Kematian Yesus seringkali dikaitan dengan usaha terselubung dari bebrapa pemimpin di
Israel saat itu, yang karena kepentingan kekuasaan mereka bersengkokol membunuh Yesus. Kisah
sengsara Yesus dan kematian Yesus menjadi pusat dari awal penyusunan Injil. Ada empat kisah
sengsara Yesus di dalam empat Injil, yaitu kisah sengsara menurut Matius, Markus, Lukas dan
Yohanes. Kisah sengsara yang termuat di dalam empat Injil tidak pertama-tama dimaksudkan
sebagai laporan pandangan mata tentang apa yang sebenarnya terjadi. Kisah sengsara ditulis untuk
mewartakan makna sengsara dan wafat Yesus bagi jemaat beriman yang dilandasi oleh kenyataan
historis, yaitu bahwa Yesus sungguh-sungguh menderita sengsara dan wafat di kayu salib.
Ada beberapa hal yang melatarbelakangi kematian Yesus, yaitu menjelang penangkapan,
pengadilan dan penyaliban Yesus.
1. Perayaan Paskah
Perayaan Paskah merupakan pesta bangsa Israel untuk memperingati peristiwa
pembebasan bangsa Israel dari Mesir. Perayaan ini berlangsung selama tujuh hari karena
disatukan dengan hari raya roti tak beragi. Bangsa Israel menghayati peristiwa pembebasan dari
Mesir sebagai keterlibatan Allah dalam hidup mereka. Pada perayaan Paskah seluruh rakyat
terlibat dengancara berziarah ke Yerusalem. Maka, Yerusalem dipadati oleh rakyat yang akan
merayakan Paskah.
Dalam rangka perayaan Paskah Yahudi tersebut, Yesus dan murid-muridNya juga pergi
ke Yerusalem. Dalam situasi Paskah Yahudi itulah, terjadi peristiwa besar yang menimpa Yesus.
Ia ditangkap, diadili, dan disalibkan. Pengadilan dan penyaliban Yesus diwarnai oleh berbagai
isu yang berkembang pada waktu itu.
Pewartaan Yesus tentang Kerajaan Allah dan pernyataan diriNya sebagai Mesias dapat
menumbuhkan harapan bangsa Yahudi akan datangnya Mesias. Harapan dapat mendorong
orang-orang tertentu untuk memberontak. Dengan demikian, tindakan Yesus dapat
menumbuhkembangkan pemberontakan untuk membebaskan Palestina dari penjajahan Romawi,
seperti yang dilakukan oleh orang-orang Zelot.
Hal itulah yang dijadikan permasalahan oleh pemuka agama Yahudi untuk menghukum
Yesus dan menghadapkanNya pada Pontius Pilatus. Dalam peristiwa penangkapan dan
pengadilan terhadap Yesus, pasukan Romawi diperalat oleh para pemuka agama untuk
menangkap Yesus dengan tuduhan akan memberontak.
Akhirnya, seluruh Mahkamah Agung menolah Yesus. Dengan suara bulat, mereka memutuskan
untuk menjatuhkan hukumam mati terhadap Yesus. Imam Besar, imam-imam kepala, begitu juga kaum
tua-tua Yahudi menolak Yesus dan menghendaki agar Yesus dihukum mati. Kayafas sebagai Imam
Besar berkata, “Adalah lebih berguna jika satu orang mati untuk seluruh bangsa” (Yoh 18:14). Hanya
saja mereka tidak memiliki wewenang itu, sehingga mereka membawa Yesus kepada Pontius Pilatus
untuk menghukum mati Yesus. Akhirnya atas desakan orang-orang Yahudi, Yesus dijatuhi hukuman
mati. Murid-murid dan teman-teman Yesus tidak ada yang membela Yesus, mereka semua
meninggalkan Yesus dan membiarkanNya dihukum mati di salib. Menurut keyakinan orang Yahudi,
orang yang mati disalib adalah orang yang terkutuk, orang yang dibuang oleh Allah sendiri. Hukuman
mati di salib lebih dari sekedar mencabut nyawa. Mati di kayu salib berarti dibuang oleh bangsanya dan
dikutuk oleh Allah, sehingga mayat orang yang terhukum harus segera dikuburkan, karena dianggap
mengotori dan menajiskan tanah yang diberikan oleh Allah.
“Kristus telah mati karena dosa-dosa kita” (1 Kor 15:3). Yesus mati untuk kepentingan kita.
Wafat Yesus telah mempersatukan kita kembali dengan Allah. Rekonsiliasi antara kita dengan
Allah telah terjadi berkat kematian Yesus di salib.
C. Kebangkitan Yesus
Kisah sengsara dan wafat Yesus hanya memiliki arti bagi keselamatan manusia, karena
dilihat dalam terang kebangkitan. Kebangkitan Kristus merupakan inti iman Kristiani. Santo Paulus
menegaskan, “Andaikata Kristus tidak dibangkitkan, maka sia-sialah pemberitaan kami dan sia-
sialah juga kepercayaan kamu” (1 Kor 15:14). Dalam Kitab Suci, khususnya Injil, kebangkitan
Yesus diwartakan melalui dua cara, yaitu kisah “kubur kosong” dan melalui “penampakan-
penampakan”.
1. Kubur Kosong
Cerita-cerita tentang kubur kosong tidak dimaksudkan untuk membuktikan kebangkitan
Yesus. Menurut Markus 16:8, makam kosong tidak menimbulkan kepercayaan para wanita yang
menyaksikannya, sebaliknya menimbulkan rasa takut. Memang, makam kosong tidak sama
dengan kebangkitan. Makan kosong pada dasarnya adalah ambivalen (kebimbangan) dan tidak
berkata apa-apa tentang bagaimana dan karena apa makam menjadi kosong. Jenazah memang
lenyap, tetapi karena apa?
Orang dapat memberikan bermacam-macam tafsiran terhadap kosongnya makam. Itulah
sebabnya diperlukan penjelasan. Makam kosong bukanlah bukti kebangkitan Yesus, melainkan
suatu pengandaian. Makam kosong baru mempunyai arti bagi orang yang sudah percaya. Bagi
orang yang sudah percaya kepada Kristus, makam kosong merupakan tanda bahwa ada yang
lebih bermakna daripda sekedar kosongnya makam. Hal yang hendak ditandakan dengan makam
kosong adalah kebangkitan Yesus sebagai misteri penyelamatan. Makam kosong juga berarti,
jangan mencari Dia (Kristus) yang hidup di antara orang mati (Luk 24:5). Makam itu terbuka,
artinya dukacita dan kegelapan maut sudah diganti oleh sukacita dan terang kebangkitan. Bagi
orang yang percaya makam kosong juga berarti bahwa jenazah Yesus tidak dicuri atau diambil
oleh manusia dan bahwa Yesus tidak kembali lagi kepada suatu kehidupan duniawi seperti
Lazarus, tetapi kehidupan yang mulia.
2. Penampakan-penampakan Yesus
Cerita penampakan Yesus menyatakan kegembiraan Paskah. Maria Magdalena
menyangka Yesus yang menyapanya adalah penunggu taman, tetapi setelah disapa, “Maria” ia
langsung mengenalNya (Yoh 20:15-16). Kepada para wanita, Yesus memberi salam secara biasa
dan tenang saja “Salam bagimu” (Mat 28:9). Ia berjalan bersama dua orang murid yang dalam
perjalanan ke Emaus (Luk 24:15). Di Yerusalem, Ia berdiri ditengah-tengah muridNya,
menghembusi mereka, makan bersama dan berkata “Damai sejahtera bagi kamu” (Luk 24:36,
41-43). Di Galilea, Ia menampakan diri di atas bukit dan mengutus para murid (Mat 28:16-29)
dan masih banyak lain.
PAK dan Budi Pekerti X |7
Yesus tidak menjadi kelihatan bagi sembarang orang. Ia hanya kelihatan bagi orang-orang yang
sebelumnya sudah bersikap percaya kepada Yesus. Kedua, bahwa penampakan itu juga rahmat
dan karunia dari Allah. Sikap terbuka saja belum cukup untuk dapat melihat Yesus. Orang itu
juga harus menjadi orang pilihan Allah. Ia harus sudah ditentukan oleh Allah untuk melihat
Yesus dan menjadi saksi kebangkitanNya (bdk. Kis 10:4).
4) Melalui Jabatan
Petrus diangkat oleh Yesus dengan menerima jabatan kegembalaan dan kuasa apostolik
untuk mengampuni dosa. Tuhan yang telah bangkit tetap hadir di tengah-tengah umatNya
melalui jabatan yang diterima Petrus dan diteruskan hingga sekarang kepada seorang paus.
Tidak setiap orang dapat mengalami kehadiran Yesus, sebab untuk mengenal dan mengakui
kehadiran Yesus diperlukan iman. Para murid Emaus mengenal Yesus ketika mereka mulai
membuka hati bagi sabdaNya. Bukan mata kepala, melainkan mata iman yang menyebabkan
pengenalan yang sebenarnya. Bahkan Thomas yang “tidak percaya” sebetulnya seorang yang
bersedia menyerahkan diri kepada Kristus. Maksud cerita tentang penampakan kepada Thomas
ialah setiap orang yang menyerahkan diri kepada Yesus boleh merasa pasti dan yakin tentang
kehadiranNya, meskipun ia tidak melihat Yesus. Thomas mengakui jauh lebih baik daripada yang
dapat dilihat oleh mata kepalanya. Sedangkan, orang yang tidak bersedia untuk percaya tidak akan
mengenal Yesus, sekalipun mendapat penampakan dariNya. Itulah sebabnya Yesus tidak
menampakkan diri kepada kaum Farisi, Pilatus, Kayafas, atau seluruh rakyat.