Anda di halaman 1dari 10

Practical Aspects of TCD and TCCD in Traumatic Brain Injury

Cedera otak traumatis (TBI) merupakan insiden traumatik pada struktur tengkorak dengan
disertai perubahan fisiologis otak sebagai akibat dari kekuatan eksternal. Cedera otak traumatis
merupakan penyebab utama mortalitas dan morbiditas pada pasien berusia antara 18 dan 45
tahun. Diperkirakan di Amerika Serikat 1,7 juta orang mengalami cedera otak traumatis (TBI)
setiap tahun. Dari mereka 275.000 dirawat di rumah sakit dan 52.000 meninggal. TBI merupakan
faktor yang berkontribusi dalam 30,5% dari semua kematian terkait cedera. 1 Sedangkan di
Indonesia, Dari data cedera otak di RSUP Dr.Sutomo selama 5 tahun dari tahun 2009 hingga
tahun 2013, rata-rata jumlah penderita cedera otak adalah 1178 kasus per tahun, dengan angka
kematian berkisar antara 6,171% hingga 11,22%. Angka ini lebih tinggi dari standar
internasional yang berkisar antara 3 hingga 8%. 2 neurological outcome setelah cedera otak
traumatis (TBI) tergantung pada tingkat keparahan cedera awal dan tingkat kerusakan otak
sekunder.3 Kerusakan otak sekunder tersebut terutama disebabkan oleh iskemia dan hipoksia
yang disebabkan oleh ketidakseimbangan antara suplai oksigen ke jaringan otak dan
pemanfaatannya.
Meskipun intervensi farmakologis yang divalidasi untuk mengobati pasien TBI masih kurang,
manipulasi dan optimalisasi CBF tetap menjadi terapi utama. Namun, mengukur perubahan CBF
real-time selama intervensi terapeutik secara bedside termasuk hal yang menantang, dan tidak
dapat dicapai secara rutin menggunakan teknik pencitraan seperti perfusi MRI dan perfusi
computed tomography (CT) scan. Pemantauan multimodal secara bedside direkomendasikan
untuk mengoptimalkan hemodinamik otak, oksigenasi, dan metabolisme otak setelah cedera
kepala berat. Dalam skenario ini, transcranial dopler (TCD) dapat digunakan untuk memantau
hemodinamik serebral, segera setelah TBI. TCD memungkinkan pencitraan secara realtime arteri
serebral basal, melalui jendela transtemporal. distal internal carotid arteries dan proximal middle
cerebral arteries dari kedua sisi dievaluasi dan kecepatan aliran darahnya bersama dengan indeks
pulsatilitas didokumentasikan. Keuntungan dari TCD adalah efektivitas biaya, sifat non invasif
dan portabilitas. Ini juga memungkinkan pemantauan terus menerus atau berulang di ICU secara
bedside.4,5
Pada TBI, dapat terjadi hipoperfusi serebral berupa penurunan kecepatan aliran darah dan
peningkatan indeks pulsatilitas. Vasospasme juga dapat terlihat yang diwakili oleh peningkatan
kecepatan aliran. Semua gangguan hemodinamik ini berhubungan dengan outcome pasien yang
buruk dan TCD adalah satu-satunya modalitas pencitraan non-invasif, yang dapat mendeteksi
perubahan ini secara langsung.4

Konsep dasar Transcranial dopler (TCD)

Transcaranial doppler mengikuti prinsip dari doppler effect, yang menyatakan bahwa ketika
gelombang suara (ditransmisikan oleh ultrasound) menyentuh objek yang bergerak (contohnya
eritrosit) maka gelombang yang dipantulkan (gelombang yang diterima kembali oleh ultrasound)
akan mengalami perubahan frekuensi. Perubahan frekuensi inilah yang disebut dengan doppler
shift (ƒd) yang mana dapat dirumuskan sebagai berikut :6,7

ƒd = 2 x V x ƒ0 x cosθ/C
Pada rumus diatas, ƒ0 adalah frekuensi transmisi dari ultrasonografi, C adalah kecepatan
suara pada jaringan lunak. Pada TCD kedua-duanya sifatnya konstant, dimana ƒ0 nilainya 2
MHz dan C nilainya 1540 ms-1. Oleh karena itu, menurut rumus diatas maka doppler shift
tergantung dari kecepatan aliran darah (yang dipakai adalah kecepatan eritrosit) dan sudut dari
insonasi probe TCD. Sehingga, jika sudut dari insonasi (cosθ) dapat dipertahankan konstant
dangan mempertahankan probe pada posisinya maka kecepatan aliran eritrosit didalam darah
akan berbanding lurus dengan doppler shift.1 Berdasarkan kalkulasi doppler shift inilah
selanjutnya akan dibuat bentukan gelombang dari kecepatan eritrosit sehingga didapatkan nilai
peak systolic velocity (PSV), end diastolic velocity (EDV) dan yang terpenting adalah nilai mean
flow velocity (MFV) karena secara fisiologi paling berkorelasi dengan aliran darah otak. 6,7
pemeriksaan TCD dilakukan pada basal cerebral artery pada sirkulus willisi, untuk itu maka
probe harus diletakakan di daerah-daerah khusus di tulang kepala (bisa di daerah foramina atau
tulang yang tipis) yang disebut dengan acoustic window. Ada empat acoustic windows yang
dikenal dan masing-masing digunakan untuk mencari pembuluh darah yang berbeda dengan nilai
normal yang berbeda, dapat dilihat pada tabel 1 dan gambar 1.
Paling sering dinilai dalam praktek klinis adalah arteri serebral tengah (MCA) yang mudah
diakses melalui jendela temporal di atas lengkungan zygomatic. MCA membawa 60 – 70% dari
aliran darah arteri karotis ipsilateral, sehingga pengukuran TCD-nya dapat diambil untuk
mewakili aliran darah ke hemisfer tersebut. Namun, usia pasien, jenis kelamin wanita, dan faktor
lain yang mempengaruhi ketebalan tulang dapat membuat eksplorasi melalui jendela temporal
menjadi sulit atau bahkan tidak mungkin (10% pasien). Selain itu, insonasi mungkin sulit
dilakukan setelah kraniotomi ipsilateral di regio temporal. Dalam situasi seperti itu, MCA dapat
dinilai melalui area mata. Atau dengan cara alternatif, injeksi intravena kontras ultrasound yang
dapat meningkatkan tingkat keberhasilan pemeriksaan TCD. Pembuluh darah lain seperti arteri
basilar dapat dieksplorasi melalui foramen magnum atau pendekatan submandibular. 8,9

Pencitraan Doppler transkranial dua dimensi: sinyal Doppler direkam dari segmen proksimal arteri serebral tengah
(M1). FVd, kecepatan aliran darah diastolik; FVm, kecepatan aliran darah rata-rata; FVs, kecepatan aliran darah
sistolik.
Contoh ilustrasi pencitraan Doppler transkranial dua dimensi yang diperoleh melalui jendela temporal.

Walaupun aliran darah ke otak relatif konstan, nilai normal dari MFV pada MCA mempunyai
rentang yang cukup lebar, hal ini merefleksikan variabilitas dari diameter MCA pada setiap
orang dan sudut insonasinya. Pada kondisi metabolisme otak, kadar CO2 dan O2 yang konstant,
maka nilai normal dari MFV bervariasi dari 35–90 cm/dtk1, 4 atau 55 ± 12 cm/dtk. Nilai > 120
cm/dtk adalah cut off point untuk high flow velocity dan < 35 cm/dtk adalah cut off point untuk
low flow velocity.Nilai MFV yang tinggi kemungkinan menunjukan adanya stenosis,
vasospasme atau aliran hiperdinamik sedangkan MFV rendah mungkin menunjukan hipotensi,
penurunan aliran darah ke otak, peningkatan TIK atau adanya mati batang otak.6,7

Penggunaan TCD pada cidera otak

Penggunaan TCD pada cidera otak berat

Untuk deteksi dini aliran darah otak yang rendah

Pedoman internasional merekomendasikan 90 mmHg digunakan sebagai target untuk tekanan


darah arteri rata-rata (MAP) sebelum pemantauan otak invasif untuk menjamin CPP yang
memadai pada pasien dengan TBI berat. Namun, beberapa pasien mungkin mendapat manfaat
dari peningkatan MAP, sedangkan pada beberapa pasien penurunan MAP dapat mencegah
perkembangan edema otak vasogenik. Dalam konteks ini, TCD telah dievaluasi penggunaannya
untuk menentukan prioritas pengobatan bagi pasien yang dirawat di ruang gawat darurat. Dalam
evaluasi awal TBI, nilai TCD dapat membantu memilih terapi dan prognosis, Misalnya, pasien
dengan FVd kurang dari 20 cm/s, FVm kurang dari 30 cm/s, dan indeks pulsatilitas lebih besar
dari 1,4 menerima manitol, vasopresor, dan prosedur bedah saraf darurat yang memungkinkan
normalisasi CPP dan oksigenasi otak. Pada pasien berisiko tinggi seperti itu, terapi awal yang
diarahakan dengan TCD dapat mengembalikan perfusi serebral normal dan mungkin membantu
mengurangi tingkat cedera otak sekunder. pengukuran TCD dalam perawatan pra-rumah sakit
dan dalam 30 menit pertama setelah masuk ke ruang gawat darurat pada pasien dengan TBI
berat, Hingga 70% pengukuran TCD pada pasien ini dapat menjadi abnormal, yaitu FVm rendah
dan nilai indeks pulsatilitas tinggi, dalam waktu 3 jam setelah cedera. Penurunan FVm dan nilai
indeks pulsatilitas tinggi secara bersamaan paling menonjol selama 8 jam pertama setelah TBI
parah 10

Transkranial Doppler (TCD) rekaman dari MCA setelah cedera otak traumatis (TBI). Nilai TCD normal
diperoleh saat masuk (a). Penurunan kecepatan aliran darah diastolik dan rata-rata (FVd dan FVm) dengan
peningkatan indeks pulsatilitas (PI) secara bersamaan saat masuk setelah TBI berat (b). Perubahan pola
kecepatan aliran darah ini mencerminkan peningkatan resistensi serebrovaskular distal, yang mungkin berasal
dari peningkatan tekanan intrakranial.

Untuk menilai autoregulasi serebral dan vasoreaktivitas

Pengukuran secara kontinu dari kecepatan aliran serebral dapat membantu menentukan
autoregulasi serebral dan vasoreaktivitas. Penilaian autoregulasi dan reaktivitas serebrovaskular
merupakan hal penting, mengingat hubungannya dengan hasil neurologis. Status autoregulasi
dapat diperiksa dengan manuver statis atau dinamis. Tes statis terdiri dari pengukuran FVm
sebelum dan sesudah peningkatan MAP 20 mmHg, misalnya, setelah pemberian norepinefrin.
Indeks autoregulasi dihitung sebagai persentase perubahan resistensi serebrovaskular
(MAP/FVm) per persentase perubahan MAP. Nilai indeks kurang dari 0,4 menunjukkan
gangguan autoregulasi. Indeks Mx, koefisien korelasi antara fluktuasi lambat FVm dan CPP,
telah diusulkan untuk menilai autoregulasi serebral. Pada pasien dengan autoregulasi yang
terjaga, Mx lebih rendah dari 0,05, sedangkan nilai Mx lebih besar dari 0,3 mencerminkan
ketergantungan yang tinggi dari kecepatan aliran pada tekanan darah, menunjukkan gangguan
autoregulasi. 11
Tes dinamis untuk mengeksplorasi autoregulasi, tes respon hiperemik transien (THRT) yang
mengukur perubahan kecepatan aliran setelah kompresi singkat dari arteri karotis komunis
ipsilateral. Peningkatan relatif dalam kecepatan aliran di atas garis dasar setelah pelepasan
kompresi karotis menunjukkan autoregulasi yang terjaga, sedangkan tidak adanya respons seperti
itu menunjukkan gangguan autoregulasi. rasio kecepatan aliran setelah/baseline kurang dari 1.10,
pada pasien TBI dengan hasil yang buruk atau persentase perubahan FV sistolik dari baseline
(peningkatan 10% dianggap sebagai CA yang baik).12

Pengujian autoregulasi serebral menggunakan Doppler transkranial kontinu. Probe Doppler dipasang dengan
ikat kepala (a). Manuver dinamis untuk menguji autoregulasi serebral (b): arteri karotis interna ipsilateral
dikompresi secara manual (Kompresi). Setelah pelepasan kompresi karotis (Release), peningkatan relatif
kecepatan aliran di atas garis dasar menunjukkan autoregulasi yang utuh. Di sini, rasio respons hiperemik yang
dihitung adalah 1,96.
Vasoreaktivitas serebral terhadap karbon dioksida (CO2) juga dapat dinilai menggunakan
TCD. Reaktivitas CO2 yang terjaga ditentukan oleh 3 – 5% perubahan FVm per mmHg
perubahan PaCO2. Pengaruh hipokapnia pada volume darah serebral dapat memberikan
informasi tentang pemenuhan volume tekanan intrakranial.

Untuk meningkatkan hasil diagnostik dari computed tomography angiography

Pada TBI, TCD dapat membantu dengan deteksi dini diseksi arteri karotis interna traumatis
(TICAD). Diagnosis TICAD sering tertunda karena kurangnya gejala klinis awal, dan
penggunaan CT angiografi tidak dapat direkomendasikan sebagai metode lini pertama untuk
menyaring setiap pasien yang dirawat dengan trauma tumpul. Dalam studi kohort retrospektif,
ditemukan bahwa asimetri yang signifikan dalam kecepatan aliran antara dua MCA (> 25%) dan
indeks pulsatilitas ipsilateral yang berkurang (<0,8) merupakan dua kriteria TCD yang terkait
dengan terjadinya TICAD. 13

A: Computed tomography (CT) menunjukkan infark frontotemporal kiri (elips);


B: Angiografi CT kepala menunjukkan arteri serebral tengah yang tipis (panah);
C: Angiografi CT servikal menunjukkan oklusi arteri karotis interna kiri (panah);
E dan F: Doppler transkranial menunjukkan asimetri antara kecepatan aliran darah dari dua arteri serebral
tengah yang disebabkan oleh trauma diseksi arteri karotis interna kiri
Penggunaan TCD pada cidera otak ringan-sedang

Sebagian besar TBI (hingga 80%) merupakan ringan sampai sedang dengan Glasgow Coma
Scale (GCS) antara 9 dan 15. Meskipun tingkat keparahan neurologisnya relatif rendah saat
masuk, kerusakan neurologis dapat terjadi selama minggu pertama setelah trauma. Perburukan
neurologis memiliki beberapa penyebab termasuk edema serebral, pertumbuhan hematoma
intraserebral, kejang, atau hidrosefalus pasca trauma.14
manajemen utama pada pasien ini adalah untuk mengenali lebih awal mereka yang berisiko
tinggi untuk perburukan neurologis, TCD dapat membantu dalam pemeriksaan tersebut. Studi
kohort dari 98 pasien TBI ringan sampai sedang, telah dievaluasi keakuratan TCD dalam
mendeteksi pasien yang berisiko mengalami kerusakan neurologis meskipun tidak ada lesi otak
yang parah pada CT scan awal, didapatkan FVd dan indeks pulsatilitas adalah parameter TCD
yang paling akurat untuk memprediksi perburukan neurologis dengan batas ambang FVd kurang
dari 25cm/s dan indeks pulsatilitas minimal 1,25. Temuan ini menunjukkan bahwa TCD saat
masuk dapat melengkapi pemindaian CT otak untuk secara akurat menyaring pasien yang
berisiko mengalami perburukan neurologis setelah TBI ringan hingga sedang.14

Contoh pasien yang dirawat setelah trauma otak dengan Glasgow Coma Scale 14. Status neurologisnya memburuk
pada hari ke-2. Panel (a) menunjukkan CT scan kepala yang diperoleh saat masuk (kiri) dan pada hari ke-2 (kanan).
Panel (b) menunjukkan rekaman Doppler transkranial (TCD) dari pasien ini yang diperoleh saat masuk. Indeks
pulsatilitas (PI) dan kecepatan aliran darah diastolik (FVd) arteri serebral tengah kiri menjadi abnormal (PI 1,25 dan
FVd <25 cm/s).
Untuk menilai vasospasme

Pemeriksaan gold standard untuk vasospasme adalah angiografi, namun pemeriksaan ini
besifat invasif dan tidak cocok untuk monitoring dinamik. Berbeda dengan TCD, pemeriksaan
ini bersifat non- invasif, portable dan dapat diakses secara dinamik sehingga efektif untuk
menilai vasospasme dan memonitoring keefektifan dari terapi vasospasme yang sedang
dilakukan. TCD mengidentifikasikan vasospasme MCA dan Basiler arteri (BA) dengan
sensitivity dan specificity yang tinggi. 6
Pada sistemik review dari 26 penelitian yang membandingkan TCD dan angiografi
menemukan bahwa mFV dari MCA > 120 cm/dtk memperlihatkan vasospasme > 25% dengan
sensitivity 67% dan specificity 99%. Pada penelitian retrospektif yang melibatkan 101 pasien,
nilai mFV dari MCA > 120 cm/dtk memperlihatkan vasospasme > 33% dengan sensitivity 88%
dan spesificity 72%, dengan nilai negative predictive value (NPV) 94% untuk mFV < 120
cm/dtk. Pada penelitian yang sama didapatkan bahwa, mFV >200 cm/dtk menunjukan
vasospasme > 33% dengan nilai specificity 98% dan sensitivity 27% dan positive predictive
value (PPV) 87%. Oleh karena itu nilai mFV < 120 cm/dtk dan > 200 cm/dtk cukup akurat untuk
memprediksi ada atau tidaknya vasospasme pada MCA.6,7,15

Nilai mFV dan LR untuk Meihat adanya Vasopasme pada MCA dan BA

Selain mFV, untuk mendiagnosa vasospasme menggunakan TCD juga diperlukan pemeriksaan lindegaard
ratio (LR). LR ini berfungsi untuk membedakan apakah peningkatan dari mFV itu disebabkan oleh
vasospasme atau aliran hiperdinamik. Rumus dari LR adalah:

Lindegaard Ratio = mFV MCA/mFV extrakranial ICA

Nilai mFV extrakranial ICA adalah mFV yang diukur pada arteri carotis interna. Nilai LR< 3
mengindikasikan aliran hyperdinamik, sedangkan LR>3 mengindikasikan vasospasme. 6
1. Winn H. Richard, Youmans. Traumatic brain injury, Youmans Neurological Surgery, 6th edition, vol. 4, Elsevier, Philadelphia, 2011, pp.
3267–3270.
2. Faul Mark, Coronado Victor, Epidemiology of traumaic brain injury, in: J. Grahman, A.M. Salazar (Eds.), Handbook of Clinical Neurology,
3rd series, vol. 127, Elsevier, USA, 2015, pp. 1–13. Available from: https://www.elsevier.com/
books/traumatic-brain-injury-part-i/grafman/978-0-444-52892-6.
3. Wahyudi Joni, Suryaningtyas Wihasto, Susilo Rahadia Indarto, Faris Muhammad, et al., Guidelines for the Management of Brain Injury, 2nd
ed., Medical Faculty of Airlangga University, Surabaya, 2014, pp. 15–17.
4. Coles JP. Regional ischemia after head injury. Curr Opin Crit Care 2004; 10:120 – 125.
5. Haacke EM, Duhaime AC, Gean AD, et al. Common data elements in radiologic imaging of traumatic brain injury. J Magn Reson Imaging
2010; 32:516 – 543.
6. Naqvi J, Yap KH, Ahmad G, Ghosh J. Transcranial doppler ultrasound: a review of the physical principles and major applications in critical
care. International journal of vascular medicine. 2013;2013.
7. Moppett I, Mahajan R. Transcranial doppler ultrasonography in anaesthesia and intensive care. Br J. of Anaesth. 2004;93(5):710–24.
8. Seidel G, Meairs S. Ultrasound contrast agents in ischemic stroke. Cere- brovasc Dis 2009; 27 (Suppl. 2):25–39.
9. Geeraerts T, Thome W, Tanaka S, et al. An alternative ultrasonographic approach to assess basilar artery flow. Neurosurgery 2011; 68:276–
281.
10. Tazarourte K, Atchabahian A, Tourtier JP, et al. Prehospital transcranial Doppler in severe traumatic brain injury: a pilot study. Acta
Anaesthesiol Scand 2011; 55:422 – 428.
11. Budohoski KP, Reinhard M, Aries MJ, et al. Mo nitoring cerebral autoregulation after head injury. Which component of
transcranial Doppler flow velocity is optimal? Neurocrit Care 2012; 17:211 – 218.
12. Smielewski P, Czosnyka M, Kirkpatrick P, et al. Evaluation of the transient hyperemic response test in head-injured patients. J Neurosurg
1997; 86: 773 – 778.
13. Bouzat P, Francony G, Brun J, et al. Detecting traumatic internal carotid artery dissection using transcranial Doppler in head-injured patients.
Intensive Care Med 2010; 36:1514 – 1520.
14. Jaffres P, Brun J, Declety P, et al. Transcranial Doppler to detect on admission patients at risk for neurological deterioration following mild and
moderate brain trauma. Intensive Care Med 2005; 31:785 – 790.
15. Allan PL. The carotid and vertebral arteries; transcranial colour doppler. Clinical Doppler Ultrasound: Expert Consult: Online. 2013:39.

Anda mungkin juga menyukai