Anda di halaman 1dari 41

EFEKTIFITAS PEMBELAJARAN TERPADU (MATEMATIKA DAN BAHASA INGGRIS) BERBANTUAN MODUL TERHADAP KEMAMPUAN BAHASA INGGRIS DAN HASIL

BELAJAR SISWA DI SEKOLAH MENENGAH ATAS RSBI

Oleh :

MARVEL G. MAUKAR 07 310 066

UNIVERSITAS NEGERI MANADO FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM JURUSAN MATEMATIKA 2011

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Pendidikan yang bermutu sangat penting bagi bangsa Indonesia untuk menghadapi era globalisasi dan informasi. Oleh karenanya Pemerintah terus berupaya untuk meningkatkan kualitas pendidikan nasional. Salah satu upaya yang dilakukan untuk menyelenggarakan

pendidikan yang bermutu adalah dengan pengembangan Sekolah Bertaraf Internasional sesuai dengan yang diamanatkan oleh Undang-Undang no 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada pasal 50 ayat 3 yakni Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah menyelenggarakan sekurang-kurangnya satu satuan pendidikan pada semua jenjang pendidikan untuk dikembangkan menjadi sekolah yang bertaraf internasional. Mengembangkan Sekolah Bertaraf Internasional (SBI) bertujuan untuk meningkatkan kemampuan dan daya saing bangsa Indonesia di forum Internasional. Memperhatikan hal tersebut di atas, sekitar tahun 2005- 2006, di beberapa kota atau daerah bermunculan sekolah-sekolah yang membuka kelas bilingual, kelas internasional, maupun Sekolah Nasional Bertaraf Internasional (SNBI) atau Sekolah Bertaraf Internasional (SBI). Adapun sekolah Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI) adalah Sekolah Standar Nasional (SSN) yang menyiapkan peserta didik berdasarkan Standar Nasional Pendidikan (SNP) Indonesia dan bertaraf Internasional sehingga diharapkan lulusannya memiliki kemampuan daya saing internasional. Direktorat Pembinaan SMA menentukan beberapa kriteria bagi SMA BI untuk memberlakukan standart Internasional salah satu diantaranya yaitu dengan bahasa Internasional (Inggris) disebut Bilingual System digunakan sebagai bahasa pengantar dalam pembelajaran pada sekelompok mata pelajaran yang termasuk hard science. Dalam hal ini proses pembelajaran menggunakan bahasa Inggris untuk kelompok sains dan matematika. Matematika merupakan salah satu pelajaran yang diajarkan dalam bahasa Inggris pada Sekolah Bertaraf Internasinal. Menurut The National Council of Teacher Of Mathematics

(NCTM: 1996), standar pemikiran dalam matematika yaitu pemecahan masalah, penalaran, komunikasi dan aplikasi. Depdiknas (2003), merumuskan tujuan dari pembelajaran matematika adalah meliputi (1) melatih cara berpikir dan bernalar dalam menarik kesimpulan (2) mengembangkan kreatifitas kreatif yang melibatkan imajinasi, intuisi dan penemuan dengan mengembangkan pemikiran divergen, orisinil, rasa ingin tahu, membuat prediksi dan dugaan serta mencobacoba (3) mengembangkan kemampuan memecahkan masalah (4) mengembangkan kemampuan menyampaikan informasi atau mengkomunikasikan gagasan. Di dalam proses pembelajaran tercakup komponen, pendekatan dengan berbagai metode pengajaran yang dikembangkan dalam proses tersebut. Tujuan utama diselenggarakannya proses belajar adalah demi tercapainya tujuan pembelajaran. Guru berperan sebagai pengajar atau fasilitator belajar, sedangkan siswa berperan sebagai pelajar atau individu yang belajar. Usahausaha guru dalam proses tersebut utamanya adalah membelajarkan siswa agar tujuan khusus dan tujuan umum proses belajar tercapai. (Al. Krismanto,2003) Pada Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional Pembelajaran Matematika dengan menggunakan bahasa Inggris sebagai bahasa pegantarnya. Akan tetapi tidak sedikit pula peserta didik yang mengeluh ketika menemui bahwa proses pembelajaran matematika menggunakan bahasa Inggris. Kesulitan mentransfer bahasa inggris menjadi bahasa matematika yang komunikatif adalah masalah utama yang dihadapi oleh peserta didik. Hal ini diakibatkan salah satunya oleh kemampuan bahasa Inggris siswa terutama yang berkaitan dengan pemahaman bahasa Inggris untuk matematika itu sendiri yang kadang memiliki perbedaan tersendiri dibandingkan dengan bahasa Inggris pada umumnya. Di sisi lain berkaitan dengan penggunaan pengantar bahasa Inggris dalam pembelajaran matematika maka pemahaman konsep matematika dari siswa juga rendah. Mengatasi hal tersebut diperlukan adanya inovasi dalam proses pembelajaran dalam hal ini untuk membantu ketidak pahaman siswa khususnya karena pembelajaran mengunakan pengantar bahasa Inggris. Salah satunya yakni dengan model pembelajaran yang baik dalam hal ini model yang memfasilitasi pencapaian kompetensi yang tinggi dalam

bidang studi dan dalam bahasa Inggris dan keduanya diberi perhatian proporsional. Pembelajaran yang dapat dikatakan memenuhi hal tersebut adalah pembelajaran terpadu (Integrated). (Zainal, 2010) Pembelajaran terpadu sebagai suatu konsep dapat dikatakan sebagai pendekatan pembelajaran yang melibatkan beberapa mata pelajaran untuk memberikan pengalaman belajar yang bermakna kepada siswa. Pembelajaran terpadu diyakini sebagai pendekatan pembelajaran yang berorientasi pada praktek pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan anak. Prabowo (2000:3) mengatakan bahwa pembelajaran terpadu sebagai suatu proses mempunyai beberapa ciri yaitu : (1) berpusat pada siswa (student centered), (2) proses pembelajaran mengutamakan pemberian pengalaman langsung, serta (3) pemisahan antar bidang studi tidak terlihat jelas. Untuk mendukung proses pembelajaran dengan pendekatan pembelajaran, diperlukan suatu media yang dapat meningkatkan kualitas pembelajaran matematika. Syaiful Bahri (1995:136) menjelaskan didalam kegiatan belajar mengajar ketidakjelasan bahan yang disampaikan dapat dibantu dengan menghadirkan media sebagai perantara. Kerumitan bahan pelajaran dapat disederhanakan dengan bantuan media. Media dapat mewakili apa yang kurang mampu guru ucapkan melalui kata-kata atau kalimat. Di sekolah RSBI itu sendiri penggunaan media yang dalam hal ini diidentikan dengan bahan ajar memiliki peranan yang cukup tinggi. Menurut Zainal (2010) bahan ajar ini dapat dikembangkan dalam berbagai bentuk diantaranya adalah modul. Modul sendiri merupakan suatu unit lengkap yang berdiri sendiri dan terdiri atas suatu rangkaian kegiatan belajar yang disusun untuk membantu siswa mencapai sejumlah tujuan yang dirumuskan secara khusus dan jelas.(Nasution, 2010) Dalam hal ini penggunaan modul dimaksudkan untuk membantu perserta didik dalam memahami berbagai materi yang diajarkan, di lain pihak juga membantu pengajar untuk menyampaikan materi yang telah diajarkan mengingat juga pembelajaran menggunakan pengantar bahasa Inggris.

B. IDENTIFIKASI MASALAH

Berdasarkan Latar belakang masalah di atas, maka beberapa masalah yang dapat diidentifikasikan :

1. Siswa mengalami permasalahan pada pembelajaran Matematika yang menggunakan Bahasa Inggris 2. Pembelajaran kadang tidak memperhatikan kesulitan siswa untuk beradaptasi menggunakan bahasa inggris dalam pembelajaran 3. Kemampuan Bahasa Inggris yang rendah menjadi penghambat dalam proses pembelajaran 4. Rendahnya Pemahaman Konsep Matematika pada pembelajaran yang menggunakan pengantar Bahasa Inggris 5. Penggunaan media yang kadang tidak bersesuaian dengan masalah yang dialami siswa

C. BATASAN MASALAH Berdasarkan Identifikasi Masalah di atas, maka penelitian ini dibatasi pada Pengaruh pembelajaran terpadu (matematika dan bahasa inggris) berbantuan modul terhadap kemampuan Bahasa Inggris terutama dalam hal memahami makna kalimat atau kata khususnya Bahasa Inggris untuk Matematika dan pemahaman konsep matematika siswa di sekolah menengah atas RSBI pada materi STATISTIKA.

D. RUMUSAN MASALAH 1. Apakah terdapat perbedaan kemampuan bahasa inggris antara siswa yang diajarkan dengan pembelajaran terpadu (matematika dan bahasa inggris) berbantuan modul dan pembelajaran konvensional di RSBI? 2. Apakah terdapat perbedaan pemahaman konsep matematika antara siswa yang diajarkan dengan pembelajaran terpadu (matematika dan bahasa inggris) berbantuan modul dan pembelajaran konvensional di RSBI ?

3. Apakah terdapat perbedaan kemampuan bahasa inggris dan pemahaman konsep matematika antara siswa yang diajarkan dengan pembelajaran terpadu (matematika dan bahasa inggris) berbantuan modul dan pembelajaran konvensional di RSBI ?

E. TUJUAN PENELITIAN 1. Untuk mengetahui perbedaan kemampuan bahasa inggris antara siswa yang diajarkan dengan pembelajaran terpadu (matematika dan bahasa inggris) berbantuan modul dan pembelajaran konvensional dengan pengantar bahasa inggris. 2. Apakah terdapat perbedaan pemahaman konsep matematika antara siswa yang diajarkan dengan pembelajaran terpadu (matematika dan bahasa inggris) berbantuan modul dan pembelajaran konvensional dengan pengantar bahasa inggris. 3. Apakah terdapat perbedaan kemampuan bahasa inggris dan pemahaman konsep matematika antara siswa yang diajarkan dengan pembelajaran terpadu (matematika dan bahasa inggris) berbantuan modul dan pembelajaran konvensional dengan pengantar bahasa inggris.

F. MANFAAT PENELITIAN Hasil Penelitian ini diharapkan dapat: 1. Di jadikan bahan masukan pertimbangkan salah satu pendekatan dalam pembelajaran matematika di SMA RSBI tempat penelitian. 2. Membantu Siswa untuk dapat beradaptasi dengan pembelajaran matematika di sekolah RSBI yang menggunakan bahasa inggris 3. Siswa menjadi termotivasi mengembangkan kemampuan berkomunikasi dalam bahasa Inggris

BAB II LANDASAN TEORI, KERANGKA BERPIKIR, DAN PENGAJUAN HIPOTESIS


A. LANDASAN TEORI 1. HAKIKAT PEMBELAJARAN MATEMATIKA a. Pengertian Belajar Belajar merupakan suatu proses yang terjadi pada diri seseorang di sepanjang hidupnya dalam hal ini berlangsung sejak manusia lahir sampai akhir hayatnya . Melalui belajar sesorang bisa mencapai berbagai macam kompetensi, keterampilan serta sikap. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, secara etimologis belajar memiliki arti berusaha memperoleh kepandaian atau ilmu. Definisi ini memiliki pengertian bahwa belajar adalah sebuah kegiatan untuk mecapai kepandaian atau ilmu. Di sini, usaha untuk mencapai kepandaian atau ilmu merupakan usaha manusia untuk memenuhi kebutuhannya mendapatkan ilmu atau kepandaian yang belum dipunyai sebelumnya. Menurut Fudyartan, (Baharudin dan Wahyuni, 2007:13) dengan belajar manusia menjadi tahu, memahami, mengerti, dapat melaksanakan dan memiliki tentang sesuatu. Sedangkan menurut Hilgard dan Bower , (Baharudin dan Wahyuni, 2007:13), belajar (to learn) memiliki arti: 1) to gain knowledge, comprehension, or mastery of trough experience or study; 2) to fix in the mind or memory; memorize; 3) to acquire trough experience; 4) to become in forme of to find out. Menurut defines tersebut belajar memiliki pengertian memperoleh pengetahuan atau menguasai pengetahuan melalui pengalaman, mengingat, menguasai pengalaman, dan mendapatkan informasi atau menemukan. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa belajar merupakan suatu aktivitas atau kegiatan untuk menguasai sesuatu. Secara terminologis terdapat beberapa pendapat para ahli berkaitan dengan definisi belajar itu salah satu diantaranya adalah Cronbach (1954). Menurut Cronbach, Learning is shown by change in behavior as result of experience. Belajar yang terbaik adalah melalui pengalaman. Dengan pengalaman tersebut pelajar menggunakan seluruh pancaindranya. Sedangkan menurut Morgan(1986), belajar adalah perubahan tingkah laku yang relative tetap dan terjadi sebagai hasil latihan atau pengalaman. Adapun Woolfolk (1955) menyatakan bahwa learning occurs when experience causes a relatively permanent change in an individuals

knowledge or behavior. Kualitas belajar seseorang ditentukan oleh pengalaman-pengalaman yang diperoleh saat berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya. Karena itu, kadang belajar itu menghasilkan perubahan yang sederhana, tetapi juga kadang menghasilkan perubahan yang kompleks (Baharudin dan Wahyuni, 2007:13). Belajar merupakan proses pembahan yang dialami seseorang, yang melibatkan salah satu atau keseluruhan dimensi kepribadiannya. Perubahan itu dapat terjadi dalam segi intelek atau kemampuan berpikir. Hal itu terbentuk dan berkembang karena di dalam peristiwa belajar itu dimensi intelek mendapat masukan baru, rangsangan, dan pengertian atau pengetahuan dan bahan pelajaran. Perubahan dalam cara berpikir juga dapat berlangsung sebagai akibat dan interaksi di antara sesama peserta didik atau dan contoh-contoh serta uraian yang dikemukakan pengajar. Selain itu, perubahan dapat terjadi dengan melibatkan dimensi rohani atau spiritual, dimensi perasaan atau emosi, aspek tingkah laku, dan keterampilan juga mencakup segi fisik atau jasmani (Sidjabat,2009).

b. Pembelajaran Pembelajaran merupakan upaya penataan lingkungan yang memberi nuansa agar program belajar tumbuh dan berkembang secara optimal. Dengan demikian proses belajar bersifat internal dan unik dalam diri individu siswa, sedang proses pembelajaran bersifat eksternal yang sengaja direncanakan dan bersifat rekayasa perilaku. Peristiwa belajar yang disertai dengan proses pembelajaran akan lebih terarah dan sistematik daripada belajar yang hanya semata-mata dari pengalaman dalam kehidupan sosial di masyarakat. Belajar dengan proses pembelajaran ada peran guru, bahan belajar, dan lingkungan kondusif yang sengaja diciptakan. Dalam arti sempit, proses pembelajaran adalah proses pendidikan dalam lingkup persekolahan, sehingga arti dari proses pembelajaran adalah proses sosialisasi individu siswa dengan lingkungan sekolah, seperti guru, sumber/fasilitas, dan teman sesama siswa (Tim MKPBM, 2003). Prof. M. Surya mendefinisikan istilah pembelajaran sebagai ... suatu proses yang dilakukan oleh individu untuk memperoleh suatu perubahan perilaku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil dan pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Dan definisi itu, Surya mengemukakan lima prinsip penting di dalam kegiatan

pembelajaran. Pertama, pembelajaran sebagai usaha untuk memperoleh perubahan perilaku. Kedua, hasil pembelajaran ditandai oleh perubahan perilaku secara keseluruhan (holistik). Ketiga, pembelajaran merupakan suatu proses berkesinambungan. Keempat, tujuan yang akan dicapai menjadi daya pendorong bagi proses pembelajaran. Kelima, pembelajaran merupakan sebuah pengalaman(Sidjabat,2009). Pandangan senada juga dituliskan oleh Qemar Hamalik, yaitu bahwa pembelajaran adalah suatu kombinasi yang tersusun meliputi unsur-unsur manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan, dan prosedur yang saling mempengaruhi dalam mencapai tujuan pembelajaran. Menurutnya, unsur manusia yang terlibat dalam kegiatan pembelajaran itu mencakup guru, siswa, dan tenaga pendidikan lainnya, seperti petugas laboratorium. Unsur material itu meliputi buku pelajaran, alat-alat tulis, dan alat peraga. Unsur fasilitas itu mencakup ruangan dan media belajar. Adapun unsur prosedur meliputi jadwal kegiatan belajar, pendekatan dan metode, serta praktik kegiatan mengajar dan belajar yang berlangsung (Sidjabat,2009). Melalui hal-hal di atas dapat dikatakan bahwa pembelajaran merupakan merupakan proses komunikasi dua arah, mengajar oleh pihak guru sebagai pendidik, sedangkan belajar dilakukan oleh anak didik atau murid.

c. Hakikat Matematika Istilah mathematics (Inggris), mathematik (Jerman), mathematique (Perancis),

matematico (Itali), matematiceski (Rusia), atau mathematick/wiskunde (Belanda) berasal dari perkataan latin mathematika () yang mulanya diambil dari perkataan Yunani, mathematike, yang berarti relating to learning. Perkataan itu mempunyai akar kata mathema yang berarti pengetahuan atau ilmu (knowledge, science). Kata mathematike berhubungan pula dengan kata lainnya yang hampir sama, yaitu mathein atau mathenein yang artinya belajar (berpikir) (TIM MKPBM, 2001). Jadi secara etimologis matematika diartikan sebagai ilmu pengetahuan yang diperoleh dengan bernalar. Hal ini dimaksudkan bukan berarti ilmu lain diperoleh tidak melalui penalaran, akan tetapi dalam matematika lebih menekankan aktivitas dalam dunia rasio (penalaran), sedangkan dalam ilmu lain lebih menekankan hasil observasi atau eksperimen di samping penalaran. Karakteristik matematika yang dapat merangkum pengertian matematika secara umum seperti yang dikemukakan oleh TIM MKPBM (2001), yaitu:

Memiliki objek kajian abstrak Bertumpu pada kesepakatan Berpola pikir deduktif Memiliki simbol yang kosong dari arti Memperhatikan semesta pembicaraan Konsisten dalam isinya Terdapat berbagai pendapat yang muncul tentang pengertian matematika dipandang dari pengetahuan pengalaman masing-masing yang berbeda. Johnson dan Rising (1972) dalam

bukunya mengatakan bahwa matematika adalah pola berpikir, pola mengorganisasikan, pembuktian yang logik, matematika itu adalah bahasa yang menggunakan istilah yang didefinisikan dengan cermat, jelas, dan akurat, representasinya dengan simbol dan padat, lebih berupa bahasa simbol mengenai ide daripada mengenai bunyi. Reys, dkk. (1984) sendiri dalam bukunya mengatakan bahwa matematika adalah telaah tentang dan hubungan, suatu jalan atau pola berpikir, suatu seni, suatu bahasa, dan suatu alat. Kemudian Kline (1973) dalam bukunya mengatakan pula, bahwa matematika itu bukanlah pengetahuan menyendiri yang dapat sempurna karena dirinya sendiri, tetapi adanya matematika itu terutama untuk membantu manusia dalam memahami dan menguasai permasalahan sosial, ekonomi, dan alam (TIM MKPBM, 2001).

d. Pembelajaran Matematika Kegunaan matematika tidak hanya tertuju pada peningkatan kemampuan untuk perhitungan kuantitatif, tetapi juga untuk penataan cara berpikir dan khususnya dalam hal pembentukan kemampuan analitis, membuat sintesis, serta evaluasi hingga kemampuan memecahkan masalah. Oleh karena itu tidaklah mengherankan apabila matematika dikatakan memiliki peran ganda, yakni sebagai ratu dan sebagai pelayan (Suhito, 2003:2-3). Berdasarkan kegunaan-kegunaan matematika yang telah dikemukakan inilah, matematika perlu diberikan kepada peserta didik pada setiap jenjang pendidikan. Untuk keperluan penyampaian objek-objek matematika yang abstrak kepada peserta didik diperlukan sistem penyampaian objek matematika. Sistem ini harus mempertimbangkan kesiapan, kemampuan serta tingkat perkembangan intelektual peserta didik. Sistem yang dimaksud ini dikenal dengan sebutan pembelajaran matematika.

Pembelajaran matematika itu sendiri adalah suatu proses yang diselengarakan oleh guru untuk membelajarkan siswa guna memperoleh ilmu pengetahuan dan keterampilan matematika. Melalui pembelajaran matematika diharapkan dapat dicapai dua sasaran pembelajaran, yakni sasaran yang berkaitan dengan efek pembelajaran (instructional effect) dan sasaran yang berkaitan dengan efek sampingan (nurturan effect) (Suhito, 2003:4). Kedua sasaran tersebut dapat dicapai apabila peserta didik diberi kesempatan yang seluas-luasnya untuk belajar matematika (doing math) secara holistik dan komprehensif. Belajar matematika tidak sekedar learning to know, melainkan harus ditingkatkan menjadi learning to do, learning to be, hingga learning to live together. Menurut TIM MKPBM (2001) mengemukakan bahwa filosofi pengajaran matematika perlu diperbarui menjadi pembelajaran matematika sehingga terjadi pergeseran paradigma dalam proses belajar mengajar matematika, yaitu: a. b. c. d. e. dari teacher centered menjadi learner centered; dari teaching centered menjadi learning centered; dari content based menjadi competency based; dari product of learning menjadi process of learning; dari summative evaluation menjadi formative evaluation.

Dalam Peraturan Menteri Nomor 22 tahun 2006 disebutkan tujuan pembelajaran matematika agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut. a. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat, dalam pemecahan masalah. b. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika. c. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh d. Mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah.

e.

Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.

2. Karekteristik Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI) Dalam rangka peningkatan mutu dan kualitas serta daya saing pendidikan baik di dalam maupun luar negeri maka diadakanlah program Sekolah Bertaraf Internasional. Sekolah Bertaraf Internasional (SBI) sendiri menurut Zainal Aqib (2010) adalah suatu sekolah yang telah memenuhi Standar Nasional Pendidikan (SNP) pada tiap aspeknya meliputi kompetensi lulus, isi, proses, pendidik dan tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, pembiayaan, pengelolaan, dan penilaian serta telah menyelenggarakan dan menghasilkan lulusan dengan ciri keinternasionalan. Di samping itu menurut Zainal, SBI juga mampu mengembangkan budaya sekolah dan lingkungan sekolah yang mendukung ketercapaian standar internasional dari berbagai aspek tersebut. Untuk menuju kepada satuan pendidikan yang bertaraf internasional (SBI), maka pemerintah sejak tahun 2007 telah melaksanakan pembinaan kepada sekolah atau satuan

pendidikan untuk dikembangkan menjaadi satuan pendidikan bertaraf internasional atau RSBI, yang berasal dari sekolah-sekolah yang sebelumnya telah ditetapkan sebagai sekolah standar nasional (Aqib, 2007). Zainal Aqib (2010) selanjutnya menyebutkan bahwa penyelenggaraan satuan pendidikan untuk dikembangkan menjadi satuan pendidikan bertaraf internasional yang selanjutnya disebut dengan Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (disingkat dengan RSBI) dilatarbelakangi oleh alasan-alasan sebagai berikut: 1) Era Globalisasi menuntut kemampuan daya saing yang kuat dalam teknologi, manajemen dan sumber daya manusia. Keunggulan teknologi akan menurunkan biaya produksi, meningkatkan kandungan nilai tambah, memperluas keragaman produk, dan meningkatkan mutu produk. Keunggulan manajemen dapat mempengaruhi dan menentukan bagus tidaknya kinerja sekolah, dan keunggulan sumber daya manusia yang memiliki daya saing tinggi pada tingkat internasional, akan menjadi daya tawar tersendiri dalam era globalisasi ini. 2) Dalam upaya peningkatan mutu, efisien, relevan, dan memiliki daya saing kuat, maka dalam penyelenggaraan SBI pemerintah memberikan beberapa landasan yang kuat yaitu : (a)

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional (UUSPN 20/2003) Pasal 50 ayat (3) dinyatakan bahwa pemerintah dan/atau pemerintah daerah menyelenggarakan sekurang-kurangnya satu satuan pendidikan pada semua jenjang pendidikan untuk dikembangkan menjadi satuan pendidikan bertaraf internasional; (b) Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan (disingkat SNP) ; (c) UU Nomor 17 Tahun 2007 Tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005-2025 menetapkan tahapan skala prioritas utama dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah ke-1 tahun 2005-2009 untuk meningkatkan kualitas dan akses masyarakat terhadap pelayanan pendidikan. Demikian pula dalam Renstra 2010-2014 bahwa pemerintnah mentargetkan pada tahun 2014 minimal 50% kabupaten/kota di Indonesia telah ada SBI. 3) Penyelenggaraan (fungsionalisme). RSBI Filosofi didasari oleh filosofi eksistensialisme bahwa dan esensialisme harus

eksistensialisme

berkeyakinan

pendidikan

menyuburkan dan mengembangkan eksistensi peserta didik seoptimal mungkin melalui fasilitasi yang dilaksanakan melalui proses pendidikan yang bermartabat, pro-perubahan (kreatif, inovatif dan eksperimentatif), menumbuhkan dan mengembangkan bakat, minat, dan kemampuan peserta didik. Jadi, peserta didik harus diberi perlakuan secara maksimal untuk mengaktualkan potensi intelektual, emosional, dan spiritualnya. Para peserta didik tersebut merupakan aset bangsa yan sangat berharga dan merupakan salah satu faktor daya saing yang kuat, yang secara potensial mampu merespon tantangan globalisasi. Filosof esensialisme menekankan bahwa pendidikan harus berfungsi dan relevan dengan kebutuhan, baik kebutuhan individu, keluarga, maupun kebutuhan berbagai sektor dan sub-sub sektornya, baik lokal, nasional, maupun internasional. Terkait dengan tuntutan globalisasi, pendidikan harus menyiapkan sumber daya manusia Indonesia yang mampu bersaing secara internasional. 4) Dalam mengaktualisasikan kedua filosofi tersebut, empat pilar pendidikan yaitu learning to know, learning to do, learning to live together, and learning to be merupakan patokan berharga bagi penyelarasan praktek-praktek penyelenggaraan pendidikan di Indonesia, mulai dari kurikulum, guru, proses belajar mengajar, sarana dan prasarana, hingga sampai penilaiannya. Maksudnya adalah pembelajaran tidaklah sekedar memperkenalkan nilai-nilai (learning to know), tetapi juga harus bisa membangkitkan penghayatan dan mendorong

menerapkan nilai-nilai tersebut (learning to do) yang dilakukan secara kolaboratif (learning to live together) dan menjadikan peserta didik percaya diri dan menghargai dirinya (learning to be).

Pusat Kurikulum Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pendidikan Nasional (2007) menegaskan bahwa penyelenggaran RSBI sendiri berlandaskan pada beberapa hal, diantaranya adalah sebagai berikut: 1) Undang-Undang no. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dalam pasal 50 menyatakan bahwa : a. Ayat (2): Pemerintah menentukan kebijakan nasional dan Standar Nasional Pendidikan untuk menjamin mutu pendidikan nasional. b. Ayat (3): Pemerintah dan/atau pemerintah daerah menyelenggarakan sekurang-kurangnya satu satuan pendidikan pada semua jenjang pendidikan untuk dikembangkan menjadi satuan pendidikan bertaraf internasional. 2) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005 2025 mengatur perencanaan pembangunan jangka panjang sebagai arah dan prioritas pembangunan secara menyeluruh yang akan dilakukan secara bertahap untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur. 3) Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan dalam pasal 61 Ayat (1) menyatakan bahwa : Pemerintah bersama-sama pemerintah daerah menyelengarakan sekurang-kurangnya satu sekolah pada jenjang pendidikan dasar dan sekurang-kurangnya satu sekolah pada jenjang pendidikan menengah untuk dikembangkan menjadi sekolah bertaraf internasional. 4) Peraturan Pemerintah Nomor 38 tahun 2007 Tentang Pembagian Urusan Pemerintah antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota. 5) Peraturan Pemerintah Nomor 48 tahun 2008 Tentang Pendanaan Pendidikan. 6) Rencana Strategis Departemen Pendidikan Nasional Tahun 2005-2009 menyatakan bahwa untuk meningkatkan daya saing bangsa, perlu dikembangkan sekolah bertaraf internasional pada tingkat kabupaten/kota melalui kerjasama yang konsisten antara pemerintah dengan pemerintah kabupaten/kota yang bersangkutan.

7) Kebijakan Depdiknas Tahun 2007 tentang Pedoman Penjaminan Mutu Sekolah/Madrasah Bertaraf Internasional pada jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah, antara lain pada halaman 10 disebutkan ..diharapkan seluruh pemangku kepentingan untuk menjabarkan secara operasional sesuai dengan karakteristik dan kebutuhan Sekolah/Madrasah bertaraf internasionanal... 8) Permendiknas Nomor 22,23,24 Tahun 2005 dan Nomor 6 Tahun 2007; Nomor 12, 13, 16, 19, 20, 24, dan 41 Tahun 2007. 9) Permendiknas Nomor 78 Tahun 2009 Tentang Penyelenggaraan Sekolah Bertaraf Internasional pada jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah pasal 25 menyebutkan: Pemerintah dapat mendirikan satuan pendidikan untuk dikembangkan menjadi satuan pendidikan bertaraf internasional. 10) Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2010 Tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan 11) Permendiknas Nomor 39 Tahun 2008 Tentang Pembinaan Kepesertadidikan.

Menurut Sungkowo (2009) tujuan penyelenggaraan RSBI diantaranhya adalah sebagai berikut: a. Untuk membina sekolah yang secara bertahap ditingkatkan dan dikembangkan komponen, aspek, dan indikator SNP dan sekaligus keinternasionalannya; b. Untuk menghasilkan suatu sekolah yang memenuhi IKKM (SNP) dan memenuhi IKKT sekaligus, sehingga dapat menjadi SBI; c. Sekolah merintis dapat menghasilkan lulusan yang memilki kompetensi lulusan dan diperkaya dengan standar kompetensi pada salah satu sekolah terakreditasi di negara anggota OECD atau negara maju lainnya; d. Sekolah merintis dapat menghasilkan lulusan yang memilki daya saing komparatif tinggi yang dibuktikan dengan kemampuan menampilkan unggulan lokal di tingkat internasional; e. Sekolah merintis dapat menghasilkan lulusan yang memiliki kemampuan bersaing dalam berbagai lomba internasional yang dibuktikan dengan perolehan medali emas, perak, perunggu dan bentuk penghargaan internasional lainnya; f. Sekolah merintis dapat menghasilkan lulusan yang memilki kemampuan bersaing kerja di luar negeri terutama bagi lulusan sekolah menengah kejuruan;

g. Sekolah merintis dapat menghasilkan lulusan yang memilki kemampuan berperan aktif secara internasional dalam menjaga kelangsungan hidup dan perkembangan dunia dari perspektif ekonomi, sosio-kultural, dan lingkungan hidup; h. Sekolah merintis dapat menghasilkan lulusan yang memiliki kemampuan menggunakan dan mengnembangkan teknologi komunikasi dan informasi secara profesional.

Pada umumnya sekolah disebut sebagai sekolah internasional antara lain memilki ciriciri: (a) sebagai anggota atau termasuk dalam komunitas sekolah dari negara-negara/lembaga pendidikan internsional yang ada di negara-negara OECD dan/atau negara maju lainnya, (b) terdapat guru-guru dari negara tersebut, (c) dapat menerima peserta didik dari negara asing, dan (d) terdapat kegiatan-kegiatan kultur sekolah atau pengembangan karakter peserta didik yang menghargai atau menghormati negara/bangsa lain di dunia, toleransi beragama, menghormati dan saling menghargai budaya tiap bangsa, menghormati keragaman etnis/ras/suku, mampu berkomunikasi berbasis TIK dan berbahasa inggris/asing lainnya, dan sebagainya.

3.

Pembelajaran Matematika Di RSBI Dalam Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI) menurut Zainal Aqib (2010)

pengembangan proses pembelajarannya lebih menekankan kepada proses pembelajaran untuk mencapai Standar Kompetensi Lulusan, Standar Kompetensi serta Kompetensi dasar yang telah ditetapkan. Hal tersebut membuat mau tidak mau proses pembelajaran harus interaktif, inspiratif, menyenangkan, dan menantang sehingga dapat memotivasi siswa untuk berpartisipasi aktif. Dalam hal ini proses pembelajaran memberikan ruang yang cukup untuk peserta didik agar memiliki akhlak mulia, budi pekerti luhur, kepribadian unggul, kepemimpinan, jiwa entrepreneurship, jiwa patriot, jiwa inovator, prakarsa, kreativitas, kemandirian berdasarkan bakat, minat dan perkembangan fisik maupun psikologisnya secara optimal yang terintegrasi pada keseluruhan kegiatan pembelajaran (Sungkowo, 2009). Pendidik harus dapat mengembangkan proses pembelajaran yang membangun pengalaman belajar siswa melalui kegiatan eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi yang efektif dan efisien. Adapun mutu proses pembelajaran pada RSBI menurut Sungkowo (2009) harus ditingkatkan dengan menerapkan model-model pembelajaran yang secara nyata telah berhasil

diterapkan dengan baik pada sekolah unggul dari negara maju (seperti : penerapan standar belajar, standar mengajar: persiapan pembelajaran, penentuan indikator hasil belajar, pemilihan bahan ajar, strategi pembelajaran, pengelolaan kelas, pemilihan alat peraga pembelajaran, dan pemilihan sumber belajar). Selain memenuhi Standar Isi, memenuhi SKL, dan menerapkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), serta menerapkan sistem satuan kredit semester di, model kurrikulum SBI yang melandasai proses pembelajaran di RSBI menurut Pusat Kurikulum Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pendidikan Nasional (2007) harus beberapa hal berikut: 1) sistem administrasi akademik berbasis Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) di mana setiap saat siswa bisa mengakses transkripnya masing-masing; 2) muatan mata pelajaran setara atau lebih tinggi dari muatan pelajaran yang sama pada sekolah unggul dari salah satu negara anggota OECD dan/atau negara maju lainnya yang mempunyai keunggulan tertentu dalam bidang pendidikan; dan 3) menerapkan standar kelulusan sekolah/madrasah yang lebih tinggi dari Standar Kompetensi Lulusan. Proses pembelajaran disesuaikan dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik yang memenuhi Standar Proses. memenuhi

Selain itu, proses pembelajaran ditandai dengan pencapaian indikator kinerja kunci tambahan sebagai berikut: 1) proses pembelajaran pada semua mata pelajaran menjadi teladan bagi sekolah/madrasah lainnya dalam pengembangan akhlak mulia, budi pekerti luhur, kepribadian unggul, kepemimpinan, jiwa entrepreneural, jiwa patriot, dan jiwa inovator; 2) diperkaya dengan model proses pembelajaran sekolah unggul dari negara anggota OECD dan/atau negara maju lainnya yang mempunyai keunggulan tertentu dalam bidang pendidikan; 3) menerapkan pembelajaran berbasis TIK pada semua mata pelajaran; 4) pembelajaran mata pelajaran kelompok sains, matematika, dan inti kejuruan menggunakan bahasa Inggris, sementara pembelajaran mata pelajaran lainnya, kecuali pelajaran bahasa asing, harus menggunakan bahasa Indonesia; dan

5) pembelajaran dengan bahasa Inggris untuk mata pelajaran kelompok sains dan matematika untuk SD/MI baru dapat dimulai pada Kelas IV. (Pusat Kurikulum Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pendidikan Nasional,2007)

Melalui hal di atas dapat dilihat bahwa sebagai RSBI, sekolah diwajibkan mengembangkan mengembangkan proses pembelajaran kepada standar Internasional,

diantaranya harus menerapkan pembelajaran bilingual (bahasa Inggris dan bahasa Indonesia) baik dalam kelasa (teori), eksperimen(praktek) maupun dalam bentuk pembelajaran lainnya (diskusi, Tanya jawab, penugasan dan sebagainya) terutama dalam pelajaran Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam dimana bahasa pengantar dalam proses pembelajaran tersebut adalah bahasa Inggris.

4. Konsep Pembelajaran Matematika dalam Bahasa Inggris a. Pengertian Yang dimaksud dengan pembelajaran Matematika dalam bahasa Inggris adalah pembelajaran yang materi pelajaran, proses belajar mengajar, dan penilaiannya disampaikan dalam bahasa Inggris. Pembelajaran Matematika dalam bahasa Inggris ini tetap menggunakan kurikulum nasional yang berlaku Zainal Aqib (2010). Kurikulum nasional yang dimaksud adalah Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Jadi, pengembangan silabus dan pengembangan sistem penilaiannya juga mengacu pada kurikulum tersebut. Namun demikian, meskipun Kurikulum Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) digunakan sebagai acuannya, sekolah dapat menambah, memperluas, dan memperdalam kurikulum yang berlaku sesuai dengan perkembangan internasional dalam bidang Matematika dengan tetap memperhatikan nilai-nilai dan budaya Indonesia yang ada.

b. Tujuan Depdiknas (2004) melalui Pedoman Pembelajaran Matematika Dan Sains Dalam Bahasa Inggris mengemukakan bahwa Pembelajaran Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam dalam bahasa Inggris bertujuan untuk: 1) menghasilkan lulusan yang memiliki kompetensi yang tinggi dalam Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam sesuai dengan perkembangan ilmu-ilmu tersebut;

2) menghasilkan lulusan yang memiliki kemahiran berbahasa Inggris yang tinggi; 3) meningkatkan penguasaan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam dalam bahasa Inggris sesuai dengan perkembangan internasional; 4) meningkatkan kemampuan daya saing secara internasional tentang Ilmu Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam sebagai ilmu dasar bagi perkembangan teknologi (manufaktur, komunikasi, transportasi, konstruksi, bio dan energi); 5) meningkatkan kemampuan berkomunikasi siswa dalam bahasa Inggris, artinya siswa memiliki kemahiran bahasa Inggris yang baik; dan 6) Menghubungkan Indonesia dalam perkembangan internasional di bidang Matematika, Ilmu Pengetahuan Alam, Informasi, dan Teknologi.

c.

Fokus Pengembangan pada Sekolah Penyelenggara Pembelajaran Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam dalam Bahasa Inggris Untuk mencapai tujuan seperti yang tertuang pada butir B, sekolah-sekolah

penyelenggara program pembelajaran Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam dalam bahasa Inggris diharapkan memfokuskan kegiatannya pada aspek-aspek berikut. 1) Pengembangan Materi Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam dalam Bahasa Inggris Materi Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam dalam bahasa Inggris perlu dikembangkan sesuai dengan perkembangan internasional. Oleh karena itu, sekolah-sekolah yang melaksanakan program yang dimaksud harus membangun jaringan nasional dan internasional dalam kerangka untuk memutakhirkan materi-materi yang dimaksud. Misalnya, melakukan kerjasama dengan fakultas MIPA di universitas terdekat sebagai salah satu upaya untuk memperoleh informasi/sumber-sumber terkini dalam hal literatur/buku teks MIPA. Hal yang sama dapat juga ditempuh dengan melakukan kerjasama dengan jurusan bahasa Inggris fakultas sastra, dalam upaya peningkatan kemampuan dalam bahasa Inggris. Untuk lebih jelasnya bagaimana membangun jaringan nasional dan internasional lihat suplemen pada buku panduan pengembangan sekolah koalisi. 2) Pengembangan Media Pembelajaran Mengingat pembelajaran Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam dalam bahasa Inggris adalah hal baru dan memiliki taraf kesulitan yang relatif lebih tinggi dibandingkan dengan pembelajaran reguler yang menggunakan medium bahasa Indonesia, maka diperlukan media-

media pembelajaran yang dapat memudahkan peserta didik untuk memahami materi pembelajaran. Media-media pendidikan yang dimaksud dapat menggunakan alat peraga yang lebih aktual, konkret, dan nyata, selain menggunakan multimedia elektronika yang sarat animasinya. 3) Peningkatan Kompetensi Guru Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam dalam Bahasa Inggris Guru-guru Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam yang membina program ini harus ditingkatkan kemampuan berbahasa Inggrisnya secara intensif dan terus menerus mengingat mereka umumnya belum disiapkan untuk mengajarkan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam dalam bahasa Inggris. Kursus-kursus, tutorial dari guru bahasa Inggris pada sekolah yang sama atau dari lembaga-lembaga pendidikan lainnya, pembiasaan berbahasa Inggris setiap hari di sekolah, English area, pengadaan buku-buku Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam dalam bahasa Inggris, dan cara-cara lain yang sesuai dengan kondisi dan kebutuhan guru dapat diupayakan dalam kerangka untuk mendukung peningkatan kemampuan guru dalam berbahasa Inggris. 4) Pembiasaan Berbahasa Inggris di Sekolah Para siswa dan guru Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam dalam bahasa Inggris agar dibiasakan berkomunikasi dalam bahasa Inggris setiap hari di sekolah, baik secara oral maupun tertulis. Kebiasaan ini akan membangun karakter mereka dalam berbahasa Inggris, selain juga akan menciptakan suasana akademik dan sosial sekolah yang mendukung pengembangan program sehingga tujuan pembelajaran Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam dalam bahasa Inggris akan dapat berjalan dengan baik. 5) Penerapan MBS dan Kepemimpinan Sekolah secara Konsisten Pembelajaran Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam dalam bahasa Inggris akan berjalan dengan lancar apabila didukung oleh manajemen dan kepemimpinan sekolah yang tangguh. Model manajemen berbasis sekolah dan kepemimpinan transformatif perlu dilaksanakan secara konsisten karena model-model tersebut telah teruji ketangguhannya. (Depdiknas, 2004)

d. Model-Model Pembelajaran dalam Bahasa Inggris

Program pembelajaran Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam dalam bahasa Inggris dapat diimplementasikan dengan tingkat pencapaian yang tinggi dalam kompetensi bidang studi maupun kompetensi dalam bahasa Inggris (Depdiknas, 2004). Tingkat pencapaian kompetensi yang tinggi dalam bahasa Inggris ditandai dengan keterampilan berbahasa Inggris yang lancar dan akurat, baik dari segi tatabahasa maupun ucapan (Depdiknas, 2004). Perlu diketahui bahwa program semacam ini disebut juga program imersi (immersion program). Sebagai catatan, di beberapa negara yang telah mengimplementasikan program semacam ini (misalnya Canada, Australia, Hongaria, Finlandia, dan Hongkong) dengan guru yang kompetensinya dalam bahasa target tinggi (bahkan dengan penutur asli) dan sarana pendukung yang memadai pada umumnya melaporkan hasil bahwa: 1) Capaian kompetensi dalam bidang studi di kelas tersebut sebanding dengan kelas reguler. 2) Penguasaan yang tinggi dan seimbang dalam bahasa target (bahasa yang hendak dikuasai) dan bidang studi biasanya sulit dicapai secara bersamaan. Artinya, pencapaian yang tinggi dalam satu aspek cenderung dibarengi oleh pencapaian yang agak rendah dalam aspek lainnya. Apabila pencapaian kompetensi dalam bahasa target tinggi, pencapaian kompetensi dalam bidang studi tidak setinggi pencapaiannya dalam bahasa target dan sebaliknya. 3) Penguasaan bahasa lulusan/siswa dalam bahasa target jauh lebih tinggi dibandingkan dengan lulusan/siswa yang mengikuti kelas reguler, tetapi tidak sepadan dengan kemampuan penutur asli karena diwarnai oleh sejumlah kesalahan tatabahasa dan ucapan.

Agar pencapaian kompetensi dalam bidang studi dan bahasa Inggris tinggi dan seimbang, perlu upaya pengembangan program-program pendukung secara nyata seperti: 1) Penciptaan suasana akademik dan sosial yang mendukung 2) Penyelenggaraan Bridging Course bahasa Inggris 3) Penyediaan Self-Access Learning Centre 4) Dsb. Selain itu perlu dikembangkan model pembelajaran Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam dalam bahasa Inggris yang sesuai dengan ciri dan karakter yang ada pada sekolah pelaksana dimaksud. program. Berikut ini diuraikan beberapa contoh model pembelajaran

Model pembelajaran Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam yang baik adalah model yang memfasilitasi pencapaian kompetensi yang tinggi dalam bidang studi dan dalam bahasa Inggris (subject matter and language) dan keduanya diberi perhatian secara proporsional. Focus on language sangat penting untuk menghindarkan siswa dari fosilisasi, yaitu pemerolehan bahasa yang tidak sesuai dengan kaidah bahasa Inggris sebagaimana digunakan oleh penutur asli bahasa Inggris. Contoh model pembelajaran: 1) Terpisah (parallel) : perkembangan bahasa siswa difasilitasi melalui kegiatan penunjang di luar pembelajaran Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam dalam Bahasa Inggris yang diikuti siswa di sekolah. a) Siswa menerima pelajaran tambahan berupa English for Mathematics and Science yang dilakukan oleh guru bahasa Inggris dan/atau guru MIPA. Materi pelajaran tambahan ini didasarkan pada kebutuhan dan urutan penyajian tema-tema pelajaran yang ada pada pembelajaran MIPA dalam bahasa Inggris. Idealnya sebelum siswa mempelajari pokok bahasan tertentu, siswa sudah diperkenalkan dengan bahasa (kosa kata, tata bahasa, ekspresi, dsb.) yang akan dipergunakan dalam mempelajari pokok bahasan tersebut. Fasilitasi pemerolehan English for Mathematics and Science melalui pelajaran bahasa Inggris reguler sebetulnya dimungkinkan, tetapi diperkirakan waktu yang disediakan untuk itu tidak mencukupi karena pelajaran bahasa Inggris reguler perlu mengikuti Kurikulum 2004 yang tidak kompatibel dengan kebutuhan English for Mathematics and Science. b) Model ini cocok bagi sekolah yang guru MIPA-nya memiliki pengetahuan kebahasaan yang terbatas dan team-teaching antara guru bahasa Inggris dan guru MIPA tidak dapat berjalan dengan baik. c) Dalam model ini pembelajaran MIPA dalam bahasa Inggris berlangsung dengan tahapantahapan pembelajaran seperti pada pembelajaran MIPA pada umumnya. d) Model ini agak mahal dan memerlukan waktu cukup banyak tetapi efektif dalam pencapaian tujuan (peningkatan kemahiran berbahasa Inggris). 2) Terpadu (integrated): perkembangan bahasa siswa difasilitasi secara terpadu dalam pembelajaran Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam dalam bahasa Inggris. Artinya, siswa menerima materi English for Mathematics and Science bersamaan ketika mereka menerima

pelajaran Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam dalam bahasa Inggris. Model ini cocok/sesuai untuk guru MIPA dengan pengetahuan kebahasaan tinggi.(Aqib, 2010 )

5. Bahasa Inggris Untuk Matematika Suatu tantangan tersendiri bagi guru untuk dapat mengajarkan matematika dalam bahasa inggris, dimana bahasa tersebut merupakan bahasa asing bagi siswa. Kersaint (2009) menyatakan bahwa untuk dapat mengajarkan matematika secara efektif dalam bahasa asing, guru harus mempunyai kemampuan komunikasi yang komprehensif dalam bahasa asing tersebut, yang meliputi kemampuan berbicara (speaking), mendengarkan (listening), membaca (reading), dan menulis (writing). Walaupun matematika sendiri dianggap sebagai suatu bahasa (Usiskin, 1996), namun bahasa matematika berbeda dengan bahasa yang digunakan dalam berkomunikasi seharihari. Bahasa matematika lebih komplek karena merupakan perpaduan antara kata-kata yang digunakan sehari-hari dengan kata-kata (istilah) khusus dalam matematika misalnya hypotenuse , dan parallelogram. Selain itu, bahasa matematika mempunyai sintak dan sematik yang berbeda dengan bahasa yang digunakan sehari-hari. Sebagai contoh sederhana persoalan sintak dan semantik dalam bahasa matematika adalah: Sintak: The number a is 5 more than the number b manakah arti pernyataan tersebut a + 5 = b atau a = b + 5 ? Semantik: 1) 8 times a number is 30 more than 6 times the number apakah a number dan the number dalam pernyataan tersebut sama? 2) A geometric figure that is a The square of the number 4 indicated by 4=16 dan square Apakah kata square pada kedua pernyataan tersebut mempunyai arti yang sama? Selain itu, perbedaan arti keseharian dan arti matematika suatu kata dalam bahasa inggris juga merupakan persoalantersendiri. Sebagai contoh kata difference , dalam bahasa keseharian kata tersebut di artikan perbedaan. Sedangkan dalam matematika kata tersebut juga dapat berarti selisih. (Kersaint, dkk, 2009)

6. Pembelajaran Terpadu a. Pengertian Pembelajaran Terpadu Pembelajaran terpadu merupakan model implementasi kurikulum tingkat satuan pendidikan yang dianjurkan untuk diaplikasikan pada semua jenjang atau tingkat pendidikan. Pembelajaran terpadu pada hakekatnya merupakan suatu pendekatan pembelajaran yang memungkinkan siswa baik secara individual maupun kelompok aktif mencari, menggali, dan menemukan konsep serta prinsip secara holistik dan otentik (Depdikbud, 2006:2). Adapun

menurut T.R Joni (Trianto, 2007) pembelajaran terpadu merupakan suatu system pembelajaran yang memungkinkan siswa, baik secara individual maupun kelompok, aktif mencari, menggali dan menemukan konsep serta prinsip keilmuan secara holistic, bermakna, dan otentik. Menurut Indrawati (2009:26) pembelajaran terpadu merujuk pada dua pengertian sebagai berikut :1). Pembelajaran terpadu sebagai bentuk aktivitas belajar-mengajar yang secara struktur sama dengan program satuan pembelajaran untuk satu pokok bahasan/materi pokok dalam silabus,hanya muatan materinya dan konteksnya berbeda, yaitu berasal dari beberapa pokok bahasan untuk satu mata pelajaran atau bahkan antar pokok bahasan untuk dua atau lebih mata pelajaran. 2). Pembelajaran terpadu berfungsi sebagai wadah, ajang, atau muara penyatupaduan konsep-konsep yang dikandung beberapa pokok bahasan dan atau beberapa mata pelajaran yang seharusnya memiliki keterkaitan dan keterpaduan pemahamannya. Pembelajaran terpadu dapat dikemas dan diawali dengan tema atau topik tentang suatu wacana yang dibahas dari berbagai sudut pandang atau disiplin keilmuan yang mudah dipahami dan dikenal oleh siswa yang bersangkutan. Dalam pembelajaran terpadu, suatu konsep atau tema dibahas dari berbagai aspek mata pelajaran dalam bidang kajian. Robin Fogarty dan Collins and Dixon (Hakiim, 2008) mengemukakan pendapatanya berkaitan dengan pembelajaran terpadu. Menurut Robin Fogarty ada tiga dimensi dalam pembelajaran terpadu, yaitu: 1) Vertical Spiral, yaitu mengembangkan materi pembelajaran dan kurikulum yang terintegrasi secara vertikal dari kelas rendah ke kelas tinggi, dengan pengembangan tema dan pendalaman materi pembelajaran sesuai dengan karakteristik, latar belakang, minat dan usia siswa pada setiap kelas. 2) Horizontal Band yaitu pengembangan materi pembelajaran, baik ruang lingkup dan kedalamannya (scope/width and depthness) yang disesuaikan dengan tujuan mata

pelajaran yang dipadukan. Dengan demikian, ada integrasi pengalaman belajar dalam suatu mata pelajaran (within discipline), dan pada hal yang sama juga bisa dikembangkan pengalaman belajar yang terpadu dengan melibatkan berbagai mata pelajaran (across several disciplines). 3) Circle, yaitu pengintegrasian berbagai pengalaman belajar yang menyangkut kemampuan, konsep, dan topik berbagai mata pelajaran (Integration ofskills, themes, concepts, and topics across disciplines). Collins and Dixon (Hakim, 2008) mengemukakan bahwa pembelajaran terpadu (integrated learning) didasarkan pada kaidah pembelajaran yang berbasis inkuiri (inquiry learning approach). Dalam pembelajaran yang terintegrasi, siswa dilibatkan semenjak perencanaan, implementasi, termasuk di dalamnya eksplorasi proses dan hasil pembelajaran. Oleh karena itu, mereka merinci beberapa hal yang mempengaruhi keberhasilan pembelajaran terpadu adalah minat siswa dan guru, kebutuhan siswa, kolaborasi antara guru dengan siswa, waktu yang tersedia, pengetahuan siswa yang terdahulu, harapan kurikulum sekolah dan masyarakat, serta ketersediaan sumber belajar.

b. Karakteristik Pembelajaran Terpadu Pembelajaran terpadu memiliki beberapa macam karakteristik, seperti menurut Hilda Karli dan Margaretha (Indrawati,2009:22) mengungkapkan bahwa: Pembelajaran terpadu memiliki beberapa macam karakteristik, diantaranya: 1) Berpusat pada anak (student centered). 2) Memberi pengalaman langsung pada anak. 3) Pemisahan antara bidang studi tidak begitu jelas. 4) Menyajikan konsep dari berbagai bidang studi dalam suatu proses pembelajaran. 5) Bersifat luwes. 6) Hasil pembelajaran dapat berkembang sesuai dengan minat dan kebutuhan anak. 7) Holistik, artinya suatu peristiwa yang menjadi pusat perhatian dalam pembelajaran terpadu di amati dan di kaji dari beberapa mata pelajaran sekaligus, tidak dari sudut pandang yang terkotak-kotak. 8) Bermakna, artinya pengkajian suatu penomena dari berbagai macam aspek memungkinkan terbentuknya semacam jalinan skemata yang dimiliki siswa.

9) Otentik, artinya informasi dan pengetahuan yang diperoleh sifatnya menjadi otentik. 10) Aktif, artinya siswa perlu terlibat langsung dalam proses pembelajaran mulai dari perencanaan, pelaksanaan hingga proses evaluasi. Wujud lain dari implementasi terpadu yang bertolak pada tema, yakni kegiatan pembelajaran yang dikenal dengan berbagai nama seperti pembelajaran proyek, pembelajaran unit, pembelajaran tematik dan sebagainya. Adapun kelebihan-kelebihan pembelajaran terpadu diantaranya: 1) Pengalaman dan kegiatan belajar anak akan selalu relevan dengan tingkat perkembangan anak. 2) Kegiatan yang dipilih sesuai dengan dan bertolak pada minat dan kebutuhan anak. 3) Seluruh kegiatan belajar lebih bermakna bagi anak sehingga hasil belajar akan dapat bertahan lebih lama. 4) Pembelajaran Terpadu menumbuh kembangkan keterampilan berpikir anak. 5) Menyajikan kegiatan yang bersifat pragmatis sesuai dengan permasalahan yang sering ditemui dalam lingklungan anak. 6) Menumbuh kembangkan keterampilan sosial anak seperti kerja sama, toleransi, komunikasi dan respek terhadap gagasan orang lain. Selain kelebihan pembelajaran terpadu juga memiliki keterbatasan terutama pada pelaksanaannya, terutama pada aspek evaluasi yang lebih banyak menuntut guru untuk melakukan evaluasi tidak hanya terhadap hasil tetapi juga terhadap proses.

c. Tujuan Pembelajaran Terpadu Tujuan pembelajaran terpadu adalah: 1) Meningkatkan efisiensi dan efektivitas pembelajaran 2) Meningkatkan minat dan motivasi. 3) Beberapa kompetensi dasar dapat dicapai sekaligus

d. Pemaduan Konsep dalam Pembelajaran Pembelajaran terpadu yang terdin atas beberapa mata pelajaran, menyediakan lingkungan belajar yang menempatkan siswa mendapat pengalaman belajar yang dapat menghubungkan atau mehgkaitkan konsep-konsep dari berbagai submata-pelajaran atau berbagai mata

pelajaran. Pembelajaran terpadu diawali dengan penentuan tema yang akan membantu siswa dalam beberapa aspek yaitu: a) bekerja sama dengan kelompoknya akan lebih bertanggung jawab, berdisiplin, dan mandiri. b) lebih percaya diri dan termotivasi dalam belajar jika mereka berhasil menerapkan apa yang telah dipelajarinya dan pembelajarannya bermakna (meaningful). c) lebih memahami dan lebih mudah mengingat karena mereka mendengar, berbicara, membaca, menulis dan melakukan kegiatan menyelidiki masalah yang sedang dipelajarinya. d) memperkuat kemampuan berbahasa siswa. e) belajar akan lebih baik jika siswa terlibat secara aktif melalui tugas proyek, kolaborasi, dan berinteraksi dengan teman, guru, dan dunia nyata. (Hakiim,2008)

e. Pembelajaran Terpadu Tipe Integrated Model ini merupakan pembelajaran terpadu yang menggunakan pendekatan antar bidang studi. Model ini diusahakan dengan cara menggabungkan bidang studi dengan cara menetapkan prioritas kurikuler dan menemukan keterampilan, konsep, dan sikap yang saling tumpang tindih didalam beberapa bidang studi. Pada model ini tema yang ingin dicari dan dipilih oleh guru dalam tahap perencanaan program. Pertama kali guru menyeleksi konsep-konsep, keterampilan dan sikap yang diajarkan dalam satu semester dari beberapa bidang studi, selanjutnya dipilih beberapa konsep, keterampilan dan sikap yang memiliki keterhubungan erat dan tumpang tindih di antara berbagai bidang studi misalnya, matematika dan bahasa inggris. Jadi pembelajaran terpadu tipe Integrated adalah tipe pembelajaran terpadu yang menggunakan pendekatan antar bidang studi menggabungkan bidang studi dengan cara menetapkan prioritas kurikuler dan menemukan keterampilan, konsep dan sikap yang saling tumpang tindih dalam beberapa bidang studi (Trianto,2007:47). Di bawah ini disajikan diagram yang menggambarkan pembelajaran terpadu tipe integrated

Matematika

Sains

Perusahaan Penemuan-penemuan : Keuntungn atau kerugian Surat isian pajak Pengupahan

Permintaan dan phonograph, morse, listrik, Penawaran pengungkit katrol, derek

Bola lampu, telepon,

Kreatifitas :
Analisis

Riset : Pencatatan Koreksi Hasil percobaan

Keahlian menemukan sesuatu yang baru (masyarakat dan hasilhasil) melalui penelitian dan data.
Riset

Penemuan-penemuan

Penemu : Bell Edison Pengaruh kuat Telepon

Bahasa dan seni

Ilmu sosial

(Sumber : Trianto 2007 : 48) Gambar 2 Peta Integrasi Materi dan Keterampilan Berpikir, Keterampilan Sosial, dan Keterampilan Mengorganisasi.

7. Pembelajaran yang mengintegrasikan Matematika dan Bahasa Inggris Definisi dari belajar matematika telah berkembang. Belajar matematika bukan sekedar mengembangkan kompetensi dalam melakukan prosedur matematika ataupun memecahkan masalah konteksual, tetapi juga mengembangkan kemampuan komunikasi matematika (

communicating mathematically) (Lampert, 1990). Oleh karena itu, proses pembelajaran matematika seharusnya mengajak siswa untuk aktif berpartisipasi dalam kegiatan pembelajaran baik secara lisan maupun tertulis, misalnya dalam pembejaran siswa diminta untuk menjelaskan proses atau langkah dalam menyelesaikan soal, menarik kesimpulan, dan mengekspresikan dan mempertahankan pendapat mereka (Moschkovich, 2002). Jadi belajar matematika bukan hanya sekedar belajar berhitung dan memecahkan soal cerita tetapi juga belajar bagaimana berkomunikasi secara matematika. Adapun pembelajaran Bahasa Krashen (1985) dan Swain (2000) berpendapat bahwa mempelajari bahasa akan lebih mudah jika dipelajari atau disajikan dalam suatu konteks atau dalam situasi yang nyata. Dong (2007) menyatakan secara spesifik konteks disini dapat berupa materi pelajaran non-bahasa sehingga diharapkan siswa akan mempunyai tujuan nyata dalam mempelajari bahasa tersebut dan pelajaran bahasa menjadi bermakna. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa belajar bahasa akan lebih effektif jika penyajian materi pelajaran bahasa dan materi pelajaran lain non-bahasa saling berkaitan dan diberikan secara terintegral, tidak dipecah-pecah atau dipisah-pisah seakan-akan antra materi pelajaran tidak ada kaitannya (Adamson, 1990). Dari pendapat-pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa belajar bahasa kedua (second language) atau bahasa asing (foreign language) akan lebih efektif jika materi disampaikan dalam situasi yang nyata dan dalam kontek atau diintegrasikan dengan materi pelajaran non-bahasa. Dari pendapat-pendapat di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa pembelajaran suatu materi tidak bisa lepas dari bahasa ataupun sebaliknya, dalam pembelajaran diperlukan suatu integrasi antara pengajaran bahasa dan isi (materi pelajaran non-bahasa). Sehingga disini bahasa dan isi merupakan tujuan dalam suatu pembelajaran di kelas. Jika dikaitkan dengan pembelajaran matematika dalam bahasa inggris, berarti tujuan pembelajaran matematika tidak hanya siswa memahami konsep matematika tetapi juga siswa dapat meningkatkan kompetensi bahasa inggris serta kemampuan komunikasi mereka. Menyikapi hal tersebut pembelajaran Integrasi antara Matematematika yang telah dibahas sebelumnya, dapat dikatakan sebagai metode yang tepat untuk mengajarkan matematika dalam bahasa Inggris sebagaimana program SBI atau RSBI. Beberapa hal yang menjadi alasan adalah: 1) Mengintegrasikan pembelajaran matematika dalam pembelajaran bahasa inggris dan juga sebaliknya.

2) Integrasi antara materi matematika dan bahasa inggris akan memberikan kontek yang bermakna bagi siswa dan siswa akan mendapatkan input (bahasa dan materi) yang berkesinambungan. 3) Dengan terintegrasinya bahasa dengan materi pelajaran, kompetensi siswa dalam menggunakan bahasa juga meningkat, mereka tidak hanya memahami konsep dan istilah matematika tetapi juga dapat mengkomunikasikan pemahaman mereka ketika mereka berdiskusi dengan siswa lain. Selian itu, siswa juga akan lebih berhati-hati dalam menggunakan kata-kata atau istilah karena beberapa kata-kata atau istilah matematika mempunyai arti yang berbeda dengan istilah sehari-hari. Sebagai contoh kata prime, yang dapat mempunyai arti yang berbeda-beda tergantung kapan, dimana dan atau bagaimana kata tersebut digunakan misalnya kata prime number atau prime time. Contoh lain misalnya kata right dalam matematika ada kata right angle yang merupakan sudut sikusiku, sedangkan dalam bahasa keseharian dapat kata right dapat diartikan benar atau juga kanan.

Menurut Bianco (2009) pembangunan konsep siswa dalam pembelajaran dengan mengintegrasikan Konten (dalam hal ini matematika) dan bahasa Inggris meliputi tahap

persiapan bahasa dan materi (co-preparation), pemberian bantuan secara terstruktur (scaffolding), pembentukan konsep berdasarkan konsep yang telah ada (concept building), prediksi dan keberartian (prediction and meaning first), penggunaan konsep dan kata-kata yang sudah digunakan ketika memahami konsep (recycling), dan pemberian nama pada konsep yang baru saja dipelajari (relabeling content). Perencanaan pembelajaran untuk pengintegrasian antara matematika dan bahasa sendiri setidaknya memuat profil kelas antara lain meliputi: tingkat pendidikan (kelas), bahasa sasaran (dalam RSBI/SBI adalah bahasa inggris), bahasa pertama siswa, dll); pengetahuan awal yang arus dimiliki siswa untuk bias mempelajari materi yang akan diajarkan, pengetahuan awal ini meliputi: materi prasyarat, keterampilan belajar, dan kemampuan bahasa; latar belakang memilih topic yang akan diajarkan; outcome pembelajaran yang diharapkan meliputi outcome bahasa dan outcome materi; kebermaknaan materi yang dapat diwujudkan dengan mengkaitkan dengan pelajaran lain; prosedur dalam pembelajaran di kelas yang meliputi: tahap-tahap pembelajaran,

dan rincian kegiatan yang dilakukan guru dan siswa selama proses pembelajaran di kelas; dan evaluasi dan prosedur penilaian.

8. Modul a. Pengertian Modul Menurut Goldschmid and Goldshmid, modul adalah A self-contained, independent unit of a planned of learning activities design to help the student accomplish certain well-defined objectives. (dikutip dari buku Russel, p.12) R.M.Thomas memberikan dua macam batasan tentang modul, pertama batasan modul yang bersifat umum, dan kedua batasan modul secara terperinci. Menurut R.M.Thomas, secara umum A module is a packet of suggestions for teachers and learning materials for students that can be used for pursuing specified goals for a period of time that may be as short as fifteen minutes or as long as six or eight class periods distributed over a series of three or four weeks. Batasan modul secara terperinci, menurut beliau, sebagai berikut berikut : an instructional module in the Indonesia setting is a packet of materials containing the following items : 1. A description of specific learning objectives 2. A teachers guide pamphlet, explaining to the teacher the way that the lesson can be most efficiently taught 3. Reading materials for the students. 4. Worksheets for the pupils. 5. Answer sheets for worksheet problems. 6. Evaluation devices tests and rating scales. Definisi terperinci yang dikembangkan oleh R.M. Thomas tersebut di atas sejalan dengan batasan mengenai modul yang dikembangkan oleh Badan Pengembangan Pendidikan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, yang memberikan batasan tentang modul sebagai berikut : yang dimaksud dengan modul adalah Satu unit program mengajar terkecil yang secara terperinci menggariskan : a. Tujuan-tujuan pembelajaran umum yang akan ditunjang pencapaiannya; b. Topik yang dijadikan pangkal proses belajar-mengajar; c. Tujuan-tujuan pembelajaran khusus yang akan dicapai oleh siswa;

d. Pokok-pokok materi yang akan dipelajari dan diajarkan; e. Kedudukan dan fungsi satuan (modul) dalam kesatuan program yang lebih luas. f. Peranan guru didalam proses belajar mengajar; g. Alat-alat dan sumber yang akan dipakai; h. Kegiatan-kegiatan belajar yang harus dilakukan dan dihayati murid secara berturutan; i. Lembaran-lembaran kerja yang harus diisi anak; j. Program evaluasi yang akan dilaksanakan selama berjalannya proses belajar ini;

Dari beberapa definisi tersebut di atas, yang tentunya masih jauh daripada lengkap, dapatlah disimpulkan sifat-sifat khas dari pada modul, yaitu : 1. Modul itu merupakan unit (paket) pembelajaran terkecil dan lengkap; 2. Modul itu memuat rangkaian kegiatan belajar yang direncanakan dan sistematik; 3. Modul memuat tujuan belajar (pembelajaran) yang dirumuskan secara eksplisit dan spesifik; 4. Modul memungkinkan siswa belajar sendiri (independent), modul memuat bahan yang bersifat self-instructional; 5. Modul merupakan realisasi pengakuan perbedaan individual, merupakan salah satu perwujudan pembelajaran individual. a. Langkah Langkah Penyusunan Modul
Suatu modul yang digunakan di sekolah ini, disusun atau ditulis (dibuat) dengan melalui langkah-langkah seperti berikut :

1) Menyusun Kerangka Modul i. Menetapkan (menggariskan) Tujuan Pembelajaran Khusus (TIU) yang akan dicapai dengan mempelajari modul tersebut ii. Merumuskan Tujuan Pembelajaran Khusus (TIK) yang merupakan perincian atau pengkhususan dari Tujuan Pembelajaran Umum tadi iii. Menyusun soal-soal penilaian untuk mengukur sejauh mana Tujuan Pembelajaran Khusus bisa dicapai. iv. Identifikasi pokok-pokok materi pelajaran yang sesuai dengan Tujuan Pembelajaran Khusus.

v. Mengatur/menyusun pokok-pokok materi tersebut di dalam urutan yang logis dan fungsional vi. Menyusun langkah-langkah kegiatan belajar murid. vii. Pemeriksaan sejauh mana langkah-langkah kegiatan belajar telah diarahkan untuk mencapai semua tujuan yang telah dirumuskan viii. Identifikasi alat-alat yang diperlukan untuk melaksanakan kegiatan belajar dengan modul itu. 2) Menyusun (menulis) program secara terperinci meliputi pembuatan semua unsur modul yakni Petunjuk Guru, Lembar Kegiatan Murid, Lembar Kerja Murid, Lembar Jawaban, Lembar Penilaian (tes) dan Lembar Jawaban Tes.

b. Unsur-unsur Modul
Berdasar dari batasan pengertian tentang modul, kiranya dapat diuraikan secara terperinci unsurunsur modul atau komponen-komponen modul. Perlu diketahui bahwa modul yang dikembangkan melalui Proyek Perintis Sekolah Pembangunan (PPSP) di Indonesia dewaasa ini berbentuk buku kecil (booklet). Dari satu berkas buku kecil yang disebut modul itu terdiri atas unsur-unsru sebagai berikut :

1) Pedoman Guru Pedoman Guru berisi petunjuk-petunjuk guru agar pengajaran dapat diselenggarakan secara efisien. Juga memberi penjelasan tentang : i. Macam-macam kegiatan yang harus dilakukan oleh kelas ii. Waktu yang disediakan untuk menyelesaikan modul itu iii. Alat-alat pelajaran yang harus digunakan iv. Petunjuk-petunjuk evaluasi. 2) Lembaran Kerja Siswa Lembaran Kegiatan ini memuat materi pelajaran yang harus dikuasai oleh siswa. Dalam lembaran kegiatan tercantum pula kegiatan-kegiatan yang harus dilakukan siswa, misalnya mengadakan percobaan, membaca kamus, dan sebagainya. Mungkin pula dicantumkan bukubuku yang harus dipelajari siswa sebagai pelengkap materi yang terdapat dalam modul. 3) Lembaran Kerja Lembaran kerja ini menyertai Lembar Kegiatan Siswa digunakan untuk menjawab atau mengerjakan soal-soal, tugas-tugas atau masalah-masalah yang harus dipecahkan. Lembar

kegiatan siswa itu sendiri harus dijaga supaya tetap bersih tidak boleh ada coretan apapun di dalamnya, sebab buku modul ini akan digunakan lagi untuk siswa-siswa yang lain pada tahun-tahun berikutnya. 4) Kunci Lembaran Kerja Maksud diberikannya Kunci Lembaran Kerja ialah agar siswa dapat mengevaluasi (mengoreksi) sendiri hasil pekerjaannya. Apabila siswa membuat kesalahan-kesalahan dalam pekerjaannya maka ia dapat meninjau kembali pekerjaannya. 5) Lembaran Tes Tiap modul disertai Lembaran Tes, yakni alat evaluasi yang digunakan sebagai pengukur keberhasilan atau tercapai tidaknya tujuan yang telah dirumuskan dalam modul itu. . 6) Kunci Lembaran Tes Tes ini disusun oleh penulis modul yang bersangkutan, sehingga kunci tes ini pun juga dibuat oleh penulis modul.

d. Pemanfaatan Modul dalam Pembelajaran di Kelas Pelaksanaan pembelajaran dengan menggunakan modul pada dasarnya menggunakan sistem belajar secara individual. Namun dapat pula digunakan pada sistem pembelajaran klasikal. Jika pembelajaran bersifat individual maka siswa akan belajar dari modul satu ke modul berikutnya sesuai dengan kecepatannya masing-masing. Mengingat kecepatan masingmasing siswa tidak sama, maka dalam perjalanan belajarnya dari hari ke hari, jarak antara siswa yang pandai dengan siswa yang lamban makin lama makin besar. Teknik ini akan mudah bila di suatu kelas siswanya sedikit, namun jika jumlah siswa dalam suatu kelas jumlahnya banyak, dan juga mata pelajaran yang dipelajarinya jumlahnya banyak maka pelaksanaan pembelajarannya menjadi lebih rumit. Pembelajaran dengan sistem modul jika diterapkan untuk pembelajaran secara klasikal, maka siswa akan belajar dalam waktu bersamaan dan untuk melanjutkan ke modul berikutnya juga dapat bersamaan. Kepada siswa-siswa yang selesainya lebih cepat dari pada temantemannya, maka siswa tersebut akan memperoleh modul pengayaan untuk dipelajarinya dalam sisa waktu yang tersedia. Kemudian setelah itu dilakukan evaluasi yang dapat dikerjakan secara individual maupun secara klasikal.

9. Pendekatan Konvensional Kata konvensional berasal dari kata konvensi. Istilah konvensi awalnya digunakan untuk menyatakan atau mengkomunikasikan segala sesuatu yang didasarkan kepada kesepakatan. Selanjutnya sebutan konvesional adalah untuk menyatakan segala sesuatu kegiatan atau tindakan berdasarkan konvensi. Artinya setiap konsep yang akan dikerjakan pelaksanaannya harus berdasarkan ketentuan-ketentuan yang telah disepakati. Biasanya setiap orang yang terkait dengannya telah memahaminya, sehingga proses dapat berjalan dengan baik (Jalius. HR, 2009) . Secara harafiah kata konvensional berasal dari kata convention yang berarti kesepakatan. Namun bila ditafsir berdasarkan substansi dan kronologisnya, kata tersebut sudah berkonotasi menjadi beberapa pengertian, bisa berarti konvensional sebagai lawan dari mutakhir, atau konvensional yang berarti yang biasa sebagai lawan yang luar biasa, bahkan konvensional bisa diartikan lebih sinis lagi sebagai sesuatu yang ketinggalan sebagai lawan dari uptode (http://feuntan.wordpress.com, di akses 18 April 2011 pukul 19.11). Berdasarkan beberapa pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa konvensional adalah kegiatan atau tindakan yang dilakukan berdasarkan kesepakatan, yang menjadi suatu kebiasaan pada suatu kalangan tertentu. Jadi pendekatan konvensional dalam konteks pembelajaran dapat diarikan sebagai suatu kesepakatan pendekatan pembelajaran yang berlaku di suatu sekolah tertentu yang telah menjadi kebiasaan di sekolah tersebut. Contohnya, bila di suatu sekolah kebiasaan pembelajarannya adalah pembelajaran yang lebih terpusat kepada guru, maka pendekatan konvensional yang dimaksudkan di sekolah tersebut adalah pendekatan pembelajaran yang lebih terpusat kepada guru. Sedangkan bila kebiasaan pembelajarannya adalah pembelajaran dengan menggunakan media komputer, maka pendekatan konvensional yang dimaksudkan di sekolah itu adalah pendekatan pembelajaran dengan menggunakan media komputer.

B. KERANGKA BERPIKIR Salah satu upaya demi peningktan kualitas yang tengah digalakkan pemerintah saat ini adalah dikembangkannhya Sekolah Bertaraf Internasional. Hal ini dimulai dengan membuka Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional. Adapun proses pembelajaran Matematika di Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional adalah menggunakan pengantar Bahasa Inggris.

Bahasa Inggris untuk matematika lebih komplek karena merupakan perpaduan antara kata-kata yang digunakan sehari-hari dengan kata-kata (istilah) khusus dalam matematika itu sendiri, dan kadang memiliki perbedaan arti dengan yang bahasa Inggris yang digunakan seharihari. Pembelajaran terpadu merupakan salah satu alternative yang dapat digunakan di Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional khususnya dalam pembelajaran Matematika yang diajarkan dengan pengantar Bahasa Inggris. Pembelajaran terpadu dalam hal ini merupakan suatu pembelajaran yang menggabungkan beberapa materi di dalam satu bidang studi atau antar bidang studi melalui satu tema tertentu. Pembelajaran terpadu dalam hal ini, siswa menerima materi Bahasa Inggris Untuk Matematika/English for Mathematics bersamaan ketika mereka menerima pelajaran Matematika. Pemberian materi Inggris untuk Matematika yang proporsional dengan Matematika dapat membantu siswa memahami Matematika yang disajikan dengan Bahasa Inggris disamping meningkatkan pemahaman Bahasa Inggris dari siswa yang bersangkutan. Dalam pembelajaran terpadu ini yang mengintegrasikan Matematika dan Bahasa Inggris diperlukan suatu media guna membantu perserta didik dalam memahami berbagai materi yang diajarkan, di lain pihak juga membantu pengajar untuk menyampaikan materi yang telah diajarkan mengingat juga pembelajaran menggunakan pengantar bahasa Inggris. Salah satu media yang bisa digunakan adalah modul. Modul sendiri merupakan suatu unit lengkap yang berdiri sendiri dan terdiri atas suatu rangkaian kegiatan belajar yang disusun untuk membantu siswa mencapai sejumlah tujuan yang dirumuskan secara khusus dan jelas. Berkaitan dengan hal di atas melalui Pembelajaran terpadu yang menintegrasikan Bahasa Inggris dengan Matematika dengan menggunakan bantuan modul pada siswa di Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional dapat meningkatkan pemahaman konsep akan matematika itu sendiri serta bahasa Inggrisnya.

C. HIPOTESIS PENELITIAN
1. Terdapat perbedaan hasil belajar matematika antara siswa yang diajarkan dengan pembelajaran terpadu (matematika dan bahasa inggris) berbantuan modul dan pembelajaran konvensional di RSBI 2. Terdapat perbedaan kemampuan bahasa inggris antara siswa yang diajarkan dengan pembelajaran terpadu (matematika dan bahasa inggris) berbantuan modul dan pembelajaran konvensional di RSBI? 3. Terdapat hubungan yang signifikan antara kemampuan bahasa inggris dan hasil belajar matematika antara siswa yang diajarkan dengan pembelajaran terpadu (matematika dan bahasa inggris) berbantuan modul dan pembelajaran konvensional di RSBI

BAB III METODE PENELITIAN

A. JENIS PENELITIAN Sesuai dengan rumusan masalah dan tujuan penelitian maka jenis penelitian yang akan dilakukan adalah penelitian eksperimen.

B. TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN Penelitian ini akan dilakukan di SMA N 1 Tondano. Waktu penelitian akan disesuaikan dengan jadwal di sekolah tersebut.

C. POPULASI DAN SAMPEL Populasi Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh kelas XI IPA SMA N 1 Tondano. Sampel Sampel dalam penelitian ini adalah 2 kelas homogen yang diambil secara acak.

D. VARIABEL PENELITIAN 1. Bebas a. Variabel Perlakuan, yaitu Pembelajaran Terpadu (Matematika Dan Bahasa Inggris) Berbantuan Modul untuk kelas eksperimen dan pendekatan konvensional pada kelas kontrol. b. Variabel terkontrol, yaitu: Materi yang diajar pada kedua kelas dan alokasi waktu pembelajaran adalah sama. Pengajar pada kedua kelas adalah peneliti.

c. Variabel tidak terkontrol, yaitu cara belajar 2. Variabel Terikat Variabel terikat dalam penelitian ini yaitu:

a. Skor hasil belajar siswa b. Skor kemampuan bahasa akan penguasaan kalimat dan kosakata khususnya Bahasa Inggris Untuk Matematika

E. METODE PENGUMPULAN DATA Metode pengumpulan data dalam penelitian ini akan menggunakan : Tes untuk mendapatkan data mengenai hasil belajar siswa, yaitu tes akhir (posttest) yang akan diberikan pada kelas eksperimen dan kelas kontrol. Tes untuk mendapatkan data mengenai kemampuan bahasa inggris siswa, yaitu tes akhir (posttest) yang akan diberikan pada kelas eksperimen dan kelas kontrol.

F. RANCANGAN PENELITIAN Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut

Kelas

Pretest

Pretest

Perlakuan Posttest Matematika

Pretest Bahasa Inggris

Matematika Bahasa Inggris E C YE1 YC1 ZE1 ZC1 XE XC

YE2 YC2

ZE2 ZC2

Ket E : Kelas eksperimen C : Kelas kontrol YE1 : Nilai tes awal matematika (pre-test) kelas eksperimen YC1 : Nilai tes-awal bahasa Inggris (pre-test) kelas kontrol ZE1 : Nilai tes awal Matematika (pre-test) kelas eksperimen ZYC1 : Nilai tes-awal Bahasa Inggris(pre-test) kelas kontrol XE : Kegiatan pembelajaran terpadu (matematika dan bahasa Inggris) dengan berbantuan modul

XC : Kegiatan pembelajaran konvensional YE2 : Nilai tes akhir Matematika (post-test) kelas eksperimen YC2 : Nilai tes akhir Matematika (post-test) kelas kontrol ZE2 : Nilai tes akhir bahasa Inggris (post-test) kelas eksperimen ZC2 : Nilai tes akhir bahasa Inggris (post-test) kelas kontrol

G. Teknik Analisis Data Untuk menganalisis pebedaan hasil belajar matematika serta kemampuan bahasa Inggris siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol, akan digunakan uji-t (t-test) sedangkan untuk menganalisis hubungan antara hasil belajar matematika serta kemampuan bahasa Inggris, akan digunakan analisis regresi.

DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai