Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

ETIKA MAHASISWA ISLAM

Disusun oleh:
NUR AFIATU NIZA
21026060

Dosen Pengampu:
Yulizar Bila, S.Pd.I, M.Ed

JURUSAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA DAN DAERAH


PRODI INFORMASI PERPUSTAKAAN DAN KEARSIPAN
FAKULTAS BAHASA DAN SENI
UNIVERSITAS NEGERI PADANG

1
2021/2021

KATA PENGANTAR
Puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat-Nya sehingga
makalah ini dapat tersusun sampai dengan selesai. Tidak lupa kami mengucapkan terima kasih
terhadap dosen pengampu yang telah mengarahkan sehingga makalah ini selesai.

Penulis sangat berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi pembaca. Bahkan penulis berharap lebih jauh lagi agar makalah ini bisa
pembaca mengerti mengenai “ETIKA MAHASISWA ISLAM”.

Penulis menyadari ada kekurangan pada makalah ini. Oleh sebab itu, saran dan kritik
senantiasa diharapkan demi perbaikan karya penulis. Penulis juga berharap semoga makalah ini.

Batang kapas, 07 Desember 2021

NUR AFIATU NIZA

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................................................................2
DAFTAR ISI..............................................................................................................................................3
BAB 1.........................................................................................................................................................4
PENDAHULUAN......................................................................................................................................4
1.1 LATAR BELAKANG.......................................................................................................................4
1.2 RUMUSAN MASALAH...................................................................................................................4
1.3 TUJUAN...........................................................................................................................................5
BAB II........................................................................................................................................................6
PEMBAHASAN.........................................................................................................................................6
2.1 KONSEP ETIKA MAHASISWA ISLAM........................................................................................6
2.2 ETIKA DALAM PERGAULAN.......................................................................................................6
2.3 ETIKA DALAM BERPAKAIAN.....................................................................................................7
2.4 ETIKA DALAM MAKAN DAN MINUM.......................................................................................8
2.5 ETIKA DALAM MENUNTUT ILMU.............................................................................................9
BAB III.....................................................................................................................................................11
PENUTUP................................................................................................................................................11
3.1 KESIMPULAN...............................................................................................................................11
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................................12

3
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Mahasiswa merupakan sosok generasi muda yang memiliki tanggung jawab terhadap
masa depan bangsanya. Label agent of change yang seringkali disematkan kepada mahasiswa
menunjukkan pada harapan yang besar untuk membawa bangsa ke arah yang lebih baik. Untuk
mewujudkan hal itu, mahasiswa didik melalui sekolah-sekolah tinggi dan universitas untuk
diasah intelektualitasnya serta dibekali dengan skill yang memadai. Diantara tujuannya adalah
agar generasi mendatang mampu bersaing dengan bangsa lain dalam konteks globalisasi yaitu
suatu keadaan dimana tatanan kehidupan masyarakat mendunia tanpa batas waktu dan tempat.

Menurut Susantoro dalam Ramadhan (2009: 23) mahasiswa merupakan kalangan muda
yang berumur antara 19 sampai 28 tahun yang memang dalam usia tersebut mengalami suatu
peralihan dari tahap remaja ke tahap dewasa. Mahasiswa dinilai memiliki tingkat intelektualitas
yang tinggi, kecerdasan dalam berpikir dan keerencanaan dalam bertindak. Berpikir kritis dan
bertindak dengan cepat dan tepat merupakan sifat yangcenderung melekat pada diri setiap
mahasiswa, yang merupakan prinsip yang saling melengkapi.

Karakteristik mahasiswa secara umum yaitu stabilitas dalam kepribadian yang mulai
meningkat, karena berkurangnya gejolak-gejolak yang ada didalam perasaan. Mereka cenderung
memantapkan dan berpikir dengan matang terhadap sesuatu yang akan diraihnya, sehingga
mereka memiliki pandangan yang realistik tentang diri sendiri dan lingkungannya. Selain itu,
para mahasiswa akan cenderung lebih dekat dengan teman sebaya untuk saling bertukar pikiran
dan saling memberikan dukungan, karena dapat kita ketahui bahwa sebagian besar mahasiswa
berada jauh dari orang tua maupun keluarga.

Karakteristik mahasiswa yang paling menonjol adalah mereka mandiri, dan memiliki
prakiraan di masa depan, baik dalam hal karir maupun hubungan percintaan. Mereka akan
memperdalam keahlian dibidangnya masing-masing untuk mempersiapkan diri menghadapi
dunia kerja yang membutuhkan mental tinggi.

1.2 RUMUSAN MASALAH


1. Bagaimana konsep etika mahasiswa Islam ?

2. Bagaimana etika dalam pergaulan ?

3. Bagaimana etika dalam berpakaian ?

4. Bagaimana etika dalam makan dan minum ?

5. Bagaimana etika dalam menuntut ilmu ?

4
1.3 TUJUAN
1. Untuk mengetahui penjelasan dari konsep etika mahasiswa Islam

2. Untuk mengetahui penjelasan etika dalam pergaulan

3. Untuk mengetahui etika dalam berpakaian

4. Untuk mengetahui etika dalam makan dan minum

5. Untuk mengetahui etika dalam menuntut ilmu

5
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 KONSEP ETIKA MAHASISWA ISLAM


Secara etimologi kata “etika” berasal dari bahasa yunani yang terdiri dari dua kata yaitu
Ethos dan ethikos. Ethos berarti sifat, watak kebiasaan, tempat yang biasa. Ethikos berarti susila,
keadaban, kelakuan dan perbuatan yang baik. Secara terminologi etika bisa disebut sebagai ilmu
tentang baik dan buruk atau kata lainnya ialah teori tentang nilai. Dalam Islam teori nilai
mengenal lima kategori baik-buruk, yaitu baik sekali, baik, netral, buruk dan buruk sekali. Nilai
terbaik ditentukan oleh Tuhan, karena Tuhan adalah Maha Suci yang bebas dari noda apa pun
jenisnya. Dalam penerapannya, etika mengandung beberpa prinsip yang perlu diterapkan dalam
kehidupan sehari-hari yaitu:

1. Keindahan,

2. Persamaan

3. Kebiasaan

4. Keadilan

5. Kebebasan. dan

6. Kebenaran.

Sehubungan dengan pemahaman pengertian ini, maka yang dimaksud dengan etika
mahasiswa Islam adalah mahasiswa yang mau dan mampu mengimplentasikan/menerapkan
nilai-nilai kebaikan sesuai dengan prinsip-prinsip di atas dalam kehidupan untuk dirinya maupun
untuk masyarakat.

2.2 ETIKA DALAM PERGAULAN


Sebagai mahasiswa Islam, etika pergaulan yang harus diterapkan adalah etika yang
bersumber dari ajaran Islam (al-Quran) dan dicontohkan oleh Rasulullah melalui hadist/sunnah.
Etika pergaulan sesama muslim dalam Alquran yaitu :

1) Mengadakan perdamaian,

2) Menciptakan persaudaraan,

3) Tidak menghina sesama muslim,

4) Menjauhi prasangka buruk, mencari-cari kesalahan orang lain, dan menggunjing

5) Saling mengenal satu sama lain, dan terakhir

6
6) Berkasih sayang sesama mereka.

Dalam agama Islam ada beberapa aspek atau hal menyangkut pergaulan yang perlu
diperhatikan di antaranya adalah dengan siapa dan bagaimana cara berbicara, bersikap, bertindak
dan menghargai orang yang dihadapi dengan mempertimbangkan waktu dan kondisi yang
dihadapi.

2.3 ETIKA DALAM BERPAKAIAN


Islam tidak menentukan model pakaian tertentu bagi umatnya. Agama menyerahkan
sepenuhnya pada manusia untuk berkreasi dalam berpakaian asalkan mengikuti aturan Islam.
Artinya, meskipun Islam tidak menjelaskan secara detil model pakaian Islami, tetapi Islam
menjelaskan aturan umum dan etika berpakaian yang mesti dipahami dan diamalkan.Walaupun
Islam tidak merekomendasikan satu model pakaian tertentu, tetapi Islam memiliki aturan umum
berpakaian. Aturan umum antara lain, tidak terbuka (tutup aurat), tidak transparan, tidak ketat,
dan tidak menyerupai lawan jenis.

1) Menutup aurat merupakan prinsip pertama yang menjadi dasar agar pakaian tersebut
dapat dikatakan sesuai dengan hukum Islam. Sebagaimana telah dijelaskan oleh ulama fikih
bahwa aurat laki-laki adalah antara pusar sampai lutut dan aurat perempuan adalah seluruh badan
kecuali dua telapak tangan dan wajah. Syariat untuk menutup aurat ini telah ada sejak zaman
nabi Adam dan Hawa ketika mereka berdua mendakati pohon yang dilarang oleh Allah swt
untuk mendekatinya di syurga.

2) Tidak Transparan Pakaian yang tembus pandang, yang memperlihatkan bentuk tubuh
yang harusnya ditutup secara samar-samar bukan merupakan pakaian yang Islami. Sebab, secara
tidak langsung pakaian yang transparan berarti tidak menutup aurat, “hanya mebungkus tubuh”.
Memilih warna dan bahan pakaian menentukan pakaian tersebut transparan atau tidak khususnya
dalam keadaan keringatan atau kehujanan. Sehingga ketika membeli pakaian sangat dianjurkan
untuk memilih bahan yang baik agar tidak transparan.

3) Tidak Ketat/Sempit Pakaian yang digunakan oleh seorang muslim mesti longgar dan
tidak ketat. Pakaian yang baik ialah pakaian yang tidak memperlihatkan lekukan tubuh supaya
orang yang melihat tidak terpancing untuk melakukan perbuatan negative atau pelecehan.

4) Tidak Menyerupai Lawan Jenis. Dalam sebuah Hadis yang terdapat dalam Shohih
Bukhari/159. “Diriwayatkan Ibnu Abbas Ra berkata: “Rasulullah saw melaknat laki-laki yang
menyerupai perempuan dan perempuan yang menyerupai laki-laki. Hadis di atas tidak secara
eksplisit menjelaskan bahwa laki-laki tidak boleh menyerupai pakaian perempuan atau
sebaliknya. Secara umum hadis di atas menjelaskan bahwa Nabi saw melarang umatnya untuk
menyerupai lawan jenisnya, termasuk dalam dalam hal berpakaian. Di samping itu etika
berpakaian yang perlu diperhatikan adalah kesederhanaan. Karena kesederhanaan dalam segala
hal termasuk dalam berpakaian adalah bagian dari iman.

7
Dalam sebuah Hadis Rasulullah saw, menjelaskan sebagai berikut:

Rasulullah saw., bersabda kesederhanaan adalah bagian dari iman”. Keempat kriteria di
atas perlu diperhatikan ketika memilih, membeli, dan menggunakan pakaian. Perempuan yang
menggunakan “hijab” tidak akan ada gunanya kalau pakaian yang mereka gunakan transparan
dan ketat. Begitu pula laki-laki, tidak ada gunanya memakai jubah, kalau tembus pandang dan
auratnya terlihat oleh orang lain.

2.4 ETIKA DALAM MAKAN DAN MINUM


Adapun etika makan dan minum sesuai sunnah yang diajarkan Rasulullah sallallahu'alaihi
wasallam:

1) Minum Harus Duduk Terlepas dari perbedaan pendapat yang sudah dijelaskan oleh
para ulama tentang hokum makan atau minum sambil berdiri, setidaknya secara medis sudah
dijelaskan bahwa minum sambil duduk itu dianggap lebih baik daripada minum sambil berdiri
atau sambil tiduran. Bahkan secara adatistiadat, di sebagian tempat mungkin makan dan minum
sambil berdiri itu dianggap sebagai tindakan yang tidak sopan. Maka jika mau mengikuti
pendapat ulama yang menyatakan kebolehan makan dan minum sambil berdiri, setidaknya
jangan sampai melanggar aturan adat-istiadat yang berlaku di suatu tempat.

2) Mengucapkan Basmalah Dalam sebuah hadist yang diriwayatkan oleh „Aisyah


Radhiyallahu'anha "Apabila salah seorang di antara kalian makan, maka hendaknya ia
mengucapkan Bismillah (menyebut nama Allah Ta'ala). Jika ia lupa untuk menyebut nama Allah
di awal, hendaknya ia mengucapkan: "Bismillahi awwalahu wa aakhirotu (dengan nama Allah
pada awal dan akhirnya)". (HR. Tirmidzi).

3) Makan dan Minum dengan Tangan Kanan Dari Umar bin Abi Salamah, ia berkata,
"Waktu aku masih kecil dan berada di bawah asuhan Rasulullah shallallhu'alaihi wa sallam,
tanganku bersileweran di nampan saat makan. Maka Rasulullah Saw bersabda: "Wahai Ghulam,
sebutlah nama Allah (bacalah "Bismillah"), makanlah dengan tangan kananmu dan makanlah
makanan yang ada dihadapanmu." Maka seperti itulah gaya makanku setelah itu, (HR. Bukhari).

4) Tidak Meniup Makanan atau Minuman Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan dari
Ibnu Abbas Radhiyallahu'anhu dijelaskan tentang larangan meniup untuk mendinginkan
makanan atau minuman yang masih panas: "Dari Ibnu Abbas Radhiyallahu'anhuma bahwa Nabi
Muhammad Saw melarang pengembusan nafas dan peniupan (makanan atau minuman) pada
bejana," (HR. Abu Dawud dan At-Tirmidzi).

5) Minum dengan Tiga Tegukan Sabdaa Rasulullah SAW: "Janganlah kalian minum
seperti minumnya hewan. Tetapi minumlah kalian dengan dua atau tiga kali, dan jika kalian
minum sebutlah nama Allah (membaca basmallah), kemudian pujilah Dia (membaca hamdalah),
ketika kalian mengangkatkan (selesai minum)." (HR. At-Tirmidzi).

8
6) Menuangkan Air Ke Gelas Secukupnya Hadits yang diriwayatkan dari Ibnu Abbas
Radhiyallahu'anhuma: "Rasulullah melarang minum langsung dari mulut qibrah (wadah air yang
terbuat dari kulit) atau wadah air minum yang lainnya." (HR Bukhari).

7) Makan dan Minum tidak Berlebihan Allah sangat tidak menyukai orang yang
berlebihan dalam segala sesuatu, termasuk makan. Makanlah secukupnya dan jangan mengambil
makanan melebihi apa yang dapat kita makan. Jika berlebihan, maka tentu akan menjadi mubazir
dan akhirnya boros. Sedangkan boros adalah temannya setan. Allah berfirman: “Makan dan
minumlah, dan janganlah berlebih- lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang
yang berlebihlebihan.” (QS. Al-A‟raf 7: 31). Rasulullah menjelaskan bahwa perut manusia
dibagi menjadi tiga ruang, ruang pertama untuk makanan, ruang ke dua adalah udara dan ruang
ke tiga adalah air/cairan. Ketiga ruang ini harus diisi dengan proporsi yang seimbang, tanpa
berlebihan.

8) Mengucapkan Hamdallah Sebagaimana yang sudah dipraktikkan Rasulullah, ketika


beliau selesai dari makan atau minum, beliau membaca: "Puji syukur kepada Allah yang telah
memberi makan dan memberi minum kepada kami serta menjadikan kami termasuk orang-orang
Islam." (HR. Abu Dawud).

2.5 ETIKA DALAM MENUNTUT ILMU


Setiap penuntut ilmu merindukan untuk menjadi penuntut ilmu yang baik, walaupun tidak
selalu diikuti oleh kesediaan dalam menempuh jalan kesuksesan. Sebagaimana setiap penuntut
ilmu tidak menginginkan dirinya menjadi atau tergolong sebagai penuntut ilmu yang gagal.
Karena itu setelah memaparkan dua kategori penuntut ilmu, berikut ini penulis ketengahkan
beberapa kiat dan jalan menuju kesuksesan dalam menuntut ilmu berdasarkan nash-nash Al-
Qur`an, hadits, maupun penjelasan dan contoh dari para ulama.

1) Ikhlas karena Allah Ikhlas merupakan kunci sukses yang pertama dan mendasar dalam upaya
seseorang mewujudkan cita-citanya meraih ilmu yang bermanfaat. Karena hanya dengan dasar
ikhlas, segala tindakan kebaikan yang dilakukan akan menjadi amal shalih yang layak
mendapatkan balasan kebaikan dari Allah, Tuhan semesta alam. Syaikh Muhammad bin Shalih
al-Utsaimin rahimahullah berkata :”Tidaklah diragukan lagi, bahwa menuntut ilmu adalah
sebuah ibadah, bahkan ia merupakan ibadah yang paling mulia lagi utama.

2) Berdo`a Dalam Islam, seorang penuntut ilmu di samping didorong untuk berusaha Allah SWT
memerintahkan kepada penuntut ilmu untuk berdo‟a dengan do‟a. Sebagaimana tersebut dalam
firman–Nya Surat Thaha ayat 114: Artinya: “Dan katakanlah ,”Ya Tuhanku, tambahkanlah ilmu
kepadaku” Rasulullah juga mengajarkan sebuah do‟a khusus bagi para penuntut ilmu.

3) Termasuk juga kunci sukses dalam menuntut ilmu adalah bersungguhsungguh dan diniatkan
untuk mencari keridhaan Allah. Hal ini sebagaimana yang dijelaskan Allah SWT. dalam Surat
al-Ankabut ayat 69: “Dan orangorang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) Kami, benar-
benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah benar-

9
benar beserta orang-orang yang berbuat baik” Seorang penuntut ilmu memerlukan kesungguhan.
Tidak layak para penuntut ilmu bermalas-malasan dalam mencarinya. Kita akan mendapatkan
ilmu yang bermanfaat-dengan izin Allahapabila kita bersungguh-sungguh dalam menuntutnya.

4) Menjauhi Kemaksiatan Syarat lain bagi penuntut ilmu yang ingin sukses adalah menjauhi
kemaksiatan. Syarat ini merupakan syarat unik yang hanya dimiliki oleh agama Islam. Ibn al-
Qayyim al-Jauziyah rahimahullah misalnya berkata: “Maksiat memilki pengaruh jelek lagi
tercela, dan juga dapat merusak hati dan badan baik di dunia maupun di akhirat. Diantara bahaya
dari maksiat antara lain : Terhalangnya mendapatkan ilmu, karena sesungguhnya ilmu itu adalah
cahaya yang telah Allah berikan di dalam hati, dan maksiat itu memadamkannya (cahaya itu)”.
Pengaruh kemaksiatan terhadap terhalangnya ilmu pernah terbukti menimpa Imam Syafi‟i. hal
ini terlihat dari pengaduan Imam Syafi‟i kepada salah seorang gurunya yang bernama Waki‟.
Kisah ini diceritakan Imam Syafi‟i dalam sebuah syair beriku, Artinya: “Aku mengadu kepada
guruku bernama Waqi‟, tentang jeleknya hafalanku, maka ia memberikan petunjuk kepadaku
agar meninggalkan kemaksiatan. Karena sesungguhnya ilmu itu adalah cahaya, dan cahaya Allah
itu tidak akan diberikan kepada orang yang berbuat maksiat”.

5) Tidak Malu dan Tidak Sombong Sombong dan malu menyebabkan pelakunya tidak akan
mendapatkan ilmu selama kedua sifat itu masih ada dalam dalam dirinya. Sementara mengenai
larangan sombong, Allah SWT. jelaskan dalam Surat al-Baqarah ayat 34: Artinya: ”Dan ingatlah
ketika kami berfirman kepada para malaikat : Sujudlah kamu kepada Adam, maka sujudlah
mereka kecuali Iblis, ia enggan dan takabbur dan adalah ia termasuk golongan orang–orang yang
kafir. Kesombongan dalam menuntut ilmu dilarang sebab ia akan menyebabkan tertolaknya
kebenaran. Seorang yang sombong akan cenderung merendahkan manusia lainnya dan menolak
kebenaran, sehingga ia akan kesulitan untuk mendapatkan guru dan ilmu. Orang sombong akan
merasa dirinya selalu lebih baik dari orang lain sehingga tidak lagi memerlukan tambahan ilmu.

6) Mengamalkan dan Menyebarkan Ilmu Di dalam ajaran Islam, ada tiga perintah yang saling
bertautan kepada para penuntut ilmu. Perintah itu adalah mencari ilmu, mengamalkan dan
menyampaikannya kepada orang lain. Trilogi menuntut ilmu ini tidak boleh lepas dari diri
seseorang, sebab antara satu dengan yang lainnya mempunyai shilah (hubungan) yang erat. Islam
mensyariatkan wajibnya menuntut ilmu atas setiap muslim, dan di sisi lain ia juga
memerintahkan agar ilmu yang sudah diketahui harus diamalkan dan dida‟wahkan kepada orang
lain. Banyak ayat dan hadits yang menjelaskan keutamaan orang yang mengamalkan ilmu dan
menda‟wahkannya, dan banyak pula nushûsh yang berbicara tentang ancaman orang yang tidak
mau mengamalkan dan menda‟wahkan ilmunya.

10
BAB III

PENUTUP

3.1 KESIMPULAN
Sebagai seorang mahasiswa memiliki etika yang baik itu amat penting, baik Etika
Pergaulan, Etika Berpakaian, Etika Makan dan Minum dan Etika Menuntut Ilmu karena hal
tersebut sangat fundamental dalam Islam, karena itu terkait dalam menjalankan hidup baik di
dalam kehidupan di kampus maupun dalam kehidupan sehari-hari. Dalam ayat ini tidak hanya
menuntut seorang muslim untuk mengucapkan kata-kata yang benar, tetapi juga kata-kata yang
baik, indah, dan tepat sasaran. Hanya terkadang seseorang jika sudah merasa memiliki jam
terbang yang tinggi menjadi pemateri dalam diskusi ataupun seminar, memungkinkan akan
timbul rasa sombong dengan meninggikan suara dan mempertinggi gaya bahasa yang tidak
sesuai dengan mitra bicaranya, hanya untuk menunjukkan kehebatan dirinya melalui percakapan.
Oleh sebab itu, etika keilmuan agama Islam di samping mencela seseorang yang berbicara
menyangkut persoalan yang tidak diketahuinya, juga mencelanya bila berbicara menyangkut
persoalan-persoalan yang tidak bermutu atau tidak relevan. Dalam kasus diperkuliahan memang
sering terjadi ketika seseorang menjawab tidak sesuai dengan otoritas keilmuannya, secara tidak
sadar hal tersebut malah akan menimbulkan kebingungan karena ketidakjelasan dari jawaban
yang tidak dilandasi dengan ilmu yang memadai. Karena itu, dinilai tercela dalam pandangan
etika keagamaan menjawab suatu pertanyaan tanpa izin seseorang yang dianggap lebih
mengetahui dan yang kebetulan atau dengan sengaja datang ke majelis ilmu itu

11
DAFTAR PUSTAKA

Ahmad A. Abdurrahman. Petunjuk Sunnah dan Adab Sehari-Hari. Pustaka Nabawi. Ponpest
Arroyyan

Cirebon Mansyur. Kahar. Membina Islam dan Iman. Kalam Mulia. Jakarta Ali. Maulana
Muhammad.

Islamologi (Dinul Islam). Darul Kutubil Islamiyyah.

12

Anda mungkin juga menyukai