Anda di halaman 1dari 50

ISSN 2598-179X (cetak)

ISSN 2598-053X (online)

jeki
Jurnal Etika Kedokteran Indonesia
Dipersembahkan oleh Majelis Kehormatan Etik Kedokteran PB IDI
dan Perkumpulan Ilmuwan Bioetika dan Humaniora

vol. 2 no. 2

Juni 2018
ISSN 2598-179X (cetak)
ISSN 2598-053X (online)

Jurnal Etika Kedokteran Indonesia


Kepala Editor Reviewer
Frans Santosa Ali Sulaiman

Editor Yunizaf
Agus Purwadianto Rianto Setiabudi
Prijo Sidipratomo Agus Purwadianto
Anna Rozaliyani Frans Santosa
Manajer Jurnal Prijo Sidipratomo
Pukovisa Prawiroharjo Broto Wasisto
Editor Kopi Julitasari Sundoro
Peter Pratama Anna Rozaliyani
Tata Letak Bachtiar Husein
Hansel Tengara Widjaja Pukovisa Prawiroharjo

Dilarang memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku ini tanpa izin Penerbit. Artikel dapat diunduh
di http://ilmiah.id/jeki. Bila membutuhkan salinan, silakan menghubungi contact@ilmiah.id.

Daftar Isi
Dokter Aktif di Multi Level Marketing (MLM) dengan Produk yang Mengklaim Manfaat
Kesehatan atau Penyembuhan, Bolehkah?......................................................................................41
Dapatkah Keputusan Kemahkamahan Etik Majelis Kehormatan Etik Kedokteran Bersifat
Terbuka?..........................................................................................................................................45
Sikap Etis Dokter pada Pasien yang “Mendiagnosis” Diri Sendiri Menggunakan Informasi
Internet pada Era Cyber Medicine.....................................................................................................53
Pelayanan Etika Klinis.....................................................................................................................59
Tinjauan Etika Dokter sebagai Eksekutor Hukuman Kebiri..........................................................67
Persidangan Tanpa Kehadiran Dokter Terlapor dalam Penanganan Kasus Pelanggaran Etik
Kedokteran......................................................................................................................................73
Studi Pendahuluan tentang Perspektif Ilmuwan Islam dan Katolik dalam Dilema Etika
Surplus Embrio serta Opsi Pemecahan Masalahnya.......................................................................79
Prawiroharjo P, Baharuddin M, Permana MY. Dokter Aktif di Multi Level Marketing (MLM) dengan Produk ISSN 2598-179X (cetak)
yang Mengklaim Manfaat Kesehatan atau Penyembuhan, Bolehkah?. JEKI. 2018;2(2):41–4 doi: 10.26880/jeki. ISSN 2598-053X (online)
v2i2.14.

Dokter Aktif di Multi Level Marketing (MLM)


dengan Produk yang Mengklaim Manfaat
Kesehatan atau Penyembuhan, Bolehkah?
Pukovisa Prawiroharjo1,2, Mohammad Baharuddin1,3, Muhammad Yadi Permana1,4
1
Majelis Kehormatan Etik Kedokteran Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia
2
Departemen Neurologi, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia/Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Jakarta
3
Departemen Obstetri dan Ginekologi, Rumah Sakit Bersalin Budi Kemuliaan, Jakarta
4
Kelompok Staf Medis (KSM) Bedah RSUP Fatmawati

Kata Kunci Abstrak Bisnis multi level marketing (MLM) telah merambah ke
Etik, multi-level marketing, produk sektor kesehatan dan menjadikan dokter sebagai agen potensial
Korespondensi
dalam pemasaran produk. Selain sebagai figur yang dipercaya oleh
pukovisa@ui.ac.id
masyarakat, otoritas penuh yang dimiliki dokter dalam meresepkan
obat mempermudah dokter untuk menjalani bisnis MLM.
Publikasi
Dokter jelas memiliki konflik kepentingan pada produk MLM
© 2018 JEKI/ilmiah.id yang memiliki klaim kesehatan dan kecantikan. Mengeksploitasi
DOI kepercayaan pasien untuk kepentingan pribadi merupakan hal
10.26880/jeki.v2i2.14 yang bertentangan dengan nilai-nilai etika kedokteran. Sebagian
besar produk kesehatan yang ditawarkan mengklaim manfaat yang
Tanggal masuk: 27 Maret 2018
tidak terbukti secara ilmiah dan pemberiannya terkadang tidak
Tanggal ditelaah: 6 Mei 2018 mempertimbangkan urgensi dan relevansi dengan keadaan pasien.
Tanggal diterima: 10 Mei 2018 Oleh karena itu, sudah saatnya diperlukan ketegasan tentang etis
Tanggal publikasi: 12 Juni 2018
atau tidak etisnya keterlibatan dokter dalam bisnis MLM. Selain
itu, partisipasi pemerintah dalam mengawasi pemasaran produk-
produk kesehatan oleh perusahaan MLM juga perlu ditingkatkan
agar pelanggaran yang terjadi dapat segera ditindaklanjuti.

Abstract Multi-level marketing (MLM) business has penetrated health sector and made doctors as
potential agents in product marketing. In addition to being publicly trustworthy figures, doctors’ full
authority in prescribing drugs makes it easier to perform MLM business. Doctors clearly have conflict
of interest on MLM products with health and beauty claims. Exploiting patient trust for personal
gain is against the medical ethical values. Most of health products on offer claim benefits which has
not scientifically proven and sometimes the prescribing does not consider urgency and relevance to
patient’s condition. Therefore, it’s high time for ethical assertion on involvement of doctors in MLM
business. In addition, government participation in supervising the marketing of health products by
MLM companies must be improved so that violations can be immediately followed up.

Profesi dokter dalam bisnis MLM


PENDAHULUAN
dipandang memiliki nilai tambah tersendiri
Bisnis Multi Level Marketing (MLM) yang mengingat dokter merupakan figur yang
kini sedang marak di masyarakat ternyata juga mendapat kehormatan dan kepercayaan khusus
merebak sampai ke kalangan dokter. Produk- dari masyarakat untuk memberikan saran
produk yang dijual oleh dokter-dokter yang mengenai kesehatan dan kesembuhan penyakit
aktif di MLM biasanya merupakan produk yang mereka. Namun, aktifnya dokter dalam
mengklaim manfaat kesehatan, penyembuhan bisnis MLM kerap menuai kontroversi yang
untuk penyakit tertentu, anti-penuaan, maupun menimbulkan dilema etik bagi profesi dokter.1
klaim kecantikan.
Jurnal Etika Kedokteran Indonesia Vol 2 No. 2 Jun 2018 41
Dokter Aktif di Multi Level Marketing (MLM) dengan Produk yang Mengklaim
Manfaat Kesehatan atau Penyembuhan, Bolehkah?

Dokter jelas memiliki konflik kepentingan Regulasi Terkait Dokter yang Menjual Produk
pada produk MLM yang memiliki klaim Kesehatan
kesehatan dan kecantikan. Dengan aktifnya Alasan utama yang melatarbelakangi
dokter mempromosikan produk MLM dapat bergabungnya dokter dalam bisnis MLM
berpotensi mengeksploitasi kepercayaan adalah penambahan pendapatan dari hasil
pasien kepada profesi kedokteran untuk penjualan produk. Hal tersebut menunjukkan
kepentingan pribadi dokter tersebut. Hal ini adanya konflik kepentingan seperti yang telah
jelas bertentangan dengan nilai-nilai etika dicantumkan dalam pasal 3 serta penjelasannya
kedokteran yang luhur. dalam KODEKI yang menuliskan bahwa
kewajiban utama dokter untuk mengedepankan
HASIL DAN PEMBAHASAN kebutuhan pasien di atas kebutuhan pribadi.4
Pada tahun 1999, The American Medical Association
Fenomena Dokter yang Aktif di MLM menerbitkan panduan yang menekankan bahwa
MLM dapat didefinisikan sebagai strategi dokter tidak diperkenankan untuk memaksa
pemasaran di mana seorang sales perusahaan pasien agar membeli produk kesehatan ataupun
memperoleh keuntungan tidak hanya dari merekrut pasien dalam usaha pemasaran yang
penjualan produk-produk tertentu, namun juga memberikan keuntungan bagi pihak dokter,
dari uang pendaftaran distributor-distributor kecuali pasien menghendaki demikian.5 Saat
yang direkrutnya. MLM sudah merambah ke ini, belum tersedia panduan tertulis khusus
banyak sektor, salah satunya sektor kesehatan. yang mengatur tentang dokter dan bisnis
Dokter yang merupakan agen potensial dalam MLM terkait produk kesehatan di Indonesia.
bisnis tersebut ditugaskan untuk menawarkan Namun, pedoman bahwa seorang dokter
produk-produk kesehatan tertentu pada harus menjauhkan diri dari masalah konflik
pasien. Berdasarkan publikasi oleh Povar dkk, kepentingan telah diutarakan dengan amat jelas
fenomena dokter yang memasarkan produk- dalam KODEKI pasal 3 dan penjelasannya.4
produk kesehatan di tempat prakteknya sudah
ditinjau sejak tahun 1999 di Amerika. Pada Dokter Menjajakan Produk MLM dari Sudut
beberapa kasus ditemukan bahwa rekomendasi Pandang Etik
produk oleh dokter tidak didasarkan pada Profesi dokter dianggap potensial untuk
pertimbangan urgensi dan relevansi produk menjadi agen dalam bisnis MLM karena
dengan kondisi pasien.1 memiliki otoritas penuh dalam meresepkan
Di Indonesia, dokter yang aktif di bisnis obat. Namun, bila ditinjau lebih lanjut, strategi
MLM sudah sering ditemukan. Salah satu pemasaran tersebut bertentangan dengan
kasus yang cukup banyak mendapat sorotan nilai-nilai etik kedokteran. Salah satu prinsip
terjadi di Surabaya di mana beberapa dokter utama dokter adalah tidak mengeksploitasi
kedapatan meresepkan suplemen dan vitamin kepercayaan pasien untuk menambah
yang merupakan produk MLM kepada pasien. penghasilan. Jika seorang dokter memutuskan
Kasus tersebut sempat menuai kecaman dari untuk menjual produk-produk yang dapat
pihak DPRD Kota Surabaya karena dianggap menunjang kebutuhan pasien, maka beberapa
melanggar sumpah profesi dokter. Meskipun kriteria seperti urgensi dan relevansi dengan
dokter tidak dilarang berbisnis, pihak IDI kondisi pasien perlu dipertimbangkan. Selain
menghimbau agar para dokter tidak melakukan itu, dokter juga harus memastikan bahwa
usaha bisnis yang berkaitan dengan profesi produk-produk yang dijualnya terbukti secara
dokter untuk mencegah terjadinya pelanggaran ilmiah efektif dalam memberikan manfaat
etik.2,3 kesehatan atau kesembuhan bagi pasien.1,6
Berdasarkan publikasi yang diterbitkan oleh
National Council Against Health Fraud (NCAHF),
terdapat ratusan perusahaan MLM yang
memasarkan produk kesehatan. Sebagian besar
42 Jurnal Etika Kedokteran Indonesia Vol 2 No. 2 Jun 2018
Prawiroharjo P, Baharuddin M, dan Permana MY

mengklaim bahwa produk yang dipasarkannya yang salah satunya menerapkan pola hubungan
efektif dalam mencegah dan menyembuhkan senior dan junior serta guru dan pembimbing
penyakit, sementara sebagian kecil lainnya secara proporsional. Jika hubungan yang baik
mengklaim dapat membuat konsumen dapat ini disalahgunakan untuk kepentingan MLM,
merasa lebih baik, berpenampilan lebih baik, maka hal ini sangat merendahkan marwah
bahkan lebih berenergi dalam beraktivitas. profesi kedokteran dan pendidikan kedokteran
Namun, setelah ditelusuri lebih lanjut, hampir yang mulia. Pernah ada kisah dalam program
semua produk perusahaan MLM didasarkan studi pendidikan dokter spesialis tertentu, ada
pada penelitian yang tidak didesain dengan oknum konsulen (guru) yang aktif “mengajak”
benar atau tidak relevan dengan klaim yang peserta didiknya untuk menjadi downline
dikemukakan. Beberapa perusahaan lain penjualan produk MLM tertentu. Pada kasus
bahkan hanya mengklaim manfaat produknya ini menjadi sangat penting peranan pimpinan
berdasarkan testimoni konsumen, tanpa disertai Fakultas Kedokteran, pimpinan Program Studi,
literatur pendukung yang jelas.7 dan Dewan Etik Perhimpunan Dokter Spesialis
Di Kode Etik Kedokteran Indonesia untuk membina anggotanya.
sendiri, frase MLM disebutkan dengan jelas
pada penjelasan pasal 6 butir ke-6, yang berbunyi KESIMPULAN
“Setiap dokter dilarang mengumumkan,
menganjurkan penerapan barang/produk Maraknya fenomena dokter aktif
dan jasa kesehatan/terkait kesehatan yang menjajakan produk MLM menggunakan
dipasarkan secara multi level marketing (MLM).” berbagai media bahkan nyata-nyata turut
Jelas dinyatakan bahwa seorang dokter harus meresepkan produk tersebut, perlu disikapi
menghindarkan diri dari bisnis MLM, khususnya tegas. IDI dan jajaran pemerintahan yang
pada produk-produknya yang memiliki klaim berkaitan dapat menyusun panduan resmi yang
kesehatan dan kecantikan.4,8 mengatur keterlibatan dokter dalam bisnis
Upaya promosi produk MLM pada MLM. Dari sisi penegakan etik dan penjagaan
umumnya melalui berbagai cara, salah satunya marwah profesi kedokteran Indonesia, MKEK
dengan memakai media sosial. Dokter dapat aktif memanggil dan membina dokter
juga harus mawas diri bahwa akun media yang melakukan promosi produk-produk
sosialnya merupakan identitas dirinya dan MLM khususnya yang memiliki klaim manfaat
akan dipersepsi masyarakat dengan turut kesehatan dan kecantikan. Bila pembinaan ini
mengaitkan profesi dokter yang tersandang tidak diindahkan, terbuka peluang pemberian
bersama dengan identitas pribadi tersebut. sanksi etik kepada dokter yang bersangkutan.
Oleh karenanya, dokter dilarang menggunakan Selain itu, kerja sama dengan pemerintah juga
akun media sosialnya untuk mempromosikan diperlukan dalam mengawasi pemasaran produk-
suatu produk yang belum memiliki dasar ilmiah produk MLM yang memiliki klaim kesehatan,
kedokterannya, termasuk di dalamnya produk- pencegahan penuaan, dan kecantikan dengan
produk MLM.9 lebih ketat, dan tak segan menindak perusahaan
Dokter yang aktif mempromosikan produk- MLM jika ditemukan adanya pelanggaran.
produk yang tidak berdasar ilmiah dan memiliki
klaim kesehatan dan kecantikan itu dapat KONFLIK KEPENTINGAN
diingatkan oleh rekan profesinya, termasuk oleh
Divisi Pembinaan MKEK. Jika pengingatan ini Tidak ada konflik kepentingan.
diabaikan, maka terbuka kemungkinan dokter
tersebut diberi sanksi etik yang mengedepankan
perubahan perilaku.10
Tabiat penjualan MLM yang menerapkan
hubungan upline dan downline, dapat pula
disalahgunakan dalam tradisi profesi kedokteran
Jurnal Etika Kedokteran Indonesia Vol 2 No. 2 Jun 2018 43
Dokter Aktif di Multi Level Marketing (MLM) dengan Produk yang Mengklaim
Manfaat Kesehatan atau Penyembuhan, Bolehkah?

UCAPAN TERIMA KASIH 8. Prawiroharjo P, Meilia PDI. Dokter


beriklan: Sebuah tinjauan menurut Kode Etik
Penulis mengucapkan terima kasih yang Kedokteran Indonesia (KODEKI) tahun 2012. J
sebesar-besarnya kepada Prof. Dr. dr. Rianto Etik Ked Ind. 2017 Oct 11;1(1):13. https://doi.
Setiabudy, SpFK atas masukan dan dukungan org/10.26880/jeki.v1i1.4.
beliau dalam pembuatan kajian ini. Penulis
9. Prawiroharjo P, Librianty N. Tinjauan
juga memberikan ucapan terima kasih kepada
Etika Penggunaan Media Sosial oleh Dokter. J
Robby Hertanto yang telah membantu penulis
Etik Ked Ind. 2017 Oct 11;1(1):31. https://doi.
dalam merealisasikan tulisan ini.
org/10.26880/jeki.v1i1.7.

REFERENSI 10. Rozaliyani A, Meilia PDI, Librianty N.


Prinsip penetapan sanksi bagi pelanggaran etik
1. Tomycz ND. A profession selling out: kedokteran. J Etik Ked Ind. 2018 Mar 19;2(1):19.
Lamenting the paradigm shift in physician https://doi.org/10.26880/jeki.v2i1.11.
advertising. Vol. 32, Journal of Medical Ethics.
2006. p. 26–8.
2. Permata TJ. Dokter MLM dilarang
manfaatkan rumah sakit [Internet]. 2013 Jun 22
[disitasi 2018 Mar 21]. Diunduh dari: http://
surabaya.tribunnews.com/2013/06/22/dokter-
mlm-dilarang-manfaatkan-rumah-sakit
3. Permata TJ. Dokter MLM terstruktur,
punya jaringan dengan apotek [Internet]. 2013
Jun 21 [disitasi 2018 Mar 21]. Diunduh dari:
http://surabaya.tribunnews.com/2013/06/21/
dokter-mlm-terstruktur-punya-jaringan-dengan-
apotek
4. Majelis Kehormatan Etik Kedokteran
Indonesia. Kode etik kedokteran tahun 2012.
Jakarta; 2012.
5. American Medical Association. The
AMA code of medical ethics’ opinions on the
sale and dispensing of health-related products.
Virtual Mentor. 2010;12(12):925–7.
6. Povar GJ, Snyder L. Selling products
out of the office. Vol. 131, Annals of Internal
Medicine. 1999. p. 863–4.
7. National Council Against Health Fraud.
NCAHF position paper on multilevel marketing
of health products [Internet]. 2003 Jan 22
[disitasi 2018 Mar 21]. Diunduh dari: https://
www.ncahf.org/pp/mlm.html

44 Jurnal Etika Kedokteran Indonesia Vol 2 No. 2 Jun 2018


Prawiroharjo P, Santosa F, Reggy Lefrandt R, Sidipratomo P, Purwadianto A. Dapatkah Keputusan ISSN 2598-179X (cetak)
Kemahkamahan Etik Majelis Kehormatan Etik Kedokteran Bersifat Terbuka?. JEKI. 2018;2(2):45–52 doi: ISSN 2598-053X (online)
10.26880/jeki.v2i2.15.

Dapatkah Keputusan Kemahkamahan Etik Majelis


Kehormatan Etik Kedokteran Bersifat Terbuka?
Pukovisa Prawiroharjo1,2, Frans Santosa1,3, Reggy Lefrandt1,4, Prijo Sidipratomo1,3, Agus Purwadianto1,5
Majelis Kehormatan Etik Kedokteran Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia
1

2
Departemen Neurologi, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia/Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Jakarta
3
Fakultas Kedokteran Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta
4
Departemen Kardiologi dan Kedokteran Vaskular, Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi, Manado, Sulawesi Utara
5
Departemen Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia/Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo

Kata Kunci Abstrak Keputusan sidang kemahkamahan Majelis Kehormatan


Etik, keterbukaan, putusan, sidang Etik Kedokteran (MKEK) pada umumnya bersifat tertutup.
Korespondensi Namun ada beberapa kondisi di mana keputusan sidang dapat
apurwadianto@gmail.com dipertimbangkan untuk bersifat terbuka oleh MKEK, mulai
Publikasi secara terbatas hingga terbuka penuh kepada khalayak umum,
© 2018 JEKI/ilmiah.id dengan isi putusan lengkap maupun tidak lengkap. Pertimbangan
DOI keterbukaan ini meliputi faktor dokter teradu, institusi yang
10.26880/jeki.v2i2.15 memiliki kewenangan, faktor pengadu, lingkungan kerja
Tanggal masuk: 20 Maret 2018
dokter teradu, kepentingan pendidikan, kepentingan laporan
pertanggungjawaban, pertimbangan masyarakat umum dan pers,
Tanggal ditelaah: 6 Mei 2018 dan sebagai konsekuensi dari perubahan Pedoman Organisasi
Tanggal diterima: 10 Mei 2018 dan Tatalaksana MKEK di kemudian hari. Pertimbangan sifat
Tanggal publikasi: 12 Juni 2018 keterbukaan keputusan ini harus dilakukan secara bijaksana dan
sesuai dengan pedoman yang berlaku.

Abstract Verdict of ethical trials of Medical Ethics Council of Honors (MKEK) is generally
confidential. There are, however, several considerations in which a council decision can be disclosed,
ranging from partial to full disclosure, with complete or incomplete content. The considerations
include accused physician, authorized institutions, accuser factors, work environment of the accused,
educational interests, for reports, public and press considerations, and as a consequence of changes
in the Organizational Guidelines of MKEK in the future. Decision of this disclosure must be wisely
considered and in accordance with applicable guidelines.

Bahkan MKEK IDI tingkat di atasnya umumnya


PENDAHULUAN
hanya mendapatkan laporan resumenya saja,
Pada umumnya setiap keputusan sidang contohnya hanya diberi isyarat pasal mana dari
kemahkamahan etik Majelis Kehormatan Etik Kode Etik Kedokteran Indonesia yang dilanggar,
Kedokteran (MKEK) terhadap aduan dugaan tanpa uraian yang detail.2
pelanggaran etik oleh dokter teradu berlangsung Pada laporan pertanggungjawaban MKEK
dengan mekanisme tertutup, sesuai dengan umumnya hanya disampaikan inisial nama
Pedoman Organisasi dan Tatalaksana Kerja dari dokter teradu dan pokok masalahnya
MKEK Pasal 24 ayat 4.1 Dengan mekanisme saja. Pengurus MKEK pada tingkat Cabang,
tertutup, keputusan Majelis hanya dapat Wilayah dan Pusat sangat profesional dalam
diketahui jajaran tingkatan MKEK yang menjaga kerahasiaan keputusan MKEK
melakukan penyidangan dan dokter teradu tersebut. Aparat hukum pun tidak berhak
tersebut sendiri. Jika sanksi yang diputuskan mendapatkan akses terhadap putusan tersebut
membutuhkan kewenangan administratif kecuali jika disebutkan terbuka untuk itu,
pihak lain, keputusan tersebut baru dibuka demikian pula pasien atau orang yang mengadu
(umumnya hanya simpulannya saja) kepada tidak mendapatkan salinan putusan detail.
pemilik kewenangan administratif terkait saja. Pengadu biasanya hanya boleh mendengarkan
Jurnal Etika Kedokteran Indonesia Vol 2 No. 2 Jun 2018 45
Dapatkah Keputusan Kemahkamahan Etik Majelis Kehormatan Etik Kedokteran Bersifat Terbuka?

putusan yang dibacakan oleh pimpinan sidang. sifat putusan terbuka, keputusan MKEK bersifat
Pada situasi di mana dokter juga merangkap tertutup. Dalam keadaan tertentu, keterbukaan
sebagai pengacara atau aparat hukum lainnya, keputusan MKEK sebagian besar bersifat
maka harus dijelaskan status dan perannya terbatas. Batasannya sangat restriktif, terbuka
pada proses sidang kemahkamahan MKEK ini. hanya pada pihak-pihak yang disebutkan
Konflik kepentingan harus dipastikan tidak dalam amar putusan. Pihak yang paling sering
terjadi.3 disebutkan ialah lembaga otoritatif yang
Keterbukaan penyampaian dan sejauh berwenang menindaklanjuti keputusan MKEK
mana sifat keterbukaan yang diizinkan adalah hal tersebut, baik organisasi profesi maupun
penting yang harus ada dalam setiap keputusan institusi lain yang berwenang dalam praktek/
MKEK. Keterbukaan dapat dinyatakan tersurat keilmuan kedokteran.
secara jelas dan tegas, dapat pula tersirat dengan Analisis sifat keterbukaan keputusan
misalnya keputusan tersebut diberikan kepada MKEK antara lain adalah sebagai berikut:
jajaran yang memiliki otoritas administratif
1. Terbuka dengan putusan lengkap/tidak
untuk penindaklanjutan (misalnya IDI Wilayah
lengkap untuk dokter teradu
setempat, Pengurus Besar IDI, Perhimpunan
Dokter Spesialis dokter teradu setempat, Konsil Putusan MKEK umumnya diberikan
Kedokteran Indonesia, Dinas/Suku Dinas kepada dokter teradu secara lengkap melalui
Kesehatan setempat, Rumah Sakit tempat sidang pembacaan putusan. Seandainya dokter
dokter tersebut berpraktek, dan sebagainya) teradu tidak datang saat pembacaan putusan,
sesuai dengan arahan tindak lanjut yang maka mekanisme dikembalikan kepada MKEK
menjadi bagian dari keputusan tersebut. tersebut.
Sifat keterbukaan sidang kemahkamahan Mekanisme ini perlu dibuat secara
etik MKEK, termasuk di dalamnya pengaturan bijaksana, misalnya jika alasan ketidakhadiran
sejauh mana keterbukaan pada mekanisme dokter teradu tersebut ada pada situasi sering
sidang dan amar putusannya, adalah jaga malam dan bahkan melampaui regulasi jam
sepenuhnya menjadi wewenang dari Ketua kerja dokter yang direkomendasikan, MKEK
MKEK/Ketua Divisi Kemahkamahan/Ketua justru pada kondisi itu perlu membantu dokter
Majelis Pemeriksa, sesuai Pedoman Organisasi teradu tersebut untuk dapat menjalankan
dan Tatalaksana Kerja MKEK Pasal 24 ayat 5.1 kewajibannya secara layak.4
Bagaimana jika keputusan yang dihasilkan Dokter teradu dapat dipertimbangkan
MKEK tidak menyebutkan dengan jelas sifat diberikan salinan surat keputusan lengkap
keterbukaan dan tidak pula menyebutkan apabila dalam proses menjalani sanksi
lembaga yang memiliki otoritas administratif? ataupun rehabilitasi pasca menjalani sanksi
Maka pemaknaan keterbukaan dikembalikan terdapat masalah dengan pihak-pihak terkait
penafsirannya sesuai Pedoman Organisasi yang berbeda penafsirannya. Keputusan
dan Tatalaksana MKEK Pasal 24 ayat 4, yang implisit lengkap yang eksekutorial akan sangat
menyatakan bahwa “Kecuali dinyatakan lain, membantu menyelesaikan masalah tersebut di
keputusan MKEK bersifat tertutup”.1 Dengan lapangan.
demikian keputusan detail hanya dimiliki
2. Terbuka secara lengkap/tidak lengkap
MKEK setingkat yang mengadakan sidang
untuk lembaga yang memiliki otoritas
tersebut.
Keputusan MKEK umumnya terbuka
HASIL DAN PEMBAHASAN untuk lembaga yang memiliki otoritas/
kewenangan sehingga keputusan tersebut dapat
Dapatkah Keputusan Kemahkamahan Etik efektif dijalankan. Keputusan MKEK dapat
MKEK dinyatakan terbuka? diberikan secara lengkap/tidak lengkap kepada
Sebagaimana telah dijelaskan, apabila tidak lembaga yang memiliki otoritas tersebut sesuai
ada amar/diktum yang khusus menyebutkan dengan keadaan. Pemberian keputusan MKEK
46 Jurnal Etika Kedokteran Indonesia Vol 2 No. 2 Jun 2018
Prawiroharjo P, Santosa F, Reggy Lefrandt R, Sidipratomo P, dan Purwadianto A

secara lengkap dapat dipertimbangkan kepada menuntut dokter teradu di peradilan umum
lembaga yang memiliki kewenangan di antaranya dan memakai keputusan MKEK yang
jika dikhawatirkan adanya kesimpangsiuran menghukum dokter teradu sebagai penguat
informasi yang dirasakan dapat berujung tuntutannya. Pengalaman pahit ini membuat
pada kegamangan lembaga tersebut untuk insan kedokteran MKEK meradang, meskipun
menindaklanjutinya. tetap menghargai upaya hukum yang ditempuh
Lembaga yang memiliki otoritas/ pengadu. Selain itu, perlu dipahami bahwa
kewenangan namun tidak terbatas pada yang fungsi utama MKEK adalah pembinaan internal
disebutkan, di antaranya adalah: bagi anggota IDI, bukan untuk disiarkan keluar.
a. Pengurus IDI setingkat dengan MKEK yang Agar diketahui khalayak, pengurus dan
membuat keputusan. Majelis Pemeriksa MKEK ini sama sekali
b. MKEK PB IDI dan PB IDI yang menerima tidak menerima biaya dari negara (karena IDI
laporan sebagai arsip. merupakan organisasi profesi independen yang
c. Perhimpunan Dokter Spesialis sesuai dokter tak dibiayai negara) dan juga tidak menarik
teradu jika dokter teradu adalah spesialis. biaya pengaduan perkara sama sekali. MKEK
d. Dinas Kesehatan, Suku Dinas Kesehatan, juga dalam bekerja sangat mengedepankan
dan atau instansi lainnya yang berwenang kompetensi dan profesionalisme, sehingga
menerbitkan Surat Izin Praktek pada umumnya yang ditunjuk untuk menyelesaikan
tempat dokter teradu berpraktek, jika jenis perkara sebagai Majelis Pemeriksa kasus aduan
sanksi yang dijatuhkan memiliki imbas pada tersebut adalah tim dokter terbaik yang tersedia
penghentian/pembekuan rekomendasi izin sesuai kompetensi dan relevansinya dengan
praktek dari IDI. kasus aduan tersebut, sehingga masalah aduan
e. Institusi pendidikan dan atau kolegium tersebut dapat ditelaah dengan sangat baik dan
terkait, jika bentuk sanksi yang diberikan melalui investigasi bermutu dari aspek ilmu dan
berupa dokter teradu diharuskan etika kedokteran.
menempuh pendidikan ulang atau program Dengan kata lain, pengadu sudah diberikan
pendidikan berkelanjutan tertentu. fasilitas layanan menyelesaikan aduannya secara
f. Serta lembaga yang dipandang memiliki gratis (tidak dipungut bayaran operasional
otoritas lain yang relevan terhadap subjek sama sekali oleh MKEK) dan aduan tersebut
keputusan (dokter teradu dan pengadu) ditindaklanjuti secara profesional. Namun
serta amar keputusan yang dihasilkan. bila keputusan MKEK malah dipakai pengadu
sebagai penguat argumentasinya dalam rangka
3. Terbuka untuk pihak pengadu
menjebloskan dokter teradu untuk terkena
Secara umum pihak pengadu yang sanksi hukum, maka kenyataan ini, meskipun
melaporkan dugaan pelanggaran etik pada tidak ada aturan yang melarang, tentu membuat
dokter teradu adalah pihak yang sangat penting insan kedokteran meradang. Pengadu yang
untuk diperhitungkan agar dapat dipenuhi licik mendapatkan modal penilaian bermutu
aspirasi keadilannya. Tentu saja MKEK sangat tinggi secara gratis untuk memuluskan agenda
memahami aspirasi tersebut dan sangat ingin kebenciannya kepada dokter teradu.
memuaskan dahaga pencarian keadilan itu Perlakuan picik seperti ini menjadi sangat
dengan sebaik-baiknya. Namun mengapa aturan mengancam nilai kesejawatan sesama dokter.
dalam Pedoman Organisasi dan Tatalaksana Hal ini rentan dijadikan proyek adu domba
MKEK tidak menyebutkan secara otomatis oleh pihak luar menggunakan tangan MKEK.
pihak pengadu diinformasikan tentang hasil Karena itu, dalam sidang pembacaan keputusan
putusan MKEK? dan juga sidang-sidang sebelumnya, pengadu
Hal ini dikarenakan pengalaman pahit tidak diperkenankan membawa alat perekam
sebelumnya, di mana keputusan MKEK suara termasuk ponsel.
dimanfaatkan oleh pengadu yang merupakan
masyarakat umum untuk melanjutkan
Jurnal Etika Kedokteran Indonesia Vol 2 No. 2 Jun 2018 47
Dapatkah Keputusan Kemahkamahan Etik Majelis Kehormatan Etik Kedokteran Bersifat Terbuka?

Pertimbangan pengalaman sangat pahit dan berdampak terhadap lingkungan pekerjaan.


inilah yang membuat aspirasi dan kebijaksanaan Kajian berikutnya yang patut
dari penyusunan Pedoman Organisasi dan dipertimbangkan adalah jika Majelis Pemeriksa
Tatalaksana MKEK untuk tidak secara otomatis menilai bahwa pengawasan dan umpan balik
memberikan putusannya kepada pihak dari lingkungan kerja dokter tersebut diperlukan
pengadu. Termasuk tidak bersedia memberikan sebagai bagian dari tujuan pembinaan perilaku
putusannya kepada aparat penegak hukum dan yang ingin dicapai dari pemberian sanksi
kuasa hukum pengadu.1 mendidik kepada dokter teradu.5
Pokok masalahnya adalah tidak ada Sebagai contoh kasus fiktif, dokter A yang
jaminan dan tidak diakui masuk dalam sistem ahli di bidang kanker diadukan ke MKEK
peradilan bahwa dokter teradu yang telah karena menyampaikan “vonis mati” dengan
ditangani dan dihukum secara profesional cara yang jauh dari kesantunan pada pasien
oleh MKEK, akan terlindung dari kriminalisasi yang menderita kanker stadium lanjut. MKEK
lanjutan di peradilan umum. Meskipun kemudian bersidang dan kemudian mengambil
upaya-upaya tersebut telah terus dicoba dijalin keputusan memberikan sanksi etik kepada dokter
kerjasamanya antara IDI dengan instansi aparat A berupa pembinaan perilaku berkomunikasi
penegak hukum, namun pada kenyataannya yang baik pada situasi kasus dengan prognosis
tidak ada jaminan yuridis terkait hal ini. medik buruk. Keputusan yang diberikan juga
Lalu kapankah putusan MKEK dapat menjelaskan bahwa dokter A tersebut masih
dipertimbangkan disampaikan terbuka untuk diperbolehkan praktek, namun diawasi secara
pihak pengadu? Situasi pertama adalah sepanjang ketat bagaimana dokter A mengubah perilaku
MKEK sangat yakin sang pengadu tidak akan komunikasinya pada prakteknya sehari-hari
melanjutkannya di proses hukum. Keyakinan dengan baik melalui masa pengawasan selama
tersebut secara teknis di lapangan diserahkan 6 bulan. Setelah 6 bulan, MKEK akan menilai
pada kebijaksanaan MKEK setempat. Misalnya kembali dengan memperhatikan umpan balik
menunjukkan itikad pengadu tersebut dalam pengawasan perubahan perilaku yang terjadi
bentuk: 1) jaminan tertulis yang terang, dan pada dokter A. Secara realistis, tentu saja pihak
2) pernyataan siap menanggung konsekuensi yang paling memungkinkan untuk melakukan
tertentu jika akad kepercayaan antara pengadu pengawasan melekat tersebut adalah dokter/
dengan MKEK tadi diselewengkan. tenaga kesehatan di lingkungan kerja dokter
Situasi kedua adalah saat konstruksi yang diberi sanksi etik tersebut. Sehingga dalam
sistem peradilan Indonesia telah memberi konteks ini, MKEK dapat membuka putusannya
porsi yang proporsional terhadap eksistensi kepada pihak yang memungkinkan untuk
MKEK, yakni konstruksi sistem peradilan yang menjalankan pengawasan perilaku komunikasi
menghindarkan potensi dokter teradu untuk tersebut.
dikriminalisasi kembali pada proses hukum Situasi lain adalah jika Majelis Pemeriksa
untuk perkara yang sama, setelah diberikan memandang bahwa proses rehabilitasi dokter
sanksi oleh organisasi profesinya. pasca menjalankan sanksi etik untuk dapat
bekerja kembali seperti dahulu diperlukan kerja
4. Terbuka untuk dokter/tenaga kesehatan
sama khusus yang baik dari lingkungan kerja
tertentu di lingkungan kerja dokter teradu
dokter teradu tersebut.
Dari sudut pandang lingkungan pekerjaan, MKEK dalam hal membuka putusannya
aduan dugaan pelanggaran etik yang diterima kepada dokter/tenaga kesehatan di lingkungan
MKEK dapat dikategorikan memiliki atau tidak kerja dokter teradu perlu mengidentifikasi lebih
memiliki hubungan dan dampak terhadap detail sejauh mana putusan itu dapat dibuka,
lingkungan pekerjaan. Tentu saja putusan dan memberi mandat tegas agar dokter/tenaga
MKEK yang dapat dipertimbangkan dibuka kesehatan yang dititipkan amanah putusan
untuk dokter/tenaga kesehatan di lingkungan MKEK tersebut untuk menjaga kerahasiaan
bekerja dokter teradu ialah yang berhubungan dengan sebaik-baiknya.
48 Jurnal Etika Kedokteran Indonesia Vol 2 No. 2 Jun 2018
Prawiroharjo P, Santosa F, Reggy Lefrandt R, Sidipratomo P, dan Purwadianto A

5. Terbuka untuk kepentingan pendidikan 7. Terbuka kepada masyarakat umum dan


pers
Keputusan MKEK atas suatu kasus
hampir selalu mengandung muatan hikmah Secara umum, keputusan MKEK tidak
dan pendidikan di dalamnya, yang sangat dibuka kepada masyarakat dan pers. Keputusan
disayangkan jika hanya mengendap dan berlalu MKEK hanya dipertimbangkan untuk bersifat
begitu saja. Karenanya, MKEK dapat membuat terbuka kepada khalayak jika kasus aduan
detail penyelesaian kasus menjadi terbuka etika tersebut benar-benar khusus, yang secara
sebagian untuk kepentingan pendidikan langsung merugikan kepentingan masyarakat
baik kepada kepengurusan MKEK di Pusat banyak.
atau wilayah/cabang lainnya, kepengurusan Selain itu, perlu juga dipertimbangkan
Dewan Etik Perhimpunan Dokter Spesialis, faktor kepentingan masyarakat bila hasil putusan
kepengurusan Ikatan Dokter Indonesia lainnya ini dibuka, apakah masyarakat memang harus
termasuk Perhimpunan-perhimpunan yang tahu karena berisiko merugikan kesehatan
dinaunginya, sampai menjadi materi ajar di masyarakat bila keputusan dibiarkan tetap
Program Pendidikan Dokter Umum (PPDU) tertutup, ataukah hanya karena masyarakat
dan Program Pendidikan Dokter Spesialis ingin tahu (tanpa dampak kesehatan apapun)
(PPDS). Tentu saja untuk tetap menjaga bahkan cenderung ingin membawa masalah
kerahasiaan yang penting dipegang tersebut, tersebut ke pihak peradilan.
detail kasus saat dijadikan bahan materi ajar Hal lain yang menjadi pertimbangan
perlu merahasiakan identitas MKEK yang keterbukaan ini adalah reputasi dokter teradu.
menangani, identitas pengadu dan dokter Akan tidak etis bila kesalahan kecil seorang
teradu, identitas Tempat Kejadian Perkara dokter yang sebelumnya memiliki prestasi baik
berikut kota/kabupaten dan Provinsinya, serta kemudian dibuka ke masyarakat hingga reputasi
identitas lainnya yang diperlukan. dokter tersebut hancur, padahal kesalahan
tersebut tidak merugikan kesehatan pasien
6. Terbuka untuk kepentingan laporan
secara umum dan selama ini dokter tersebut
pertanggungjawaban dalam organisasi
belum pernah melakukan kesalahan etis.
MKEK sebagai organ yang dipilih dalam Terdapat beberapa situasi di mana
Muktamar, Musyawarah tingkat Wilayah atau MKEK dapat mempertimbangkan untuk
Cabang, serta Dewan Etik Perhimpunan Dokter menyampaikan keputusannya secara terbuka
Spesialis (PDSp) sebagai organ yang idealnya penuh kepada masyarakat umum dan insan
dipilih dalam Musyawarah Perhimpunan pers, di antaranya:
Dokter Spesialis perlu untuk menyampaikan a. Jika dokter teradu diduga aktif melakukan
pertanggungjawaban publiknya pada setiap kecenderungan propaganda, yakni
forum evaluasi yang ada pada berbagai rapat melakukan sosialisasi informasi terkait
dan atau Musyawarah yang memiliki tujuan kesehatan menggunakan media massa/
untuk itu. Dalam menyampaikan laporan media sosial atau aktivitas beriklan yang
pertanggungjawaban pada forum yang dibentuk bersifat masif dan berkali-kali disampaikan
untuk itu, proses dan hasil amar keputusan secara luas, dengan muatan isi informasi
MKEK bagaimanapun menjadi bagian tak yang sangat keliru (hoax).6,7 Sebagai contoh,
terpisahkan yang juga harus dilaporkan. Oleh seorang dokter mengklaim sebagai dokter
karenanya, keputusan MKEK dapat dibuka satu-satunya yang melakukan suatu tindakan
sebagian, sekedar pokok utamanya saja, dengan medik dan secara masif menyampaikan
tetap merahasiakan identitas pengadu, dokter hal ini berkali-kali menggunakan media
teradu, Tempat Kejadian Perkara berikut kota/ massa dan media sosial. Meskipun akibat
kabupaten dan Provinsinya, serta identitas ketimpangan pemahaman, masyarakat awam
lainnya yang diperlukan. tidak mempersoalkan dan sama sekali tidak
resah dengan hal tersebut, namun hal ini

Jurnal Etika Kedokteran Indonesia Vol 2 No. 2 Jun 2018 49


Dapatkah Keputusan Kemahkamahan Etik Majelis Kehormatan Etik Kedokteran Bersifat Terbuka?

merupakan pelanggaran etika kedokteran Karena hal ini sangat berpotensi merugikan
yang nyata. marwah profesi kedokteran dan organisasi
b. Jika dokter teradu terbukti menyebabkan profesi kedokteran, juga diakibatkan
keresahan publik dan atau banyak pihak penyampaiannya dilakukan secara masif
dari insan profesi kedokteran secara nyata, dan terbuka kepada publik, maka keputusan
akibat melakukan sosialisasi informasi keliru MKEK terkait dokter tersebut dapat
terkait kesehatan (hoax) yang disampaikan disampaikan terbuka sekaligus memberi
secara luas kepada masyarakat.6,7 Sebagai konfirmasi resmi kepada publik bahwa
contoh kasus untuk kerugian masyarakat organisasi profesi kedokteran yang dituduh
ialah ketika seorang dokter aktif melakukan tersebut tidak seperti apa yang dituduhkan.
kampanye antivaksin.8 d. Jika MKEK karena satu dan lain hal
Perbedaan antara situasi butir (a) dan dimintakan klarifikasinya secara luas oleh
(b) ialah pada butir (a) tampak itikad yang publik dan pers terkait duduk perkara aduan
sangat tidak baik dari dokter dengan aktif yang ditanganinya. Dalam kondisi demikian
dalam penyebaran hoax sehingga cenderung maka MKEK dapat bermusyawarah untuk
melakukan propaganda. Sementara butir membuat perubahan keputusan khusus
(b) menitikberatkan pada analisis dampak mengenai sifat keterbukaan dari amar
dari informasi yang keliru tersebut kepada keputusan tersebut. Tentu saja amar
masyarakat, marwah profesi kedokteran di keputusan tidak disampaikan secara total
mata masyarakat, serta banyak pihak insan kepada publik, perlu dilakukan pemilihan
profesi kedokteran secara nyata meskipun upaya dan pemilahan informasi terutama
penyebaran informasi ini tidak secara masif untuk meluruskan persepsi publik yang
dilakukan oleh dokter yang bersangkutan. berkembang secara liar terkait kasus
Pada kenyataan di lapangan, sering kali dua tersebut. Dalam hal ini MKEK yang diminta
situasi butir (a) dan (b) ini dapat terjadi secara klarifikasi tersebut wajib berkomunikasi
bersamaan. dengan MKEK pada tingkat yang lebih
c. Jika dokter dalam aktivitasnya di media tinggi.
massa/sosial aktif menyebarkan informasi e. Jika MKEK menetapkan pelanggaran
non kesehatan, misalnya terkait politik, tersebut sangat berat sehingga dokter
ras, agama, dan sebagainya yang sangat teradu dijatuhkan sanksi maksimal berupa
keliru (hoax), namun kekeliruannya itu pemberhentian tetap dari keanggotaan
sedemikian rupa dinilai merugikan marwah Ikatan Dokter Indonesia. Hal ini dapat
profesi kedokteran yang luhur, termasuk dipertimbangkan untuk diumumkan kepada
di dalamnya merugikan marwah organisasi masyarakat dan pers, sehingga masyarakat
profesi kedokteran Indonesia.7,9 Sebagai luas tidak lagi memosisikan dokter yang
contoh jika ada dokter yang menyebarkan dijatuhi sanksi berat tersebut sebagai
informasi bahwa IDI atau perhimpunan representasi dokter dalam pernyataan dan
kedokteran tertentu sudah ditunggangi tindak tanduknya di kemudian hari.
kepentingan politik, bahkan dituding Sebagai contoh kasus fiktif, dokter A
anti Pancasila dan Negara Kesatuan melakukan tindak tanduk yang membuat
Republik Indonesia (NKRI) hanya karena masyarakat luas memiliki persepsi keliru
organisasi tersebut melakukan audiensi terhadap profesi kedokteran, sehingga
dengan seorang tokoh politik atau dalam masyarakat marah dan menumpahkan
kegiatannya mengundang satu tokoh yang kemarahannya. Dokter A dianggap sebagai
dipersepsi oleh salah satu kubu politik representasi dokter di Indonesia pada umumnya,
sebagai bermasalah (bukan merupakan dan masyarakat menganggap tindak tanduk
vonis pengadilan atau keputusan hukum dokter A mencerminkan profesi kedokteran
negara lainnya). Padahal, tudingan serius ini di Indonesia sudah sampai titik nadir. Kasus
dilakukan tanpa proses verifikasi yang baik. ini lalu diadukan ke MKEK, yang kemudian
50 Jurnal Etika Kedokteran Indonesia Vol 2 No. 2 Jun 2018
Prawiroharjo P, Santosa F, Reggy Lefrandt R, Sidipratomo P, dan Purwadianto A

berkesimpulan pelanggaran ini termasuk sangat


KESIMPULAN
berat dan akhirnya memutuskan memberikan
sanksi etika paling berat pada dokter A yaitu Terdapat beberapa situasi, kondisi,
pemberhentian tetap keanggotaan IDI. Situasi dan toleransi yang memungkinkan MKEK
kasus fiktif ini dapat dipertimbangkan untuk menyatakan sifat terbuka pada keputusan sidang
diumumkan luas kepada masyarakat agar tidak kemahkamahan yang memberi sanksi kepada
lagi muncul persepsi publik bahwa perilaku dokter teradu. Ada berbagai kemungkinan yang
memalukan yang dilakukan dokter A itu dapat dipertimbangkan dalam menetapkan sifat
merupakan representasi wajah dokter Indonesia keterbukaan ini, sejauh mana keterbukaannya,
pada umumnya. dan bagaimana opsi penerapannya di lapangan,
di antaranya perlu juga menakar reputasi
8.
Terbuka sebagai konsekuensi dari
dokter teradu, keterbatasan keahlian dokter
perubahan Pedoman Organisasi dan
teradu di daerahnya, dan sisi pihak yang
Tatalaksana MKEK
mendapatakses keterbukaan informasi putusan.
Hal terakhir yang mungkin menjadikan Diperlukan kebijaksanaan Majelis Pemeriksa
keputusan MKEK dapat bersifat terbuka yang menangani kasus tersebut untuk menakar
adalah jika memang diatur demikian pada seluruhnya dengan bijaksana, adil, dan baik.
revisi Pedoman Organisasi dan Tatalaksana Pertimbangan kontekstual selanjutnya perlu
MKEK di kemudian hari. Pedoman yang dirumuskan secara hati-hati dan bijaksana oleh
ada saat ini menyatakan “Keputusan MKEK MKEK Pusat dalam bentuk suatu panduan.
bersifat tertutup, kecuali dinyatakan lain”.1 Jika Analisis berbagai situasi dan kondisi ini ke
keterangan ini di kemudian hari diganti, maka depan dapat dimasukkan ke dalam revisi
sifat keterbukaan dapat menyesuaikan dengan Pedoman Organisasi dan Tatalaksana MKEK
landasan kerja yang baru nanti. Hanya saja dalam dan atau dapat ditindaklanjuti menjadi fatwa
mempertimbangkan sifat keterbukaan tersebut, etik kedokteran yang khusus untuk hal tersebut.
seyogianya seluruh butir-butir pertimbangan
yang lain dapat dijadikan bahan penelaahan KONFLIK KEPENTINGAN
untuk penyusunan perubahan Pedoman
Organisasi dan Tatalaksana MKEK kelak. Tidak ada konflik kepentingan.
Perbandingan dengan Negara Lain
REFERENSI
Terdapat berbagai variasi antarnegara
mengenai keterbukaan keputusan 1. Purwadianto A, editor. Pedoman
kemahkamahan etik kedokteran. Negara bagian organisasi dan tata laksana kerja Majelis
California dari Amerika Serikat, misalnya, Kehormatan Etik Kedokteran. Jakarta: Majelis
menggunakan asas tertutup bagi keputusan Kehormatan Etika Kedokteran Ikatan Dokter
kemahkamahan etiknya selama tidak ada Indonesia; 2008.
tindakan disiplinisasi yang dilakukan. Ketika
2. Majelis Kehormatan Etik Kedokteran
keputusan tersebut berakibat pada pencabutan
Indonesia. Kode etik kedokteran tahun 2012.
atau pembekuan izin praktik, baik sementara
Jakarta; 2012.
maupun permanen, maka barulah isi keputusan
tersebut dibuka ke publik, namun hanya 3. Purwadianto A, Meilia PDI. Tinjauan
sebatas kesimpulan akhirnya saja.10 Berbeda lagi etis rangkap profesi dokter-pengacara. JEKI.
dengan Ontario, negara bagian dari Kanada, 2017;1(1):1–6. https://doi.org/10.26880/jeki.
di mana tidak hanya isi keputusannya yang v1i1.2.
dipublikasikan melainkan juga kronologi
pelanggaran etiknya secara detail, walau tetap
merahasiakan nama pasien dan pengadu yang
terlibat.11
Jurnal Etika Kedokteran Indonesia Vol 2 No. 2 Jun 2018 51
Dapatkah Keputusan Kemahkamahan Etik Majelis Kehormatan Etik Kedokteran Bersifat Terbuka?

4. Baharuddin M, Lefrandt R, Santosa


F. Tinjauan etik regulasi jam kerja dokter di
Indonesia. JEKI. 2017;1(1):25–9. https://doi.
org/10.26880/jeki.v1i1.6.
5. Rozaliyani A, Meilia PDI, Librianty N.
Prinsip penetapan sanksi bagi pelanggaran etik
kedokteran. J Etik Ked Ind. 2018 Mar 19;2(1):19.
https://doi.org/10.26880/jeki.v2i1.11.
6. Prawiroharjo P, Meilia PDI. Dokter
beriklan: Sebuah tinjauan menurut Kode Etik
Kedokteran Indonesia (KODEKI) tahun 2012. J
Etik Ked Ind. 2017 Oct 11;1(1):13. https://doi.
org/10.26880/jeki.v1i1.4.
7. Prawiroharjo P, Librianty N. Tinjauan
Etika Penggunaan Media Sosial oleh Dokter. J
Etik Ked Ind. 2017 Oct 11;1(1):31. https://doi.
org/10.26880/jeki.v1i1.7.
8. Sundoro J, Sulaiman A, Purwadianto A,
Wasisto B. Kampanye anti-vaksin oleh seorang
dokter, apakah melanggar etik? J Etik Ked Ind.
2018 Mar 19;2(1):1. https://doi.org/10.26880/
jeki.v2i1.8.
9. Prawiroharjo P, Rozaliyani A, Purwadianto
A. Menjaga etika kedokteran pada masa tahun
politik. J Etik Ked Ind. 2018 Mar 19;2(1):23.
https://doi.org/10.26880/jeki.v2i1.12.
10. Business and professions code, section
803.1. California; 2017.
11. College of Physicians and Surgeons
of Ontario. Privacy code [Internet]. 2018.
Diunduh dari: http://www.cpso.on.ca/About-
Us/Privacy-Code

52 Jurnal Etika Kedokteran Indonesia Vol 2 No. 2 Jun 2018


Santosa F, Purwadianto A, Sidipratomo P, Pratama P, Prawiroharjo P. Sikap Etis Dokter pada Pasien ISSN 2598-179X (cetak)
yang “Mendiagnosis” Diri Sendiri Menggunakan Informasi Internet pada Era Cyber Medicine. JEKI. ISSN 2598-053X (online)
2018;2(2):53–7. doi: 10.26880/jeki.v2i2.16.

Sikap Etis Dokter pada Pasien yang


“Mendiagnosis” Diri Sendiri Menggunakan
Informasi Internet pada Era Cyber Medicine
Frans Santosa1,2, Agus Purwadianto1,3, Prijo Sidipratomo1,2, Peter Pratama, Pukovisa Prawiroharjo1,4
Majelis Kehormatan Etik Kedokteran Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia
1

2
Fakultas Kedokteran Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta
3
Departemen Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia/Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo
4
Departemen Neurologi, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia/Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Jakarta

Kata Kunci Abstrak Saat ini, internet telah banyak menyajikan informasi
Cybermedicine, diagnosis, internet tentang kedokteran dan kesehatan. Di satu sisi informasi yang
Korespondensi tersaji berupa penemuan-penemuan baru dan keberhasilan ilmu
pukovisa@ui.ac.id kedokteran di bidang eksperimen, operatif, invasif, maupun
Publikasi konservatif, yang sangat berguna bagi dokter dalam menjalankan
© 2018 JEKI/ilmiah.id profesinya untuk menolong pasien dan membantu edukasi awam
DOI kepada pasien. Namun di sisi lain, informasi ini tidak dapat
10.26880/jeki.v2i2.16
dipilih dan dipilah dengan baik oleh awam sehingga salah satunya
Tanggal masuk: 31 Maret 2018 melahirkan banyaknya pasien yang berusaha “mendiagnosis”
Tanggal ditelaah: 6 Mei 2018 dirinya sendiri, bahkan menterapi dirinya sendiri. Jenis pasien
Tanggal diterima: 10 Mei 2018 demikian semakin banyak, dan di tengah usaha coba-coba mereka
Tanggal publikasi: 12 Juni 2018 mendiagnosis dan menterapi diri sendiri, mereka pergi ke dokter
untuk meminta obat sebagaimana yang ia baca di internet untuk
diresepkan atau bahkan lebih jauh lagi, dapat menyanggah
diagnosis dan pendapat profesional dokter yang menangani.
Diperlukan sikap etis dokter untuk dapat menghargai pasien
sekaligus meluruskan dengan terang dan tegas terhadap informasi
keliru yang dipercaya pasien.

Abstract Nowadays, the internet has broadcasted various information about medicine and health.
The information may be of new discoveries and success in the field of experiments, operative, invasive,
and conservative, all of which is very useful for doctors in carrying out his duties to help and educate
patients. But on the other hand, the community cannot determine the correctness of such information
well, resulting in patients trying to “diagnose” himself, even self-medicating. There are increasing
number of such patients, and during their attempt to diagnose and self-medicate, they go to doctors
asking for drugs they read on the internet for prescription, or even further, to debate a professional
doctor’s diagnosis and opinion. Doctor’s ethical attitude is required to honor such patient as well as to
firmly straighten out the truth against such false information which the patient believes on.

medis.
PENDAHULUAN
Mencari informasi medis dulu adalah
Saat ini, nyaris semua orang di seluruh sulit bahkan bagi seorang dokter. Publikasi
dunia saat ini telah menggunakan dan jurnal kedokteran hanya dapat ditemukan di
memanfaatkan teknologi informasi khususnya perpustakaan, dan bahkan kadang harus melalui
internet. Informasi-informasi tersebut dapat proses pemesanan selama 5-7 hari. Namun, masa-
meliputi segala bidang, termasuk politik, masa sulit tersebut telah berakhir sekitar tahun
ekonomi/perdagangan, budaya, sosial, 1990-an dengan munculnya publikasi-publikasi
teknologi, olahraga, dan juga kedokteran/ baru yang dapat diunduh dari internet. Ilmu

Jurnal Etika Kedokteran Indonesia Vol 2 No. 2 Jun 2018 53


Sikap Etis Dokter pada Pasien yang “Mendiagnosis” Diri Sendiri
Menggunakan Informasi Internet pada Era Cyber Medicine

pengetahuan yang mengaplikasikan teknologi dan masyarakat awam, yang relatif tidak pernah
internet pada bidang kedokteran dan kesehatan belajar khusus ilmu-ilmu kedokteran mulai dari
masyarakat, bersama dengan studi mengenai tingkat dasar hingga penerapan.
dampak dan implikasi internet, serta evaluasi Akibatnya, pasien cenderung menganggap
kesempatan dan tantangan dalam pelayanan bahwa seluruh informasi medis yang tertulis
kesehatan diisitilahkan sebagai cybermedicine di internet adalah nyata dan benar, bahkan
(kedokteran internet). jika tulisan itu dinarasikan dengan sangat
Perlu diperhatikan bahwa cybermedicine meyakinkan, tulisan internet tersebut dianggap
berbeda dari telemedicine (kedokteran jarak jauh) lebih benar daripada pendapat dokter
walaupun keduanya berhubungan erat dengan sungguhan. Dari kepercayaan pasien terhadap
teknologi internet, di mana cybermedicine informasi tersebut, mulailah ia “mendiagnosis”
digunakan untuk menyebarkan informasi klinis dirinya dengan data-data keluhan yang ia
dan non-klinis kepada dunia umum, sementara rasakan, dan bahkan mengobati dirinya dengan
telemedicine membagikan informasi klinis dalam obat yang tertulis di internet. Masalah kemudian
lingkungan medis yang tertutup.1 muncul ketika obat tersebut sulit didapatkan
Paralel dengan bioteknologi, di apotek karena harus melalui resep dokter.
cybermedicine berpotensi mengubah dunia Pasien yang sudah kadung yakin ini dapat tidak
dengan menghasilkan keuntungan yang hilang akal dan menyiasati dengan datang ke
beragam kepada manusia. Apalagi, informasi dokter sungguhan hanya untuk meminta resep
kedokteran dari internet adalah salah satu yang dimaksud.
yang mendapatkan perhatian terbesar untuk Dokter yang dikunjungi, mendengar
dibaca dan bahkan diyakini sebagai kebenaran, cerita pasien ini, mungkin akan menemukan
karena umumnya mengklaim bahwa manusia hal-hal yang tidak sesuai, diskrepansi antara
akan hidup lebih lama dan lebih sehat. Sebut gejala pasien dan diagnosis yang dibuatnya
saja informasi mengenai penemuan-penemuan sendiri. Namun sering kali, ketika sang dokter
baru dan keberhasilan ilmu kedokteran di menyatakan ketidaksetujuannya, malah
bidang eksperimen, operatif, invasif, maupun pasiennya berbalik mendebat dia dengan ilmu
konservatif, yang sangat berguna bagi dokter pengetahuan seadanya dari “Dr. Internet”
dalam menjalankan profesinya untuk menolong yang tidak didukung oleh dasar pemahaman
pasien dan membantu edukasi awam kepada atas fisiologi dan patofisiologi. Tidak jarang
pasien. dokter tersebut kemudian membalas dengan
Sebagaimana informasi lainnya yang nada emosi yang kurang pantas dan bahkan
tersebar di internet, tanggung jawab medis menyebabkan pelanggaran etika kedokteran.
dan etik juga melekat pada informasi dalam Lalu bagaimanakah sikap dokter yang semestinya
cybermedicine, dalam hal ini terutama adalah dalam menghadapi pasien seperti ini?
etik kedokteran. Sayangnya ada oknum yang Dokter harus menjadi benteng terdepan
menyalahgunakan kemudahan tersebut untuk dalam menghadapi informasi dari internet yang
tujuan pribadi atau kelompoknya. Lalu lintas merugikan pasien.2 Sebaliknya, dokter juga
informasi di dunia internet tersebut sedemikian harus menghindarkan diri dari penggunaan
masif dan membanjir, bercampur baur antara media sosial yang tidak sesuai dengan prinsip-
informasi yang otentik, nyata, serta berguna, prinsip luhur profesi, di antaranya malah
dan yang keliru, bohong, serta menyesatkan menyebarkan hoax atau beriklan secara
(hoax). berlebihan.2,3 Penyalahgunaan cybermedicine
Bagi seorang dokter yang gemar membaca berupa kesengajaan melakukan propaganda
jurnal dan sumber informasi ilmiah kedokteran informasi keliru (hoax) dapat dihukum menurut
yang mutakhir, umumnya akan lebih mudah Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008
dalam memilah dan memilih mana informasi tentang Informasi dan Transaksi Elektronik,
medis yang otentik dan mana yang keliru. yang kemudian diperbaharui/diperjelas dalam
Namun keahlian ini tidak dimiliki oleh pasien Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016.4
54 Jurnal Etika Kedokteran Indonesia Vol 2 No. 2 Jun 2018
Santosa F, Purwadianto A, Sidipratomo P, Pratama P, dan Prawiroharjo P

Tulisan ini ditujukan untuk membahas dibutuhkan oleh orang-orang yang secara
berbagai aspek etik yang berhubungan dengan sukarela mau menjadi pasien saya.” Kemudian
cybermedicine, khususnya dalam lingkup Dr. L mengakhiri pembicaraannya dengan sang
pelaksanaannya di Indonesia, bersama dengan pasien, yang segera meninggalkan poliklinik.
peraturan-peraturan yang mendampingi Contoh kasus di atas merupakan salah satu
pelaksanaannya. konsekuensi dari cybermedicine. Informasi medis
yang terbuka untuk umum memungkinkan
HASIL DAN PEMBAHASAN pasien untuk mempelajari sendiri penyakitnya,
bahkan mendiagnosis diri sendiri. Tidak jarang
Diagnosis dari “Dr. Internet” muncul pasien yang lebih menguasai penyakitnya
Masih beberapa menit lamanya Dr. L dibandingkan dokter yang dikunjunginya, dan
duduk di kursi meja tulis sambil membayangkan dalam kasus demikian sering kali dokter merasa
peristiwa yang baru dialaminya: dia baru saja “dilangkahi” atau “direndahkan,” sehingga sulit
untuk pertama kalinya “mengusir” seorang untuk mengontrol amarahnya.
pasien, bukan karena pasiennya berbuat
kekerasan atau bertindak kasar. Pasiennya Sikap Dokter terhadap Pasien dari “Dr.
adalah seorang gentleman berusia lima puluhan Internet”
tahun, berpakaian rapi, tampak terawat. Ia Sebagai seorang profesional yang memiliki
adalah spesialis piranti lunak dan direksi dari kompetensi terbaik dalam bidang kesehatan,
sebuah bank, yang dengan tenang dan ramah dokter perlu tetap mengedepankan prinsip-
memulai pembicaraan dengan Dr. L. Pasien prinsip luhur yang terkandung dalam Sumpah
kemudian mengutarakan keluhan rasa ingin Dokter dan KODEKI dalam menghadapi pasien
sering buang air kecil yang menekan di daerah yang mendiagnosis dirinya sendiri dengan
pubis dengan disertai rasa sakit. informasi dari internet. Pasal 14 KODEKI
Ketika Dr. L memulai dengan anamnesis berbunyi, “Seorang dokter wajib bersikap tulus
yang mengarah ke dugaan penyakitnya, pasien ikhlas dan mempergunakan seluruh keilmuan
langsung mengambil tablet PC dari tasnya dan dan keterampilannya untuk kepentingan
mengatakan bahwa semua masalah penyakit pasien…”.5 Oleh karena itu, sikap seorang
sudah jelas. “Oh baik, siapakah TS yang merujuk dokter dalam kasus seperti di atas sebaiknya
Anda ke tempat praktik saya?” kata Dr. L ingin adalah bijaksana dan tenang, karena tujuan
tahu. “Tidak ada yang merujuk saya kemari, mulia dari profesinya adalah demi kepentingan
saya mempelajari dan menyelidiki keluhan yang pasien, bukan demi harga dirinya apalagi
saya alami dan rasakan di internet.” amarahnya semata.
Kemudian sang pasien memberitakan ada Dokter juga harus tetap mempertimbangkan
2 kesimpulan diagnosis penyakit terkait keluhan muatan sumpah kedokteran, terutama sumpah
yang dideritanya. Pasien sendiri berpendapat kedokteran terbaru yang dirilis WMA yang
bahwa dia menderita prostatitis bakterial dan lebih menegaskan salah satu frase sumpah
hanya datang ke poliklinik Dr. L untuk meminta “I WILL RESPECT the autonomy and dignity of
resep. “Anda meminta saya menulis resep obat, my patient”.8 Jangan sampai ketidaksukaan
tanpa harus memeriksa Anda, hanya karena dan ketidaksetujuan kita sebagai dokter
Anda telah mendapat diagnosa penyakit Anda terhadap pasien yang telah memiliki banyak
dari internet?” prasangka akibat membaca-baca sumber dari
Dr. L merasakan bahwa dalam dirinya internet, membuat berkurang sikap kita untuk
mulai timbul rasa amarah yang meluap, tetapi menghormati pasien tersebut.
jiwa profesionalisme tetap dipegang teguh, Selain itu, hubungan luhur profesi dokter
dan sebagai dokter dia harus dapat mengekang dengan pasien adalah sangat spesial, bukanlah
amarahnya dan mengatasi situasi ini demi seperti penyelenggara jasa biasa dengan kliennya,
sang pasien. “Tidak mungkin,” jawab Dr. L apalagi seperti atasan dengan bawahan. Dokter
datar. “Saya hanya menuliskan resep yang adalah mitra pasien dalam mencapai kesehatan
Jurnal Etika Kedokteran Indonesia Vol 2 No. 2 Jun 2018 55
Sikap Etis Dokter pada Pasien yang “Mendiagnosis” Diri Sendiri
Menggunakan Informasi Internet pada Era Cyber Medicine

dan hubungan dokter-pasien didasarkan pada klinis lain yang dapat mengarahkan ke diagnosis
kepercayaan penuh. Perbedaannya hanyalah yang berbeda.
dokter dibekali dengan berbagai ilmu dan Bila pasien tetap menolak diperiksa dan
pengalaman akan dunia medis, yang harus dikaji ulang, sesungguhnya itu adalah termasuk
dibagikan kepada pasien. Namun, dokter yang hak pasien berdasarkan penjelasan cakupan
mempelajari sedemikian banyak penyakit kadang pasal 10 KODEKI, butir ke-2 dan ke-4.5 Maka
tidak sepenuhnya mengetahui hal-hal detail, seyogyanya dokter wajib menghormati pendapat
apalagi yang non-esensial, dari suatu penyakit. atau anggapan pasien atas penjelasannya, dan
Apalagi pasien, yang berasal dari latar belakang menyampaikan bahwa dengan demikian pasien
keilmuan yang berbeda, tidaklah mungkin menolak pelayanan medisnya yang merupakan
sepenuhnya memahami suatu penyakit sedetail satu kesatuan dari anamnesis, pemeriksaan
apa pun artikel yang dibacanya, itu pun bila fisik, pemeriksaan penunjang, hingga terapi.
artikel tersebut adalah artikel berkualitas yang Dokter juga perlu berkonsultasi kepada
berbasiskan bukti. Logika dan penalaran medis pakar etik kedokteran serta memahami konteks
adalah sesuatu yang harus dipelajari secara dan hal-hal apa saja yang diperlukan agar
khusus selama bertahun-tahun serta ditempa masalah ini kemudian tidak menjadi perkara
oleh pengalaman dalam periode yang lebih lama kemahkamahan etik kedokteran di masa
lagi, sehingga tidak mungkin dikuasai hanya dari mendatang.7
membaca selama beberapa menit. Hal demikian
berlaku sebaliknya; tidaklah mungkin seorang KESIMPULAN
dokter mampu menguasai penuh kemampuan
pasiennya yang adalah spesialis piranti lunak, Dokter harus memegang teguh Sumpah
misalnya, hanya dengan membaca artikel Dokter dan menggunakan kemudahan
tertentu selama beberapa menit. Diskrepansi cybermedicine secara proporsional dan profesional.
pengetahuan antara dokter dan pasiennya ini Dokter hendaknya tidak menyebarkan berita
harus diakui oleh kedua belah pihak dengan yang tidak berlandaskan kenyataan, apalagi yang
hati besar dan pikiran yang terbuka. nyata-nyata bohong. Dokter hendaknya dapat
Komunikasi adalah kunci dalam kasus berkepala dingin dalam menghadapi pasien
seperti ini. Pasien yang hanya membaca satu yang mendiagnosis dirinya sendiri melalui
penyakit mungkin mengetahui beberapa fakta informasi cybermedicine. Dokter juga hendaknya
tambahan yang tidak diketahui sang dokter. selalu mengedepankan kesejawatan dan bersatu
Oleh karena itu, solusi terbaik adalah diskusi. bersama dalam menjaga kedamaian di NKRI
Dokter dapat menanyakan apa yang diketahui melalui tulisan-tulisan yang konstruktif di
pasien dari penyakitnya termasuk sumber bidang ilmu kedokteran.
artikel yang dibacanya. Dokter dengan dasar
keilmuannya dapat membantu menilai apakah KONFLIK KEPENTINGAN
sumber artikel tersebut adalah valid secara
medis atau hanya hoax. Terlepas dari apakah Tidak ada konflik kepentingan.
pasien tersebut memilih untuk memercayai
penjelasan dari dokter ataupun tidak, semua UCAPAN TERIMA KASIH
dikembalikan pada prinsip otonomi pasien.
Kemudian, dokter dapat menawarkan Penulis memberikan ucapan terima kasih
pemeriksaan ulang untuk mengkonfirmasi kepada Fadlika Harinda yang telah membantu
diagnosis. Pasien perlu diberi pengertian penulis dalam merealisasikan tulisan ini.
bahwa tentunya diagnosis “Dr. Internet” hanya
berdasarkan keluhan pasien (“anamnesis” yang
tidak sistematis) tanpa disertai pemeriksaan
fisik. Dalam pemeriksaan ulang tersebut sangat
mungkin ditemukan gejala dan manifestasi
56 Jurnal Etika Kedokteran Indonesia Vol 2 No. 2 Jun 2018
Santosa F, Purwadianto A, Sidipratomo P, Pratama P, dan Prawiroharjo P

REFERENSI
1. Eysenbach G, Sa ER, Diepgen TL. Shopping
around the internet today and tomorrow:
Towards the millennium of cybermedicine.
BMJ. 1999 Nov 13;319(7220):1294–1294.
https://doi.org/10.1136/bmj.319.7220.1294.
2. Prawiroharjo P, Librianty N. Tinjauan
Etika Penggunaan Media Sosial oleh Dokter. J
Etik Ked Ind. 2017 Oct 11;1(1):31. https://doi.
org/10.26880/jeki.v1i1.7.
3. Prawiroharjo P, Meilia PDI. Dokter
beriklan: Sebuah tinjauan menurut Kode Etik
Kedokteran Indonesia (KODEKI) tahun 2012. J
Etik Ked Ind. 2017 Oct 11;1(1):13. https://doi.
org/10.26880/jeki.v1i1.4.
4. Undang-Undang Republik Indonesia
nomor 19 tahun 2016 tentang perubahan atas
Undang-Undang Republik Indonesia nomor
11 Tahun 2008 tentang informasi dan transaksi
elektronik. 2016.
5. Majelis Kehormatan Etik Kedokteran
Indonesia. Kode etik kedokteran tahun 2012.
Jakarta; 2012.
6. Purwadianto A, Wasisto B, Sjamsuhidajat
R. Penerapan revisi sumpah dokter terbaru
oleh World Medical Association (WMA) di
Indonesia. J Etik Ked Ind. 2018 Mar 19;2(1):7.
https://doi.org/10.26880/jeki.v2i1.9.
7. Rozaliyani A, Meilia PDI, Librianty N.
Prinsip penetapan sanksi bagi pelanggaran etik
kedokteran. J Etik Ked Ind. 2018 Mar 19;2(1):19.
https://doi.org/10.26880/jeki.v2i1.11.

Jurnal Etika Kedokteran Indonesia Vol 2 No. 2 Jun 2018 57


http://www.ilmiah.id
your journal portal
Henky. Pelayanan Etika Klinis. JEKI. 2018;2(2):59–66. doi: 10.26880/jeki.v2i2.17. ISSN 2598-179X (cetak)
ISSN 2598-053X (online)

Pelayanan Etika Klinis


Henky1
1
Departemen Kedokteran Forensik, Universitas Udayana

Kata Kunci Abstrak Bioetika telah berkembang di Indonesia sejak tahun 2000,
Etika klinis, konsultasi etika, bioetika namun sampai saat ini belum banyak rumah sakit di Indonesia
yang menyediakan pelayanan etika klinis. Sebagai konsekuensinya,
Korespondensi
belum ada publikasi tentang etika klinis sampai saat ini di Indonesia.
henky@unud.ac.id
Sementara itu, kemajuan teknologi medis telah memicu timbulnya
Publikasi berbagai dilema etis yang harus diputuskan oleh para klinisi yang
© 2018 JEKI/ilmiah.id berpraktik di sarana pelayanan kesehatan. Idealnya, keputusan
DOI tersebut seharusnya didukung pendapat ahli etika. Oleh karena
10.26880/jeki.v2i2.17 itu, makalah ini akan menelaah pentingnya pelayanan etika
klinis di Indonesia dengan meninjau pengalaman pelayanan etika
Tanggal masuk: 17 Desember 2017
klinis yang terdapat di Inggris, Amerika Serikat, dan Australia.
Tanggal ditelaah: 6 Mei 2018 Meskipun terdapat beberapa kritik terhadap pelayanan etika
Tanggal diterima: 10 Mei 2018 klinis, temuan empiris telah menunjukkan manfaat dari pelayanan
etika klinis. Tulisan ini mendukung pendapat bahwa pelayanan
Tanggal publikasi: 12 Juni 2018
etika klinis harus dibentuk di seluruh sarana pelayanan kesehatan
yang berada di Indonesia karena meningkatkan kualitas pelayanan
kesehatan, mengurangi risiko tuntutan hukum, dan memenuhi
kehendak masyarakat.

Abstract Bioethics has been developing in Indonesia since 2000, but to this date only few hospitals
in Indonesia provide clinical ethics services. Therefore, there has been no publication on clinical
ethics until now in Indonesia. Meanwhile, the advance of medical technology certainly gives rise
to many ethical dilemmas that must be resolved by clinicians in health facilities. These decisions,
ideally, should be supported by ethicists. Hence, this paper will assess the importance of clinical ethics
support in Indonesia by reviewing the experience of established clinical ethics services in the UK,
the US, and Australia. Despite several critics against clinical ethics consultation, empirical findings
have demonstrated the benefit of clinical ethics committees. This article will argue that clinical ethics
support should be mandated in Indonesian hospitals because it can improve the quality of health care,
reduce litigation risks, and is desired by community.

dimaksud adalah: (1) Beneficence (melakukan


PENDAHULUAN
perbuatan baik atau memberikan manfaat bagi
Pada abad ke-20, bioetika telah berkembang orang lain) (2) Non-maleficence (tidak melakukan
sebagai disiplin akademis dan terapan baru perbuatan merugikan atau menyakiti orang lain)
akibat kemajuan teknologi di bidang biomedis. (3) Respect for Autonomy (menghormati kebebasan
Bioetika mulai berkembang ketika Van Rensselaer atau keinginan orang lain), dan (4) Justice
Potter menulis sebuah buku Bioethics: Bridge to (bersikap adil pada setiap orang berdasarkan
the Future pada 1971. Pada tahun yang sama,
1
prinsip keadilan distributif dan keadilan sosial).
The Kennedy Institute of Bioethics didirikan di Sedangkan empat kaidah turunan terdiri atas:
Georgetown University, Washington DC. Di tempat 1) Veracity (jujur, memberikan informasi akurat,
inilah, prinsip-prinsip etika biomedis, yang tepat waktu, terpercaya, dan menyeluruh)
populer di dunia kedokteran, diformulasikan (2) Privacy (menghormati hak seseorang
oleh Beauchamp dan Childress. Prinsip-prinsip
2
untuk mengontrol akses terhadap dirinya) (3)
itu terdiri atas empat kaidah dasar dan empat Confidentiality (menjaga kerahasiaan), dan (4)
kaidah turunan. Empat kaidah dasar yang Fidelity (setia, menepati janji/kontrak, dan
Jurnal Etika Kedokteran Indonesia Vol 2 No. 2 Jun 2018 59
Pelayanan Etika Klinis

mendahulukan kepentingan pasien). Prinsip- Sayangnya, kemajuan Bioetika di


prinsip ini memiliki pengaruh besar, tidak hanya Indonesia tidak diikuti pengembangan etika
di bidang etika kedokteran secara akademis, klinis. Sampai saat ini, belum banyak rumah
namun juga penerapannya dalam situasi klinis sakit di Indonesia yang menyediakan pelayanan
untuk mengambil keputusan klinis yang etis. etika klinis. Sehingga, sampai sekarang tidak
Beberapa kemajuan teknologi biomedis ada artikel mengenai etika klinis di Indonesia.
telah memicu diskusi etika dalam praktik klinis, Oleh karena itu, makalah ini akan membahas
misalnya penemuan ventilator, teknologi bayi perlunya pelayanan etika klinis di Indonesia
tabung, tes genetik, dan sebagainya. Kemajuan dengan meninjau pengalaman pelayanan etika
itu jelas menimbulkan banyak masalah etika yang klinis yang ada di Inggris, Amerika Serikat, dan
harus dibahas dalam forum para ahli dengan Australia.
berbagai latar belakang, antara lain komite etika
klinis yang memberikan pelayanan konsultasi HASIL DAN PEMBAHASAN
etika klinis. Sejak 1971, konsultasi etika klinis
telah menjadi bagian dari pelayanan kesehatan Definisi dan Fungsi Pelayanan Etika Klinis
di Amerika Utara, dan jumlahnya meningkat
secara signifikan sekitar tahun 1980-an.3 Di Slowther, dkk8 mendefinisikan pelayanan
Amerika Serikat, perkembangan pelayanan etika klinis sebagai pemberian saran dan
konsultasi etika klinis lebih cepat daripada di dukungan terhadap isu-isu etika yang timbul
Eropa dan Australia. Salah satu penyebabnya dari praktik klinis dan perawatan pasien pada
adalah keputusan dari Mahkamah Agung New sarana pelayanan kesehatan. Ada beberapa
Jersey dalam kasus Quinlan. Keputusan tersebut model pelayanan etika klinis, misalnya darurat
merupakan keputusan pengadilan pertama dan tidak darurat; otoriter dan mediasi; komite
yang mempertimbangkan keputusan komite etika klinis dan konsultan etika independen
etika klinis untuk mengonfirmasi prognosis atau campuran.9-11 Dalam tulisan ini, istilah
Karen Ann Quinlan, seorang wanita sekarat yang ‘komite’ dan ‘konsultan’ akan digunakan secara
berada dalam tahap terminal dari penyakit yang bergantian karena memiliki kesamaan makna.
dideritanya.4-6 Pelayanan etika klinis dalam bentuk komite
Di Indonesia, bioetika baru berkembang etika klinis memiliki 3 fungsi, yakni pendidikan
dalam 20 tahun terakhir, diprakarsai oleh dan pelatihan staf, pengembangan kebijakan
pusat pengembangan etika Universitas Katolik rumah sakit, dan konsultasi kasus.8-18 Fungsi-
Atma Jaya, Jakarta. Bioetika semakin populer fungsi tersebut mendukung tujuan utama
di Indonesia setelah Universitas Gadjah Mada, pelayanan etika klinis yaitu meningkatkan
Yogyakarta mengadakan pertemuan pertama kualitas pelayanan kesehatan.11, 19
Bioetika pada tahun 2000 sekaligus mendirikan
Pusat Kajian Bioetika dan Humaniora Kualitas Pelayanan Kesehatan dan
Kedokteran. Dua tahun kemudian, dalam Pengambilan Keputusan Etis
pertemuan kedua, mereka membentuk Jaringan Pelayanan etika klinis dapat meningkatkan
Bioetika dan Humaniora Kesehatan Indonesia kualitas perawatan pasien. Singer, dkk
(JBHKI).7 Pada 2007, diadakan program mengemukakan bahwa tujuan utama dari
non-gelar Bioetika, Hukum Kedokteran, pelayanan etika klinis adalah meningkatkan
dan Hak Asasi Manusia bagi pendidik klinis kualitas perawatan dan kesembuhan pasien.
untuk mendidik mahasiswa kedokteran agar Penting untuk dicatat bahwa pelayanan
memenuhi Standar Kompetensi Dokter kesehatan yang berorientasi pada pasien
Indonesia 2006, khususnya di bidang Bioetika. merupakan kewajiban yang harus dipenuhi
Program ini diselenggarakan DIRJEN DIKTI penyedia layanan kesehatan pada zaman
bekerjasama dengan Fakultas Kedokteran modern. Sebagian besar masalah etika umumnya
Universitas Indonesia, Jakarta. timbul langsung saat perawatan pasien,
misalnya tidak menghormati dan menghargai
60 Jurnal Etika Kedokteran Indonesia Vol 2 No. 2 Jun 2018
Henky

martabat pasien, tidak mengomunikasikan Tentunya, konsultasi etika klinis sangat berguna
informasi pasien dengan baik, tidak memiliki untuk memfasilitasi diskusi dan membantu
belas kasihan, dan sebagainya.10 Tidak kedua belah pihak untuk mengidentifikasi,
diterapkannya “mikroetika”20 ini tentunya akan memahami, dan mengelola isu-isu etis menuju
memberikan pengalaman buruk bagi pasien kesepakatan bersama.10
sehingga menurunkan kualitas pelayanan di
sarana pelayanan kesehatan tersebut.21 Kondisi Aspek Hukum Pelayanan Etika Klinis
itu dapat dihindari dengan memanfaatkan Manfaat terpenting pelayanan etika klinis
pelayanan etika klinis. ialah mencegah tuntutan hukum terhadap
Dua dari tiga fungsi utama komite etika praktisi medis saat terjadi sengketa antara
klinis adalah memfasilitasi pendidikan etika dokter dan pasien. Sebagai langkah pencegahan,
kepada dokter dan mengembangkan pedoman komite etika klinis dapat menyiapkan panduan
praktik klinis yang etis.11,17,18 Pendidikan bioetika etika klinis yang seragam, antara lain prosedur
akan memberikan pengetahuan mengenai persetujuan tindakan kedokteran, pernyataan
bioetika bagi praktisi kesehatan dan pedoman di muka atau wasiat, pengambilan keputusan
etika klinis akan memandu klinisi untuk oleh wali, perintah untuk tidak melakukan
bersikap profesional saat menangani pasien. resusitasi, penentuan kesia-siaan medis,
Dukungan ini diharapkan dapat mendorong pemecahan masalah terkait awal dan akhir
para dokter untuk mempraktikkan mikroetika kehidupan, dan lain-lain. Pedoman tersebut
dalam kegiatan pelayanan kesehatan sehari-hari. dapat memaksimalkan komunikasi dan
Dengan demikian, terdapat hubungan kuat meminimalkan konflik dokter-pasien, yang
antara etika dan kualitas pelayanan yaitu kualitas pada akhirnya dapat mengurangi potensi risiko
pelayanan kesehatan dibangun berdasarkan tuntutan hukum dari pihak penerima layanan
standar dan prinsip etika, sementara itu kesehatan.24 Selain itu, hasil diskusi komite
praktik klinis yang etis meningkatkan kualitas etika klinis mengenai beberapa kasus sulit
pelayanan kesehatan. Kedua hal tersebut tidak dapat dianggap sebagai representasi nilai moral
dapat dipisahkan.22 di masyarakat25 karena keputusan yang diambil
Pelayanan etika klinis dapat meningkatkan berasal dari berbagai perspektif, yaitu dokter,
kualitas pengambilan keputusan klinis yang filsuf, ahli etika, perawat, pasien, keluarga,
etis. Hal itu sejalan dengan salah satu fungsi sosiolog, ahli hukum, ahli antropologi, dan
utama komite etika klinis, yaitu memberikan bahkan para ahli agama. Apabila terjadi
konsultasi kasus.11,17,18 Siegler dan Singer18 perselisihan hukum dalam pelayanan
menekankan bahwa peran utama konsultan kesehatan, seperti yang ditemukan pada kasus
etika adalah membantu pengambilan Quinlan, pengadilan dapat mempertimbangkan
keputusan klinis yang baik. Konsultan etika rekomendasi dari komite etika klinis sebagai
sangat berperan dalam menghadapi keinginan prosedur formal atau keterangan ahli yang
pasien yang amat beragam.23 Kondisi tersebut merupakan bagian dari proses peradilan.4, 26
dapat ditemukan ketika terdapat keragaman Beberapa ahli pernah keliru menduga
perspektif moral dalam masyarakat, yang dapat bahwa keputusan yang dibuat komite etika klinis
memperburuk komunikasi dokter-pasien. Hal adalah keputusan yang bersifat paternalistik.
itu umumnya ditemukan di negara-negara Penyebabnya adalah karena pertemuan yang
multikultural, salah satunya Indonesia. Pada dilakukan para pakar tersebut berlangsung
kondisi tersebut, pasien dapat berkonsultasi rahasia dan tertutup, tanpa prosedur transparan,
kepada konsultan etika klinis demi memperoleh sehingga tidak ada yang tahu bagaimana proses
pandangan netral dari pihak ketiga. Dokter yang justifikasi atas keputusan yang dibuat.6,27
berpraktik dalam lingkungan budaya berbeda Namun, saat ini, situasinya telah berubah
juga dapat memanfaatkan layanan konsultasi akibat maraknya tuntutan untuk memberikan
etika klinis dengan mencari konsultan etika pelayanan yang berorientasi kepada pasien
berpengalaman dan memahami kearifan lokal. dan gerakan pemenuhan hak asasi manusia
Jurnal Etika Kedokteran Indonesia Vol 2 No. 2 Jun 2018 61
Pelayanan Etika Klinis

di bidang kesehatan. Gerakan ini mendorong mereka sendiri. Selain itu, di Amerika Serikat,
komite etika klinis untuk mempersiapkan di mana pelayanan konsultasi etika klinis telah
prosedur yang transparan dan akuntabel saat ditetapkan sejak tahun 1971, tidak ada bukti
menangani kasus etika klinis, yang siap untuk bahwa konsultan etika klinis dituntut secara
diteliti oleh setiap pihak yang berkepentingan. hukum atas konsultasi yang diberikan.8
Meskipun demikian, terdapat risiko
potensi tuntutan hukum yang harus diantisipasi Dikehendaki atau Tidak Dikehendaki?
komite etika klinis. Tanggung jawab hukum Beberapa ketidaksepakatan terkait
mungkin dapat dilekatkan kepada komite etika pelayanan etika klinis timbul di kalangan profesi
klinis dan mereka dapat dianggap lalai apabila dokter. Mereka khawatir profesionalisme tenaga
memberikan rekomendasi yang tidak tepat.8,14,17 kesehatan akan tergerus akibat keputusan
Ketika komite etika klinis memberikan nasihat otonom komite etika klinis. Keputusan
sehubungan dengan perawatan pasien, mereka yang sewenang-wenang dikhawatirkan dapat
juga seharusnya ikut bertanggung jawab mengurangi kebebasan para klinisi untuk
terhadap pasien tersebut.8,17 Namun, kelalaian membuat keputusan moral yang tepat bagi
medis baru terbukti bila ditemukan empat hal pasien mereka.15-18,25 Hal itu dapat mengikis
berikut: (1) terdapat kewajiban, (2) pelanggaran peran dokter dalam hubungan dokter-pasien.3
terhadap pemenuhan kewajiban tersebut, Diskusi etika klinis telah menjadi bagian
(3) kerugian yang terjadi akibat konsekuensi tidak terpisahkan dalam praktik kedokteran
langsung dari pelanggaran kewajiban tersebut, sehari-hari, seperti yang diklaim editorial
dan (4) tidak adanya bukti kelalaian dari pihak Lancet31 (hal.897): “Debate on ethical matters is
lawan.28 as much an integral part of everyday doctoring as
Komite etika klinis tidak memiliki kewajiban choosing the best treatment for patients”. Selain
terhadap pasien, namun terhadap dokter yang itu, sebagai konsekuensi dari pengurangan
meminta saran. Meskipun konsultan etika dapat kebebasan dokter, para klinisi cenderung
dianggap sebagai bagian dari tim pelayanan untuk melepaskan tanggung jawab keputusan
kesehatan sehingga mereka memiliki kewajiban moral mereka kepada komite etika klinis. Hal
untuk merawat pasien, harus dibuktikan bahwa ini tentunya akan mengikis tanggung jawab
telah terjadi pelanggaran terhadap kewajiban profesional dokter.3, 11, 14
tersebut. Untuk membuktikan pelanggaran Konsep pelayanan etika klinis dapat
kewajiban ini, perlu dilakukan tes Bolam, berupa model mediasi. Pada jenis ini, peran
yang menunjukkan penyimpangan standar konsultan etika tidak membuat keputusan,
pelayanan. Akan tetapi, sampai saat ini, belum namun memfasilitasi proses pengambilan
ada standar yang ditetapkan bagi para ahli etika. keputusan yang rasional, yang memberikan
Upaya membuktikan keterkaitan langsung solusi terhadap permasalahan etika klinis yang
antara pelanggaran kewajiban dan kerugian sedang dihadapi.32,33 Para dokter tidak perlu
yang terjadi sangatlah rumit. Jika dokter mengkhawatirkan kemerosotan moral profesi
telah mengikuti saran komite etika klinis dokter apabila melakukan konsultasi etika
dan kejadian tidak diharapkan yang telah klinis. Para ahli etika memiliki kompetensi dan
diperkirakan sebelumnya tetap terjadi, mungkin pengalaman yang bisa dibagi dengan kolega
saja terdapat hubungan kausal antara kejadian yang lain.19,34 Hal itu merupakan salah satu
tersebut dengan instruksi komite etika klinis.29 bentuk kerja sama interprofesional yang harus
Tetapi, kondisi ini hanya terjadi pada pelayanan dikembangkan untuk mencapai tujuan bersama
etika klinis yang bersifat otoritatif. Apabila bagi kebaikan pasien sehingga meningkatkan
rekomendasi komite etika klinis tidak mengikat, kepercayaan publik.35
dengan kata lain dokter memiliki pilihan untuk Masalah lain yang perlu dibahas adalah
mengikuti atau tidak mengikuti saran komite respons cepat komite etika klinis dalam situasi
etika klinis, tentunya dokter bertanggung jawab gawat darurat.3,14,36 Dalam keadaan seperti
penuh atas kejadian yang diakibatkan pilihan ini, prosedur konsultasi etika klinis dapat
62 Jurnal Etika Kedokteran Indonesia Vol 2 No. 2 Jun 2018
Henky

menambah birokrasi baru3,15-17,25 sehingga Studi analisis ekonomi Bacchetta dan Fins24 juga
memperlambat waktu untuk menyelamatkan menunjukkan bahwa konsultasi etika klinis
jiwa pasien karena harus menunggu jawaban ternyata mengurangi biaya rumah sakit. Selain
komite etika klinis.12, 14-16 Selain itu, komite etika itu, seperti yang telah dibahas sebelumnya,
klinis tidak mungkin memberikan jawaban tepat komite etika klinis dapat memberikan panduan
dengan cepat karena kemampuan mereka hanya yang seragam sehingga dapat menghemat
memfasilitasi proses pengambilan keputusan biaya melalui komunikasi yang lebih baik dan
rasional.5 Gill, dkk menyarankan agar rumah mengurangi konflik antara dokter dan pasien.
sakit di Australia menyediakan pelayanan Pada akhirnya, risiko tuntutan hukum dapat
konsultasi etika klinis darurat. Mereka telah diminimalisasi, sehingga mengurangi biaya
meneliti bahwa pasien, keluarga, dan staf malapraktik medis.
rumah sakit menyatakan tingkat kepuasan Beberapa ahli mungkin masih menganggap
tinggi terhadap pelayanan konsultasi etika bahwa pelayanan etika klinis berisiko untuk
klinis darurat. Selain itu, komite etika klinis mengesampingkan kepentingan pasien16, 17, 25
juga memiliki peran dalam melatih para klinisi karena pakar etika dibayar oleh rumah sakit
untuk membuat keputusan etis cepat dalam sehingga mereka tidak dapat memediasi konflik
situasi darurat dengan cara menganalisis kasus- antara dokter dan pasien secara independen dan
kasus secara retrospektif.17 Pada situasi tidak imparsial. Para ahli etika cenderung mengambil
mendesak, seperti pengambilan keputusan keputusan yang menguntungkan rumah
untuk mengakhiri kehidupan, dokter masih sakit karena insentif mereka tergantung dari
dapat bekerja sama dengan konsultan etika pendapatan rumah sakit. Akan tetapi, sebagai
klinis dalam sebuah forum tanpa memerlukan konsultan etika klinis yang profesional, para
birokrasi formal. ahli etika seharusnya berpraktik berdasarkan
Hal lain yang perlu dipertimbangkan kode etik bagi konsultan etika klinis.39
adalah efektivitas biaya pelayanan etika klinis.3,16 Akhirnya, beberapa fakta empiris di Inggris
Pimpinan sarana pelayanan kesehatan belum mendukung kebutuhan pelayanan konsultasi
menyadari manfaat pelayanan etika klinis etika klinis. Larcher, et al15 mendeskripsikan
sehingga banyak personil etika klinis yang tidak bahwa staf rumah sakit memerlukan sebuah
dibayar. Hal ini tentunya menurunkan motivasi forum untuk mengonsultasikan isu-isu etis,
mereka sebagai konsultan etika klinis.36 memperoleh pendidikan dan pelatihan
Namun, saat ini sebagian besar sarana pelayanan etika, mengembangkan pedoman etika,
kesehatan di Indonesia didanai jaminan serta merefleksikan masalah-masalah etika
kesehatan nasional yang pembiayaannya berasal pada situasi klinis yang tidak darurat. Survei
dari pajak masyarakat. Oleh karena itu, dana yang dilakukan Slowther dan Underwood40
tersebut harus dimanfaatkan secara optimal menggambarkan bahwa 71% tenaga kesehatan
untuk memberi manfaat bagi masyarakat. merujuk kasus-kasus dengan dilema etis ke
Pelayanan etika klinis dapat mengurangi komite etika klinis. Selanjutnya, sebuah survei
biaya rumah sakit. Sebuah penelitian terkontrol nasional di Inggris dengan tingkat respons 99%
yang dilakukan secara acak oleh Schneiderman, mengenai pelayanan etika klinis bagi tenaga
dkk di 7 rumah sakit Amerika Serikat kesehatan yang dilakukan oleh Slowther, dkk3
melaporkan bahwa konsultasi etika bagi 278 menunjukkan bahwa 89% responden sangat
pasien yang dirawat di ICU mengurangi lama setuju bahwa mereka memerlukan pelayanan
tinggal di rumah sakit dan ICU sehingga etika klinis. Tentunya, survei nasional seperti
menurunkan biaya perawatan yang tidak ini juga harus dilakukan di seluruh sarana
bermanfaat. Dowdy, dkk38 melaporkan hal yang pelayanan kesehatan untuk mengetahui
sama, bahwa konsultasi etika klinis secara aktif kebutuhan pelayanan etika klinis di Indonesia.
akan mengurangi lama tinggal bagi 99 pasien
yang sudah berada dalam keadaan terminal.

Jurnal Etika Kedokteran Indonesia Vol 2 No. 2 Jun 2018 63


Pelayanan Etika Klinis

5. Fleetwood JE, Arnold RM, Baron


KESIMPULAN
RJ. Giving answers or raising questions?:
Pada era pelayanan kesehatan berbasis The problematic role of institutional ethics
jaminan kesehatan nasional, sarana pelayanan committees. Journal of Medical Ethics.
kesehatan di Indonesia harus memiliki 1989;15(3):137-42.
pelayanan etika klinis demi meningkatkan
6. Wolf SM. Ethics committees and due
kesejahteraan masyarakat Indonesia. Meskipun
process: Nesting rights in a community of
terdapat beberapa kritik terhadap pelayanan
caring. Maryland Law Review 1991;50(3):798-
etika klinis, fakta empiris telah menunjukkan
858.
bahwa masyarakat memerlukan pelayanan etika
klinis untuk meningkatkan kualitas pelayanan 7. Hanafiah MJ, Amir A. Pengertian etika
kesehatan dan mencegah malapraktik medis. kedokteran, bioetika, dan hukum kesehatan.
Survei nasional untuk mengonfirmasi kebutuhan In: Rusmi, editor. Etika kedokteran & hukum
pelayanan etika klinis perlu dilakukan di kesehatan. 4th ed. Jakarta: EGC; 2008. p. 1-6.
Indonesia. Jika hasilnya mendukung pendapat
8. Slowther A, Johnston C, Goodall J, Hope
seperti yang telah diuraikan dalam tulisan
T. A practical guide for clinical ethics support.
ini, tugas selanjutnya adalah menentukan
University of Oxford: The Ethox Centre; 2004.
model pelayanan etika klinis yang sesuai bagi
masyarakat Indonesia, menyiapkan ahli bioetika 9. Moreno JD. Ethics committees and
berkualitas, dan merumuskan mekanisme ethics consultants. Dalam: Kuhse H, Singer P
pengendalian kualitas. (editor). A companion to bioethics. Hoboken:
Wiley-Blackwell; 2010. p. 571-83.
KONFLIK KEPENTINGAN 10. Kerridge IH, Savulescu J, Komesaroff
PA. Is there a future for clinical ethics services
Tidak ada konflik kepentingan
in Australia? Medical Journal of Australia.
2001;175(4):211-3.
REFERENSI
11. Singer P, Pellegrino E, Siegler M.
1. Potter VR. Bioethics, the science of Clinical ethics revisited. BMC Medical Ethics.
survival. Bioethics: Bridge to the future. 2001;2(1):1. https://doi.org/10.1186/1472-
Englewood Cliffs, N.J.: Prentice-Hall; 1971. p. 6939-2-1
1-29.
12. Slowther A. Ethics consultation and
2. Beauchamp TL, Childress JF. The ethics committees. Dalam: Ashcroft RE, Dawson
principles of biomedical ethics 7th ed. New A, Draper H, McMillan J, editors. Principles
York: Oxford University Press; 2013. of Health Care Ethics. 2nd ed. London: John
Wiley & Sons Ltd.; 2007. p. 527-34.
3. Slowther A, Bunch C, Woolnough B,
Hope T. Clinical ethics support services in the 13. Williamson L. The quality of bioethics
UK: an investigation of the current provision debate: Implications for clinical ethics
of ethics support to health professionals in the committees. Journal of Medical Ethics.
UK. Journal of Medical Ethics. 2001;27(suppl 2008;34(5):357-60. https://doi.org/10.1136/
1):i2-i8. http://dx.doi.org/10.1136/jme.27. jme.2007.021634
suppl_1.i2
14. Gill AW, Saul P, McPhee J, Kerridge
4. Supreme Court of New Jersey. In Re I. Acute clinical ethics consultation: The
Quinlan 70 NJ 10, 355 A.2d 647; 1976. practicalities. Medical Journal of Australia.
Diunduh dari: https://www.courtlistener.com/ 2004;181(4):204-6.
opinion/1537678/in-re-quinlan/

64 Jurnal Etika Kedokteran Indonesia Vol 2 No. 2 Jun 2018


Henky

15. Larcher VF, Lask B, McCarthy JM. 24. Bacchetta MD, Fins JJ. The economics
Paediatrics at the cutting edge: Do we need of clinical ethics programs: A quantitative
clinical ethics committees? Journal of Medical justification. Cambridge Quarterly of Healthcare
Ethics. 1997;23(4):245-9. https://doi. Ethics. 1997;6(04):451-60.
org/10.1136/jme.23.4.245
25. Gillon R. Clinical ethics committees-
16. Larcher V. Role of clinical ethics -pros and cons. Journal of Medical Ethics.
committees. Archives of Disease in Childhood. 1997;23(4):203-4.
1999;81(2):104-6. http://dx.doi.org/10.1136/
26. Slowther A-M, Hope T. Clinical ethics
adc.81.2.104
committees. BMJ. 2000;321(7262):649-50.
17. Larcher V. The development and function
27. Lo B. Behind closed doors: Promises
of Clinical Ethics Committees (CECs) in the
and pitfalls of ethics committees. New England
United Kingdom Diametros. 2009;22:47-63.
Journal of Medicine. 1987;317(1):46-50. https://
http://dx.doi.org/10.13153/diam.22.2009.362
doi.org/10.1056/NEJM198707023170110
18. Siegler M, Singer PA. Clinical ethics
28. Kerridge I, Lowe M, Stewart C. Trust,
consultation: godsend or “God Squad?”. The
standards of care, error and negligence. Dalam:
American Journal of Medicine. 1988;85(6):759-
Kerridge I, Lowe M, Stewart C, editors. Ethics
60.
and Law for the Health Professions. 4th ed.
19. Tarzian AJ, Force ACCUT. Health Sydney: The Federation Press; 2013. p. 185-235.
care ethics consultation: An update on core
29. Hendrick J. Legal aspects of clinical
competencies and emerging standards from the
ethics committees. Journal of Medical
American Society for Bioethics and Humanities’
Ethics. 2001;27(suppl 1):i50-i3. https://doi.
Core Competencies Update Task Force. The
org/10.1136/jme.27.suppl_1.i50
American Journal of Bioethics. 2013;13(2):3-13.
https://doi.org/10.1080/15265161.2012.75038 30. Siegler M. Ethics Committees:
8 Decisions by bureaucracy. The Hastings
Center Report. 1986;16(3):22-4. https://doi.
20. Komesaroff PA. From bioethics to
org/10.2307/3563271
microethics: The need to return ethical debate
to the clinic. Dalam: Komesaroff PA, editor. 31. Editorial. The ethics industry. The Lancet.
Experiments in love and death: Medicine, 1997;350(9082):897. https://doi.org/10.1016/
postmodernism, microethics and the body S0140-6736(97)21039-1
Carlton, Vic.: Melbourne University Press;
32. Fiester A. Bioethics mediation & the
2008. p. 20-46.
end of clinical ethics as we know it. Cardozo J
21. McClimans L, Slowther A-M, Parker M. Conflict Resol. 2013-2014;15:501-13.
Can UK Clinical ethics committees improve
33. Agich GJ. Authority in Ethics
quality of care? HEC Forum. 2012;24(2):139-47.
Consultation. The Journal of Law, Medicine &
https://doi.org/10.1007/s10730-012-9175-z
Ethics. 1995;23(3):273-83.
22. Nelson WAP, Gardent PBCPA. Ethics
34. Larcher V, Slowther AM, Watson
and quality improvement. Healthcare Executive.
AR. Core competencies for clinical ethics
2008;23(4):40-1.
committees. Clinical Medicine. 2010;10(1):30-3.
23. Nilson EG, Acres CA, Tamerin NG, https://doi.org/10.7861/clinmedicine.10-1-30
Fins JJ. Clinical ethics and the quality initiative:
A pilot study for the empirical evaluation of
ethics case consultation. American Journal of
Medical Quality. 2008;23(5):356-64. https://
doi.org/10.1177/1062860608316729
Jurnal Etika Kedokteran Indonesia Vol 2 No. 2 Jun 2018 65
Pelayanan Etika Klinis

35. Irvine R, Kerridge I, McPhee J, Freeman


S. Interprofessionalism and ethics: Consensus
or clash of cultures? Journal of Interprofessional
Care. 2002;16(3):199-210. https://doi.
org/10.1080/13561820220146649
36. Sokol DK. The unpalatable truth about
ethics committees. BMJ. 2009;339. https://doi.
org/10.1136/bmj.b4179
37. Schneiderman LJ, Gilmer T, Teetzel
HD, et al. Effect of ethics consultations on
nonbeneficial life-sustaining treatments in the
intensive care setting: A randomized controlled
trial. JAMA. 2003;290(9):1166-72. https://doi.
org/10.1001/jama.290.9.1166
38. Dowdy MD, Robertson C, Bander
JA. A study of proactive ethics consultation
for critically and terminally ill patients with
extended lengths of stay. Critical Care Medicine.
1998;26(2):252-9.
39. Code of Ethics and Professional
Responsibilities for Healthcare Ethics
Consultants [Internet]. 2014 [disitasi 10 Mei
2014]. Diunduh dari: http://www.asbh.org/
uploads/files/pubs/pdfs/asbh_code_of_ethics.
pdf.
40. Slowther A, Underwood M. Is there a
demand for a clinical ethics advisory service
in the UK? . Journal of Medical Ethics.
1998;24(3):207.

66 Jurnal Etika Kedokteran Indonesia Vol 2 No. 2 Jun 2018


Soetedjo, Sundoro J, Sulaiman A. Tinjauan Etika Dokter sebagai Eksekutor Hukuman Kebiri. JEKI. ISSN 2598-179X (cetak)
2018;2(2):67–71. doi: 10.26880/jeki.v2i2.18. ISSN 2598-053X (online)

Tinjauan Etika Dokter sebagai


Eksekutor Hukuman Kebiri
Soetedjo1,2, Julitasari Sundoro1,3, Ali Sulaiman1
1
Majelis Kehormatan Etik Kedokteran Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia
2
Departemen Neurologi, Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Moewardi, Surakarta, Jawa Tengah
3
The Indonesian Technical Advisory Group on Immunization (ITAGI), Ministry of Health

Kata Kunci Abstrak Dewasa ini, kejahatan seksual sangat mudah ditemui,


Dokter, eksekutor, kebiri mulai dari kasus pelecehan seksual hingga pemerkosaan yang
berujung pada tindakan pembunuhan. Kejahatan tersebut bahkan
Korespondensi
tidak memandang bulu, baik pria maupun wanita, dewasa hingga
contact@ilmiah.id
anak-anak dapat menjadi korban dari pelaku kejahatan seksual.
Publikasi Paedofil merupakan orang dengan gangguan dorongan seks
© 2018 JEKI/ilmiah.id berlebih dengan target anak-anak di bawah umur. Menanggapi
DOI peningkatan tren kejahatan paedofilia, pemerintah mengeluarkan
10.26880/jeki.v2i2.18 UU No. 17 Tahun 2016 yang menetapkan hukuman kebiri kimia
bagi para pelaku sebagai bentuk perlindungan terhadap anak.
Tanggal masuk: 10 April 2018
Dokter sebagai profesi yang memiliki kompetensi terbaik di bidang
Tanggal ditelaah: 6 Mei 2018 kesehatan (kemanusiaan) kemudian menghadapi dilema terkait
Tanggal diterima: 10 Mei 2018 tinjauan etik kedokteran yang ada terhadap kasus ini. Ikatan Dokter
Indonesia (IDI) telah mengeluarkan fatwa penolakan dokter
Tanggal publikasi: 12 Juni 2018
sebagai eksekutor kebiri yang dinilai dapat mencederai sumpah
profesi, mengingat efektivitas kebiri yang masih dipertanyakan
dan risiko komplikasi lain yang harus dihadapi terpidana dengan
hukuman kebiri.

Abstract Nowadays, sexual crimes are becoming more common, ranging from sexual harassments to
rape-murder cases. Such crimes are indiscriminate, either men or women, adults to children can become
victims of sex offenders. Pedophiles are people with excess sex drive disorder targeting minors. In
response to increasing trend of pedophilia crimes, the government issued Law no. 17 of 2016 which
established chemical castration penalty as a form of child protection. Doctors as profession with
best competence in the field of health (humanity) then must face medical ethical dilemma regarding
this penalty. The Indonesian Doctors Association (IDI) has issued a refusal on doctors as castration
executor, which is believed to violate the profession oath, given the questionable effectiveness of such
method and the risk of other complications which comes with it.

PENDAHULUAN menjalankan prosedur tanpa mencederai nilai-


nilai etika kedokteran yang ada.1
Dalam penjatuhan hukuman pidana Peran dokter tidak menimbulkan dilema
berupa hukuman mati yang melibatkan peran yang besar pada eksekusi hukuman mati di
dokter di dalamnya, regulasi antara organisasi Indonesia karena tugasnya hanya meyakinkan
profesi dengan aparat penegak hukum menjadi eksekutor bahwa terhukum sudah meninggal
hal fundamental yang dibutuhkan agar atau belum. Kehadiran dokter sebagai eksekutor
keterlibatan profesi kedokteran tersebut tidak kebiri dinilai diperlukan sebagai profesi dengan
mencederai sumpah profesi. Dengan demikian, kompetensi yang mampu mengurangi rasa
profesi kedokteran yang menjunjung asas do no sakit bagi narapidana yang dijatuhi hukuman
harm, ketika dihadapkan dengan kewajibannya tersebut.
dalam membantu proses peradilan dapat tetap

Jurnal Etika Kedokteran Indonesia Vol 2 No. 2 Jun 2018 67


Tinjauan Etika Dokter sebagai Eksekutor Hukuman Kebiri

Pertanyaannya, seorang dokter yang pada Sejarah Hukuman Kebiri


hakikatnya mempunyai kompetensi untuk Cheney dalam bukunya menuliskan bahwa
membantu mengurangi gangguan kesehatan tindakan kebiri pertama sudah dilakukan sejak
pada pasien sakit, dapatkah prinsip tersebut sekitar 8.000 tahun silam dengan objek hewan
diputarbalikkan sekalipun dalam ranah hukum ternak betina. Adapun riwayat tindakan kebiri
peradilan? Untuk menjawab pertanyaan di atas, pertama pada manusia tidak banyak diketahui,
dibuatlah tinjauan etika ini. tetapi diperkirakan hal tersebut terjadi di Mesir
pada 2.600 SM di mana tindakan tersebut
HASIL DAN PEMBAHASAN
dilakukan terhadap budak laki-laki oleh
majikannya dengan tujuan agar budak tersebut
Kebiri (Kastrasi)
menjadi lebih patuh terhadap majikannya
Kebiri atau kastrasi merupakan tindakan sebagai penjaga permaisuri dan putri-putri raja.3
bedah dan/atau penggunaan bahan kimia Menurut kepercayaan kekaisaran Cina dan
dengan tujuan untuk menghilangkan fungsi Korea, kebiri dilakukan dengan tujuan untuk
organ reproduksi berupa testis pada jantan mempertahankan status sosial di masa tersebut.
maupun ovarium pada betina.2 Berdasarkan Tindakan ini digunakan untuk menjaga dan
pengertiannya, prosedur kebiri kemudian melindungi istri mereka ketika para kaisar
dikelompokkan menjadi kebiri fisik dan kebiri tersebut bertugas ke luar istana.3
kimia. Pada kebiri fisik, operator melakukan Sementara itu di Roma, praktik kebiri
pengangkatan total pada organ reproduksi, dilarang oleh pemerintah karena pengangkatan
yakni testis maupun ovarium. Pada kebiri testis menjadi hal yang dianggap bertentangan
kimia, tindakan seperti di atas tidak dilakukan, dengan norma kepercayaan tradisional di sana.
melainkan diganti dengan pemberian senyawa Khususnya bagi anak laki-laki sebelum masa
kimia yang mampu memperlemah atau pubertas, tindakan kebiri dipercaya mampu
menghilangkan fungsi dari hormon seks. memengaruhi perubahan pita suara hingga
Secara patofisiologi, kebiri kimia dilakukan 95% ke nada tinggi. Akan tetapi, pada era
dengan menyuntikkan hormon anti-testosteron selanjutnya berkembang tren suara nyaring
ke dalam tubuh terpidana. Hormon tersebut (soprano) di dunia barat sehingga praktik kebiri
bekerja dengan cara menekan produksi menjadi marak dilakukan oleh penyanyi pria
dan aktivitas testosteron sehingga tidak yang menekuni dunia seriosa.3
memunculkan pacuan libido selama orang Di zaman modern ini, tindakan kebiri
tersebut berada dalam pengaruh obat tersebut. dilakukan dengan tujuan sebagai sanksi pidana
Demi menjunjung nilai kemanusiaan, terhadap pelaku kejahatan seksual seperti
perlu dihindari penggunaan zat nekrotikans pemerkosa dan paedofil di berbagai negara.3
yang berefek permanen. Oleh karena zat kimia Setiap negara menerapkan metode kebiri yang
memiliki periode kerja yang tidak menetap, efek beragam. Sebut saja Republik Ceko dan Jerman
dari kebiri kimia ini semakin lama akan semakin adalah negara yang memberlakukan kebiri
menghilang (reversible) dan orang dengan kebiri fisik berupa pengangkatan testis bagi para
kimia dapat memiliki fungsi seksualnya kembali paedofil sebagai upaya kendali dari dorongan
secara normal, seperti kemampuan ereksi pada seksual abnormal yang dimiliki pelaku.
pria dan libido. Adapun hukuman kebiri kimia diberlakukan
Perlu diwaspadai bahwa penurunan kadar oleh beberapa negara seperti Rusia dan Korea
hormon testosteron akan berdampak pada Selatan bagi para pelaku kejahatan seksual
gangguan fungsi organ tubuh lainnya, seperti yang berisiko mengulang kejahatannya setelah
atrofi otot, pengeroposan tulang, berkurangnya dilakukan konsultasi dengan psikiater.3
sel darah, dan gangguan pada fungsi kognitif.
Itulah sebabnya, perlu dilakukan pemantauan
kesehatan pada terpidana kebiri kimia.

68 Jurnal Etika Kedokteran Indonesia Vol 2 No. 2 Jun 2018


Soetedjo, Sundoro J, dan Sulaiman A

Hukuman Kebiri di Indonesia Di sisi lain, profesi kedokteran yang


Pada tahun 2016, pemerintah mengeluarkan berpegang pada prinsip kedokteran berbasis
Undang-Undang (UU) nomor 17 tahun 2016 bukti menilai bahwa efektivitas kebiri kimia
sebagai penetapan dari Perpu nomor 1 tahun sejatinya masih menjadi pertanyaan karena
2016 tentang perubahan kedua atas UU nomor belum adanya studi double blind yang adekuat
23 tahun 2002 mengenai Perlindungan Anak. untuk membuktikan efektivitasnya. Hal ini
Perubahan terkait kebiri terletak pada pasal 81 kemudian menjadi landasan sikap IDI yang
ayat (7) dengan bunyi sebagai berikut: “Terhadap menolak keterlibatan dokter sebagai eksekutor
pelaku sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan kebiri. Penolakan IDI tersebut disampaikan
ayat (5) dapat dikenai tindakan berupa kebiri melalui fatwa Majelis Kedokteran Etik
kimia dan pemasangan alat pendeteksi elektronik.”.4 Kedokteran (MKEK) Nomor 1 Tahun 2016
Berlakunya UU ini kemudian mengundang tentang Kebiri Kimia.7
reaksi dari berbagai pihak, mulai dari organisasi Selain efektivitas kebiri, berbagai alasan
pejuang penegakkan hak asasi manusia (HAM) lainnya turut mendasari penolakan IDI
hingga organisasi profesi kedokteran. tersebut, seperti berbagai efek samping yang
Tinjauan hukum terhadap muatan UU tidak diinginkan dari kebiri, kemungkinan
tersebut terdapat dalam Jurnal Konstitusi permasalahan kejiwaan (psikis) yang
yang diterbitkan pada Maret 2017. Hukuman menyebabkan kejahatan seksual, dan
kebiri dinilai sebagai sebuah jawaban atas kesempatan bagi terpidana untuk melakukan
tingginya tuntutan publik terhadap pelaku tindak kriminal yang lebih ekstrem.8
kejahatan seksual di samping tidak optimalnya Terlepas dari penolakan IDI, dokter polisi
pemberlakuan hukum perlindungan (dokpol) menyatakan bersedia melaksanakan
anak selama ini di Indonesia. Akan tetapi prosedur tersebut apabila diperintahkan. Hal
berbagai pendekatan lain seperti dari segi ini didasari oleh salah satu tugas Polisi Republik
sosiologi kemasyarakatan dan psikiatri perlu Indonesia (polri) yang harus melaksanakan
dipertimbangkan agar tindakan kebiri bukan ketetapan hukum dari Mahkamah Agung.9
menjadi solusi tunggal terhadap permasalahan
Tinjauan Etika
ini.5
Dalam Kode Etik Kedokteran (KODEKI)
Sikap IDI terhadap Hukuman Kebiri tahun 2012 pasal 5 dikatakan bahwa “setiap
Menyambung kontroversi penetapan perbuatan/nasihat dokter yang mungkin
UU nomor 17 tahun 2016, kontroversi lain melemahkan daya tahan psikis maupun fisik,
kemudian timbul terkait penolakan Ikatan wajib memperoleh persetujuan pasien/keluarganya
Dokter Indonesia (IDI) untuk menjadi dan hanya diberikan untuk kepentingan dan
eksekutor hukuman kebiri bagi pelaku kebaikan pasien tersebut.” Pada penjelasan
kejahatan seksual pada anak.6 Dalam UU pasal diterangkan bahwa melemahkan psikis
tersebut, dicantumkan metode hukuman kebiri maupun fisik pasien bertentangan dengan
berupa injeksi zat kimia anti-androgen dan fitrah ilmu kedokteran kecuali bila terdapat
bertujuan untuk mengurangi produksi hormon alasan pembenar dari tindakan tersebut,
testosteron sehingga menurunkan dorongan seperti prosedur penghilangan fungsi saraf yang
seksual terpidana untuk sementara.4 digunakan dalam pembiusan prabedah dan
Dalam pelaksanaannya, prosedur kebiri pemberian obat anti nyeri pada pasien dengan
melibatkan risiko timbulnya rasa sakit dan nyeri tak tertahankan.10
komplikasi lainnya pada terpidana. Untuk itu, Mengacu pada hal tersebut, selain dari
dokter dianggap sebagai profesi yang tepat untuk tindakan yang bertujuan menyembuhkan
dijadikan eksekutor hukuman kebiri karena pasien, menghilangkan fungsi tubuh normal
kompetensi yang dimilikinya, dibandingkan pasien bertentangan dengan tugas seorang
dengan profesi lainnya. dokter. Hal ini kemudian berlaku pada prosedur
hukuman kebiri. Kendati bertujuan untuk
Jurnal Etika Kedokteran Indonesia Vol 2 No. 2 Jun 2018 69
Tinjauan Etika Dokter sebagai Eksekutor Hukuman Kebiri

kebaikan masyarakat luas dan pengendalian KONFLIK KEPENTINGAN


dorongan hormon seksual yang berlebihan pada
pelaku kejahatan seksual, dalam hakikatnya Tidak ada konflik kepentingan.
mencederai fungsi normal tubuh pasien tetap
tidak dapat dikatakan bebas dari pelanggaran UCAPAN TERIMA KASIH
terhadap etika kedokteran.
Meskipun demikian, bila dokter lepas Penulis memberikan ucapan terima kasih
tangan dalam hal ini, pertanyaan selanjutnya kepada Fadlika Harinda yang telah membantu
siapakah yang harus menggantikan peran dokter penulis dalam merealisasikan tulisan ini.
sebagai profesi dengan kompetensi yang mampu
mengerti kesehatan fisik maupun psikis pasien REFERENSI
dalam rangka mengurangi rasa sakit yang harus
diderita oleh pelaku? Seorang eksekutor yang 1. Soetedjo, Soendoro J, Prawiroharjo
telah diberikan pelatihan kompetensi khusus P. Tinjauan etika: Dokter sebagai eksekutor
kebiri kemudian menjadi salah satu jawaban hukuman pidana yang menyebabkan kematian,
untuk menengahi kepentingan antara hukum kecacatan, atau gangguan kesehatan. Jurnal
dan etika kedokteran. Etika Kedokteran Indonesia. 2017;1(1);19-23.
https://doi.org/10.26880/jeki.v1i1.5
KESIMPULAN 2. Badan Pengembangan dan Pembinaan
Bahasa Kementerian Pendidikan dan
Dalam menegakkan keadilan, khususnya
Kebudayaan Republik Indonesia. Kamus besar
kasus paedofilia atau pemerkosaan anak yang
bahasa Indonesia [Internet]. 2016 [disitasi 2018
sangat brutal terhadap kemanusiaan dan
Apr 5]. Diunduh dari: http://kbbi.web.id
cenderung berulang, hakim dapat menambahkan
hukuman kebiri kimia. Sehubungan dengan 3. Cheney VT. A brief history of castration.
tugas, fungsi dan wewenang tenaga medis atau 2 Ed. Bloomington; AuthorHouse: 2006.
nd

kesehatan (dokter) yang adalah penyembuhan


4. Undang-Undang Republik Indonesia
dan penghormatan hidup manusia secara alami,
nomor 17 tahun 2016 tentang penetapan Perpu
maka organisasi profesi telah mengeluarkan
nomor 1 tahun 2016 tentang perubahan kedua
fatwa MKEK PB IDI No. 1 Tahun 2016 yang
atas Undang-Undang nomor 23 tahun 2002
pada prinsipnya bahwa:
mengenai perlindungan anak. 2016.
Tugas yang bertentangan dengan
penyembuhan adalah bukan tugas profesi 5. Mardiya NQ. Penerapan hukuman kebiri
dokter kimia bagi pelaku kekerasan seksual. Jurnal
Bila hakim benar-benar memutuskan Konstitusi. Mar 2017;14(1):214-33.
hukuman tambahan berupa kebiri kimia, maka
6. Tisnadibrata IL. IDI tolak hukum kebiri
tugas tersebut agar diperankan eksekusinya oleh
[Internet]. Jakarta; 2016 [disitasi 2018 Apr
pihak yang berwenang sebagai eksekutor seperti
5]. Diunduh dari: http://www.benarnews.
pada lazimnya
org/indonesian/berita/idi-tolak-hukum-
Ilmu kedokteran sangat memuliakan
kebiri-06102016111236.html
kesehatan siapa pun sebagai hak asasi manusia,
karenanya para dokter harus menyadari 7. Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia.
tugasnya untuk mencegah, mendiagnosis, dan Fatwa Majelis Kehormatan Etik Kedokteran
mengobati penyakit. Indonesia nomor 1 tahun 2016.
Dengan demikian profesi kedokteran dapat
tetap menghormati keputusan hukum yang ada
tanpa harus mencederai sumpah profesinya.

70 Jurnal Etika Kedokteran Indonesia Vol 2 No. 2 Jun 2018


Soetedjo, Sundoro J, dan Sulaiman A

8. Rachmaningtyas A. Tugas dokter


menyembuhkan alasan IDI tolak hukuman kebiri
dinilai wajar [Internet]. Jakarta; 2016 [disitasi
2018 Apr 5]. Diunduh dari: http://nasional.
kompas.com/read/2016/06/14/12395231/
tugas.dokter.menyembuhkan.alasan.idi.tolak.
hukuman.kebiri.dinilai.wajar
9. Maharani E. Dokter kepolisian siap
jadi eksekutor hukuman kebiri [Internet].
2016 [disitasi 2018 Apr 5]. Diunduh dari:
http://www.republika.co.id/berita/nasional/
h u k u m / 16 / 0 6 / 14 / o 8 r 876 3 3 5 - d o k t e r-
kepolisian-siap-jadi-eksekutor-hukuman-kebiri
10. Majelis Kehormatan Etik Kedokteran
Indonesia. Kode etik kedokteran tahun 2012.
Jakarta; 2012.

Jurnal Etika Kedokteran Indonesia Vol 2 No. 2 Jun 2018 71


http://www.ilmiah.id
your journal portal
Rozaliyani A, Wasisto B, Librianty N. Persidangan Tanpa Kehadiran Dokter Terlapor dalam Penanganan ISSN 2598-179X (cetak)
Kasus Pelanggaran Etik Kedokteran. JEKI. 2018;2(2):73–8. doi: 10.26880/jeki.v2i2.19. ISSN 2598-053X (online)

Persidangan Tanpa Kehadiran Dokter


Terlapor dalam Penanganan Kasus
Pelanggaran Etik Kedokteran
Anna Rozaliyani1,2, Broto Wasisto1,3, Nurfanida Librianty1,4
1
Majelis Kehormatan Etik Kedokteran Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia
2
Departemen Parasitologi, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
3
Ikatan Konsultan Kesehatan Indonesia (Ikkesindo)
4
Fakultas Kedokteran Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta

Kata Kunci Abstrak Jika seorang dokter diduga melakukan pelanggaran


In absentia, putusan, sidang etik etika kedokteran, maka Majelis Kehormatan Etik Kedokteran
(MKEK) yang merupakan badan otonom di bawah Ikatan Dokter
Korespondensi
Indonesia (IDI) akan memanggil dokter yang bersangkutan untuk
contact@ilmiah.id
memberikan klarifikasi dan/atau mempertanggungjawabkan
Publikasi perilakunya tersebut. Apabila dokter teradu tidak dapat hadir
© 2018 JEKI/ilmiah.id tanpa alasan yang jelas setelah tiga kali pemanggilan, maka
DOI penanganan kasus dapat dilanjutkan tanpa kehadiran dokter
10.26880/jeki.v2i2.19 teradu (in absentia). Walaupun persidangan in absentia memastikan
keberlanjutan pencapaian keadilan, proses persidangan ini juga
Tanggal masuk: 14 April 2018
masih mengundang kontroversi. Tanpa kehadiran dokter teradu,
Tanggal ditelaah: 6 Mei 2018 maka dokter tersebut kehilangan haknya untuk membela diri
Tanggal diterima: 10 Mei 2018 secara langsung. Untuk menjamin tidak terjadinya pelanggaran
hak bagi dokter teradu dan mencapai hasil persidangan yang adil,
Tanggal publikasi: 12 Juni 2018
maka perlu dilakukan tinjauan lebih lanjut untuk menetapkan
persyaratan dan pelaksanaan persidangan in absentia.
Abstract When a doctor is suspected of violating medical ethics, the Medical Ethics Council of Honor
(MKEK), an autonomous body under the Indonesian Doctors Association (IDI), will summon the
concerned doctor to clarify and/or take responsibility for his behavior. If the doctor does not answer
after three summons, then the trial may proceed without his/her presence. Although this “trial in
absentia” ensures the continuation of justice, such trial is still controversial. Without the presence of
concerned doctor, he/she loses the right for defense. To ensure that no infringement of such rights and
to achieve fair trial results, further review is required to establish the requirements and implementation
of trial in absentia.
schooling (wajib mengikuti pendidikan atau
PENDAHULUAN
pelatihan tertentu), hingga pencabutan ijin
Profesi dokter merupakan moral community praktik. Penetapan sanksi tersebut bertujuan
(komunitas moral) yang mendapatkan untuk memastikan masyarakat mendapatkan
kepercayaan besar untuk menangani kondisi pelayanan kesehatan yang layak dari dokter
kesehatan seseorang. Dalam hal ini profesi berkompetensi baik.1 Selain itu dapat dilakukan
dokter diatur oleh aspek etik dan hukum peninjauan ulang kesalahan atau ketidakpuasan
yang keduanya berjalan seiring dan sulit dalam pelayanan tersebut, sehingga keadilan
dipisahkan. Pelanggaran etik pada umumnya dan perbaikan pelayanan kesehatan dapat
hanya memberikan sanksi moral, tetapi sanksi dicapai.
tersebut dipandang memiliki konsekuensi lebih Di Indonesia, pembimbingan, pengawasan
berat dalam dunia kedokteran dibandingkan dan penilaian kode etik profesi diatur MKEK yang
sanksi disiplin profesi. Sanksi disiplin bersifat merupakan badan otonom di bawah IDI. Jika
administratif, dapat berupa peringatan, re- seorang dokter diduga melakukan pelanggaran
Jurnal Etika Kedokteran Indonesia Vol 2 No. 2 Jun 2018 73
Persidangan Tanpa Kehadiran Dokter Terlapor dalam Penanganan Kasus Pelanggaran Etik Kedokteran

etika kedokteran, maka MKEK akan memanggil


HASIL DAN PEMBAHASAN
dokter yang bersangkutan untuk memberikan
klarifikasi dan atau mempertanggungjawabkan
Fungsi MKEK
perilakunya tersebut. Proses penanganan kasus
dilakukan dalam persidangan yang bersifat khas Pedoman Organisasi dan Tata Laksana
profesi. (Ortala) MKEK pasal 1 ayat 3 menyebutkan
Dalam penanganan dokter teradu bahwa MKEK merupakan salah satu badan
mulai tahap penelaahan sampai dengan otonom IDI yang dibentuk secara khusus
penjatuhan sanksi etik, MKEK menggunakan di tingkat Pusat, Wilayah dan Cabang
asas praduga tak bersalah. Sanksi terhadap untuk menjalankan tugas kemahkamahan
dokter pelanggar etik bersifat pembinaan profesi, pembinaan etika profesi dan atau
dan ditetapkan oleh majelis pemeriksa Divisi tugas kelembagaan dan ad hoc lainnya dalam
Kemahkamahan MKEK.1 Penetapan sanksi tingkatannya masing-masing. Dalam hal ini
dilakukan melalui urutan kegiatan penelaahan MKEK dibagi menjadi MKEK wilayah yang
kasus yang dilakukan sistematis. Penelaahan berfungsi untuk melaksanakan tugas MKEK di
dimulai dengan mempelajari keabsahan surat provinsi masing-masing.
pengaduan, dilanjutkan dengan mengumpulkan Beberapa tugas MKEK wilayah di antaranya
berbagai barang bukti lengkap, termasuk adalah memeriksa, menyidangkan, membuat
memberikan kesempatan dokter teradu putusan setiap konflik etikolegal yang berpotensi
didampingi oleh pembela, dalam hal ini Biro menimbulkan sengketa medik di antara
Hukum Pembinaan dan Pembelaan Anggota perangkat dan jajaran IDI, maupun antara dokter
(BHP2A) atau perangkat dan jajarannya, atau pengadunya yang belum atau tidak ditangani
perorangan anggota IDI yang dinilai kompeten Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran
dan memenuhi syarat yang telah ditetapkan. Indonesia (MKDKI) sesuai pasal 6 ayat 4. Selain
Pada situasi dokter teradu tidak hadir itu MKEK juga memiliki kewenangan untuk
di persidangan karena berbagai alasan, maka menyampaikan pertimbangan pelaksanaan
diupayakan pemanggilan ulang. Apabila etika kedokteran dan usul secara lisan dan atau
dokter teradu tetap tidak dapat hadir tanpa tertulis, baik diminta atau tidak diminta kepada
alasan yang jelas setelah tiga kali pemanggilan, pengurus IDI setingkat (pasal 9 ayat 1), ikut
maka persidangan dapat dilanjutkan tanpa mempertahankan hubungan dokter dan pasien
kehadiran dokter teradu, atau dikenal sebagai sebagai hubungan kepercayaan (pasal 10 ayat
persidangan in absentia. Hal tersebut dilakukan 1), membantu penyelenggaraan uji kompetensi
untuk memastikan keberlanjutan proses khusus bidang etika kedokteran oleh perangkat
pencapaian keadilan. Namun demikian, dan jajaran IDI setingkat maupun institusi
persidangan in absentia masih mengundang kedokteran lain yang memerlukannya (pasal
berbagai kontroversi. Tanpa kehadiran dokter 10 ayat 4), membantu IDI setingkat dalam
teradu, maka dokter tersebut secara langsung menyelesaikan dan menyidangkan kasus status
akan kehilangan kesempatan atau hak untuk keanggotaan organisasi profesi dokter (pasal
membela diri. Tulisan ini bermaksud untuk 10 ayat 6), serta bertanggung jawab dalam
meninjau proses persidangan in absentia dalam menjabarkan kebijakan dan garis-garis besar
sidang etik kedokteran serta kontroversi yang program pembinaan etika kedokteran seluruh
menyertainya. Indonesia dan mengkoordinasikannya untuk
tingkat provinsi (pasal 18 ayat 2).2
Proses Pengaduan Sidang MKEK
Proses pengaduan sidang MKEK telah
diatur dalam Pasal 22 Pedoman MKEK.
Pengaduan disampaikan melalui IDI atau
MKEK tingkat Cabang atau Wilayah, yang
74 Jurnal Etika Kedokteran Indonesia Vol 2 No. 2 Jun 2018
Rozaliyani A, Wasisto B, dan Librianty N

dapat berasal secara langsung dari pasien, teman (UNHCR) dan European Court of Human Rights
sejawat, tenaga kesehatan lainnya, institusi (ECtHR) menyatakan bahwa persidangan in
kesehatan, atau organisasi profesi; dan dapat absentia dapat dilaksanakan dalam beberapa
pula diperoleh melalui temuan IDI setingkat kondisi, yaitu: (1) teradu telah mendapatkan
dan Divisi Pembinaan Etika Profesi MKEK notifikasi akan persidangan, (2) teradu harus
setingkat, rujukan atau banding dari MKEK direpresentasikan secara legal pada persidangan
Cabang untuk MKEK Wilayah atau MKEK dan memiliki bantuan pengacara, dan (3) teradu
Wilayah untuk MKEK Pusat, hasil verifikasi mempunyai hak untuk pengadilan ulangan
MKDKI atau lembaga disiplin profesi atau atau pengadilan ex novo dengan kehadirannya.
lembaga pembinaan etika, atau hal lainnya yang Penjaminan bahwa teradu telah mengetahui
ditentukan kemudian oleh MKEK Pusat. dan mendapatkan pemberitahuan akan
Setelah pengaduan dianggap lengkap atau persidangan, diharapkan telah disampaikan
sah, selanjutnya dilakukan pemanggilan pengadu pemerintah negara bagian secara resmi, misalnya
dan teradu. Pasal 22 Ayat 7 dan 8 Pedoman pengumuman melalui koran. Pengacara yang
MKEK menyatakan bahwa pemanggilan ditunjuk untuk merepresentasikan teradu
pengadu dan teradu dapat dilakukan sampai 3 pun harus mampu memenuhi tugasnya secara
kali, namun apabila pengadu tetap tidak dapat efektif dan memiliki kompetensi sesuai dengan
hadir tanpa alasan yang sah maka pengaduan level kriminal yang disidangkan. Kemudian,
dibatalkan; sebaliknya jika teradu tetap tidak hak untuk pengadilan ulang memiliki artian
dapat datang tanpa alasan yang sah, maka yang berbeda antara UNHCR dan ECtHR.
penanganan kasus dapat dilanjutkan tanpa Pengadilan ulang menurut UNHCR bersifat
kehadiran teradu dan putusan yang ditetapkan ex novo, sedangkan dari sudut pandang ECtHR
dinyatakan sah dan tidak dapat dilakukan bersifat de novo atau berdasarkan fakta. Proses
banding.2 pengadilan ulang pun masih menimbulkan
pertanyaan akan organisasi yang sesuai untuk
Menelisik Kontroversi Persidangan In menjalankan pengadilan tersebut dan pihak
Absentia yang bertanggung jawab untuk mendanai.4
Pada esensinya, persidangan adalah Di Filipina, persidangan in absentia
suatu wadah bagi teradu untuk membela boleh dilaksanakan dalam kondisi tertentu,
diri dari bukti yang menjatuhkannya dan sebagaimana tertera dalam artikel 3, bagian
menyampaikan pernyataan dari sisinya. Dengan 14, butir 2 Konstitusi Tahun 1987 yang
demikian, kehadiran teradu sepatutnya menjadi menyatakan: In all criminal prosecutions, the
persyaratan persidangan yang adil. Berbagai accused shall be presumed innocent until the contrary
negara di dunia memiliki kebijakan berbeda- is proved, and shall enjoy the right to be heard by
beda dalam hal menyikapi persidangan in himself and counsel, to be informed of the nature and
absentia. Di Australia, hasil persidangan in cause of the accusation against him, to have a speedy,
absentia memiliki batasan hukuman, yaitu tiga impartial, and public trial, to meet the witnesses face
tahun penjara. Di Jerman, hasil persidangan to face, and to have compulsory process to secure
in absentia tidak boleh memberikan hukuman the attendance of witnesses and the production of
penjara sama sekali. Sementara itu, Afrika evidence in his behalf. However, after arraignment,
Selatan hanya memperbolehkan pelaksanaan trial may proceed notwithstanding the absence of the
persidangan in absentia dalam kondisi teradu accused: Provided, that he has been duly notified and
dikeluarkan dari persidangan karena perilaku his failure to appear is unjustifiable.”5 Persidangan
tidak baik. in absentia hanya dapat dilaksanakan apabila
Artikel 14 dari The International Covenant terdapat tuduhan, teradu telah mendapat
on Civil and Political Rights menyatakan bahwa pemberitahuan, dan ketidakhadiran teradu
teradu harus diadili dengan kehadirannya tidak dapat diterima karena alasan yang tidak
dalam persidangan.3 Namun demikian, jelas. Di sisi lain, argumen akan hilangnya hak
United Nations for Human Rights Committee teradu untuk membela diri dalam persidangan
Jurnal Etika Kedokteran Indonesia Vol 2 No. 2 Jun 2018 75
Persidangan Tanpa Kehadiran Dokter Terlapor dalam Penanganan Kasus Pelanggaran Etik Kedokteran

in absentia dipatahkan dengan aturan 115 telah dipanggil secara sah dan tidak hadir di
butir 1 Revised Rules on Criminal Procedure yang persidangan tanpa alasan yang sah, sehingga
menyatakan bahwa ketidakhadiran teradu pengadilan melaksanakan pemeriksaan
tanpa alasan yang dapat diterima, dianggap di pengadilan tanpa kehadiran terdakwa.
sebuah pengabaian akan haknya sendiri.6 Berdasarkan Pasal 196 ayat (1) UU No. 8 Tahun
Berlangsungnya persidangan in absentia 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP)
menunjukkan bahwa teradu tidak dapat yang menyatakan “Pengadilan memutus perkara
menunda proses peradilan dengan memilih dengan hadirnya terdakwa kecuali dalam hal
untuk tidak hadir dalam sidang. Persidangan undang-undang ini menentukan lain”.8 Surat
in absentia mendukung fungsi persidangan Edaran Mahkamah Agung No. 6 Tahun 1988
untuk mengusung kebenaran dan keadilan. tentang Penasihat Hukum atau Pengacara yang
Penundaan pelaksanaan sidang tidak hanya Menerima Kuasa dari Terdakwa/Terpidana “In
membuang waktu publik, sumber daya dan Absentia” yang memerintahkan hakim untuk
dana, tetapi teradu yang berada dalam tahanan menolak penasihat hukum/pengacara yang
pun dirugikan. Persidangan yang terus berjalan mendapat kuasa dari terdakwa yang sengaja
bagi teradu yang melarikan diri, berdampak tidak mau hadir dalam pemeriksaan pengadilan
positif dalam upaya penegakan hukum. Hal sehingga dapat menghambat jalannya
itu menghindari kesan publik bahwa teradu pemeriksaan pengadilan dan pelaksanaan
mendapat keuntungan atas pelarian dirinya. putusannya.9
Apabila korban atau pengadu mendapatkan Ketentuan Pasal 196 KUHAP jika terdapat
kompensasi atas klaimnya, maka persidangan in suatu penyimpangan dalam perkara pelanggaran
absentia juga memastikan kompensasi tersebut lalu lintas sebagaimana diatur Pasal 213
tersampaikan dengan semestinya. KUHAP yang menyatakan bahwa “terdakwa
Korban, pengadu, dan publik juga memiliki dapat menunjuk seorang dengan surat untuk
hak untuk mendapatkan kejelasan atas suatu mewakilinya di sidang”. Selain itu, Pasal 214
kasus. Hal itu hanya dapat disampaikan melalui ayat (1) dan ayat (2) KUHAP menyatakan: Jika
persidangan in absentia jika teradu tak kunjung terdakwa atau wakilnya tidak hadir di sidang,
hadir, atau bahkan tidak mungkin hadir, pemeriksaan perkara dilanjutkan. Dalam hal
dalam persidangan. Pada Mei 2008, sebuah putusan diucapkan di luar hadirnya terdakwa,
persidangan dilaksanakan di Court of Appeal surat amar putusan segera disampaikan kepada
of Paris, untuk mengadili 15 mantan pejabat terpidana.8
tingkat tinggi yang berkuasa selama era diktator Berdasarkan Surat Edaran Mahkamah
Augusto Pinochet di Chile pada 1973-1990, yang Agung No. 9 Tahun 1985 tentang Putusan
diduga berkomplot untuk menyelenggarakan yang Diucapkan di Luar Hadirnya Terdakwa,
kudeta dan melenyapkan 4 orang pejabat dari Mahkamah Agung berpendapat bahwa
kubu oposisi. Walaupun tuduhan, tanggal perkara-perkara yang diperiksa dengan Acara
persidangan dan daftar saksi telah disampaikan; Pemeriksaan Cepat (baik perkara tindak pidana
tetapi tidak ada satu pun dari 15 teradu yang ringan maupun perkara pelanggaran lalu lintas
hadir, bahkan 4 tersangka telah meninggal saat jalan) dapat diputus di luar hadirnya terdakwa
sidang dilakukan, termasuk Pinochet sendiri. (verstek).10 Jadi, hukum acara pidana tidak hanya
Namun demikian, pada akhirnya keluarga mengakui keberadaan persidangan secara in
korban beranggapan bahwa persidangan in absentia untuk perkara pelanggaran lalu lintas
absentia tersebut telah memberikan kepuasan jalan, melainkan berlaku juga bagi perkara
signifikan.7 tindak pidana ringan (lihat Pasal 205 KUHAP).
Persidangan in absentia secara khusus
Persidangan In Absentia di Mata Hukum diatur dalam beberapa Undang-Undang (UU).
Indonesia Seperti pada UU No. 20 Tahun 2001 yang
Persidangan dalam perkara pidana konsep menyatakan dalam hal terdakwa telah dipanggil
in absentia adalah konsep di mana terdakwa secara sah, dan tidak hadir di sidang pengadilan
76 Jurnal Etika Kedokteran Indonesia Vol 2 No. 2 Jun 2018
Rozaliyani A, Wasisto B, dan Librianty N

tanpa alasan yang sah, maka perkara dapat


KESIMPULAN
diperiksa dan diputus tanpa kehadirannya.11
UU No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan Pelaksanaan sidang in absentia dapat
Dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian dilakukan jika memenuhi persyaratan
Uang yang menyatakan dalam hal terdakwa dan sesuai dengan regulasi yang berlaku.
telah dipanggil secara sah dan patut namun Penanganan kasus dapat terus dilakukan jika
tidak hadir di sidang pengadilan tanpa alasan teradu telah dipanggil secara sah sebanyak tiga
yang sah, perkara dapat diperiksa dan diputus kali, tetapi tetap tidak hadir dengan alasan yang
tanpa hadirnya terdakwa.12 UU No. 31 Tahun sah. Regulasi dalam Pedoman MKEK dalam
2004 tentang Perikanan sebagaimana telah pelaksanaan persidangan in absentia adalah
diubah dengan UU No. 45 Tahun 2009 yang sebuah tindakan untuk mencapai keadilan dan
menyatakan Pemeriksaan di sidang pengadilan meningkatkan pelayanan kesehatan kepada
dapat dilaksanakan tanpa kehadiran terdakwa.13 masyarakat.
Dalam Surat Edaran Mahkamah Agung No.
03 Tahun 2007 tentang Petunjuk Pelaksanaan KONFLIK KEPENTINGAN
Undang-Undang No. 31 Tahun 2007 tentang
Perikanan, disebutkan bahwa pemeriksaan di Tidak ada konflik Kepentingan
sidang pengadilan dapat dilaksanakan tanpa
kehadiran terdakwa, sebagaimana ditentukan REFERENSI
dalam Pasal 79 Undang-Undang Nomor 31
Tahun 2004 tentang Perikanan adalah dalam 1. Rozaliyani A, Meilia PDI, Librianty N.
pengertian perkara in absentia, yaitu terdakwa Prinsip penetapan sanksi bagi pelanggaran etik
sejak sidang pertama tidak pernah hadir di kedokteran. J Etik Ked Ind. 2018 Mar 19;2(1):19.
persidangan.14,15 https://doi.org/10.26880/jeki.v2i1.11.
Dengan demikian, dalam perkara tindak
2. Purwadianto A, editor. Pedoman
pidana korupsi, tindak pidana pencucian uang,
organisasi dan tata laksana kerja Majelis
serta tindak pidana perikanan dimungkinkan
Kehormatan Etik Kedokteran. Jakarta: Majelis
pula suatu persidangan dan pembacaan putusan
Kehormatan Etika Kedokteran Ikatan Dokter
tanpa dihadiri terdakwa. Bahkan dalam hukum
Indonesia; 2008.
acara perdata, pengaturan in absentia juga terdapat
dalam Pasal 125 Herzien Inlandsch Reglement 3. United Nations General Assembly.
(HIR) yang menyatakan apabila terhadap International covenant on civil and political
seorang tergugat telah dilakukan pemangilan rights. 1966.
secara patut namun panggilan pengadilan
4. Klerks A. Trials in absentia in
tidak dipenuhi, maka perkara dapat diputus
international (criminal) law. Tilburg University;
tanpa kehadiran tergugat.16 Persidangan secara
2008.
in absentia juga dikenal dalam Peradilan Tata
Usaha Negara. UU No. 9 Tahun 2004 dan UU 5. Republik Filipina. The constitution of
No. 51 Tahun 2009, menyatakan “Dalam hal the Republic of the Philippines. 1987.
setelah lewat dua bulan sesudah dikirimkan
6. Republik Filipina. Revised rules of
dengan surat tercatat, penetapan sebagaimana
criminal procedure. Rules 110 to 127. 2000.
dimaksud dalam ayat (1) tidak diterima berita,
baik dari atasan tergugat maupun dari tergugat,
maka Hakim Ketua Sidang menetapkan hari
sidang berikutnya dan pemeriksaan sengketa
dilanjutkan menurut acara biasa, tanpa hadirnya
tergugat”.17,18

Jurnal Etika Kedokteran Indonesia Vol 2 No. 2 Jun 2018 77


Persidangan Tanpa Kehadiran Dokter Terlapor dalam Penanganan Kasus Pelanggaran Etik Kedokteran

7. International Federation for Human 17. Undang-Undang Republik Indonesia


Rights. A historical trial in France on crimes nomor 9 tahun 2004 tentang perubahan atas
against humanity committed under Chilean Undang-Undang nomor 5 tahun 1986 tentang
military dictatorship [Internet]. 2008 Feb 12 peradilan tata usaha negara. 2004.
[disitasi 2018 Apr 11]. Diunduh dari: https://
18. Undang-Undang Republik Indonesia
www.fidh.org/en/issues/litigation/litigation-
nomor 51 tahun 2009 tentang perubahan
against-individuals/Pinochet-and-others-Case/
kedua atas Undang-Undang nomor 5 tahun
A-HISTORICAL-TRIAL-IN-FRANCE-ON
1986 tentang peradilan tata usaha negara. 2009.
8. Undang-Undang Republik Indonesia
nomor 8 tahun 1981 tentang hukum acara
pidana. 1981.
9. Surat Edaran Mahkamah Agung
Republik Indonesia nomor 6 tahun 1988
tentang penasehat hukum atau pengacara yang
menerima kuasa dari terdakwa/terpidana “in
absentia.” 1988.
10. Surat Edaran Mahkamah Agung Republik
Indonesia nomor 9 tahun 1985 tentang putusan
yang diucapkan di luar hadirnya terdakwa.
1985.
11. Undang-Undang Republik Indonesia
nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan atas
Undang-Undang nomor 31 tahun 1999 tentang
pemberantasan tindak pidana korupsi. 2001.
12. Undang-Undang Republik Indonesia
nomor 8 tahun 2010 tentang pencegahan dan
pemberantasan tindak pidana pencucian uang.
2010.
13. Undang-Undang Republik Indonesia
nomor 45 tahun 2009 tentang perubahan atas
Undang-Undang nomor 31 tahun 2004 tentang
perikanan. 2009.
14. Surat Edaran Mahkamah Agung
Republik Indonesia nomor 03 tahun 2007
tentang petunjuk pelaksanaan Undang-Undang
nomor 31 tahun 2007 tentang perikanan. 2007.
15. Undang-Undang Republik Indonesia
nomor 31 tahun 2004 tentang perikanan. 2004.
16. Herzien Inlandsch Reglement (H.I.R)
(S. 1941-44) tentang Reglemen Indonesia yang
Diperbaharui (R.I.B.). 1941.

78 Jurnal Etika Kedokteran Indonesia Vol 2 No. 2 Jun 2018


Dewanto A, Hanoum IF, Suryaningtyas DA, Widad S, Yudhitama I, Fatmala DG, et al. Studi Pendahuluan ISSN 2598-179X (cetak)
tentang Perspektif Ilmuwan Islam dan Katolik dalam Dilema Etika Surplus Embrio serta Opsi Pemecahan ISSN 2598-053X (online)
Masalahnya. JEKI. 2018;2(2):79-86. doi: 10.26880/jeki.v2i2.20.

Studi Pendahuluan tentang Perspektif Ilmuwan


Islam dan Katolik dalam Dilema Etika Surplus
Embrio serta Opsi Pemecahan Masalahnya
Agung Dewanto1,4, Ita Fauzia Hanoum1, Diany Ayu Suryaningtyas1, Shofwal Widad1, Ihsan Yudhitama2,
Galuh Dyah Fatmala3, Ahmad Muzakky3
1
Departemen Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada/RSUP Dr Sardjito, Yogyakarta
2
Dokter Alumni Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada
3
Sarjana Kedokteran Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada
4
Program S2 Bioetika, Pasca Sarjana UGM

Kata Kunci Abstrak Latar Belakang: Teknologi reproduksi berbantu sudah berkembang di
Indonesia dan banyak membantu masyarakat dalam memperoleh kehamilan.
Surplus embrio, donasi embrio,
Surplus embrio dari proses simpan beku merupakan konsekuensi kemajuan
teknologi reproduksi berbantu, dilema
teknologi ini sendiri. Dilema etika muncul tentang bagaimana sebaiknya
etik
mengelola surplus embrio. Di sisi lain, peraturan perundangan di Indonesia
Korespondensi saat ini hanya memperbolehkan untuk memperpanjang masa penyimpanan
agungdewanto2009@gmail.com atau membuang surplus embrio.
Metode: Metode penelitian menggunakan Participant of observation dengan
Publikasi
purposive sampling. Penelitian ini merupakan intisari pemikiran dari ilmuwan
© 2018 JEKI/ilmiah.id dan pegiat bioetika di Indonesia yang dikemukakan dalam Seminar dan Diskusi
DOI Bioetika dalam Pelayanan Teknologi Reproduksi Berbantu, Agustus 2016 di
10.26880/jeki.v2i2.20 Yogyakarta.
Hasil: Pertimbangan etika tentang bagaimana sebaiknya surplus embrio
Tanggal masuk: 14 April 2018 diperlakukan dibahas oleh tiga ilmuwan dengan latar belakang agamawan,
Prof. Jenie dan Prof. Almirzanah beragama Islam sedangkan Dr. Kusmaryanto
Tanggal ditelaah: 6 Mei 2018
beragama Katolik. Ketiganya berpendapat bahwa solusi manajemen surplus
Tanggal diterima: 10 Mei 2018 embrio sangat erat kaitannya dengan diskursus agama. Ketiganya menyatakan
bahwa status moral dari embrio penting dipahami sebagai landasan sikap
Tanggal publikasi: 12 Juni 2018
terhadap surplus embrio. Pemusnahan embrio dianggap tidak etis oleh ketiga
ilmuwan. Ketiganya menyetujui donasi embrio untuk pasangan infertil lain dengan penyesuaian aturan terhadap kearifan
lokal Indonesia. Selanjutnya, Prof. Umar dan Prof. Almirzanah memandang penggunaan surplus embrio untuk penelitian
masih kontroversial namun tidak menutup kemungkinan diperbolehkan dengan berbagai syarat dan memperhatikan konteks
serta asas kemanfaatan. Sedangkan Dr. Kusmaryanto menyatakan ketidaksetujuan surplus embrio untuk penelitian atas
dasar interpretasi bahwa embrio mempunyai makna intrinsik yang harus dilindungi.
Kesimpulan: Latar belakang agama mempengaruhi perspektif ilmuwan tentang bagaimana memandang status embrio dan
pilihan tindakan terhadap surplus embrio. Perlu dilakukan penelitian mendalam multidisipliner dari klinisi, agamawan,
ilmuwan, pakar hukum dan pasien untuk mengakomodasi pilihan tindakan terhadap surplus embrio di Indonesia.

Abstract Background: Assisted Reproductive Technology (ART) has been well developed in Indonesia to encourage better
pregnancy rate. Surplus embrio from cryopreservation techniques comes up as the consequence of the technology itself. We
are facing ethical dilema on how to manage the surplus embryo while the regulation only provides options to either prolong
storage time or to dispose the embryo.
Method: Participant of observation and purposive sampling method has been used for this research. This article was written
based on Indonesia scientists’ comments at Bioethics Discussion on Assisted Reproductive Technology, on August 2016 in
Yogyakarta.
Result: The three scientists on this study have background of religious scholar; Prof. Jenie and Prof. Almirzanah are
Muslims while Dr. Kusmaryanto is Catholic. They believed in the important role of religion to give solution regarding
surplus embryo management. Understanding the status of embryo was required to emphasis the option of surplus embryo
management. They thought embryo disposal was unethical while embryo donation to other couple was ethically acceptable,
with the need to accommodate local policy. Prof. Jenie and Prof. Almirzanah stated the possibility of using surplus embryo
for research with some precautions. On the other hand, Dr. Kusmaryanto expresed disagreement to use surplus embryo for
research, based on the interpretation that the intrinsic meaning of embryo must be protected.
Conclusion: Religion influences the perspective of scholars on how to see the status of embryo and how to manage the
surplus embryo. Future study is needed to solve the ethical dilemma of surplus embryo management in Indonesia through
multidisciplinary collaboration approach.

Jurnal Etika Kedokteran Indonesia Vol 2 No. 2 Jun 2018 79


Studi Pendahuluan tentang Perspektif Ilmuwan Islam dan Katolik dalam
Dilema Etika Surplus Embrio serta Opsi Pemecahan Masalahnya

Peraturan tentang surplus embrio juga diatur


PENDAHULUAN
dalam Peraturan pemerintah no. 61 tahun
Kesuksesan laboratorium In Vitro 2014 yang menyatakan kelebihan embrio
Fertilization (IVF) yang ditunjang dengan teknik dapat diperpanjang setiap 1 tahun untuk
simpan beku dan keberhasilan kehamilan kepentingan kehamilan selanjutnya.3 Pada
pada pasangan infertil kemudian menyisakan pasal 43 selanjutnya menjelaskan kelebihan
beberapa hal yang belum pernah atau enggan embrio dilarang ditanam pada rahim ibu
dibicarakan sebelumnya di Indonesia. Hal jika ayah meninggal atau bercerai dan tidak
tersebut antara lain adalah embrio kualitas diperkenankan ditanam di rahim perempuan
baik yang tidak (belum) dikembalikan ke dalam lain. Jika kemudian pasangan suami istri tidak
rahim istri. Menurut Human Fertilisation and memperpanjang masa penyimpanan embrio
Embriology Authority (HFEA) (sebuah organisasi maka penyelenggara ART harus memusnahkan
di Inggris yang mengatur klinik infertilitas dan kelebihan embrio.
riset embrio manusia) surplus embrio adalah Peraturan di Indonesia hanya menyediakan
embrio yang dihasilkan dari prosedur IVF yang dua opsi pada manajemen surplus embrio yaitu
tidak dikembalikan ke rahim (ibu genetiknya) perpanjangan atau pemusnahan surplus embrio
yang selanjutnya embrio ini tidak memiliki simpan beku. Pilihan pemusnahan surplus
harapan pada masa depannya.1 Terjadinya embrio akan memicu dilema etika tergantung
surplus embrio disebabkan oleh: 1) dampak bagaimana persepsi terhadap status embrio
stimulasi pada indung telur untuk mendapatkan itu. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut
jumlah telur lebih banyak saat pengambilan mengenai pertimbangan etika surplus embrio,
telur, sehingga menjadi lebih efisien untuk opsi-opsi penatalaksanaan dan solusinya.
mendapatkan embrio yang berkualitas baik
dan angka keberhasilan kehamilan lebih tinggi, TINJAUAN PUSTAKA
2) ibu sudah tidak menghendaki hamil lagi
karena keberhasilan kehamilan pada program Kerridge et al. tahun 2010 meneliti tentang
IVF sebelumnya, sementara masih memiliki pandangan tokoh agama terhadap manajemen
embrio simpan beku di Klinik IVF, 3) pasangan surplus embrio (tabel 1). Penelitian ini
sudah bercerai, 4) embrio tidak dapat ditransfer merupakan hasil wawancara tokoh-tokoh agama
ke ibu karena sakit atau kecelakaan, 5) karena Budha, Katolik, Hindu, Islam, Evangelical-
alasan pribadi, ibu tidak menghendaki embrio Protestan dan Yahudi tentang donasi dan
ditransfer ke uterusnya, dan 6) ibu meninggal penelitian embrio. Dalam penelitian tersebut
dunia. dikatakan hanya tokoh Islam yang menolak
Solusi untuk surplus embrio berdasarkan opsi donasi untuk pasangan infertil lain. Untuk
Permenkes no. 43 tahun 2015 pasal 14 pilihan menyimpan embrio selamanya, tokoh
menyatakan bahwa kelebihan embrio ditransfer agama Katolik menolak dan tokoh Yahudi
ke rahim istri paling lama dalam waktu 2 membolehkan sedangkan agama lain tidak
tahun, kecuali pasangan suami istri meminta memberikan tanggapan.4
untuk memperpanjang penyimpanan embrio.2
Tabel 1. Pandangan agama terhadap manajemen surplus embrio (disarikan dari Kerridge et al, 2010)4
Agama Memusnahkan Donasi penelitian Donasi pasangan lain Disimpan selamanya
Tokoh Budha Menolak Setuju Setuju ?
Tokoh Katolik Menolak Menolak Lebih baik Menolak
Tokoh Hindu Menolak Setuju Setuju ?
Tokoh Islam Tergantung mazhab menolak ?
Tokoh Evangelical- Terkesan memberikan pilihan pada pasangan dengan himbauan sudah mendapatkan informasi baik
protestan dari konselor kesehatan ataupun gereja
Tokoh Yahudi Menolak Setuju Setuju Setuju

80 Jurnal Etika Kedokteran Indonesia Vol 2 No. 2 Jun 2018


Dewanto A, Hanoum IF, Suryaningtyas DA, Widad S, Yudhitama I, Fatmala DG, et al.

Pilihan-pilihan pengelolaan surplus embrio di beberapa pemuka agama yang mewakili agama
Laboratorium IVF di berbagai Negara. yang berbeda memiliki pendapat yang berbeda-
Sebagaimana telah ditulis di berbagai beda pula pada donasi embrio untuk penelitian
penelitian yang dilakukan pada berbagai negara stem cell.9
seperti Swedia dan Australia dan diterbitkan
dalam jurnal ilmiah internasional, disebutkan METODE PENELITIAN
ada berbagai pilihan pasien yang bisa diterapkan
dalam pengelolaan surplus embrio, di antaranya Metode penelitian menggunakan
adalah: Participant of observation dengan purposive
1. Pemusnahan embrio.5 sampling. Penelitian ini merupakan hasil
2. Donasi kepada pasangan infertil untuk Seminar dan Diskusi Bioetika dalam Pelayanan
mendapatkan kehamilan dan bayi.5 Teknologi Reproduksi Berbantu yang
3. Donasi untuk riset (stem cell, perkembangan dilaksanakan di RSUP Dr. Sardjito, Yogyakarta
embrio, dan organ tubuh).5,6 pada tanggal 2 Agustus 2016 yang dihadiri oleh
4. Donasi untuk training kandidat embriolog staf Klinik Permata Hati, residen dan klinisi
atau mahasiswa kedokteran.5 yang diundang, serta panelis yang merupakan
Berdasarkan Banker et al. tahun 2013 dalam ilmuwan dan pegiat bioetika.
laporan pengelolaan IVF di berbagai negara
menyatakan bahwa penetapan aturan mengenai HASIL DAN PEMBAHASAN
IVF dan surplus embrio dipengaruhi oleh faktor
ideologi agama, budaya, politik dan pembuat Pertimbangan Etika Pada Pilihan Pemusnahan
kebijakan kesehatan.7 Hal tersebut ditegaskan Embrio
kembali dalam pembaharuan laporan tahun Status embrio menjadi perdebatan dan
2016.8 Berdasarkan laporan tersebut, Indonesia diskusi panjang. Ilmuwan dan bioetikawan Dr.
merupakan negara yang paling singkat Kusmaryanto sekaligus seorang pemuka agama
memberi waktu penyimpanan embrio (2 tahun) Katolik menyatakan bahwa embrio memiliki
sedangkan negara lain seperti Australia, Inggris, hak hidupnya sejak saat konsepsi.
Israel, dan Turki memberi waktu sampai 5 tahun “….. semua agama, ini menganggap bahwasanya
atau lebih, bahkan Arab Saudi tidak memberi embrio itu adalah person sejak konsepsi. Ya,
batasan waktu. Memang masih ada kesempatan meskipun kalau Prof Umar dari muslim
memperpanjang waktu penyimpanan bagi mungkin mengatakan baru ada nyawanya
pasangan yang menginginkannya. Negara yang kalau empat bulan, kalau dari Katolik sejak
mayoritas penduduknya beragama Islam seperti konsepsi.”(669)
Arab Saudi dan Turki tidak memperbolehkan “Mayo clinic (Amerika Serikat) juga
donasi embrio, begitu pula penggunaan surplus mengatakan life itu dimulai dari saat terjadinya
embrio untuk penelitian. Namun Arab Saudi konsepsi. Harvard mengatakan, individual
masih membuka peluang penggunaan embrio of a new life begins at conception. Semua at
untuk penelitian dengan batasan-batasan yang conception.”(776)
ketat.8 Menurut Dr. Kusmaryanto seharusnya
Peraturan yang mengatur surplus embrio tidak ada tindakan apa pun yang bisa
juga belum dapat mewadahi kemajemukan menghentikan kehidupan embrio. Pemusnahan
Indonesia yang memiliki bermacam agama, kelebihan embrio bertentangan dengan konsep
etnis, dan suku bangsa. Kemajemukan latar kepercayaan agama Katolik.
belakang ini tidak hanya terdapat pada pasangan “kalau kita mau buang, jelas ini (geleng kepala)
infertil tetapi juga pada pemberi layanan IVF is not that way. Mengapa demikian? Karena kita
yaitu dokter, embriolog, teknisi laboratorium, semua orang beriman, manusia itu diciptakan
dan perawat. Ketidaksepakatan dalam mengatur oleh Allah, termasuk embrio itu, diciptakan
kelebihan embrio dapat mengganggu pelayanan oleh Allah oleh karenanya kalau kita merusak
prosedur IVF selanjutnya. Di Malaysia, embrio berarti merusak ciptaan Allah. Dengan
Jurnal Etika Kedokteran Indonesia Vol 2 No. 2 Jun 2018 81
Studi Pendahuluan tentang Perspektif Ilmuwan Islam dan Katolik dalam
Dilema Etika Surplus Embrio serta Opsi Pemecahan Masalahnya

kata lain menempatkan manusia lebih tinggi mengutip komentar Prof. Almirzanah, beliau
daripada Allah itu sendiri.”(1178) berkata:
Sementara itu, ilmuwan dari Universitas Kalo dunia sunni memang third party itu
Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta, Prof. dilarang. Sama sekali tidak boleh. Cuma kalo
Almirzanah menyatakan bahwa masih ada di syiah itu ada lowongan gitu ya. Karena
pilihan lain yang lebih baik selain pemusnahan syiah … more liberal karena memang ijtihadnya
kelebihan embrio. Status embrio dapat mereka third party itu dibolehkan dalam kondisi
dianggap sebagai ‘person’ dan juga sebagai harta tertentu…. disebut dengan temporal married,
(kepemilikan). Mut’ah.”(854)
“Ada 3 option paling tidak di situ option Selanjutnya, Prof. Umar Anggara Jenie
pertama adalah mau dibuang begitu saja ….. mengutip pendapat Jumhur Ulama (konsensus
Yang kedua …. embrio adoption atau embrio sebagian besar ulama di kalangan Muslim)
donation ….. Yang ketiga adalah untuk embrio berdasarkan interpretasi terhadap sebuah
research. Nah itu saya kira juga tidak mudah. hadits yang menyatakan bahwa embrio adalah
Tinggal bagaimana nanti kita memperlakukan makhluk hidup, namun belum ditiupkan ruh
apa sih status dari embrio itu.”(836) sampai usia 120 hari setelah konsepsi. Setelah
“Sudut pandang saya begini, mungkin agak 120 hari, embrio menjadi mendapat status
berbeda mengenai embrio adoption ….. kalau “insan”.
buat saya yang namanya creation, saya “Hadist Rasulullah mengatakan ensoulment
mengajar tasawwuf ya jadi saya ambil konsep atau masuknya nyawa itu adalah pada hari ke
dari itu, creation itu adalah self disclosure of 120. Ketika ensoulment itu terjadi, itulah al-
God. Bahwa ciptaan itu adalah penampakan insan artinya sudah ada amanah kekhalifahan
diri Tuhan..…, maka segala sesuatu sekecil apa di situ. Nah dalam hal ini, teman-teman
pun itu punya intrinsic meaning. Itu saya kira syiah sebelum ada ensoulment, maka embrio
akan luar biasa efeknya nanti….”(931) itu ya makhluk biasa saja. Bisa digunakan
“Nah sekarang kembali kepada status embrio untuk research bisa digunakan untuk macam-
tadi. Orang berdebat itu sebagai person ataukah macam tidak masalah. Tetapi bagi orang yang
itu sebagai harta…. ada kasus pasangan mengatakan apa pun juga itu makhluk hidup,
Argentina menunggu lahir embrio (ART) itu membunuh makhluk hidup itu adalah suatu hal
sementara ketika pulang ke Argentina dia tindakan yang salah. Jadi kembali ini menjadi
clash (cerai) dia orang kaya raya lalu hartanya suatu dilema.”(989)
mau diwariskan ke mana? Embrionya itu kita “Kalau menurut saya, saya tetap perasaan
anggap sebagai person atau sebagai kekayaan. dan keagamaan itu tentu ikut berbicara
Kalau sebagai person dia yang mendapat dan nasab itu sangat penting sekali maka
warisan tetapi kalau sebagai kekayaan justru ART kita support sejauh itu donor terhadap
dia yang juga ikut diwariskan. Maka saya donornya berasal dari pasangan suami istri….
pakai pendekatan bahwa segala sesuatu apa Kalau bisa didonorkan ya didonorkan. Tetapi
pun kecilnya itu have an intrinsic meaning jadi kalaui di-destroy saya belum bisa memberikan
otomatis di sini disposal tadi dibuang begitu jawabannya….. Kalau research itu digunakan
saja itu mungkin tidak akan kita lakukan untuk saving untuk menolong manusia banyak
gitu.”(939) dengan keberhasilan yang sudah meyakinkan
Di dalam Islam terdapat beberapa mazhab maka itu diizinkan…“(1047)
atau sekte misalnya Syiah, Sunni dan banyak Kedua cendekiawan terakhir disebut
lagi yang lain. Beberapa mazhab seperti Syiah cenderung untuk menolak pula opsi
memberi peluang dan opsi lebih longgar pemusnahan embrio. Keduanya berlatar
dalam pengelolaan surplus embrio. Pemilihan belakang cendekiawan muslim.
pengelolaan kelebihan embrio seharusnya Agama tampaknya mempengaruhi para
mempertimbangkan pilihan yang lebih banyak cendekiawan Indonesia dalam memberi opini
memberi keuntungan daripada kerugian. Masih pada opsi pemusnahan embrio dalam kasus
82 Jurnal Etika Kedokteran Indonesia Vol 2 No. 2 Jun 2018
Dewanto A, Hanoum IF, Suryaningtyas DA, Widad S, Yudhitama I, Fatmala DG, et al.

surplus embrio. Selain karena salah satu dari Disisi lain, terminologi adopsi embrio
mereka adalah pemuka agama, beberapa dari sebagaimana terminologi adopsi anak, mungkin
mereka berasal dari universitas berbasis agama. tidak tepat sama.11 Embrio masih harus melalui
Di sisi lain, pemusnahan embrio adalah tidak proses perkembangan dalam uterus wanita dan
beretika. Dasar penolakan mereka adalah status selanjutnya melalui tahap persalinan. Adopsi
moral embrio. Pemusnahan embrio dipandang anak tidak melalui tahap kehamilan dan
tidak etis oleh berbagai kalangan akademisi. persalinan, maka terminologi adopsi embrio
Pilihan pemusnahan embrio rupanya mungkin tidak dapat digunakan. Di sini, donasi
cenderung tidak popular di kalangan pasien. embrio (pada pasangan infertil) dipandang
Bahkan ada sebagian pasien yang awalnya sebagai opsi yang memberi penghormatan pada
memilih untuk memusnahkan embrionya, embrio sebagai suatu entitas hidup yang dapat
namun pada beberapa tahun kemudian mereka berkembang menjadi insan dan merupakan
berganti pilihan.10 Kami belum mengetahui pandangan yang solutif dan sebuah pemikiran
apakah pasien yang memiliki kelebihan embrio keagamaan yang segar.
simpan beku di laboratorium Permata Hati Pada donasi embrio mencakup 3
memiliki permasalahan serupa. komponen, 1) pasangan yang mendonasikan,
2) pasangan yang menerima (inang), dan 3)
Pertimbangan Etika Pada Pilihan Donasi fetus yang berkembang dari embrio donasi.10
Embrio Pada Pasangan (Menikah) Infertil Hak masing-masing komponen tersebut harus
Setelah pemusnahan embrio dianggap dilindungi.
tidak etis oleh berbagai kalangan akademisi, Persiapan sebelum hamil embrio
opsi yang umumnya dipilih adalah donasi donasi juga merupakan hal yang harus
embrio pada pasangan infertil. Di Indonesia dipertimbangkan selain masalah legalitas.
pasangan tidak menikah tidak diperbolehkan Kehamilan pada ibu dengan embrio donasi bisa
mengikuti program IVF sehingga embrio tidak jadi menimbulkan masalah kesehatan seperti
bisa didonasikan pada pasangan infertil yang halnya kehamilan pada ibu dengan embrionya
tidak menikah. Prof. Jenie juga menyatakan sendiri. Hiperemesis gravidarum (keluhan
ketidaksetujuannya jika embrio didonasikan mual-muntah berlebihan pada ibu hamil
kepada pasangan sesama jenis maupun pada yang bersifat patologis hingga menimbulkan
seorang perempuan tidak menikah yang komplikasi gangguan keseimbangan cairan
menginginkan anak. tubuh, elektrolit atau gangguan fungsi organ)
“Jadi kalau didonasikan dengan permintaan maupun preeklamsia (komplikasi akibat
yang jelas dengan izin dari bapak-ibunya kehamilan yang ditandai dengan kenaikan
mungkin bisa. Tetapi kalau misalnya, embrio tekanan darah disertai gangguan fungsi organ)
itu didonasikan kepada rumah sakit atau mungkin pula bisa terjadi pada kondisi tersebut.
di donasikan kepada negara misalnya begitu Kesiapan mental ibu untuk hamil dengan
maka yang akan memberi izin itu tentu adalah embrio donasi semestinya sudah menjadi syarat
negara itu atau rumah sakit itu. Tetapi tentu sebelum embrio donasi ditanam ke rahim
kita harapkan juga akan diberikan kepada ibu inang. Aspek hukum akan menjadi lebih
pasutri yang membutuhkannya dan bukan rumit ketika ibu hamil dari embrio donasi
untuk single parent. Karena single parent atau tersebut menginginkan aborsi karena alasan
LGBT itu tidak diakui.”(1050) ketidaksiapan mental menghadapi efek samping
Donasi embrio yang berasal dari surplus kehamilan. Aspek hukum menjadi lebih ringan
embrio belum pernah terjadi sebelumnya di jika aborsi dilakukan karena kehamilan akan
Indonesia. Meskipun 3 ilmuwan menyatakan mengancam keselamatan ibu jika diteruskan.
setuju dengan opsi tersebut, hal ini masih Dilihat dari sisi agama Islam, terhadap
banyak tantangan agar diterima semua pihak. donasi embrio yang berasal dari surplus embrio
Faktor legalitas adalah salah satu tantangannya. pada prosedur IVF, dapat diberlakukan hukum
yang sesuai dengan hukum pada bayi/anak yang
Jurnal Etika Kedokteran Indonesia Vol 2 No. 2 Jun 2018 83
Studi Pendahuluan tentang Perspektif Ilmuwan Islam dan Katolik dalam
Dilema Etika Surplus Embrio serta Opsi Pemecahan Masalahnya

mendapat air susu ibu dari wanita bukan ibu mengetahui defek pada sel/gen atau melakukan
genetiknya. Hal ini sesuai dengan pernyataan tindakan terapi.
dari Prof Jenie. Para ilmuwan tersebut Prof. Almirzanah bersikap lebih terbuka
menyatakan bahwa orang tua genetik dari ketika menanggapi opsi surplus embrio untuk
embrio harus diberitahukan kepadanya (embrio penelitian. Prof Almirzanah berkata,
yang telah menjadi anak) kelak ketika dia siap “Nah kalau itu (embrio research) benefitnya
menerima informasi tersebut. Hal ini untuk itu tinggi, walaupun mungkin dhorornya
mencegah perkawinan sedarah dan juga untuk (keburukannya), dhorornya mungkin ada dua
mengetahui penyakit tertentu yang diturunkan tadi dhoror yang lebih dhoror yang pertama tadi
secara genetik dan penentuan hak waris harta membuang embrio banyak, bahayanya ..ee..atau
(dalam aturan agama Islam). keburukan.Dhoror yang lain adalah kalau orang
“Nah ini juga terjadi perdebatan yang cukup sakit ini tidak diobati kan juga ada dhorornya.
lama ya tetapi kalau itu misalnya ada pasutri Nah sekarang dalam Islam bagaimana? Mana
yang tidak bisa punya anak dan meminta embrio the least dhorornya itu. Mana yang paling
itu untuk diberikan kepada dia, pasangan sedikit keburukannya. Kalau keburukannya itu
suami istri yang sah, menurut saya, ini baru yang paling sedikit lalu benefitnya itu mungkin
pendapat pribadi saya itu boleh. Artinya lebih banyak, why not?” (950)
nanti anak itu hukumnya sama dengan anak Lebih lanjut Prof. Almirzanah berpendapat
sesusuan. Dia kan hanya embrio itu berasal peneliti yang menggunakan embrio tersebut
dari pasanan suami istri yang sah masuk di harus menimbang untung dan ruginya serta
pasutri yang infertil dan kemudian dilahirkan memilih yang memberikan sebanyak-banyaknya
oleh dia. Maka ibunya itu adalah seperti ibu keuntungan dan serendah-rendahnya kerugian.
susuannya dia dengan hukum-hukum sama Kerugian yang dimaksud adalah termasuk
seperti itu.” (1043) berapa banyak embrio yang dikorbankan
untuk penelitian tersebut. Meskipun jumlah
Donasi Surplus Embrio Untuk Penelitian embrio yang dikorbankan untuk penelitian
Embrio yang digunakan untuk kepentingan banyak, namun jika hasil yang didapat bisa
penelitian jenis apa pun seperti penelitian menyelamatkan nyawa manusia, maka penelitian
stem cell, penelitian perkembangan embrio tersebut memberi banyak manfaat daripada
dan penelitian lainnya akan menyebabkan kerugian. Disisi lain peneliti juga harus memiliki
kerusakan embrio bahkan kematian. Keadaan cultural competency (kompetensi budaya) karena
ini tidak mudah diterima oleh sebagian ilmuwan budaya juga akan mempengaruhi cara pandang
bioetika. Dr. Kusmaryanto berkata, seseorang.
“Oleh karenanya, biasanya pada umumnya Agama Islam, seperti telah disebutkan
atau CIOMS (Council for International di atas, memiliki banyak mazhab dan aliran.
Organizations of Medical Sciences) mengatakan Shiah misalnya memberikan kelonggaran untuk
research mempergunakan janin itu boleh kalau dilakukan tindakan pada embrio dalam suatu
itu untuk kepentingan si embrio itu sendiri. Oleh penelitian bahkan membunuh/membuangnya
karena tadi juga sudah dibicarakan mengenai sekalipun selama embrio tersebut berumur
intrinsic meaning tadi, intrinsic meaning. . . kurang dari 120 hari. Namun mazhab yang lain
.masing-masing entitas yang ada di dunia ini melarang untuk dibunuh meski embrio tersebut
itu mempunyai intrinsic meaning.“(1140) berumur kurang dari 120 hari. Sebagaimana
Berdasarkan pendapat tersebut, Dr. yang disampaikan Prof. Jenie,
Kusmaryanto menekankan segala tindakan “Tahun 2002 WHO dilakukan suatu voting
yang menyebabkan kerusakan (do cause harm) begitu apakah reproductive cloning itu diizinkan
tidak boleh untuk dilakukan. Perlakuan atau tidak. Apakah menggunakan embrio stem
terhadap embrio hanya dibolehkan jika cell diizinkan atau tidak. Indonesia sebagai
perlakuan tersebut bermanfaat bagi embrio itu negara yang mayoritas penduduk Muslim
sendiri seperti tindakan yang bertujuan untuk nggak bisa menjawab itu sendiri. Tapi kalau
84 Jurnal Etika Kedokteran Indonesia Vol 2 No. 2 Jun 2018
Dewanto A, Hanoum IF, Suryaningtyas DA, Widad S, Yudhitama I, Fatmala DG, et al.

negara dengan syiah di mana pimpinannya mayoritas adalah beragama Islam. Aliran dalam
itu terpusat ia akan mengatakan bisa sebelum agama Islam perlu mendapat perhatian karena
120 hari. Sebaliknya negara yang ketat ada aliran bersifat liberal sampai konservatif
dengan Christianity yang cukup ortodoks akan sehingga perlu mengerti cara pandang masing-
mengatakan tidak, itu adalah suatu makhluk masing aliran keagamaan terhadap manajemen
hidup atau paling tidak pro-life gitu. Nah surplus embrio. Pemusnahan embrio dianggap
Indonesia waktu itu bagaimana? Kita lalu sebuah opsi yang tidak etis oleh 3 ilmuwan
mengiblat ke Saudi Arabia. Susah memang. yang memeluk agama Islam dan Katolik.
Saudi Arabia mengatakan tidak boleh. Dia Sedangkan opsi donasi embrio untuk riset
embrio stem cell tidak boleh.”(993) masih mengandung banyak perdebatan.
Opsi donasi surplus embrio untuk pasangan
Prediksi Keadaan Yang Berpotensi Konflik menikah infertil dapat diterima oleh ketiganya.
Terkait Manajemen Surplus Embrio Meski demikian, ketiga ilmuwan tersebut tidak
Keberagaman agama, dan banyak aliran bisa dianggap mewakili pendapat orang banyak
dalam satu agama kemungkinan menyebabkan di Indonesia, sehingga masih perlu dilakukan
perbedaan cara pandang dan persepsi bagi para penelitian mendalam yang cukup mewakili
pemeluknya terhadap opsi-opsi manajemen pendapat rakyat Indonesia.
surplus embrio. Para dokter, embriolog, perawat Pemberian informed consent secara terperinci
dan teknisi laboratorium bisa jadi memeluk menjadi hal prinsip sebelum diberikan
agama dan aliran yang berbeda satu sama lain. tindakan pelayanan terkait teknologi reproduksi
Begitu pula pada pasien yang memiliki surplus berbantuan, secara khusus terkait kemungkinan
embrio simpan beku. adanya surplus embrio dengan kualitas baik
Dengan latar belakang agama dan aliran yang tidak/belum dikembalikan ke rahim istri.
yang berbeda tersebut, maka para orang tua
hendak memutuskan opsi mana yang akan KONFLIK KEPENTINGAN
dipilih, membutuhkan pertimbangan panjang
dan memakan waktu lama. Mungkin juga Tidak ada konflik kepentingan dalam
mereka akan berada dalam situasi yang tidak penelitian ini.
nyaman dan merasa bingung. Peran konselor
dalam hal ini sangat dibutuhkan untuk memberi UCAPAN TERIMA KASIH
panduan agar para orang tua lebih paham pada
keputusan pilihan opsi mereka dan dampaknya Penulis mengucapkan terima kasih kepada
di kemudian hari. Assoc. Prof. Dr. Gabriele Werner-Felmeyer dari
Lebih lanjut, para pelaksana opsi pilihan Biocentre Medical University of Innsbruck atas
para orang tua tersebut juga memiliki latar sumbang sarannya.
belakang agama dan aliran berbeda. Konflik Karya tulis ini penulis persembahkan
akan berlanjut lebih dalam ketika pelaksana untuk Prof Umar Anggara Jenie yang telah
harus membuang embrio sebagaimana pilihan meninggal dunia pada tanggal 26 Januari 2017.
orang tua, sementara dia sendiri tidak setuju Dr.C.B. Kusmaryanto, SCJ
dan berbeda pandangan dengan opsi tersebut. Fakultas Teologi Universitas Sanata Dharma
Dalam hal ini, perlu adanya kesepakatan Prof . Shafa’atun Almirzanah, MA, PhD
antar pelaksana dalam menentukan siapa Fakultas Ushuludin dan Pemikiran Islam,
eksekutornya. Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga
Yogyakarta
KESIMPULAN Prof Dr. Umar Anggara Jenie, Apt, MSc.
Fakultas Farmasi, Universitas Gadjah Mada
Pertimbangan etika dalam manajemen
surplus embrio di Indonesia terkait dengan
agama yang dianut masyarakatnya, yang
Jurnal Etika Kedokteran Indonesia Vol 2 No. 2 Jun 2018 85
Studi Pendahuluan tentang Perspektif Ilmuwan Islam dan Katolik dalam
Dilema Etika Surplus Embrio serta Opsi Pemecahan Masalahnya

REFERENSI
1. Human Fertilization and Embryology
Authority. Fertility Facts and Figures 2008.
Fertility Facts and Figures 2008. 2010.
2. Kemenkes. PERATURAN MENTERI
KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 43 TAHUN 2015. 2015;
3. Kemenkes. Peraturan Pemerintah
Republik Indonesia No 61 Tahun 2014. 2014.
p. 55.
4. Kerridge IH, Jordens CFC, Benson
R, Clifford R, Ankeny RA, Keown D, et al.
Religious perspectives on embryo donation and
research. Clin Ethics. 2010;5(1):35–45. https://
doi.org/10.1258/ce.2009.009046.
5. Fuscaldo G, Russell S, Gillam L. How
to facilitate decisions about surplus embryos:
Patients’ views. Hum Reprod. 2007;22(12):3129–
38. https://doi.org/10.1093/humrep/dem325.
6. Wånggren K, Alden J, Bergh T, Skoog
Svanberg A. Attitudes towards embryo donation
among infertile couples with frozen embryos.
Hum Reprod. 2013;28(9):2432–9. https://doi.
org/10.1093/humrep/det252.
7. Banker M, Brinsden P, Buster J, Fiadjoe
M, Horton M, Nygren K, et al. IFFS Surveillance
2013. Int Fed Fertil Soc. 2013;(October):1–148.
8. IFFS. IFFS Surveillance 2016. Vol. 0,
International Federation of Fertility Societies -
Global Reproductive Health. 2016.
9. Sivaraman MAF, Noor SNM. Human
Embryonic Stem Cell Research: Ethical Views
of Buddhist, Hindu and Catholic Leaders in
Malaysia. Sci Eng Ethics. 2016;22(2):467–85.
https://doi.org/10.1007/s11948-015-9666-9.
10. Walters R. Embryo Adoption as an
Ethical Option for Couples Faced With
Infertility. Liberty University; 2016.
11. Daar J, Amato P, Benward J, Collins
L, Davis J, Francis L, et al. Defining embryo
donation: an Ethics Committee opinion.
Fertil Steril. 2016;106(1):56–8. https://doi.
org/10.1016/j.fertnstert.2016.03.017.
86 Jurnal Etika Kedokteran Indonesia Vol 2 No. 2 Jun 2018

Anda mungkin juga menyukai