Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

ETIKA MAHASISWA ISLAM

Tugas ini Dibuat Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah

Agama Islam

Dosen Pengampu :

Yulizar Bila, S.Pd.I, M.Ed

Disusun Oleh:

Alfi Syahri

(21077004/2021)

PRODI TATA BUSANA D3

FAKULTAS PARIWISATA DAN PERHOTELAN

UNIVERSITAS NEGERI PADANG

2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Mahakuasa karena telah memberikan kesempatan
pada penulis untuk menyelesaikan makalah ini. Atas rahmat dan hidayah-Nya lah penulis dapat
menyelesaikan makalah berjudul ETIKA MAHASISWA ISLAM tepat waktu.Makalah disusun
guna memenuhi tugas dari Bapak Yulizar Bila, S.Pd.I, M.Ed . Selain itu, penulis juga berharap
agar makalah ini dapat menambah wawasan bagi pembaca tentang. Penulis mengucapkan terima
kasih sebesar-besarnya kepada Bapak Yulizar Bila, S.Pd.I, M.Ed. selaku dosen. Semoga tugas
yang telah diberikan ini dapat menambah pengetahuan dan wawasan terkait bidang yang ditekuni
penulis. Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik
dan saran yang membangun akan penulis terima demi kesempurnaan makalah ini.

Padang, 08 Desember 2021

Alfi Syahri
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.....................................................................................................2

DAFTAR ISI....................................................................................................................3

BAB I................................................................................................................................4

PENDAHULUAN............................................................................................................4

1.1 LATAR BELAKANG.................................................................................4

1.2 RUMUSAN MASALAH.............................................................................4

1.3 TUJUAN.......................................................................................................4

BAB II...............................................................................................................................5

PEMBAHASAN

A. ETIKA PERGAULAN SEBAGAI MAHASISWA ISLAM …………………..…….5

B. ETIKA BERPAKAIAN …………………………………………………………………....7

C. ETIKA MAKAN DAN MINUM ……………………………………………………...…..9

D. ETIKA MENUNTUT ILMU.....................................................................................10

BAB III.............................................................................................................................11

PENUTUP........................................................................................................................11

KESIMPULAN................................................................................................................11

DAFTAR ISI....................................................................................................................12
BAB I
PENDAHULUAN

Latar Belakang
Secara etimologi kata “etika” berasal dari bahasa yunani yang terdiri dari dua kata yaitu
Ethos dan ethikos. Ethos berarti sifat, watak kebiasaan, tempat yang biasa. Ethikos berarti susila,
keadaban, kelakuan dan perbuatan yang baik. Secara terminologi etika bisa disebut sebagai ilmu
tentang baik dan buruk atau kata lainnya ialah teori tentang nilai. Dalam Islam teori nilai
mengenal lima kategori baik-buruk, yaitu baik sekali, baik, netral, buruk dan buruk sekali. Nilai
terbaik ditentukan oleh Tuhan, karena Tuhan adalah Maha Suci yang bebas dari noda apa pun
jenisnya. Dalam penerapannya, etika mengandung beberpa prinsip yang perlu diterapkan dalam
kehidupan sehari-hari yaitu: Keindahan, Persamaan, Kebiasaan, Keadilan, Kebebasan dan
Kebenaran. Sehubungan dengan pemahaman pengertian ini, maka yang dimaksud dengan etika
mahasiswa Islam adalah mahasiswa yang mau dan mampu mengimplentasikan/menerapkan
nilainilai kebaikan sesuai dengan prinsip-prinsip di atas dalam kehidupan untuk dirinya maupun
untuk masyarakat.

Rumusan masalah

1. Apa yang dimaksud dengan etika pergaulan sebagai mahasiswa islam?


2. Apa yang dimaksud dengan etika berpakaian?
3. Apa yang dimaksud dengan etika makan dan minum ?
4. Apa yang dimaksud dengan etika menuntut ilmu?

Tujuan masalah

1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud etika pergaulan sebagai mahasiswa islam.
2. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan etika berpakaian .
3. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan etika makan dan minum .
4. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan etika menuntut ilmu.
BAB I

PEMBAHASAN

A. ETIKA PERGAULAN SEBAGAI MAHASISWA ISLAM

Etika pergaulan yang harus diterapkan adalah etika yang bersumber dari ajaran Islam (al-Quran)
dan dicontohkan oleh Rasulullah melalui hadist/sunnah. Etika pergaulan sesama muslim dalam
Alquran yaitu,
1) Mengadakan perdamaian,
2) Menciptakan persaudaraan,
3) Tidak menghina sesama muslim,
4) Menjauhi prasangka buruk, mencari-cari kesalahan orang lain, dan menggunjing
5) Saling mengenal satu sama lain, dan terakhir
6) Berkasih sayang sesama mereka. Dalam agama Islam ada beberapa aspek atau hal
menyangkut pergaulan yang perlu diperhatikan di antaranya adalah dengan siapa dan bagaimana
cara berbicara, bersikap, bertindak dan menghargai orang yang dihadapi dengan
mempertimbangkan waktu dan kondisi yang dihadapi. Dalam etika pergaulan ini ada beberapa
hal yang perlu menjadi perhatian sebagai objek pergaulan.

1) Etika Pergaulan dengan Sebaya


Teman sebaya atau karib adalah orang-orang atau teman yang usianya tidak terpaut jauh
dengan kita baik sama maupun lebih muda. Adapun dalam bergaul dengan teman sebaya kita
harus senantiasa berbuat baik dan mengutamakan akhlak yang mulia. Hal-hal yang perlu
diperhatika dalam pergaulan dengan teman sebaya antara lain:
a) Mengucapkan salam setiap bertemu dengan teman sebaya dan sesama muslim. Jika perlu kita
bisa berjabat tangan tentunya jika orang tersebut berjenis kelamin sama ataupun mahram kita.
b) Mengucapkan salam hukumnya sunnah bagi umat islam dan menjawab salam hukumnya
wajib. Senantiasa menyambung tali silaturahmi dengan saling berkunjung dan berkumpul
untuk hal-hal yang baik atau belajar bersama
c) Saling mengerti serta memahami kebaikan dan kekurangan masingmasing dan menghindari
segala macam jenis perselisihan
d) Teman sebaya hendaknya saling tolong menolong dalam hal kebaikan dan menolong teman
sebaya yang sedang dalam kesusahan tentunya sangat dicintai Allah SWT misalnya dengan
cara bersedekah.
e) Mengasihi dan memberi perhatian satu sama lain terutama jika ada teman yang sedang
kesusahan atau ditimpa suatu masalah, kita sebagai teman wajib mendukung dan bila perlu
memberi pertolongan
f) Senantiasa menjaga teman dari pengaruh buruk atau gangguan orang lain
g) Memberikan nasihat kebaikan satu sama lain
h) Mendamaikan teman jika ada yang berselisih
i) Mendoakan teman agar mereka senantiasa berada dalam kebaikan
j) Menjenguknya jika ia sakit, datang jika diberi undangan serta mengantarkannya ke makam jika
ia meninggal sesuai dengan hadits berikut ini Dari Abu Hurairah RA berkata ” Kewajiban
orang muslim terhadap orang muslim lain enam perkara. Orang beratnya kepada beliau;
apakah itu ya Rasulallah? Jawab Rasulallah SAW.: “ Jika berjumpa dengannya diberi salam,
jika diundang mendatanginya, jika dimintanya nasihat diberikan, jika bersin dan ia menyebut
nama Allah, dido‟akan dengan beroleh rahmat,jika ia sakit ditengok dan jika ia meninggal
diantarkan”. (H.R.Muslim)

2) Etika Pergaulan dengan orang yang lebih tua


Islam senantiasa mengajarkan untuk berbuat baik kepada orang tua dan orang yang lebih tua,
menghormati dan menghargainya. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam bergaul
dengan orang yang lebih tua adalah:
a) Menghormati mereka dengan sepenuh hati dan senantiasa mengikuti nasihat mereka dalam
kebaikan
b) Mencontoh tingkah laku mereka yang baik dan menjadikannya pelajaran
c) Memberi salam setiap kali bertemu dan senantiasa bertutur kata dengan lemah lembut dan
menjaga sopan santun
d) Tidak berkata kasar pada mereka dan menjaga perasaannya walaupun ia berkata tidak baik,
janganlah kita membalasnya dengan perkataan yang tidak baik juga untuk menghidari konflik.
e) Senantiasa mendoakan terutama jika mereka adalah orangtua atau saudara kita

3) Etika Pergaulan dengan lawan jenis Hal yang perlu diperhatikan dan tak kalah penting dalam
pergaulan islam adalah tata cara bergaul dengan lawan jenis. Islam sendiri mengatur pola
hubungan antara pria dan wanita serta memisahkan keduanya sesuai dengan syariat yang
berlaku. Adapun hal-hal yang perlu kita ketahui dan pegang dengan teguh mencakup hal-hal
berikut ini :
a) Menghindari berkhalwat atau berdua-duaan seperti halnya dalam berpacaran apalagi jika
sampai memiliki hubungan pacaran beda agama. Berkhalwat dikhawatirkan dapat
menimbulkan hal-hal yang tidak diinginkan seperti zina dan lain sebagainya. Dalam sebuah
hadis Nabi menjelaskan yang artinya sebagai berikut: “Jauhilah berkhalwat dengan
perempuan. Demi (Allah) yang diriku berada dalam genggaman-Nya, tidaklah berkhalwat
seorang lakilaki dengan seorang perempuan kecuali syetan akan masuk di antara keduanya.”
(HR. al- Thabarani).
b) Tidak memandang lawan jenis dengan syahwat atau pandangan nafsu. Hindari memandang
lawan jenis kecuali jika benar-benar diperlukan
c) Hindari berjabat tangan dengan lawan jenis kecuali mahram
d) Menutup aurat jika bertemu dengan sejenis maupun lawan jenis sebagaimana disebutkan
dalam hadits yang artnya sebagai berikut: “Tidak dibolehkan seorang laki-laki melihat aurat
(kemaluan) seorang laki-laki lain, begitu juga seorang perempuan tidak boleh melihat
kemaluan perempuan lain. Dan tidakboleh seorang laki-laki berselimut dengan laki-laki lain
dalam satu selimut baju, begitu juga seorang perempuan tidak boleh berselimut dengan
sesama perempuan dalam satu baju.” (HR. Muslim).
e) Hendaknya menghindari perbuatan yang menjurus pada zina seperti bersentuhan, berpelukan,
berpegangan tangan, berciuman apalagi sampai melakukan zina dan mengakibatkan hal-hal
yang tidak diinginkan seperti hamil diluar sesuai dengan firman Allah SWT dalam surat Al
isra ayat 32 yang yang artinya sebagai berikut: “Dan janganlah kamu mendekati zina;
sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk.” Dalam
pada itu, jika ingin memenuhi hak sesama muslim, maka pertama perlakukanlah setiap
muslim itu sebagaimana engkau suka diperlakukan. Perlakuan itu bukan hanya ketika
berhadapan langsung dengannya, tapi juga saat ia tak ada di hadapan (ghaib).

Tidak ada perbedaan sikap ketika bersama dengannya maupun saat tidak bersamaan.
Sehingga ada kejujuran dan keselarasan antara tindakan dan ucapan. Ini juga bisa diartikan tidak
bermuka dua. Jangan sampai berlaku manis berhadapan, tapi mencemooh saat dibelakang.
Bersikap seolah hormat saat di hadapannya tapi melecehkan namanya di hadapan orang lainnya.
Prinsipnya, jangan memperlakukan orang lain dengan sikap yang kita juga tidak suka jika
diperlakukan demikian. Berusahalah untuk menyediakan hati agar menyukai kebaikan bagi
muslim lainnya sebagaimana kamu menyukai kebaikan itu bagimu, serta membenci keburukan
baginya sebagaimana kamu membenci keburukan itu untukmu. Etika pergaulan dengan muslim
lainnya jangan hanya demi keuntungan menguntungkan diri sendiri sajai, tetapi mesti hadir dan
memberikan apa yang bisa menguntungkan dan berfaedah untuk orang lain, serta hindarilah hal-
hal yang bisa merugikan dan berefek buruk bagi saudara muslim lain. Hubungan yang saling
menguntungkan ini hendaknya dilandasi dengan cinta dan sayang kepada sesama. Bukan
berinteraksi demi keuntungan pribadi dan membeda-bedakan takaran kebaikan karena melihat
potensi keuntungan. Dalam hal ini Nabi Muhammad SAW mengingatkan, artinya:

“tidaklah (sempurna) iman seorang dari kamu sehingga mencintai saudaranya sebagaimana ia
mencintai dirinya sendiri.” (HR. Bukhari).

B. ETIKA BERPAKAIAN

Islam tidak menentukan model pakaian tertentu bagi umatnya. Agama menyerahkan
sepenuhnya pada manusia untuk berkreasi dalam berpakaian asalkan mengikuti aturan Islam.
Artinya, meskipun Islam tidak menjelaskan secara detil model pakaian Islami, tetapi Islam
menjelaskan aturan umum dan etika berpakaian yang mesti dipahami dan diamalkan. Dalam
Islam fungsi utama pakaian adalah “menutup aurat” sebagaimana tercantum dalam surah al-
A‟raf .7:26 Artinya:
“Hai anak Adam, Sesungguhnya Kami telah menurunkan kepadamu pakaian untuk menutup
auratmu dan pakaian indah untuk perhiasan”.
Walaupun Islam tidak merekomendasikan satu model pakaian tertentu, tetapi Islam memiliki
aturan umum berpakaian. Aturan umum antara lain, tidak terbuka (tutup aurat), tidak transparan,
tidak ketat, dan tidak menyerupai lawan jenis.

1) Menutup aurat merupakan prinsip pertama yang menjadi dasar agar pakaian tersebut dapat
dikatakan sesuai dengan hukum Islam. Sebagaimana telah dijelaskan oleh ulama fikih bahwa
aurat laki-laki adalah antara pusar sampai lutut dan aurat perempuan adalah seluruh badan
kecuali dua telapak tangan dan wajah. Syariat untuk menutup aurat ini telah ada sejak zaman
nabi Adam dan Hawa ketika mereka berdua mendakati pohon yang dilarang oleh Allah swt
untuk mendekatinya di syurga. Hal ini terdapat dalam surah al-A‟raf .7: 22, :
“Yakni serta-merta dan dengan cepat tatkala keduanya telah merasakan buah pohon itu,
tampaklah bagi keduanya, aurat masingmasing dan mulailah keduanya menutupinya dengan
daun-daun surga secara berlapis-lapir,”

2) Tidak Transparan Pakaian yang tembus pandang, yang memperlihatkan bentuk tubuh yang
harusnya ditutup secara samar-samar bukan merupakan pakaian yang Islami. Sebab, secara
tidak langsung pakaian yang transparan berarti tidak menutup aurat, “hanya mebungkus
tubuh”. Memilih warna dan bahan pakaian menentukan pakaian tersebut transparan atau tidak
khususnya dalam keadaan keringatan atau kehujanan. Sehingga ketika membeli pakaian
sangat dianjurkan untuk memilih bahan yang baik agar tidak transparan. Dalam sebuah Hadis
yang diriwayatkan oleh imam Muslim dalam kitabnya Shohih Muslim/2128 sebagai berikut, :
Artinya:
“Diriwayatkan oleh Abu Hurairah: ”Dua (jenis manusia) dari ahli neraka yang aku belum
melihatnya sekarang yaitu; kaum yang membawa cemeti-cemeti seperti ekor sapi, mereka
memukul manusia dengannya, dan wanita-wanita yang berpakaian tapi telanjang, berjalan
berlenggak lenggok, kepala mereka seperti punuk unta yang condong. Mereka tidak akan
masuk surga bahkan tidak akan mendapat wanginya, dan sungguh wangi surga itu telah
tercium dari jarak perjalanan sekian dan sekian”.

3) Tidak Ketat/Sempit Pakaian yang digunakan oleh seorang muslim mesti longgar dan tidak
ketat. Pakaian yang baik ialah pakaian yang tidak memperlihatkan lekukan tubuh supaya
orang yang melihat tidak terpancing untuk melakukan perbuatan negative atau pelecehan.

4) Tidak Menyerupai Lawan Jenis Dalam sebuah Hadis yang terdapat dalam Shohih
Bukhari/159, dijelaskan sebagai berikut:

“Diriwayatkan Ibn „Abbas Ra., berkata: “Rasulullah saw melaknat laki-laki yang menyerupai
perempuan dan perempuan yang menyerupai laki-laki. Hadis di atas tidak secara eksplisit
menjelaskan bahwa laki-laki tidak boleh menyerupai pakaian perempuan atau sebaliknya.
Secara umum hadis di atas menjelaskan bahwa Nabi saw melarang umatnya untuk
menyerupai lawan jenisnya, termasuk dalam dalam hal berpakaian. Di samping itu etika
berpakaian yang perlu diperhatikan adalah kesederhanaan. Karena kesederhanaan dalam
segala hal termasuk dalam berpakaian adalah bagian dari iman. Dalam sebuah Hadis
Rasulullah saw, menjelaskan sebagai berikut: :
Artinya:
“Rasulullah saw., bersabda kesederhanaan adalah bagian dari iman”.
Keempat kriteria di atas perlu diperhatikan ketika memilih, membeli, dan menggunakan
pakaian. Perempuan yang menggunakan “hijab” tidak akan ada gunanya kalau pakaian yang
mereka gunakan transparan dan ketat. Begitu pula laki-laki, tidak ada gunanya memakai
jubah, kalau tembus pandang dan auratnya terlihat oleh orang lain.
C. ETIKA MAKAN DAN MINUM

Adapun etika makan dan minum sesuai sunnah yang diajarkan Rasulullah sallallahu'alaihi
wasallam:

1) Minum Harus Duduk Terlepas dari perbedaan pendapat yang sudah dijelaskan oleh para
ulama tentang hokum makan atau minum sambil berdiri, setidaknya secara medis sudah
dijelaskan bahwa minum sambil duduk itu dianggap lebih baik daripada minum sambil berdiri
atau sambil tiduran. Bahkan secara adatistiadat, di sebagian tempat mungkin makan dan
minum sambil berdiri itu dianggap sebagai tindakan yang tidak sopan. Maka jika mau
mengikuti pendapat ulama yang menyatakan kebolehan makan dan minum sambil berdiri,
setidaknya jangan sampai melanggar aturan adat-istiadat yang berlaku di suatu tempat.

2) Mengucapkan Basmalah Dalam sebuah hadist yang diriwayatkan oleh „Aisyah


Radhiyallahu'anha "Apabila salah seorang di antara kalian makan, maka hendaknya ia
mengucapkan Bismillah (menyebut nama Allah Ta'ala). Jika ia lupa untuk menyebut nama
Allah di awal, hendaknya ia mengucapkan: "Bismillahi awwalahu wa aakhirotu (dengan nama
Allah pada awal dan akhirnya)". (HR. Tirmidzi).

3) Makan dan Minum dengan Tangan Kanan Dari Umar bin Abi Salamah, ia berkata, "Waktu
aku masih kecil dan berada di bawah asuhan Rasulullah shallallhu'alaihi wa sallam, tanganku
bersileweran di nampan saat makan. Maka Rasulullah Saw bersabda: "Wahai Ghulam,
sebutlah nama Allah (bacalah "Bismillah"), makanlah dengan tangan kananmu dan makanlah
makanan yang ada dihadapanmu." Maka seperti itulah gaya makanku setelah itu, (HR.
Bukhari).

4) Tidak Meniup Makanan atau Minuman Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan dari Ibnu
Abbas Radhiyallahu'anhu dijelaskan tentang larangan meniup untuk mendinginkan makanan
atau minuman yang masih panas: "Dari Ibnu Abbas Radhiyallahu'anhuma bahwa Nabi
Muhammad Saw melarang pengembusan nafas dan peniupan (makanan atau minuman) pada
bejana," (HR. Abu Dawud dan AtTirmidzi).

5) Minum dengan Tiga Tegukan Sabdaa Rasulullah SAW: "Janganlah kalian minum seperti
minumnya hewan. Tetapi minumlah kalian dengan dua atau tiga kali, dan jika kalian minum
sebutlah nama Allah (membaca basmallah), kemudian pujilah Dia (membaca hamdalah),
ketika kalian mengangkatkan (selesai minum)." (HR. At-Tirmidzi).

6) Menuangkan Air Ke Gelas Secukupnya Hadits yang diriwayatkan dari Ibnu Abbas
Radhiyallahu'anhuma: "Rasulullah melarang minum langsung dari mulut qibrah (wadah air
yang terbuat dari kulit) atau wadah air minum yang lainnya." (HR Bukhari).
7) Makan dan Minum tidak Berlebihan Allah sangat tidak menyukai orang yang berlebihan
dalam segala sesuatu, termasuk makan. Makanlah secukupnya dan jangan mengambil
makanan melebihi apa yang dapat kita makan. Jika berlebihan, maka tentu akan menjadi
mubazir dan akhirnya boros. Sedangkan boros adalah temannya setan. Allah berfirman:
“Makan dan minumlah, dan janganlah berlebih- lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai
orang-orang yang berlebihlebihan.” (QS. Al-A‟raf 7: 31). Rasulullah menjelaskan bahwa
perut manusia dibagi menjadi tiga ruang, ruang pertama untuk makanan, ruang ke dua adalah
udara dan ruang ke tiga adalah air/cairan. Ketiga ruang ini harus diisi dengan proporsi yang
seimbang, tanpa berlebihan.

8) Mengucapkan Hamdallah Sebagaimana yang sudah dipraktikkan Rasulullah, ketika beliau


selesai dari makan atau minum, beliau membaca: "Puji syukur kepada Allah yang telah
memberi makan dan memberi minum kepada kami serta menjadikan kami termasuk orang-
orang Islam." (HR. Abu Dawud)

D. ETIKA MENUNTUT ILMU

Kata ilmu dalam bahasa Indonesia berasal dari kata al-„ilmu dalam bahasa Arab. Secara bahasa
(etimologi) kata al-„ilmu adalah bentuk masdar atau kata sifat dari kata `alima – ya`lamu-
`ilman. Dijelaskan bahwa lawan kata dari al- „ilmu adalah al-jahl (bodoh/tidak tahu). Sehingga
jika dikatakan alimtu asysyai‟a berarti “saya mengetahui sesuatu”. Sementara secara istilah
(terminologi) ilmu berarti pemahaman tentang hakikat sesuatu. Setiap penuntut ilmu merindukan
untuk menjadi penuntut ilmu yang baik, walaupun tidak selalu diikuti oleh kesediaan dalam
menempuh jalan kesuksesan. Sebagaimana setiap penuntut ilmu tidak menginginkan dirinya
menjadi atau tergolong sebagai penuntut ilmu yang gagal. Karena itu setelah memaparkan dua
kategori penuntut ilmu, berikut ini penulis ketengahkan beberapa kiat dan jalan menuju
kesuksesan dalam menuntut ilmu berdasarkan nash-nash Al-Qur`an, hadits, maupun penjelasan
dan contoh dari para ulama.

1) Ikhlas karena Allah Ikhlas merupakan kunci sukses yang pertama dan mendasar dalam upaya
seseorang mewujudkan cita-citanya meraih ilmu yang bermanfaat. Karena hanya dengan
dasar ikhlas, segala tindakan kebaikan yang dilakukan akan menjadi amal shalih yang layak
mendapatkan balasan kebaikan dari Allah, Tuhan semesta alam. Syaikh Muhammad bin
Shalih al-Utsaimin rahimahullah berkata :”Tidaklah diragukan lagi, bahwa menuntut ilmu
adalah sebuah ibadah, bahkan ia merupakan ibadah yang paling mulia lagi utama. Maka oleh
karenanya, wajib atas seorang penuntut ilmu harus memenuhi syarat diterimanya ibadah, yaitu
ikhlas”. Juga hadits Nabi SAW ; Artinya :

“Barangsiapa yang mempelajari ilmu untuk membanggakan diri di hadapan para ulama,
mempermainkan diri orang-orang bodoh dan dengan itu wajah orang-orang berpaling
kepadanya, maka Allah akan memasukkannya ke dalam neraka Jahannam. “ (HR. Ibn Majjah
dari sahabat Abu Hurairah)
2) Berdo`a Dalam Islam, seorang penuntut ilmu di samping didorong untuk berusaha Allah SWT
memerintahkan kepada penuntut ilmu untuk berdo‟a dengan do‟a. Sebagaimana tersebut
dalam firman–Nya Surat Thaha ayat 114: Artinya: “Dan katakanlah ,”Ya Tuhanku,
tambahkanlah ilmu kepadaku” Rasulullah juga mengajarkan sebuah do‟a khusus bagi para
penuntut ilmu. Do‟a itu adalah:
Artinya: “Ya Allah sesungguhnya aku memohon kepada-Mu ilmu yang bermanfaat dan Aku
berlindung kepada Engkau dari (mendapatkan) ilmu yang tidak bermanfaat.” (HR. Al-Nasa‟i
dari sahabat Jabir bin Abdillah ra)

3) Bersungguh-Sungguh Termasuk juga kunci sukses dalam menuntut ilmu adalah


bersungguhsungguh dan diniatkan untuk mencari keridhaan Allah. Hal ini sebagaimana yang
dijelaskan Allah SWT. dalam Surat al-Ankabut ayat 69: “Dan orangorang yang berjihad untuk
(mencari keridhaan) Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan
Kami. Dan sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik” Seorang
penuntut ilmu memerlukan kesungguhan. Tidak layak para penuntut ilmu bermalas-malasan
dalam mencarinya. Kita akan mendapatkan ilmu yang bermanfaat-dengan izin Allah-apabila
kita bersungguh-sungguh dalam menuntutnya. Sebab jika seorang penuntut ilmu malas maka
ia tidak akan mendapatkan ilmu yang dicarinya, sebagaimana pendapat Yahya bin Abi Katsir
rahimahullah bahwa ilmu tidak akan diperoleh dengan tubuh yang dimanjakan (santai).
Karena itulah dalam ayat di atas Allah menjanjikan kabar gembira dan kemuliaan bagi orang
yang bersungguhsungguh. Syaikh Abu Bakar al-Jazairy menjelaskan: “Di dalam ayat ini
terdapat busyra dan janji yang benar lagi mulia, demikian itu karena orang yang bersungguh-
sungguh berada di jalan Allah, karena mencari ridha Allah dengan berusaha untuk
meninggikan kalimat-Nya.” Para ulama terdahulu selalu bersungguh-sungguh dalam
menuntut ilmu. Sebagai contoh, kisah Imam Syafi`i rahimahullah dalam menuntut ilmu.
Beliau berasal dari keluarga yang fakir, namun hal itu tidak dianggap aib oleh beliau, justru
sebaliknya, dijadikan sebagai kekuatan yang dapat mendorongnya untuk senantiasa menuntut
ilmu. Imam Syafi‟i, sebagaimana yang dikisahkan Humaidi, pernah bercerita:

Aku adalah seorang anak yatim yang berada dalam pengayoman ibu, ia selalu
mendorongku untuk hadir ke majelis ilmu. Guru sangat sayang pada aku, sampai-sampai aku
menempati tempatnya ketika ia berdiri. Tatkala aku sudah merapikan Al-Qur‟an, kemudian
aku masuk ke dalam masjid dan duduk bersama para ulama. Di sana aku mendengarkan hadits
beserta rinciannya kemudian aku hafal semuanya. Ibuku tidak dapat memberikan kepadaku
sesuatu yang dengannya aku dapat belikan kertas. Aku melihat tulang maka aku ambil,
kemudian aku menulisnya, tatkala sudah penuh, maka aku menghafalnya sekuat tenagaku.

4) Menjauhi Kemaksiatan Syarat lain bagi penuntut ilmu yang ingin sukses adalah menjauhi
kemaksiatan. Syarat ini merupakan syarat unik yang hanya dimiliki oleh agama Islam. Ibn al-
Qayyim al-Jauziyah rahimahullah misalnya berkata: “Maksiat memilki pengaruh jelek lagi
tercela, dan juga dapat merusak hati dan badan baik di dunia maupun di akhirat. Diantara
bahaya dari maksiat antara lain: Terhalangnya mendapatkan ilmu, karena sesungguhnya ilmu
itu adalah cahaya yang telah Allah berikan di dalam hati, dan maksiat itu memadamkannya
(cahaya itu)”. Pengaruh kemaksiatan terhadap terhalangnya ilmu pernah terbukti menimpa
Imam Syafi‟i. hal ini terlihat dari pengaduan Imam Syafi‟i kepada salah seorang gurunya
yang bernama Waki‟. Kisah ini diceritakan Imam Syafi‟i dalam sebuah syair beriku, Artinya:
“Aku mengadu kepada guruku bernama Waqi‟, tentang jeleknya hafalanku, maka ia
memberikan petunjuk kepadaku agar meninggalkan kemaksiatan. Karena sesungguhnya ilmu
itu adalah cahaya, dan cahaya Allah itu tidak akan diberikan kepada orang yang berbuat
maksiat”

5) Tidak Malu dan Tidak Sombong Sombong dan malu menyebabkan pelakunya tidak akan
mendapatkan ilmu selama kedua sifat itu masih ada dalam dalam dirinya. Sementara
mengenai larangan sombong, Allah SWT. jelaskan dalam Surat al-Baqarah ayat 34: Artinya:
”Dan ingatlah ketika kami berfirman kepada para malaikat : Sujudlah kamu kepada Adam,
maka sujudlah mereka kecuali Iblis, ia enggan dan takabbur dan adalah ia termasuk golongan
orang–orang yang kafir. Kesombongan dalam menuntut ilmu dilarang sebab ia akan
menyebabkan tertolaknya kebenaran. Seorang yang sombong akan cenderung merendahkan
manusia lainnya dan menolak kebenaran, sehingga ia akan kesulitan untuk mendapatkan guru
dan ilmu. Orang sombong akan merasa dirinya selalu lebih baik dari orang lain sehingga tidak
lagi memerlukan tambahan ilmu. Hal ini sebagaimana yang dijelaskan Rasulullah dalam salah
satu sabdanya: ِ
“ Sombong itu adalah, menolak kebenaran dan merendahkan manusia.”(HR. Muslim dari
sahabat Ibn Mas‟ud ra)

6) Mengamalkan dan Menyebarkan Ilmu Di dalam ajaran Islam, ada tiga perintah yang saling
bertautan kepada para penuntut ilmu. Perintah itu adalah mencari ilmu, mengamalkan dan
menyampaikannya kepada orang lain. Trilogi menuntut ilmu ini tidak boleh lepas dari diri
seseorang, sebab antara satu dengan yang lainnya mempunyai shilah (hubungan) yang erat.
Islam mensyariatkan wajibnya menuntut ilmu atas setiap muslim, dan di sisi lain ia juga
memerintahkan agar ilmu yang sudah diketahui harus diamalkan dan dida‟wahkan kepada
orang lain. Banyak ayat dan hadits yang menjelaskan keutamaan orang yang mengamalkan
ilmu dan menda‟wahkannya, dan banyak pula nushûsh yang berbicara tentang ancaman orang
yang tidak mau mengamalkan dan menda‟wahkan ilmunya. Mengenai keutamaan
menda‟wahkan ilmu, misalnya dapat disimak dari sabda Nabi SAW. berikut ini
Artinya :

“Siapa orang yang menunjukkan kebaikan, maka baginya pahala seperti orang yang
melakukkannya”(HR. Tirmidzi dari sahabat Abi Mas‟ud ra). Dalam hadits di atas, Rasulullah
memberikan dorongan berupa janji pahala bagi orang yang mengajarkan ilmunya. Pahala itu
berupa kebaikan semisal kebaikan yang didapat oleh orang yang diajari ilmu olehnya dari
ilmunya itu
BAB III

PENUTUP

KESIMPULAN

Sebagai seorang mahasiswa memiliki etika yang baik itu amat penting, baik Etika
Pergaulan, Etika Berpakaian, Etika Makan dan Minum dan Etika Menuntut Ilmu karena hal
tersebut sangat fundamental dalam Islam, karena itu terkait dalam menjalankan hidup baik di
dalam kehidupan di kampus maupun dalam kehidupan sehari-hari. Dan sebagai mahasiswa
islam hendaknya menghindari perbuatan yang menjurus pada zina seperti bersentuhan,
berpelukan, berpegangan tangan, berciuman apalagi sampai melakukan zina dan
mengakibatkan hal-hal yang tidak diinginkan seperti hamil diluar sesuai dengan firman Allah
SWT dalam surat Al isra ayat 32 yang yang artinya sebagai berikut: “Dan janganlah kamu
mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang
buruk.” Dalam pada itu, jika ingin memenuhi hak sesama muslim, maka pertama
perlakukanlah setiap muslim itu sebagaimana engkau suka diperlakukan. Perlakuan itu bukan
hanya ketika berhadapan langsung dengannya, tapi juga saat ia tak ada di hadapan (ghaib).
DAFTAR ISI

Daftar Bacaan Ahmad A. Abdurrahman. Petunjuk Sunnah dan Adab Sehari-Hari. Pustaka
Nabawi. Ponpest Arroyyan Cirebon Mansyur. Kahar. Membina Islam dan Iman. Kalam
Mulia. Jakarta Ali. Maulana Muhammad. Islamologi (Dinul Islam). Darul Kutubil Islamiyyah.

Anda mungkin juga menyukai