PENDAHULUAN
Islam merupakan agama yang sangat komplek. Sehingga dalam
memahaminya pun dibutuhkan cara yang tepat agar dapat tercapai suatu
pemahaman yang utuh tentang Islam. Di Indonesia sejak Islam masuk pertama
kali sampai saat ini telah timbul berbagai macam pemahaman yang berbeda
mengenai Islam. Sehingga dibutuhkanlah penguasaan tentang cara-cara yang
digunakan dalam memahami Islam. Kehadiran agama islam yang dibawa Nabi
Muhammad Saw. Diyakini dapat menjamin terwujudnya kehidupan manusia yang
sejatera lahir dan batin. 1
Di dalamnya terdapat beberapa petunjuk tentang bagaimana seharusnya
manusia itu menyikapi hidup dan kehidupan ini secara bermakna dalam arti yang
seluas-luasnya. Gambaran ajaran islam yang demikian ideal itu pernah dibuktikan
dalam sejarah dan manfaatnya dirasakan oleh seluruh umat islam. Dengan
penyajian yang demikian itu, makalah ini diharukan dapat membantu pembaca
dalam memahami ajaran islam. Dengan demikian mkalah ini menempati posisi
sebagai pengantar yang diharakan dapat menunjukan dengan jelas tentang
bagaimana ajaran islam itu seharusnya dipahami.
Penelitian agama telah dilakukan beberapa abad yang lalu
namun hasil penelitiannya masih dalam bentuk aktual atau
perbuatan saja dan belum dijadikan sebagai sebuah ilmu.
Setelah bertambahnya gejala-gejala agama yang berbentuk
sosial dan budaya, ternyata penelitian dapat dijadikan sebagai
ilmu yang khusus dalam rangka menyelidiki gejala-gejala agama
tersebut.
Perkembangan penelitian agama pada saat ini sangatlah
pesat karena tuntutan-tuntutan kehidupan sosial yang selalu
mengalami
perubahan.
Kajian-kajian
agama
memerlukan
relevansi dari kehidupan sosial berlangsung. Permasalahanpermasalahan seperti inilah yang mendasari perkembangan
penelitian-penelitian agama guna mencari relevansi kehidupan
sosial dan agama.
BAB II
PEMBAHASAN
METODOLOGI PEMAHAMAN ISLAM
Istilah dari metodologi berasal dari bahasa yunani, yakni methodos dan
logos. Methodos berarti cara, kiat, dan seluk beluk yang berkaitan dengan upaya
menyelesaikan sesuatu. Sementara logos berarti ilmu pengetahuan, cakrawala, dan
wawasan. Dengan demikian, metodologi adalah pengetahuan tentang metode atau
cara-cara yan berlaku dalam kajian atau penelitian. Bagaimana
cara kita
pemikiran Ismail Raja al-Faruqi, seorang pemikir palestina yang menetap dan
menjadi guru besar diamerika. Namun, yang penting dariusulan Ismail Raja alfuruqi adalah pemikirannya dalam menegakkan prinsip-prinsip metodologi islam.
A. Kegunaan Metodologi Islam
Islam merupakan agama yang untuk memahaminya secara utuh, harus
dilihat dari berbagai dimensi. Di Indonesia yang terdiri dari berbagai
kebudayan dan berbagai kepentingan, Islam dipahami sesuai dengan
kepentingan masing-masing pihak. Sehingga terkesan bahwa pemahaman
Islam yang terjadi di masyarakat masih bercorak parsial, belum utuh dan belum
pula komprehensif. Dan sekalipun dijumpai adanya pemahaman Islam yang
utuh dan komprehensif, namun hal itu belum tersosialisasikan secara merata ke
seluruh masyarakat.
Oleh karena itu, diperlukan metodologi yang di dalamnya dibahas
mengenai berbagai macam metode yang bisa digunakan dalam studi Islam.
Agar studi Islam dapat tersusun secara sistematik dan disampaikan menurut
prinsip, pendekatan dan metode yang baik dan untuk membuat Islam lebih
responsive dan fungsional dalam memandu perjalanan umat serta menjawab
berbagai masalah yang dihadapi saat ini, diperlukan metode yang dapat
menghasilkan pemahaman Islam yang utuh dan komprehensif. Dalam hal ini,
Mukti Ali pernah mengatakan bahwa metodologi adalah masalah yang sangat
penting dalam pertumbuhan ilmu.
Ibarat akan pergi ke Jakarta dan berangkat dari Yogyakarta, maka
metodologi merupakan kajian atas cara-cara yang bisa digunakan seperti naik
sepeda motor, bus, kereta, ataupun pesawat terbang. Bila dihubungkan dengan
studi Islam, metodologi merupakan kajian tentang metode-metode yang dapat
digunakan untuk melaksanakan studi Islam.
Sejak kedatangan islam pada abad ke 13M hingga saat ini, fenomena
pemahaman keislaman umat islam indonesia masih ditandai oleh keadaan amat
fariatif. Kondisi pehaman keislaman serupa ini barang kali terjadi pula
diberbagai negara lain nya kita tidak tahu persis apakah kondisi demikian itu
merupakan sesuatu yang alami yang harus ditrima sebagai suatu kenyataan
untuk diambil hikmah nya atau diperlukan adanya standar umum yang perlu
diterapkan diberlakukan kepada berbagai paham keagamaan yang fariatif itu,
sehingga walopun keadaan nya amat berfariasi tetapi tidak keluar dari ajaran
yang terkandung dalam Al-Quran dan Al-Sunah serta sejalan dengan data data
historis yang dapat dipertanggung jawabkan keabsahan nya.
Kita misal nya melihat adanya sejumlah orang yang pengetahuan nya
tentang keislaman cukup luas dan medalam, namun tidak terkoordinasi dan
tidak terusun secara sistematik. Hal ini disebabkan karena orang tersebut ketika
menerima ajaran islam tidak sistematik dan tidak terorganisasikan secara baik.
Mereka biasa nya datang dari kalangan ulama yang berlajar ilmu keislaman
secara otodidak atau kepada berbagai guru yang antara satu dan lain nya tidak
pernah saling bertemu dan tidak pula berada dalam suatu acuan yang sama
semacam kurikulum . akbat dari keadaan demikian, maka yang bersangkutan
tidak dapat melihat hubungan yang terdapat dalam berbagai pengetahuan islam
yang dipelajari nya itu, dan karenanya mereka tidak dapat
ditugaskan
keislaman
tersebuat
jelas
tidak
membuat
yang
bersangkutan keluar dari islam yang belum tersusun secara sistematik dan
belum
disampaikan
menurut
prinsip,
pendekatan
dan
metode
yang
kita dapat mengambil contoh yang terjadi pada abad ke emat belas , lima belas
dan enam belas masehi.
B. Pengertian Studi Islam
Studi Islam secara etimologis merupakan terjemahan dari Bahasa Arab
Dirasah Islamiyah. Sedangkan Studi Islam di barat dikenal dengan istilah
Islamic Studies. Maka studi Islam secara harfiah adalah kajian mengenai halhal yang berkaitan dengan Islam. Makna ini sangat umum sehingga perlu ada
spesifikasi pengertian terminologis tentang studi Islam dalam kajian yang
sistematis dan terpadu. Dengan perkataan lain, Studi Islam adalah usaha sadar
dan sistematis untuk mengetahui dan memhami serta membahas secara
mendalam tentang seluk-beluk atau hal-hal yang berhubungan dengan agama
Islam, baik berhubungan dengan ajaran, sejarah maupun praktik-praktik
pelaksanaannya secara nyata dalam kehidupan sehari-hari, sepanjang
sejarahnya.
Studi Islam diarahkan pada kajian keislaman yang mengarah pada tiga
hal: 1) Islam yang bermuara pada ketundukan atau berserah diri, 2) Islam dapat
dimaknai yang mengarah pada keselamatan dunia dan akhirat, sebab ajaran
Islam pada hakikatnya membimbing manusia untuk berbuat kebajikan dan
menjauhi semua larangan, 3) Islam bermuara pada kedamaian.
Usaha mempelajari agama Islam tersebut dalam kenyataannya bukan
hanya dilaksanakan oleh
membahas
pada
pengetahuan
tentang
kekurangan-kekurangandan
inilah yang menjadi sasaran objek studi dari kaum orientalis dalam studi
keislamannya.
Dengan adanya kontak budaya modern dengan budya Islam,
mendorong para Ulama tersebut untuk bersikap objektif dan terbuka terhadap
pandangan luar yang pada gilirannya pendekatan ilmiah yang bersifat rasional
dan objektif pun memasuki dunia Islam, termasuk pula dalam studi keislaman
di kalangan umat Islam sendiri. Maka, dengan menampilkan kajian yang
objektif dan ilmiah, maka ajaran-ajaran Islam yang diklaim sebagai ajaran
universal bisa menjadi berkembang dan menjadi sangat relevan dan dibutuhkan
oleh umat Islam serta betul-betul mampu menjawab tantangan zaman
C. Metode Memahami Islam
Ada beberapa tokoh yang mengemukakan pendapat tentang metode
atau cara memahami Islam, diantaranya:
1. Menurut Nasruddin Razak
Upaya memahami islam secara baik, benar dan kompherensif perlu
diperhatikan hal-hal sebagai berikut:
a)
Islam harus dipelajari dari sumbernya yang asli yaitu Al-Quran dan AsSunnah Rasulullah saw. Kekeliruan memahami Islam, karena orang
hanya mengenalnya dari sebagian ulama yang telah jauh dari bimbingan
Al-Quran dan As-Sunnah, atau melalui pengenalan dari sumber kitabkitab fikih dan tasawuf yang semangatnya sudah tidak sesuai dengan
b)
perkembangan zaman.3
Islam harus dipelajari secara integral, tidak parsial. Artinya dipelajari
secara menyeluruh sebagai satu kesatuan, tidak hanya sebagian saja.
Memahami Islam secara parsial akan membahayakan, menimbulkan
c)
e)
f)
yang
Islam.
2. Menurut Ali Syariati
Ali Syariati lebih lanjut menyatakan, ada berbagai cara dalam
memahami Islam melalui metode perbandingan, yaitu :
a) Mengenal Allah dan membandingkan-Nya dengan sesembahan agamaagama lain.
b) Mempelajari kitab Alquran dan membandingkannya dengan kitab-kitab
ajaran agama lainnya.
c) Mempelajari kepribadian Rasulullah dan membandingkannya dengan
tokoh-tokoh besar pembaruan yang pernah hidup dalam sejarah.
d) Mempelajari tokoh-tokoh Islam terkemuka dan membandingkannya
dengan tokoh-tokoh utama agama maupun aliran-aliran lain.
3. Menurut Mukti Ali
Terdapat metode lain dalam memahami Islam yaitu metode tipologi.
Metode ini oleh banyak ahli sosiologi dianggap objektif, berisi klasifikasi
topik dan tema yang mempunyai tipe yang sama. Terdapat lima aspek atau
ciri dari agama Islam, yaitu:
a. aspek ketuhanan
b. aspek kenabian
c. aspek kitab suci
10
11
ajarannya yang pokok dan asli dari Allah yang di dalamnya belum
terdapat penalaran pemikiran manusia.
Dari beberapa metode diatas kita melihat bahwa metode yang
dapat digunakan untuk memahami Islam secara garis besar adalah
dengan metode Komparasi, yaitu suatu cara memahami agama dengan
membandingkan seluruh aspek yang ada dalam agama Islam tersebut
dengan agama lainnya, dengan demikian akan dihasilkan pemahaman
Islam yang obyektif dan utuh.
Metode ilmiah digunakan untuk memahami Islam yang
terkandung dalam kitab suci. Melalui metode teologis normatif ini
seseorang memulai dari meyakini Islam sebagai agama yang mutlak
benar. Hal ini didasarkan pada alasan, karena agama bersal dari Tuhan,
dan apa yang berasal dari Tuhan Mutlak benar, maka agamapun mutlak
benar. Setelah itu dilanjutkan dengan melihat agama sebagai norma
ajaran yang berkaitan dengan aspek kehidupan manusia yang secara
keseluruhan diyakini amat ideal.
Melalui metode teologi normatif yang tergolong tua usianya ini
dapat dihasilkan keyakinan dan kecintaan yang kuat, kokoh dan militan
pada Islam, sedangkan metode ilmiah yang dinilai sebagai tergolong
muda usianya ini dapat dihasilkan kemampuan menerapkan Islam yang
diyakini dan dicintainya itu dalam kenyataan hidup serta memberi
jawaban terhadap berbagai permasalahan yang dihadapi manusia.5
TEORI-TEORI PENELITIAN AGAMA
A. Penelitian Agama dan Model-modelnya
Penelitian (research) adalah upaya sistematis dan objektif untuk
mempelajari suatu masalah dan menemukan prinsip-prinsip umum. Selain itu,
penelitian juga berarti upaya pengumpulan informasi yang bertujuan untuk
menambah pengetahuan. Pengetahuan manusia tumbuh dan berkembang
5 Didin Saefuddin. Buchori, Metodologi Studi Islam. Cet. I; (Bogor: Granada Sarana
Pustaka, 2005), h. 45
12
13
kultural. Jadi, penelitian agama bukanlah meneliti hakikat agama dalam arti
wahyu, melainkan meneliti manusia yang menghayati, meyakini, dan
memperoleh pengaruh dari agama. Dengan kata lain, penelitian agama
bukan meneliti kebenaran teologi atau filosofi tetapi bagaimana agama itu
ada dalam kebudayaan dan sistem sosial berdasarkan fakta atau realitas
sosial-kultural. Jadi, Ahmad Syafii Mufid dalam Mochtar menyatakan
bahwa kita tidak mempertentangkan antara penelitian agama dengan
penelitian sosial terhadap agama.
Dengan demikian kedudukan penelitian agama adalah sejajar dengan
penelitian-penelitian lainnya, yang membedakannya hanyalah objek kajian
yang ditelitinya. Dengan demikian, agama dalam pengertian yang kedua
menurut Harun Nasution dapat dijadikan sebagai objek penelitian tanpa
harus menggunakan metode khusus yang berbeda dengan metode yang lain.
Jadi pendapat Harun Nasution mengenai penjelasan-penjelasan
tentang ajaran-ajaran yang terdapat dalam kitab-kitab suci oleh para pemuka
atau pakar agama membetuk ajaran agama kelompok kedua bersifat nisbi,
relatif dan dapat dirubah sesuai perkembangan zaman tidak sesuai dengan
ajaran islam, sebagai contohnya Rasulullah menjelaskan tata cara shalat,
sedangkan didalam kitab suci tidak diterangkan tata cara shalat, dan tata
cara shalat ini sendiri bersifat qhati / tidak bisa dirubah. Kalau menurut
Harun Nasution berarti penjelasan-penjelasan Rasulallah tentang tata cara
shalat berarti bersifat nisbi dan dapat dirubah.
B. Penelitian Agama dan Penelitian Keagamaan
Penelitian agama (research on religious) lebih ditekankan pada aspek
pemikiran (thought) dan interaksi sosial. Pada aspek pemikiran, menggunakan
metode filsafat dan ilmu-ilmu humaniora. Sedangkan pada aspek interaksi
sosial, yakni penelitian keagamaan sebagai produk interaksi sosial,
menggunakan pendekatan sosiologi, antropologi, historia atau sejarah sosial
yang biasa berlaku dan sebagainya. Misalnya : penelitian tentang perilaku
jamaah haji di daerah tertentu, hubungan ulama dengan keluarga berencana,
penelitian tentang perilaku ekonomi dalam masyarakat muslim.
14
Muhammad
saw.
merupakan
bukti
bahwa
keinginan
untuk
15
Penelitian tentang sumber ajaran agama yang telah melahirkan disiplin ilmu tafsir
2.
2.
16
pendapat, asas-asas atau hukum hukum mengenai sesuatu yang antara suatu
dan lainnya saling berkaitan, sehuingga membentuk suatu banunan.
Adapun penelitian berasal dari kata teliti yang artinya cermat, seksama,
pemeriksaan yang dilakukan secara saksama dan teliti, dan dapat pula berarti
penyelidikan, tujuan pokok dari kegiatan penelitian ini adalah mencari
kebenaran-kebenaran objektif yang disimpulkan melalui data-data yang
terkumpul. Kebenaran kebenaran objektif yang diperoleh tersebut kemudian
digunakan sebagai dasar atau landasan untuk pembaruan, perkembangan atau
perbaikan dalam masalah-masalah teoritis dan praktis bidang-bidang
pengetahuan yang bersangkutan.
Dengan demikian, penelitian mengandung arti upaya menemukan
jawaban atas sejumlah masalah berdasarkan data-data yang terkumpul.
Berikutnya, sampailah kita kepada pengertian agama. Telah banyak ahli-ahli
ilmu pengetahuan seperti antropologi, psikologi, sosiologi, dan lain-lain yang
mencoba mendefinikan agama. R.R. Maret salah seorang ahli antropologi
Inggris, menyatakan bahwa agama adalah yang paling sulit dari semua
perkataan untuk didefinisikan karena agama adalah menyangkut lebih daripada
hanya pikiran, yaitu perasaan dan kemauan juga, dan dapat memanifestasikan
dari menurut segi-segi emosionalnya walaupun idenya kabur.
Dari
definisi-definisi
tersebut,
Harun
Nasution
selannjutnya
menyebutkan adanya empat unsur penting yang terdapat dalam agama, yaitu:
1.
Unsur kekuatan gaib yang dapat rnengambil bentuk dewa, atau Tuhan, dan
2.
sebagainya.
Unsur keyakinan manusia bahwa kesejahteraannya di dunia ini dan
hidupnya di akhirat nanti amat bergantung kepada adanya hubungan baik
3.
4.
17
18
Islam sebagai agama yang dibawa oleh Muhammad saw sampai saatnya
kini telah melalui berbagai dimensi budaya dan adat-istiadat. Masingmasing
negeri
memiliki
corak
budayanya
masing-masing
dalam
19
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari uraian yang dikemukakan pada pembahasan, dapat dikemukakan
beberapa poin penting sebagai kesimpulan, yaitu:
1. Penelitian agama bukanlah meneliti hakikat agama dalam arti wahyu,
melainkan meneliti manusia yang menghayati, meyakini, dan memperoleh
pengaruh dari agama. Dengan kata lain, penelitian agama bukan meneliti
kebenaran teologi atau filosofi tetapi bagaimana agama itu ada dalam
20
masalah
berdasarkan data-data
permasalahan-permasalahan keagamaan.
B. Saran
Demikian makalah yang dapat kami susun, tentunya masih banyak
kekurangan dan kelemahannya, kerena terbatasnya pengetahuan dan kurangnya
rujukan atau referensi yang ada hubungannya dengan judul makalah ini.
Penulis banyak berharap para pembaca mau memberikan kritik dan saran yang
membangun kepada penulis demi sempurnanya makalah ini dan penulisan
makalah di kesempatan-kesempatan berikutnya. Semoga makalah ini berguna
bagi penulis pada khususnya, juga para pembaca pada umumnya.
DAFTAR PUSTAKA
Nata, Abuddin. Metodologi Studi Islam. 2012. Jakarta: Rajawali Pers.
Ali, A. Mukti. Metode Memahami Agama Islam. 1991. Jakarta:
Bulan Bintang.
Buchori, Didin Saefuddin. Metodologi Studi Islam. Cet. I; 2005.
Bogor: Granada Sarana Pustaka.
M. Yatimin, Abdullah. Studi Ilmu Kontemporer, 2006. Jakarta: Amzah.
21
22