningkat 3. Monitor tekanan 6. Untuk mengetahui
hyperlipidemia), 6. Palpitasi menurun darah (termasuk saturasi oksigen pada
8. Kurang aktivitas fisik. 7. Bradikardia menurun tekanan darah pasien agar diberikan
8. Takikardia menurun ortostatik, jika perlu) penanganan lebih cepat
9. Gambaran EKG 4. Monitor intake dan 7. Untuk mengetahui tingkat
artimia menurun output cairan nyeri yang dirasakan
10. Lelah menurun 5. Monitor berat badan pasien
11. Edema menurun setiap hari pada waktu 8. Untuk mengetahui
12. Distensi vena yang sama perkembangan penyakit
jugularis menurun 6. Monitor saturasi pasien
13. Dispnea menurun oksigen 9. Untuk mengetahui irama
14. Oliguria menurun 7. Monitor keluhan nyeri dan frekuensi pada
15. Pucat/sianosis dada (mis. Intensitas, jantung pasien jika
menurun lokasi, radiasi, durasi, terdapat masalah agar
16. Paroxysmal presivitasi yang diberikan penanganan
nocturnal dyspnea mengurangi nyeri) segera
(PND) menurun 8. Monitor EKG 12 10. Untuk mengetahui nilai
17. Ortopnea menurun sadapoan jantung pasien dan agar
18. Batuk menurun 9. Monitor aritmia diberikan penanganan
19. Suara jantung S3 (kelainan irama dan secara cepat dan tepat
menurun frekuensi) 11. Agar mengetahui
20. Suara jantung S4 10. Monitor nilai perkembangan
menurun laboratorium jantung 12. Agar mengetahui
21. Murmur jantung (mis. Elektrolit, enzim perbedaan tekanan darah
menurun jantung, BNP, Ntpro- sebelum dan sesudah
BNP) aktivitas supaya bisa
22. Berat badan menurun 11. Monitor fungsi alat diberikan intervensi
23. Hepatomegali pacu jantung lanjutan yang lebih tepat.
menurun 12. Periksa tekanan darah 13. Agar tidak ada komplikasi
24. Pulmonary vascular dan frekuensi nadi setelah pemberian obat.
resistance (PVR) sebelum dan sesudah 14. Agar peredaran darah
menurun aktifitas pasien lancar
25. Systemic vascular 13. Periksa tekanan darah 15. Untuk mempercepat
resitance menurun dan frekuensi nadi proses penyembuhan pada
26. Tekanan darah sebelum pemberian pasien
membaik obat (mis. 16. Untuk pencegahan
27. Capillary refill time Betablocker, thrombosis vena
(CRT) membaik ACEinhibitor, 17. Gaya hidup yang sehat
28. Pulmonary artery calcium channel akan mempercepat proses
wedge membaik blocker, digoksin) pemulihan pasien
18. Latihan pernafasan dalam
Pressure (PAWP) Nursing
agar pasien lebih rileks
central venous pressure treatment/Terapeutik : 19. Agar pasien lebih
membaik 14. Posisikan pasien semangat
semi-fowler atau 20. Agar pasien nyaman
fowler dengan kaki dalam bernafas
kebawah atau posisi 21. Untuk melatih otot-oto
nyaman pasien
15. Berikan diet jantung 22. Untuk memperkuat
yang sesuai (mis. kekuatan oto pasien
Batasi asupan kafein, 23. Agar penyakit pasien
natrium, kolestrol, tidak bertambah parah
dan makanan tinggi 24. Agar keluarga dan pasien
lemak) mengetahui dan bisa
16. Gunakan stocking melaporkan jika terdapat
elastis atau pneumatik kelebihan maupun
intermiten, sesuai kekurangan cairan
indikasi 25. Untuk mengatasi irama
17. Fasilitasi pasien dan jantung yang tidak teratur
keluarga untuk
Untuk mendapatkan
modifikasi hidup
sehat penanganan yang lebih detail.
18. Berikan terapi
relaksasi untuk
mengurangi stres, jika
perlu
19. Berikan dukungan
emosional dan
spiritual
20. Berikan oksigen
untuk
memepertahankan
saturasi oksigen
>94%
Edukasi :
21. Anjurkan beraktivitas
fisik sesuai toleransi
22. Anjurkan beraktivitas
fisik secara bertahap
23. Anjurkan berhenti
merokok
24. Ajarkan pasien dan
keluarga mengukur
berat badan harian
25. Ajarkan pasien dan
keluarga mengukur
intake dan output
cairan harian
Kolaborasi :
26. Kolaborasi pemberian
antiaritmia, jika perlu
Rujuk ke program
rehabilitasi jantung

2. Perfusi perifer tidak efektif Setelah dilakukan Perawatan Sirkulasi 1. Untuk mengetahui
berhubungan dengan tindakan keperawatan keefektifan intervensi dan
1. Perubahan afterload, selama …x… jam, Observasi : perkembangan pasien
2. Perubahan frekuensi jantung, diharapkan perfusi 2. Menetapkan kemampuan
1. Periksa sirkulasi
3. Perubahan irama jantung, jaringan perifer kebutuhan pasien dan
perifer (mis. nadi
4. Perubahan kontraktilitas, meningkat dengan memudahkan pilihan
perifer, edema,
5. Perubahan preload. kriteria hasil : intervensi
pengisian kapiler,
1. Denyut nadi perifer 3. Jika ada permasalahan
Ditandai dengan : warna, suhu, ankle-
meningkat gawat bisa segera diatasi
brachial index)
Gejala dan tanda mayor 2. Penyembuhan luka 4. Agar tidak menambah
2. Identifikasi faktor
meningkat perburukan kondisi
DS : tidak tersedia resiko gangguan
3. Sensasi meningkat paasien
sirkulasi (mis.
DO : 4. Warna kulit pucat 5. k
diabetes perokok,
menurun 6. Untuk melindungi bagian
- Pengisian kapiler >3 detik orang tua, hipertensi
5. Edema perifer cedera pasien
- Nadi perifer menurun atau dan kadar kolesterol
menurun 7. Untuk mecegah
tidak teraba tinggi)
6. Nyeri ekstremitas kontaminasi kuman,
- Akral teraba dingin 3. Monitor panas,
menurun bakteri maupun virus
- Warna kulit pucat kemerahan, nyeri atau
7. Parastesia menurun yang ingin menyerang
- Turgor kulit menurun bengkak pada
8. Kelemahan otot tubuh pasien
ekstremitas
Gejala tanda minor menurun 8. Agar memudahkan untuk
9. Kram otot menurun Terapeutik : mengecek CRT pasien
DS :
10. Bruit femoralis 9. l
4. Hindari pemasangan
- Parastesia menurun 10. Untuk lebih melancarkan
infus atau
- Nyeri ekstremitas 11. Nekrosis menurun sirukulasi pernafasan
pengambilan darah di
12. Pengisian kapiler pasien
area keterbatasan
membaik 11. Untuk meningatkan
DO : 13. Akral membaik perfusi energy pada tubuh pasien
14. Turgor kulit membaik 5. Hindari pengukuran 12. Untuk menghindari kulit
- Edema
15. Tekanan darah tekanan darah pada kemerahan ataupun
- Penyembuhan luka lambat
sistolik membaik ekstremitas dengan terbakar
- Bruit femoral
16. Tekanan darah keterbatasan perfusi 13. Untuk mmepercepat
diastolic membaik 6. Hindari penekanan proses penyembuhan
17. Terkanan arteri rata- dan pemasangan 14. Untuk mengontrol
rata membaik tourniquet pada area tekanan darah
18. Indeks ankle- yang cedera 15. Agar kondisi pasien tidak
brachial membaik 7. Lakukan pencegahan memburuk
infeksi 16. Agar tubuh pasien tetap
8. Lakukan perawatan lembab dan tidak kering
kaki dan kuku 17. Untuk meningkatkan
9. Lakukan hidrasi proses penyembuhan pada
pasien
Edukasi :
18. Untuk memperbaikan
10. Anjurkan berhenti sirkulasi pasien
merokok
Agar dapat menentukan
11. Anjurkan berolahraga
rutin intervensi secara cepat dan
12. Anjurkan mengecek masalah dapat diatasi
air mandi untuk
menghindari kulit
terbakar
13. Anjurkan
menggunakan obat
penurun tekanan
darah, antikoagulan
dan penurun
kolesterol, jika perlu
14. Anjurkan minum obat
pengontrol tekanan
darah secara teratur
15. Anjurkan
menghindari
penggunaan obat
penyekat bata
16. Anjurkan melakukan
perawatan kulit yang
tepat (mis.
melembabkan kulit
kering pada kaki)
17. Anjurkan program
rehabilitasi vaskuler
18. Ajarkan program diet
untuk memperbaiki
sirkulasi (mis. rendah
lemak jenuh, minyak
ikan omega 3)
19. Informasikan tanda
dan gejala darurat
yang harus dilaporkan
(mis. rasa sakit yang
tidak hilang saat
istirahat, luka tidak
sembuh, hilangnya
rasa)
Kolaborasi : -

3. Pola nafas tidak efektif Setelah diberikan asuhan Manajemen Jalan 1. Untuk mengetahui
berhubungan dengan keperawatan selama … Nafas perkembangan status
x… jam diharapkan pola kesehatan pasien
1. Depresi pusat pernapasan Observasi :
nafas membaik, dengan 2. Untuk mengetahui
2. Hambatan upaya napas (mis.
Kriteria hasil: 1. Monitor pola napas perkembangan status
nyeri saat bernapas,
(frekuensi, kesehatan pasien
kelemahan otot pernapasan) 1. Ventilasi semenit
kedalaman, usaha 3. Untuk mengetahui
3. Deformitas dinding dada. meningkat
napas) tindakan selanjutnya
4. Deformitas tulang dada. 2. Kapasitas vital
2. Monitor bunyi napas 4. Untuk mecegah
5. Gangguan neuromuscular. meningkat
tambahan (mis. komplikasi yang muncul
6. Gangguan neurologis 3. Diameter thorax
Gurgling, mengi, 5. Agar pernafasan pasien
(mis.elektroensefalogram anterior-posterior
weezing, ronkhi bertambah lancar
[EEG] positif, cedera kepala meningkat
kering) 6. Agar membantu
ganguan kejang). 4. Tekanan ekspirasi
3. Monitor sputum mengurangi kekentalan
7. Imaturitas neurologis. meningkat (jumlah, warna, sputum, sehingga mudah
8. Penurunan energi. 5. Tekanan inspirasi aroma) dikeluarkan
9. Obesitas. meningkat 7. Agar pengeluaran sputum
Terapeutik :
10. Posisi tubuh yang 6. Dispnea menurun lebih cepat
menghambat ekspansi paru. 7. Penggunaan otot 4. Pertahankan 8. Agar jalan nafas pasien
11. Sindrom hipoventilasi. bantu napas menurun kepatenan jalan napas lebih baik
12. Kerusakan inervasi diafragma 8. Pemanjangan fase dengan head-tilt dan 9. Agar mendapatkan hasil
(kerusakan saraf CS ke atas). ekspirasi menurun chin-lift (jaw-thrust yang sesuai
13. Cedera pada medula spinalis. 9. Ortopnea menurun jika curiga trauma 10. Untuk mengetahui
14. Efek agen farmakologis. 10. Pernapasan purses-lip cervical) perkembangan status
15. Kecemasan. menurun 5. Posisikan semi fowler pasien
11. Pernapasan cuping atau fowler 11. Agar pernafasan pasien
Ditandai dengan :
hidung menurun 6. Berikan minum lebih baik
Gejala dan tanda mayor 12. Frekuensi napas hangat 12. Untuk membantu
membaik 7. Lakukan fisioterapi pengeluaran dahak
DS :
13. Kedalaman napas dada, jika perlu 13. Untuk mempercepat
- Dyspnea membaik 8. Lakukan penghisapan proses pengeluaran dahak
14. Ekskursi dada lendir kurang dari 15 pasien
DO :
membaik detik
Untuk mempercepat proses
- Penggunaan oto bantu nafas 9. Lakukan
- Fase ekspirasi memanjang hiperoksigenasi penyembuhan penyakit
- Pola nafas abnormal (mis. sebelum penghisapan pasien.
takipnea, bradipnea, endotrakeal
hiperventilasi, kussmaul, 10. Keluarkan sumbatan
cheyne-stokes) benda padat dengan
Gejala dan tanda minor forsepMcGill
11. Berikan oksigen, jika
DS :
perlu
- Ortopnea
Edukasi :
DO :
12. Anjurkan asupan
- Pernafasan pursed-lip cairan 2000 ml/hari,
- Pernafasan cuping hidung jika tidak
- Diameter thoraks anterior- kontraindikasi.
posterior meningkat 13. Ajarkan teknik batuk
- Ventilasi semenit menurun efektif
- Kapasitas vital menurun
Kolaborasi :
- Tekanan ekspirasi menurun
- Tekanan inspirasi menurun Kolaborasi pemberian
- Ekskursi dada berubah bronkodilator,
ekspektoran, mukolitik,
jika perlu.

4. Hipervolemia b/d Setelah diberikan Manajemen


gangguan sistem asuhan keperawatan Hemodialisa
regulasi d/d ortopnea, selama 1x 4 jam Observasi: 1. Untuk menentukan
dyspnea, paroxysmal diharapkan 1. Idenifikasi tanda rencana tindak lanjut
nocturnal dyspnea. keseimbangan cairan dan gejala sera 2. Untuk mengindikasikan
Edema anasarka/ perifer, meningkat setelah kebutuhan status kesehatan,
peningkatan BB, jugular dilakukan HD 4 jam hemodialisa prosedur tindakan yang
venous pressure dengan Kriteria Hasil: 2. Idetifikasi sesuai dengan pasien
meningkat dan reflex 1. Asupan cairan kesiapan 3. Mencegah terjadinya
hepatojugular positif. meningkat hemodialisa perburukan kondisi
Distensi vna jugularis, 2. Haluaran urine 3. Monior tanda pasien
oliguria, terdengar suara meningkat vital, tanda 4. Untuk membantu
nafas tambahan, 3. Edema menurun perdarahan dan menggantikan fungsi
hepatomegaly, kadar 4. Asites menurun respon selama ginjal
Hb/Ht menurun, intake dialysis 5. Untuk melakukan
lebih banyak dari output 4. Monitor tanda- hemodialisa
dan kongesti paru tanda vital pasca 6. untuk menyesuaikan
hemodialysis dengan intake dan
Terapeutik: output cairan
5. Siapkan peralatan 7. Mencegah terjadiya
hemodialisis perburukan kondisi
6. Atur filtrasi sesuai pasien
kebutuhan 8. Mencegah terjadiya
penarikan cairan perburukan kondisi
7. Atasi hipotensi pasien
selama proses 9. Untuk mengevaluasi
dialysis keefekifan hemodialysis
8. Hentikan proses 10. Untuk menambah
hemodialisis jika pengetahuan pasien
mengalami 11. Diet cairan dapat
kondisi yang membantu mengurangi
membahayakan terjadinya hypervolemia
9. Ambil sampel 12. Mencegah terjadinya
darah untuk pembekuan darah
mengevaluasi
keefekifan
hemodialysis
Edukasi:
10. Jelaskan tentang
prosedur
hemodialisa
11. Ajarkan
pembatasan
cairan,
penanganan
insomnia,
pencegahan
infeksi akses HD
dan pengenalan
tanda perburukan
kondisi
Kolaborasi:
12. Kolaborasi
pemberian
heparin pada
blood line, sesuai
indikasi
5. Defisit nutrisi berhubungan Setelah diberikan asuhan Observasi: Observasi:
dengan keperawatan
1. Identifikasi status 1. Mengidentifikasi
selama .....x..... jam
1. Ketidakmampuan utrisi status nutrisi dapat
defisit nutrisi teratasi
menelan makanan dengan kriteria hasil : 2. Identifikasi alergi membantu mengetahu
2. Ketidakmampuan 1. Porsi makan yang dan intoterasi status nutri pasien
mencerna makanan dihasilkan 2. Mengidentifikasi
3. Ketidakmampuan meningkat makanan alergi makanan dapat
mengabsorbsi nutrien 2. Kekuatan otot 3. Identifikasi membantu dalam
4. Peningkatan kebutuhan pengunyah makanan yang memberikan makan
metabolisme meningkat disukai yang tepat
5. Faktor ekonomi (mis. 3. Kekuatan otot 4. Identifikasi 3. Mengidentifikasi
Finansial tidak menelan kebutuhan kalori makanan yang disukai
mencukupi) meningkat dan jenis nutrien dapat membantu
6. Faktor fisikologis (mis. 4. Serum albumin 5. Identifikasi dalam memenuhi
Stres, keengganan untuk meningkat perlunya nutrisi pasien
makan) 5. Verbalisasi penggunaan 4. Mengidentifikasis
keinginan untuk selang kebutuhan kalori dan
Ditandai dengan: meningkatkan nasogastrik jenis nutrien dapat
Ds: nutrisi meningkat 6. Monitur asupan membantu dalam
6. Pengetahuan makanan memberikan diet yang
1. Cepat kenyang setelah
tentang pilihan 7. Monitor berat tepat
makan
makanan yang badan 5. Mengidentifikasi
2. Kram/nyeri abdomen
sehat meningkat 8. Monitur hasil pemasangan selang
3. Nafsu makan menurun
7. Pengetahuan laboratorium nasogastrik dapat
Do: tentang pilihan mengetahu pasien bisa
minuman yang Terapeutik memenuhi nutrisi
1. Berat badan menurun
sehat meningkat 1. Lakukan oral melalui oral
minimal 10% dibawah
8. Pengetahuan hyginene sebelum 6. Memonitor asupan
rentang ideak
tentang standar makan, jika perlu dapat membantu
2. Bising usus hiperaktif
asupan nutrisi 2. Fasilitasi dalam mengetahui
yang tepat menetukan asupan nutrisi yang
3. Otot pengunyah lemah meningkat pedoman diet dimiliki pasien
4. Otot menelan lemah 9. Penyiapan dan (mis. Piramida 7. Memonitor berat
5. Membran mukosa pucat penyimpanan makanan) badab dapat
6. Sariawan makanan yang 3. Sejakian makanan mengetahu asupan
7. Rambut rontok berlebih aman secara menarik nutrisi yang masuk
8. Diare 10. Penyiapan dan dan suhu yang sudah berhasil
penyimpanan sesuai 8. Memonitor hasil
minuman yang 4. Berikan makanan laboratorium dapat
aman tinggi serat untuk membantu dalam
11. Sikap terhadap mencegah status kualitas nutrisi
makanan/minuma konstipasi yang dimiliki pasien
n sesuai dengan 5. Berikan makanan
tujuan kesehatan tinggi kalori dan Terapiutik:
12. Perasaan cepat tinggi protein 1. Melakukan oral
kenyang menurun 6. Berikan suplemen hyginene sebelum
13. Nyeri abdomen makanan, jika makan dapat
menurun perlu membantu dalam
14. Sariawan 7. Hentikan meningkatkankesegar
menurun pemberian makan an mulut dan
15. Rambut rontok melalui selang meningkatkan
menurun nasogastrik jika keinginan untuk
16. Diare menurun asupan oral dapat makan.
17. Berat badan ditoleransi 2. Mefasilitasi
mebaik menetukan pedoman
18. Indek masa tuhuh diet dapat membantu
(imt) membaik Edukasi dalam pemilihan diet
19. Frekuensi makan yang akan diinginkan
1. Anjurkan posisi
membaik pasien
duduk, jika perlu
20. Nafsu makan 3. Menyajakian makanan
2. Ajarkan diet yang
membaik secara menarik dan
diprogramkan
21. Bising usu meningkatkan
membaik Kolaboasi keinginan pasien
22. Tebal lipatan untuk makan
1. Kolaborasi
kulit trisep 4. Memberikan makanan
pemberian
membaik tinggi serat dapat
medikasi sebelum
23. Membran mencegat terjadinya
makan (mis.
mukosa membaik mencegah konstipasi
Pereda nyeri,
Luaran tambahan: pada pasien
antlemetik), jika
1. Berat badan 5. Memerikan makanan
perlu
2. Eliminasi fekal tinggi kalori dan
3. Fungsi Kolaborasi dengan ahli tinggi protein dapat
gastrointestinal membantu
gizi untuk menentukan
4. Nafsu makan memberikan
5. Perilaku jumlah kalori dan jenis pemenuhan energi
meningkatkan nutrien yang pasien
berat badan 6. Memberikan
dibutuhkana, jika perlu
6. Status menelan suplemen makanan
7. Tingkat depresi dapat membantu
8. Tingkat nyeri meningkatkan nafsu
makan pasien
7. Menghentikan
pemberian makan
melalui selang
nasogastrik jika
asupan oral dapat
ditoleransi dapat
melatih otot
mengunyah dan
menelan pasien

Edukasi:
1. Menganjurkan posisi
duduk dapat
mengurasi resiko
terjadinya tersedak
pada pasien saat
makan
2. Menganjarkan diet
yang diprogramkan
dapat membantu
pasien untuk
mengontrol makanan
yang boleh dan tidak
boleh dikonsumsi

Koaborasi:
1. Kolaborasi pemberian
medikasi sebelum
makan dapat
membantu pasien
dalam meredakan
nyeri yang dirasannya.
2. Mengkolaborasi
dengan ahli gisi dapat
membantu menetukan
diet yang tepat
diberikan pada pasien

6. Ansietas berhubungan dengan: Setelah diberikan asuhan Observasi: Observasi:


keperawatan
1. Krisis situasional 1. Identifikasi saat 1. Membantu mengetahu
selama ....x.... jam
2. Kebutuhan tidak ansietas teratasi dengan ansietas berubah penyebab terjadunya
terpenuhi kriteria hasil : (mis. Kondisi, ansietas
3. Krisis maturasional 1. Verbalisasi waktu, stresor) 2. Membantu dalam
4. Ancaman terhadap kebingungan 2. Identifikasi mengetahu sejauh
konsep diri menurun kemampuan mana pasien bisa
5. Ancaman terhadap 2. Verbalisasi mengambilan mengambil keputusan
kematian khawatir akibat keputusan sendiri selama
6. Kekhawatiran mengalami kondisi yang 3. Monitor tanda- mengalami ansietas
kegagalan dihadapi tanda ansietas 3. Membantu
7. Disfungsi sistem keluarga menurun (verbal dan non mengontrol tanda-
8. Hubungan orang tua-anak 3. Perilaku gelisah verbal) tanda ansietas yang
tidak memuaskan menurun muncul
9. Faktor keturunan 4. Perilaku tegang Terapiutik:
(temperamen mudah menurun 1. Ciptakan suasata Terapiutik:
teragitasi sejak lahir) 5. Keluhan pusing terapiutik untuk
10. Penyalahgunaan zat menurun menumbuhkan 1. Suasan terapiutik
11. Terpapar bahaya 6. Anoreksia kepercayaan dapan memberikan
lingkungan (mis. Toksin, menurun 2. Temani pasien suasana saling percaya
polutan, dan lain-lain) 7. Palpitasi untuk mengurangi antara keluarga
12. Kurang terpapar menurun kecemasan, jika dengan pasien dan
informasi 8. Frekuensi memungkinkan pasien denga tenaga
pernafasan 3. Pahami situasi kesehatan
Ditandai dengan: menurun 2. Memberikan rasa
yang membantu
Ds: 9. Tekanan darah ansietas nyaman pada pasien
menurun dengarkan dengan 3. Mendengarkan
1. Merasa Bingung dengan sepenuh hati
10. Diaforesis penuh perhatian
2. Merasa Khawatir Dengan dapat memberikan
menurun 4. Gunakan
Akibat Dari Kondisi rasa nyaman dan
11. Tremor menurun pendekatan yang
Yang Dihadapi percaya dari pasien
12. Pucat menurun tenang dan
3. Sulit Berkonsentrasi 4. Memberikan rasanya
13. Konsentrasi meyakinkan
membaik 5. Tempatkan
4. Mengeluh Pusing 14. Pola tidur barang pribadi pada pasien
5. Anoreksia membaik yang memberikan 5. Membantu
6. Palpitasi 15. Perasaan kenyamanan mengalihkan ansietas
7. Merasa Tidak Berdaya keberdayaan 6. Motivasi yang dirasakan oleh
membaik mengidentifikasi pasien
Do: 16. Kontak mata situasi yang 6. Membantu pasien
1. Tampak gelisah membaik memicu dalam mengendalikan
2. Tampak tegang 17. Pola berkemih kecemasan dirinya saat pasien
3. Sulit tidur membaik 7. Diskusikan mengalami ansietas
4. Frekuensi nafas 18. Orientasi perencanaan 7. Membantu dalam
meningkat membaik realitas tentang menangani masalah
5. Frekuensi nadi meningkat peristiwa yang anatu ansietas pada
6. Tekanan darah meningkat akan datang waktu yang akan
Luaran tambahan: datang
7. Diaforesis
Edukasi:
8. Tremor 1. Dukungan sosial
Edukasi:
9. Mukak tampak pucat 2. Harga diri 1. Jelaskan
10. Suara bergetar 3. Kesadaran diri prosedur, 1. Membantu dalam
11. Kontak mata buruk 4. Kontrol diri termasuk sensai mempersiapkan
12. Sering berkemih 5. Proses informasi yang mungkin pasien dalam
13. Berorientasi pada masa 6. Status kognitif dialami menerima prosedur
lalu 7. Tingkat agitasi 2. Informasikan yang akan diberikan
8. Tingkat secara faktual dan menerima dengan
pengetahuan mengenai tenang sensai yang
diagnosa, dirasakan
pengobatan, dan 2. Membantu dalam
prognosis menjelaskan diagnosa,
3. Anjurkan pengobatan dan
keluarga teta prognosis yang akan
bersama pasien, diterima oleh pasien
jika perlu 3. Membantu dalam
4. Anjurkan meberikan rasa
melakukan nyaman pada pasien
kegiatan yang 4. Membantu meberikan
tidak kompetitif, kenyamanan dan
sesuai kebutuhan mengalihkan ansietas
5. Anjurkan yang dirasakan oleh
menggunakan pasien
perasaan dan 5. Membantu
persepsi memberikan rasa
6. Latih kegiatan nyaman pada pasien
pengalihan untuk 6. Membnatu
mengurangi mengalihkan ansietas
ketegangan dan memberikan rasa
7. Latih penggunaan nyaman pada pasien
mekanisme 7. Membantu pasien
pertahanan diri dalam mengontrol
yang tepat ansietas
8. Latih teknik 8. Membantu dalam
relaksasi memberikan rasa
aman dan nyaman
Kolaborasi: pada pasien
Kolaborasi pemberian Kolaborasi:
obat antiansietas, jika 1. Membantu dalam
perlu mengurai ansietas
pasien dan
memberikan rasa
nyaman

7. Gangguan integritas kulit Setelah diberikan asuhan Observasi: Observasi:


berhubungan dengan: keperawatan
1. Identifikasi 1. Mengidentifikasi
selama ....x.... jam
1. Perubahan sirkulasi penyebab penyebab gangguan
gangguan integritas kulit
2. Perubahan status nutrisi teratasi dengan kriteria gangguan integritas kulit dapat
(kelebihan atau hasil : integritas kulit mengetahui kondisi
kekurangan) 1. Elastisitas (mis. Perubahan kulit pasien
3. Kekurangan/kelebihan meningkat sirkulasi,perubaha
volume cairan n status nitrisi, Terapeutik:
2. Hidrasi
4. Penurunan metabolisme meningkat penurunan 1. Mengatur posisi dapat
5. Bahan kimia iritatif 3. Oerfusi jaringan kelembaban, suhu mengurangi jerjadinya
6. Suhu lingkungan yang meningkat lingkungan dekubitus pada psein
ekstrim 4. Kerusakan ekstrem, 2. Pemijatan dapat
7. Faktor mekanis (mis. jaringan menurun penurunan mengurangi rasa nyeri
Penekanan pada tonjolan mobilitas) pada tinjolan
tulang, gesekan) atau 5. Kerusakan Terapeutik: 3. Membersihkan
faktor ekternal lapisan kulit perineal dengan air
1. Ubah posisi tiap 2
(elektrodiatermi, energi menurun hangat, terutama
jam jika tirah
listrik bertegangan tinggi) 6. Nyeri menurun selama periode diare
baring
8. Efek samping terapi 7. Perdarahan dapat mengurangi
2. Lakukan
radiasi menurun resiko penularan
pemijatan pada
9. Proses penuaan 8. Kemerahan bankteri dari bagian
area penonjolan
10. Neuropati perifer menurun anus ke bagian alat
tulang, jika perlu
11. Perubahan pigmentasi 9. Hematoma kelamin
3. Bersihkan
12. Perubahan hormonal menurun 4. Mengunakan produk
perineal dengan
13. Kurang terpapar 10. Pigmetasi berbahan petrolium
air hangat,
informasi tentang upaya abnormal atau minyak pada kuli
terutama selama
mempertahankan/melindu menurun kering dapat
periode diare
ngi integritas jaringan 11. Jaringan parut menguragi terjadinya
4. Gunakan produk
menurun iritasi pada kulit
Ditandai dengan: berbahan
12. Nekrosis 5. Menggunakan produk
petrolium atau
Ds: - menurun berbahan ringan/alami
minyak pada kuli
13. Abrasi kornea dapat mengrangi
Do: kering
menurun risiko iritasi pada kulit
5. Gunakan produk
1. Kerusakan jaringan dan / 14. Suhu kulit 6. Menghindari produk
berbahan
lapisan kulit membaik alkohil dapat
ringan/alami dan
2. Nyeri 15. Sensai membaik menghindari iritasi
hipoalergik pada
3. Perdarahan 16. Tekstur membaik pada kulit
kulit sensitif
4. Kemerahan 17. Pertumbuhan
6. Hindari produk
5. Hematoma rambut membaik berbahan dasar Edukasi:
alkohol pada kulit
Luaran tambahan: 1. Menganjurkan
kering
menggunakan
1. Pemulihan pelembab dapat
Edukasi:
pascabedah membantu dalam
2. Penyembuhan 1. Anjurkan mengatasi kulit kering
luka menggunakan 2. Menganjurkan minum
3. Perfusi perifer pelembab (mis. air dapat membantu
4. Respon alergi Lotion, serum) dalam melembakan
lokal 2. Anjurkan minum kulit
5. Status nutrisi air cukup 3. Menganjurkan
6. Status sirkulasi 3. Anjurkan meningkatkan asupan
7. Termoregulasi meningkatkan nutrisi dapat
asupan nutrisi membantu dalam
4. Anjurkan pemenuhan nutrisi
meningkatkan pada kulit
asupan buah dan 4. Meningkatkan asupan
sayur buah dan sayur dapat
5. Anjurkan memberikan nutrisi
menghindari suhu pada kulit
ekstrem 5. Menghindari suhu
6. Anjurkan eksrem dapat
menggunakan mengurai risiko kulit
tabir surya spf mengalami iritasi atau
minimal 30 saat
berada di luar kebakar
rumah 6. Menggunakan tabir
7. Anjurkan mandi surya dapat membantu
dan menggunakan dalam melindungi
sabun secukupnya kulit dari terpapar
sinar ultraviolet secara
Kolaborasi: - langsung
7. Mandi dengan sabun
secukupnya dapat
mengurangi
kekeringan dan iritasi
pada kulit

Intra Hemodialisa

No Diagnosa Tujuan & Kriteria Intervensi Rasional


Hasil

1. Resiko cedera berhubungan Setelah dilakukan asuhan Observasi Observasi


dengan akses vaskuler & keperawatan selama …
1. Identifikasi kebutuhan 1. Untuk membantu
komplikasi sekunder terhadap x… jam diharapkan kebutuhan keselamatan
keselamatan(mis.
penusukan & pemeliharaan tingkat cederamenurun Kondisi fisik, fungsi
pasien
akses vaskuler. dengan kriteria hasil kognitif dan riwayat 2. Untuk memonitoring
perubahan status
dengan Kriteria hasil: prilaku.
DS : - keselamatan lingkungan
2. monitor perubahan pasien
DO : 18. Toleransi
status keselamatan
aktivitas
lingkungan
meningkat
19. Ketegangan otot
menurun
Terapeutik
20. Ekspresi wajah
Terapeutik 3. Untuk memodifikasi
kesakitan
lingkungngan untuk
menurun 3. Modifikasi lingkungan meminimalkan bahaya dan
21. Gangguan resiko
untuk meminimalkan
4. Untuk membantu pasien
mobilitas bahaya dan resiko dalam keamanan
menurun 4. Sediakan alat bantu lingkungan
22. Tekanan darah keamanan lingkungan 5. Untuk mencegah pasien
terjatuh
membaik (mis. Pegangan
tangan ) Edukasi

5. Gunakan perangkat untuk mengajarkan kepada


individu ataupun keluarga
pelindung (mis. Rel pentingnya untuk mencegah
samping) resiko bahaya lingkungan

Edukasi

6. Ajarkan individu,
keluarga dan
kelompok risiko tinggi
bahaya lingkungan

Kolaborasi

2. Risiko perdarahan berhubungan Setelah diberikan asuhan Observasi Observasi


dengan penggunaan heparin keperawatan selama …x 1. Monitor tanda dan 1. Untuk memonitoring tanda
dalam proses hemodialisa …jam diharapkan gejala pendarahan dan gejala dari pendarahan
tingkat perdarahan 2. Monitor nilai 2. Untuk memonitoring
DS: -
menurun hematokrit/hemoglobin peningkatan
DO: - Dengan kriteria hasil : sebelum dan setelah hematokrit/hemoglobin
1. Kelembapan
membran mukosa kehilangan darah Terapeutik
meningkat Terapeutik 3. Untuk membatasi gerak agar
2. Hemoptisis menurun 3. Pertahankan bed rest tidak terjadi pendarahan
3. Hematuria menurun selama pendarahan lebih parah
4. Distensi abdomen 4. Gunakan Kasur 4. Untuk mencegah terjadinla
menurun pencegahan dikubitus lika dikubitus
5. Hemoglobin dan Edukasi Edukasi
hematokrit membaik 5. Jelaskan tanda dan 5. Untuk memberikan
6. Tekanan darah gejala pendarahan informasi tentang tanda dan
membaik 6. Anjurkan segera gejala pendarahan
melapor jika terjadi 6. Untuk segera melapor jika
pendarahan terjadi pendarahan
Kolaborasi Kolaborasi
7. Kolaborasi dengan 7. untuk mencegah
dokter untuk pendarahan lebih lanjut
pemberian obat untuk mencegah kekurangan
pengontrol pendarahan darah jika terjadi pendarahan
8. Kolaborasi pemberian
produk darah
Post Hemodialisa

No Diagnosa Tujuan & Kriteria Intervensi Rasional


Hasil

1. Intoleransi aktivitas Setelah diberikan asuhan Observasi: Observasi:


berhubungan dengan keperawatan
1. Observasi TTV 9. Untuk mengetahui keadaan
selama .....x..... jam
7. Ketidakseimbangan antara TD, N, S, RR umum pasien, dan
setelah dilakukan HD 4
suplai dan kebutuhan Jam toleransi aktivitas 2. Idenfikasi gangguan menentukan intervensi
oksigen meningkat dengan fungsi tubuh yang lanjutan
8. Tirah baring kriteria hasil : mengakibatkan 10. Untuk mengobservasi
9. Kelemahan 24. Saturasi oksigen kelelahan bagian tubuh yang
10. Imobilitas meningkat 3. Monitor kelelahan terganggu yang
11. Gaya hidup monoton 25. Kemudahan fisik dan emosional mengakibatkan kelelahan
dalam melakukan 11. Untuk mengobservasi
Ditandai dengan: Terapeutik
aktivitas sehari hari kelelahan fisik dan
Ds: meningkat 4. Lakukan Latihan emosional
26. Perasaan lemah rentang gerak pasif
4. Mengeluh Lelah Terapiutik
menurun dan/aktif
5. Dispnea saat/setelah
aktivitas 27. Tekanan darah 5. Fasilitasi duduk di 12. Untuk melatih rentang
membaik sisi tempat tidur, juka gerak pasif dan aktif pada
6. Merasa tidak nyaman
setelah beraktivitas 28. Prekuensi napas tidak bisa berpindah pasien
7. Merasa lemah membaik atau berjalan 13. Untuk membantu pasien
berpindah dari tempat tidur
Do: Edukasi ke tempat duduk di sisi
9. Frekuensi jantung 6. Anjurkan tirah baring tempat tidur pasien
meningkat >20% dari 7. Anjurkan melakukan
kondisi istirahat aktivitas secara
10.Tekanan darah berubah >20 bertahap
% dari kondisi istirahat
11.Ganbaran EKG menunjukan Kolaborasi
aritmia saat/setelah aktivitas 8. Kolaborasikan Edukasi
12. Gambaran EKG dengan ahli gizi 14. Untuk mengembalikan
menunjukan Iskemia tentang cara energi pasien
13. Sianosis meningkatkan asupan 15. Untuk membantu
makanan melakukan aktivitas pasien
secara bertahap

Koaborasi
16. Untuk membantu pasien
diet makanan sesuai yang
harus di makan atau di
konsumsi
2. Risiko infeksi b/d efek prosedur Setelah diberikan Pencegahan
invasif d/d pasien terpasang AV asuhan keperawatan Infeksi
fistula sebelah kiri dan terdapa selama 1 x 4 jam Observasi: 1. Untuk mendapatkan
bekas luka insersi AV fistula diharapkan tingkat 1. Monitor tanda penanganan segera
infeksi dapat menurun dan gejala bila terjadi tanda-
dengan kriteria hasil : infeksi lokal dan tanda infeksi dan
1. Tanda-tanda sistemik sistemik
infeksi 2. Untuk mencgah
(Pembengkakan, Terapeutik: terjainya infeksi
kemerahan, 2. Batasi jumlah antara pasien dan
nyeri, panas, pengunjung pengunjung
dan perubahan 3. Perawatan pada 3. Untuk mencegah
fungsi menurun area kulit terjainya infeksi
2. Demam 4. Cuci tangan 4. Untuk mencegah
menurun sebelum dan penybaran infeksi
Kadar sel darah putih sesudah kontak 5. Untuk mencegah
membaik dengan pasien paparan pathogen
dan lingkungan 6. Agar pasien
pasien menegtahi tanda dan
5. Pertahankan gejala infeksi
teknik asepik 7. Untuk mencegah
pada pasien penularan infeksi
berisiko tinggi 8. Untuk mengenali
Edukasi: tanda dan gejala
6. Jelaskan tanda infeksi
dan gejala 9. Untuk meningkatkan
infeksi sistem kekbalan tubuh
7. Ajarakan etika 10. Agar kebutuhan cairan
batuk pasien terpenuhi
8. Ajarkan cara Untuk mencegah infeksi
mememeriksa
luka dan luka
oprasi
9. Anjurkan
meningkatkan
asupan nutrisi
10. Anjurkan
meningkatkan
asupan cairan
Kolaborasi:
Kolaborasi pemantauan
imunisasi, jika perlu
4. Implementasi
Implementasi keperawatan merupakan suatu tindakan dari sebuah
rencana yang telah disusun secara matang dan terperinci. Implementasi
keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh perawat
untuk membantu klien dari masalah status kesehatan yang dihadapi ke
status kesehatan yang lebih baik yang diharapkan dapat mencapai tujuan
dan kriteria hasil yang telah direncanakan dalam tindakan keperawatan
yang diprioritaskan.

5. Evaluasi
Evaluasi adalah tahap akhir dari proses keperawatan yang
merupakan perbandingan yang sistematis dan terencana antara hasil akhir
yang teramati dan tujuan atau kriteria hasil yang dibuat pada tahap
perencanaan. Evaluasi terbagi atas dua jenis, yaitu evaluasi formatif dan
evaluasi sumatif. Evaluasi formatif berfokus pada aktivitas proses
keperawatan dan hasil tindakan keperawatan. Evaluasi formatif ini
dilakukan segera setelah perawat mengimplementasikan rencana
keperawatan guna menilai ke efektifan tindakan keperawatan yang telah
dilaksanakan. Perumusan evaluasi formatif ini meliputi empat komponen
yang dikenal dengan istilah SOAP, yakni subjektif (data berupa keluhan
pasien), objektif (data hasil pemeriksaan), analisi data dan perencanaan.
Adapun evaluasi dari diagnosa yang telah dijabarkan :

1. Pre HD
a. Nafas kembali normal, tidak terdapat edema paru dan sianosis
b. Volume cairan kembali dalam keadaan seimbang
c. Nutrisi pasien kembali dalam keadaan seimbang
d. Ansietas yang di alami menurun sampai tingkat dapat ditangani
e. Integritas kulit tidak mengalami kerusakan
2. Intra HD
a. Resiko cedera tidak terjadi
b. Tidak terjadi perdarahan
3. Post HD
a. Dapat beraktivitas seperti biasa
b. Tidak terjadi infeksi
Web of Caution

Vaskuler Kista ginjal autoimun infeksi Toksik :


obat TB
jamu
Terdapat rongga Reaksi antigen
Diabetes melitus hipertensi
dalam ginjal anti bodi
yang disebabkan nefrotoksik
↑ kadar gula Vasokonstriksi oleh kista
dalam darah pembuluh darah, Terjadi
↑tekanan darah kerusakan pada
Jumlah nefron
Darah menjadi dalam arteri nefron
yang sehat
kental menurun
Merusak pembuluh
↑ tekanan darah nefron secara
kapiler dalam langsung
ginjal

Kerusakan
Ginjal kehilangan
pembuluh darah di
kemampuan laju
ginjal
filtrasi glomerulus

GFR menurun
Hipertrofi struktural dan fungsional

Terjadi peningkatan renin angiotensin


aldosteron intra renal

hiperfiltrasi

Peningkatan tekanan kapiler dan aliran darah glomerulus

Adaptasi fungsi

Mal adaptasi nefron

Sklerosis nefron

Penurunan fungsi nefron progresif

CKD/GGK
Penatalaksanaan
Prognosis
penyakit Transplantasi ginjal Hemodialisa CAPD

Pasien gelisah
Pre-HD Intra HD Post HD
Ansietas Pemberian
Ureum Retensi Na+ dan H2O Defisiensi hormon heparin
eritropoietin Difusi, Terdapat luka
berlebihan
ultrafiltras, bekas pungsi di
Uremia
Jumlah cairan osmosis lipatan paha,
Reaksi RAA Produksi Resiko
dlm tubuh eritrosit, Fe, Perdarahan daerah yang
Gangguan Penumpukan lembab
Hipertensi dan as.folat Penarikan
keseimbangan di dlm kulit
Tek. hidrostatis cairan dan
asam basa
Beban jantung Hb elektrolit yg
Pruritus, kulit berlebihan Resiko cedera Resiko
As. Lambung bersisik, Oedema, asites infeksi
Hipertropi Transportasi
kering
ventrikel kiri O2 dan nutrisi Haus, mukosa bibir
Anoreksia, mual, Hipervolemia ke jar. kering, tugor kulit
muntah,
v BB Tekanan
Gangguan Sianosis, akral
ventrikel kiri Sekresi eriprotein
Integritas dingin,konjun Risiko
menurun
Ketidakseimban
Kulit gtiva pucat, hipovolemia
gan nutrisi
kurang dari Darah refluk muka pucat
Ruang ventrikel kiri ke atrium kiri Oksihemoglobin
kebutuhan tubuh menurun
menyempit
Perfusi perifer Akses vaskuler dan
Volume cairan Tekanan vena
tidak efektif komplikasi sekunder Suplai O2 kejaringan
Resiko Penurunan Curah terhadap penusukan menurun
sirkulasi menurun pulmonalis
Jantung
Fatuque/malaise

Tekanan kapiler
paru
Intoleransi aktivitas

Oedema paru

Tekanan kapiler
paru meningkat

Oedema paru

Pengembangan
paru menurun

Sesak

Pola nafas tidak efektif


DAFTAR PUSTAKA

Bargman, J. K. dan Sckorecki, K (2013). Chronics Kidney Disease in Horrinson’s


Nephrology and Acid-Base Disorder, Edisi 2. Diakses pada 23 Februari
2021 http://www.jurnal.fk.ac.unand.ac.id.

Nuari, Nian A. (2017). Gangguan Pada Sistem Perkemihan &


Penatalaksanaannya, Edisi 1. Yogyakarta : Deepublish.

Nurarif, H. A, dan Kusuma H. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan


Berdasarkan Diagnosa Medis dan Nanda Nic-Noc Edisi Revisi Jilid 2.
Yogjakarta : MediAction.

Nurani,V.M., & Mariyanti,S.(2013). gambaran makna hidup pasien gagal ginjal


kronik yang menjalani hemodialisa. Jurnal Psikoogi Esa Unggul,
2013,1101.

Rendy, M. Clevo dan Margareth, TH.. (2012). Asuhan Keperawatan Medikal


Bedah Penyakit Dalam. Yogyakarta : Nuha Medika

Silbernagl, S. & Lang, F (2014). Teks dan Atlas Berwarna Patofisiologi. Alih
Bahasa : Setiawan, I & Mochtar I. Jakarta : EGC.

Smeltzer, C Suzanne & Bare, G Brenda. (2015). Buku Ajar Keperawatan


Medikal-Bedah Brunner & Suddarth. Ed.8. Vol.2. Jakarta: EGC

Smeltzer, S. C., & Bare, B. (2012). Buku ajar keperawatan medikal bedah
Brunner & Suddarth (Edisi 8 Volume 2). (M. Ester, Ed. & A. Waluya,
Trans.). Jakarta: EGC.

Tim Pokja DPP PPNI (2018). Standar Intervemsi Keperawatan Indonesia :


Definisi dan Tindakan Keperawatan. Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.

Tim Pokja DPP PPNI (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia : Definisi
dan Kriteria Hasil. Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.
Tim Pokja DPP PPNI. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia:
Definisi dan Indikator Diagnostik. Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.

Anda mungkin juga menyukai