Anda di halaman 1dari 3

Pada kesempatan kali ini, kita msih melanjutkan tema kemarin yaitu tentang berbagai

pendekatan dalam studi Islam. Bila kemarin kita mempelajari pendekatan teologis-normatif,
sosiologis dan antropologis, untuk kali ini kita fokus pada pendekatan filosofis, historis dan
psikologis.

Pendekatan Filosofis

Nah, kita awali dengan yang pendekatan filosofis dalam studi Islam. Filsafat seperti yang kita
telah pelajari ialah berpikir secara mendalam, sistematik, radikal, dan universal dalam rangka
mencari inti/hakikat/hikmah mengenai segala sesuatu yang ada. Atau dengan kata lain, pada
intinya filsafat itu ingin menjelaskan tentang inti, hakikat atau hikmah mengenai sesuatu yang
menjadi obyek kajiannya. Nah, dalam kaitannya dengan studi Islam, filsafat dapat dipakai
sebagai pendekatan dalam mengkaji Islam. Ini dimaksudkan agar inti, hakikat, hikmah/makna
dari ajaran agama Islam dapat dimengerti dan dipahami dengan seksama.

Pendekatan filosofis dalam studi Islam ini sangat penting supaya kita dalam beragama tidak
hanya terpaku pada yang bersifat formalistik dari ajaran agama saja. Misalnya, ajaran Islam
mengenai kewajiban puasa pada saat bulan ramadhan sekarang ini. Bagi yang terjebak pada
normatif-formal saja, maka orang yng berpuasa akan menghindari makan minum dan
berhubungan badan bagi suami-istri saja, yang penting secara syariat itu sudah cukup dan
menggugurkan kewajiban. Namun bagi orang yang mau berpikir dan ingin melihat hakikat,
hikmah atau makna yg terkandung dari puasa, maka ia tidak hanya akan menahan makan
minum dan hubungan suami istri saja. Ia pasti akan mencari hikmah dari kewajiban
dilakukannya puasa, misalnya bahwa puasa itu melatih kesabaran, puasa juga mampu
menimbulkan rasa iba atau merasakan penderitaan para fakir miskin yang sehari-hari
kesulitan dalam mencari makan, dan yang paling penting ialah bahwa makna puasa ialah
melatih kita untuk meredam nafsu su’ (nafsu yg jelek) yang merupakan salah satu sumber
dari segala perbuatan tercela manusia.

Contohnya lagi misalnya. Adanya ajaran Islam untuk melaksankan shalat. Bagi seseorang
yang hanya terpaku pada normatif-formalistik dari shalat, maka orang tersebut hanya akan
mengerjakan shalat sesuai rukun-rukunnya saja tanpa melihat makna hikmah dari adanya
kewajiban shalat, maka tidak heran bila saat ramadan seperti sekarang ini, banyak di antara
saudara-saudara kita misalnya dalam melaksanakan shalat tarawih gerakannya menjadi super
cepat, bahkan ada yang viral dalam 20 rakaat shalat terawih itu diselesaikan hanya dalam
waktu 6 menit dan hal semacam ini setiap bulan ramadan pasti menjadi bahan pemberitaan
media. Jadi kalau kita mau berpikir dan merenung, hal semacam itu, sebenarnya olah raga
apa shalat? kalau itu shalat, Bukankah shalat itu merupakan media kita untuk
berdoa/memohon kepada sang Khaliq? Lantas di mana etika berdoa kepada Tuhan bila
gerakannya terlalu cepat?

Lalu tujuan dari shalat ialah dapat menghindarkan seorang hamba dari perbuatan munkar dan
keji, (al ankabut :48), namun kenyataannya orang yng shalat terkadang masih melakukan
perbuatan munkar dan keji, jadi apakah shalat orang berbuat munkar tersebut tidak diterima?
Wa Allahu a’lam, mngkin bisa jadi seperti itu. Nah, inilah pentingnya pendekatan filosofis
dalam dalam studi Islam, sehingga kita mampu menangkap makna/hikmah yang ada dalam
ajaran agama Islam.

Pendekatan Historis

Selanjutnya pendekatan historis atau ilmu sejarah. secara arti ilmu sejarah ialah suatu ilmu
yang di dalamnya dibahas berbagai peristiwa dengan memperhatikan unsur tempat,waktu,
obyek, latar belakang dan pelaku dari peristiwa tersebut. Nah, Dalam memahami Islam,
pendekatan historis atau sejarah juga tak kalah pentingnya, karena kita tahu bahwa agama itu
diturunkan dalam situasi yang konkret dan juga berkaitan dengan kondisi sosial masyarakat.
Dan dalam kitab suci al-Qur’an juga banyak terkandung peristiwa-peristiwa sejarah yang
perlu kita renungkan supaya mengetahui hikmah yang tersembunyi dibaliknya.

Jadi, dengan pendekatan historis ini kita diajak untuk memasuki keadaan yang sebenarnya
berkenaan dengan penerapan suatu peristiwa. Dengan begitu kita dalam memahami ajaran
agama tidak akan keluar dari konteks sejarahnya. Misalnya, terkait dengan adanya hadis yang
melarang perempuan menjadi pemimpin, bahwa bila urusan kepemimpinan suatu kaum akan
rusak bila dipegang oleh perempuan kira-kira bunyi hadisnya seperti itu. Nah, Ini harus dikaji
dengan pendektan sejarah atau asbabul wurudnya, bahwa nabi waktu mengatakan demikian
itu berkaitan dengan kepemimpinan ratu perempuan yang dzalim yang tidak mau memeluk
Islam. Jadi jangan sampai hal tersebut dibuat hukum untuk masyarakat global dengan
melarang perempuan menjadi seorang pemimpin, Karena realitanya kadang hadis ini juga
dipakai untuk kegiatan politik bila lawan politiknya ialah seorang perempuan. Seperti
misalnya yang terjadi di negara kita saat megawati mencalonkan diri sebagai presiden di
pilpres 2004 silam. Jadi hal-hal yang semacam ini dalam ajaran Islam banyak sekali, dan kita
harus mampu mempelajarinya melalui pendekatan historis supaya tidak keluar dari konteks
peristiwa yang melatar belakanginya.
Pendekatan Psikologis

Pendekatan yang selanjtnya ialah Pendekatan psikologis. Psikologi atau yang kita kenal
dengan ilmu jiwa ialah ilmu yang mempelajari jiwa seseorang melalui perilaku yang
dilakukan sehari-hari. Nah, dalam kaitannya dengan studi Islam psikologi sebagai sebuah
disilplin ilmu juga bisa dipakai dalam pendekatan studi Islam. Namun, dalam penggunaan
psikologi ini bukan dimaksudkan mengkaji Islam yang berposisi sebagai ajaran, tapi
digunakan dalam mengkaji Islam yang berposisi sebagai realtisa sosial. Pendekatan psikologi
ini mirip dengan pendekatan sosiologis kemarin yang mana mengkaji Islam yang berposisi
sebagai realitas sosial, bukan sebagai ajaran. Atau dengan kata lain, penggunaan teori-teori
psikologi ini dimaksudkan untuk memahami perilaku sosial keagamaan individu. Misalnya,
kenapa individu yang rajin beribadah/shalat memiliki emosi yang stabil, atau kenapa orang
yang rajin puasa senin kamis misalnya, pembawaanya tenang tidak mudah stress dan lain
sebagainya. Nah, itulah sebabnya kenapa psikologi atau ilmu jiwa ini seringkali banyak
digunakan sebagai alat untuk menjelaskan gejala atau sikap keagamaan seseorang. Demikian
yang dapat saya sampaikan, bila ada pertnyaan bisa ditanyakan di ruang diskusi seperti biasa.

Anda mungkin juga menyukai