Anda di halaman 1dari 6

Makalah Metodologi Memahami Islam 2

BAB I
PENDAHULUAN

Dikalangan para ahli masih terdapat perdebatan disekitar permasalahan apakah studi islam (agama)
dapat dimasukkan ke dalam bidang ilmu pengetahuan, mengingat sifat dan karakteristik antara ilmu
pengetahuan dan agama berbeda. Pembahasan disekitar  permasalahan ini banyak dikemukakan
oleh para pemikir islam belakangan ini.

Pada dataran normativitas studi islam agaknya masih banyak terbebani misi keagamaan yang
bersifat memihak, romantic, dan apologis sehingga pada kadar muatan analisis, kritis, metodologis,
historis, historis, empiris, terutama dalam menelaah teks-teks atau naskah-naskah keagamaan
produk sejarah terdahulu kurang begitu ditonjolkan, kecuali dalam lingkungan para peneliti tertentu
yang masih sangat terbatas.[1]

Perbedaan dalam melihat Islam yang demikian itu dapat menimbulkan perbedaan dalam
menjelaskan Islam itu sendiri. Ketika Islam dilihat dari segi normative, maka Islam merupakan agama
yang didalamnya berisi ajaran Tuhan yang berkaitan dengan urusan akidah dan muamalah.
Sedangakan ketika Islam dilihat dari segi historis atau sebagaimana yang nampak dalam masyarakat,
maka Islam tampil sebagai disiplin ilmu (Islamic studies).[2]

Dengan alasan tersebut, maka dalam makalah ini kami membahas bagaimanakah “Ragam Metode
dalam Memahami Islam II” sebagai lanjutan dari ragam metode memahami islam I, dan bagaimana
metode ajaran agama islam di Indonesia yang bertujuan untuk dapat memahami Islam.

BAB II
PEMBAHASAN

A.    RAGAM METODE DALAM MEMAHAMI ISLAM II

Mempelajari maupun memahami islam banyak sekali metode yang digunakan. Disini akan dibahas
beberapa metode dalam memahami islam diantaranya:

1.      Metode Diakronis
Yaitu suatu metode untuk mempelajari Islam menurut aspek sejarah. Metode ini kemungkinan
adanya study tentang berbagai penemuan dan pengembangan Ilmu pengetahuan. Lebih lanjut umat
Islam  mampu menelaah kejadian sejarah dan mengetahui lahirnya tiap komponen, bagian, sitem
dan supra sistem ajaran Islam.

Metode ini disebut juga metode sosiohistoris yakni suatu metode pemahaman terhadap suatu
kepercayaan, sejarah atau kejadian dengan melihatnya sebagai suatu kenyataan yang mempunyai
kesatuan yang mutlak dengan waktu, tempat, kebudayaan, sejarah/kejadiaan itu muncul.[3]

2.      Metode Sinkronis (Analitis)

Sutau metode mempelajari Islam yang memberikan kemampuan analitis/teoritis yang sangat
berguna bagi perkembangan keimanan dan mental/intelek umat Islam. Metode ini tidak hanya
mengutamakan segi aplikatif praktis, akan tetapi juga telah teoritis.

Metode ini menggunakan asumsi dasar sebagai berikut :

a.       Islam adalah agama wahyu Illahi yang berlainan dengan kebudayaan

Sebagai hasil dari cipta dan rasa manusia (Qs. Al-Najm : 3-4)

b.      Islam adalah yang sempurna dan diatas segala-galanya ( QS. Al-Maidah : 3)

c.       Wajib bagi umat Islam untuk mengajak pada amr makruf dan nahi munkar. (QS. Ali Imron :
104)

d.      Wajib bagi umat Islam untuk mengajak orang lain ke jalan Allah dengan jalan yang hikmah dan
penuh kebijaksanaan. (QS. An-Nahl : 125)

e.       Wajib bagi umat Islam untuk menyampaikan risalah Islam kepada orang.

f.       Wajib bagi sebagian umat Islam untuk memperdalam ajaran Islam.[4]

3.      Metode problem solving (Hili al-Musykilat)

Metode ini mempelajari Islam yang mengajak pemeluknya untuk berlatih menghadapi berbagai
masalah dari suatu cabang ilmu pengetahuan dengan solusinya, metode ini merupakan cara
pengausaan ketrampilan daripada perkembangan pemikiran umat Islam mungkin hanya terbatas
pada kerangka yang sudah tetap dan akhirnya bersifat mekanistis.[5]

4.      Metode Emperis (Tajribiyah)

Suatu metode mempelajari Islam yang memungkinkan Umat Islam mempelajari ajarannya melalui
proses aktualisasi dan internalisasi norma – norma dan kaidah Islam dengan suatu proses aplikasi
yang menimbulkan suatu interaksi sosial, kemudian secara deskriptif proses interaksi dapat
dirumuskan dalam suatu sistem norma baru.

Metode problem solving dan metode empiris menggunakan asumsi dasar sebagai berikut :

a.       Norma (ketentuan ) kebajikan dan kemungkaran selalu ada dan diterangkan dalam Islam (Q.S.
Ali Imran : 104)
b.      Ajaran Islam merupakan jalan untuk menuju ridla Allah SWT (Q.S. Al-Fath : 29).

c.       Ajaran Islam merupakan risalah atau pedoman hidup di dunia dan akhirat (Q.S. Al-Syura : 13).

d.      Ajaran Islam sebagai sumber ilmu pengetahuan (Q.S. Al-Baqarah :120 dan Al-Taubah :122)[6]

5.      Metode Deduktif ( Al-Manhaj Al Istinbathiyah )

Suatu metode mamahami Islam dengan cara menyusun kaidah – kaidah secara logis dan filosofis dan
selanjutnya kaidah tersebut diaplikasikan untuk menentukan masalah – masalah yang dihadapi.
Metode ini dipakai untuk sarana meng-istimbatkan hukum syara` dan kaidah itu benar – benar
bersifat penentu dalam masalah furu’ tanpa menghiraukan sesuai tidaknya dengan madzhabnya.
Metode ini dikenal dengan metode mutakallimin atau metode syafi`iyah.[7]

6.      Metode Induktif (al – Manhaj al-Istiqraiyah)

Suatu metode memahami Islam dengan cara menyusun kaidah – kaidah hukum untuk diterapkan
kepada masalah – masalah furu` yang disesuaikan dengan madzhabnya terlebih dahulu.

Metode pengkajiannya dimulai dari masalah – masalah khusus , lalu dianalisis, kemudian disusun
kaidah hukum dengan catatan setelah terlebih dahulu disesuaikan dengan madzhabnya.[8]

Sedangkan menurut Ali Anwar Yusuf dalam bukunya Studi Agama Islam, terdapat tiga metode dalam
memahami agama Islam , yaitu:

1.      Metode Filosofis

Filsafat adalah suatu cabang ilmu pengetahuan yang membahas segala sesuatu dengan tujuan untuk
memperoleh pengetahuan sedalam-dalamnya sejauh jangkauan kemampuan akal manusia,
kemudian berusaha untuk sampai kepada kesimpulan-kesimpulan yang universal dengan meneliti
akar permasalahannya. Memahami Islam melalui pendekatan filosofis ini, seseorang tidak akan
terjebak pada pengalaman agama yang bersifat formalistik, yakni mengamalkan agama dengan tidak
memiliki makna apa-apa atau kosong tanpa arti. Namun bukan pula menafikan atau menyepelekan
bentuk ibadah formal, tetapi ketika dia melaksanakan ibadah formal disertai dengan penjiwaan dan
penghayatan terhadap maksud dan tujuan melaksanakan ibadah tersebut.

2.       Metode Historis

Metode historis ini sangat diperlukan untuk memahami Islam, karena Islam itu sendiri turun dalam
situasi yang konkret bahkan sangat berhubungan dengan kondisi sosial kemasyarakatan. Melalui
metode sejarah, seseorang diajak untuk memasuki keadaan yang sebenarnya dan hubungannya
dengan terjadinya suatu peristiwa.

3.      Metode Teologi
Metode teologi dalam memahami Islam dapat diartikan sebagai upaya memahami Islam dengan
menggunakan kerangka ilmu ketuhanan yang bertolak dari satu keyakinan. Bentuk metode ini
selanjutnya berkaitan dengan pendekatan normatif, yaitu suatu pendekatan yang memandang Islam
dari segi ajarannya yang pokok dan asli dari Allah yang di dalamnya belum terdapat penalaran
pemikiran manusia.[9]

B.     Metode Pemahaman Ajaran Islam di Indonesia

Masyarakat indonesia yang pluralistik dalam bidang agamanya sangat menunggu-nunggu hasil
kajian-kajian keilmuan dan penelitian-penelitian dalam bidang agama serta pemikiran-pemikiran
keagamaan yang bersifat positif-konstruktif untuk menopang keterlibatan bersama seluruh pengikut
agama-agama di tanah air dalam membina dan memupuk Kerukunan hidup antar umat beragama.

Seiring dengan pemekaran wilayah pemahaman dan penghayatan keagaman, yang diantara lain
disebabkan oleh transparanya sekat-sekat budaya sebagai akibat luapan arus informasi dalam era
IPTEK, masyarakat Indonesia pada khususnya dan masyarakat dunia pada umumnya, membutuhkan
masukan-masukan dari kajian-kajian keagamaan yang segar yang tidak lagi selalu bersifat “teologis-
normatif”, tetapi juga menginginkan masukan-masukan dari kajian keaagamaan yang bersifat
historis-kritis.

Posisi mayoritas umat Islam di Negara kesatuan Republik Indonesia, dalam hubungannya dengan
persoalan pluralitas agama, memang sangat unik. Pengalaman umat Islam Indonesia secara kolektif
dalam hubungannya dengan penghayatan pluralitas agama ini juga tidak dapat dihayati oleh umt
Islam Turki dengan menganut paham kenegaraan sekuler. Predikat “sekuler” disini memang tidak
mempunnyai konotasi dengan pluralitas agama seperti yang dihayati oleh umat Islalm Indonesia.
Dengan memperhatikan kondisi obyektif masyarakat Indonesia yang begitu majemuk
keberagamaannya serta politik di luar negeri, studi agama di Indonesia terasa sangat urgen dann
mendesak untuk dikembangkan.

Kerukunan umat beragama yang selama ini berjalan dan dinikmati oleh masyarakat Indonesia
memang sudah menjadi telaah, bahkan kekaguman, bagi para pengamat luar negeri. Kerukunan
umat beragama di Indonesia telah berjalan wajar meskipun belum dilandasi dengan studi agama
yang bersifat akademik-kritis. Di Indonesia kerukunan umat beragama tidak boleh dilepaskan dari
peran pemerintah menciptakan situasi yang kondusif untuk kerukunan hidup beragama-bandingkan
dengan program pemerintah. Departemen agama, untuk menggalang dan membina tiga kerukunan:
“kerukunan umat beragama dengan pemerintah, kerukunan antar umat beragama, dan kerukunan
antar intern umat beragam”.[10]

Dalam keberagamaan umat islam Indonesia ajaran-ajaran sedikit banyak telah kehilangan nilai
kearabannya. Dengan demikian, menjadikan wajah islam Indonesia berbeda dengan wajah islam di
dunia manapun. Selain karena faktor kelonggaran atau keterbukaan, beberapa faktor lain juga turut
mendukung tersebarnya islam secara luas dikalangan masyarakat di Indonesia.[11]

BAB III

PENUTUP

            SIMPULAN

1.      Beberapa metode dalam memahami islam diantaranya:

a.       Metode Diakronis

b.      Metode Sinkronis (Analitis)

c.       Metode problem solving (Hili al-Musykilat)

d.      Metode Emperis (Tajribiyah)

e.       Metode Deduktif ( Al-Manhaj Al Istinbathiyah )

f.       Metode Induktif (al – Manhaj al-Istiqraiyah)

Sedangkan menurut Ali Anwar Yusuf dalam bukunya Studi Agama Islam, terdapat tiga metode dalam
memahami agama Islam , yaitu:

a.       Metode Filosofis

b.      Metode Historis

c.       Metode Teologi

2.      Diharapkan masyarakat Indonesia pada khususnya dan masyarakat dunia pada umumnya,
membutuhkan masukan-masukan dari kajian-kajian keagamaan yang segar yang tidak lagi selalu
bersifat “teologis-normatif”, tetapi juga menginginkan masukan-masukan dari kajian keaagamaan
yang bersifat historis-kritis.
DAFTAR PUSTAKA

Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam, Jakarta, Raja Grafindo, 2000.

Ajid Tohir, Studi Kawasan Dunia Islam, Rajawali Pers,  Jakarta, 2009.

Ali Anwar Yusuf,  Studi Agama Islam untuk Perguruan Tinggi Umum, CV Pustaka Setia, Bandung,
2003.

Amin Abdullah, Studi Agama Normativitas Atau Historisitas, Yogyakarta, 1996.

Muhaimin MA,dkk, Kawasan Dan Wawasan Study Islam, Prenada Media, Jakarta, 2005.

Anda mungkin juga menyukai