1. Selama perusahaannya belum dinyatakan bangkrut/pailit oleh Pengadilan, maka saham SRIL
masih bisa kembali diperdagangkan di BEI. Dulu juga pernah saham AISA disuspen selama lebih
dari 2 tahun, tapi akhirnya sahamnya kembali open karena perusahaannya tidak jadi bangkrut,
setelah ada investor baru masuk, waktu itu sudah dibahas
disini: https://www.teguhhidayat.com/2020/09/prospek-tiga-pilar-sejahtera-food-aisa.html.
Skenario terburuk bagi SRIL adalah tentu saja perusahaannya pailit, tapi saya melihat bahwa
kecil kemungkinan pailit itu terjadi, karena SRIL ini bisa dibilang too big to fail. Jadi tunggu saja,
sambil terus ikuti perkembangan kasus PKPU-nya.
2. Saham seperti itu tentunya akan turun lagi ketika nanti beritanya meredup/dilupakan orang,
dan seringkali dengan penurunan yang tidak kalah cepatnya. ANTM pernah saya bahas
disini: https://www.teguhhidayat.com/2021/01/aneka-tambang-antm.html.
CENT tidak pernah lolos screening kami karena fundamentalnya buruk, tapi memang ceritanya
bisa berbeda dengan masuknya Edge Point Pte Ltd (EP) asal Singapura sebagai owner baru
perusahaan. Cuma yang jadi perhatian saya, EP bersama satu lagi pemegang saham lainnya
memegang lebih dari 90% saham CENT, dan sekarang mereka melakukan tender offer.
Biasanya sih kalau gitu maka CENT ini bakal go private alias delisting (meskipun di keterbukaan
informasinya disebutkan bahwa pada saat keterbukaan informasinya dirilis, tidak ada rencana
untuk delisting tersebut), dan dengan demikian maka sahamnya tidak bisa kita beli kecuali
dengan tujuan dijual kembali melalui mekanisme tender offer-nya. Tapi harga tendernya juga
cuma di Rp269 per saham, sedikit lebih rendah dibanding harga CENT saat ini (278), jadi ya dia
tidak menarik, bahkan kalaupun perusahaannya sukses turnaround (karena nantinya CENT ini
bukan perusahaan Tbk lagi).
1. Dalam 10 tahun terakhir ini, ada banyak kasus saham yang dianggap 'layak di-hold
selamanya' tapi ternyata saham tersebut justru drop, contoh paling jelas UNVR dan HMSP, dan
saham ASII juga gak kemana-mana sejak tahun 2012. Ini menunjukkan bahwa kita sebagai
investor harus fleksibel, dimana jika saham yang kita pegang tidak lagi layak invest, misalnya
karena kinerjanya turun seperti halnya UNVR/HMSP, maka sahamnya harus dijual sebelum
terlambat, tak peduli meski saham itu tadinya direncanakan untuk di-hold selamanya. Tapi jika
ibu ingin tetap hold forever seperti itu untuk saham-saham tertentu, maka boleh dipisahkan
rekeningnya, dan di rekening khusus long term ini pegang sebanyak 20% saja dari total nilai
porto, yang disebar ke tiga saham berbeda. Tidak perlu lebih dari itu, tapi juga jangan hanya
beli satu atau dua saham.
2. Sebaiknya dana yang masih ada dibelikan saham lain yang masih murah. Pasar tidak akan
selamanya bullish, dan actually baru saja beberapa bulan lalu saham-saham yang ibu sebutkan
harganya sedang di bawah semua. Karena ibu ketika itu tidak membeli/menambah posisi di
TLKM dkk, maka ibu sekarang punya dua opsi: Tunggu pasar bearish lagi, atau seperti tadi yang
saya katakan, dananya dibelikan saham lain yang masih murah. Kenyataannya, tidak semua
saham yang saya bahas di EIP harganya sudah naik, melainkan banyak juga yang masih
dibawah.
3. Saya tidak tertarik dengan saham dari perusahaan yang merugi, atau yang valuasinya tidak
masuk akal mahalnya, entah itu di bidang teknologi atau bukan. Untuk RUNS, kinerjanya di
tahun 2019 - 2020 sekilas cukup baik, tapi skala usahanya masih kelewat kecil (ekuitas Rp84
milyar, laba Rp7 milyar), dan perusahaannya belum punya cukup track record (baru berdiri
tahun 2014), sedangkan disisi lain market capnya pada harga 472 sudah mencapai
Rp464 milyar. Jadi dia mahal sekali, dan memang saham yang baru IPO biasanya dikerek naik
seperti ini selama beberapa bulan hingga 1 - 2 tahun, lalu baru setelah itu dia akan turun lagi ke
valuasi wajarnya, atau murah. Contohnya lihat itu PPGL. Jadi untuk RUNS ini tunggu saja
sampai dia turun ke 100 - 150, karena disitulah murahnya. Dan jika RUNS tidak pernah turun
kesitu, maka cari saham lain.
WIKA murahnya di 900 - 1,000, waktu itu saya rekomen sahamnya di EIP Q1 2021, dan kemarin
memang sahamnya sempat turun sampai situ. Sedangkan harga sekarang yakni 1,300-an, itu
adalah perkiraan harga wajarnya, dan harga mendekati atau diatas 1,700 termasuk overvalue.
Yang bisa saya katakan adalah ketiga saham yang bapak pegang, semuanya memiliki valuasi
yang sudah mahal, sehingga dari sudut pandang value investing tidak layak buy. Ini bukan
berarti sahamnya tidak bisa naik, tapi biasanya sahamnya hanya akan naik jika ada bandar
tertentu yang mengerek sahamnya ke atas, jadi bukan murni karena mekanisme pasar.
1. Faktor terpenting yang menyebabkan penurunan kinerja emiten rokok hanya satu saja, yakni
penurunan daya beli masyarakat akibat resesi pandemi, plus kenaikan tarif cukai yang totalnya
mencapai 30% dalam kurun waktu 2019 - 2020. Karena sampai hari ini pandeminya masih
terjadi, maka saya pikir kinerja HMSP dan GGRM juga masih akan perlu waktu untuk kembali
pulih, mungkin tahun depan.
2. Pembangunan bandara itu cuma CSR, tidak ada hubungannya dengan kegiatan operasional
GGRM. Nilai investasinya juga hanya Rp2 trilyun (capex yang bapak sebutkan itu belum
dikeluarkan, dan kalaupun dikeluarkan maka tidak sekaligus melainkan dalam beberapa tahun
kedepan), jadi itu tidak menguntungkan tapi juga tidak merugikan GGRM. Yang berpengaruh
terhadap kinerja GGRM adalah yang sudah dijelaskan di poin no.1 diatas.
3. Hold saja, saya pikir tahun depan juga GGRM bisa naik lagi ke 40,000-an, dengan asumsi
ketika itu 50% penduduk Indonesia sudah full divaksin, dan pandeminya sudah berakhir
sehingga tidak ada lagi PPKM atau semacamnya.
Secara cepatnya BRPT ini mahal, TCID perusahaannya sering rugi, dan kinerja DILD juga sudah
lama jelek (labanya sangat kecil) meski gak sampai rugi. Tapi disisi lain dengan PBV hanya 0.4
kali pada harga 200, maka DILD ini berpotensi multibagger jika kinerjanya sukses turnaround.
Sehingga meski saya tidak tahu kapan DILD ini akan turnaround/kinerjanya berbalik menjadi
bagus (atau malah kinerjanya tetap gitu-gitu saja sampai beberapa tahun kedepan), tapi
sahamnya boleh dihold. Sedangkan dua lainnya jual saja.
Tidak bisa begitu pak, karena dengan hanya membeli 1 - 2 saham saja maka itu melanggar
prinsip diversifikasi dan money management. Coba baca ini:
https://www.teguhhidayat.com/2021/04/tips-money-management-untuk-merapihkan.html.
1.Saya investor syariah pak yg baru jd member ebook bapak, sehingga bisa dibilang
ketinggalan masuk di harga yg bapk rekomndsikn dr ebook, dari dana skitr 13% yg ada saham
apa ya pak yg bisa sy avg up/dwn, atau baiknya menunggu sj karna pasar terlihat euforia ?
2.Dengan tanda-tanda membaiknya perekonomian indo, apkh benar jika siklusnya selalu
diakhiri dgn naiknya sektor properti,
dan apkh bpk melihat ada peluang di emiten properti tertentu untuk investasi?
3.Adakah kemungkinan IHSG turun di bulan novmber 2021 (history) dan beberapa isu yg ada
(tapering dan krisis energi) jika iya, bagaimana mngantisipasinya pak?
1. Jika cash tinggal 13%, maka sebaiknya hold saja cash tersebut, karena sekarang ini betul
sudah terlambat jika kita baru mau belanja. Saya sendiri selama ini memang biasanya menjaga
cash di 15% porto. Boleh baca ini: https://www.teguhhidayat.com/2021/04/tips-money-
management-untuk-merapihkan.html
2. Ekonomi Indonesia belum membaik. IHSG naik itu bukan pertanda bahwa ekonomi
membaik, melainkan kita harus melihatnya dari data makro seperti pertumbuhan ekonomi,
inflasi, dan tingkat pengangguran. Coba baca ini:
https://www.teguhhidayat.com/2021/08/ekonomi-indonesia-melesat-707-pertanda.html.
Untuk saat ini saya belum melihat ada peluang di sektor properti, karena kinerja emiten di
sektor ini rata-rata masih buruk.
3. Iya IHSG masih bisa turun sekali lagi di tahun 2021 ini karena seperti yang disebut di atas,
ekonomi sebenarnya belum membaik. Cara mengantisipasinya cukup dengan menyiapkan
sejumlah cash, misalnya 40 - 50% dari nilai porto, dengan cara menjual beberapa saham. Cash
ini nanti bisa dibelanjakan lagi jika IHSG sudah turun ke posisi tertentu.
1. Iya diversifikasinya sudah bagus pak, meski saya akan rekomen jual sebagian INKP dan KICI,
lalu dananya dibelikan saham No.7 sebanyak 10% porto.
2. Boleh pilih saham-saham di EIP yang harganya masih belum jauh dari best price-nya (lihat di
halaman daftar isi). And btw dalam kondisi IHSG sudah naik tinggi seperti sekarang, sebaiknya
cash tersebut disimpan dulu. Nanti juga akan ada waktunya IHSG turun lagi let say ke 6,200,
dan baru cash itu bisa dibelanjakan.
3. GGRM.
Ketika sebuah saham naik dengan cepat seperti itu, memang biasanya nanti akan ada
turunnya, saya biasa menyebutnya cooling down. Tapi untuk MBSS ini, jika memang
prospeknya membaik entah itu karena adanya pergantian pemilik atau kenaikan harga
batubara, sedangkan disisi lain valuasinya sejak awal memang murah, maka sahamnya bisa
naik lagi setelah periode cooling down itu tadi, dan naiknya bisa lebih tinggi lagi jika di
kemudian hari kinerja perusahaan membaik. Jadi saran saya hold saja dulu. Jika mau tambah di
LPCK atau HMSP, sebaiknya tidak perlu buru-buru karena momentumnya juga belum ada.
Dalam skenario optimisnya, dua perusahaan ini baru akan laba lagi tahun 2022 nanti. Untuk
PTRO juga sebaiknya jangan tambah posisi lagi karena harganya saat ini sudah tidak murah lagi
(sedangkan MBSS masih murah).
1. Analisa untuk PMMP itu ditulis tanggal 5 September 2021 ketika PMMP berada di 500-an,
dimana berdasarkan LK Q2-nya maka saya rekomen untuk jual dulu agar bisa beli lagi di harga
bawah, dan memang setelah itu dia turun sampai 400-an. Sedangkan untuk saat ini, investor
sudah tidak lagi melihat LK-nya untuk periode Q2, melainkan melihatnya kedepan berdasarkan
LK Q3 atau bahkan Q4, dimana prediksinya kinerja PMMP akan kembali bagus karena
momentum libur natal dan tahun baru di Amerika Serikat sebagai pasar utama impor
udangnya. Jadi kalau bapak sudah pegang sahamnya sejak awal maka hold saja. LK Q3 PMMP
akan keluar paling lambat akhir November.
2. Pada Q3 ini, yang periode laporan keuangannya berakhir September kemarin, kemungkinan
kinerja PMMP akan kurang lebih masih sama dengan Q2, alias tidak terlalu bagus. Tapi laba
IPCC adalah anak usaha BUMN Pelindo II, yang bergerak di bidang jasa bongkar muat
pelabuhan. IPCC sempat ramai dibicarakan di media sosial karena dikait-kaitkan dengan merger
antara Pelindo I, II, III, dan IV menjadi satu perusahaan saja dengan nama Indonesia Port
Corporations atau IPC. Namun karena yang merger adalah perusahaan induknya, jadi bukan
IPCC itu sendiri (dan IPCC ini bukan IPC, meskipun namanya mirip), maka tidak ada dampak
apapun terhadap prospek IPCC kedepannya. Secara kinerja, hingga Q3 2021 perusahaan
membukukan laba Rp17 milyar, yang mencerminkan ROE yang kecil, hanya 2.2%. Jadi
fundamental IPCC ini tidak bagus, dan sahamnya kemungkinan hanya akan disitu-situ saja.
Kita dalam hal ini senasib. Saya waktu itu beli MAIN sebanyak 20% porto di 900, itu sebelum
adanya gelombang kedua Covid yang memaksa Pemerintah menerapkan PPKM darurat, dan
sayangnya sektor unggas menjadi salah satu yang paling terpukul, dimana penutupan rumah
makan dll otomatis membuat anjlok permintaan daging ayam dan telur. Malah sampai hari ini
saya perhatikan harga telur masih Rp17,000 per kg, padahal sudah tidak ada PPKM lagi. Tapi
saya sendiri waktu itu (Agustus) sudah cut loss di MAIN ini di 745, dan dananya dialihkan ke
saham-saham lain, yang untungnya kemudian naik. Jadi loss dari MAIN ini sudah balik modal.
Jika posisinya masih pegang, dan bisa komitmen hold sampai Mei 2022 (itu waktu rilis LK Q1
2022), maka boleh hold saja, karena biar bagaimanapun PPKM sudah selesai, dan harapannya
tidak akan ada gelombang ketiga. Jadi kalau misalnya kinerja MAIN di Q1 2022 itu sukses naik
lagi, maka sahamnya biasanya akan sudah naik sejak sebelum LK-nya dirilis, tergantung
perkembangan harga ayam dan telur itu sendiri di pasar (yang meski sampai hari ini masih
sangat rendah, tapi saya pikir dalam 6 bulan kedepan gak mungkin akan rendah terus,
melainkan pasti akan naik lagi).
1. Berdasarkan historisnya, harga ITMG yang sekarang sudah di 22,000-an, itu sudah
merupakan level tertingginya dalam lima tahun terakhir. Sedangkan PTBA, tahun 2017 - 2018
lalu sempat di 4,000, jadi harganya saat ini masih rendah. Untuk MBAP, dia tidak likuid dan
sahamnya juga tidak sepopuler PTBA atau ITMG, tapi fundamentalnya justru lebih bagus
dibanding dua perusahaan batubara tersebut.
2. Kinerja TSPC ini, meski tidak jelek, demikian pula perusahaannya bereputasi bagus dan
sehat, tapi profitabilitasnya juga jauh dibawah katakanlah KLBF. Dan yang paling berpengaruh
adalah mungkin sahamnya yang kelewat tidak likuid, jauh jika dibandingkan INAF atau KAEF
(meskipun dua itu fundamentalnya buruk), sehingga trader kurang suka, dan saya perhatikan
analis sekuritas juga jarang yang cover TSPC ini, karena dengan likuiditas yang seret gitu maka
sahamnya gak akan kasih cuan trading fee ke sekuritas. Saya pikir itu saja yang membuat
sahamnya jadi nggak kemana-mana.
1. Iya itu kriterianya sudah benar, saya juga pakai kriteria yang sama. Jangan lupa untuk juga
mengecek kinerja historis dari saham yang lolos screening, jadi nggak hanya melihat laporan
keuangan terbarunya saja.
2. Analisanya untuk WIIM juga sudah benar. Saya mungkin akan memasukkan WIIM ke EIP
kalau sahamnya sekarang di 300-an, tapi harga sekarang terbilang tanggung. Dengan
mempertimbangkan nama besar, kemapanan perusahaan, dan likuiditas sahamnya, maka pada
harga mereka masing-masing, saat ini GGRM lebih menarik.
3. Ikhtisar kebijakan akuntansi itu baru perlu dibaca jika ada perubahan kebijakan akuntansi itu
sendiri, sehingga kita bisa memahami dimana letak perubahannya dan bagaimana dampaknya
terhadap neraca dan juga laporan laba rugi di laporan keuangan itu sendiri. Contoh, sejak
Januari 2020 lalu berlaku PSAK 71, 72, dan 73, dimana untuk PSAK 71, intinya adalah
perusahaan harus mencadangkan kerugian untuk aset-aset piutang (atau kredit, kalau di
perbankan), yakni jika piutang tersebut berisiko untuk tidak dapat ditagih kembali. Imbasnya,
laba perbankan dan perusahaan-perusahaan dengan piutang yang besar turun signifikan
karena muncul beban pencadangan itu tadi, tapi disisi lain itu jadi bagus bagi investor karena
kita kemudian bisa menilai valuasi dari perusahaan yang bersangkutan secara lebih konservatif,
berdasarkan laba yang lebih kecil tersebut.
And btw PSAK itu ada banyak, makanya catatan kaki No.2 itu panjang sekali di semua laporan
keuangan. Jadi jika background kita bukan akuntansi, maka tidak perlu terburu-buru membaca
semua PSAK tersebut dalam satu waktu, melainkan pelan-pelan saja. Setelah 2 - 3 tahun, nanti
juga hafal dengan sendirinya.
10 | T e g u h H i d a y a t . c o m Instagram: @tghidayat
PALM sebenarnya bergerak di bidang perkebunan kelapa sawit, tapi perusahaan lebih banyak
bergerak di bidang trading & investasi entah itu dengan membeli kebun sawit lalu dijual lagi
pada harga tinggi, atau membeli saham perusahaan Tbk, lalu mencatat keuntungan dari situ
ketika sahamnya kemudian naik. Pada Q2 kemarin, perusahaan membukukan laba besar
karena membeli saham MDKA, yang merupakan perusahaan afiliasi (sama-sama dimiliki Grup
Saratoga), dan saham MDKA itu kemudian naik tinggi. However, karena PALM belum kembali
menjual saham MDKA, maka keuntungannya belum direalisasikan, alias tidak riil. Saya tidak
suka perusahaan seperti ini karena faktor 'labanya yang tidak riil' itu tadi.
JPFA adalah perusahaan unggas terbesar kedua di Indonesia (setelah CPIN), dengan kinerja
yang juga bagus, dimana pada Q3 ini ROE-nya mencapai 17%, dan itu luar biasa mengingat
sektor unggas sangat terpukul karena PPKM darurat di sepanjang Juli - September kemarin.
Sayangnya harga 1,700-an, yang mencerminkan PER 10.1 kali, adalah sudah di kisaran
perkiraan harga wajarnya. JPFA dulu saya pernah rekomen waktu sahamnya masih di 900-an,
setahun lalu, tapi pada harga sekarang saya tidak lagi tertarik.
UNIC adalah anak usaha Grup Salim (Indofood dkk) di bidang kimia dasar terutama
memproduksi alkylbenzene, yang merupakan bahan baku pembuatan deterjen. Dan seperti
perusahaan kimia pada umumnya, kinerja UNIC tidak konsisten dimana pendapatan dan
labanya cenderung naik dan turun saban tahun. Tapi memang pada Q2 2021 kemarin,
laba UNIC naik banyak, makanya sahamnya juga naik karena disisi lain PBV-nya masih rendah,
hanya 1 koma sekian. Tapi karena sahamnya sangat tidak likuid, plus tidak ada gambaran soal
bagaimana kira-kira kinerja perusahaan kedepannya, maka saya sendiri tidak bisa membelinya,
dan karena itulah sahamnya tidak masuk EIP.
PRDA dulu saya rekomen ketika sahamnya masih di 3,000-an, dengan inti analisa bahwa
sebagai perusahaan jasa lab kesehatan, kinerja perusahaan sangat diuntungkan
oleh booming tes antigen dan PCR, yang harganya memang sangat mahal. Dan memang sampai
dengan Q3 ini, kinerja PRDA sangat bagus dimana laba bersihnya lompat hampir 4 kali lipat
dengan ROE mencapai 31.8%, thanks to second wave corona pada bulan Juli - September lalu,
tapi disisi lain sahamnya juga sudah naik tinggi dengan valuasi yang juga tidak bisa disebut
murah lagi, yakni PBV 3 koma sekian. Selain itu, karena sekarang kondisi pandemi sudah jauh
membaik, plus harga tes PCR juga sudah turun drastis, maka momentumnya sudah lewat,
sehingga kemungkinan kedepannya laba PRDA akan turun lagi. Karena itulah, sahamnya tidak
lagi saya rekomen.
Laba SRTG itu tidak riil karena berasal dari kenaikan harga saham dari anak-anak usahanya
seperti ADRO, TBIG, dst. Lebih jelasnya bisa dibaca
11 | T e g u h H i d a y a t . c o m Instagram: @tghidayat
disini: https://www.teguhhidayat.com/2018/04/ekuitas-tidak-riil.html. Disisi lain saham SRTG
ini sudah naik tinggi juga, jadi saya tidak rekomen. MPMX masih murah, dan rencananya saya
akan memasukkannya ke EIP, masih tunggu perusahaan merilis laporan keuangan. MTDL bagus
dan pernah saya rekomen di harga 1,600 dengan target sekitar 2,500, jadi pada harga sekarang
saya sudah tidak rekomen lagi.
Yang bisa dipertimbangkan untuk dijual hanya BBNI saja, pada harga sekarang juga ok.
Selebihnya hold saja sampai setidaknya Februari 2022, dimana selama IHSG-nya tidak
terkoreksi, maka saham-saham tersebut bisa naik sampai berapa saja, karena sejak awal
valuasinya masih murah semua.
Stock Price Shares Stock Value % PortoLast Price Mrkt Value % Earning
ADRO 1,160 5,200 6,032,000 6.87% 1,695 8,814,000 46.12%
BBRI 3,730 2,700 10,071,000 11.47% 4,230 11,421,000 13.40%
INDY 1,635 6,600 10,789,482 12.29% 1,775 11,715,000 8.58%
INKP 7,600 600 4,560,000 5.19% 8,600 5,160,000 13.16%
ITMG 18,260 500 9,130,000 10.40% 22,625 11,312,500 23.90%
LSIP 1,209 9,400 11,359,994 12.94% 1,410 13,254,000 16.67%
MBAP 3,650 2,000 7,300,000 8.31% 3,610 7,220,000 -1.10%
PMMP 362 16,600 6,009,200 6.84% 530 8,798,000 46.41%
PPGL 99 53,000 5,247,000 5.98% 100 5,300,000 1.01%
PTBA 2,031 3,500 7,107,485 8.10% 2,680 9,380,000 31.97%
TBLA 733 8,400 6,153,000 7.01% 880 7,392,000 20.14%
TKIM 6,725 600 4,035,000 4.60% 8,275 4,965,000 23.05%
TOTAL 87,794,161 104,731,500 19.29%
12 | T e g u h H i d a y a t . c o m Instagram: @tghidayat
Sebenarnya 12 saham itu tidak terlalu banyak, tapi kalau mau dikurangi maka bisa jual BBRI,
dan salah satu saham batubara, terserah yang mana saja, karena pegangan batubaranya terlalu
banyak (5 saham). Uangnya bisa digunakan untuk tambah posisi di MBAP, INKP, dan TBLA.
Selebihnya bisa dihold saja.
Kalau baru 1 tahunan maka apa yang bapak alami itu masih wajar, terutama karena usia juga
masih relatif sangat muda. Jadi lihat 6 - 12 bulan lagi pak, kalau masih seperti itu juga (suka
FOMO, gampang cut loss cuma karena takut sahamnya turun lebih dalam lagi, jadi gak
dianalisa dulu) maka baru harus evaluasi, apa yang salah.
Dan terkadang ada juga orang yang sudah 2 - 3 tahun di saham tapi masih gampang panikan,
biasanya itu karena sejak awal dia langsung taruh dana terlalu besar di saham, jadi mentalnya
gak kuat. Jadi alih-alih baca buku dan belajar cara analisa, cara menyusun strategi investasi dll,
selama 2 - 3 tahun itu kerjaannya lihat medsos (termasuk YouTube) dan grafik saham saja,
setiap hari, sepanjang hari, karena selalu takut rugi, bahkan kalau untung pun takut untungnya
hilang lagi jika sahamnya kembali turun.
Sedangkan jika investor pakai dana kecil dulu, biasanya dia gak gampang panik karena toh
kalau rugi pun, nilai ruginya kecil. Jadi dia kemudian banyak menghabiskan waktu buat belajar,
dan dalam banyak kasus belum genap 1 tahun sudah cukup ilmunya/sudah bisa menganalisa
dan memilih saham sendiri tanpa bantuan orang lain.
Saya selama ini hanya invest di Indonesia saja, jadi tidak tahu juga bagaimana persis caranya
kalau mau beli saham di Amerika Serikat. Tapi sekarang ini ada banyak broker internasional
yang resmi dan legal (terdaftar di SEC, itu semacam OJK-nya Amerika) yang bisa diakses oleh
siapapun termasuk orang Indonesia. Contohnya ada banyak teman saya yang sudah sejak
beberapa tahun lalu beli saham AAPL dan masih di-hold, bahkan dia menerima sertifikat fisik
yang menyebutkan bahwa dia adalah pemegang saham AAPL, yang dikirim langsung dari
kantor Apple di California. Saya tidak bisa menyebut nama aplikasinya, karena nanti dianggap
endorse, tapi Pak Kevin bisa googling sendiri, nanti langsung muncul nama brokernya.
13 | T e g u h H i d a y a t . c o m Instagram: @tghidayat
Saya punya saham UNVR yg sy akan gunakan untuk long term (tabungan pensiun yg akan sy
masuki 17 tahun lagi). sy beli di average down 6953.. pertanyaan sy, bagaiman analisa bapak
untuk saham ini utk 10-15 tahun kedepan pak, apakah tepat jika UNVR ini sy jadikan investasi
tabungan sy di masa depan dan klopun sy lepas di harga berapa sy bisa lepas pak? terimakasih
sebelumnya atas jawaban pak teguh..
Kalau betul Ibu bisa hold sampai 10 - 15 tahun kedepan, maka saya cukup yakin UNVR akan
bisa naik lagi ke 7,000-an. Tapi dalam setahun kedepan, maka soal apakah dia akan mulai balik
arah dan naik setelah setahun terakhir turun terus, itu akan tergantung dengan kinerjanya di
tahun 2022 nanti, karena untuk tahun 2021 ini labanya masih turun. Jadi untuk saat ini Ibu
boleh hold saja, nanti sekitar Mei 2022 setelah laporan keuangannya untuk Q1 2022 keluar dan
hasilnya labanya naik, baru Ibu boleh beli lagi/average down. Tapi jika tidak, maka tetap hold
sahamnya dan tunggu sampai tahun berikutnya lagi, dan uang yang ada dibelikan saham lain
dulu.
Saham disuspen itu ibarat orang yang sedang sakit parah sampai koma, dimana dokter
sekalipun tidak bisa memprediksi kapan dia akan bangun/sadar dari komanya, atau justru
meninggal dunia (sahamnya delisting). Tapi seperti halnya orang sakit parah tidak akan
langsung koma, maka saham dari perusahaan yang sedang bermasalah juga tidak akan
langsung disuspen, melainkan ada tanda-tandanya sebelum saham tersebut akhirnya disuspen.
Dalam kasus saham SRIL, tanda-tanda itu sudah jelas muncul sejak beberapa bulan
sebelumnya, waktu itu sudah saya bahas lengkap disini:
https://www.teguhhidayat.com/2021/04/sritex-sril.html, dimana saya menyarankan bahwa
kalau kita pegang sahamnya, maka bisa langsung cut loss saja. Karena kemungkinan
terburuknya sahamnya akan disuspen, atau bahkan delisting. Artikel diatas diposting bulan
April 2021, dan ternyata pada bulan Mei-nya, SRIL benar-benar disuspen.
Jadi jika bapak masih ada pegang SRIL, maka yang bisa dilakukan sekarang hanya menunggu
saja, tapi juga jangan terlalu berharap, karena meski disatu sisi sahamnya bisa saja 'hidup' lagi
(suspensinya dicabut), tapi bisa juga sahamnya delisting. Untuk kedepannya, setiap kali bapak
pegang saham tertentu yang perusahaannya bermasalah, maka coba pelajari lagi masalahnya
tersebut, dan jika itu berpotensi menyebabkan sahamnya disuspen lagi, bapak bisa jual
sebelum suspensi itu terjadi, dalam posisi cut loss juga tidak apa-apa.
Saya mau menanyakan beberapa saham yang saya miliki karena melihat list EIP Q2, tapi tidak
ada lagi di list Ebook Q3 2021.
14 | T e g u h H i d a y a t . c o m Instagram: @tghidayat
PNLF 189
TSPC 1496
HRTA 220
Apakah ada yang perlu di cutloss ataupun di average down?
Untuk MAIN dan TSPC memang tidak masuk EIP lagi, karena kinerjanya di Q3 ini tidak cukup
bagus, tapi untuk tiga saham lainnya saya masih menunggu laporan keuangannya dirilis. Jika
hasilnya bagus, kemungkinan sahamnya akan tetap masuk EIP. Kalau ada yang mau dijual maka
boleh TSPC ini saja. MAIN masih bisa dihold karena harapannya kinerjanya akan membaik
seiring dengan dilonggarkannya PPKM darurat.
Pilihan sahamnya sudah oke, alokasi dananya oke, dan jumlah sahamnya juga oke. Saya pernah
melihat portofolio saham milik member yang berantakan, tapi porto bapak bisa saya katakan
tertata dengan baik. Boleh baca ini: https://www.teguhhidayat.com/2021/04/tips-money-
management-untuk-merapihkan.html. Untuk PTBA, karena bapak tidak pegang saham
batubara lainnya, maka alokasi dana sebanyak 30% itu masih bagus/belum terlalu banyak, jadi
hold saja.
15 | T e g u h H i d a y a t . c o m Instagram: @tghidayat
Mau bertanya mengenai pandangan Bapak tentang saham ini?
Atau apakah ada emiten sejenis di bursa? Saya sudah mencari-cari tetapi belum ketemu.
BUDI sudah masuk pengamatan saya sejak lama, karena sahamnya memang murah dengan
PBV hanya 0.4 kali pada harga 100. BUDI ini juga merupakan bagian dari Grup Sungai Budi,
perusahaan agribisnis dan pangan yang cukup besar asal Lampung, yang sudah berdiri sejak
lama. Mungkin perlu dicatat bahwa selain memproduksi tepung tapioka (starch), BUDI tidak
memproduksi gula yang dibuat dari tebu, melainkan sweetener berbahan dasar jagung, yang
tingkat konsumsinya di Indonesia jauh lebih rendah dibanding gula tebu. Tapi betul bahwa
BUDI ini merupakan salah satu perusahaan tepung tapioka terbesar, dan bahwa tepung tapioka
itu bisa dianggap sebagai kebutuhan pokok.
Sayangnya, kinerja BUDI selama ini tidak pernah cukup bagus dengan ROE kurang dari 5%. Yang
saya perhatikan adalah, pendapatan BUDI dalam setahun sebenarnya cukup
besar, actually lebih besar dari total nilai aset perusahaan. Tapi karena beban pokoknya juga
sangat besar, maka jadilah margin labanya hanya 1 - 2%, sangat kecil untuk ukuran perusahan
produsen, dan alhasil labanya juga kecil. Sepengetahuan saya, tapioka dibuat dari singkong,
dan harga singkong seharusnya tidak mahal karena tidak harus impor (kalau jagung harus
impor). Jadi saya melihatnya bahwa ini kemungkinan terjadi transfer pricing, dimana BUDI
membeli bahan baku singkong pada harga mahal dari perusahaan afiliasi ownernya sendiri.
Dan jika benar demikian, maka BUDI sampai kapanpun tidak akan menjadi perusahaan yang
menguntungkan. Pada tahun 2021 ini, laba BUDI memang tampak naik signifikan, tapi
sebenarnya itu karena labanya di tahun 2020 kemarin anjlok saja, dimana kalau kita lihat ROE-
nya maka angkanya cuma 7.3%, masih termasuk rendah.
Selain itu saham BUDI sekarang bukan lagi di 100, melainkan sudah dekat-dekat 200.
Sebenarnya kalau sahamnya masih di let say 120, saya sendiri mungkin akan beli, karena ROE
7.3% tadi biar bagaimanapun tetap lebih bagus dibanding ROE historisnya yang dibawah 5%.
Tapi kalau di harga sekarang, maka saya tidak tertarik.
16 | T e g u h H i d a y a t . c o m Instagram: @tghidayat
3. Bagaimana cara taking profit di saham cyclical macam cpo dan coal? Apakah menggunakan
hasil LK terbarunya sebagai acuan atau kt ikuti harga acuan komoditinya? Saya punya LSIP dan
PTBA , sempat naik tinggi sekali saat cpo dan coal tembus ATH, tp blm saya tp karena belum
yakin kapan waktu yg tepat.
1. Harga 1,535 untuk PGAS sebenarnya sudah agak ketinggian, amannya di 1,400. Kalau saya
lihatnya valuasi saja, dan memang kalau di harga 1,400, PGAS masih murah. Jadi kalau misalnya
kita gak sempat beli ketika PGAS masih di 1,000, maka di harga maksimal 1,400, itu masih
boleh kejar kereta, tapi kalau di atas itu ya sudah jangan dikejar, karena sudah mepet dengan
perkiraan harga wajarnya, Ini bukan berarti beli PGAS pada harga 1,535 gak bisa cuan, karena
bisa saja PGAS naik lebih tinggi lagi, tapi risikonya tergolong besar, karena bisa juga PGAS turun
lagi ke 1,400 atau dibawahnya.
2. Dengan asumsi Ibu menemukan saham lain yang lebih baik dari MAIN, maka langkah itu
sudah tepat. MAIN bukannya tidak bisa naik, karena biar bagaimanapun PPKM darurat sudah
tidak diberlakukan lagi, dan harga daging ayam dan telur pada akhirnya akan naik lagi. Tapi
karena itu bisa lama dari sekarang, maka boleh kita pindah dulu ke saham lain yang laporan
keuangannya lebih bagus.
3. Kita tetap lihat hasil LK terbaru, karena ingat bahwa jika perusahaan membukukan laba
besar, maka nanti dividennya pada awal tahun juga besar, dan biasanya sahamnya akan naik
sebelum dividen itu dibayarkan. Disisi lain kita juga harus menganalisa harga komoditas itu
sendiri, dan bisa saya katakan bahwa meski harga batubara sekarang mulai kembali turun, tapi
dia minimal tetap akan diatas $100 per ton, jadi PTBA dkk masih akan cuan. Untuk harga CPO
juga sama, dia gak akan balik lagi ke posisi terendahnya setahun lalu, karena sekarang kita
sudah masuk ke era pemulihan ekonomi.
Berdasarkan data historis sejak setidaknya 2002, IHSG selalu naik di bulan Desember. Bagi
perusahaan asset management yang mengelola reksadana saham, sangat sulit bagi mereka
untuk setidaknya mengalahkan atau setidaknya menyamai kinerja IHSG dalam satu tahun
tertentu. Jadi biasanya bulan Desember adalah kesempatan terakhir dimana mereka sengaja
beli lagi saham-saham yang dipegang, dengan tujuan agar harganya di pasar naik, dan alhasil
mereka mencatat kinerja tahunan yang sesuai target. Peluang untuk tidak terjadi WD tentu
selalu ada, tapi berdasarkan pengalaman saya sejauh ini, WD itu selalu terjadi.
17 | T e g u h H i d a y a t . c o m Instagram: @tghidayat
kita harus hidup dengan dana darurat selagi menunggu momen take profit dari saham? Mohon
pencerahannya Pak Teguh
Tidak ada keterbukaan informasi yang menyebutkan bahwa LINK tidak jadi diakuisisi oleh EXCL,
tapi betul bahwa sampai hari ini belum ada update lagi soal akuisisi tersebut. And btw ROE
LINK bukan 9.8%, melainkan 19.6% disetahunkan, jadi di harga sekarang LINK masih relatif
murah. Saran saya boleh jual setengahnya saja dulu, jika benar bahwa Pak David butuh cash-
nya untuk beli saham lain yang lebih baik.
Saham-saham multibagger itu bisa dibeli lalu dihold selama paling lama 1 - 2 tahun saja, dan
biasanya risikonya besar, jadi jangan tempatkan dana terlalu besar. Ibu boleh pertimbangkan
saham-saham dengan risk 'high' (lihat daftar isi) yang dibahas di EIP, dimana jika kinerja
18 | T e g u h H i d a y a t . c o m Instagram: @tghidayat
perusahaan yang bersangkutan tetap bagus terus kedepannya, maka sahamnya juga bisa naik
sampai berapa saja.
Kalau pegang BBNI hanya sebanyak 10% porto, maka boleh hold saja dulu, atau jual tapi
separuh saja. Tapi Ibu boleh jual habis BBRI karena menurut saya dia sudah mahal pada harga
sekarang. Untuk saham-saham yang lain hold saja semuanya.
1. Pada harga mereka masing-masing saat ini, maka saya lebih suka SGRO. Jadi iya, boleh
pindah ke SGRO saja.
2. INDR dibawah 5,000 masih boleh dikejar. Target harganya bisa sampai berapa saja, karena
INDR ini masih murah banget sebenarnya.
3. Tidak selalu, terutama jika kedepannya terjadi peristiwa penting tertentu yang mengubah
prospek kinerja perusahaan. Contohnya beberapa bulan lalu saya beli MAIN di harga 900,
karena melihat labanya naik banyak di Q1 2021, dan itu selaras dengan pemulihan ekonomi
pasca resesi/pandemi di tahun 2020-nya, sehingga saya menargetkan harganya bakal naik ke
1,500. Tapi tak disangka, pada bulan Juli-nya terjadi second wave Corona yang memaksa
Pemerintah memberlakukan PPKM darurat. Dan sebelum saya sadar bahwa
19 | T e g u h H i d a y a t . c o m Instagram: @tghidayat
sektor poultry termasuk salah satu yang paling dirugikan karena PPKM ini, saham MAIN sudah
anjlok duluan ke 700 (malah saham MAIN sudah turun sejak bulan Juni-nya). Pada akhirnya,
laba MAIN kemudian benar-benar turun, dan saya akhirnya cut loss di MAIN ini di harga 745.
1. Sampai dengan Q2 2021, kinerja BBKP sekilas membaik dimana perusahaan membukukan
laba Rp162 milyar, dibanding Rp54 milyar tahun sebelumnya, tapi itu karena BBKP mencatat
pemulihan CKPN sebesar Rp1.1 trilyun. Jadi jika tidak ada pendapatan pemulihan CKPN itu,
sejatinya BBKP masih rugi. Terkait right issue-nya, betul bahwa harga pelaksanaannya di 200,
jadi BBKP akan turun sampai mendekati 200 tersebut. Tidak ada itu istilah 'partial delisting',
yang benar adalah karena Kookmin Bank akan menebus right issue-nya, sedangkan Bosowa
tidak menebus, maka persentase kepemilikan Kookmin terhadap BBKP akan tetap atau
bertambah, sedangkan kepemilikan Bosowa akan berkurang. Saran saya daripada menebus di
harga 200, sebaiknya tunggu saja sampai sahamnya turun ke 200 - 250, baru kita beli dari
pasar. Tapi dari sisi fundamental, saya tetap tidak rekomen BBKP.
2. Kalau pilihannya adalah saham-saham yang bapak sebutkan, maka yang saya
rekomendasikan hanya INKP saja. Selama harganya masih dibawah 10,000, maka dia masih
boleh dikejar.
20 | T e g u h H i d a y a t . c o m Instagram: @tghidayat
1. BRIS pada harga 2,080 masih terhitung mahal, murahnya dia di 700. Jadi jual saja. Analisa
BRIS bisa dibaca lagi disini: https://www.teguhhidayat.com/2020/10/membedah-rancangan-
merger-bri-syariah.html.
2. MLPL adalah perusahaan milik Grup Lippo, yang harga aslinya sebenarnya hanya 50 - 60
(coba lihat lagi harga sahamnya setahun lalu), selaras dengan kinerjanya yang lebih sering rugi
ketimbang profit. Dalam setahunan terakhir ini sahamnya digoreng pakai isu bahwa Grup Lippo
banyak masuk ke sektor teknologi, tapi setelah itu ya sudah, pada akhirnya nanti sahamnya
akan turun ke 50 lagi.
3. DMMX ini sama, sahamnya dikerek tinggi pakai cerita saham teknologi, dan valuasinya
sekarang sudah amat sangat mahal. Jika ibu ada pegang, sebaiknya jual saja.
Saya kurang pasti soal pemegang saham pengendalinya, apakah sama atau tidak, tapi ada
nama PT Kedawung Subur di komposisi pemegang saham di KICI, yang kemungkinan
merupakan perusahaan afiliasi KDSI. Saya lebih suka KICI.
1. Saham-saham dengan risk 'high', boleh lihat halaman daftar isi, itu bisa naik 100% atau lebih,
tergantung arah pasar serta perkembangan kinerja perusahaan dalam 1 - 2 tahun kedepan.
2. Semua saham yang dibahas di EIP, menurut analisa saya bisa naik 10 - 20% atau lebih dari
harga current-nya, tapi untuk jangka waktunya tidak bisa ditebak. Mungkin akhir tahun nanti
atau bisa juga lebih lama lagi.
21 | T e g u h H i d a y a t . c o m Instagram: @tghidayat
3. Menurut saya tidak akan ada dampak apa-apa. IHSG mungkin akan turun lagi suatu hari
nanti, tapi itu normal karena sekarang ini kenaikannya sudah cukup tinggi, jadi bukan karena
cerita inflasi itu atau lainnya (meskipun ketika itu pasti cerita-cerita jelek, entah itu terkait
inflasi ini atau lainnya, akan kembali bermunculan di media).
1. Sebelum adanya kepastian soal penyelesaian kasus utang-utangnya, maka PBRX ini tidak
aman/masih bisa berakhir seperti SRIL, dan sahamnya sebulan terakhir ini naik karena
mengikuti kenaikan IHSG saja. Keterbukaan informasi terakhir per tanggal 1 Oktober 2021
menyebutkan bahwa perusahaan masih menunggu putusan pengadilan terkait gugatan pailit
oleh Maybank.
2. Setiap perusahaan yang cukup besar dengan jumlah karyawan yang juga banyak (KICI
memiliki 608 karyawan tetap di tahun 2021), biasanya memiliki program jaminan pensiun,
jaminan kematian, dan jaminan cacat karena kecelakaan kerja untuk para karyawannya
tersebut, biasanya bekerja sama dengan pihak ketiga. Dalam kasus KICI, pihak ketiga itu adalah
PT Astra Aviva Life (AAL). Jadi perusahaan secara rutin menyetor dana ke AAL dengan
komposisi 70% setoran berasal dari perusahaan sendiri, sedangkan 30% dipotong dari gaji
karyawan. Oleh AAL, dana tersebut diputar di instrumen investasi yang diharapkan akan
menghasilkan bunga/keuntungan sebesar sekian persen per tahunnya. Dana tersebut tetap
dimiliki oleh KICI, tapi di laporan keuangannya dicatat sebagai utang/liabilitas, karena itu
adalah utang perusahaan ke karyawannya, yang baru akan dibayar nanti ketika si karyawan
pensiun.
Jika nilai liabilitas imbalan pasca kerja ini naik dari tahun sebelumnya, artinya jumlah karyawan
perusahaan bertambah, dan/atau selama setahun terakhir belum ada karyawan yang pensiun
yang harus diberikan pesangon.
22 | T e g u h H i d a y a t . c o m Instagram: @tghidayat
1. Analisanya bagus, dan betul saya sendiri juga sampai sekarang masih terus mengamati BEST.
Tapi selama perusahaan masih merugi, dan di Q3 barusan dia memang masih merugi, maka
kita tidak perlu buru-buru. Kita lihat lagi perkembangannya tahun depan.
2. Sebaiknya lunasi dulu KPR itu sebagian. Pengalaman saya, setelah kita punya rumah dan
tidak lagi punya utang (atau jumlah utang itu berkurang), maka investasi saham jadi jauh lebih
mudah, yang itu mungkin karena saya secara psikologis jadi lebih kuat dalam artian tidak lagi
mudah panik atau sebaliknya serakah, dan itu sangat membantu dalam mengambil setiap
keputusan buy and sell secara tepat.
Sepengetahuan saya Kaesang tidak memiliki pengalaman di industri udang, demikian pula dia
baru 1 - 2 tahun terakhir bermain di pasar saham. Jadi kecuali di PT Harapan Bangsa itu dia
meng-hire profesional yang memang mengerti luar dalam dari PMMP ini, dimana si profesional
ini benar-benar secara aktif membantu manajemen PMMP (jadi gak cuma sebagai investor
pasif), maka dampaknya cuma jangka pendek saja. Dalam jangka menengah panjangnya,
saham PMMP akan kembali mengikuti perkembangan kinerja perusahaan. Dulu juga saya ingat
setahun lalu Kaesang ada masuk ke PGAS dan BJTM, dan itu bikin PGAS naik sampai 1,700, dan
BJTM naik sampai 900-an. Tapi ya setelah itu sahamnya turun lagi.
Nanti saya cek, kalau memang banyak yang menanyakan, maka akan saya buatkan analisa
lengkapnya di blog. Tapi Pak Feri sudah ikut saya lama, tentunya sudah hafal kalau saya tidak
pernah ikut IPO apapun perusahaannya, karena biasanya valuasi sahamnya sangat tinggi.
Dari keterbukaan informasi terakhir yang dirilis perusahaan per tanggal 11 November, betul
bahwa DOID mengakuisisi perusahaan kontraktor tambang batubara di Australia, tapi untuk
perusahaan tambang tembaga di Kalimantan Tengah, prosesnya baru sebatas due
diligence, jadi belum pasti akuisisi.
Dan saya justru jadi khawatir kalau DOID akuisisi sana sini begitu, karena per Q2 kemarin dia
masih rugi, padahal harga batubara sudah naik tinggi, tapi itu memang karena utangnya yang
masih besar ($779 juta, berbanding ekuitas $231 juta). Jadi harusnya manajemen fokus ke
23 | T e g u h H i d a y a t . c o m Instagram: @tghidayat
utangnya itu dulu, bukan malah akuisisi perusahaan baru yang belum jelas akan
menguntungkan atau tidak. Kalau masih pegang sahamnya maka boleh hold, karena harga 300
biar gimana masih murah, tapi saya tidak sarankan untuk beli lagi.
1. BBKP kinerjanya terakhir masih belum bagus, labanya naik hanya karena adanya pendapatan
dari pemulihan CKPN saja, jadi saya gak rekomen. Tapi iya kalau tetap mau beli, sebaiknya
tunggu di 200 - 250.
2. Saya gak tahu bapak lihat EPS negatif itu dimana, tapi di laporan keuangannya, ZINC masih
membukukan laba Rp66 milyar s/d Q3 2021. ZINC ini memproduksi seng atau zinc, yang
sekarang ini harganya memang sedang tinggi-tingginya, dan hasilnya kinerja ZINC juga cukup
bagus dengan ROE 15%. Tapi karena valuasinya sejak awal sudah mahal dengan PBV lebih dari
3 kali pada harga 126, maka saya tidak bisa rekomen sahamnya.
Biasanya saham yang saya anggap berpotensi turn-around itu sudah saya pelajari dan amati
sejak lama sebelumnya. Contohnya INDR, dulu tahun 2018 saya bahas lengkap
disini: https://www.teguhhidayat.com/2018/06/indo-rama-synthetics.html. Atau ISSP, pernah
saya bahas lebih lama lagi di tahun 2014:
https://www.teguhhidayat.com/2014/05/steel-pipe-industry-of-indonesia.html.
Intinya, kalau ada saham yang memenuhi syarat-syarat atau kriteria untuk turnaround
(kriterianya bisa dibaca lagi disini:
https://www.teguhhidayat.com/2020/11/seminar-turnaround-opportunity-during.html), tapi
istilahnya saya sendiri baru menemukan saham itu kemarin sore, maka biasanya saya tidak
akan ambil risiko, bahkan meskipun saya sudah mempelajarinya secara menyeluruh, dan sudah
cukup mengerti industrinya.
Jadi intuisi itu baru akan terbentuk jika kita sudah 'kenal lama' dengan perusahan yang
bersangkutan, dimana selama periode 'pengenalan' itu kita amati kinerja perusahaan dari
kuartal ke kuartal, peristiwa-peristiwa penting yang melibatkan perusahaan, serta naik turun
harga sahamnya. Ibarat kita baru lihat investor sukses di medsos, maka kita tidak bisa percaya
begitu saja kalau orang ini beneran sukses, tak peduli meski dia tampak meyakinkan dengan
foto-foto rumah/mobil mewah di Instagram. Kita tetap harus melihat perkembangan yang
bersangkutan selama setidaknya 2 - 3 tahun.
24 | T e g u h H i d a y a t . c o m Instagram: @tghidayat
12 Nov 2021 10.43
Bagaimana prospek saham DSSA pak? mengingat PBV < 1 tetapi yang agak anomali subsidiary
nya PBV nya > 1 pak.
DSSA ini unit usaha batubaranya Grup Sinarmas, dan seperti perusahaan batubara pada
umumnya yang diuntungkan oleh kenaikan harga batubara, kinerjanya di tahun 2021 terbilang
bagus dengan ROE 26%. Kemudian pada harga 10,000, valuasi dia juga sangat murah dengan
PBV hanya 0.3 kali. Hanya masalahnya, sahamnya kelewat tidak likuid baik itu dari sisi volume
(hanya 10 - 20 lot per hari), ataupun nilai (cuma Rp100 jutaan per hari, bahkan kurang dari itu).
Jadi mau kita anggap sahamnya bagus, tetap saja saya tidak bisa masuk. Menurut saya
kenaikan sahamnya hingga sekarang sudah di 50,000-an terbilang wajar (PBV 1.5 kali), tapi
balik lagi kita gak bisa masuk. Dan jika pada harga 10,000 saja kita kurang berminat karena
tidak likuidnya tersebut, maka apalagi di harga sekarang.
TGRA bergerak di bidang pembangkit listrik tenaga air (PLTA) dan surya (PLTS), yang sampai
dengan Q2 2021 masih membukukan rugi, karena perusahaan masih dalam tahap
pengembangan dimana perusahan tengah membangun pembangkit listrik di Aceh dan
Sumatera Utara, yang menurut manajemen sendiri baru akan menghasilkan pendapatan yang
signifikan mulai tahun 2023 nanti (dan berdasarkan pengalaman, realisasinya bisa lebih lama
dari itu). Saat ini pendapatan perusahaan masih berasal dari penjualan dan sewa panel surya,
makanya angkanya juga kecil, cuma di kisaran milyaran Rupiah per tahun.
Jadi jika bapak bisa menunggu sampai tahun 2023 atau lebih lama lagi (karena belum tentu
juga di tahun 2023 itu perusahaan bakal cuan), maka boleh TGRA ini di hold saja. Tapi jika
bapak menemukan saham lain yang jelas-jelas sudah menghasilkan laba, maka boleh
pertimbangkan untuk cut loss lalu pindah. Soal COP26, atau pemberlakuan pajak karbon, itu
tidak akan berpengaruh ke TGRA karena tetap saja PLTA dan PLTS-nya sampai tahun depan
masih belum selesai dibangun, dan belum bisa menghasilkan pendapatan.
25 | T e g u h H i d a y a t . c o m Instagram: @tghidayat
3) Apa tanda jika suatu Perusahaan memiliki ROE yang tinggi tapi Growth EPS-nya rendah, dan
sebaliknya? Apa pandangan Pak Teguh terhadap hal ini (mana yang lebih baik High ROE - EPS
growth rendah vs Low ROE - EPS growth tinggi)?
1. Jika bapak pegang saham perusahaan tertentu sebanyak minimal 5% dari jumlah saham
beredar, bapak bisa hadir di acara RUPS untuk bertemu dengan jajaran direksi/komisaris, lalu
memperkenalkan diri, dan bisa langsung meminta kepada mereka untuk masuk ke
dalam board. Jika bapak kemudian cocok/nyambung dengan semua direksi lainnya di
perusahaan, dan punya cukup pengetahuan tentang operasional perusahaan, maka bapak
harusnya bisa diterima minimal sebagai komisaris independen.
2. PE rendah tapi PBV tinggi, artinya laba bersih/ROE perusahaan sangat besar. Terlepas dari
apakah PE-nya tinggi atau rendah, saya lebih suka saham dengan PBV rendah, karena biasanya
disitulah peluang saham-saham mutiara terpendam/multibagger berada, entah itu karena
perusahaannya sukses membukukan lompatan laba, atau sukses bertumbuh dari perusahaan
kecil menjadi besar. Sedangkan saham-saham dengan PBV tinggi, biasanya itu merupakan
saham bluechip dari perusahaan yang mapan, yang sulit untuk tumbuh lebih tinggi lagi.
3. Yang penting ROE-nya diatas 15%, atau serendah-rendahnya 10%, dan growth EPS-nya juga
positif, meskipun mungkin angkanya kecil.
26 | T e g u h H i d a y a t . c o m Instagram: @tghidayat
masa2 hold walaupun sahamnya dibanting ke 7900an pada saat itu. Saya percaya ICBP masih
bagus dan akan naik di atas harga modal saya suatu hari, hanya saja setelah saya hold 1 tahun
dan hanya mendapat dividen sekitar 2%an, lalu sambilan saya melihat saham2 saya yang lain
seperti SMDR, MTDL memberikan floating profit 30-40%, saya merasa sedikit menyesal tidak
melakukan avg down pada ICBP waktu di 7900an atau tidak cut loss dan switching ke saham2
saya yang performanya seperti SMDR dan MTDL baru2 ini. jadi pertanyaan saya adalah,
apakah saat ini masih pantas untuk saya melakukan cut loss, switching ke saham2 sawit atau
batubara yang sepertinya tahun depan akan mengalami kenaikkan signifikan, atau lebih baik
saya diamkan saja?
1. Meski kinerja BDMN tidak bagus, tapi saya sendiri tertarik setelah sahamnya pada Juni 2021
lalu mentok di 2,000-an, yang mencerminkan PBV 0.4 kali, dimana saya sudah hafal bahwa
biasanya itulah bottom-nya bagi saham yang perusahaannya mengalami kerugian/penurunan
laba, tapi tidak sampai bangkrut atau gagal bayar utang. Dan memang setelah itu BDMN naik
lagi, meskipun pada Q2 2021, labanya masih turun signifikan. Pada Q3-nya, laba BDMN masih
turun, tapi sebenarnya ada sedikit perbaikan kinerja dibanding Q2 (tapi itu bukan karena faktor
akses ke Grab seperti yang ibu bilang, melainkan kinerjanya membaik saja seiring pemulihan
ekonomi), jadi jika Ibu sudah ada pegang sahamnya maka hold saja. Saya tetap menganggap
bahwa best buy BDMN ini di 2,000 - 2,200, jadi jika besok-besok sahamnya turun sampai situ
boleh average down, tapi jika tidak maka hold saja.
2. Jika memang ibu cukup yakin dengan saham-saham lain yang diharapkan bisa naik lebih
tinggi, entah itu karena valuasinya jauh lebih murah atau kinerjanya bagus, maka boleh ICBP
cut loss. Menurut saya kerugian 10% dari suatu saham masih bisa diterima, dengan catatan kita
punya saham penggantinya yang kita cukup yakin akan naik lebih dari 10% tersebut. MTDL
sudah tidak bisa dikejar, tapi SMDR masih boleh dibeli lagi.
Sebagai perusahaan distributor alat-alat berat, kinerja HEXA sangat bagus dimana labanya naik
tajam seiring dengan kembali bergairahnya industri tambang batubara, dan ROE-nya mencapai
36.3% disetahunkan. Jadi sahamnya layak invest, di harga sekarang juga ok. Tapi saya cuma
kurang suka dengan likuiditas sahamnya yang seret, dan nilai dividennya yang kelewat besar
sehingga perusahaannya tidak bertumbuh/nilai ekuitasnya justru turun dalam 5 tahun terakhir,
sehingga sahamnya hanya menarik menjelang pembayaran dividennya saja. Dan HEXA
membayar dividen terakhir pada September 2021 kemarin, jadi masih cukup lama sebelum kita
masuk ke musim dividen berikutnya.
27 | T e g u h H i d a y a t . c o m Instagram: @tghidayat
Selama ini saya menjalankan opsi yang no.1, karena sering kali bila menunggu hasil lap.
Keuangan kwartal berikutnya, harga yang sudah naik tinggi (profit) malah menjadi minus bila
hasil lap. Keuangan berikutnya jelek.
Jadi yang awal nya potensi profit malah menjadi cut loss.
Ada dua jenis saham berdasarkan apakah kita bisa punya gambaran tentang kinerjanya di
laporan keuangan berikutnya atau tidak, yakni: 1. Kinerja kedepannya bisa diprediksi, misalnya
perusahaan batubara dimana ketika harga batubara naik, maka kemungkinan besar laba
perusahaan akan naik, dan 2. Kinerja kedepannya sama sekali tidak bisa diprediksi.
Dalam kasus No.1, maka kita baru jual sahamnya ketika kinerja perusahaan di laporan
keuangan berikutnya tidak sesuai ekspektasi, alias turun (tapi jika kinerjanya masih oke, dan
sahamnya belum naik terlalu tinggi, maka hold saja). Sedangkan dalam kasus No.2, maka kita
jual saham ketika target PBV dan PER-nya sudah tercapai, tanpa perlu menunggu rilisnya
laporan keuangan. Karena betul terdapat risiko sahamnya akan turun dengan cepat, jika kinerja
perusahaan ternyata jadi jelek.
1. PBRX valuasi sahamnya sangat murah dengan PBV 0.2 kali, tapi bukan tanpa alasan
sahamnya bisa semurah itu, yakni karena perusahaan sedang digugat pailit oleh Maybank
Indonesia sebagai salah satu kreditornya, dan posisinya saat ini sedang menunggu putusan
pengadilan. Jika pengadilan mengabulkan gugatan Maybank, maka saham PBRX akan disuspen
seperti halnya SRIL. Tapi jika PBRX bisa lolos dari gugatan tersebut, maka sahamnya bisa
lompat, karena secara kinerja sebenarnya dia gak buruk-buruk banget/masih membukukan
laba. Jadi kita tunggu saja.
2. BEST adalah perusahaan properti pemilik kompleks kawasan industri MM2100 di Bekasi,
Jawa Barat, yang saya sendiri sudah mengikutinya sejak lama, karena valuasinya murah seiring
dengan buruknya kinerja perusahaan dalam beberapa tahun terakhir (sering rugi), tapi minimal
28 | T e g u h H i d a y a t . c o m Instagram: @tghidayat
dia gak bermasalah seperti halnya PBRX diatas. Jadi asal nanti kinerjanya membaik saja, maka
sahamnya bisa gampang naiknya. Sayangnya sampai Q3 barusan, BEST masih merugi, jadi nanti
kita lihat lagi perkembangannya tahun depan.
SPMA sudah masuk pengamatan saya sejak Mei 2021, setelah perusahaan melaporkan
kenaikan pendapatan dan laba yang signifikan pada laporan keuangan Q1 2021, tapi ketika itu
sebelum LK-nya keluar sahamnya sudah naik duluan dari 230 ke 400-an, jadi tidak saya kejar.
Dan memang kemudian di bulan Juli-nya sahamnya cooling down ke 300-an, tapi karena saya
menemukan banyak saham lain yang di bidang yang sama (manufaktur, SPMA ini memproduksi
kertas bungkus makanan), kinerjanya bagus, valuasi rendah, dan sahamnya sama-sama tidak
likuid, maka saya mengesampingkan SPMA ini karena dia lebih tidak likuid dibanding INDR atau
ISSP, misalnya (jadi kalaupun kita beli saham SPMA, belinya gak bisa banyak). Berdasarkan
kinerja terakhirnya di Q3 2021 dimana labanya masih lanjut naik, maka hasilnya juga langsung
kelihatan dimana SPMA dengan cepat lompat dari 360 sampai sempat tembus 500, dan dalam
jangka menengahnya SPMA mungkin masih bisa lanjut naik sampai 600. Jika bapak memang
berminat, maka harus tunggu dia cooling down sekali lagi, sekitar 400 - 420, baru masuk.
JKON belum rilis LK Q3, tapi pada Q2 kemarin perusahaan masih merugi, dan ini selaras dengan
kinerja perusahaan-perusahaan konstruksi lainnya (termasuk BUMN) yang rata-rata masih
minus di tahun 2021 ini (kita lihatnya laporan laba rugi dulu, baru kemudian lihat cashflow).
Kemudian PBV JKON pada harga 135 masih 0.9 kali, masih tergolong tinggi untuk perusahaan
yang merugi. Jadi kita tunggu saja dulu. Kalau harganya lanjut turun sampai 60 - 70 (PBV 0.4
kali), dan ruginya berbalik jadi laba di tahun depan, maka saya sendiri juga mungkin akan beli
sahamnya, karena JKON ini gak ada masalah gagal bayar utang atau semacamnya.
ADES pernah menarik perhatian saya pada November 2020 (setahun lalu), setelah perusahaan
membukukan laba Rp74 milyar pada Q3 2020, naik dibanding Rp47 milyar di periode yang
sama tahun sebelumnya, dan barulah saya ingat lagi kalau ADES ini menjual air minum dalam
kemasan (AMDK) dan produk kosmetik, yang relatif tahan terhadap resesi. Ketika itu sahamnya
masih di 1,200-an. However, karena pendapatan ADES sejatinya turun (laba ADES naik karena
efisiensi di beban penjualan), plus kinerja emiten consumer lainnya seperti UNVR, HMSP,
GGRM juga pada turun, maka saya tidak yakin kalau kenaikan laba ADES itu akan berlanjut.
Kemudian sahamnya tidak likuid, dan valusi sahamnya pada harga 1,200-an itu agak tanggung,
yakni PBV 1 koma sekian kali. Nah, sebenarnya PBV 1 koma untuk saham consumer bereputasi
baik seperti ADES ini tergolong murah, tapi ketika itu IHSG masih di 5,000-an, jadi ada buanyak
29 | T e g u h H i d a y a t . c o m Instagram: @tghidayat
sekali saham lain yang valuasinya jauh lebih atraktif dan terutama sahamnya lebih likuid, jadi
akhirnya saya pilih beli saham-saham lain (dan memang cuan juga).
Sedangkan kalau sekarang, kinerja ADES memang masih bagus, tapi sahamnya sudah di 2,700-
an. Menurut saya harga tersebut sudah merupakan perkiraan harga wajarnya.
BKSL adalah perusahaan properti dengan kepemilikan aset terutama di township Sentul City,
Bogor, tapi perusahaan juga punya sejumlah aset berupa landbank (tanah yang belum
dikembangkan, dan karenanya tidak menghasilkan pendapatan bagi perusahaan) di Jonggol,
Bogor. Yang jadi masalah adalah, nilai landbank ini mencapai Rp8.7 trilyun, sedangkan total
aset perusahaan hanya Rp17.1 trilyun pada Q3 2021. Jadi bisa kita katakan bahwa lebih dari
separuh aset BKSL adalah aset yang tidak produktif, dan karenanya sulit untuk mengharapkan
BKSL bisa menghasilkan pendapatan dan laba yang cukup besar jika dibanding dengan nilai
aset/ekuitasnya, karena hanya kurang dari separuh aset tersebut yang dikelola untuk
menghasilkan pendapatan. Termasuk di Q3 2021, meski perusahaan sukses membukukan laba
Rp313 milyar, membaik dari sebelumnya rugi di periode yang sama tahun sebelumnya, namun
ROE-nya disetahunkan hanya 4.6% saja. Jadi saya tidak rekomen sahamnya.
CSRA ini bagus, sebelumnya sudah masuk/direkomendasikan di EIP edisi Q2 2021, dan nanti
saya akan update lagi analisanya di EIP Q3 ini.
Sebaiknya pilih saham yang risk-nya low (lihat lagi halaman daftar isi), dan yang harganya tidak
terlalu jauh dari best price. Untuk pembagian presentasenya, baca ini:
30 | T e g u h H i d a y a t . c o m Instagram: @tghidayat
https://www.teguhhidayat.com/2021/04/tips-money-management-untuk-merapihkan.html.
Laba yang Rp416 milyar itu bukan berasal dari pendapatan perusahan dari penjualan unit-unit
propertinya, melainkan dari berkurangnya rugi kurs karena menguatnya kurs Rupiah terhadap
Dollar. Jadi pada Q1 2020, PWON membukukan rugi kurs Rp557 milyar, karena melemahnya
kurs Rupiah sehingga nilai obligasinya yang diterbitkan di Singapura yang senilai $250 juta, nilai
tercatatnya dalam Rupiah naik dari Rp3.5 trilyun menjadi Rp4.1 trilyun, dan selisihnya yang
Rp557 milyar kemudian dicatat sebagai kerugian. Tiga bulan pada Juni 2020, Rupiah menguat,
sehingga nilai tercatat obligasinya turun lagi menjadi Rp3.6 trilyun, dan rugi kursnya yang
Rp557 milyar kemudian turun menjadi Rp100 milyar saja, alias berkurang sebesar Rp457
milyar.
Jadi secara quarter on quarter, PWON pada Q2 membukukan laba kurs Rp457 milyar. Jika laba
kurs ini tidak ada, maka sejatinya pada April - Juni 2020, PWON membukukan kerugian secara
operasional, karena labanya yang termasuk laba kurs Rp457 milyar itu totalnya hanya Rp416
milyar.
Untuk saham-saham yang harganya baru naik 10% dari best buy-nya, itu masih bisa dikejar.
Untuk selebihnya juga tetap bisa dibeli dengan asumsi harga wajarnya masih jauh diatas harga
mereka saat ini, tapi tetap sisakan sejumlah cash untuk jaga-jaga jika harus average down,
yakni jika sahamnya turun lagi ketika nanti IHSG kembali turun.
1. MNCN belum rilis LK Q3, makanya belum masuk EIP Q3. Tapi jika nanti LK-nya keluar dan
hasilnya bagus, maka sahamnya tetap akan kita bahas di EIP. Pada harga dibawah 1,000,
berdasarkan LK Q2-nya, MNCN masih terhitung murah.
2. BSDE iya mahal, murahnya di 800 atau maksimal 900.
31 | T e g u h H i d a y a t . c o m Instagram: @tghidayat
3. Dalam membeli satu saham saya selalu melakukan beberapa kali pembelian minimal 3-5 kali
untuk persiapan avg down atau avg up. menurut Bapak apakah strategi ini baik?
1. Kinerja/laba AMFG sudah naik sejak Q1 2021 lalu, makanya sahamnya juga naik signifikan
dari ketika itu 2,500-an s/d sekarang 4,900. Dan kalau lihatnya PBV-nya yang masih 0.7 kali,
maka AMFG ini mungkin masih bisa lanjut naik. Cuma karena kinerja historisnya sama sekali
gak bagus, bisnisnya rumit, dan sahamnya tidak likuid, maka kalau saya sendiri gak bisa beli
sahamnya.
2. Menjelang akhir tahun adalah waktu yang sangat baik u/ belanja dan pegang saham, jadi
tidak disarankan pegang cash terlalu besar. Sebaiknya mulai belanja lagi hingga cash sisa 10 -
20% saja dari total nilai porto.
3. Maksimal beli saham yang sama sebanyak 3 kali saja. Soal strategi average up/down sudah
saya jelaskan disini: https://www.teguhhidayat.com/2017/07/cara-average-down-average-
up.html.
1. Sejauh hasil analisa selama ini, kinerja perusahaan asuransi di BEI gak ada yang bagus, yang
mungkin karena perusahaan yang listing kebanyakan merupakan pemain kelas menengah/kecil
yang tidak menguasai pasar asuransi itu sendiri (sedangkan yang besar-besar seperti
Prudential, Allianz, mereka gak listing). Termasuk TUGU, ROE-nya pada Q3 2021 hanya 4.0%,
dan juga di tahun-tahun sebelumnya ROE-nya tidak pernah mencapai 10%. Jadi menurut saya
sahamnya gak akan kemana-mana.
1. Meski kinerja BDMN tidak bagus, tapi saya sendiri tertarik setelah sahamnya pada Juni 2021
lalu mentok di 2,000-an, yang mencerminkan PBV 0.4 kali, dimana saya sudah hafal bahwa
biasanya itulah bottom-nya bagi saham yang perusahaannya mengalami kerugian/penurunan
laba, tapi tidak sampai bangkrut atau gagal bayar utang. Dan memang setelah itu BDMN naik
lagi, meskipun pada Q2 2021, labanya masih turun signifikan. Pada Q3-nya, laba BDMN masih
turun secara year on year, tapi sebenarnya ada sedikit perbaikan kinerja dibanding Q2. Saya
masih menganggap bahwa best buy BDMN ini di 2,000 - 2,200, jadi jika besok-besok sahamnya
turun sampai situ boleh average down. Tapi jika tidak maka hold saja.
3. Jumlah saham idealnya 7 - 10 saham berbeda, strategi lengkapnya baca lagi disini:
https://www.teguhhidayat.com/2021/04/tips-money-management-untuk-merapihkan.html.
Harga batubara beberapa waktu lalu memang turun dengan cepat dari $270 ke $150 per ton
pada awal November, tapi sampai sekarang harganya belum turun lagi/masih di $150 tersebut,
32 | T e g u h H i d a y a t . c o m Instagram: @tghidayat
dan menurut saya harga segitu tetap terbilang tinggi. Kemudian alokasi 20% dari total nilai
porto untuk 1 sektor terbilang cukup, gak terlalu banyak. Kalau sahamnya belum naik maka
tunggu saja. Selama kinerja perusahaan memang bagus maka nanti juga sahamnya naik.
1. Sebaiknya dalam menganalisa saham, kita membaca langsung laporan keuangannya agar
bisa menemukan angka-angka rinci yang tidak tampak di summary yang disajikan oleh pihak
ketiga seperti RTI. Pada kasus PALM, perusahaan beberapa tahun lalu membeli saham MDKA
yang merupakan perusahaan afiliasi (PALM dan MDKA sama-sama dimiliki Grup Saratoga)
senilai Rp722 milyar, yang nilainya pada Q2 2021 naik menjadi Rp4.1 trilyun seiring dengan
kenaikan harga saham MDKA di pasar, sehingga PALM kemudian memperoleh laba Rp3.4
trilyun yang dicatat sebagai 'keuntungan investasi', dan ekuitasnya juga naik sebesar Rp3.4
trilyun. Namun karena saham MDKA belum dijual, maka laba tersebut bersifat tidak riil, karena
memang belum direalisasikan, sehingga ekuitasnya juga tidak riil, dimana jika tidak ada
keuntungan investasi yang Rp3.4 trilyun tadi, maka ekuitas PALM sejatinya hanya Rp1.2 trilyun.
Jadi PBV-nya juga bukan 0.76x, melainkan lebih tinggi dari itu.
Jadi terlepas dari penjualan anak usahanya PT Mutiara Agam, PALM ini nggak bagus. Terkait
penjualan PT Mutiara Agam itu sendiri, PALM akan memperoleh pembayaran bersih (sudah
dikurangi utang dari PT Mutiara Agam ke PALM) Rp405 milyar, sedangkan ekuitas PT Mutiara
Agam adalah Rp435 milyar. Jadi secara kasarnya, PALM justru akan merugi dari penjualan anak
usahanya tersebut.
2. Meski kinerja emiten ayam memang turun di Juli - September 2021, tapi untuk Q4 2021 dan
seterusnya prospeknya akan membaik seiring dengan sudah dilonggarkannya PPKM. Dan
kinerja JPFA di Q3 gak bisa disebut jelek juga, dengan ROE 17.2%, masih tinggi. Tapi harga
1,600-an dengan PBV 1.6 kali masih tanggung. Kalau sudah beli maka hold saja, tapi kalau mau
tambah posisi sebaiknya di 1,400 atau dibawahnya.
33 | T e g u h H i d a y a t . c o m Instagram: @tghidayat
Dibanding TGRA yang belum benar-benar menghasilkan pendapatan karena proyek
pembangkit listrik tenaga air (PLTA) dan surya (PLTS) yang dimiliki perusahaan masih dalam
tahap pembangunan, maka KEEN lebih baik karena betul bahwa 2 unit PLTA-nya sudah
beroperasi, dan dengan beroperasinya 1 unit PLTM (pembangkit listrik tenaga mikrohidro) di
tahun 2022 nanti, maka di tahun 2022 tersebut pendapatan dan labanya akan naik, seiring
dengan meningkatnya kapasitas produksi listriknya. Malah dalam jangka panjang s/d tahun
2028, maka prospek KEEN ini sangat menarik karena perusahaan sedang membangun
setidaknya 16 unit pembangkit lagi (tenaga air, mikrohidro, angin, surya, biogas, dan biomass),
sehingga jika semuanya lancar, kapasitas produksi listriknya akan meningkat signifikan,
demikian pula pendapatan serta laba bersihnya. Manajemen bahkan berani memproyeksikan
laba bersih $180 juta di tahun 2026, yang terbilang sangat besar mengingat laba KEEN pada Q2
2021 baru $10 juta disetahunkan. Jadi KEEN ini memang menarik karena prospeknya, terutama
karena perusahaan sukses menyelesaikan pembangunan 2 unit PLTA-nya secara tepat waktu
(dan sekarang sudah beroperasi), jadi harapannya untuk proyek-proyek berjalan juga akan
selesai tepat waktu.
Namun dengan ROE yang masih 5% pada Q2 2021, maka untuk saat ini KEEN masih belum
merupakan perusahaan yang profitable, dan valuasi sahamnya juga tidak terlalu murah (hanya
murah saja) u/ ukuran perusahaan yang belum punya track record (kinerjanya selama ini naik
turun karena produksi listriknya masih kecil, selaras dengan masih sedikitnya jumlah
pembangkit yang dimiliki). Saran saya coba tunggu dulu sampai perusahaan rilis LK Q1 2022,
kalau memang benar PLTM-nya ketika itu sudah beroperasi dan alhasil labanya kembali naik,
dan kali ini ROE-nya katakanlah mencapai 10%, maka saya sendiri mungkin akan beli sahamnya
u/ long term.
KRAS dulunya rugi terus tiap tahun, dan termasuk dalam daftar BUMN yang bakal bangkrut
kalau saja tidak disuntik modal oleh Pemerintah, karena utangnya besar sekali. Pada ulasan
terakhir di tahun 2018: https://www.teguhhidayat.com/2018/08/krakatau-steel.html, saya
katakan bahwa KRAS tidak layak invest. Barulah di tahun 2020 kemarin, KRAS akhirnya
membukukan laba $24 juta, tapi itu karena adanya pendapatan non operasional termasuk
keuntungan dari kenaikan nilai investasi dana pensiun karyawan sebesar $157 juta. Jadi jika
pendapatan itu dianggap tidak ada, maka KRAS sejatinya masih merugi. Tahun 2021, sampai
dengan Q3 pendapatan KRAS naik hampir dua kali lipat dibanding periode yang sama di tahun
2020, yang kemungkinan didorong oleh Peraturan Menteri Perdagangan No.3 tahun 2020 yang
membatasi impor baja nasional, sehingga meningkatkan pangsa pasar milik KRAS. Dan setelah
ditambah efisiensi/penurunan beban pokok terutama beban penggunaan energi, hasilnya KRAS
membukukan laba yang mencerminkan ROE disetahunkan 17.1%.
Namun dengan defisit $2.3 milyar, utang $3.3 milyar (berbanding ekuitasnya $465 juta), dan
aset lancarnya yang lebih kecil dibanding kewajiban lancarnya, yang itu artinya perusahaan
punya masalah likuiditas dan berisiko gagal bayar utang, maka saya belum menganggap KRAS
ini sudah turnaround, karena perusahaan baru membukukan laba di tahun 2021 ini saja, itupun
angkanya masih kecil jika dibandingkan total aset perusahaan. Kemudian pada harga 540, PBV-
nya juga sudah 1.6 kali, alias tidak murah lagi. Jadi saya tidak rekomen.
34 | T e g u h H i d a y a t . c o m Instagram: @tghidayat
1. Saham icbp saya ambil di 8900 gmn analisanya pak?
2. Saham unvr saya ambil di 4900 bagaimana analisanya pak?
1. Analisa lengkap ICBP terakhir saya posting April 2021 lalu, dan masih relevan sampai
sekarang. Bisa dibaca disini: https://www.teguhhidayat.com/2021/04/prospek-indofood-cbp-
icbp-setelah.html. Intinya saya belum rekomen sahamnya untuk saat ini, dan harga 8,900 juga
termasuk mahal jika mempertimbangkan kondisi perusahaan pasca akuisisi Pinehill.
2. UNVR sampai Q3 2021 ini labanya masih turun, jadi sahamnya belum akan kemana-mana
dulu. Harga 4,900 termasuk murah kalau di tahun 2022 nanti laba perusahaan kembali naik.
Saya belum pelajari karena terlepas dari kualitas kinerja fundamental perusahaannya, biasanya
saham-saham IPO dijual pada valuasi yang sangat tinggi (jadi ngapain repot-repot analisa, kalau
ujungnya gak beli sahamnya). Jadi kita lihat dulu, kalau IPO cat Avian ini banyak ditanyakan,
maka saya akan buatkan ulasan lengkapnya di blog.
Dalam hal ini kita harus memahami industri yang digeluti oleh perusahaan. Pada kasus MAIN,
penurunan kinerjanya adalah karena pemberlakuan PPKM darurat yang memaksa restoran dan
rumah makan untuk tutup, dan akibatnya menurunkan permintaan daging ayam dan telur,
sehingga harga jualnya anjlok. Tapi seperti yang kita ketahui, sekarang sudah tidak ada PPKM
lagi, jadi cepat atau lambat harga ayam akan naik lagi, dan ketika itulah laba MAIN akan naik
lagi, dan PER-nya akan turun lagi. Sehingga, kecuali bapak menemukan saham lain yang lebih
baik, maka MAIN di-hold saja. Ceritanya baru berbeda jika kita tidak paham industrinya, dan
35 | T e g u h H i d a y a t . c o m Instagram: @tghidayat
alhasil tidak ada gambaran soal apakah kedepannya kinerja perusahaan akan membaik, atau
malah lebih buruk lagi. Jika kondisinya demikian, baru cut loss.
LPCK ini sebenarnya menarik karena valuasinya sangat murah, tapi kinerjanya sampai Q3 2021
masih gak bagus dimana pendapatan dan labanya turun, dan saya gak punya gambaran kinerja
perusahaan kedepannya bakal bagaimana karena LPCK ini milik Grup Lippo, yang GCG-nya
kurang baik (jadi mau LPCK membukukan untung atau rugi, itu terserah mereka saja).
Sebaiknya jual saja.
Berdasarkan pengelompokkan yang dilakukan oleh BEI, sektor transportasi dan logistik terdiri
dari 12 emiten yakni ASSA, BIRD, BPTR, CMPP, GIAA, HELI, IATA, SAFE, TAXI, TRJA, dan WEHA.
Dan kalau yang bapak maksud dengan 'perusahaan logistik' adalah perusahaan jasa pengiriman
paket untuk belanja online (ekspedisi), maka hanya ASSA saja dari 12 emiten diatas yang
bergerak di bidang tersebut dengan merk 'Anteraja', sedangkan 11 emiten lainnya bergerak di
bidang transportasi penumpang, bukan barang. Untuk merk-merk ekspedisi terkenal seperti
JNE, Tiki, J&T, Sicepat, tidak ada yang listing. Dan ASSA sendiri valuasinya jelas sudah sangat
mahal dengan PBV 6.3 kali, jadi saya tidak rekomen.
1. ITMG bagus. Kecuali ada saham batubara lain yang lebih baik, kemungkinan saya akan
memasukkannya ke update EIP nanti, dengan best price sekitar 19,000. Tapi saya tetap lebih
suka PTBA karena harganya masih dibawah.
2. PTRO belum merilis laporan keuangan, jadi kita tunggu dulu. Tapi pada harga sekarang dia
sudah agak mahal.
3. MTDL beberapa tahun lalu saya rekomen waktu di harga 800, dan beberapa bulan lalu saya
rekomen lagi pada harga 1,600 (analisanya bisa dibaca di EIP edisi terdahulu). Pada harga
sekarang, MTDL sudah mahal meskipun fundamentalnya masih sangat bagus, jadi tidak saya
rekomendasikan lagi.
36 | T e g u h H i d a y a t . c o m Instagram: @tghidayat
komoditas masih gitu-gitu aja. Apakah menurut Pak Teguh harga saham batubara bisa
mencapai all time high-nya mengingat harga komoditasnya sudah mencapai All time high?
2. Bagaimana analisa dan rekomendasi saham INCO untuk jangka panjang? Saya punya INCO
di avg 5000-an. Apakah sebaiknya dihold saja atau dilepas sebagian?
1. Kalau saham batubara dan CPO masih belum kemana-mana, padahal semua faktor
mendukungnya untuk naik, maka artinya sekarang masih boleh beli sahamnya, atau kalau
sudah pegang maka hold saja. Karena kalau nanti sahamnya sudah naik, maka sudah terlambat
jika kita baru mau beli. Jadi dalam hal ini kita harus memanfaatkan situasi saham undervalue
(saat ini) untuk belanja, dan situasi overvalue (nanti) untuk jualan. Sesederhana itu. Saya tidak
tahu apakah harga saham-saham batubara/CPO bakal mencetak rekor tertinggi atau tidak, tapi
yang jelas saya melihat sektor komoditas masih prospektif, dimana saya memang memasukkan
cukup banyak saham batubara/CPO di EIP edisi kali ini. Jika misalnya 3 bulan lagi saham PTBA
dkk sudah naik hingga ke posisi yang saya anggap sudah tidak murah lagi, maka saya tidak akan
merekomendasikannya lagi.
2. INCO saya tidak rekomen, analisanya bisa dibaca
disini: https://www.teguhhidayat.com/2021/03/vale-indonesia-inco.html.
Informasi soal medium term notes (MTN) itu sudah cukup jelas disampaikan di catatan kaki
laporan keuangan. Jadi pada November 2020, ULTJ menerbitkan utang MTN senilai Rp3 trilyun
yang akan jatuh tempo pada November 2023, dengan rata-rata bunga 8% per tahun, dimana
uangnya akan digunakan untuk belanja modal/capex, dan modal kerja. Namun pada
kenyataannya, uang itu justru ditempatkan di obligasi Pemerintah dengan bunga rata-rata 7%.
Jadi ULTJ dalam hal ini merugi sebesar 1% dari Rp3 trilyun tadi (atau setara Rp30 milyar) per
tahunnya karena perusahaan menerima bunga 7%, tapi bayar bunga 8%. Sejak awal penerbitan
MTN ini memang tidak jelas apa urgensinya, karena kalau keperluannya untuk capex, maka
ULTJ masih punya kas dari operasional sebesar Rp2.7 trilyun.
Terlepas dari itu, kinerja ULTJ s/d Q3 2021 masih sangat baik dengan laba bersih Rp910 milyar,
yang mencerminkan ROE 25.8%, itu sudah dikurangi rugi selisih bunga Rp30 milyar itu tadi. Jadi
sahamnya tetap bagus untuk long term.
1. Sekarang musim hujan, jadi wajar jika hujan terus, tapi biasanya puncak musim hujan itu
terjadi pada Januari - Februari. Jadi harapannya sampai dengan akhir tahun ini kinerja
perusahaan batubara termasuk PTBA akan tetap bagus.
2. Kecuali ada peristiwa penting tertentu yang mengubah prospek perusahaan, maka iya,
saham PTBA akan naik.
3. Maksimal 20% dari nilai porto.
37 | T e g u h H i d a y a t . c o m Instagram: @tghidayat
Tips dari saya pak, carilah kegiatan agar tidak menghabiskan waktu buat baca-baca berita, dan
tidak melihat harga saham tiap hari, sepanjang hari. Memang itu sangat sulit buat pemula, tapi
coba saja.
PBRX masuk EIP edisi Q2 kemarin, karena betul kinerja perusahaan tidak bisa disebut buruk,
sedangkan valuasinya sangat rendah dengan PBV 0.2 kali. Jadi kalau sahamnya bisa naik sampai
PBV 1 kali, maka itu artinya naik 5 kali lipat (jadi itu bukan 'target muluk-muluk', melainkan
sangat optimis). Tapi harga dan valuasi saham PBRX bisa serendah itu karena perusahaan
kemarin digugat pailit oleh salah satu kreditornya, Maybank Indonesia. Dan meski kemarin
gugatannya ditolak oleh pengadilan, tapi alasannya adalah karena PBRX sebelumnya sudah
dalam sengketa pailit di Pengadilan di Singapura (jadi PBRX harus menyelesaikan masalahnya di
Singapura dulu, baru kemudian kasusnya dengan Maybank bisa dilanjutkan). Jadi risiko
terburuknya saham PBRX ini bisa disuspen seperti SRIL, dan kalau demikian maka kerugiannya
menjadi 100% karena uang kita habis sama sekali/mau cut loss juga tidak bisa.
Saya melihat kenaikan kinerja emiten properti ini belum merata. Memang ada yang labanya
naik seperti CTRA dan PWON, tapi yang lainnya masih banyak yang turun (LK BSDE dan SMRA
belum rilis), dan yang rugi juga ada. Jadi saya belum melirik lagi sektor ini, terutama karena
valuasi CTRA dan PWON sudah tidak murah lagi. Untuk SMRA dan BSDE juga sama, nggak
murah.
Kemudian ketika harga komoditas mencapai titik tertingginya di tahun 2011 lalu, yang
memunculkan banyak orang kaya baru di sektor batubara dan sawit, maka sektor properti juga
mulai bangkit di tahun yang sama hingga puncaknya di tahun 2013, dimana tahun 2013 itu
merupakan tahun terakhir ramai istilah 'Senin harga naik'. Namun untuk tahun 2021 ini, meski
harga batubara dan sawit bahkan sudah lebih tinggi lagi dibanding 2011 lalu, tapi belum terasa
euforia di sektor ini. Harapan saya, euforia tersebut baru akan terjadi tahun 2022 nanti, dan
barulah tak lama setelah euforia itu terjadi (jadi di tahun yang sama), kita kemudian profit
taking dari saham-saham batubara/sawit, lalu pindah ke properti yang belum dilirik, untuk
kemudian di-hold saja sampai 2024. Incaran saya di properti ini misalnya APLN, ASRI, dan LPCK.
38 | T e g u h H i d a y a t . c o m Instagram: @tghidayat
1 HRTA 215 9,13%
2 INKP 6825 10,87%
3 ISSP 320,4 8,51%
4 LSIP 1163,57 12,97%
5 MAIN 798,42 16,11%
6 MNCN 870 9,24%
7 PMMP 387,17 9,87%
8 PTBA 2607,5 16,61%
9 UNVR 6307,14 6,70%
1. Mohon masukan terkait porsi portfolio diatas apakah layak hold untuk jangka menengah
atau panjang?
2. Jika Laba suatu saham pada laporan terbarunya turun tetapi perbandingan YoY nya naik
apakahlangsung jual atau layak hold? dalam kasus ini salahsatunya Saham MAIN.
3. Saya masih ada dana sktr 30 % apakah nambah saham baru (bluechip atau SL) atau
perbesar portfolio yang ada pak?
1. Sahamnya bagus-bagus semua kecuali mungkin UNVR. Saya sampai hari ini masih belum
rekomen UNVR lagi.
2. Untuk MAIN, meski kinerjanya di Q3 cukup buruk, dan karena itulah sahamnya akan sulit
naik dalam waktu dekat, tapi dalam jangka menengahnya maka dia masih berkesempatan
untuk naik ketika harga ayam dan telur akhirnya pulih, mungkin pertengahan 2022 nanti.
3. Alokasi 9 saham sudah cukup banyak, jadi sebaiknya tambah posisi di saham-saham yang
sudah ada saja (kecuali UNVR), dengan tetap mengingat peraturannya: Maksimal satu saham
hanya memperoleh alokasi dana 25% porto, tidak lebih dari itu.
1. Di EIP Q2 kemarin saya memasukkan beberapa saham dari perusahaan yang relatif kecil,
yang saya pikir bisa tumbuh besar dalam jangka panjang (seperti MTDL, yang 10 tahun lalu
masih kecil tapi sekarang sudah menjadi salah satu perusahaan distributor elektronik terbesar
di Indonesia), seperti PMMP, HRTA, dan PPGL. Saya berencana untuk kembali memasukkan
tiga saham itu di EIP Q3, hanya masih tunggu perusahaan rilis laporan keuangan. Faktor utama
yang membedakan tiga perusahaan itu dengan lainnya (sehingga kita anggap prospek jangka
panjangnya cerah) adalah: 1. Manajemennya jujur dan fokus, 2. Industrinya sederhana, dan 3.
Perusahaan memiliki track record bagus meski baru berdiri, dan sudah menjadi salah satu
market leader di industrinya itu tadi.
2. Perlu diketahui bahwa sebagian besar perusahaan batubara di Indonesia menjual
batubaranya ke pasar ekspor dengan harga sekitar 20 - 30% lebih rendah dari harga acuan
Newcastle Australia, karena kualitas/tingkat kalori batubara Indonesia memang lebih rendah
dari Australia. Jadi kalau sekarang harga Newcastle $150 per ton, maka harga batubara yang
39 | T e g u h H i d a y a t . c o m Instagram: @tghidayat
dijual ADRO dkk adalah $105 – 120 per ton. Jadi harga $90 per ton itu sebenarnya tidak terlalu
rendah, malah masih terhitung tinggi karena bahkan pada harga $70 per ton sekalipun, emiten-
emiten batubara di Indonesia akan tetap profit lumayan. Kemudian berdasarkan peraturan
domestic market obligation (DMO, baca lagi analisa DMO
disini: https://www.teguhhidayat.com/2018/03/harga-dmo-batubara-dan-pengaruhnya-
ke.html), maka perusahaan batubara hanya wajib menjual 25% saja dari total produksinya ke
pasar dalam negeri, sehingga 75% selebihnya bisa tetap dijual ke pasar ekspor pada harga $105
- 120 per ton tadi.
3. Saya tidak tahu bagaimana pergerakan IHSG kedepannya, untuk turun lagi juga bisa saja, tapi
yang jelas sekarang masih ada banyak saham yang harganya belum naik tinggi. Terlepas dari
perusahaannya bergerak di sektor apa, menurut saya saham-saham yang dibahas di EIP bisa
naik lebih tinggi lagi dalam beberapa waktu kedepan, dari harga mereka saat ini.
Sebaiknya tunggu LK keluar dulu. Best buy PMMP juga masih di 420.
KICI sudah dibahas di EIP edisi Q2, jadi analisanya bisa dibaca lagi disitu. Namun intinya adalah
perusahaan kemungkinan diuntungkan oleh kenaikan permintaan besi dan baja (KICI
memproduksi lembaran baja enamel untuk membuat peralatan dapur), sekaligus kenaikan
harga jual besi dan baja itu sendiri, makanya tahun 2021 ini labanya naik signifikan, demikian
pula dengan sahamnya sudah naik banyak (setahun lalu dia masih di 170). Cuma masalahnya
sahamnya sangat tidak likuid, jadi meski saya ketika itu merekomendasikan KICI ini, tapi saya
sendiri malah gak bisa masuk. Pada Q3 ini, kinerja KICI masih bagus, tapi kecuali saya tidak
menemukan saham lain yang cukup bagus untuk mengisi kuota 30 saham yang dibahas di EIP,
kemungkinan KICI tidak akan masuk EIP ini lagi, karena selain sahamnya masih tidak likuid,
harga sekarang juga sudah naik tinggi (3 bulan lalu dia masih di 250).
40 | T e g u h H i d a y a t . c o m Instagram: @tghidayat
1. PGAS selama ini tidak termasuk saham yang membayar dividen besar, karena kinerjanya
memang buruk sejak perusahaan masuk ke sektor hulu energi (melalui PT Saka Energi) pada
tahun 2011 lalu, dan kemungkinan masih belum akan cukup bagus kedepannya karena sampai
saat ini perusahaan masih memegang Saka Energi. Emiten BUMN yang royal dividen adalah
TLKM dan BBRI, tapi karena harga sahamnya termasuk tinggi (PBV 3 kali), maka dividend yield-
nya jadi rendah. Jika bapak menginginkan dividen, dan BUMN, maka saran saya adalah PTBA.
Boleh cek sendiri historis dividennya selama ini, lalu dibandingkan dengan harga sahamnya
sehingga ketemu dividend yield-nya berapa. Sebagai perbandingan, yield TLKM dan BBRI itu
hanya 3% atau kurang dari itu, sedangkan PTBA diatas 10%.
2. Sampai dengan saat ini belum ada update terkait kasus pajaknya. Tapi karena perusahaan
sudah kembali memulihkan sebagian dari denda sengketa pajak sebesar $300 juta yang sudah
dicadangkan sebelumnya, artinya manajemen PGAS menganggap bahwa perusahaan akan
memenangkan sengketanya, atau denda yang akan benar-benar dibayar nilainya lebih rendah
dari $300 juta tadi. Dan kalaupun uang $300 juta itu tidak kembali lagi seluruhnya, maka hal itu
sudah berpengaruh apa-apa terhadap kinerja perusahaan kedepan, karena sejak awal
perusahaan sudah mencadangkan denda tersebut sebagai rugi non operasional di tahun 2020
lalu (sehingga laba PGAS sudah drop di tahun 2020, malah totalnya sampai rugi, tapi untuk
tahun 2021 dan seterusnya sudah gak ada masalah lagi).
41 | T e g u h H i d a y a t . c o m Instagram: @tghidayat