Anda di halaman 1dari 56

REFERAT

PEMERIKSAAN LABORATORIUM FORENSIK

Oleh :
Febio Amino Leiden
Nurul Hadiyati Maharani
Ika Natalia Rumbang

Pembimbing :
dr. Ricka Brillianty Zaluchu, Sp.KF

KEPANITERAAN KLINIK SMF ILMU FORENSIK


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PALANGKARAYA
RSUD dr. DORIS SYLVANUS
PALANGKARAYA
2019
LEMBAR PENGESAHAN

REFERAT
PEMERIKSAAN LABORATORIUM FORENSIK

Oleh :
Febio Amino Leiden
Nurul Hadiyati Maharani
Ika Natalia Rumbang

Pembimbing :
dr. Ricka Brillianty Zaluchu, Sp.KF

Diajukan sebagai salah satu syarat mengikuti Ujian Akhir di SMF Ilmu Forensik

Referat ini disahkan oleh :


Palangka Raya, Juni 2019

Ketua Modul

dr. Ricka Brillianty Zaluchu, Sp.KF

i
PERNYATAAN KEASLIAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Febio Amino Leiden


Nurul Hadiyati Maharani
Ika Natalia Rumbang
Jurusan : Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran
Universitas Palangka Raya
Menyatakan dengan sebenarnya bahwa referat yang berjudul Pemeriksaan Laboratorium
Forensik ini benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri, bukan peniruan terhadap karya
orang lain. Kutipan pendapat dan tulisan orang lain ditunjuk sesuai dengan cara-cara
penulisan yang berlaku. Apabila kemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan bahwa dalam
laporan kasus ini terkandung ciri-ciri plagiat dan bentuk-bentuk peniruan lain yang dianggap
melanggar peraturan, maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut.

ii
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat dan
karunia-Nya sehingga Referat berjudul “Pemeriksaan Laboratorium Forensik” ini dapat
penulis selesaikan. Referat ini merupakan salah satu syarat untuk mengikuti ujian
kepaniteraan klinik di Bagian Forensik RSUD. dr. Doris Sylvanus, Fakultas Kedokteran
Universitas Palangka Raya.
Terima kasih penulis ucapkan kepada semua pihak yang telah banyak membantu
menyusun referat ini, khususnya kepada dokter yang telah membimbing dan memberikan
ilmu pengetahuannya yaitu dr. Ricka Brillianty Zaluchu, Sp.KF dan juga kepada rekan-rekan
dokter muda.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa referat ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh
karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran sebagai masukan untuk perbaikan demi
kesempurnaan referat ini. Semoga referat ini dapat bermanfaat bagi kita semua dalam
menambah pengetahuan dan pemahaman serta dapat meningkatkan pelayanan khususnya di
Bagian Neurologi pada masa yang akan datang.

Palangka Raya, Juni 2019

Penulis

ii
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN.....................................................................................................ii
PERNYATAAN KEASLIAN..................................................................................................iii
KATA PENGANTAR..............................................................................................................iv
DAFTAR ISI.............................................................................................................................v
DAFTAR GAMBAR...............................................................................................................vi
BAB I.........................................................................................................................................1
PENDAHULUAN.....................................................................................................................1
BAB II.......................................................................................................................................2
TINJAUAN PUSTAKA...........................................................................................................2
2.1 Definisi Pemeriksaan Laboratorium.................................................................................2
2.2 Definisi Barang bukti.....................................................................................................2
2.3 Manfaat Pemeriksaan Laboratorium................................................................................3
2.4 Pemeriksaan laboratorium forensik terhadap berbagai macam barang bukti ......................14
2.5 Pemeriksaan barang bukti dan interpretasi.....................................................................14
2.6 Prosedur penyitaan barang bukti...............................................................................16
BAB III…………………………………………………………………………………...… 24
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................................24

ii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Implementasi Pemeriksaan Laboratorium Forensik Sederhana Pada Kasus


Tertentu (Kasus Infanticide)...................................................................................................5
Gambar 2. Implementasi Pemeriksaan Laboratorium Forensik Sederhana Pada Kasus
Tertentu (Kasus Tenggelam)...................................................................................................6

Gambar 3. Implementasi Pemeriksaan Laboratorium Forensik Sederhana Pada Kasus


Tertentu (Keracunan CO)........................................................................................................7

Gambar 4. Implementasi Pemeriksaan Laboratorium Forensik Sederhana Pada Kasus


Tertentu (Kasus Perkosaan)....................................................................................................7

ii
ii
1
BAB I
PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang


Tingginya tingkat kriminalitas saat ini berbanding lurus dengan tingginya
permintaan visum. Permintaan visum biasanya diajukan kepada rumah sakit besar
baik umum maupun swasta, namun tidak menutup kemungkinan permintaan visum
diajukan kepada kita saat melakukan tugas di suatu daerah. Untuk itu sebagai dokter
umum kita wajib dapat melakukan visum dan membuat laporannya melalui VER.
Dalam setiap melakukan visum, perlu dilakukan pemeriksaan penunjang untuk
memperjelas dan membuktikan kebenaran suatu kasus. Karena sebenarnya, pada
setiap kejadian kejahatan hampir selalu ada barang bukti yang tertinggal, seperti yang
dipergunakan oleh seorang ahli hukum kenamaan Italia yang bernama E. Ferri, 1859-
1927, bahwa ada yang dinamakan ”saksi diam” yang terdiri atas::
1. Benda atau tubuh manusia yang telah mengalami kekerasan.
2. Senjata atau alat yang dipakai untuk melakukan kejahatan.
3. Jejak atau bekas yang ditinggalkan oleh si penjahat pada tempat kejadian.
4. Benda-benda yang terbawa oleh si penjahat baik yang berasal dari benda atau tubuh
manusia yang mengalami kekerasan maupun yang berasal dari tempat kejadian.
5. Benda-benda yang tertinggal pada benda atau tubuh manusia yang mengalami
kekerasan atau ditempat kejadian yang berasal dari alat atau senjata yang dipakai
ataupun berasal dari si penjahat sendiri.
Bila ”saksi diam” tersebut diteliti dengan memanfaatkan berbagai macam ilmu
forensik (forensic sciences) maka tidak mustahil kejahatan tersebut akan dapat
terungkap dan bahkan korban yang sudah membusuk atau hangus serta pelakunya
akan dapat dikenali. Sebagai contoh, pada kasus infantisida, untuk kepentingan
pengadilan perlu diketahui apakah bayi tersebut lahir hidup kemudian meninggal
karena pembunuhan atau memang lahir mati, dengan mudah dapat kita ketahui
dengan melakukan pemeriksaan hidrostatik, dimana bila jaringan paru yang
dicelupkan ke dalam air tawar tersebut mengapung maka bayi tersebut dilahirkan
dalam keadaan hidup.

1
Oleh sebab itu, pemeriksaan penunjang khususnya pemeriksaan laboratorium
sederhana menjadi sangat dibutuhkan keberadaannya. Dalam membantu kita sebagai
si pembuat visum untuk memperjelas suatu kasus kejadian kejahatan, karena dengan
mengetahui secara pasti pemeriksaan penunjang laboratorium sederhana apa saja yang
dapat dilakukan dalam kasus-kasus tertentu, apa yang kita lakukan menjadi tepat
guna. Sehingga dapat membantu terungkapnya kebenaran yang sesungguhnya akan
suatu kasus kejadian kejahatan seperti moto yang berlaku dalam forensik bahwa
”melalui visum, barang/ benda yang tidak bernyawa dan tidak bergerak dapat dibuat
berbicara oleh para dokter yang melakukan visum melalui VER.

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Definisi Pemeriksaan Laboratorium


Laboratorium forensik berkaitan dengan pemeriksaan barang-barang berupa
bukti fisik berhubungan dengan tempat kejadian perkara, korban dan tersangka.
Nantinya penemuan yang didapat dari laboratorium ini digunakan untuk menunjang
proses hukum.1,2

Suatu pemeriksaan yang dikerjakan di laboratorium ilmu forensik dengan


teknik yang mudah dilakukan, menggunakan alat dan reagen yang murah dan mudah
didapat namun memberi nilai manfaat yang besar dan cepat mendapatkan hasil.
Pemeriksaan ini disebut pula sebagai “bedside test laboratorium” karena dilakukan
selama kegiatan otopsi berlangsung secara simultan hasil yang didapatkan sebagai
pemandu arah otopsi menuju ke suatu sebab kematian.3

II.2 Definisi Barang bukti


Barang bukti adalah bukti fisik yang secara umum disebutkan sebagai
sejumlah material baik dalam jumlah banyak atau sedikit yang dibuktikan melalui
pemeriksaan yang ilmiah dan analisis berkaitan tindak pidana telah terjadi.

Jenis-jenis Barang bukti:2


 Cairan tubuh
Terdiri atas: darah, semen, air liur, urin, keringat dan feses. Pemeriksaan
terutama terhadap darah, semen dan air liur baik dalam bentuk basah maupun
kering yang biasa terdapat pada pakaian atau bahan lainnya.
 Jaringan tubuh
Sampel dari berbagai organ yang dikumpulkan saat otopsi untuk pemeriksaan
histopatologi bersama dengan darah, urin dan isi perut bermanfaat untuk analisa
toksikologi.
 Obat dan bahan-bahan tertentu seperti material yang berasal dan tanaman, bubuk,
tablet, kapsul atau sediaan zat yang lain untuk identifikasi senyawa yang telah
masuk ke tubuh.
 Serat atau fiber

1
 Bahan alam seperti kapas atau benang wol. Bahan atau serat sintetis seperti rayon
dan dacron untuk identifikasi dan perbandingan.
 Jari-jari telapak tangan dan telapak kaki
 Jejak telapak kaki atau tangan bermanfaat untuk identifikasi dan perbandingan.
Cap atau cetakan dari pola ban kendaraan dan alas sepatu seringkali masuk
kategori ini.
 Material yang mudah meledak dan api
 Bahan cairan padat ataupun sisa hasil bakaran bermanfaat untuk identifikasi residu
ledakan dan akselerasi.
 Peluru atau proyektil dan tes senjata melalui jarak tembakan dan kemampuan
kerja dari masing-masing senjata.
 Kaca
 Pecahan kaca dapat dihubungkan diperlukan untuk menganalisa atau
memperkirakan arah kekerasan yang terjadi atau urutan arah penembakan. Analisa
gelas juga digunakan untuk rekonstruksi kecelakaan lalu lintas (tabrakan).
 Rambut
 Rambut diperlukan untuk identifikasi spesies (hewan atau manusia), ras dan
bagian tubuh asal dari rambut tersebut.
 Nomor seri mesin
 Tanah dan mineral, kayu dan tanaman lain
 Diidentifikasi dan dibandingkan untuk mengetahui sumber atau lokasi yang
mungkin dan dapat dihubungkan dengan tersangka atau korban.
 Dokumen yang dipertanyakan
 Bentuk dari bukti fisik yang mungkin berisi tulisan tangan, ketikan, salinan atau
tulisan yang dihasilkan komputer yang diperiksa untuk bukti pemalsuan.
Pemeriksaan terdiri dari analisa tinta dan kertas, juga perbandingan tulisan tangan
untuk memperkirakan keaslian.

II.3 Manfaat Pemeriksaan Laboratorium


Penggunaan barang bukti bermanfaat dalam investigasi forensik seperti:
1. Menentukan elemen kriminal
2. Membantu investigasi untuk sebuah kasus
3. Mencari kaitan antara Tempat Kejadian Perkara atau korban terhadap tersangka

1
4. Mematahkan pernyataan seorang tersangka atau alibi
5. Mengidentifikasi tersangka
6. Memacu pengakuan tersangka melalui barang bukti yang diperiksa
7. Menyelamatkan/ membebaskan seorang tertuduh yang tidak bersalah
8. Memberi masukan data bagi keputusan hakim di pengadilan

II.4 Pemeriksaan laboratorium forensik terhadap berbagai macam barang bukti


II.4.1 Pengambilan sampel dan pengawetan
Lokasi pengambilan sampel dan macam pengawet bahan kimia tergantung dari
jenis bahan kimia yang dicurigai. Selanjutnya sampel tersebut dikirim ke laboratorium
dengan menyertakan surat yang berisikan laporan singkat otopsi dan permintaan
pemeriksaan jenis bahan kimia tertentu yang dicurigai. Jenis-jenis sampel untuk
pemeriksaan lanjutan di laboratorium adalah sebagai berikut:

Darah4
Lokasi terbaik yang dimaksudkan adalah vena femoralis dan vena iliaka.
Namun jika tidak menemukan darah dari kedua lokasi tersebut, sampel darah dapat
diambil dari vena aksilaris. Sangat tidak dianjurkan untuk mengambil darah vena
jugularis karena sudah terkontaminasi oleh refluk cairan dari rongga dada.
Darah juga tidak boleh diambil dari rongga badan mengingat daerah tersebut
telah terkontaminasi oleh isi perut, efusi, urin, feses dll. Dalam sirkulasi darah, organ
tubuh akan mengambil zat kimia dari sirkulasi sehingga kadar zat kimia dalam vena
lebih rendah dibandingkan arteri. Pada korban mati, juga terdapat variasi kadar zat
kimia karena destruksi zat tersebut oleh aktivitas enzimatik dan mikroorganisme serta
difusi zat kimia berukuran kecil melewati membran sel yang telah kehilangan
permeabilitasnya. Para ahli menganjurkan untuk lebih baik mengambil akan dapat
diidentifikasi pemilik cairan tubuh tersebut. Beberapa metode pemerikaan darah
dikerjakan sesuai dengan racun yang ingin dibuktikan berdasarkan dugaan ahli
forensik.
Bahan yang paling banyak ditemukan melalui pemeriksaan darah:
1. Alkohol
Bau alkohol bukan merupakan diagnosis pasti keracunan. Diagnosis pasti
hanya dapat ditegakkan dengan pemeriksaan kuantitatif kadar alkohol darah. Pada
mayat, alkohol dapat berdifusi dari lambung ke jaringan sekitar termasuk ke
1
dalam jantung, sehingga untuk pemeriksaan toksikologik, darah sebaiknya diambil
daripembuluh darah vena perifer seperti vena femoralis dan vena aksilaris. Tubuh
jenazah sendiri menghasilkan alkohol dengan jumlah yang signifikan melalui
dekomposisi seperti fermentasi oleh jamur dan flora lain. Dalam 24 jam pada suhu
hangat fermentasi menghasilkan 150 mg alkohol per 100 ml sampel
Cara pengambilan sampel darah yaitu sebanyak 15cc darah yang telah
diambil dari vena femoralis atau vena iliaka kemudian dimasukkan ke dalam
tabung/botol. Tanpa pengawet sehingga terjadi pembekuan. Selain itu 5 – 100
cc darah dimasukkan tabung yang telah diisi larutan pengawet seperti EDTA,
potassium oxalate, heparin. Jika dicurigai mengandung alkohol, darah
sebanyak minimal 5cc dimasukkan dalam tabung yang telah diisi sodium
floride dengan tujuan untuk mencegah kerusakan alkohol oleh
mikroorganisme.
2. Karbon Monoksida
Karbon monooksida bersifat stabildan tidak dapat berdifusi. Oleh sebab itu zat
karbon mono oksida dapat diambil dari pembuluh darah dan darah di rongga
tubuh. Cara lain untuk mengambil darah adalah dengan melakukan pengirisan
pembuluh vena iliaka dan femoralis setelah mengeluarkan organ perut terlebih
dahulu. Demikian pula, vena jugularis interna dapat memberikan banyak sampel
darah setelah dilakukan insisi pada pembuluh vena tersebut.
3. Narkotika
Darah merupakan port de entre dari zat-zat narkotika. Cara pengambilan darah
untuk pemeriksaan adalah dengan mengambil darah dari vena perifer secara
terpisah ataupun secara langsung dari jantung. Dengan meneliti kadar obat-obatan
dari berbagai tempat akan dapat diperkirakan seberapa jauh tingkat keracunannya.
Pengambilan sampel darah dalam bentuk cair atau kering yang dilakukan
terhadap tiap noda darah yang ada ditempat kejadian perkara. Untuk menghindarkan
terjadinya cross contamination, para ahli harus mengikuti panduan umum:
1. Menggunakan sarung tangan baru dan mengganti sarung tangan tiap pengambilan
pola darah. Tidak dianjurkan menggunakan peralatan standart, namun sebaiknya
menggunakan scalpel disposibble atau single edge razor blades untuk
pengambilan kerokan sampel darah kering, swab steril atau pipet disposable dan
semprotan untuk pengambilan sampel darah cair. Penting diingat untuk mengganti
mata scalpel atau pipet tiap pengambilan darah dari pola darah yang berbeda.
1
2. Setelah sampel diambil, maka harus dikemas sebaik-baiknya, sesuai dengan
bentuk sediaan sampel. Sediaan darah kering sebaiknya ditempatkan pada plastik
obat kemudian dimasukkan ke amplop. Jangan menggunakan amplop berperekat
kecuali benar-benar perlu, dan hanya diizinkan untuk membasahi bagian
berperekat dengan air steril. Sediaan darah cair sebaiknya diambil dengan pipet,
ditempatkan pada tabung dan dimasukkan ke dalam tas tertutup dengan
penghangat, dan dibawa dengan hati-hati untuk menghindari pecahnya tabung.
Untuk noda darah yang menempel pada benda-benda tertentu seperti pakaian
ataupun senjata maka benda tersebut harus dikemas dalam kantung kertas bersih
dalam keadaan kering. Perlu diingat, bukan hanya tentang darah siapa pada
pakaian tersebut penting, namun letak noda darahpun penting untuk
didokumentasikan. Jangan melipat pakaian tersebut tetapi gunakan kertas untuk
membatasi tiap lipatan.
Urin
Urin dapat diambil sebelum otopsi, melalui pungsi suprapubik. Jika urin ingin
diambil setelah otopsi maka terlebih dahulu organ di dalam perut dikeluarkan.
Kemudian kandung kemih diangkat dan di aspirasi menggunakan spuit. Atau juga
dengan melakukan insisi pada permukaan ventral kandung kemih lalu aspirasi urin
dilakukan dengan spuit. Contoh zat racun yang dapat ditemukan dalam pemeriksaan
urin adalah racun golongan barbiturate dan dapat pula menemukan alkohol.
Cara pengambilan sampel yaitu sejumlah 20 – 30 cc urin dimasukkan dalam
tabung/toples. Tidak diperlukan pengawet kecuali jika sampel tidak segera dikirim ke
laboratorium. Pengawet yang diperlukan adalah sedikit sodium azide.
Lambung beserta isi dan bahan muntahan
Bahan muntahan yang diperoleh dari korban hidup atau muntahan yang
ditemukan di tempat kejadian perkara (TKP) dimasukkan dalam toples lalu ditutup
rapat. Lambung dan isinya yang diperoleh dari otopsi dimasukkan dalam toples.
Curvatura mayor lambung boleh dibuka kemudian isi lambung dibiarkan tetap dalam
wadahnya. Kadangkala pihak laboratorium membutuhkan dinding lambung untuk
memeriksa adakah bahan kimia yang melekat di dinding lambung.

Feses

1
Feses tidak selalu diperlukan untuk analisa toksikologik kecuali jika dicurigai
adanya intoksikasi logam berat, misalnya arsen, merkuri, timah. Sebanyak 20 – 30
gram feses dimasukkan dalam wadah tertutup.
Hati, Empedu dan Organ Dalam lainnya
Hati merupakan organ tubuh yang harus diambil ketika otopsi mengingat
bahwa hampir semua zat yang masuk ke dalam tubuh mengalami metobolisme di
dalam hati. Cairan empedu sangat berguna untuk menemukan morfin dan
klorpromazine. Keduanya terkonsentrasi dalam hati kemudian dibuang melalui
kandung empedu.
Cara pengambilan sampel yaitu kandung empedu beserta isinya langsung
dimasukkan botol tanpa diaspirasi dengan spuit.
Rambut dan Kuku
Rambut dan kuku diperiksa terutama pada korban yang dicurigai keracunan
logam berat kronis seperti keracunan arsen, antimony, thalium, batang rambut beserta
akhirnya dan potongan kuku harus diikutsertakan untuk pemeriksaan. Disamping itu
bermanfaat pula untuk pemeriksaan DNA.
Barang Bukti Biologik
• Semen / darah yang kering
Basahi cutton bud dengan setetes air dan usapkan pada area
terdapatnya semen. Cutton bud kemudian diberi label dan keringkan.
Selanjutnya kemas di dalam amplop
• Air liur dan bekas gigitan
Basahi cutton bud dengan setetes air steril, kemudian usapkan pada
area yang akan diidentifikasi. Tempatkan pada wadah berlabel. Kemudian
ambil cutton bud yang tidak dibasahi dan usapkan pada area yang sama.
Selanjutnya dilakukan prosedur yang sama seperti pada cutton bud pertama.
Tak perlu dibedakan swab mana yang dibasahi atau yang mana yang tidak
dibasahi. Usapan dilakukan dua kali dengan maksud unttuk menemukan sel
yang lebih banyak. Setelah dibasahi, air akan merehedrasi kembali sel-sel
yang sudah kering, sehingga akan labih banyak sel yang melekat pada swab.
• Swab bukal atau darah dari korban untuk identifikasi DNA korban dan pelaku
Gunakan dua buah cutton bud dan usapkan dengan seksama pada
mukosa antara pipi dan gusi, antara bibir dan gusi, pertemuan antara gusi dan
langit-langit mulut dan di belakang gigi seri. Beri label pada cutton bud,
1
kemudian kemas hasil swab pada tempat berlabel setelah sebelumnya
dikeringkan terlebih dahulu, kemudian didokumentasikan.
• Bahan biologis pada rambut
Pengambilan sampel dilakukan dengan cara sebagai berikut:
Potong area yang diperlukan dan ditempatkan pada lipatan kertas atau
penyisiran rambut pubik untuk mencari adanya rambut pubik.
• Dental floss pada kasus kopulasi oral
Usapkan dental floss pada sela-sela gigi korban, keringkan dan
tempatkan pada amplop kecil atau dalam lipatan kertas.
• Sepatu
Bahan biologis dapat ditemukan pula pada sepatu. Foto noda bahan
tersebut dengan posisi sepatu awal, kemudian pindahkan sepatu, foto kembali
dari sudut yang berbeda dan tempatkan sepatu ke dalam kantung kertas.
• Rambut
Bila didapati rambut pada tempat kejadian perkara, maka haruslah
barang bukti ini difoto, dan diambil dengan menggunakan sarung tangan.
Gunakan Post It Notes untuk mengambil rambut atau gunakan cotton bud
kemudian tempatkan ke dalam jilidan kertas. Hindarkan menggunakan
penjepit atau memungut rambut dengan rambut, karena rambut tersebut dapat
jatuh dan hilang.
Ada beberapa hal yang harus diperhatikan jika suatu saat kita menemukan bercak
darah pada tempat kejadian perkara, karena selain dapat diambil dari tubuh jenazah
juga dapat diambil dari tempat kejadian perkara tanpa ada sumber perdarahan
tersebut, yaitu :
1. Bentuk dari bercak darah
2. Apakah bercak tersebut bercak darah
3. Apakah bercak tersebut darah manusia atau bukan
4. Darah berasal dari tubuh bagian mana
5. Berapa banyak darah terdapat pada suatu tempat dan sudah berapa lama

II.4.2 Wadah sampel


Wadah untuk pengawetan sampel bervariasi antar laboratorium. Setiap
laboratorium memiliki peralatan tersendiri untuk menampung sampel. Peralatan-

1
peralatan ini biasanya dilengkapi dengan spuit dan jarum steril untuk mengambil
sampel. Tidak lupa juga menyertakan petunjuk pengambilan dan pengawetan sampel.
Beberapa persyaratan wadah sampel, yaitu:
1. Wadah tersebut baik masih baru atau pernah dipakai, harus dipastikan telah dicuci
dan disteril sebelum digunakan. Bukan hanya bersih secara fisik juga bersih secara
biologi dan kimia.
2. Sampel darah ditampung dalam tabung/botol 30 ml atau tabung plastik 5 ml.
3. Urin dan kandung empedu beserta isinya ditampung dengan wadah 30 ml.
4. Lambung dan isinya ditampung dalam wadah toples kaca atau plastik berukuran
250 ml.
5. Hati dimasukkan dalam wadah berisi 3 liter. Namun jika laboran hanya
membutuhkan sedikit irisan hati, maka cukup dipakai wadah berisi 250-500 gram.
6. Cairan humour vitreus dan liqour cerebrospinal cukup dengan tabung 5 ml.
Wadah yang terbuat dari polypropylene tidak dianjurkan dipakai sebagai
wadah sampel yang mudah berdifusi seperti berbagai zat yang bisa menguap (volatile
substance : arson). Untuk zat tersebut lebih baik digunakan wadah yang terbuat dari
nylon.

II.4.3 Pengawetan Sampel


Fungsi larutan pengawet sampel adalah untuk menahan agar tidak terjadi
perubahan pada sampel bila sampel tidak langsung diperiksa sesaat setelah
pengambilan sampel. Bahan pengawet yang digunakan untuk sampel darah ialah
larutan sodium fluoride/potassium fluoride , selain itu biasanya ditambahkan EDTA
yang berfungsi untuk mempertahankan darah agar tidak menggumpal. Selain
pengawetan yang digunakan untuk sampel darah juga terdapat pengawetan yang
digunakan untuk pemeriksaan histopatologi, pengawet yang biasa digunakan
umumnya menggunakan larutan formalin 10%, perbandingan dengan air memiliki
perbandingan volume 1:3.
Jika terjadi kekeliruan dalam menggunakan pengawet pada darah yang
mengandung alkohol maka akan merubah kadar alkohol sebenarya dalam darah.
Kadar alkohol juga berubah jika sampel tidak segera diambil dari jenazah.
Hal ini karena Berikut ini adalah contoh komposisi larutan yang dipakai:

1
 100 mg sodium fluoride per 100 ml darah, mampu mempertahankan kadar alkohol
dalam darah meskipun sampel telah disimpan diatas 3 bulan (Glendening dan
Waugh)
 5 mg sodium fluoride per 1 ml darah, mampu menghambat aktivitas alkohol
dehydrogenase yang merusak alkohol namun tidak mampu menghambat produksi
alkohol oleh mikroorganisme (Pleuckhahn)
 0,5 mg sodium citrate dan 0,1 mg mercuric chloride per 1 ml darah. Menjamin
darah tetap cair dan steril. (Bradford)
Fluoride juga diperlukan sebagai pengawet beberapa bahan:
 Urin dan humor vitreus jika ada kecurigaan alkohol didalamnya.
 Darah dipakai untuk pengawet sampel yang dicurigai mengandung kokain
Catatan:
 pembuluh darah femoral
 jantung
Pada kasus mayat yang tidak diotopsi:
1. Darah diambil dan vena femoral. Jika vena ini tidak berisi, dapat diambil dari
subclavia.
2. Pengambilan darah dengan cara jarum ditusuk pada trans-thoracic secara acak,
secara umum tidak bisa diterima, karena bila tidak berhati-hati darah bisa
terkontaminasi dengan cairan dari esophagus, kantung perikardial, perut/ cavitas
pleura.
3. Urine diambil dengan menggunakan jarum panjang yang dimasukkan pada
bagian bawah dinding perut terus sampai tulang pubis.
Pada mayat yang diotopsi:
1. Darah diambil dari vena femoral
2. Jika darah tidak dapat diambil dari vena femoral, dapat diambil dari :
a. Vena subklavia;
b. Aorta;
c. Arteri pulmonary;
d. Vena cava superior ;
e. Jantung

1
Darah seharusnya diberi label sesuai dengan tempat pengambilan. Pada
kejadian yang jarang terjadi, yang biasanya berhubungan dengan trauma massive,
darah tidak dapat diambil dari pembuluh darah tetapi terdapat darah bebas pada
rongga badan.
- Darah diambil dan diberi label sesuai dengan tempat pengambilan.
- Jika dilakukan tes untuk obat dan hasilnya negatif, maka dapat diasumsikan bahwa
orang tersebut tidak dibawah efek obat pada saat kematian.
- Jika tes positif harus diperhitungkan kemungkinan kontamina
Pada beberapa kasus bahan lain seperti vitreus/ otot dapat dianalisa untuk
mengevaluasi akurasi dari hasil tes dalam kavitas darah.

II.5 Pemeriksaan barang bukti dan interpretasi


II.5.A Darah5
1. Pemeriksaan darah
Pemeriksaan bercak darah merupakan salah satu pemeriksaan yang paling
sering dilakukan pada laboratorium forensik. Karena darah mudah sekali tercecer
pada hampir semua bentuk tindakan kekerasan, penyelidikan terhadap bercak darah
ini sangat berguna untuk mengungkapkan suatu tindakan kriminil.
Pemeriksaan darah pada forensik sebenarnya bertujuan untuk membantu identifikasi
pemilik darah tersebut.
Sebelum dilakukan pemeriksaan darah yang lebih lengkap, terlebih dahulu kita
harus dapat memastikan apakah bercak berwarna merah itu darah. Oleh sebab itu
perlu dilakukan pemeriksaan guna menentukan :
a. Bercak tersebut benar darah
b. Darah dari manusia atau hewan
c. Golongan darahnya, bila darah tersebut benar dari manusia
Pemeriksaan bercak darah antara lain dengan menggunakan luminol, benzidin,
tes Teichmann, fluoresin, leukokristal violet, leokomalasit hijau, Amido Black, DAB,
dan TMB, ketiga teknik yang terakhir disebutkan selain digunakan untuk visualisasi
bekas bercak darah dapat pula digunakan untuk sidik jari dan sidik peralatan.
Kebanyakan reaksi kimia dari teknik-teknik diatas menggunakan prinsip
reaksi peroksidase pada sel darah merah. Sayangnya, bahan-bahan kimia tersebut juga
bereaksi pada peroksidase pada substrat lainnya. Antara lain pada lemak nabati dan
fosfat yang terdapat di dalam deterjen, pemutih dan bahan kimia rumah tangga
1
lainnya. Sebelum menerima bahan perbaikan, analis harus memperhatikan reaksi
bahan perbaikan dengan kondisi tempat kejadian perkara dan barang bukti.
• Luminol
Luminol menolong kita untuk melihat sejumlah kecil darah yang terluput oleh
mata, yang sudah dihapus, bahkan yang sudah dihapus beberapa tahun yang lalu.
Luminol sendiuri terdiri atas natrium perborat, natrium karbonat, 3-aminoftalidrazid
dan air destilasi. Rasio campuran ini 0,7:5:0,1 gram dilarutkan dalam 100 milimeter air.
Bahan-bajhan ini mudah didapat dan relatif murah.
Luminol bereaksi terhadap kandungan hemoglobin dalam sel darah merah,
yang hasilnya berupa semi Luminesens, atau gambaran biru kehijauan bercahaya. Oleh
karena itu hasil dari tes ini hanya dapat dilihat di dalam ruangan gelap. Di luar ruangan,
luminol hanya efektif bila digunakan pada malam hari.
Keuntungan menggunakan luminol antara lain:
o Mudah diaplikasikan
o Non-korosif dan tidak berbekas
o Tidak merusak bahan darah yang akan digunakan untuk tes ABO
o Hasil reaksi dapat difoto
Kelemahan luminol antara lain:
o Bereaksi dengan bahan metal, peroksidase nabati dan bahan kimia seperti pemutih
o Metode ini memerlukan ruang gelap
o Interpretasinya terbatas
Hasil fotonya berupa gambaran luminesens yang bagus, namun kelemahannya,
barang buktinya tidak terlihat, sehingga tidak dapat ditentukan dimana letak reaksinya
muncul pada barang bukti. Dengan menggunakan lukisan dengan teknik flash
digunakan untuk mendokumentasikan noda darah pada tempat kejadian perkara di luar
ruangan, sehingga dapat dihasilkan gambaran barang bukti selain gambaran
luminesens.
Metode lainnya yang dapat menggantikan luminol adalah fluoresein, yang
tidak memerlukan ruang gelap namun memerlukan ALS atau Alternate Light Source.
Metode ini bekerja efektif bila digunakan ALS dalam range 445 sampai 450 nm.
Sebelum mengaplikasikan fluoresein, bagian yang hendak diperiksa terlebih dahulu
diperiksa dengan ALS untuk mengidentifikasikan adanya fluoresein natural atau zat
lain yang dapat memperlihatkan false positif. Bila ada bagian yang terkontaminasi,
harus ditandai agar tidak mengaburkan hasil reaksi fluoreseins.
1
Fluoresens solutio terdiri atas
• 25cc aqua destilata
• 2,5 gram natrium hidroksida
• 0,25 gram fluoresens
• 0,5 gram zinc
Aqua destilata, natrium hidroksida dan fluoresens dicampurkan terlebih
dahulu, kemudian ditambahkan zinc. Campuran ini disemprotkan pada bagian yang
akan diidentifikasi, kemudian disemprotkan hidrogen peroksida 3% sebagai
katalisator. Dengan pemaparan ALS, akan terlihat gambaran pendaran warna biru
kehijauan. Tidak seperti reaksi pada luminol, dokumentasi fluoresens akan lebih
mudah, dengan bantuan ALS, dapat difoto dengan menggunakan kamera digital.
• Tes Benzidine (Leuko-malachite green test)6,7
Dulu Benzidine test pada forensic banyak dilakukan oleh Adlers (1904). Tes
Benzidine atau Test Adlerlebih sering digunakan dibandingkan dengan tes tunggal
pada identifikasi darah lainnya. Karena merupakan pemeriksaan yang paling baik
yang telah lama dilakukan. Pemeriksaan ini sederhana, sangat sensitif dan cukup
bermakna. Jika ternyata hasilnya negatif maka dianggap tidak perlu untuk melakukan
pemeriksaan lainnya.
Cara pemeriksaan reaksi Benzidin yaitu sepotong kertas saring digosokkan
pada bercak yang dicurigai kemudian diteteskan 1 tetes H202 20% dan 1 tetes
reagen Benzidin.
Hasil: Hasil positif pada reaksi Benzidin adalah bila timbul warna biru gelap
pada kertas saring.
Kelebihan tes ini dibandingkan dengan luminol adalah memberikan reaksi
warna yang lebih jelas. Hasilnya lebih mudah dilihat, diukur dan didokumentasikan
daripada luminol. Preparat leukomalasit dalam bentuk solutio dan disemprotkan pada
permukaan barang bukti. Noda darah akan memperlihatkan warna hijau kehitaman.
• Tes Takayama
Apabila heme sudah dipanaskan dengan seksama dengan menggunakan
pyridine dibawah kondisi basa dengan tambahan sedikit gula seperti glukosa, Kristal
pyridine ferroprotoporphyrin atau hemokromogen akan terbentuk.6

1
Tes Takayama dilakukan dengan cara meletakkan seujung jarum bercak pada
gelas kaca objek, kemudian ditetesi dengan setetes reagen takayama, tutup dengan
gelas penutup kemudian dipanaskan.
Selanjutnya dilihat di bawah mikroskop. Hasil pemeriksaaaan positif bila
ditemukan ditemukan kristal pyridine hemochromogen yang berbentuk bulu berwarna
jingga.
Kelebihan test dapat dilakukan dan efektif dilakukan pada sampel atau bercak
yang sudah lama dan juga dapat memunculkan noda darah yang menempel pada baju.
Selain itu test ini juga memunculkan hasil positif pada sampel yang mempunyai hasil
negative pada test Teichmann. Tes ini lebih spesifik tapi kurang sensitif dibandingkan
tes benzidin.
• Tes Teichmann8
Pertama kali dilakukan oleh Teicmann (1853). Test diawali dengan
memanaskan darah yang kering dengan asam asetat glacial dan chloride untuk
membentuk derivate hematin. Kristal yang terbentuk kemudian diamati di bawah
mikroskop, biasanya Kristal muncul dalam bentuk belah-belah ketupat dan berwarna
coklat.
Cara pemeriksaan yaitu seujung jarum bercak kering diletakkan pada kaca
obyek tambahkan 1 butir kristal NaCL dan 1 tetes asam asetat glacial, tutup dengan
kaca penutup dan dipanaskan.
Hasil positif dinyatakan dengan tampaknya Kristal hemin HCL yang
berbentuk batang berwarna coklat yang terlihat dengan mikroskopik.(1)
Kesulitan dalam tesini adalah mengontrol panas dari sampel karena
pemanasan yang terlalu panas atau terlalu dingin dapat menyebabkan kerusakan pada
sampel.
• Leukokristal Violet (LCV)
Metode yang juga digunakan pada pemeriksaan sidik jari dan alas kaki. LCV
bereaksi dengan hemoglobin dan pada noda darah akan memperlihatkan warna ungu.
Reagen LCV solutio terdiri atas:
• 10 gram 5- asam sulfosalisitik
• 3,7 sodium asetat
• 1 gram LCV
• 500 ml hidrogen peroksida 3%

1
Urutan pencampuran bahan-bahan tersebut adalah sebagai berikut, 5-asam
sulfosalisitik dicampurkan dan terurai dalam hidrogen peroksida, diikuti natrium
asetat yang kemudian terurai. Setelah tercampur sedemikian ruapa, larutan ini dapat
disimpan selama beberapa waktu dalam wadah kaca gelap.
Selain cara-cara diatas untuk mengidentifikasi suatu noda sebagai noda darah, dapat
digunakan sebuah tes yang disebut tes presumtif. Tes ini menggunakan Hemastix,
fenoftalein dan leukomalasit hijau.
 Hemastix
Hemastix adalah tes yang paling sederhana, menggunakan stik pendek yang
mengandung reagen pada bagian ujungnya. Bagian ujung yang mengandung reagen
tersebut diusapkan pada noda yang ingin diidentifikasi, kemudian dicelupkan pada air
steril. Bila reaksi positif, maka akan muncul warna hijau pada hemastix. Kelemahan
dari hemastix adalah hanya dapat digunakan pada noda darah dalam jumlah tertentu,
dan dapat muncul hasil false positif bila terkontaminasi dengan residu mesiu senjata
api.
Bila hanya terdapat sedikit sampel, maka sebaiknya digunakan reagen tes yang
lain. Cara melakukan pemeriksaannya adalah dengan melipat kertas saring steril,
kemudian tepi lipatan digosokkan pada noda yang ingin diidentifikasi. Alternatif lain
adalah dengan membasahkan tepi atau batas kertas dengan larutan saline (digunakkan
pada noda yang sangat kering), kemudian tepi yang sudah dibasahkan tersebut
digosokkan pada noda. Kemudian bubuhkan reagen sejumlah yang dibutuhkan
 Fenoflalein
Untuk tes yang menggunakan fenoftalein, diperlukan pula etanol dan hidrogen
peroksida setelah pengambilan sampel, kertas saring ditetesi fenoftalein sejumlah satu
tetes. Kemudian secara berurutan diteteskan setetes etanol dan setetes hidrogen
peroksida. Hasil positif akan muncul berupa merah muda keunguan.
 Leukomalasit Hijau
Reagen leukomalasit berisi campuran natrium perborat, leukomalasit hijau,
asam glasial asetik dan air. Seperti pada tes fenoftalein, beberapa tetes reagen
diteteskan pada usapan darah atau pada kertas saring, diikuti beberapa tetes hidrogen
peroksida. Hasil posotif akan muncul warna biru kehijauan.

1
Di Amerika Serikat, digunakan pula tes ortholidin yang merupakan derivat
dari benzidin. Walaupun tes ini dapat diterima secara umum dan mudah dikerjakan,
namun tidak dianjurkan untuk pemeriksaan pada tempat kejadian perkara karena
reagennya memiliki pengaruh yang tidak baik bagi kesehatan.
Tes lainnya untuk identifikasi noda darah adalah OneStep ABAcard
HemaTrace yang dapat digunakan baik di laboratorium maupun pada tempat kejadian
perkara. Tes ini sangat mudah dikerjakan karena tidak memerlukan pemyimpanan di
pendingin dan tidak memerlukan persiapan reagen. Selain itu, tes ini memiliki
kelebihan yaitu sangat sensitif dan hanya memerlukan sedikit sampel. Tes ini jauh
lebih akurat daripada tes presumtif.
2. Penentuan Darah Manusia atau Bukan5
Setelah dipastikan bahwa bercak darah tersebut adalah darah maka selanjutnya
tugas dokter forensik menentukan bahwa darah tersebut berasal dari manusia atau
bukan.
a. Test Presipitin Cincin
Test Presipitin Cincin menggunakan metode pemusingan sederhana
antara dua cairan didalam tube. Dua cairan tersebut adalah antiserum dan
ekstrak dari bercak darah yang diminta untuk diperiksa.
Cara pemeriksaan adalah antiserum ditempatkan pada tabung kecil dan
sebagian kecil ekstrak bercak darah ditempatkan secara hati-hati pada bagian
tepi antiserum. Biarkan pada temperatur ruang kurang lebih 1,5 jam.
Pemisahan antara antigen dan antibody akan mulai berdifusi ke lapisan lain
pada perbatasan kedua cairan.
Hasil akan terdapat lapisan tipis endapan atau precipitate pada bagian
antara dua larutan. Pada kasus bercak darah yang bukan dari manusia maka
tidak akan muncul reaksi apapun.

b. Reaksi presipitasi dalam agar.


Cara pemeriksaan adalah Gelas obyek dibersihkan dengan spiritus
sampai bebas lemak, dilapisi dengan selapis tipis agar buffer. Setelah agak
mengeras, dibuat lubang pada agar dengan diameter kurang lebih 2 mm, yang
dikelilingi oleh lubang-lubang sejenis. Masukkan serum anti-globulin manusia
ke lubang di tengah dan ekstrak darah dengan berbagai derajat pengenceran di

1
lubang-lubang sekitarnya. Letakkan gelas obyek ini dalam ruang lembab
(moist chamber) pada temperature ruang selama satu malam.
Hasil positif memberikan presipitum jernih pada perbatasan lubang
tengah dan lubang tepi.
Pembuatan agar buffer adalah 1 gram agar; 50 ml larutan buffer
Veronal pH 8.6; 50 ml aqua dest; 100 mg. Sodium Azide. Kesemuanya
dimasukkan ke dalam labu Erlenmeyer, tempatkan dalam penangas air
mendidih sampai terbentuk agar cair. Larutan ini disimpan dalam lemari es,
yang bila akan digunakan dapat dicairkan kembali dengan menempatkan labu
di dalam air mendidih. Untuk melapisi gelas obyek, diperlukan kurang lebih 3
ml agar cair yang dituangkan ke atasnya dengan menggunakan pipet.

3. Jenis golongan darahnya


Setelah dipastikan bahwa bercak darah tersebut adalah milik manusia, maka
langkah selanjutnya adalah menentukan golongan darah bercak tersebut.
Pemeriksaan golongan darah pada bercak darah yang sudah kering dilakukan dengan
metode Absorpsi-elusi. Antiserum diteteskan pada bercak darah, biarkan beberapa
saat agar antibody bereaksi mengikat antigen. Kemudian serum yang tidak bereaksi
dicuci supaya antibodi dapat dihilangkan. Panaskan dalam temperatur 550 agar ikatan
antibodi dengan antigen terlepas (elusi). Terakhir, antibody yang terlepas ditambahkan
dengan sel darah merah yang telah diketahui golongan darahnya. Tes ini sulit, tes ini
dimungkinkan oleh karena antigen yang terdapat pada permukaan sel tetap utuh
walaupun sel-selnya telah hancur. Dengan demikian penentuan golongan darah dalam
tubuh ini dilakukan secara tidak langsung.

II.5.B Sperma dan air mani6,9


Cairan mani merupakan cairan agak putih kekuningan, keruh dan berbau khas.
Cairan mani pada saat ejakulasi kental kemudian akibat enzim proteolitik menjadi cair
dalam waktu yang singkat (10 – 20 menit). Dalam keadaan normal, volume cairan
mani 3 – 5 ml pada 1 kali ejakulasi dengan pH 7,2 – 7,6.
Cairan mani mengandung spermatozoa, sel-sel epitel dan sel-sel lain yang
tersuspensi dalam cairan yang disebut plasma seminal yang mengandung spermion
dan beberapa enzim sepertri fosfatase asam. Spermatozoa mempunyai bentuk yang

1
khas untuk spesies tertentu dengan jumlah yang bervariasi, biasanya antara 60 sampai
120 juta per ml.
Sperma itu sendiri didalam liang vagina masih dapat bergerak dalam waktu 4
– 5 jam post-coitus; sperma masih dapat ditemukan tidak bergerak sampai sekitar 24-
36 jam post coital dan bila wanitanya mati masih akan dapat ditemukan 7-8 hari
Pemeriksaan cairan mani dapat digunakan untuk membuktikan :
1. Adanya persetubuhan melalui penentuan adanya cairan mani dalam labia
minor atau vagina yang diambil dari forniks posterior
2. Adanya ejakulasi pada persetubuhan atau perbuatan cabul melalui penentuan
adanya cairan mani pada pakaian, seprai, kertas tissue, dsb.
Teknik Pengambilan bahan untuk pemeriksaan laboratorium untuk
pemeriksaan cairan mani dan sel mani dalam lendir vagina, yaitu dengan mengambil
lendir vagina menggunakan pipet pasteur atau diambil dengan ose batang gelas, atau
swab. Bahan diambil dari forniks posterior, bila mungkin dengan spekulum. Pada
anak-anak atau bila selaput darah masih utuh, pengambilan bahan sebaiknya dibatasi
dari vestibulum saja.
1. Pemeriksaan untuk menentukan adanya sperma2,4
Metode: tanpa pewarnaan
Untuk melihat motilitas spermatozoa. Pemeriksaan ini paling bermakna untuk
memperkirakan saat terjadinya persetubuhan
Cara pemeriksaan letakkan satu tetes cairan vagina pada kaca objek kemudian
ditutup. Periksa dibawah mikroskop dengan pembesaran 500 kali. Perhatikan
pergerakkan spermatozoa
Hasil umumnya disepakati dalam 2 – 3 jam setelah persetubuhan masih dapat
ditemukan spermatozoa yang bergerak dalam vagina. Haid akan memperpanjang
waktu ini sampai 3 – 4 jam. Berdasarkan beberapa penelitian, dapat disimpulkan
bahwa spermatozoa masih dapat ditemukan 3 hari, kadang – kadang sampai 6 hari
pasca persetubuhan. Pada orang mati, spermatozoa masih dapat ditemukan hingga 2
minggu pasca persetubuhan, bahkan mungkin lebih lama lagi
Metode dengan pewarnaan
Cara pemeriksaan buat sediaan apus dan fiksasi dengan melewatkan gelas
sediaan apus tersebut pada nyala api. Pulas dengan HE, biru metilen atau hijau
malakit. Cara pewarnaan yang mudah dan baik untuk kepentingan forensik adalah
pulasan dengan hijau malakit dengan prosedur sebagian berikut :
1
- Buat sediaan apus dari cairan vaginal pada gelas objek, keringkan diudara
- Fiksasi dengan melewatkan gelas sediaan apus tersebut pada nyala api
- Warnai dengan Malachite-green 1% dalam air, tunggu 10-15 menit
- Cuci dengan air, warnai dengan larutan Eosin Yellowish 1 %dalam air, tunggu
selama 1 menit
- Cuci lagi dengan air, keringkan dan periksa dibawah mikroskop.
Hasil keuntungan dengan pulasan ini adalah inti sel epitel dan leukosit tidak
terdiferensiasi, sel epitel berwarna merah muda merata dan leukosit tidak
terwarnai. Kepala spermatozoa tampak merah dan lehernya merah muda, ekornya
berwarna hijau.
Bila persetubuhan tidak ditemukan, belum tentu dalam vagina tidak ada
ejakulat karena kemungkinan azoosperma atau pascavasektomi. Bila hal ini terjadi,
maka perlu dilakukan penentuan cairan mani dalam cairan vagina.
Bahan pemeriksaan
Pakaian yang mengandung bercak diambil sedikit pada bagian tengahnya.
Kemudian diwarnai dengan pewarnaan BAEECHI selama 2 menit. Kemudian cuci
dengan HCL 1% dehidrasi dengan alkohol 70%, 85% dan alkohol absolut lalu
bersihkan dengan xylol dan keringkan dengan kertas saring.
Dengan jarum, pakaian yang mengandung bercak diambil benangnya 1-2
helai, kemudian diurai menjadi serabut-serabut pada gelas objek, serabut tersebut
ditetesi canada, ditutupi dengan gelas penutup dan dilihat di bawah mikroskop
pembesaran 500 kali.
Hasil positif bila kepala sperma berwarna merah, bagian ekor biru muda,
kepala sperma tampak menempel pada serabut-serabut benang
Pemeriksaan untuk menentukan adanya asam fosfatase4
Merupakan tes penyaring adanya cairan mani, menentukan apakah bercak
tersebut adalah bercak mani atau bukan, sehingga harus selalu dilakukan pada setiap
sampel yang diduga cairan mani sebelum dilakukan pemeriksaan lain. Reaksi
fosfatase asam dilakukan bila pada pemeriksaan tidak ditemukan sel spermatozoa. Tes
ini tidak spesifik, hasil positif semu dapat terjadi pada feses, air teh, kontrasepsi, sari
buah dan tumbuh-tumbuhan.
Dasar reaksi (prinsip) adanya enzim fosfatase asam dalam kadar tinggi yang
dihasilkan oleh kelenjar prostat. Enzim fosfatase asam menghidrolisis natrium alfa naftil
fosfat. Alfa naftol yang telah dibebaskan akan bereaksi dengan brentamin menghasilkan
1
zat warna azo yang berwarna biru ungu. Bahan pemeriksaan yang digunakan adalah
cairan vaginal
Reagen :
Larutan A
(1) Brentamin Fast Blue B 1 g
(2) Natrium asetat trihidrat 20 g
(3) Asam asetat glasial 10 ml
(4) Askuades 100 ml
Reagen (2) dan (3) dilarutkan dalam (4) untuk menghasilkan larutan
penyangga dengan pH 5, kemudian (1) dilarutkan dalam larutan peyangga tersebut.

Larutan B
Natrium alfa naftil fosfat 800 mg + aquades 10 ml.
Sebanyak 89 ml Larutan A ditambah 1 ml larutan B, lalu saring cepat ke dalam botol
yang berwarna gelap. Jika disimpan dilemari es, reagen ini dapat bertahan berminggu-
minggu dan adanya endapan tidak akan mengganggu reaksi.
Cara pemeriksaan bahan yang dicurigai ditempelkan pada kertas saring yang
terlebih dahulu dibasahi dengan aquades selama beberapa menit. Kemudian kertas
saring diangkat dan disemprotkan / diteteskan dengan reagen. Ditentukan waktu
reaksi dari saat penyemprotan sampai timbul warna ungu, karena intensitas warna
maksimal tercapai secara berangsur-angsur.
Hasil bercak yang tidak mengandung enzim fosfatase memberikan warna
serentak dengan intensitas tetap, sedangkan bercak yang mengandung enzim tersebut
memberikan intensitas warna secara berangsur-angsur.
Waktu reaksi 30 detik merupakan indikasi kuat adanya cairan mani. Bila 30 –
65 detik, masih perlu dikuatkan dengan pemeriksaan elektroforesis. Waktu reaksi > 65
detik, belum dapat menyatakan sepenuhnya tidak terdapat cairan mani karena pernah
ditemukan waktu reaksi > 65 detik tetapi spermatozoa positif.
Enzim fosfatase asam yang terdapat di dalam vagina memberikan waktu reaksi
rata-rata 90 – 100 detik. Kehamilan, adanya bakteri-bakteri dan jamur, dapat
mempercepat waktu reaksi.

1
Pemeriksaan untuk menentukan adanya kristal kholin
Bahan pemeriksaan : cairan vaginal
Metode :
• Florence
• Cairan vaginal ditetesi larutan yodium
• Kristal yang berbentuk terlihat di bawah mikroskop
Bila pada cairan vagina terdapat kristal-kristal kholin yang periodida tampak
berbentuk jarum-jarum yang berwarna coklat.
Berberio
Reaksi ini dilakukan dan mempunyai arti bila mikroskopik tidak ditemukan
spermatozoa.
Dasar reaksi : Menentukan adanya spermin dalam semen.
Reagen :
• Larutan asam pikrat jenuh.
• Cara pemeriksaan (sama seperti pada reaksi Florence) :
• Bercak diekstraksi dengan sedikit akuades. Ekstrak diletakkan pada kaca
objek, biarkan mengering, tutup dengan kaca penutup. Reagen dialirkan
dengan pipet dibawah kaca penutup.

Hasil positif bila, didapatkan kristal spermin pikrat kekuningan berbentuk


jarum dengan ujung tumpul. Kadang-kadang terdapat garis refraksi yang terletak
longitudinal. Kristal mungkin pula berbentuk ovoid.
Pemeriksaan untuk menentukan adanya racun atau toksikologi
Selain alkohol, dikenal juga obat-obatan yang menginduksi perkosaan, seperti
obat yang menghapus ingatan seperti flunitrazepam (Rohypnol), benzodiazepin,
ketamin, gamma hidroksibutirat (GHB), gamma butirolakton (GBL), 3,4-
methylenedioksimethapmfetamin (MDMA, atau Ecstasy).
Gejala meliputi pengakuan korban hanya minum dua gelas minuman
beralkohol namun sudah kehilangan kesadaran. Biasanya korban hanya akan
mengingat peristiwa perkosaan samar-samar, hal ini sering disebut “gambaran cameo”
sampai ia sadar kembali. Dengan GHB, korban seringkali tak sadar hanya dalam
waktu semenit, dan baru sadar kembali setelah bermenit-menit kemudian,
menemukan dirinya tak berpakaian dengan luka pada vagina ataupun rektal yang
membuatnya percaya bahwa ia baru saja diperkosa
1
Penggunaan obat perkosaan dapat dideteksi melalui pemeriksaan urin dalam
72 jam setelah terjadinya tindak perkosaan, namun dapat pula diperiksa di atas waktu
jam 72 jam setelah perkosaan. Setelah diambil, substans yang akan diperiksa ini
masih dapat digunakan 28 hari setelah ingesti.
Ahli forensik wajib memeriksa adanya DFSA dalam urin bila didapati cerita
pasien yang khas menggambarkan adanya penggunaan DFSA. Bahkan bila korban
buang air sebelum tiba di rumah sakit, hendaknya diinformasikan pada korban agar
menempatkan urinnya pada wadah bersih dan membawanya ke rumah sakit.
Bahan pemeriksaan : darah dan urin
Metoda :
• TLC
• Mikrodifusi
Hasil yang diharapkan adalah didapati kadar obat yang dapat menurunkan atau
menghilangkan kesadaran korban pada saat tindak perkosaan terjadi.
Penentuan golongan darah4
Bahan pemeriksaan: cairan vaginal yang berisi air mani dan darah
Metode: Serologi (ABO grouping test)
Hasil yang diharapkan dari pemeriksaan ini adalah golongan darah dari air
mani berbeda dengan golongan darah korban. Pemeriksaan ini hanya dapat dikerjakan
bila tersangka pelaku kejahatan termasuk golongan “sektor”
Pemeriksaan Bercak Mani Pada Pakaian
a. Secara visual
Bercak mani berbatas tegas dan warnanya lebih gelap daripada sekitarnya.
Bercak yang sudah agak tua berwarna kekuningan. Pada bahan sutera / nilon,
batas sering tidak jelas, tetapi selalu lebih gelap daripada sekitarnya. Pada tekstil
yang tidak menyerap, bercak segar menunjukkan permukaan mengkilat dan
translusen kemudian mengering. Dalam waktu kira-kira 1 bulan akan berwarna
kuning sampai coklat. Pada tekstil yang menyerap, bercak segar tidak berwarna
atau bertepi kelabu yang berangsur-angsurmenguning sampai coklat dalam waktu
1 bulan.
Dibawah sinar ultraviolet, bercak semen menunjukkan flouresensi putih.
Bercak pada sutera buatan atau nilon mungkin tidak berflouresensi. Flouresensi
terlihat jelas pada bercak mani pada bahan yang terbuat dari serabut katun. Bahan

1
makanan, urin, sekret vagina, dan serbuk deterjen yang tersisa pada pakaian
sering berflouresensi juga.
b. Secara taktil (perabaan)
Bercak mani teraba kaku seperti kanji. Pada tekstil yang tidak menyerap,
bila tidak teraba kaku, masih dapat dikenali dari permukaan bercak yang teraba
kasar.
c. Skrining awal (dengan Reagen fosfatase asam)
Cara pemeriksaan :
Sehelai kertas saring yang telah dibasahi akuades ditempelkan pada bercak
yang dicurigai selama 5 – 10 menit. Keringkan lalu semprotkan / teteskan dengan
reagen. Bila terlihat bercak ungu, kertas saring diletakkan kembali pada pakaian
sesuai dengan letaknya semula untuk mengetahui letak bercak pada kain.
Pemeriksaan Pria Tersangka6
Untuk membuktikan bahwa seorang pria baru saja melakukan persetubuhan
dengan seseorang wanita.
Cara lugol
Kaca objek ditempelkan dan ditekan pada glans penis, terutama pada
bagian kolum, korona serta frenulum, kemudian letakkan dengan spesimen
menghadap kebawah diatas tempat yang berisi larutan ligol dengan tujuan agar
uap yodium akan mewarnai sediaan tersebut. Hasil akan menunjukkan sel-sel
epitel vagina dengan sitoplasma berwarna coklat karena mengandung banyak
glikogen.
Untuk memastikan bahwa sel epitel berasal dari seorang wanita, perlu
ditentukan adanya kromatin seks (barr bodies) pada inti. Dengan pembesaran
besar, perhatikan inti sel epitel yang ditemukan dan cari barr bodies. Ciri-
cirinya adalah menempel erat pada permukaan membran inti dengan diameter
kira-kira 1 µ yang berbatas jelas dengan tepi tajam dan terletak pada satu
dataran fokus dengan inti.
Kelemahan pemeriksaan ini adalah bila persetubuhan tersebut telah
berlangsung lama atau telah dilakukan pencucian pada alat kelamin pria, maka
pemeriksaan ini tidak akan berguna lagi.
Pada dasarnya pemeriksaan laboratorium forensik pada korban wanita
dewasa dan anak-anak adalah sama, yang membedakan adalah pendekatan

1
terhadap korban. Pengumpulan barang bukti harus dilakukan jika hubungan
seksual terjadi dalam 72 jam sebelum pemeriksaan fisik.

II.5.C Pemeriksaan bekas gigitan10


Tahap dalam investigasi bekas gigitan meliputi langkah-langkah berikut :10
• Pengenalan
• Dokumentasi
• Pengumpulan barang bukti dan persiapan (tes DNA pada barang bukti fisik)
• Membuat profil gigi dari barang bukti yang dipertanyakan (bekas gigitan)
• Membuat profil gigi dari barang bukti yang diketahui
• Perbandingan fisik antara profil gigi yang dipertanyakan dengan profil gigi
tersangka, yang menghasilkan kesimpulan:
- Terdapat hubungan atau Tidak ada hubungan
- Ketidakmampuan untuk memperkirakan karena barang bukti kurang baik
• Membuat profil DNA dari air liur yang didapatkan pada bekas gigitan dan
profil DNA tersangka
• Menyampaikan hasil pemeriksaan kepada yang berwenang atau aparat hukum
Pada umumnya pada kasus bekas gigitan menyebabkan luka pada kulit. Orang
yang digigit bisa masih hidup atau sudah mati. Pada kedua contoh berupa bekas
gigitan tersebut dapat berubah dengan cara menjadi sembuh atau membusuk. Penyidik
harus curiga jika ada bekas atau memar yang memiliki karakteristik yang sesuai
dengan ciri luka karena gigitan. Penentuan suatu luka merupakan luka gigitan oleh
kerana gigi manusia memerlukan informasi-informasi yang sifatnya mendasar.
Konfirmasi lanjut berupa analisi DNA dari saliva yang didapat dari tempat yang sama
mendukung atau meniadakan dugaan sementara tentang bekas gigitan yang tidak
lengkap. Identifikasi seseorang secara khusus paling baik dilakukan dengan cara
mengumpulkan bukti fisik dan biologik yang didapat di tempat yang sama.
Gambaran yang mengindikasikan bekas gigitan pada kulit biasanya gigi
manusia tersusun dalam pola yang dapat diprediksikan. Terdapat variasi dimensional
dalam ukuran / bentuk / posisi gigi antara satu individu dengan yang lain yang
mungkin berguna untuk investigasi forensik jika bekas gigitan itu sendiri memiliki
detail yang cukup.
- Pola ovoid / elliptical: sejumlah memar atau abrasi berbentuk “C” yang
didapat secara utuh terlihat membentuk pola ovoid. Ini menggambarkan gigi
1
depan atas dan bawah baik pada dewasa dan anak-anak. Pada beberapa kasus,
hanya terlihat satu luka berbentuk “C”, hal ini mengindikasikan penggunakan
hanya satu rahang, biasanya rahang bawah. Ketiadaan tanda bekas rahang
yang lain pada gigitan dapat diterapkan dengan beberapa hipotesis seperti
“pakaian dapat bertindak sebagai pelindung bagi kulit selama gigitan”. Satu-
satunya cara untuk membuktikan hal ini adalah mencari saliva dalam pakaian
(jika ada) dan melakukan tes DNA.
- Abrasi terputus (interrupted abrasi): pola ovoid ini dapat menggambarkan
bekas gigi spesifik masing-masing. Hal ini bisa disamakan dengan bentuk
memar spesifik yang terdapat pada luka pada umumnya.
- Continues bruises / memar yang bersambungan: harus diketahui bahwa
memar berbentuk oval dengan ukuran mendekati ukuran rahang manusia telah
terbukti dapat dihasilkan oleh benda lain selain gigi (contohnya bantalan
EKG).
Diagnosis bekas gigitan manusia pada bukti fisik kategori ini harus dibuat
secara lebih konservatif karena memar tidak merupakan informasi yang cukup detail
untuk identifikasi manusia.

II.5.D Uji anak peluru (Uji balistik)


Ketika anak peluru sudah dilontarkan oleh sebuah senjata, bekas anak peluru
memberikan pertanda-pertanda yang menentukan kelas karakteristik. Hal-hal tersebut
mungkin dapat menentukan model dari senjata api atau senapan dari anak peluru yang
ditemukan. Karakteristiknya adalah:11
1. Panjang dari alur dan dataran
2. Diameter dari alur dan dataran
3. Lebar daru alur dan dataran
4. Kedalaman alur
5. Arah tembakan
6. Derajat tembakan
Sebagai tambahan, cacat dari permukaan dataran dan alur menetukan anak
peluru dapat membantu menentukan karakteristik individual. Pada anak peluru yang
berjaket tanda-tanda tersebut lebih mudah ditemui. Dari karakteristik individual dari
jenis anak peluru tadi maka dapat menentukan jenis senjata api yang digunakan. Hal
ini akan menentukan jejak tentang senjata api apa yang dipakai karena tidak ada dua
1
senjata yang meskipun dibuat dari bahan yang sama akan menghasilkan tanda yang
sama pula pada ciri-ciri luka tembak yang dihasilkan.
Pada pengambilan sampel perlu diperhatikan bahwa tidak boleh sampai
merusak alur dan dataran yang ada pada peluru.
Pertanda dasar 11,12
Pada beberapa senjata bubuk-bubuk mesiu terletak pada bagian dasar anak
peluru untuk memberi tanda dibagian dasar. Sebagian besar tanda dapat dibuktikan
dalam anak peluru dengan dasar timah, baik yang berjaket penuh atau yang tidak
berjaket penuh. Semakin pendek anak peluru maka lebih banyak dan lebih dalam
bubuk itu terdapat. Jenis yang berbeda dari bubuk meisu akan menghasilkan tanda
yang berbeda pula: bubuk berbentuk spheris akan memproduksi lebih banyak tanda
berupa lingkaran yang dalam. Kemudian yang berbentuk lingkaran penuh atau disc
akan menghasilkan tanda yang sirukular atau dangkal serta memberi tanda linear
(bubuk terdapat disekeliling luka). Dan yang ketiga bubuk gitam akan menghasilkan
karakteristik seperti bubuk merica.
Tanda berupa bubuk tersebut lebih menonjol pada anak peluru dengan dasar
timah yang dilapisi jaket metal daripada yang tidak berjaket. Anak peluru yang
dilapisi bagian bawah (metal partial jacketed bullet) akan menunjukkan tanda berupa
bubuk mesiu yang sangat sedikit.
Bubuk tersebut dapat melekat kebagian dasar anak peluru dan terbawa masuk
ke dalam tubuh yang tertembak. Hal ini terkait dengan anak peluru dengan dasar
timah yang terlihat pula pada anak peluru yang dilapisi jaket pada bagian dasarnya.
Sitologi dari Anak peluru dan Pakaian11
Bila sebuah anak peluru menembus tubuh ataupun target atau menancap pada
permukaan yang keras, maka pecahan jaringan atau material yang terdapat pada target
akan melekat di anak peluru. Jika anak peluru membentuk cekungan, sebagian besar
gumpalan dari material mungkin terdeposit di dalam lubang. Penemuan dan
identifikasi dari material yang terdapat di luar anak peluru dapat mengidentifikasi
organ atau obyek yang ditembus atau bukti bahwa anak peluru telah terpantul.
Material nonorganik, seperti aluminium dari lapisan jendela yang pecah akibat anak
peluru. Atau bentuk mineral dari batu yang terpental disaat sebuah anak peluru
dipantulkan, dapat diidentifikasi pada anak peluru melalui SEM-EDX.

1
Apabila anak peluru ditemukan di TKP atau beberapa anak peluru ditemukan
pada rongga tubuh setelah menembus beberapa organ, hal-hal tersebut dapat
digunakan untuk membedakan anak peluru ini menancap di tubuh atau anak peluru
yang menembus tubuh setelah melewati organ. Apabila ada anak peluru tertancap
pada tulang dan partikel tulang akan terkumpul pada anak peluru maka identifikasi
dari tulang dapat dibuat dari pemeriksaan histopatologi jika fragmen cukup besar
namun jika fragmennya terlalu kecil maka dilakukan metode SEM-EDX.
Apabila anak peluru yang tertancap pada jaringan atau bahkan organ yang
spesifik dapat ditentukan melalui pemeriksaan sitologi. Nicols and Seens telah
menjelaskan metode untuk menemukan dan mengidentifikasi jaringan dan material
yang terlalu kecil untuk dapat dilihat. Proses ini terkait dengan membersihkan anak
peluru yang tidak dapat tercuci dengan cairan tertentu,menyaring cairan atau solusio
tersebut dengan penyaring stiologi dan kemudian pewarnaan sitologi. Pada kasus anak
peluru berkecepatan tinggi mereka mencatat terdapat pecahan yang banyak dan luas
dari jaringan dengan bercak darah,fragmen tulang,otot dan debris yang tidak
berbentuk. Hampir sebagian jaringan dapat diperbaiki namun tidak demikian pada
mesotel dan fragmen tulang. Penemuan jaringan dari anak peluru yang berkecepatan
rendah lebih mudah untuk disimpan dan jumlahnya banyak. Jaringan lemak, pecahan
dari pembuluh darah kecil, gumpalan sel-sel spindel lebih sering ditemukan
sedangkan otot jantung dan rangka hanya kebetulan saja ditemukan. Pecahan organ
dalam tidak terlalu penting ditemukan meski organ tersebut telah tertembus. Kulit
yang biasanya jarang diperiksa. Dalam kaitannya dengan jenis senjata shotgun pada
kepala,tulang,otot gerak,jaringan penyangga dan potongan-potongan biasanya
ditemukan. Fragmen-fragmen dari otak ditemukan namun saraf-sarafnya tidak dapat
dipastikan sesuai dengan tempat asalnya.
Analisa bubuk hitam/ Jelaga 11,12
Jelaga terkait dengan penembakan yang fatal. Sebagian besar dari kasus ini
termasuk dalam senapan angin. Dimana senjata ini memiliki laras seperti senjata yang
lain. Tanda dari senapan tersebut akan muncul dalam bentuk sferis atau lingkaran
kerucut. Selain itu pelatuk yang ditarik digunakan untuk mengatur anak peluru dalam
ruangan yang dapat meninggalkan pertanda cukup jelas dianak peluru dan dengan
karakteristik individu untuk membuat perbandingan balistikyang jelas. Jelaga yang
berasal dari “black powder”, komposisi CO2 ( 50% ), Nitrogen ( 35% ), CO ( 10% ),
Hidrogen Sulfid ( 3% ), Hidrogen ( 2% ), serta sedikit Oksigen dan Methane.
1
“Smokeless powder” akan menghasilkan asap yang jauh lebih sedikit jangkauan
jelaga untuk senjata genggam berkisar 30 sentimeter, oleh karena jelaga hanya
menempel pada permukaan kulit sehingga bila dihapus akan menghilang.

II.5.E Pemeriksan DNA


Dengan berkembangnya teknik kloning, sequencing, dan PCR terbuka
kemungkinan untuk lebih meningkatkan pemanfaatan dari sel – sel hiperpolimorfis.
Ada 3 teknik utama yang digunakan saat ini untuk ekstraksi DNA pada laboratorium
forensik DNA : ekstraksi organik, ekstraksi chelex, dan FTA paper. Ekstraksi eksak
atau macam – macam prosedur isolasi DNA tergantung pada bukti – bukti tipe
biologis yang akan diuji. Sebagai contoh darah utuh harus diperlakukan dengan cara
yang berbeda dari suatu noda darah atau suatu fragmen tulang.

II.5.F Identifikasi Sidik Jari


Seksi laboratorium ini sering identik dengan seksi sidik jari yang tersembunyi.
Peran seorang dokter ahli forensik ini adalah pengambilan sidik jari dalam keadaaan
khusus seperti bila telah terjadi pembusukan, dokter membuat sidik tersebut lebih
jelas dan trebal untuk diambil sebagai alat identifikasi.
Sidik jari yang terdapat dalam logam bersifat laten artinya sidik mengendap
pada permukaan logam dan dapat diambil untuk identifikasi.

II.5.G Air Liur8


Air liur merupakan cairan yang dihasilkan oleh kelenjar liur. Air liur (saliva)
terdiri dari air, enzim alfa amilase (ptialin), protein, lipid, ion-ion anorganik seperti
tiosianat, klorida dan lain – lain.
Dalam bidang kedokteran forensik, pemeriksaan air liur penting untuk kasus-
kasus dengan jejas gigitan untuk menentukan golongan darah pengigitnya. Golongan
darah penggigit yang termasuk dalam golongan sekretor dapat ditentukan dengan cara
absorpsi inhibisi.
Reagen yang digunakan yaitu anti A dan anti B dapat diperoleh dari
laboratorium transfusi darah PMI, demikian pula dengan anti H. Anti H dapat dibuat
dari biji-biji Ulex europaeus yang digerus dalam mortir. Tiap 1 g biji-bijian
ditambahkan 10 ml salin. Kemudian campuran tadi dikocok dengan mesin pengocok

1
selam 1 jam dan dipusing selama 5 menit dengan kecepatan 3000 RPM. Cairan
supernatan disaring dan dapat segera dipergunakan.
Untuk pemeriksaan perlu dilakukan kontrol dengan air liur yang telah
diketahui golongan sekretor atau non sekretor.
Cara absorpsi inhibisi yaitu basahkan bercak liur dengan 0,5 ml salin,
kemudian peras dan tempatkan air liur atau ekstrak air liur dalam salin tadi ke dalam
tabung reaksi, lalu panaskan dalam air mendidih selama 10 menit. Pusing dan ambil
supernatant, bila mau dimpan maka simpan pada suhu 20˚C. Dalam tabung reaksi 1
vol air liur ditambahkan 1 vol antiserum. Campuran tersebut didiamkan selama 30
menit pada suhu ruang untuk proses absopsi.
Selama menunggu, tentukan titer anti A, anti B dan anti H yang digunakan.
Setelah 30 menit berlalu, pada campuran tersebut ditentukan titer anti A, anti B dan
anti H dengan cara yang sama.
SDM yang digunakan adalah suspensi 4 % yang berumur kurang dari 24 jam.
Bandingkan titer antisera yang digunakan dengan titer campuran antiserum + air liur.
Hasil positif bila titer berkurang lebih dari 2 kali.

II.5.H Pemeriksaan Laboratorium Forensik Rambut6


Rambut manusia berbeda dengan rambut hewan pada sifat-sifat lapisan sisik
(kutikula), gambaran korteks dan medula rambut.
Kutikula merupakan lapisan paling luar dari rambut, di bawahnya terletak
korteks yang terdiri dari gabungan serabut-serabut dengan pigmen. Di tempat yang
paling dalam/ tengah, terdapat medula yang mengandung pigmen dalam jumlah
terbanyak. Rambut manusia memiliki diameter sekitar 50-150 mikron dengan bentuk
kutikula yang pipih, sedangkan rambut hewan memiliki diameter kurang dari 25
mikron atau lebih dari 300 mikron dengan kutikula yang kasar atau menonjol.
Pigmen pada rambut manusia sedikit dan terpisah-pisah sedangkan pada
hewan padat dan tidak terpisah. Perbandingan diameter rambut hewan dengan
diameter rambut manusia, indeks medula rambut manusia adalah 1:3, sedangkan
indeks medula rambut hewan adalah 1:2 atau lebih besar. Pemeriksaan indeks medula
merupakan pemeriksaan terpenting untuk membedakan rambut manusia dari rambut
hewan.

1
Berdasarkan asal tumbuhnya, rambut manusia dibedakan atas rambut kepala;
alis, bulu mata dan bulu hidung; kumis dan jenggot; rambut badan; rambut ketiak dan
rambut kemaluan. Umumnya tidak terdapat perbedaan yang jelas antara jenis-jenis
rambut tersebut di atas.
Rambut kepala umumnya kasar, lemas, lurus/ ikal/ keriting dan panjang
dengan penampang melintang yang berbentuk bulat (pada rambut yang lurus), oval
atau elips (pada rambut ikal/ keriting). Alis, bulu mata dan bulu hidung umumnya
relatif kasar, kadang-kadang kaku dan pendek. Rambut kemaluan dan rambut ketiak
lebih kasar sedangkan rambut badan halus dan pendek.
Pemeriksaan mikroskopik rambut utuh akan memperlihatkan akar, bagian
tengah dan ujung yang lengkap. Pada rambut yang tercabut, rambut akan terlihat utuh
disertai dengan jaringan kulit. Sebaliknya rambut yang lepas sendiri mempunyai akar
yang mengerut tanpa jaringan kulit. Rambut yang terpotong benda tajam, dengan
mikroskop terlihat terpotong rata, sedangkan akibat benda tumpul akan terlihat
terputus tidak rata.
Panjang rambut kepala kadang-kadang dapat memberi petunjuk jenis kelamin.
Tetapi untuk menentukan jenis kelamin yang pasti, harus dilakukan pemeriksaan
terhadap sel-sel sarung akar rambut dengan larutan orcein. Pada rambut wanita dapat
ditemukan adanya kromatin seks pada inti sel-sel tersebut.
Perkiraan umur berdasarkan pemeriksaan keadaan pigmen pada rambut sukar
sekali dilakukan. Umumnya dapat dikatakan, bahwa bila usia bertambah maka rambut
akan rontok. Rontoknya rambut pada pria umumnya terjadi pada dekade kedua atau
ketiga, sedangkan pada wanita sering terjadi rontoknya rambut ketiak dan
pertumbuhan rambut pada wajah pada saat menopouse. Rambut ketiak dan rambut
kemaluan akan tumbuh pada usia pubertas.
Rambut, baik rambut kepala ataupun kelamin, merupakan bagian tubuh
manusia yang dapat memberikan banyak informasi bagi kepentingan peradilan, antara
lain tentang :
a. saat korban meninggal dunia
b. sebab kematian
c. jenis kejahatan
d. identitas korban
e. identitas pelaku
f. benda/ senjata yang digunakan
1
Informasi tersebut di atas diperoleh dengan meneliti sifat-sifat gambaran
mikroskopik serta perubahan-perubahan yang terjadi akibat trauma atau racun
tertentu.
a. Saat meninggal dunia
Sifat- sifat dari rambut dapat dipakai untuk menentukan saat kematian korban
antara lain :
Tingkat pertumbuhannya, yaitu sekitar 0,4 mm per hari Pertumbuhan
tersebut akan berhenti jika orang meninggal dunia. Atas sifat tersebut maka
saat kematian dapat diperhitungkan asalkan diketahui kapan korban terakhir
kali mencukur rambutnya. Memang ada pendapat yang menyatakan bahwa
rambut orang yang baru saja meninggal dunia masih dapat tumbuh menjadi
lebih panjang, tetapi sebetulnya bertambah panjangnya rambut tersebut
disebabkan oleh menuyusutnya kulit. Lepasnya rambut akibat pembusukan.
Jika kematian sudah berlangsung 48 – 72 jam maka rambut kepala akan
mudah lepas.
Perubahan warna dapat dipakai untuk memperkirakan saat kematian.
Pada penguburan yang dangkal perubahan warna terjadi sesudah 1 – 3 bulan,
sedang pada penguburan yang dalam sesudah 6 – 12 bulan.
b. Sebab kematian
Informasi tentang sebab kematian juga dapat diperoleh melalui rambut
mengingat beberapa racun tertentu, terutama racun metalik, disimpan di
bagian tubuh tersebut.
c. Jenis kejahatan
Mengenai jenis kejahatan yang terjadi dapat diperkirakan dengan
melihat macam rambut yang ditemukan. Adanya rambut pubes pada tubuh
korban memberikan dugaan adanya tindak pidana perkosaan atau tndak pidana
seksual lainnya dan adanya rambut binatang pada tubuh manusia atau
sebaliknya juga dapat memberikan perkiraan adanya bestialiti
d. Identitas korban
Rambut mempunyai sifat tahan terhadap pembusukan dan bahan-bahan
kimia sehingga dapat dijadikan sarana identifikasi bagi mayat-mayat tidak
dikenal yang sudah membusuk. Meskipun tak dapat memberikan identitas

1
personal tetapi dari rambut paling tidak dapat ditemukan umur, jenis kelamin,
ras, dan sebagainya.
e. Identitas pelaku
Rambut juga dapat dipakai sebagai sarana identifikasi guna
mengetahui identitas pelakunya. Sebagaimana diketahui bahwa pada tindak
pidana perkosaan dan pembunuhan, sering ditemukan rambut pelaku tertinggal
atau berhasil dijambak oleh korban sehingga dapat dimanfaatkan untuk
kepentingan identifikasi.
f. Benda/ senjata yang digunakan
Kerusakan pada rambut kadang-kadang menunjukkan ciri-ciri tertentu.
Pukulan di kepala dapat meninggalkan kerusakan kortikal pada rambut,
sedangkan tembakan senjata api dapat menyebabkan kebakaran pada rambut.
Rambut yang terbakar tersebut akan terlihat, hitam, rapuh, terpilin atau
menjadi keriting dan menimbulkan bau yang khas.
Keadaan pangkal rambut juga dapat dipakai sebagai petunjuk bagaimana
rambut itu lepas. Pada pangkal rambut yang lepas secara alami akan terlihat atrofi,
sedang pada rambut yang dicabut secara paksa akan mengalami robekan pada sarung
rambut dan pada bulbus akan terlihat tak teratur.
Ditemukannya rambut pada senjata juga dapat memberi petunjuk tentang
adanya kaitan antara senjata itu dengan kasus pembunuhan dan ditemukannya rambut
pada kendaraan bermotor juga dapat meberi petunjuk tentang keterlibatan kendaraan
tersebut dalam peristiwa tabrakan.
Jika ditemukan rambut yang diduga ada kaitannya dengan kejahatan maka
hendaknya rambut tersebut diperiksa dengan teliti untuk mengetahui :
1. Keaslian rambut
Pemeriksaan keaslian rambut perlu dilakukan mengingat adanya
berbagai serat yang bentuk dan warnanya mirip rambut.
Rambut yang utuh biasanya terdiri atas akar, batang dan ujung. Akar ranbut
terdiri atas jaringan ikat longgar sedangkan batang rambut terdiri atas kutikula,
korteks dan medula. Serat yang bukan berasal dari rambut tidak mempunyai
susunan seperti itu. Serat sintetis misalnya, gambaran mikroskopiknya terlihat
homogen.

2. Penentuan rambut manusia atau bukan


1
Jika hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa serat itu rambut maka
langkah selanjutnya adalah menentukan apakah rambut tersebut berasal dari
manusia atau hewan
Ciri rambut manusia yaitu halus dan tipis, kutikula mempunyai sisik
kecil dan bergerigi, medula sempit atau kadang-kadang tak ada, kortek tebal,
index medulla kurang dari 0,3 dan pigmennya lebih ke arah perifer.
Sedangkan, ciri rambut binatang ialah kasar dan tebal, kutikula mempunyai
sisik lebar dan polihidral, medula lebar, kortek tipis, index medulla lebih dari
0,5 dan pigmennya di perifer maupun di sentral. Dengan tes presipitasi akan
dapat dibedakan dengan tepat antara rambut manusia dan rambut binatang.
3. Identifikasi
Jika sudah dapat dipastikan rambut manusia maka pemeriksaan
lanjutan perlu dilakukan untuk menentukan siapa pemiliknya. Perlu diketahui
bahwa rambut mempunyai sifat tahan terhadap pembusukan dan bahan-bahan
kimia sehingga dapat dijadikan salah satu sarana identifikasi bagi mayat-
mayat yang sudah membusuk.
Meskipun tak dapat memberikan identitas personal seperti halnya sidik
jari, tetapi dapat memberikan identitas umum, antara lain :
a. Umur
Umur dari pemilik rambut dapat ditentukan dengan memeriksa rambut
tersebut berdasarkan tempat tumbuh dan warnanya.
Tumbuhnya rambut di berbagai bagian tubuh berbeda-beda waktunya.
Rambut pubis dan rambut ketiak misalnya, tumbuh pada masa
adolesen. Selain itu warna rambut juga dapat dipakai sebagai petunjuk
umur dari pemiliknya. Pada orang-orang tua warna rambut akan
berubah menjadi putih. Rambut lanugo pada bayi baru lahir
mempunyai sifat halus, tidak berpigmen, tak bermedula dengan pola
sisik yang lebih seragam.
b. Jenis kelamin
Melalui berbagai pemeriksaan yang teliti akan dapat ditentukan jenis
kelamin dari pemilik rambut. Rambut laki-laki pada umumnya lebih
kaku, lebih kasar dan lebih gelap. Sedang rambut wanita umumnya
halus, panjang dan meruncing ke arah ujung.

1
Dari distribusinya juga dapat ditentukan jenis kelaminnya. Rambut
jenggot, rambut dada dan kumis adalah khas rambut laki-laki.
Penyebaran rambut pubis antara laki-laki dan wanita juga
menunjukkan gambaran yang berbeda.
c. Ras
Untuk menentukan jenis rasnya dapat dilihat dari warna, panjang,
bentuk dan susunan rambut. Rambut orang Eropa misalnya, berwarna
pirang, kecoklatan atau kemerahan.

II.5.I Pemeriksaan Organ Spesifik Forensik : Mata


Uji Nalorfin
Untuk mendeteksi seseorang apakah ia pecandu atau bukan, dapat diketahui
melalui Uji Nalorfin. Pemberian Nalorfin pada pecandu morfin akan memperlihatkan
midriasis dan gejala putus obat lainnya. Tetapi bila midriasis tidak terjadi, maka
belum tentu ia bukan pecandu.
Caranya ukur diameter pupil dengan pupilometer dan lakukan pemeriksaan ini
di dalam ruang khusus yang tidak dipengaruhi cahaya. Pemeriksaan dilakukan lagi 30
menit setelah diberikan 3 mg Nalorfin subkutan.

II.5.J Pemeriksaan Organ Spesifik Forensik : Paru


Pemeriksaan makroskopik paru.
Paru-paru mungkin masih tersembunyi di belakang kandung jantung atau telah
mengisi rongga dada. Osborn (1953) menemukan pada 75% kasus, ternyata paru-paru
sudah mengisi rongga dada, baik pada bayi yang lahir hidup maupun lahir mati. Paru-
paru berwarna kelabu ungu merata seperti hati, konsistensi padat, tidak teraba derik
udara dan pleura yang longgar (slack pleura). Berat paru kira-kira 1/70x berat badan.
Uji apung paru.
Uji ini harus dilakukan dengan teknik tanpa sentuh (no touch technique), paru-
paru tidak disentuh untuk menghindari untuk timbulnya artefak pada sediaan
histopotologi jaringan paru akibat manipulasi berlebihan. Setelah organ leaher dan
dada dikeluarkan dari tubuh, lalu dimasukkan kedalam air dan dilihat apakah
mengapung atau tenggelam. Kemudian paru kiri dan kanan dilepaskan dan
dimasukkan kedalam air lagi, dan dilihat apakah mengapung atau tenggelam. Setelah
1
itu setiap lobus dipisahkan dan di masukkan ke dalam air dan dilihat apakah
mengapung atau tenggelam. 5 potong kecil dari bagian perifer tiap lobus dimasukkan
ke dalam air, dan diperhatikan apakah mengapung ataukah tenggelam.
Hingga tahap ini, paru bayi yang baru lahir mati masih dapat mengapung oleh
karena kemungkinan adanya gas pembusukan. Bila potongan kecil itu mengapung,
letakkan di antara dua karton dan ditekan (dengan arah tekanan tegak lurus, jangan
bergeser) untuk mengeluarkan gas pembusukan yang terdapat pada jaringan
interstisial paru, lalu masukkan kembali ke dalam air dan di amati apakah masih
mengapung atau tenggelam. Bila masih mengapung berarti paru tersebut berisi udara
residu yang tidak akan keluar. Kadang-kadang dengan penekanan, dinding alveoli
pada bayi yang telah membusuk akan pecah dan udara residu keluar dan
memperlihatkan hasil uji apung paru negatif.
Uji apung paru harus dilakukan menyeluruh sampai potongan kecil-kecil,
mengingat kemungkinan adanya pernafasan sebagian yang dapat bersifat buatan
(pernafasan buatan) ataupun alamiah, yaitu bayi yang sudah bernafas walaupun
kepala masih dalam vagina.
Hasil negatif belum berarti pasti lahir mati, karena adanya kemungkinan bayi
dilahirkan hidup tapi kemudian berhenti bernafas meskipun jantung masih berdenyut,
sehingga udara dalam alveoli diresopsi. Pada hasil negatif ini, pemeriksaan
histopatologi harus dilakukan untuk memastikan bayi lahir mati atau hidup. Hasil uji
apung paru positif berarti pasti lahir hidup.
Penyebab kematian. Penyebab kematian tersering pada pembunuhan anak
sendiri adalah mati lemas (asfiksia). Cara tersering dilakukan adalah dengan cara
pembekapan, penyumbatan jalan nafas, penjeratan, pencekikan dan penenggelaman.
Kadang-kadang bayi dimasukkan ke dalam lemari, kopor dan sebagainya. (2)
Lahir hidup dapat diketahui dari perangi paru-paru secara makroskopis
maupun mikroskopis. Secara makroskopis paru-paru anak ayang dilahirkan hidup
akan tampak mengembang dan menutupi kandung jantung, tepintnya tumpul, warnaya
merah ungu dengan gambaran mozaik, lebih berat (1/35 berat badan, pada yang lahir
mati atau belum bernafas berat paru-paru sekitar1/70 berat badan), pada perabaan
teraba derik udara atau krepitasi, bila dimasukkan ke dalam air akan mengapung, bila
diiris dan dipijat akan banyak mengeluarkan darah dan busa. Sedangkan secara
mikroskopik akan tamak jelas adanya pengembangan dari kantung-kantung hawa
(alveoli). (7)
1
Mikroskopik Paru
Setelah paru-paru dikeluarkan dengan teknik tanpa sentuh, dilakukan fiksasi
dengan larutan formalin 10%. Sesudah 12 jam, dibuat irisan-irisan melintang untuk
memungkinkan cairan fiksatif meresap dengan baik ke dalam paru. Setelah difiksasi
selama 48 jam, kemudian dibuat sediaan histopatologi. Biasanya dibuat pewarnaan
HE dan bila paru telah membusuk digunakan pewarnaan Gomori atau Ladewig.
Tanda khas untuk paru bayi belum pernah bernafas adalah adanya tonjolan
(projection), yang berbentuk seperti bantal (cushion-like) yang kemudian akan
bertambah tinggi dengan dasar menipis sehingga tampak seperti gada (club-like).
Pada permukaan ujung bebas projection tampak kapiler yang berisi banyak darah.
Tanda khas untuk paru bayi yang belum bernafas yang sudah membusuk, dengan
pewarnaan Gomori atau Ladewig, tampak serabut-serabut retikuler pada permukaan
dinding alveoli berkelok-kelok seperti rambut keriting, sedangkan pada projection
berjalan dibawah kapiler sejajar dengan permukaan projection dan membentuk
gelung-gelung terbuka (open loops). Pada paru bayi baru lahir mati mungkin juga
ditemukan tanda inhalasi cairan amnion yang luas karena asfiksi intrauterin.
Lahir hidup adalah keluar atau dikeluarkannya hasil konsepsi yang lengkap,
yang setelah pemisahan bernafas atau menunjukkan tanda kehidupan lain, tanpa
mempersoalkan usia gestasi, sudah atau belum tali pusat dipotong dan uri dilahirkan.
Pada pemeriksaan ditemukan dada sudah mengembang dan diafragma sudah
turun sampai selaiga 4-5, terutama pada bayi yang telah lama hidup.
Pemeriksaan paru lainnya:
1. Pemeriksaan Diatom
Alga (ganggang) bersel satu dengan dinding terdiri dari silikat (SiO2)
yang tahan panas dan asam kuat. Diatom ini dapat dijumpai dalam air tawar, air
laut, sungai, air sumur dan udara.
Bila seseorang mati karena tenggelam, maka cairan bersama diatom akan
masuk ke dalam saluran pernapasan atau pencernaan, kemudian diatom akan
masuk ke dalam aliran darah melalui kerusakan dinding kapiler pada waktu
korban masih hidup dan tersebar ke seluruh jaringan.
Pemeriksaan diatom dilakukan pada jaringan paru segar. Bila mayat telah
membusuk, pemeriksaan diatom dilakukan dari jaringan ginjal, otot skelet atau
sumsum tulang paha. Pemeriksaan diatom pada hati dan limpa kurang bermakna
1
sebab berasal dari penyerapan abnormal dari saluran pencernaan terhadap air
minum atau makanan.
2. Pemeriksaan Destruksi (Digesti Asam) Pada Paru
Ambil jaringan paru sebanyak 100 gram, masukkan ke dalam labu
Kjeldahl dan tambahkan asam sulfat pekat sampai jaringan paru terendam,
diamkan kurang lebih setengah hari agar jaringan hancur. Kemudian dipanaskan
dalam lemari asam sambil diteteskan asam nitrat pekat samapi terbentuk dan
cairan dipusing dalam centrifuge
Sedimen yang terjadi ditambah dengan akuades, pusing kembali dan
hasilnya dilihat dengan mikroskop. Pemeriksaan diatom positif bila pada jaringan
paru ditemukan diatom cukup banyak, 4-5/LPB atau 10-20 per satu sediaan; atau
pada sumsum tulang cukup ditemukan hanya satu.
3. Pemeriksaan Getah Paru
Permukaan paru disiram dengan air bersih, iris bagian perifer, ambil
sedikit cairan perasan dari jaringan perifer paru, taruh pada kaca objek, tutup
dengan kaca penutup dan lihat dengan mikroskop. Selain diatom dapat pula
terlihat ganggang atau tumbuhan jenis lainnya
4. Pemeriksaan Kimia Darah
Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui kadar NaCl dalam darah
sehingga dapat diketahui apakah korban meninggal di air tawar atau air asin.
Darah yang diambil adalah darah dari jantung jenazah. Pada peristiwa tenggelam
di air tawar ditemukan tanda-tanda asfiksia, kadar NaCl jantung kanan lebih
tinggi dari jantung kiri dan adanya buih serta benda-benda air pada paru-paru.
Tenggelam jenis ini disebut tenggelam tipe II A. Sedangkan pada peristiwa
tenggelam di air asin terjadi gangguan elektrolit dan ditemukan adanya tanda-
tanda asfiksia, kadar NaCl pada jantung kiri lebih tinggi dari pada jantung kanan
dan ditemukan buih serta benda-benda air pada paru-paru. Tenggelam jenis ini
disebut tenggelam tipe II B (6)

1
II.5.K Pemeriksaan Organ Spesifik Forensik : Lambung
Pemeriksaan Isi Lambung
Pemeriksaan sianida6
a. Reaksi Schonbein-Pagenstecher (Reaksi Guajacol).
Masukkan 50 mg isi lambung/ jaringan ke dalam botol Erlenmeyer. Kertas
saring (panjang 3-4 cm, lebar 1-2 cm) dicelupkan ke dalam larutan guajacol 10%
dalam alkohol, keringkan. Lalu celupkan ke dalam larutan 0,1% CuSO4 dalam air dan
kertas saring digantungkan di atas jaringan dalam botol. Bila isi lambung alkalis,
tambahkan asam tartrat untuk mengasamkan, agar KCL mudah terurai. Botol tersebut
dihangatkan. Bila hasil reaksi positif, akan terbentuk warna biru-hijau pada kertas
saring.
Reaksi ini tidak spesifik, hasil positif semu didapatkan bila isi lambung
mengandung klorin, nitrogen oksida atau ozon; sehingga reaksi ini hanya untuk
skrining.
b. Reaksi Prussian Blue (Biru Berlin).
Isi lambung/ jaringan didestilasi dengan destilator. 5 ml destilat + 1 ml NaOH
50 % + 3 tetes FeSO4 10% rp + 3 tetes FeCl3 5%, Panaskan sampai hampir mendidih,
lalu dinginkan dan tambahkan HCl pekat tetes demi tetes sampai terbentuk endapan
Fe(OH)3, teruskan sampai endapan larut kembali dan terbentuk biru berlin.
c. Cara Gettler Goldbaum.
Dengan menggunakan 2 buah flange(‘piringan’), dan diantara kedua flange
dijepitkan kertas saring Whatman No. 50 yang digunting sebesar flange. Kertas saring
dicelupkan ke dalam larutan FeSO4 10% rp selama 5 menit, keringkan lalu celupkan
ke dalam larutan NaOH 20% selama beberapa detik. Letakkan dan jepitkan kertas
saring di antara kedua flange. Panaskan bahan dan salurkan uap yang terbentuk
hingga melewati kertas saring ber-reagensia antara kedua flange. Hasil positif bila
terjadi perubahan warna pada kertas saring, menjadi biru.
d. Kristalografi
Bahan yang dicurigai berupa sisa makanan/ minuman, muntahan, isi lambung
di masukkan ke dalam gelas beker, dipanaskan dalam pemanas air sampai kering,
kemudian dilarutkan dalam aceton dan disaring dengan kertas saring. Filtrat yang
didapat, diteteskan dalam gelas arloji dan dipanaskan sampai kering, kemudian dilihat
di bawah mikroskop. Bila terbentuk kristal-kristal seperti sapu, ini adalah golongan
hidrokarbon terklorinasi.
1
Pemeriksaan kualitatif dapat menggunakan penentuan titik cair, misal veronal
murni mencair pada suhu 191° C. Uji kristal dilakukan terhadap sisa obat yang
ditemukan dalam isi lambung. Masing-masing barbiturat mempunyai kristal yang
khas bila dilihat dengan mikroskop. Metoda Kopanyi (reaksi warna kobalt) dengan
modifikasinya.
e. Metoda Kopanyi
Dilakukan dengan memasukkan 50 ml urin atau isi lambung dalam sebuah
corong. Periksa dengan kertas lakmus, jika bersifat alkali tambahkan HCl sampai
bersifat asam. Tambahkan 100 ml eter, kocok selama beberapa menit. Diamkan
sebentar, tampak air terpisah dari eter, lapisan air dibuang, barbiturat terdapat dalam
lapisan eter. Saring eter ke dalam beaker glass dan uapkan sampai kering di atas
penangas air. Tambahkan 10 tetes kloroform untuk melarutkan sisa barbiturat yang
mengering.
Ambil beberapa tetes larutan dan letakkan pada white pocelain spot plate.
Tambahkan 1 tetes kobalt asetat (1 % dalam metil alkohol absolut) dan 2 tetes
isopropilamin (5% dalam metil-alkohol absolut), Barbiturat akan memberi warna
merah muda sampai ungu.
Pemeriksaan kuantitatif dan kuantitatif dapat dilakukan dengan kromatografi
lapis tipis (TLC), kromatografi gas cair (GLC), spektrofotometri ultra-violet dan
spektrofotofluorimetri.

1
Gambar 1. Implementasi Pemeriksaan Laboratorium Forensik Sederhana Pada Kasus
Tertentu (Kasus Infanticide)

1
Gambar 2. Implementasi Pemeriksaan Laboratorium Forensik Sederhana Pada Kasus
Tertentu (Kasus Tenggelam)

1
Gambar 3. Implementasi Pemeriksaan Laboratorium Forensik Sederhana Pada Kasus
Tertentu (Keracunan CO)

1
Gambar 4. Implementasi Pemeriksaan Laboratorium Forensik Sederhana Pada Kasus
Tertentu (Kasus Perkosaan)

1
II.6 Prosedur penyitaan barang bukti
Berikut ini adalah barang bukti yang dapat diambil beserta dengan cara / prosedur
penyitaannya :
1. Muntahan si korban
Muntahan diambil dengan kertas saring dan disimpan dalam toples.
Muntahan dinilai, apakah ada bau fosfor ( bau bawang putih ); bagaimana sifat
muntahannya misalnya seperti bubuk kopi ( zat kaustik ), berwarna hitam ( H 2SO4
pekat ), kuning ( HNO4 ), biru kehijauan ( CuSO4 )
2. Sisa obat - obatan. Dihitung jumlahnya dan dikumpulkan dengan pembungkusnya.
3. Sisa minuman/makanan yang dimakan/diminum sikorban, serta tempat seperti gelas
dan alat minum lainnya atau pembungkusnya.
4. Sisa - sisa air seni si korban.
5. Kertas – kertas catatan, surat peninggalan/perpisahan jika merupakan kasus bunuh
diri.

1
BAB III
KESIMPULAN

1. Setiap kejahatan pasti akan menimbulkan barang bukti yang dapat menjadi petunjuk
adanya tindak pidana. Untuk itulah perlu dilakukan pemeriksaan barang bukti secara
cermat dengan menggunakan tehnik pemeriksaan menurut standar baku yang telah diakui
di bidang forensik.
Sebab kematian tidak selalu dapat mengungkap melalui pemeriksaan luar dan
pemeriksaan dalam. Oleh karena itu dalam hal ini diperkirakan laboratorium terhadap
barang bukti yang terdapat pada tubuh korban, tempat kejadian perkara maupun pada
tersangka pelaku.
2. Tahapan dalam pemeriksaan barang bukti terkait denngan ketrampilan dan
pengetahuan yang baik dari seorang ahli forensik dalam mengambil sampel dari tempat
kejadian perkara, pengawetan hingga kepada metode pemeriksaan laboratorium secara
sederhana untuk kemudian dilakukan intepretasi.
3. Pemeriksaan Laboratorium Forensik mencakup bidang yang sangat luas yaitu
mencakup pemeriksaan terhadap cairan tubuh, lambung beserta bahan muntahan, rambut
dan kuku, bekas gigitan, uji balistik, dan ekstrasi DNA.
4. Hasil interpretasi dari berbagai macam pemeriksaan laboratorium ataupun pelaku
akan membantu mengungkapkan sebab kematian.
5. Laboratorium Forensik memiliki peranan yang sangat besar bagi keberhasilan
pengungkapan suatu tindak pidana. Laboratorium forensik sendiri dapat merupakan
lembaga yang termasuk dalam kepolisian namun dapat pula berdiri sendiri (independen).

1
DAFTAR PUSTAKA

1. Kiely, Terrence F, Forensic Evidence Science and the Criminal Law, Science, Forensic
Science and Evidence, 2002

2. Eckert, William G. Introduction to Forensic. 2nd edition.New York : Elseviere :


America. 2002.3
3. Abraham, Rahman AS, Bambang, Salim HB, et al. Ilmu Kedokteran Forensik,
Pemeriksaan Laboratorium Sederhana, Badan Penerbit Universitas Diponegoro
Semarang, Cetakan II:2012
4. Bevel, Ross M. Gardner, Bloodstain Patern Analysis, Second Edition, United State of
America. 2002.
5. Savino, Brent E. Turvey, Rape Investigation Handbook, USA : Elseviere academic
Press, 2005 : 6-127
6. Budiyanto A, Widiatmo W, Sudiono S, Winardi T, Mun’im A Sidhi, Hertian S, et al.
Ilmu Kedokteran Forensik. 1st ed. Jakarta: Bagian Kedokteran Forensik Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia; 1997. p. 47: 68-69: 92-100: 105-06: 111: 113: 125-
26: 136-37: 144-46: 167—96
7. Sheperd R. Simpson’s Forensic Medicine. 12th ed. New York: Oxford University
Press, Inc.; 2003. p. 58
8. Spalding, Robert P. Identification and Characterization Blood and Bloodstain. In:
James SH, Nordby JJ, Editors. Forensic Science An Introduction to Scientific and
Investigative Techniques. Boca Raton: CRC Press LLC; 2000. p. 181-98
9. Dahlan S. Ilmu Kedokteran Forensik Pedoman Bagi Dokter dan Penegak Hukum.
Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro; 2008. p. 172-76
10. Bowers, Michael C, Recovery and Analysis of Bite bite mark evidence. An
investigator’s Handbook, First Edition, San Diego, USA. Recognition. 2006.
11. Vincent J.M, new De Maio, MD. Gunshot Wounds : Practical Aspect of Firearms,
Ballistics and Forensic Techniques, New York ; CRC Press : 1999.
12. Cyril H Wecht, et al. A Reader’s Digest Book. Crime Scene Investigation: crack the
case with-real experts.The Inquiry Team.London: Elwin Street Limited; 2004. P. 40-
52

1
1

Anda mungkin juga menyukai