Anda di halaman 1dari 24

KONSEP DASAR ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah ‘Azza Wa Jalla karena atas
limpahan rahmat. Puji syukur kami ucapkan atas kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan rahmat dan hidayah nya sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah ini. Kemudian tak lupa pula kami mengirimkan sholawat beriring salam
pada Nabi besar Muhammad SAW. karena beliau telah berhasil membawa
umatnya dari alam kebodohan kepada alam yang berilmu pengetahuan seperti saat
ini.

Penulis mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat


sehat-Nya, baik itu berupa sehat fisik maupun akal pikiran, sehingga penulis
mampu untuk menyelesaikan pembuatan makalah . Dalam penulisan makalah ini
tak luput kami mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah
membantu kami dalam membuat makalah ini. Kami menyadari bahwa penulisan
makalah yang berjudul ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu kami
mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun demi kesempurnaan
makalah ini.

Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Indralaya, 21 Agustus 2022

Kelompok 3
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI....................................................................................................................2
BAB I................................................................................................................................3
PENDAHULUAN.............................................................................................................3
1.1. Latar Belakang......................................................................................................3
1.2. Rumusan Masalah.................................................................................................3
1.3 Tujuan.....................................................................................................................3
BAB II...............................................................................................................................4
PEMBAHASAN...............................................................................................................4
2.1. Pengertian..............................................................................................................4
2.2. Faktor Penyebab Anak Berkebutuhan Khusus..................................................4
2.3. Karakteristik Anak Berkebutuhan Khusus........................................................9
2.4. Dampak Anak Berkebutuhan Khusus...............................................................12
2.5. Klasifikasi Anak Berkebutuhan Khusus...........................................................16
BAB III...........................................................................................................................22
PENUTUP.......................................................................................................................22
3.1 Kesimpulan...........................................................................................................22
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................24

BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Setiap orang tua, pasti menginginkan butir hati yang sehat serta normal.
namun ditiap-tiap kelahiran diseluruh global, pasti ada satu asal sekian bayi yg
memiliki kecacatan baik secara fisik maupun psikis, serta memiliki faktor-faktor
sendiri yang melatarbelakangi. Anak tersebut lalu lambat laun memerlukan
perlakuan spesifik dalam setiap penanganannya bahkan hingga dia dewasa. oleh
karena itu, mereka biasa disebut menggunakan anak berkebutuhan spesifik. Anak
berkebutuhan spesifik Jika ditelaah maka bisa diartikan menggunakan anak yg
“khas” sebab memiliki hal-hal yang tak biasa ditemukan di anak seusianya.
Mereka cenderung tidak selaras dengan anak-anak pada umumnya sebab
mempunyai keterlambatan dalam pertumbuhan atau perkembangannya.

1.2. Rumusan Masalah


1. Jelaskan pengertian Anak Berkebutuhan Khusus?
2. Apa faktor penyebab Anak Berkebutuhan Khusus?
3. Apa saja karakteristik Anak Berkebutuhan Khusus?
4. Apa Saja Klasifikasi Anak Berkebutuhan Khusus?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian
2. Untuk mengetahui faktor penyebab Anak Berkebutuhan Khusus
3. Untuk mengetahui karakteristik Anak Berkebutuhan Khusus
4. Untuk mengetahui klasifikasi Anak Berkebutuhan Khusus.

BAB II

PEMBAHASAN
2.1. Pengertian
Menurut Pristian Hadi Putra, dkk. (2021) Anak berkebutuhan khusus
didefinisikan sebagai anak yang membutuhkan pendidikan serta layanan khusus
untuk mengembangkan potensi kemanusiaan mereka secara sempurna.
Penyebutan sebagai anak berkebutuhan khusus, dikarenakan dalam memenuhi
kebutuhan hidupnya, anak ini membutuhkan bantuan layanan pendidikan, layanan
sosial, layanan bimbingan dan konseling, dan berbagai jenis layanan lainnya yang
bersifat khusus.
Menurut Ilahi (2018) Anak Berkebutuhan Khusus adalah mereka yang
memiliki perbedaan dengan rata-rata anak seusianya atau anak-anak pada
umumnya. Perbedaan yang dialami ABK ini terjadi pada beberapa hal, yaitu
proses pertumbuhan dan perkembangannya yang mengalami kelainan atau
penyimpangan baik secara fisik, mental, intelektual, sosial maupun emosional
Menurut Ardhi Widjaya (2017) Anak berkebutuhan khusus adalah anak yang
dalam pendidikannya memerlukan pelayanan yang spesifik dan berbeda dengan
anak pada umumnya.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa anak berkebutuhan khusus adalah anak
yang membutuhkan pendidikan serta layanan khusus untuk mengembangkan
potensi pertumbuhan dan perkembangannya yang mengalami kelainan atau
penyimpangan baik secara fisik, mental, intelektual, sosial maupun emosional
yang berbeda dengan anak pada umumnya.

2.2. Faktor Penyebab Anak Berkebutuhan Khusus


Faktor-faktor penyebab anak menjadi berkebutuhan khusus, dilihat dari waktu
kejadiannya dapat dibedakan menjadi tiga klasifikasi, yaitu kejadian sebelum
kelahiran, saat kelahiran dan penyebab yang terjadi setelah lahir:
1) Pre-Natal
Terjadinya kelainan anak semasa dalam kandungan atau sebelum proses
kelahiran. Kejadian tersebut disebabkan oleh faktor internal yaitu faktor
genetik dan keturunan, atau faktor eksternal yaitu berupa Ibu yang mengalami
pendarahan bisa karena terbentur kandungannya atau jatuh sewaktu hamil,
atau memakan makanan atau obat yang menciderai janin dan akibta janin yang
kekurangan gizi.
Berikut adalah hal-hal sebelum kelahiran bayi yang dapat menyebabkan
terjadinya kelainan pada bayi:
a) Infeksi Kehamilan.
Infeksi kehamilan ini bisa terjadi akibat virus Liptospirosis yang
berasal dari air kencing tikus, lalu virus maternal rubella/morbili/campak
Jerman dan virus retrolanta FibroplasiaRLF.
b) Gangguan Genetika.
Gangguan genetika ini dapat terjadi akibat kelainan kromosom,
transformasi yang mengakibatkan keracunan darah (Toxaenia) atau faktor
keturunan.
c) Usia Ibu Hamil (high risk group).
Usia ibu hamil yang beresiko menyebabkan kelainan pada bayi
adalah usia yang terlalu muda, yaitu 12-15 tahun dan terlalu tua, yaitu di
atas 40 tahun. Usia yang terlalu muda memiliki organ seksual dan
kandungan yang pada dasarnya sudah matang dan siap untuk memiliki
janin namun secara psikologis belum siap terutama dari sisi perkembangan
emosional sehingga mudah stres dan depresi. Wanita dengan usia di atas
40, sejalan dengan perkembangan jaman dan semakin banyaknya polusi
zat serta pola hidup yang tidak sehat, bisa menyebabkan kandungan wanita
tersebut tidak sehat dan mudah terinfeksi penyakit.
d) Keracunan Saat Hamil.
Keracunan dapat terjadi saat hamil, yaitu bisa diakibatkan janin
yang kekurangan vitamin atau bahkan kelebihan zat besi /timbal misalnya
dari hewan laut seperti mengkonsumsi kerang hijau dan tuna instant secara
berlebihan. Selain itu, penggunaan obat-obatan kontrasepsi ketika wanita
mengalami kehamilan yang tidak diinginkan seperti percobaan abortus
yang gagal, sangat memungkinkan bayi lahir cacat.
e) Penyakit menahun seperti TBC (tuberculosis).
Penyakit TBC ini dapat terjangkit pada individu yang tertular oleh
pengidap TBC lain, atau terjangkit TBC akibat bakteri dari lingkungan
(sanitasi) yang kotor. Penyakit TCB ini harus mendapatkan perawatan
khusus dan rutin. Pada ibu hamil yang mengidap TBC, maka dapat
mengganggu metabolisme tubuh ibu dan janin sehingga bayi bisa tumbuh
tidak sempurna.
f) Infeksi karena penyakit kotor.
Penyakit kotor yang dimaksud adalah penyakit kelamin/sipilis
yang bisa terjangkit pada ibu. Organ kelamin yang terkena infeksi
penyakit sipilis ini dapat menyebabkan tubuh ibu menjadi lemah dan
mudah terkena penyakit lainnya yang dapat membahayakan bagi janin dan
ibu.
g) Toxoplasmosis (yang berasal dari virus binatang seperti bulu kucing),
trachoma dan tumor.
Penyakit-penyakit tersebut tergolong penyakit yang kronis namun
perkembangan ilmu kedokteran sudah menemukan berbagai obat imunitas,
seperti pada ibu yang sudah diketahui tubuhnya mengandung virus
toxoplasma, maka sebelum kehamilan dapat diimunisasi agar virus
tersebut tidak membahayakan janin kelak.
h) Faktor rhesus (Rh) anoxia prenatal, kekurangan oksigen pada calon bayi.
Jenis rhesus darah ibu cukup menentukan kondisi bayi, terutama
jika berbeda dengan bapak. Kelainan lainnya adalah ibu yang terjangkit
virus yang bisa menyebabkan janin kekurangan oksigen sehingga
pertumbuhan otak janin terganggu.
i) Pengalaman traumatic yang menimpa pada ibu.
Pengalaman traumatic ini bisa berupa shock akibat ketegangan saat
melahirkan pada kehamilan sebelumnya, syndrome baby blue, yaitu
depresi yang pernah dialami ibu akibat kelahiran bayi, atau trauma akibat
benturan pada kandungan saat kehamilan.
j) Penggunaan sinar X.
Radiasi sinar X dari USG yang berlebihan, atau rontgent, atau
terkena sinar alat-alat pabrik, dapat menyebabkan kecacatan pada bayi
karena merusak sel kromosom janin.
2) Peri-Natal
Sering juga disebut natal, waktu terjadinya kelainan pada saat proses
kelahiran dan menjelang serta sesaat setelah proses kelahiran. Misalnya
kelahiran yang sulit, pertolongan yang salah, persalinan yang tidak spontan,
lahir prematur, berat badan lahir rendah, infeksi karena ibu mengidap Sipilis.
Berikut adalah halhal yang dapat mengakibatkan kecacatan bayi saat
kelahiran:
a) Proses kelahiran lama, prematur, kekurangan oksigen (Aranatal noxia)
Bayi postmatur atau terlalu lama dalam kandungan seperti 10 bulan
atau lebih, dapat menyebabkan bayi lahir cacat. Hal ini dapat terjadi
karena cairan ketuban janin yang terlalu lama jadi mengandung zat-zat
kotor yang membahayakan bayi. Bayi yang prematur atau lahir lebih cepat
dari usia kelahiran, seperti 6-8 bulan, bisa berakibat kecacatan. Apalagi
ketika bayi mengalami kekurangan berat badan ketika kelahiran. Bayi lahir
di usia matang yaitu kurang lebih 40 minggu jika memang sudah
sempurna pertumbuhan organnya, terutama otak. Otak yang belum tumbuh
sempurna, dapat menyebabkan kecacatan pada bayi ketika lahir. Bayi yang
ketika lahir tidak langsung dapat menghirup oksigen, misalnya karena
terendam ketuban, cairan kandungan masuk ke paru-paru dan menutupi
jalan pernafasan, atau akibat proses kelahiran yang tidak sempurna
sehingga kepala bayi terlalu lama dalam kandungan sementara tubuhnya
sudah keluar dan bayi menjadi tercekik, maka proses pernafasan bisa
tertunda dan bayi kekurangan oksigen.
b) Kelahiran dengan alat bantu
Alat bantu kelahiran meskipun tidak seluruhnya, dapat
menyebabkan kecacatan otak bayi (brain injury), misalnya menggunakan
vacum, tang verlossing.
c) Pendarahan
Pendarahan pada ibu bisa terjadi akibat placenta previa, yaitu jalan
keluar bayi yang tertutup oleh plasenta, sehingga ketika janin semakin
membesar, maka gerakan ibu dapat membenturkan kepala bayi pada
plasenta yang mudah berdarah, bahkan sangat membahayakan ketika bayi
dipaksa lahir normal dalam kondisi tersebut. Pendarahan juga bisa terjadi
karena ibu terjangkit penyakit (sipilis, AIDS/HIV, kista).
d) Kelahiran sungsang
Bayi normal akan lahir dalam proses kepala keluar terlebih dahulu.
Bayi dikatakan sungsang apabila kaki atau bokong bahkan tangan yang
keluar dulu. Ibu bisa melahirkan bayinya secara sungsang tanpa bantuan
alat apapun, namun ini sangat beresiko bayi menjadi cacat karena kepala
yang lebih lama dalam kandungan, bahkan bisa berakibat kematian bayi
dan ibu. Ketika posisi bayi sungsang, biasanya dokter menganjurkan untuk
melakukan operasi caesar agar terhindar dari resiko kecacatan dan
kematian bayi.
e) Tulang ibu yang tidak proporsional (Disproporsi sefalopelvik)
Ibu yang memiliki kelainan bentuk tulang pinggul atau tulang
pelvik, dapat menekan kepala bayi saat proses kelahiran. Hal ini dapat
dihindari dengan melakukan operasi caesar saat melahirkan.

3) Pasca-natal
Terjadinya kelainan setelah anak dilahirkan sampai dengan sebelum usia
perkembangan selesai (kurang lebih usia 18 tahun). Ini dapat terjadi karena
kecelakaan, keracunan, tumor otak, kejang, diare semasa bayi. Berikut adalah
hal-hal yang dapat menyebabkan kecacatan pada anak di masa bayi:
a) Penyakit infeksi bakteri (TBC), virus (meningitis, enchepalitis), diabetes
melitus, penyakit panas tinggi dan kejang-kejang (stuip), radang telinga
(otitis media), malaria tropicana. Penyakit-penyakit tersebut adalah
penyakit-penyakit kronis yang bisa disembuhkan dengan pengobatan yang
intensif, namun jika terkena pada bayi maka dapat menghambat
pertumbuhan dan perkembangan fisik dan mental anak, karena terkait
dengan pertumbuhan otak di tahun-tahun pertama kehidupan (golden age).
b) Kekurangan zat makanan (gizi, nutrisi)
Gizi dan nutrisi yang sempurna sangat dibutuhkan bayi setelah
kelahiran. Gizi tersebut dapat diperoleh dari ASI di 6 bulan pertama, dan
makanan penunjang dengan gizi seimbang di usia selanjutnya. Jika bayi
kekurangan gizi atau malnutrisi, maka perkembangan otaknya akan
terhambat dan bayi dapat mengalami kecacatan mental.
c) Kecelakaan
Kecelakaan pada bayi terutama pada area kepala dapat
mengakibatkan luka pada otak (brain injury), dan otak sebagai organ
utama kehidupan manusia jika mengalami kerusakan maka dapat merusak
pula sistem/fungsi tubuh lainnya.
d) Keracunan
Racun yang masuk dalam tubuh bayi, bisa dari makanan dan
minuman yang dikonsumsi bayi, jika daya tahan tubuh bayi lemah maka
dapat meracuni secara permanen. Racun bisa berasal dari makanan yang
kadaluarsa/busuk atau makanan yang mengandung zat psikoaktif. Racun
yang menyebar dalam darah bisa dialirkan pula ke otak dan menyebabkan
kecacatan pada bayi.

2.3. Karakteristik Anak Berkebutuhan Khusus


Karakteristik anak berkebutuhan khusus yaitu (Rezieka et al., 2021)

1. Sulit Berkomunikasi
Ketika anak mengalami sulit komunikasi maka perilaku beradabtasi akan
mengalami ganngguan terutama ketika mereka berkomunikasi. Dimana ABK
seringkali memiliki hambatan berbicara dan sulit bicara meskipun usianya
sudah dewasa.
2. Kesulitan Belajar
Anak dengan kesulitan belajar merupakan individu yang memiliki
gannguan pada satu atau lebih kemampuan dasar psikologis. Biasanya
gelombang otaknya juga terganggu sehingga menyebabkan anak tesrsebut
mengalami IQ yang hanya rata-rata ataupun diatas ratarata sedikit. Biasanya
ABK dikategorikan sedang, berat atau ringan dari IQ yang dimilikinya.
3. Kelainan fisik
Secara fisik dan medis, umumnya beberapa ada kondisi fisik dan mendi
yang sangat berbeda dengan anak kebanyakan. Misalnya jika ia mengalami
komplikasi dengan bagian organ tubuh lainnya. Hal ini sering terjadi karena
kurang sempurna pembelahan ketika kehamilan
4. Bersikap Membangkan
Anak berkebutuhan khusus biasanya sulit membedakan bahaya atau tidak,
salah atau tidak dan lain sebagainya.
5. Emosional
Emosional anak-anak ABK bukan hanya tempramen dan mudah marah
melainkan terjadi hal lainnya. Jika dilihat secara emosional, mereka
seringkali terperosok dalam kondisi kesepian, depresi dan juga hal-hal
layaknya putus asa, merasa sendiri dan kesal pada orang lain tanpa sebab jika
moodnya sedang buruk.
6. Sulit Menulis atau Membaca
Untuk beberapa kasus anak ABK ada yang sulit mengekspresikan pikiran
mereka dengan tulisan dan tidak bias membaca. Sulit memegang bolpoin
ataupun pensil yang digunakan dengan benar.
7. Tidak Mengerti Arah
Anak berkebutuhan khusus sulit mencerna logika sendiri. Terkadang
mengalami disorientasi, seperti disorientasi waktu ataupun arah. Anak
seringkali bingung saat ditanya jam berapa sekarang, kemungkinan ia hanya
mengingat bahasa yang diajarkan seperti pukul 6 petang ia sebut atau sore,
namu pukul 4 ketika matahari terbenam ia tidak akan menyebut pukul 4
melainkan tetap sore.
8. Bersikap Sesuai Kebiasaan Anak
ABK khususnya mereka yang autism sangat perhatian dengan urutan atau
rutinitas atapun kebiasaan sehari-hari. Ketika ritual mereka berubah misalnya
setelah makan menjadi mandi atau dibalik setelah makan ia harus berolahraga
dulu baru mandi, maka ia akan menjadi gelisah, cemas jika rutinitas tersebut
berubah atau teraganggu.
9. Senang Meniru
Senang meniru atau membeo (echolalia) merupakan salah satu
karakteristik ABK. Psikologi Abnormal menjelaskan bahwa banyak sekali
ciri yang dimengerti atau dipahami oleh orang tua untuk bias menilai apakah
anaknya mengalami ABK atau tidak. Salah satunya adalah meniru. Semuan
anak senang meniru, namun ada beberapa anak ABK yang bila senang
meniru, dapat hafal betul kata-kata atau nyanyian tersebut tanpa mengerti
artinya
10. Berbicara Tanpa Henti
Beberapa anak ABK senang mengoceh tanpa arti berulang-ulang. Akan
bahaya jika pembicaraan ini termasuk ke dalam bahasa yang tidak boleh
diucapkan atau dilarang. Karena anak-anak seperti ini seringkali membantah
dan tidak mau menuruti perintah larangan.
11. Bertindak Gugup
Ketika anak berkebutuhan khusus merasa cemas maka ia akan melakukan
perbuatan-perbuatan aneh, sama halnya seperti orang normal hanya saja
mereka lebih random.
12. Iri pada orang lain
Anak berkebutuhan khusus masih berpikir dan berperasaan layaknya anak
balita. Sikap iri hati yang selalu merasa kurang senang ketika orang lain
senang atau mendapatkan sesuatu yang menguntungkan
13. Sensitifitas Tinggi
Mereka memang tidak mengerti apa yang anda bicarakan atau perintah
umum yang tidak bias mereka jalankan. Namun ABK bias menjadi sangat
sensitive atau tidak sensitive terhadap hal-hal yang merangsang seperti
sentuhan, cahaya, atau suara (misalnya, tidak menyukai suara keras atau
hanya merespon ketika suara yang sangat keras, disebut juga gangguan
integrasi sensorik).
14. Trigered tanpa Alasan
Menangis, marah, tertawa, atau tertawa tanpa alasan yang diketahui atau
pada waktu yang salah merupakan langganan anak-anak berkebutuhan
khusus.
15. Introvert
Ketika lingkungan yang menyenangkan dan memanjakan didapatkan oleh
ABK, yang ada mereka akan merasa nyaman dan tidak berkembang dengan
baik. Mereka dapat terpengaruhi sehingga terjadi ketidakmampuan dalam
penyesuaian mental dan emosi. Selain itu ada beberapa anak berkebutuhan
khusus yang memang menunjukkan kondisi yang lebih neirotik, misalnya ia
mengalami masalah ketika berada di lingkungan ramai atau banyak orang
asing dan bias jadi ia menjadi orang dengan sifat introvert.
16. Berprasangka
Anak berkebutuhan khusus memang tidak bias berpikir rumit namun
mereka bias berprasangka. Beberapa dari mereka suka menafsirkan secara
negative, adanya rasa cemburu dan prasangka karena tidak diperlakukan
dengan adil sehingga memicu kemarahan random mereka yang tidak
diprediksi dan kurang mampu dalam mengendalikan diri.
17. Melukai Diri Sendiri
Kenapa anak-anak berkebutuhan khusus harus ditemani. Karena mereka
tidak mengerti mana bahaya atau tidak bahaya. Ada sebagian perilaku
melukai diri sendiri ketika anak berusia lebih kecil. Meskipun tingkatannya
tidak tinggi seperti mencakar atau memukul diri sendiri dan untuk anak
praremaja dan remaja bias mengiris kulitnya atau membakar

2.4. Dampak Anak Berkebutuhan Khusus


Anak berkebutuhan khusus mengalami kesulitan dalam memenuhi
tuntutan lingkungan tersebut sebagai dampak dari keadaan kebutuhan
khusunya yang berakibat juga pada kondisi sosial psikologis anak
berkebutuhan khusus, dan secara rinci diuraikan sebagai berikut (Purba Bagus
Sunarya et al., 2018):
A. Dampak Fisiologis
Dampak fisiologis, terutama pada anak-anak yang mengalami
kelainan yang berkaitan dengan fisik termasuk sensori-motor terlihat
pada keadaan fisik penyandang berkebutuhan khusus kurang mampu
mengkoordinasi geraknya, bahkan pada berkebutuhan khusus taraf
berat dan sangat berat baru mampu berjalan di usia lima tahun atau ada
yang tidak mampu berjalan sama sekali. Tanda keadaan fisik
penyandang berkebutuhan khusus yang kurang mampu
mengkoordinasi gerak antara lain: kurang mampu koordinasi sensori
motor, melakukan gerak yang tepat dan terarah, serta menjaga
kesehatan.
B. Dampak Psikologis
Dampak psikologis timbul berkaitan dengan kemampuan jiwa
lainnya, karena keadaan mental yang labil akan menghambat proses
kejiwaan dalam tanggapannya terhadap tuntutan lingkungan.
Kekurangan mampuan dalam penyesuaian diri yang diakibatkan
adanya ketidaksempurnaan individu, akibat dari rendahnya ”self
esteem” dan dimungkinkan adanya kesalahan dalam pengarahan diri
(self direction).
C. Dampak Sosiologis
Dampak sosiologis timbul karena hubungannya dengan kelompok
atau individu di sekitarnya, terutama keluarga dan saudara-saudaranya.
Kehadiran anak berkebutuhan khusus di keluarga menyebabkan
berbagai perubahan dalam keluarga. Keluarga sebagai suatu unit sosial
di masyarakat dengan kehadiran anak berkebutuhan khusus merupakan
musibah, kesedihan, dan beban yang berat. Kondisi itu termanifestasi
dengan reaksi yang bermacam-macam, seperti : kecewa, shock,
marah, depresi, rasa bersalah dan bingung. Reaksi yang beraneka ini
dapat mempengaruhi hubungan antara anggota keluarga yang
selamanya tidak akan kembali seperti semula.
Pada umumnya, ibu yang mengalami trauma paling berat dan
mendapatkan peran yang terkekang dengan kehadiran anak
berkebutuhan khusus. Peran harus memelihara anak berkebutuhan
khusus dibutuhkan banyak waktu, sehingga banyak tugas lain
semakin berkurang. Dengan tumbuhnya anak berkebutuhan khusus
yang semakin besar, muncullah dilemma pada ibu yang fungsinya
sebagai penjaga atau pemelihara dan tugasnya untuk menumbuhkan
kemandirian anak. Semua masalah di keluarga tersebut merupakan
dampak sosiologis yang harus ditanggung oleh keluarga.
Anak berkebutuhan khusus yang kurang mampu menyesuaikan diri
dengan tuntutan lingkungan sosialnya, dapat menimbulkan respon
yang negatif dari lingkungan sosial anak berkebutuhan khusus. Hal ini
berdampak anak dijauhi atau ditolak oleh lingkungan sosial, dan dalam
berkomunikasi akan terjadi jurang pemisah (communication gap)
antara anak berkebutuhan khusus dengan orang- orang di
lingkungannya. Jurang pemisah dalam hal berkomunikasi dapat terjadi
karena orang di lingkungannya menyampaikan pesan verbal yang tidak
sesuai dengan kemampuan atau daya tangkap anak berkebutuhan
khusus.”Communication gap” ini merupakan dampak yang
menimbulkan salah suai pada anak berkebutuhan khusus.
Dampak keberkebutuhan khusus dari tiga dimensi tersebut
menyebabkan pengaruh yang cukup berarti dalam kehidupan mereka.
Keterbatasan dan daya kemampuan yang mereka miliki menimbulkan
munculnya berbagai masalah. Masalah yang mereka hadapi relatif
berbeda-beda, walaupun ada kesamaan yang dirasakan oleh mereka ini
sebagai dampak keberkebutuhan kekhususan, dan yang ada kesamaan
dirasakan mereka meliputi:
a) Masalah kesulitan dalam kehidupan sehari-hari.
Masalah ini berkaitan dengan kesehatan dan
pemeliharaan diri sendiri. Kondisi keterbatasan mereka
banyak yang mengalami kesulitan dalam kehidupan sehari-
hari terutama pada berkebutuhan khusus kategori berat dan
sangat berat. Keadaan itu diharapkan dalam program
penanganan memprioritaskan bimbingan dan latihan
keterampilan aktifitas kehidupan sehari-hari terutama
memelihara diri sendiri, seperti: cara makan, menggosok
gigi, memakai baju, memasang sepatu, serta pekerjaan
rumah tangga yang sangat sederhana.
b) Masalah penyesuaian diri.
Kemampuan penyesuaian diri dengan lingkungan
dipengaruhi beberapa faktor salah satunya kecerdasan.
Kecerdasan yang rendah berakibat hambatan
penyesuaian diri, dan pada anak berkebutuhan khusus.
Kondisi itu menimbulkan kecenderungan diisolir oleh
keluarga maupun masyarakat. Kecenderungan terisolasi
pada mereka mengakibatkan pembentukan pribadinya tidak
layak, untuk itu dalam program penanganan pada mereka
perlu menyarankan kepada keluarga supaya tidak
mengisolir.
c) Masalah penyaluran ke tempat kerja.
Keterbatasan pada anak berkebutuhan khusus
merupakan problem di dalam mendapatkan pekerjaan.
Masalah ini perlu diprioritaskan dalam program
penanganan untuk menyiapkan anak berkebutuhan khusus
dengan berbagai program keterampilan yang dapat
digunakan untuk mencari nafkah atau bekerja. Lembaga
penanganan anak berkebutuhan khusus perlu juga
memprogramkan penyaluran kerjanya atau membentuk
bengkel kerja yang terlindung (sheltered work shop).
d) Masalah kesulitan belajar.
Keterbatasan kemampuan fisiologik dari anak
berkebutuhan khusus mengakibatkan kesulitan mencapai
prestasi belajar bidang akademik. Kondisi ini perlu
diperhatikan bahwa program penanganan diusahakan dapat
memenuhi kebutuhan anak untuk mencapai prestasi belajar.
Dalam pembelajaran bidang akademik diusahakan materi
dan metode, serta equipment yang sesuai dengan kondisi
mereka.
e) Masalah gangguan kepribadian dan emosi.
Keterbatasan pada fisiologis anak berkebutuhan
khusus menyebabkan keseimbangan pribadinya kurang
stabil. Kondisi yang demikian itu dapat dilihat pada
penampilan tingkah lakunya sehari-hari, misalnya: berdiam
diri berjam-jam lamanya, gerakan yang hiperaktif, mudah
marah, mudah tersinggung, suka mengganggu orang lain di
sekitarnya, bahkan tindakan merusak (destruktif).
f) Masalah pemanfaatan waktu luang.
Anak berkebutuhan khusus dalam tingkah lakunya
sering menampilkan tingkah laku nakal dan mengganggu
ketenangan lingkungannya, hal ini terjadi karena anak
berkebutuhan khusus tidak mampu berinisiatif yang
dipandang layak oleh lingkungan. Mereka tidak mampu
menggunakan waktu untuk inisiatif kegiatan yang terarah
jika tidak ada yang mengarahkan. Bagi yang pasif
cenderung suka berdiam diri atau menjauhkan diri dari
keramaian. Kondisi-kondisi yang terjadi pada berkebutuhan
khusus itu perlu diperhatikan dalam program penanganan
untuk memberi kegiatan saat mereka mempunyai waktu
luang. Kegiatan yang terarah saat waktu luang untuk
menghindari efek negatif yang dilakukan olehnya karena
kegiatannya tidak membahayakan dan tidak mengganggu
lingkungan.

2.5. Klasifikasi Anak Berkebutuhan Khusus


ABK sangatlah beragam, keberagaman tersebut dikarenakan ABK
memiliki kekhususannya masing-masing. Disebutkan melalui Peraturan
Pemerintah No. 17 tahun 2010 pasal 129 ayat (3) klasifikasi ABK adalah “ABK
terdiri dari: a) tunanetra; b) tunarungu; c) tunawicara; d) tunagrahita; e) tunadaksa;
f) tunalaras; g) berkesulitan belajar; h) lamban belajar; i) autis; j) memiliki
gangguan motorik; k) menjadi kerban penyalahgunaan narkotika, obat terlarang,
dan zat adiktif lain; l) memiliki kelainan lain”. Maka dapat diketahui bahwa ABK
bukan hanya anak yang mengalami cacat fisik saja, anak yang memiliki
kelemahan pada intelektual dan sosialnya juga termasuk ABK. Menurut Garnida
(2015:3-4) ABK dikelompokkan menjadi sembilan diantaranya, yaitu (1)
Tunanetra, (2) Tunarungu, (3) Tunagrahita, (4) Tunadaksa, (5) Tunalaras, (6)
Anak gangguan belajar spesifik, (7) Lamban Belajar, (8) Cerdas istimewa dan
bakat istimewa, dan (9) Autis. Secara singkat klasifikasi ABK menurut Garnida
dapat dijelaskan sebagai berikut:
A. Tunanetra
Tunanetra adalah salah satu klasifikasi bagi anak yang memiliki
kebutuhan khusus dengan ciri adanya hambatan pada indra penglihatan
(Pratiwi dan Afin, 2013:18). Sedangkan Garnida (2015:5) berpendapat
bahwa anak tunanetra merupakan anak yang memiliki gangguan
penglihatannya sedemikian rupa, sehingga dibutuhkan pelayanan khusus
dalam pendidikan ataupun kehidupannya. Berdasarkan penjelaskan di atas
dapat diketahui bahwa anak tunanetra adalah anak yang mengalami
gangguan daya penglihatannya, berupa ketidak mampuan melihat secara
menyeluruh atau sebagian sehingga membutuhkan layanan khusus dalam
pendidikan maupun kehidupannya. Berdasarkan kemampuan daya
melihatnya, anak tunanetra diklasifikasikan sebagai berikut:
1) Anak kurang awas (low vision)
Penyandang low vision masih mampu melakukan kegiatan yang
berhubungan dengan penglihatan. Namun penyandang low vision
memiliki persepsi yang berbeda.
2) Anak tunanetra total (totally blind)
Penyandang tunanetra blind atau buta total adalah tunanetra yang
sama sekali tidak memiliki persepsi visual.
B. Tunarungu
Tunarungu adalah anak yang kehilangan seluruh atau sebagian daya
pendengarannya sehingga mengalami gangguan berkomunikasi secara verbal.
Anak tunarungu memilki gangguan pada pendengarannya sehingga tidak mampu
mendengarkan bunyi secara menyeluruh atau sebagian. Meskipun telah diberikan
alat bantu dengar, mereka tetap memerlukan layanan pendidikan khusus.
Berdasarkan tingkat keberfungsian telinga dalam mendengar bunyi,
ketunarunguan dibagi ke dalam empat kategori sebagai berikut:
1) Ketunarunguan ringan (mild hearing impairment)
Ketunarunguan ringan (mild hearing impairment) adalah kondisi
seseorang masih dapat mendengar bunyi dengan intensitas 20-40 dB.
Seseorang dengan ketunarunguan ringan sering tidak menyadari saat
sedang diajak berbicara, sehingga mengalami sedikit kesulitan dalam
percakapan.
2) Ketunarunguan sedang (moderate hearing impairment)
Ketunarunguan sedang (moderate hearing impairment), dalam kondisi ini
seseorang masih dapat mendengar bunyi dengan intensitas 40-65 dB
danmengalami kesulitan dalam percakapan jika tidak memperhatikan
wajah pembicara, sulit mendengar dari kejauhan atau dalam suasana
gaduh, tetapi dapat terbantu dengan alat bantu dengar.
3) Ketunarunguan berat (severe hearing impairment)
Ketunarunguan berat (severe hearing impairment), yaitu kondisi dimana
seseorang hanya dapat mendengar bunyi dengan intensitas 65-95 dB,
seedikit memahami percakapan pembicara meskipun sudah
memperhatikan wajah pembicara dan dengan suara keras, akan tetapi
masih dapat terbantu dengan alat bantu dengar.
4) Ketunarunguan berat sekali (profour hearing impairment)
Ketunarunguan berat sekali (profound hearing impairment), yaitu kondisi
dimana seseorang hanya dapat mendengar bunyi dengan intensitas 95 atau
lebih keras. Tidak memungkinkan untuk mendengar percakapan normal,
sehingga sangat tergantung pada komunikasi visual.
C. Tunagrahita
Anak tunagrahita adalah anak yang secara nyata mengalami hambatan dan
keterbelakangan perkembangan mental-intelektual di bawah rata-rata, sehingga
mengalami kesulitan dalam menyelesaikan tugas-tugasnya. Seseorang dikatakan
tunagrahita apabila memiliki tiga indikator, yaitu: (1) keterhambatan fungsi
kecerdasan secara umum atau di bawah rata-rata, (2) Ketidakmampuan dalam
perilaku sosial/adaptif, dan (3) Hambatan perilaku sosial/adaptif terjadi pada usia
perkembangan yaitu sampai dengan usia 18 tahun.
Berdasarkan tingkat kecerdasannya, anak tunagrahita dikelompokkan menjadi
empat, yaitu:
1) Tunagrahita ringan, yaitu seseorang yang memiliki IQ 55-70
2) Tunagrahita sedang, seseorang dengan IQ 40-55
3) Tunagrahita berat, seseorang yang memiliki IQ 25-40
4) Tunagrahita berat sekali, yaitu seseorang yang memiliki IQ < 25
D. Anak dengan gangguan perilaku (Tunalaras)
Anak tunalaras adalah anak yang berperilaku menyimpang baik pada taraf
sedang, berat dan sangat berat sebagai akibat terganggunya perkembangan emosi
dan sosial atau keduanya sehingga merugikan dirinya sendiri maupun lingkungan
Anak tunalaras dikatakan sebagai anak-anak yang sulit untuk diterima dalam
berhubungan secara pribadi maupun sosial karena memiliki perilaku ekstrem yang
sangat bertentangan dengan norma sekitar. Perilaku ini bias dating secara tidak
langsung dan disertai dengan gangguan emosi yang tidak menyenangkan bagi
orang-orang di sekitarnya.
Berdasarkan penjelasan di atas dapat diketahui bahwa anak tunalaras
merupakan anak yang berperilaku menyimpang baik pada taraf sedang, berat
maupun sangat berat. Keadaan tersebut seringkali terjadi pada usia anak-anak dan
remaja, sehingga akibatnya perkembangan emosi sosial ataupun keduanya akan
terganggu. Sehingga perlu adanya layanan khusus pengembangan potensi yang
dimiliki anak tunalaras. Berdasarkan kadar ketunalarasannya, Garinda
memenggolongkan anak tunalaras menjadi tiga, diantaranya: (1) tunalaras ringan,
(2) tunalaras sedang, (3) tunalaras berat.
E. Tunadaksa
Tunadaksa merupakan suatu kondisi yang menghambat kegiatan individu sebagai
akibat kerusakan atau gangguan pada tulang dan otot, sehingga mengurangi
kapasitas normal individu untuk mengikuti pendidikan ataupun untuk berdiri
sendiri. Rachmayana (2018) dalam Pratiwi dan Afin (2018:27) mendefinisikan
tunadaksa sebagai berikut. Tunadaksa/cacat fisik adalah sebutan bagi orang yang
mengalami kesulitan mengoptimalkan fungsi anggota tubuhnya karena faktor
bawaan sejak lahir. Gangguan yang dialami menyerang kemampuan motorik
mereka. Gangguan yang terjadi mulai dari gangguan otot, tulang, sendi dan atau
sistem saraf yang mengakibatkan kurang optimalnya fungsi komunikasi,
mobilitas, sosialisasi dan perkembangan keutuhan pribadi.
Dari beberapa pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa
penyandang tunadaksa mengalami kesultan dalam mengoptimalkan fungsi
anggota tubuhnya. Hal tersebut dikarenakan adanya gangguan pada otot, tulang
maupun sitem saraf. Oleh karena itu maka penyandang tunadaksa perlu
mendapatkan pelayanan khusus untuk mengoptimalkan kemampuan yang
dimiliki. Adapun klasifikasi tunadaksa menurut Garnida (2015:3), yaitu (1) Anak
layu anggota gerak tubuh, dan (2) Anak dengan gangguan fungsi syaraf otak
(celebral palcy).
F. Anak Cerdas Istimewa dan Bakat Istimewa (CIBI)
Anak berbakat adalah anak yang memiliki potensi kecerdasan (inteligensi),
kreativitas, dan tanggungjawab di atas anak-anak normal seusianya, sehingga
untuk mewujudkan potensinya menjadi prestasi nyata memerlukan pelayanan
khusus. Anak CIBI dibagi menjadi tiga golongan sesuai dengan tingkat
intelegensi dan kekhasan masing-masing, diantaranya (1) Superior, (2) Gifted
(Anak Berbakat), dan (3) Genius.
G. Lamban belajar (slow learner)
Lamban belajar (slow learner) adalah anak yang memiliki potensi
intelektual sedikit di bawah normal tetapi belum termasuk tunagrahita. Dalam
beberapa hal mengalami hambatan atau keterlambatan berpikir, merespon
rangsangan dan adaptasi sosial, tetapi masih jauh lebih baik disbanding dengan
yang tunagrahita, lebih lamban dibanding dengan yang normal, mereka butuh
waktu yang lebih lama dan berulang-ulang untuk dapat menyelesaikan tugas-tugas
akademik maupun non akademik. Anak lamban belajar memiliki kemampuan
berpikir abstrak yang rendah dibandingkan dengan anak pada umumnya. Dengan
kondisi tersebut maka anak lamban belajar membutuhkan pembelajaran khusus
untuk meningkatkan potensi yang dimilikinya.

H. Anak yang mengalami kesulitan belajar spesifik


Anak yang berkesulitan belajar spesifik adalah anak yang secara nyata
mengalami kesulitan dalam tugas-tugas akademik khusus, terutama dalam hal
kemampuan membaca, menulis dan berhitung atau matematika. Hal tersebut
disebabka karena faktor disfungsi neurologis, bukan disebabkan karena factor
inteligensi. Anak berkesulitan belajar spesifik dapat berupa kesulitan belajar
membaca (disleksia), kesulitan belajar menulis (disgrafia), atau kesulitan belajar
berhitung (diskalkulia), sedangkan mata pelajaran lain mereka tidak mengalami
kesulitan yang berarti.
I. Autisme
Autisme adalah gangguan perkembangan yang kompleks, meliputi
gangguan komunikasi, interaksi sosial, dan aktivitas imaginatif, yang mulai
tampak sebelum anak berusia tiga tahun, bahkan anak yang termasuk autisme
infantil gejalanya sudah muncul sejak lahir. Tanpa tiga gangguan di atas,
seseorang tidak akan didagnosis memiliki autisme. Gangguan-gangguan tersebut
cenderung parah dan menyebabkan kesulitan belajar pada anak.
Dapat dikatakan bahwa penyandang autisme mengalami gangguan yang
kompleks. Penyandang autisme mengalami kendala dalam komunikasi, sosialisasi
dan imajinasi. Sehingga hal tersebut dapat mengganggu mereka dalam mengikuti
kegiatan pembelajaran di sekolah, perlu adanya pelayanan khusus untuk anak
autisme yang tidak dapat disamakan dengan anak normal lainnya.
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
1. anak berkebutuhan khusus adalah anak yang membutuhkan pendidikan
serta layanan khusus untuk mengembangkan potensi pertumbuhan dan
perkembangannya yang mengalami kelainan atau penyimpangan baik
secara fisik, mental, intelektual, sosial maupun emosional yang berbeda
dengan anak pada umumnya.
2. Faktor-faktor penyebab anak menjadi berkebutuhan khusus, dilihat dari
waktu kejadiannya dapat dibedakan menjadi tiga klasifikasi, yaitu:
a) Pre-Natal, Terjadinya kelainan anak semasa dalam kandungan atau
sebelum proses kelahiran.
b) Peri-Natal, Sering juga disebut natal, waktu terjadinya kelainan
pada saat proses kelahiran dan menjelang serta sesaat setelah
proses kelahiran.
c) Pasca-natal, Terjadinya kelainan setelah anak dilahirkan sampai
dengan sebelum usia perkembangan selesai (kurang lebih usia 18
tahun).
3. Karakteristik anak berkebutuhan khusus, yaitu: (Rezieka et al., 2021)
Sulit berkomunikasi, kesulitsn belajar, kelainan fisik, bersikap
membangkang, emosional, sulit menulis atau membaca, tidak mengerti
arah, bersikap sesuai kebiasaan anak, senang meniru, berbicara tanpa
henti, bertindak gugup, iri pada orang lain, sensifitas tinggi, tigered tanpa
alas an, introvert, berprasangka, melukai diri sendiri.
4. Menurut (Purba Bagus Sunarya et al., 2018) terdapat 5 dampak dari anak
berkebutuhan khusus, yaitu:
1) Dampak Fisiologis
2) Dampak Psikologis
3) Dampak Sosiologis
5. Menurut peraturan Pemerintah No. 17 tahun 2010 pasal 129 ayat (3)
klasifikasi ABK adalah “ABK terdiri dari: a) tunanetra; b) tunarungu; c)
tunawicara; d) tunagrahita; e) tunadaksa; f) tunalaras; g) berkesulitan
belajar; h) lamban belajar; i) autis; j) memiliki gangguan motorik; k)
menjadi kerban penyalahgunaan narkotika, obat terlarang, dan zat adiktif
lain; l) memiliki kelainan lain”
DAFTAR PUSTAKA

Ardhi Widjaya. (2017). Seluk Beluk Tunanetra & Strategi Pembelajarannya.


Yogyakarta: Javalitera.

Mohammad Takdir Ilahi. (2018). Pendidikan Inklusi: Konsep dan Aplikasi.


Jogjakarta: ArRuzz Media

Pristian Hadi Putra, dkk. (2021). Pendidikan Islam untuk Anak Berkebutuhan
Khusus (Kajian tentang Konsep, Tanggung Jawab dan Strategi
Implementasinya). Fitrah: Journal of Islamic Education, Vol. 2, No. 1. Hal.
80-95.

Purba Bagus Sunarya, Irvan, M., & Dewi, D. P. (2018). Kajian Penanganan
Terhadap Anak Berkebutuhan Khusus. Jurnal Abadimas Adi Buana, 2(1),
11–19. https://doi.org/10.36456/abadimas.v2.i1.a1617

Rezieka, D. G., Puyto, K. Z., & Fitri, M. (2021). Faktor Penyebab Anak
Berkebutuhan Khusus dan Klasifikasi ABK. Bunayya: Jurnal Pendidikan
Anak , 8(2), 40–53.

Anda mungkin juga menyukai