Anda di halaman 1dari 28

i

DETASEMEN KESEHATAN WILAYAH 04.04.03


RUMKITBAN 04.08.04. KARTIKA HUSADA
KUDUS

PANDUAN
PELAYANAN BEDAH
DI RUMKITBAN KARTIKA HUSADA KUDUS

DISAHKAN DENGAN KEPUTUSAN KEPALA RUMKITBAN


KARTIKA HUSADA KUDUS NOMOR : KEP/64/xI/2019 TANGGAL
16 Juni 2022
ii

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan YME, atas segala rahmat yang telah dikaruniakan
kepada penyusun sehingga dapat menyelesaikan Buku Pedoman Pelayanan Bedah di
Rumah Sakit Kartika Husada Kudus.Buku Pedoman Pelayanan Bedah Ini merupakan
pedoman dalam memberikan pelayanan Bedah di Rumkitban Kartika Husada Kudus.

Diharapkan dengan adanya buku ini dapat meningkatkan mutu pelayanan dan
digunakan sebagai acuan dalam melaksanakan tugas pelayanan.

Tidak lupa penyusun menyampaikan terima kasih yang sedalam-dalamnya atas


bantuan semua pihak dalam menyelesaikan Buku Pedoman Bedah.

Kami sangat menyadari banyak terdapat kekurangan-kekurangan dalam buku ini.


Kekurangan ini secara berkesinambungan akan terus diperbaiki sesuai dengan
tuntunan dalam pengembangan rumah sakit ini.

Kudus, 16 Juni 2022


Hormat kami,

Tim Penyusun
iii

DAFTAR ISI

Halaman

Keputusan Kepala Rumkitban 04.08.05/Kudus Nomor : Kep/64/X/ 16 Juni 2022tentang


Panduan Pelayanan Bedah Di Rumkitban Kartika Husada Kudus.
HALAMAN JUDUL.................................................................................................................................................i
KATA PENGANTAR.............................................................................................................................................ii
DAFTAR ISI.............................................................................................................................................................iii
KEPUTUSAN KEPALA RUMKITBAN KARTIKA HUSADA KUDUS..........................................iv

BAB I DEFINISI......................................................................................................................................................1
1. Latar Belakang..................................................................................................................................1
2. Tujuan....................................................................................................................................................2
3. Sasaran................................................................................................................................................2
4. Dasar......................................................................................................................................................2
5. Pengertian...........................................................................................................................................2

BAB II RUANG LINGKUP.................................................................................................................................3


6. Gambaran Umum............................................................................................................................3

BAB III TATA LAKSANA....................................................................................................................................5


7. Pelayanan Pra Operasi.................................................................................................................5
8. Pelayanan Intra Operasi...............................................................................................................9
9. Pelayanan Pasca Operasi...........................................................................................................9
10. Keselamatan Pasien...................................................................................................................11
11. Keselamatan kerja.......................................................................................................................14
12. Pengendalian Mutu.....................................................................................................................17

BAB IV DOKUMENTASI.................................................................................................................................23
13. Dokumentasi Dalam Rekam Medis Pasien.....................................................................23
iv

DETASEMEN KESEHATAN WILAYAH 04.04.03


RUMKITBAN KARTIKA HUSADA KUDUS

KEPUTUSAN KEPALA RUMKITBAN KARTIKA HUSADA KUDUS


Nomor : Kep/64/xI/2022

tentang

PANDUAN PELAYANAN BEDAH


DI RUMKITBAN KARTIKA HUSADA
KUDUS

KEPALA RUMKITBAN KARTIKA


HUSADA KUDUS

Menimbang : a. bahwa dalam upaya meningkatkan mutu Pelayanan Bedah di


Rumah Sakit maka diperlukan penyelenggaran
Pelayanan Instalasi Bedah yang bermutu tinggi, memenuhi
standar di rumah sakit, dan peraturan perundangan yang
berlaku;
b. bahwa agar Pelayanan Bedah di rumah sakit
dapat terlaksana dengan baik, perlu adanya panduan yang
dapat dijadikan acuan dalam pelayanan bedah;
c. bahwa berdasarkan poin a dan b, perlu ditetapkan melalui
Keputusan Kepala Rumah sakit tentang
Panduan Pelayanan Bedah;

Mengingat : 1. Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009


tentang Kesehatan;
2. Undang – Undang Republik Indonesia Nomer 44 Tahun 2009
tentang Rumah Sakit;
3. Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 2004
tentang praktek Kedokteran;
4. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
290/MenKes/PER/III/2008 tentang Persetujuan Tindakan
Kedokteran;
5. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1438/MenKes/PER/IX/2010 tentang Standar Pelayanan
Kedokteran;
v

6. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor


519/MenKes/PER/XI/2011 tentang Pedoman
Penyelenggaraan Anesthesiologi dan Terapy Intensif di
Rumah Sakit;
7. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Direktorat
Jendral Bina Pelayanan Penunjang Medik dan Sarana
Kesehatan 2012;
8. Surat Keputusan Kepala Rumah sakit Kartika Husada Kudus
Nomor tentang Pelayanan Bedah di Rumah Sakit Kartika
Husada Kudus.

MEMUTUSKAN

Menetapkan : 1. Keputusan Kepala Rumah Sakit Kartika Husada Kudus


tentang Panduan Pelayanan Bedah;
2. Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan,dan apabila
dikemudian hari ternyata terdapat kekeliruan dalam
penetapan iniakan diadakan perbaikan sebagaimana
mestinya.

Ditetapkan di : Kudus
pada tanggal 16 Juni 2022

Kepala Rumkitban Kartika Husada Kudus

Lettu Ckm (K) drg.Edlyn Nathania


NRP. 11170033411286

Tembusan:

1. Komite medis
2. Unit kamar operasi
1

DETASEMEN KESEHATAN WILAYAH 04.04.03


RUMKITBAN KARTIKA HUSADA KUDUS Lampiran
Keputusan Kepala
Rumkitban Kartika
Husada Kudus
Nomor:KEP/ 64/XI
/2022
Tanggal: 16 JUNI 2022

PANDUAN PELAYANAN BEDAH DI RUMKITBAN 04.08.05/KUDUS

BAB I
DEFINISI

1. Latar Belakang

Rumah Sakit sebagai salah satu instansi pelayanan, dimana pelayanan


bedah sentral sangat menentukan keberhasilan setiap tindakan yang akan dan
sudah dilaksanakan.
Pelayanan bedah sebagai sarana layanan terpadu untuk tindakan operatif
terencana maupun darurat dan diagnostik. Kamar operasi merupakan ruang
operasi yang di lengkapi dengan peralatan canggih yang terdiri dari 1 (satu) kamar
operasi, ruang persiapan dan ruang pulih sadar, dapat melayani :
a. Bedah Umum
b. Bedah Kebidanan
Agar penyelenggaraan kamar operasi dapat dilaksanakan dengan baik, maka
harus dilengkapi dengan Prosedur Standar Pelaksanaan tentang penyelenggaraan
kamar operasi di rumah sakit. Standar prosedur operasinal tersebut merupakan
pedoman tertulis tentang tata cara penyelenggaraan pelayanan pasien kamar
operasi yang harus dilaksanakan dan dipatuhi oleh seluruh tenaga kesehatan baik
medis, paramedis maupun non medis yang bertugas di rumah sakit. Seperti halnya
asuhan keperawatan perioperatif merupakan area praktik spesifik untuk
menyediakan asuhan keperawatan pada pasien yang akan dilakukan pembedahan.
Perioperatif mencangkup tiga fase yaitu: Pra operatif, intra operatif dan pasca
operatif. Pra Operatife: Dimulai dari keputusan operasi sampai pasien dikirim ke
kamar operasi. Intra Operative adalah dimulai dari klien masuk keruang operasi dan
berakhir sampai pasien masuk keruang pemulihan, sedangkan pasca operative
adalah mulai dari pasien masuk ruang pemulihan sampai kondisi pulih dari
intervensi operasi.
2

Penyusunan buku panduan pelayanan bedah sangat penting sehingga pada


akhirnya dapat mengurangi atau menurunkan angka kematian, kecacatan, infeksi,
luka operasi seminimal mungkin dan peningkatan mutu pelayanan dikamar bedah
agar petugas kesehatan baik medis, para medis maupun non medis di Rumkitban
04.08.05/Blora yang terkait dengan pelaksanaan penyelenggaraan Asuhan
Keperawatan Kamar Operasi dapat melaksanakan sesuai dengan ketentuan yang
berlaku.

2. Tujuan
a. Sebagai Panduan meningkatkan mutu pelayanan Bedah di Instalsi kamar
bedah Rumah Sakit Kartika Husada Kudus
b. Mengurangi angka kematian, kecacatan, dan infeksi seminimal mungkin;
c. Meningkatkan mutu pelayanan dengan evaluasi pelayanan yang diberikan.

3. Sasaran
Panduan Pelayanan Bedah ini diterapkan kepada semua perawat, perawat
bedah, dan dokter ahli bedah yang akan menangani pasien dalam suatu prosedur
pembedahan yang sesuai.

4. Dasar
a. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah
Sakit;
b. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan;
c. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktek
Kedokteran
d. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
129/Menkes/SK/II/2008 tentang Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit;

5. Pengertian
Pembedahan adalah semua tindakan pengobatan yang menggunakan cara
infasive dengan membuka atau menampilkan bagian tubuh yang akan ditangani
( R.Sjamsuhidajat & Win de jong,2005).
Pembedahan adalah pengobatan penyakit atau cedera dengan memotong
ke dalam tubuh untuk memperbaiki atau menghapus bagian tubuh yang terluka
atau sakit. Pembedahan biasanya dilakukan oleh ahli bedah di ruang operasi
sebuah rumah sakit atau klinik.
3

BAB II
RUANG LINGKUP

6. Gambaran Umum
Pembedahan merupakan cabang dari ilmu medis yang ikut berperan
terhadap kesembuhan dari luka atau penyakit melalui prosedur manual atau
melalui operasi dengan tangan.
Bedah atau operasi merupakan tindakan pembedahan cara dokter untuk
mengobati kondisi yang sulit atau tidak mungkin disembuhkan hanya dengan obat-
obatan sederhana.
Jenis Pembedahan :

a. Bedah Minor
Bedah Minor merupakan pembedahan dimana secara sederhana, tidak
memiliki resiko terhadap nyawa pasien dan tidak memerlukan bantuan asisten
untuk melakukannya, seperti :
1) Membuka abses superficial;
2) Pembersih luka;
3) Inokulasi;
4) Superfisial neuroktomi dan tenotomi;
b. Bedah Mayor
Bedah Mayor merupakan pembedahan dimana secara relative lebih sulit
untuk dilakukan daripada pembedahan mayor, membutuhkan waktu,
melibatkan resiko terhadap nyawa pasien dan memerlukan bantuan asisten,
seperti :
1) Bedah Caesar;
2) Mammektomi;
3) Bedah torak;
4) Bedah Otak;
c. Bedah Radikal
Bedah Radikal merupakan pembedahan dimana akar penyebab atau
sumber dari penyakit tersebut dibuang, seperti :
1) Pembedahan radikal untuk neoplasma;
2) Pembedahan Radikan untuk hernia.
d. Pembedahan Rekonstruktif
Pembedahan yang dilakukanuntuk melakukan koreksi terhadap
pembedahan yang telah dilakukan pada deformitas atau malformasi seperti :
Pembedahan terhadap langit-langit mulut yang terbelah, tendon yang
mengalami kontraksi.
4

Sifat Operasi :
1) Bedah Elektif
Bedah elektif merupakan pembedahan dimana dapat dilakukan penundaan
tanpa membahayakan nyawa pasien;

2) Emergensi
Bedah Emergensi merupakan pembedahan yang dilakukan dalam keadaan
sangat mendadak untuk menghindari komplikasi lanjut dari proses penyakit
atau untuk menyelamatkan jiwa pasien.
5

BAB III
TATA LAKSANA

7. Pelayanan Pra Operasi


a. Assesmen Bedah (Dengan Metode Berbasis IAR )
1) Sebelum melakukan tindakan, dokter bedah wajib melakukan assesmen
pra bedah 1 x 24 jam, Asessmen pra operatif meliputi :
a) Tindakan bedah yang sesuai dan waktu pelaksanaannya;
b) Melakukan tindakan dengan aman;
c) Menyimpulkan temuan selama monitoring.
2) Dokter bedah melakukan evaluasi pra bedah untuk menentukan
kemungkinan pemeriksaan tambahan dan konsultasi dengan dokter lain.
3) Dokter bedah memberikan informasi kepada pasien/keluarga , mengenai
resiko dari rencana tindakan operasi, manfaat dari rencana tindakan
operasi, kemungkinan komplikasi dan dampak, pilihan opereasi / non
operasi (alternatif) yang tersedia untuk menangani pasien, sebagai
tambahan jika dibutuhkan darah atau produk darah, sedangkan resiko dan
alternatifnya didiskusikan.
4) Pendokumentasian dicatat direkam medis (mencakup diagnosis pra dan
rencana tindakan operasi dan form tindakan kedokteran)

b. Assesmen Anastesi.
1) Sebelum melakukan tindakan, dokter anastesi wajib melakukan assesmen
pra anastesi yang dilakukan sebelum masuk rawat inap atau sebelum
dilaukan tindakan bedah atau sesaat menjelang operasi, dan juga memberi
informasi yang diperlukan untuk:
a) Mengetatui masalah saluran pernafasan;
b) Memilih anastesi dan rencana asuhan anastesi;
c) Memberikan anastesi yang aman berdasar atas asesmen pasien,
resiko yang ditemukan, dan jenis tindakan;
d) Menafsirkan temuan pada waktu monitoring selama anastesi dan
pemulihan;
e) Memberikan informasi obat analgesia yang akan digunakan pasca
operasi.

c. Penjelasan informasi dan inform consent tindakan kedokteran


1) Bedah
a) Dokter bedah memberikan informasi kepada pasien dan keluarga
mengenai: resiko, manfaat komplikasi dampak dan alternatif tindakan
bedah yang sesuai dan waktu pelaksanaannya, melakukan tindakan
dengan aman dan menyimpulkan temuan selama monitoring;
b) Memberikan informasi kepada pasien dan keluarga mengenai: resiko,
manfaat komplikasi dampak pemggunaan dan produk darah;
c) Pemilihan teknik operasi bergantung pada riwayat pasien, status fisik,
data diagnostik, serta manfaat dan resiko tindakan yang dipilih;
6

d) Kemungkinan perawatan di ruang perawatan intensif (ICU) bila


dibutuhkan;
e) Persetujuan/penolakan tindakan bedah di catat dalam inform konsent
persetujuan/penolakan tindakan kedokteran.

2) Anastesi
a) Dokter anastesi memberikan informasi dan edukasi kepada pasien dan
keluarga mengenai resiko, manfaat dan alternatif tindakan anastesi;
b) Pasien dan keluarga atau pihak lain yang berwenang yang memberikan
keputusan dan mendokumentasikannya.

d. Penjadwalan Operasi.
1) Mengatur Block Time secara efektif
Pengaturan ini dibuat dalam bentuk penyusunan jadwal setiap harinya
bahwa pada periode waktu tertentu telah disiapkan kamar operasi atau
ruang tindakan. Dalam periode waktu itu seorang dokter bedah dapat
melakukan operasi elektif atau emergensi, operasi singkat maupun
prosedur tindakan yang memakan waktu lama. Bila tim bedah tidak
memenuhi jadwal tersebut, maka mereka akan kehilangan kesempatan
penggunaannya. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam menyusun block
time:
a) Tetapkan peraturan yang jelas dan adil;
b) Atur penggunaan kamar operasi dalam sebuah guideline;
c) Block time direview secara berkala setiap bulannya;
d) Menambah sebuah kamar operasi yang diperuntukkan untuk kejadian
urgent;
e) Buat aturan yang jelas mengenai pembatalan sebelum waktu operasi
yang sudah dijadwalkan (hal ini dapat berbeda disesuaikan dengan
jenis operasi).

Durasi operasi dapat diklasifikasikan sebagai berikut:


a) Emergensi : prosedur yang mengancam nyawa dan harus selesai
dikerjakan dalam 30 menit;
b) Prioritas : prosedur yang harus dikerjakan dalam 30 menit sampai 4
jam;
c) Urgent : prosedur yang harus dikerjakan dalam 4 jam sampai 24 jam;
d) Non-urgent : prosedur yang bisa dikerjakan setelah 24 jam.

Dalam kaitannya dengan kamar operasi yang diperuntukkan untuk


kejadian urgent, hanya kasus emergensi, prioritas, dan urgent yang
diperkenankan menggunakan kamar tersebut. Untuk itu, petugas
penjadwalan kamar operasi perlu dibekali pengetahuan khusus / pelatihan
mengenai hal ini.
7

2) Mengatur Penjadwalan secara Efektif


Jadwal sedapat mungkin diatur,jangan sampai ada waktu yang sama
untuk satu kamar operasi. Perkirakan berapa lama setiap tindakan operasi
tersebut berlangsung. Sampaikan pada dokter operator,dokter anesthesi
dan pasien tentang perubahan jam operasi. Dalam hal terjadi banyak kasus
urgent dalam waktu yang bersamaan, pasien diprioritaskan berdasarkan
kegawatdaruratannya dan dipertimbangkan berdasarkan masing-masing
keilmuan. Ada empat prinsip dalam menyusun prioritas pasien untuk kamar
operasi, yaitu:
a) Keselamatan pasien;
b) Akses dokter bedah dan pasien ke tempat tindakan;
c) Efisiensi kamar bedah, dan;
d) Meminimalkan waktu tunggu pasien.

Ada beberapa cara untuk memaksimalkan jadwal kamar operasi, antara


lain:
a) Menggunakan proses paralel, misalnya induksi anestesi dapat mulai
dilakukan di kamar lain sementara menunggu proses pemindahan
pasien sebelumnya ke ruang pemulihan;
b) Menggunakan klinik preoperatif untuk memastikan pasien siap
menjalani operasi;
c) Kerjasama yang baik dalam tim bedah;
d) Memanfaatkan teknologi untuk menangani proses, misalnya tracking
infrared, telepon seluler, whiteboard elektronik, dan lain-lain;
e) On-time dalam memulai operasi.

e. Pelaksanaan site markin


1) Pengertian dari kepastian tepat lokasi, tepat prosedur, tepat pasien adalah:
a) Penandaan lokasi operasi adalah tatacara yang wajib dilakukan
sebelum tindakan yang akan dilakukan pembedahan pada semua
pasien;
b) Tepat lokasi adalah melaksanakan tindakan pembedahan secara tepat
pada lokasi yang di harapkan;
c) Tepat prosedur adalah melaksanakan tindakan pembedahan sesuai
prosedur yang sudah ditetapkan;
d) Tepat pasien adalah melaksanakan tindakan pembedahan sesuai
dengan pasien tepat yang terjadwal operasi (perawat harus melakukan
identifikasi pasien sebelum pasien dimasukkan ke kamar operasi).

2) Tujuan
a) Memberi pelayanan operasi kepada pasien secara tepat dan benar;
b) Mencegah terjadinya kesalahan lokasi pembedahan;
c) mengurangi salah lokasi, salah pasien, dan salah tindakan
pembedahan dengan tujuan untuk selalu mengenali tepat lokasi, tepat
pasien dan tepat tindakan;
8

d) Meminimalkan kejadian insiden patient safety.

3) Penandaan operasi dilaksanakan di unit perawatan tempat pasien rawat


inap dan di instalasi gawat darurat (IGD) bila pasien sifatnya cyto.
a) Dokter menjelaskan prosedur operasi pada pasien dan keluarga
dengan di dampingi perawat;
b) Dokter menjelaskan pada pasien tujuan penandaan lokasi operasi;
c) Spidol permanen disiapkan oleh perawat dan mempersiapkan lokasi
yang akan di tandai;
d) Dokter menandai lokasi operasi dengan spidol permanen berwarna
hitam;
e) Tidak mudah luntur terkena air/alkohol/betadine.Penandaan tersebut
dengan tanda lingkaran (0) pada lokasi yang akan dilakukan
pembedahan/insisi;
f) Pemberian tanda diharuskan untuk semua prosedur yang meliputi:
1. Perbedaan kanan dan kiri;
2. Struktural multipel (jari tangan dan kaki);
3. Tingkat-tingkat (tulang belakang);
g) Pemberian tanda tidak diperlukan bila ada luka atau lesi yang jelas
dimana luka atau lesi tersebut menjadi bagian yang akan ditindak;
h) Perawat memberitahu kepada pasien supaya tanda tersebut jangan
dihapus atau terhapus sebelum tindakan pembedahan dilakukan;
i) Sebelum pasien diantar ke kamar operasi perawat ruangan dan IGD
memastikan lagi apakah tanda masih ada;
j) Perawat ruang bedah saat terima pasien wajib mengecek kembali
penandaan luka operasi.

f. Sign in dilaksanakan sebelum pasien dilakukan pembiusan, dihadiri minimal


oleh dokter anestesi, dilakukan oleh perawat sirkuler dan dokter
anestesi.Terdiri dari :
1) Identitas pasien (nama, tanggal lahir, alamat, nomor rekam medis, dokter
bedah, dokter anestesi dan diagnosa pasien);
2) Lokasi operasi, termasuk penandaan lokasi operasi;
3) Kelengkapan informed consent dan prosedur operasi;
4) Kelengkapan mesin anestesi dan obat anestesi;
5) Alat monitor dan oxymetri berfungsi;
6) Riwayat alergi;
7) Adakah kesulitan jalan nafas atau risiko aspirasi
8) Adakah risiko kehilangan darah lebih dari 500 cc.

g. Persiapan operasi meliputi persiapan tim bedah, kelengkapan dan kesterilan


alat yang akan digunakan, persiapan bahan habis pakai dan mempersiapkan
pasien.
9

8. Pelayanan intra Operasi


a. Pasien dipindahkan ke meja operasi
b. Time out dilakukan sebelum dimulainya insisi kulit yang terdiri atas tepat
pasien, tepat prosedur, tepat lokasi, persetujuan atas operasi, pengecekan
kesterilan alat dan konfirmasi proses verifikasi sudah lengkap
c. Monitoring dan pencatatan hasil monitoring fisiologis selama pembedahan,
ditentukan oleh status pasien pra anastesi, jenis anastesi yang digunakan,
dan kompleksitas operasi atau tindakan lain yang dilaksakanakan selama
anastesi.
d. Dokter operator menulis laporan operasi sebelum pasien dipindah dari
daerah operasi atau dari area pemulihan pasca operasi. Laporan yang
tercatat tentang operasi memuat:
1) Diagnosa pascaoperasi;
2) Nama dokter bedah dan asistennya;
3) Prosedur operasi yang dilakukan dan rincian temuan;
4) Ada atau tidak ada komplikasi;
5) Spesimen operasi yang dikirim untuk diperiksa;
6) Jumlah darah yang hilang dan jumlah yang masuk lewat tranfusi;
7) Nomor pendaftaran alat yang dipasang;
8) Tanggal, waktu dan tanda tangan dokter yang bertanggung jawab.

e. Tindakan bedah yang menggunakan inplan mempertimbangkan faktor


khusus
1) Pemilihan inplan berdasar peraturan undang undang;
2) Modifikasi surgical sapety ceklist untu memastikan ketersediaan di kamar
bedah;
3) Kualifikasi dan pelatihan staf;
4) Pelaporan pemasangan kejadian tidak di harapkan;
5) Pelaporan malfungsi sesuai standart aturan pabrik;
6) Pertimbanagan pengendalian infeksi khusus;
7) Instruksi khusus pasiensetelah operasi;
8) Penelusuran alat jika terjadi penarikan kembali menempel barkode di
rekam medis.

9. Pelayanan Pasca Operasi


a. Sign out dilaksanakan sebelum pasien meninggalkan ruang kamar operasi.
Kegiatan ini dilakanakan oleh perawat sirkuler, dokter anestesi dan dokter
bedah.Terdiri dari :
1) Konfirmasikan secara verbal nama prosedur tindakan operasi;
2) Kelengkapan jumlah kassa, instrumen, jarum;
3) Hal yang perlu diperhatikan selama pasien berada di ruang pulih sadar
serta management pasien di ruangan.
10

b. Rencana Pasca Operasi


1) Asuhan pasien pasca bedah harus segera direncanakan dan
didokumentasikan dalam rekam medis pasien, termasuk asuhan medis,
asuhan keperawatan dan pemantauan tindak lanjut sesuai kebutuhan
pasien;
2) Dokter operator memberikan instruksi tata laksana pasca bedah sesuai
dengan kebutuhan pasien, semua tindakan bedah dan kejadian-kejadian
yang terjadi selama pembedahan dalam Dokter bedah mencatat laporan
operasi yang harus memuat: tingkat asuhan, metode asuhan, tindak lanjut
monitor atau tindak lanjut tindakan, kebutuhan obat dan asuhan lain atau
tindakan serta layanan lain;
3) Instruksi pasca pembedahan didokumentasikan dan di follow up atau
dimonitoring kondisi pasien selama menjalankan perawatan di catat di
lembar CPPT.

c. Proses transfer pasien dari ruang pulih sadar menuju ruang perawatan.
Kriteria pasien pulih sadar .
1) Status fisik pasien pindah dari ruang pulih sadar (recovery room)
menggunakan kriteria Aldrette Score pasca general anestesi pasien
dewasa, Steward Score pada pasien anak-anak, dan kriteria Bromage
score pasca anestesi regional atau spinal. Penilaian akhir dilakukan oleh
dokter spesialis anestesi dan atas persetujuan spesialis anestesi. Kriteria
keluar dari recovery room bila Aldrette Score ≥ 8, Steward Score ≥ 5 dan
Bromage score < 3;
2) Pasien yang telah memenuhi kriteria di atas diperbolehkan untuk pindah ke
ruangan.;
3) Perawat ruang pulih sadar menelepon petugas ruangan yang bersangkutan
untuk menjemput pasien tersebut dengan memberitahu perlengkapan yang
harus dibawa;
4) Sistem memindahkan pasien dari tempat tidur recovery room dengan
tempat tidur ruangan harus menggunakan patslide;
5) Sebelum memindahkan pasien ke ruangan perawat recovery room harus
berkomunikasi ke dokter Anestesi/dokter bedah dulu;
6) Khusus untuk pasien yang memerlukan observasi ketat harus masuk ke
ruang instalasi pelayanan intensif terlebih dahulu sesuai dengan perintah
dokter anestesi.

d. Proses transfer pasien dari ruang pulih sadar menuju instalasi pelayanan
intensif.
1) Petugas unit ruang operasi menghubungi perawat unit perawatan intensif
untuk menjemput pasien;
2) Petugas unit perawatan intensif membawa brankar ke kamar operasi
dengan peralatan – peralatan;
11

3) Petugas unit ruang operasi menyerahkan berkas-berkas, serta menjelaskan


instruksi pasca operasi kepada perawat unit perawatan intensif;

4) Memindahkan pasien ke bed instalasi pelayanan intensif dengan beberapa


petugas secara bersama dengan menggunakan alat pemindah (patslide).

10. Keselamatan
Pasien a. Pengertian
Keselamatan pasien adalah suatu sistem di mana rumah sakit membuat
asuhan pasien lebih aman.Hal ini merupakan asesmen risiko, identifikasi dan
pengelolaan hal yang berhubungan dengan dengan resiko pasien, pelaporan
dan analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya serta
implementasisolusi untuk meminimalkan timbulnya risiko.Sedangkan insiden
keselamatan pasien adalah setiap kejadian atau situasi yang dapat
mengakibatkan atau berpotensi mengakibatkan horm (penyakit, cidera, cacat,
kematian, dan lain - lain) yang tidak seharusnya terjadi.

b. Tujuan
1) Tujuan umum
a) Meningkatkan mutu pelayanan Rumkitban 04.08.05/Blora
b) Mencegah terjadinya insiden keselamatan pasien yang meliputi
kejadian tidak diharapkan (KTD), kejadian nyaris cedera (KNC) dan
kejadian sentinel (Sentinel Event) pada pasien yang dilakukan tindakan
operasi di kamar operasi.

2) Tujuan khusus
a) Mencegah tindakan operasi salah orang (kesalahan identitas)
b) Mencegah tindakan salah prosedur (kelalaian)
c) Mencegah tindakan operasi salah sisi (salah lokasi)
d) Mencegah tindakan operasi tanpa persetujuan (informed consent)
e) Terlaksananya penandaan lokasi operasi (site marking) yang
melibatkan pasien dan keluarga.

3) Sasaran Keselamatan Pasien


a) Ketepatan Identifikasi Pasien
Ketepatan identifikasi pasien adalah ketepatan penentuan identitas
pasien sejak awal pasien masuk sampai dengan pasien keluar
terhadap semua pelayanan yang diterima oleh pasien
b) Peningkatan Komunikasi yang Efektif
Komunikasi yang efektif adalah komunikasi lisan antar professional
emberi asuhan dengan menggunakan prosedur “ SBAR “ : situation,
background, assessment, recommendation. Cara penulisan hasil
pelaporan menggunakan metode SOAP : subyektif, obyektif, asesmen,
planning.
12

c) Peningkatan Keamanan Obat yang perlu di Waspadai (high-alert) Obat-


obatan yang perlu diwaspadai (high-alert medication) adalah obat yang
sering menyebabkan terjadi kesalahan atau kesalahan serius
(sentinelevent), obat yang beresiko tinggi menyebabakan dampak yang
tidak diinginkan (adverse outcome), obat yang menimbulkan resiko
jatuh.
d) Pengurangan risiko infeksi terkait pelayanan kesehatan
Pencegahan dan pengendalian infeksi merupakan tantangan terbesar
dalan tatanan pelayanan kesehatan.Infeksi bisa dijumpai dalam semua
bentuk pelayanan kesehatan termasuk infeksi saluran kemih, infeksi
pada aliran darah, pneumoni yang sering berhubungan dengan
ventilasi mekanis. Pokok eliminasi infeksi maupun infeksi – infeksi lain
adalah cuci tangan (hand hygiene)
e) Pengurangan risiko pasien jatuh
Pengurangan pengalaman pasien yang tidak direncanakan untuk
terjatuhnya jatuh, suatu kejadian yang tidak disengaja pada seseorang
pada saat istirahat yang dapat dilihat atau dirasakan atau kejadian
jatuh yang tidak dapat dilihat karena suatu kondisi adanya penyakit
seperti stoke, pingsan dan lainnya.

Beberapa istilah penting dalam keselamatan pasien:


a) Insiden Keselamatan Pasien (IKP)/Patien Safety Inside
Setiap kejadian atau situasi yang dapat mengakibatkan atau berpotensi
mengakibatkan cidera yang tidak seharusnya terjadi.
b) Kejadian Tidak Diharapkan (KTD)/Adverse Event
Suatu kejadian yang tidak diharapkan yang mengakibatkan cidera pada
pasien akibat melaksanakan suatu tindakan (commission) atau tidak
mengambil tindakan yang seharusnya diambil (omission), dan bukan
karena penyakit dasarnya atau kondisi pasien
c) Kejadian Nyaris Cidera (KNC)/Near miss
Suatu kejadian akibat melaksanakan suatu tindakan (commission) atau
tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil (omission), yang
dapat mencederaipasien, tetapi cidera serius tidak terjadi karen faktor
“ keberuntungan “
d) Kejadian Tidak Cidera (KTC)/ No Harm Incident
Suatu kejadian atau insiden yang sudah terpapar ke pasien, tetapi tidak
timbul cidera.
e) Kondisi Potensial Cidera (KPC)
Kondisi potensial cidera adalah kondisi yang sangat berpotensi untuk
menimbulkan cidera, tetapi belum terjadi inciden.
f) Kejadian Sentinel
Kejadian sentinel adalah suatu KTD yang mengakibatkan kematian
atau cidera yang serius
13

4) Tata laksana Keselamatan Kerja


a) Asesmen Pra Operasi
(1) Assesmen Pra Bedah
Untuk meningkatkan keselamatan pasien operasi perlu
dilakukan assesmen pra bedah (barbasis IAR) tujuannya untuk
menentukan jenis tindakan bedah yang tepat serta mencatat
temuan penting lainnya. Asuhan setiap pasien bedah direncanakan
berdasarkan atas hasil asesmen dan dicatat dalam rekam medis
pasien. Karena prosedur bedah mengandung risiko tinggi maka
pelaksanaannya harus direncanakan dengan seksama.

Sebelum melakukan tindakan, dokter bedah wajib melakukan


assesmen pra bedah 1 x 24 jam, Asessmen pra bedah meliputi :
(a) Tindakan bedah yang sesuai dan waktu pelaksanaannya.
Melakukan tindakan dengan aman;
(b) Menyimpulkan temuan selama monitoring;
(c) Dokter bedah menentukan teknik operasi tergantung pada
hasil asesmen ketika pasien masuk, riwayat pasien, status
fisik, data diagnostik, serta manfaat dan risiko tindakan yang
dipilih;
(d) Dokter bedah melakukan evaluasi pra bedah untuk
menentukan kemungkinan pemeriksaan tambahan dan
konsultasi dengan dokter lain.
(e) Dokter bedah memberikan informasi kepada pasien/keluarga ,
mengenai resiko dari rencana tindakan operasi, manfaat dari
rencana tindakan operasi, kemungkinan komplikasi dan
dampak, pilihan opereasi/ non operasi (alternatif) yang
tersedia untuk menangani pasien, sebagai tambahan jika
dibutuhkan darah atau produk darah, sedangkan resiko dan
alternatifnya didiskusikan;
(f) Pendokumentasian dicatat direkam medis (mencakup
diagnosis pra dan rencana tindakan operasi dan form
tindakan kedokteran).

(2) Assesmen Pra Anestesi


Untuk meningkatkan keselamatan pasien operasi sebelum
melakukan tindakan anastesi dokter anastesi wajib melakukan
assesmen pra anastesi yang dilakukan sebelum masuk rawat inap
atau sebelum dilaukan tindakan bedah atau sesaat menjelang
operasi. Assesmen pra anestesi adalah dasar perencanaan untuk
mengetahui temuan apa pada monitor selama anestesi dan setelah
anestesi, dan juga untuk menentukan obat analgesi apa untuk
paska operasi.
14

Assesmen pra anestesi dilakukan oleh Profesional Pemberi


Asuhan (PPA) yang kompeten dan berwenang pada pelayanan
anestesi. Hasil asesmen didokumentasikan dalam rekam medis
pasien.
Asesmen pra-anestesi berbasis IAR (Informasi, Analisis,
Rencana) harus memberikan informasi yang diperlukan untuk :
(a) Mengetatui masalah saluran pernafasan
(b) Memilih anastesi dan rencana asuhan anastesi
(c) Memberikan anastesi yang aman berdasar atas asesmen
pasien, resiko yang ditemukan, dan jenis tindakan
(d) Menafsirkan temuan pada waktu monitoring selama
anastesi dan pemulihan
(e) Memberikan informasi obat analgesia yang akan digunakan
pasca operasi

11. Keselamatan kerja


a. Pengertian
1) Upaya kesehatan kerja merupakan upaya penyerasian antara kapasitas
kerja, beban kerja dan lingkungan kerja agar setiap pekerja dapat bekerja
secara sehat tanpa membahayakan dirinya sendiri maupun masyarakat
sekelilingnya, agar diperoleh produktifitas kerja yang optimal (UU
Kesehatan 1992 pasal 23)
2) Kecelakaan kerja dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu kecelakaan yang terjadi
di tempat kerja dan kecelakaan kerja yang terjadi dalam perjalanan menuju
tempat kerja atau kembali dari tempat kerja atau diluar tempat kerja yang
masih berhubungan dengan pekerjaan
3) Penyakit akibat kerja adalah setiap penyakit yang disebabkan oleh
pekerjaan (Kemenakertrans No.609 Tahun 2012).
4) Penyakit yang timbul akibat hubungan kerja adalah penyakit yang
disebabkan oleh pekerjaan atau lingkungan kerja (Kepras Nomor : 22
tahun 1993 tentang penyakit yang timbul akibat hubungan kerja)
5) Tempat berisiko adalah tempat kerja di Rumah Sakit Umum Fsatabiq Sehat
PKU Muhammadiyah karena jenis maupun proses kegiatan di tempat
tersebut dapat menyebabkan lingkungan kerjanya menimbulkan risiko
terjadi kecelakaan kerja, penyakit akibat kerja dan atau gangguan
kesehatan lainnya bagi pekerja yang ada di dalam tempat kerja tersebut
6) Tempat berisiko dibedakan menjadi beberapa kelompok disesuaikan
dengan jenis risiko yang dapat menyebabkan kecelakaan maupun penyakit.
Di dalam denah masing-masing kelompok diberi tanda dengan warna yang
berbeda
7) Alat pelindung diri adalah alat yang dipakai untuk melindungi pekerja dari
bahaya yang ditimbulkan oleh pekerjaan yang dilakukan. Hal ini dijelaskan
dalam UU No.1 Tahun 1970 tentang keselamatan kerja
15

8) Alat pelindung diri digunakan oleh semua petugas yang akan mengerjakan
pekerjaan berisiko sebagai pencegahan terhadap kecelakaan, kesakitan,
cidera akibat kerja atau menekan seminimal mungkin akibat kecelakaan
kerja
9) Keselamatan dan kesehatan kerja atau K3 merupakan bagian integral dari
perlindungan terhadap pekerja, dalam hal ini Pelayanan Bedah, dan
perlindungan terhadap rumah sakit. Pegawai adalah bagian integral dari
rumah sakit. Jaminan kesehatan dan keselamatan kerja akan
meningkatkan produktivitas pegawai dan meningkatkan produktivitas
rumah sakit. Undang-Undang Nomor 1 tahun 1970 tentang Keselamatan
kerja dimaksudkan untuk menjamin :
a) Agar pegawai dan setiap orang yang akan berada di tempat kerja
selalu berada dalam keadaan sehat dan selamat.
b) Agar faktor-faktor produksi dapat dipakai dan digunakan secara efisien
c) Agar proses produksi dapat berjalan secara lancar tanpa hambatan

b. Tujuan
1) Terciptanya budaya keselamatan kerja di Rumkitban 04.08.05/Blora;
2) Mencegah dan mengurangi kecelakaan kerja;
3) Memperoleh keserasian antara tenaga kerja, alat kerja, lingkungan, cara
dan proses kerjanya;
4) Menyelesaikan dan menyempurnakan pengamanan pada pekerjaan
yang bahaya kecelakaan tinggi.

c. Sasaran Keselamatan Kerja


Sasaran Keselamatan Pasien di Instalasi Bedah Sentral di Rumkitban
04.08.05/Blora :
1) Ketepatan Identifikasi Pasien
Ketepatan identifikasi pasien adalah ketepatan penentuan identitas pasien
sejak awal pasien masuk sampai dengan pasien keluar terhadap semua
pelayanan yang diterima oleh pasien;
2) Peningkatan Komunikasi yang Efektif
Komunikasi yang efektif adalah komunikasi lisan antar professional emberi
asuhan dengan menggunakan prosedur “ SBAR “ : situation, background,
assessment, recommendation. Cara penulisan hasil pelaporan
menggunakan metode SOAP : subyektif, obyektif, asesmen, planning;
3) Peningkatan Keamanan Obat yang perlu di Waspadai (high-alert) Obat-
obatan yang perlu diwaspadai (high-alert medication) adalah obat yang
sering menyebabkan terjadi kesalahan atau kesalahan serius
(sentinelevent), obat yang beresiko tinggi menyebabakan dampak yang
tidak diinginkan (adverse outcome), obat yang menimbulkan resiko jatuh;
16

4) Pengurangan risiko infeksi terkait pelayanan kesehatan


Pencegahan dan pengendalian infeksi merupakan tantangan terbesar dalan
tatanan pelayanan kesehatan.Infeksi bisa dijumpai dalam semua bentuk
pelayanan kesehatan termasuk infeksi saluran kemih, infeksi pada aliran
darah, pneumoni yang sering berhubungan dengan ventilasi mekanis.
Pokok eliminasi infeksi maupun infeksi – infeksi lain adalah cuci tangan
(hand hygiene);
5) Pengurangan risiko pasien jatuh
Pengurangan pengalaman pasien yang tidak direncanakan untuk
terjatuhnya jatuh, suatu kejadian yang tidak disengaja pada seseorang
pada saat istirahat yang dapat dilihat atau dirasakan atau kejadian jatuh
yang tidak dapat dilihat karena suatu kondisi adanya penyakit seperti stoke,
pingsan dan lainnya.

d. Tata laksana Keselamatan Kerja


1) Faktor-Faktor yang menimbulkan kecelakaan dan penyakit akibat kerja
dapat digolongkan menjadi tiga kelompok yaitu:
a) Kondisi dan lingkungan kerja
b) Kesadaran dan kualitas pekerja, dan
c) Peranan dan kualitas manajemen

2) Dalam kaitannya dengan kondisi dan lingkungan kerja, kecelakaan dan


penyakit akibat kerja dapat terjadi bila :
a) Peralatan tidak memenuhi standar kualitas atau bila sudah aus;
b) Alat-alat produksi tidak disusun secara teratur menurut tahapan proses
produksi;
c) Ruang kerja terlalu sempit, ventilasi udara kurang memadai, ruangan
terlalu panas atau terlalu dingin;
d) Tidak tersedia alat-alat pengaman;
e) Kurang memperhatikan persyaratan penanggulangan bahaya
kebakaran dan lain-lain.

3) Perlindungan keselamatan kerja dan kesehatan petugas kesehatan, adalah


sebagai berikut :
a) Petugas kesehatan yang merawat pasien menular harus mendapatkan
pelatihan mengenai cara penularan dan penyebaran penyakit, tindakan
pencegahan dan pengendalian infeksi yang sesuai dengan protokol jika
terpajan;
b) Petugas yang tidak terlibat langsung dengan pasien harus diberikan
penjelasan umum mengenai penyakit tersebut;
c) Petugas kesehatan yang kontak dengan pasien penyakit menular
melalui udara harus menjaga fungsi saluran pernafasan (tidak merokok,
tidak minum dingin) dengan baik dan menjaga kebersihan tangan.

12. Pengendalian mutu


17

Instalasi Bedah Sentral dalam memberikan pelayanan pembedahan pada


pasien di rumah sakit tidak dapat terlepas dari penilaian mutu pelayanan,dimana
mutu pelayanan di IBS meliputi input (seperti tenaga, dana, obat, fasilitas, peralatan,
bahan, tekhnologi, organisasi dan informasi), proses : pelaksanaan kegiatan
pembedahan yang dilakukan dan out put : penilaian pasien/keluarga pasien
sekaligus pengguna kamar operasi terhadap pelayanan yang diberikan.
Indikator mutu pelayanan di IBS adalah cara menilai penampilan dan
kegiatan dengan menggunakan instrumen, dimana indikator mutu pelayanan bedah
antara lain angka infeksi luka operasi, angka komplikasi pasca pembedahan dan
anesthesi death rate(kematian pasien karena pengaruh anesthesi).
Untuk dapat menilai indikator mutu pelayanan di IBS perlu adanya program
peningkatan mutu pelayanan yang direncanakan sampai dengan evaluasi secara
kontinu.

a. Tujuan
1) Peningkatan mutu pelayanan di IBS secara paripurna dan
berkesinambungan.
2) Tersusunnya sistem monitoring pelayanan rumah sakit melalui indikator
mutu pelayanan IBS

b. Rincian Kegiatan
1) Melakukan evaluasi dan melaporkan prestasi kerja staf dengan melibatkan
staf dalam penilaian kerjanya serta memberikan duplikat penilaian
kepadanya.
2) Menyelidiki dan melaporkan utilisasi kamar operasi;
Menyelidiki dan melaporkan keluhan dan kekurangan dalam pelayanan dan
memperbaikinya;
3) Menyelidiki dan melaporkan kecelakaan yang terjadi di kamar operasi dan
memperbaiki agar tidak terulang lagi;
4) Menyiapkan dokumen pencatatan kegiatan pelayanan untuk
mengidentifikasi dan memprediksi kebutuhan di masa mendatang untuk
membantu perencanaan jangka panjang rumah sakit;
5) Memastikan instrumen dan metode evaluasi di telaah secara
teraturdandiperbaiki.
6) Melaksanakan evaluasi pelayanan di kamar operasi melalui macam-macam
audit;
7) Melakukan survailens infeksi nosokomial secara periodik dan
berkesinambungan.

c. Pencatatan, Pelaporan dan Evaluasi Kegiatan


18

1) Setiap bulan IBS melakukan evaluasin pelaksanaan kegiatan mutu di


IBS,mencatat dan melaporkan kepada Direktur rumah sakit sertatim Mutu.
2) Tim peningkatan Mutu rumah sakit menganalisa dan membuat laporan
kepada Direktur.
3) Evaluasi program peningkatan mutu dilaksanakan setiap 1 tahun untuk
melihat pencapaian sasaran dan perencanaan ke depan.

d. Indikator Mutu
1) Angka kepatuhan pelaksanaan site marking

Judul indicator Kepatuhan pelaksanaan site marking


Definisi operasional Kepatuhan pelaksanaan site marking
adalah
kepatuhan terhadap penandaan
lokasi
operasi (tepat lokasi, tepat prosedur,
tepat
tindakan)
Tujuan peningkatan mutu 1. Tergambarnya kepedulian dan
ketelitian Instalasi Bedah Sentral
terhadap keselamatan pasien
2. Meminimalkan resiko operasi dilokasi
yang salah
3. Menginformasikan dan memandu
DPJP bedah untuk menggunakan
metode penandaan dengan menandai
kulit dan lokasi yang akan dioperasi.
Dimensi mutu Keselamatan dan efisiensi

Dasar pemikiran/ Alasan Nilai kepatuhan pelaksanaan site marking


pemikiran indicator menggambarkan ketelitian
keselamatan pasien serta meminimalkan
resiko operasi salah sisi.
Numerator (N) Jumlah tindakan yang membutuhkan site
marking dan dilaksanakan
Denominator (D) Jumlah tindakan operasi yang
membutuhkan
site marking
Formula pengukuran N/D x 100
Metodologi Pengumpulan Data Survey
1. Petugas IBS mendata pasien yang
membutuhkan site
2. Hasil pengukuran dicatat dalam
formulir penandaan pelaksanaan site
marking
3. Menghitung jumlah pelaksanaan site
19

marking
Cakupan data Total sample
Frekuensi pengumpulan data dan 1 Bulan
pelaporan
Frekuensi analisis data 1 Bulan
Nilai ambang / Standar 100%
Metode analisis data 1. Membandingkan jumlah
ketidakpatuhan pelaksanaan site
marking dengan jumlah tindakan
operasi yang membutuhkan site
marking
2. Analisis dilakukan dalam waktu 1bulan
dengan metode PDSA (plan, do,
Study, Action)
3. Menggali factor penyebab munculnya
ketidakpatuhan
4. Membuat Usulan perbaikan bersama
unit/tim/komite terkait
Sumber data Surgical Safety Checklist
Penanggung jawab Kepala Instalasi Bedah Sentral

Publikasi data 1. Membuat laporan angka kepatuhan


pelaksanaan site marking kepada
PMKP
2. Presentasi rapat evaluasi mutu
pelayanan
3. Hasil yang teruji validitasnya dapat
dipublikasikan melalui media
komunikasi rumah sakit.

2) Angka kepatuhan pengisian inform consent tindakan operasi

Judul indicator Angka kepatuhan pengisian inform


consent
Definisi operasional Pengisian inform consent operasi
merupakan suatu tindakan persutujuan
yang dilakukan pasien/keluarga sebelum
dilakukan tindakan operasi (indikasi,
kontraindikasi dan komplikasi)
Tujuan peningkatan mutu 1. Tergambarnya kepedulian dsn
ketelitian Instalasi bedah sentral
terhadap keselamatan Pasien
2. Meningkatkan pemahaman/
20

pengetahuan pasien/keluarga pasien


terhadap tindakan yang akan
dilakukan
Dimensi mutu Keselamatan dan efisiensi
Dasar pemikiran / alas an Nilai kepatuhan pengisian inform consent
pemilihan indicator operasi mengggambrkan ketelitian
terhadap keselamatan pasien serta
meningkatkan pemahaman terhadap
pasien/keluarga terhadap tindakan yang
akan dilakukan
Numerator (N) Jumlah pengisian inform consent
tindakan operasi yang dilakukan
Denumerator (D) Jumlah tindakan operasi yang disurvey

Formula pengukuran N/D x 100%


Metodologi pengumpulan data 1. Petugas IBS bagian serah terima
pasien melakukan pengecekan inform
consent tindakanmoperasi dari rawat
inap, IGD, poli, dan IKB
2. Hasil pengamatan dicatat dalam
formulir persetujuan tindakan operasi
3. Menghitung jumlah ketidakpatuhan
pengisian Inform consent tindakan
operasi
Cakupan data Total sample
Frekuansi pengumpulan data dan 1 bulan
pelaporan
Frekuansi anaslisis data 1 bulan

Nilai ambang / Standar 100%


Metode analisis data 1. Membandingkan jumlah ketidak-
patuhan pelaksanaan pengisian
persetujuan operasi dengan jumlah
tindakan operasi
2. Analisis dilakukan dalam waktu 1
bulan dengan metode PDSA(Plan, Do,
Study, Action)
3. Menggali factor penyebab munculnya
Ketidakpatuhan
4. Membuat usulan perbaikan bersama
unit/tim/komite terkait
Sumber data Surgical Safety Checklist
21

Penanggung jawab Kepala instalasi bedah sentral


Publikasi data 1. Membuat laporan angka kepatuhan
pengisian tindakan operasi kepada
PMKP
2. Presentasi rapat evaluasi mutu
pelayanan
3. Hasil yang teruji validitasnya dapat
dipublikasikan melalui media
komunikasi rumah sakit

3) Angka kepatuhan pengisian surgical safety chekhlist

Judul Indikator Angka kepatuhan pengisian surgical


safety checklist
Definisi operasional Pengisian surgical safety checklist adalah
pengisian data dikamar operasi yang
terdiri dari tiga tahap yaitu sign in, time
out, sign out.
Tujuan peningkatan mutu 1. Memfasilitasi komunikasi yang efektif
dan prosedur anestesi dan bedah
2. Meningkatkan kualitas pelayanan
keperawatan dan peningkatan
keselamatan pasien dikamar bedah
baik sebelum operasi, selama operasi,
dan sesudah operasi.
Dimensi mutu Keselamatan dan efisiensi
Dasar pemikiran / alas an Kepatuhan pengisian surgical safety
pemilihan indicator checklist menunjang tingkat keselamatan
pasien di kamar bedah baik itu sebelum
operasi, selama operasi, dan sesudah
operasi
Numerator (N) Jumlah pengisian surgical safety checklist
yang dilakukan

Denumerator (D) Jumlah tindakan operasi yang disurvey

Formula pengukuran N/D x 100%


Metodologi Pengumpulan Data 1. Petugas IBS bagian serah terima
pasien melakukan pengecekan
pengisian suegical safety checklist
2. Hasil pengamatan dicatat dalam buku
register
3. Menghitung jumlah ketidakpatuhan
pengisian surgical safety checklist
operasi
22

Cakupan data Total sample


Frekuensi pengumpulan data dan 1 Bulan
pelaporan
Frekuensi analisis data 1 Bulan

Nilai ambang / Standar 100%


Metode analisi data 1. Membandingkan jumlah ketidak-
patuhan pelaksanaan pengisian
surgical safety checklist dengan
jumlah tindakan operasi yang di
survey
2. Analisis dilakukan dalam waktu 1
bulan dengan metode PDSA(Plan, Do,
Study, Action)
3. Menggali factor penyebab munculnya
ke-tidakpatuhan
4. Membuat usulan perbaikan bersama
unit/ tim/ komite terkait
Sumber data Surgical Safety Checklist

Penanggung jawab Kepala Instalasi Bedah Sentral


Publikasi data 1. Membuat laporan angka kepatuhan
pengisian surgical safety checklist
kepada PMKP
2. Presentasi rapat evaluasi mutu
pelayanan
3. Hasil yang teruji validitasnya dapat
dipublikasikan melalui media
komunikasi
rumah sakit
23

BAB IV
DOKUMENTASI

1. Asesmen awal bedah


2. Form site marking
3. Form Surgical Safety Check List
4. Form laporan Operasi

Anda mungkin juga menyukai