Anda di halaman 1dari 4

Diagnosis peningkatan tekanan intrakranial menjadi tantangan tersendiri bagi klinisi

karena sulit dilakukan hanya berdasarkan tanda klinis dan pencitraan. Baku emas
pemeriksaan tekanan intrakranial hingga saat ini adalah monitoring invasif, yakni
melalui kateter cairan serebrospinal intraventrikel. Namun, metode ini memiliki risiko
infeksi dan cedera, serta tidak selalu tersedia di semua daerah. Hal ini menyebabkan
tanda klinis dan pemeriksaan pencitraan lebih sering digunakan.[1,2]
Peningkatan tekanan intrakranial didefinisikan sebagai tekanan intrakranial ≥20 mmHg.
Kondisi ini dapat terjadi akibat cedera otak traumatik maupun kondisi medis nontrauma.
Peningkatan tekanan intrakranial dapat ditemukan pada kasus perdarahan
intrakranial (perdarahan subarachnoid maupun
intraserebral), hydrocephalus, meningitis, stroke, dan peningkatan tekanan idiopatik.
[3,4]

Akurasi Diagnosis Peningkatan Tekanan Intrakranial Berdasarkan Tanda Klinis


Manifestasi klinis yang dialami oleh pasien dengan peningkatan tekanan intrakranial
adalah sakit kepala, muntah, penurunan kesadaran, motor posturing, dan dilatasi
pupil. Motor posturing ditandai dengan skor motorik M2 (ekstensi) atau M3 (fleksi),
sedangkan penurunan kesadaran didefinisikan sebagai Glasgow Coma Scale (GCS)
≤8. Bila dipertimbangkan secara individual, masing-masing tanda klinis ini sebenarnya
memiliki akurasi yang rendah untuk diagnosis peningkatan tekanan intrakranial.
Suatu meta analisis dan tinjauan sistematis mempelajari akurasi tanda klinis dalam
mendiagnosis peningkatan tekanan intrakranial. Hasil menunjukkan bahwa tanda klinis
dilatasi pupil hanya memiliki sensitivitas 28,2% dan spesifisitas 85,9%, sementara
itu motor posturing hanya memiliki sensitivitas 54,3% dan spesifisitas 63,6%.
Penurunan kesadaran memiliki sensitivitas 75,8% dan spesifisitas 39,9% dalam
mendiagnosis peningkatan tekanan intrakranial.[3]
Akurasi Diagnosis Peningkatan Tekanan Intrakranial Berdasarkan Pencitraan
Modalitas pencitraan yang selama ini digunakan untuk mendiagnosis peningkatan
tekanan intrakranial adalah computed tomography (CT) scan otak, magnetic resonance
imaging (MRI) otak, sonography of the optic nerve sheath diameter (ONSD),
dan transcranial Doppler ultrasonography (TCD).
Computed Tomography Otak

CT scan merupakan teknik pencitraan yang banyak digunakan sebagai pemeriksaan


awal pasien dengan kecurigaan peningkatan tekanan intrakranial. Temuan pada CT
scan yang mampu memprediksi peningkatan tekanan intrakranial adalah kompresi
sisterna basal, midline shift, dan perubahan ukuran sulkus otak.
Akurasi temuan-temuan ini untuk mendiagnosis peningkatan tekanan intrakranial juga
masih kontroversial. Temuan CT scan yang normal tidak langsung menyingkirkan
diagnosis peningkatan tekanan intrakranial karena kemungkinan negatif palsu yang
cukup tinggi. Pemeriksaan ini dilaporkan dapat bermanfaat untuk mendiagnosis pasien
yang bermanifestasi klinis jelas, tetapi kurang bermanfaat jika digunakan sebagai
indikator independen.[4]

Meta analisis dan tinjauan sistematis Fernando et al menyatakan bahwa kompresi


sisterna basal pada CT scan memiliki sensitivitas 85,9% dan spesifisitas 61,0% dalam
mendiagnosis peningkatan tekanan intrakranial. Sementara itu, pergeseran garis
tengah (midline shift) memiliki sensitivitas 80,9% dan spesifisitas 42,7%. Midline
shift yang berat (>10 mm) memiliki sensitivitas 20,7% dan spesifisitas 89,2%.[3]
Magnetic Resonance Imaging Otak

MRI dapat digunakan untuk mengukur kecepatan aliran volumetrik cairan serebrospinal
dan darah yang masuk dan keluar otak. Pengukuran ini dapat memperkirakan tekanan
intrakranial yang normal atau abnormal. Namun, hasil studi terkait akurasinya dalam
mendiagnosis peningkatan tekanan intrakranial masih kontroversial. MRI juga dinilai
lebih memakan waktu dan membutuhkan biaya lebih besar daripada CT, sehingga
kurang dianjurkan.[1,2,4]
Sonography of the Optic Nerve Sheath Diameter (ONSD)

Selubung saraf optikus berhubungan dengan duramater dan ruang subarachnoid otak.
Oleh karena itu, perubahan tekanan intrakranial bisa memengaruhi diameter selubung
saraf optikus, terutama pada kompartemen retrobulbar sekitar 3 mm di belakang bola
mata. Banyak penelitian menunjukkan adanya hubungan linear antara tekanan
intrakranial dengan perubahan diameter selubung saraf optikus.[5]
Pemeriksaan ultrasonografi bersifat praktis, dapat dilakukan di bedside, dan banyak
tersedia di fasilitas kesehatan. Oleh karena itu, ONSD banyak diteliti sebagai metode
diagnosis noninvasif peningkatan tekanan intrakranial. Nilai cutoff rujukan diameter
selubung saraf optikus yang banyak digunakan adalah 4,8–6 mm pada orang dewasa,
4,0 mm pada anak berusia <1 tahun, dan 4,5 mm pada anak yang lebih tua.
Suatu studi menemukan bahwa diameter selubung saraf optikus adalah 4,84–6,4 mm
pada pasien dengan hasil CT suspek peningkatan tekanan intrakranial dan 3,49–4,94
mm pada pasien tanpa temuan abnormal CT. Kisaran ini menunjukkan pengukuran
diameter selubung saraf optikus memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang cukup baik.
Namun hasil studi lain memberikan nilai sensitivitas dan spesifisitas beragam, sehingga
studi lebih lanjut masih diperlukan.[3,5]

Transcranial Doppler Sonography (TCD)

Pemeriksaan TCD bersifat aman dan praktis untuk mendeteksi perubahan kecepatan
aliran darah serebral (flow velocity). Parameter yang banyak diteliti dalam penilaian
tekanan intrakranial adalah Gosling Pulsatility Index (PI) yang didapat dari gelombang
TCD dan didefinisikan sebagai perbedaan kecepatan aliran darah sistolik dan diastolik
dibagi rerata kecepatan aliran darah serebral (FV).[5]
Beberapa studi menunjukkan hasil yang berlawanan dalam menilai kemampuan TCD
dengan parameter PI untuk mendeteksi peningkatan tekanan intrakranial. Behrens et al
melaporkan bahwa PI memiliki koefisien korelasi yang baik dengan tekanan intrakranial,
yakni 0,938. PI dilaporkan memiliki sensitivitas 89% dan spesifisitas 92% dalam
mendeteksi peningkatan tekanan intrakranial di atas 20 mmHg. Namun, studi Zweifel et
al mendapatkan korelasi yang buruk, yakni 0,31.[5]

Meta analisis dan tinjauan sistematis Fernando et al juga menunjukkan hasil yang
masih inkonklusif. Akurasi TCD dinilai tidak optimal dalam mendeteksi peningkatan
tekanan intrakranial. Oleh karena itu, manfaat TCD dalam mendeteksi peningkatan
tekanan intrakranial secara independen masih minimal.[3]

Kesimpulan
Hingga saat ini, akurasi diagnosis peningkatan tekanan intrakranial yang didasarkan
pada tanda klinis dan pencitraan masih rendah. Hasil-hasil pemeriksaan ini tidak
disarankan untuk digunakan secara independen untuk mendiagnosis peningkatan
tekanan intrakranial. Beberapa tanda klinis dan pencitraan bisa dikombinasikan untuk
menentukan diagnosis, misalnya kombinasi gejala peningkatan tekanan intrakranial
dengan temuan CT scan yang abnormal.
Baku emas diagnosis peningkatan tekanan intrakranial hingga saat ini tetap merupakan
prosedur monitoring invasif, yakni melalui kateter cairan serebrospinal intraventrikel.
Namun, karena metode ini berisiko dan tidak selalu tersedia di semua daerah, tanda
klinis dan modalitas pencitraan noninvasif masih digunakan.

Anda mungkin juga menyukai