Anda di halaman 1dari 16

1.1.

SURVAI DAN PENYELIDIKAN LAPANGAN

1.1.1. SURVAI TOPOGRAFI

LingkupPekerjaan
Lingkup Pekerjaan Pengukuran Topografi untuk perencanaan jalan terdiri dari
beberapa bagian pekerjaan yaitu :
a. Persiapan
b. Pemasangan Patok, Bench mark (BM) dan Control Point (CP).
c. Pekerjaan perintisan untuk pengukuran
d. Pekerjaan pengukuran yang terdiri dari :
 Pengukuran titik kontrol horizontal (Polygon) dan vertikal (Waterpass)
 Pengukuran situasi/detail
 Pengukuran penampang memanjang dan melintang
 Pengukuran-pengukuran khusus

PengukuranTitikKontrol Horizontal
Metodologi Pengukuran Titik Kontrol Horizontal dilaksanakan sebagai berikut :
 Pengukuran titik kontrol dilakukan dalam bentuk poligon
 Sisi poligon atau jarak antar titik poligon maksimal 100m, diukur dengan pegas ukur
(meteran) atau alat ukur jarak elektronis
 Patok-patok untuk titik-titik poligon adalah patok kayu, sedang patok-patok untuk
titik ikat adalah patok dari beton
 Sudut-sudut poligon diukur dengan alat ukur Theodolith dengan ketelitian dalam
secon (yang mudah/umum dipakai adalah Theodolith jenis T2 Wild Zeis atau yang
setingkatan)
 Ketelitian untuk poligon adalah sebagai berikut :
 Kesalahan sudut yang diperbolehkan adalah 10” akar jumlah titik poligon
 Kesalahan azimuth pengontrol tidak lebih dari 5”
 Pengamatan matahari dilakukan pada titik awal proyek pada setiap jarak 5 Km
(kurang lebih 60 titik poligon) serta pada titik akhir pengukuran.
 Setiap pengamatan matahari dilakukan dalam 4 seri rangkap (4 biasa dan 4 luar biasa)
Pengukuran Titik Kontrol Vertikal
Metodologi Pengukuran Titik Kontrol Vertikal dilaksanakan sebagai berikut :
 Jenis alat yang dipergunakan untuk pengukuran ketinggian adalah Waterpass Orde II
 Untuk pengukuran ketinggian dilakukan dengan double stand dilakukan 2 kali berdiri
alat
 Batas ketelitian tidak boleh lebih besar dari 10 akar D mm. Dimana D adalah panjang
pengukuran (Km) dalam 1 (satu) hari
 Rambu ukur yang dipakai harus dalam keadaan baik dalam arti pembagian skala jelas
dan sama
 Setiap pengukuran dilakukan pembacaan rangkap 3 (tiga) benang dalam satuan
milimeter
 Benang Atas (BA), Benang Tengah (BT) dan Benang Bawah (BB), Kontol
pembacaan : 2BT = BA + BB
 Referensi levelling menggunakan referensi lokal

PengukuranSituasi
Metodologi Pengukuran Situasi dilaksanakan sebagai berikut :
 Pengukuran situasi dilakukan dengan sistem tachymetri
 Ketelitian alat yang dipakai adalah 30” (sejenis dengan Theodolith T0)
 Pengukuran situasi daerah sepanjang rencana jalan harus mencakup semua
keterangan-keterangan yang ada didaerah sepanjang rencana jalan tersebut
 Untuk tempat-tempat jembatan atau perpotongan dengan jalan lain pengukuran harus
diperluas (lihat pengukuran khusus)
 Tempat-tempat sumber mineral jalan yang terdapat disekitar jalur jalan perlu diberi
tanda diatas peta dan difoto (jenis dan lokasi material)

Pengukuran Penampang Memanjang dan Melintang


Pengukuran penampang memanjang dan melintang dimaksudkan untuk menentukan
volume penggalian dan penimbunan. Metodologi pengukuran dilaksanakan sebagai
berikut :
1. Pengukuran Penampang Memanjang
 Pengukuran penampang memanjang dilakukan sepanjang sumbu rencana jalan
 Peralatan yang dipakai untuk pengukuran penampang sama dengan yang dipakai
untuk pengukuran titik kontrol vertikal
2. Pengukuran Penampang Melintang
 Pengukuran penampang melintang pada daerah yang datar dan landai dibuat
setiap 50 m dan pada daerah-daerah tikungan/ pegunungan setiap 25 m
 Lebar pengukuran penampang melintang 100 m ke kiri-kanan as jalan
 Khusus untuk perpotongan dengan sungai dilakukan dengan ketentuan khusus
(lihat pengukuran khusus)
 Peralatan yang dipergunakan untuk pengukuran penampang melintang sama
dengan yang dipakai pengukuran situasi

PemasanganPatok
Untuk Pemasangan Patok Pengukuran dilapangan dilaksanakan sebagai berikut :
 Patok-patok dibuat dengan ukuran 10 x 10 x 75 cm dan harus dipasang setiap 1 Km
dan pada perpotongan rencana jalan dengan sungai (2 buah seberang menyeberang).
Patok beton tersebut ditanam kedalam tanah dengan kedalaman 15 cm
 Baik patok-patok beton maupun patok-patok poligon diberi tanda BM dan nomor
urut.
 Untuk memudahkan pencarian patok pada pohon-pohon disekitar patok diberi cat
atau pita atau tanda-tanda tertentu.
 Baik patok poligon maupun patok profil diberi tanda cat kuning dengan tulisan hitam
yang diletakkan disebelah kiri kearah jalannya pengukuran.

1.1.2. SURVEY GEOTEKNIK

LingkupPekerjaan
Lingkup Pekerjaan Survey Geoteknik untuk perencanaan jalan meliputi :
 Pengambilan contah tanah dan Test Pit.
 Pemeriksaan lokasi sumber material
 Penyelidikan tanah dengan tes DCP

Metodologi
1. Penyelidikan Test Pit
Penyelidikan Test Pit dilakukan pada setiap jenis satuan tanah atau setiap 1 Km yang
berbeda dengan kedalaman 1-2 meter. Pada setiap lokasi Test Pit dilakukan
pengamatan deskripsi struktur dan jenis tanah, juga dilakukan pengambilan sampel
tanah baik contoh tanah terganggu maupun tidak terganggu yang akan diselidiki di
Laboratorium.
2. Pemeriksaan Lokasi Sumber Material
Tujuan pemeriksaan ini adalah untuk mengetahui informasi mengenai bahan-bahan
perkerasan yang dapat dipakai untuk pelaksanaan pekerjaan
3. Pemeriksaan dengan Tes DCP
Tujuan pemeriksaan ini adalah untuk menentukan nilai CBR lapisan tanah dasar yang
dilakukan pada bagian ruas jalan yang belum diaspal atau telah mengalami kerusakan
parah. Pemeriksaan dilakukan sebagai berikut :
 Pemeriksaan dilakukan dalam interval 200 m
 Pemeriksaan dilakukan pada sumbu jalan dan permukaan tanah lapisan dasar
 Pemeriksaan dilakukan hingga kedalaman 90 cm dari permukaan lapisan tanah
dasar kecuali bila dijumpai lapisan tanah yang sangat keras.
 Selama pemeriksaan dicatat kondisi khusus, seperti cuaca, drainase, timbunan,
waktu dan sebagainya

Semua data yang diperoleh dicatat dalam formulir pemeriksaan DCP Test.

1.2. ANALISIS DATA

1.2.1. PENGUKURAN DAN PEMETAAN TOPOGRAFI


Analisis data lapangan (perhitungan sementara) akan segera dilakukan selama Team
Survai masih berada di lapangan, sehingga apabila terjadi kesalahan dapat segera
dilakukan pengukuran ulang. Setelah data hasil perhitungan sementara memenuhi
persyaratan toleransi yang ditetapkan dalam Spesifikasi teknis selanjutnya akan
dilakukan perhitungan data defenitif kerangka dasar pemetaan dengan menggunakan
metode perataan kuadrat terkecil.
1. Perhitungan Poligon
Kriteria toleransi pengukuran poligon kontrol horizontal yang ditetapkan dalam
spesifikasi teknis adalah koreksi sudut antara dua kontrol azimuth = 20". Koreksi
setiap titik poligon maksimum 10" atau salah penutup sudut maksimum 30"  n
dimana n adalah jumlah titik poligon pada setiap kring. Salah penutup koordinat
maksimum 1 : 2.000. Berdasarkan kriteria toleransi diatas, proses analisis perhitungan
sementara poligon akan dilakukan menggunakan metode Bowdith dengan prosedur
sebagai berikut:
Salah penutupsudut:
n
fs = 
i=1
s1 - (n + 2) x 180 0 < 30" n

n
fs = 
i=1
s1 - (n + 2) x 180 0 < 30" n

Salah penutupkoordinat:
n
fd = 
i=1
d1 - < - 1 : 2000

Dalam hal ini:


n n
fd = 
i=1
(d 1 . sin i ) 2 + 
i=1
(d 1 . Cos i ) 2
0
= + S i  180

dimana: S : sudut ukuran poligon


d : jarak ukuran poligon
i : nomor titik poligon ( i = 1,2,3, ..... n )

Proses perhitungan data definitif hasil pengukuran poligon kerangka kontrol


horizontal akan dilakukan dengan metode perataan kuadrat terkecil parameter. Prinsip
dasar perataan cara parameter adalah setiap data ukur poligon (sudut dan jarak)
disusun sebagai fungsi dari parameter koordinat yang akan dicari. Formula perataan
poligon cara parameter dalam bentuk matriks adala sebagai berikut :
V = AX-L

X = [ AT .P.A ]-1 . [ AT .P.L ]


X = X° + X
Dimana : V : matrikkoreksipengukuran
A : matrikkoefisienpengukuran
X : matrikkoreksi parameter
L : matrikresidupersamaanpengukuran
X° : matrik harga pendekatan parameter koordinat
X : matrik harga koordinat defeinitif
P : matrik harga bobot pengukuran
2. Perhitungan Waterpass
Kriteria teknis pengukuran waterpass yang ditetapkan dalam spesifikasi teknis yakni
tiap seksi yang diukur pulang-pergi mempunyai ketelitian 10 mm  D (D = panjang
seksi dalam km). Berdasarkan kriteria tersrbut dapat diformulasikan cara analisis data
ukur waterpass pada setiap kring sebagai berikut :
n
fh = h i < 10 mm D
i =1
dimana: fh : salah penutupbedatinggitiapkringwaterpass
n : beda tinggi ukuran
i : nomor slag pengukuran waterpass ( i = 1,2,3....n )
Setelah dianalisis keseluruhan data waterpass kerangka kontrol vertikal memenuhi
persyaratan toleransi akan dilakukan proses perhitungan definitif dengan
menggunakan metode kuadrat terkecil seperti pada poligon.
3. Perhitungan Azimuth Matahari
Formula perhitungan Azimuth arah dengan metode pengamatan tinggi matahari
adalah sebagai berikut :

sin δ−sinh*sin ϕ
sin A=
cosh*cos ϕ

α = A±S
dimana : A : azimutmatahari
 : azimutke target
S : sudut horizontal antaramatahari dan target
 : deklinasi
h : tinggi matahari
 : lintang tempat pengamatan.

Apabila hasil perhitungan data pengamatan matahari tersebut tidak memenuhi kriteria
ketelitian 5" yang ditetapkan dalam spesifikasi teknis, maka akan dilakukan
pengamatan ulang.

Perhitungan dan Penggambaran topografi secara garis besar mengikuti kaidah-kaidahnya


antara lain :
1. Perhitungan koordinat poligon utama didasarkan pada titik-titik ikat yang
dipergunakan.
2. Penggambaran titik-titik poligon akan didasarkan pada hasil perhitungan koordinat.
Penggambaran titik-titik poligon tersebut tidak boleh secara grafis.
3. Gambar ukur yang berupa gambar situasi akan digambar pada kertas milimeter
dengan skala 1: 1.000 dan interval kontur 1 m.
4. Ketinggian titik detail akan tercantum dalam gambar ukur begitu pula semua
keterangan-keterangan yang penting.

Titik ikat atau titik mati serta titik-titik baru akan dimasukkan dalam gambar dengan diberi tanda
khusus. Ketinggian titik tersebut perlu juga dicantumkan.

1.2.2. ANALISA KERUSAKAN JALAN


Analisis dan evaluasi data yang diperoleh dari penyelidikan tanah dan sumber
material akan dilakukan analisis laboratorium.
Analisis Laboratorium Mekanika Tanah dipakai untuk mengetahui sifat-sifat teknis tanah,
khususnya tanah lunak. Evaluasi hasil penyelidikan lapangan dan analisis laboratorium
selanjutnya digunakan untuk mengetahui penyebaran dan sifat-sifat teknis tanah.
Berdasarkan hal tersebut dapat ditentukan parameter desain untuk perhitungan daya
dukung pondasi dan kestabilan tanggul saluran maupun tanggul banjir. Semua
penyelidikan di laboratorium dilakukan menurut prosedur ASTM dengan beberapa
modifikasi yang disesuaikan dengan keadaan di lapangan.
Contoh Tanah Terganggu (Disturbed Sample)
Penyelidikan terhadap contoh tanah terganggu yang diambil dari lubang uji meliputi:
1. Berat Jenis Tanah
2. Atterberg Limits (Consistency)
3. Gradasi Butiran.
4. Percobaan pemadatan (Compaction test)
5. Uji konsolidasi (Consolidation test)
6. Uji gayageserlangsung ( Direct shear test ).
7. Uji CBR Laboratorium
Pengaruh Alihan Lalu Lintas (Traffic Diversion)
Untuk analisis lalu lintas pada ruas jalan yang didesain harus diperhatikan faktor alihan
lalu lintas yang didasarkan pada analisis secara jaringan dengan memperhitungkan
proyeksi peningkatan kapasitas ruas jalan yang ada atau pembangunan ruas jalan baru
dalam jaringan tersebut, dan pengaruhnya terhadap volume lalu lintas dan beban terhadap
ruas jalan yang didesain.
Faktor Distribusi Lajur dan Kapasitas Lajur
Faktor distribusi lajur untuk kendaraan niaga (truk dan bus) ditetapkan dalam Tabel 4.2.
Kapasitas pada lajur desain tidak boleh melampaui kapasitas lajur selama umur rencana.
Kapasitas lajur mengacu kepada Permen PU No.19/PRT/M/2011 mengenai Persyaratan
Teknis Jalan dan Kriteria Perencanaan Teknis Jalan berkaitan Rasio Volume Kapasitas
(RVK) yang harus dipenuhi.
1.3. PERENCANAAN JALAN

Perencanaan jalan direncanakan sedemikian rupa sehingga memenuhi persyaratan baik


dari segi teknis maupun ekonomis. Adapun tahapan dalam perencanaan jalan tersebut meliputi:
1. Perencanaan geometrik jalan
2. Perencanaan tebal perkerasan
1.3.1. PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN
Alinyemen Horizontal
Alinemen horizontal harus ditentukan sebaik-baiknya dan harus dihindari dari pengaruh
tergenangnya jalan oleh air serta pekerjaan galian atau timbunan yang berlebihan, dan hal
lain yang perlu dipertimbangkan adalah apabila dikemudian hari akan dilakukan
perubahan alinemen horizontal maupun vertikal tidak terlalu sulit dan dengan biaya yang
murah.

1. Jari-Jari Lengkung Minimum


Jari-jari lengkung minimum akan ditentukan berdasarkan kemiringan tikungan
maksimum dan koefisien gesekan melintang maksimum dengan rumus sebagai
berikut:

( V 2)
R=
127 ( f +i )
dimana : R : jari-jari minimum, m
V : kecepatan rencana, km/jam
f : koefisien gesekan samping
i : superelevasi, %
Jari-jari minimum untuk kecepatan rencana yang bersangkutan yang ditunjuk-kan
dalam tabel dibawah ini ditentukan dengan nilai ‘f’ yang direkomendasi-kan berkisar
antara 0,14 sampai dengan 0,17.
Harus diingat bahwa jari-jari tersebut di atas bukanlah bukanlah harga jari-jari yang
diinginkan tetapi merupakan nilai kritis untuk kenyamanan mengemudi dan
keselamatan. Dan perlu diperhatikan bila suatu tikungan yang tajam harus diusahakan
untuk jalan yang lurus dan diadakan perubahan bertahap.

2. Panjang Jari-Jari Minimum


Untuk menjamin kelancaran mengemudi, tikungan harus cukup panjang sehingga
diperlukan waktu 6 detik atau lebih untuk melintasinya. Untuk menghitung panjang
jari-jari lengkung minimum digunakan rumus sebagai berikut :

L=t*v
dimana : L : panjang jari-jari, m
t : waktu tempuh, detik = 6 dtk.
v : kecepatan rencana, m/dtk

3. Pelebaran pada Tikungan


Jalan kendaraan pada tikungan perlu diperlebar untuk menyesuaikan dengan lintasan
lengkung yang ditempuh kendaraan. Nilai pelebaran yang ditunjukkan pada Tabel
berikut didasarkan atas pengelompokan jalan raya. Di sini kendaraan rencana adalah
semitrailer untuk Kelas 1 dan truk unit tunggal untuk Kelas 2, Kelas 3 dan Kelas 4.

4. Kemiringan Melintang
Untuk drainase permukaan, jalan dengan alinemen lurus membutuhkan kemiringan
melintang normal 3 % untuk aspal beton atau perkerasan beton dan 3,0 – 5,0 % untuk
perkerasan macadam atau jenis perkerasan lainnya dan jalan batu kerikil.

Jari-jari Lengkungan R (m) Pelebaran


per lajur (m)
Kelas 1 Kelas 1, 2, 3
280 > 150 160 > 90 0.25
150 > 100 90 > 60 0.50
100 > 70 60 > 45 0.75
70 > 50 45 > 32 1.00
32 > 26 1.25
1.50
26 > 21
1.75
21 > 19
2.00
19 > 16
2.25
16 > 15

Tabel 2.2. Pelebaran Jari-Jari

5. Superelevasi
Nilai superelevasi yang tinggi mengurangi gaya geser ke samping dan menjadikan
pengemudi pada tikungan lebih nyaman. Tetapi, batas praktis berlaku untuk itu.
Ketika bergerak perlahan mengintari suatu tikungan dengan superelevasi tinggi, maka
bekerja gaya negatiff ke samping dan kendaraan dipertahankan pada lintasan yang
tepat hanya jika pengemudi mengemudikannya ke sebelah atas lereng atau
berlawanan dengan arah lengkung mendatar. Nilai pendekatan untuk tingkat
superelevasi maksimum adalah 8 %.

6. Pencapaian Kemiringan
Ada 2 metode untuk pencapaian kemiringan (gambar 2.2.). Umumnya, (a-1) atau (b-
1) lebih disukai daripada (a-2) atau (b-2).
Pencapaian kemiringan harus dipasang, di dalam lengkung peralihan. Bilamana tidak
dipasang lengkung peralihan, pencapaian kemiringan harus dipasang sebelum dan
sesudah lengkung tersebut.

(a-1) (b-1)

A B’ A B’
B B
A’ A’ C1 C2

B’
(a-2) (b-2)
A B
B’
A
B
A’ C1 C2

(a) jalan 2 lajur (b) jalan 4 lajur

Gambar 2.1. Pencapaian Kemiringan

7. Lengkung Peralihan
Lengkung peralihan dipasang pada bagian awal, di ujung dan di titik balik pada
lengkungan untuk menjamin perubahan yang tidak mendadak jari-jari lengkung,
superelevasi dan pelebaran tikungan. Lengkung peralihan juga membantu penampilan
alinemen. Lengkung clothoide umumnya dipakai untuk lengkung peralihan. Guna
menjamin kelancaran mengemudi, panjang lengkung peralihan yang ditunjukkan
pada tabel dibawah adalah setara dengan waktu tempuh 3 detik, panjang lengkung
peralihan ini dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
L=v*t
=( v/3,6 )∗t

dimana : L : panjang minimum lengkung peralihan, m


v : kecapatan rencana, km/jam
t : waktu tempuh 3,0 detik
8. Tikungan Gabungan dan Tikungan Balik
Tikungan gabungan adalah gabungan tikungan dengan putaran yang sama dengan
jari-jari yang berlainan yang bersambungan langsung (lihat gambar dibawah).
Sedangkan tikungan balik adalah gabungan tikungan dengan putaran yang berbeda
dan bersambung langsung

R1
R1 R2 R1

R3

R1 R2 R2

Gambar Gambar
TIKUNGAN GABUNGAN TIKUNGAN BALIK

Gambar 2.2. Tikungan Gabungan dan Tikungan Balik

Dalam hal perbedaan jari-jari pada lengkung yang berdampingan tidak melampaui
1:1,5 maka lengkung bisa dihubungkan langsung hingga membentuk lengkung seperti
gambat di atas. Keadaan ini tidak dikehendaki, karena pengemudi mungkin mendapat
kesulitan, paling tidak akan mengurangi kenyamanan dalam mengemudi. Pada
prinsipnya lengkung peralihan harus dipasang titik balik (lihat gambar dibawah ini).
Suatu garis lurus yang dipasang pada titik balik untuk pencapaian kemiringan dapat
membantu lengkung gabungan.
Gambar 2.3. Titik Sambung Tikungan Gabungan dan Tikungan Balik

9. Jarak Pandang Henti


Jarak pandang henti juga merupakan hal yang menonjol untuk keamanan dan
kenyamanan mengemudi, meskipun sebaiknya panjangnya diambil lebih besar. Jarak
pandang henti disetiap titik sepanjang jalan raya sekurang-kurangnya harus
memenuhi jarak yang diperlukan oleh rata-rata pengemudi atau kendaraan untuk
berhenti.
Jarak pandang henti adalah jumlah dua jarak, jarak yang dilintasi kendaraan sejak saat
pengemudi melihat suatu benda yang menyebabkan ia harus berhenti sampai saat rem
diinjak dan jarak yang dibutuhkan untuk menghentikan kendaraan sejak saat
penggunaan rem dimulai.
Untuk menghitung jarak pandang henti tersebut didekati dengan rumus sebagai
berikut:

( )
2
V
D= ( )
V
3,6
∗t +
3,6
2*g*f

dimana: D : jarakpandanghenti minimum, m


V : kecepatanrencana, km/jam
t : waktutanggap 2,50 detik
g : kecepatan garvitasi = 9,80 m/det2
f : koefesien gesekan membujur = 0,3 sampai 0,4
E : ruang bebas samping (lihat gambar)
AlinYemen Vertikal
Alinemen Vertikal harus ditentukan sebaik-baiknya dan harus dihindari dari pengaruh
tergenangnya jalan oleh air serta pekerjaan galian atau timbunan yang berlebihan, dan hal
lain yang perlu dipertimbangkan adalah apabila dikemudian hari akan dilakukan
perubahan alinemen horizontal maupun vertikal tidak terlalu sulit dan dengan biaya yang
murah.

a. Kelandaian
Walaupun hampir semua mobil penumpang dapat mengatasi kelandaian 8 sampai 9%
tanpa kehilangan kecepatan yang berarti, tetapi pada kendaraan truk akan kelihatan
dengan nyata. Untuk menentukan kelandaian maksimum, kemampuan menanjak
sebuah truk bermuatan maupun biaya konstruksi harus diperhitungkan.
Kelandaian maksimum mutlak ditetapkan 4 % lebih tinggi daripada nilai maksimum
standar.
Suatu batas untuk panjang kelandaian yang melebihi maksimum standar, ditandai
bahwa kecepatan sebuah truk bermuatan penuh akan lebih rendah dari separuh
kecepatan rencana atau untuk jika persneling ‘rendah’ terpaksa harus dipakai.
Keadaan kritis demikian tidak boleh berlangsung terlalu lama. Untuk menentukan
panjang kritis pada suatu kelandaian menggunakan tabel dibawah ini:
KECEPATAN RENCANA, KM/JAM
80 60 40
5 %, 500 m 6 %, 500 m 8 % , 420 m
6 %, 500 m 7 %, 500 m 9 % , 340 m
7 %, 500 m 8 %, 420 m 10 %, 250 m
8 % , 500 m 9 %, 340 m 11 %, 250 m

Tabel 2.3. Panjang Kritis Suatu Kelandaian

b. Lengkung Vertikal
Untuk menyerap guncangan dan jarak pandang henti, lengkung vertikal harus
disediakan pada setiap lokasi yang ada perubahan kelandaiannya. Lengkung vertikal
biasanya diberikan sebagai lengkung parabola sederhana, yang ukurannya ditentukan
oleh panjangnya, tepatnya panjang lengkung harus sama dengan panjang A-B-C,
namun secara praktis lengkung tersebut begitu datar sehingga panjang A-B-C sama
dengan jarak datar A-B (lihat gambar).

Jarak Pandangan

C
A B
i1

i2
Panjang Lengkung Vertikal Cembung

i1
i2
Jarak Pandangan
A B
C

Panjang Lengkung Vertikal Cekung

Gambar 2.4. Panjang Lengkung Vertikal

Rumus yang digunakan untuk menghitung Panjang Lengkung Vertikal Cembung


adalah sebagai berikut:

Lvc =D2∗ ( 398Δ )


dimana : Lvc : panjang lengkung vertikal cembung, m
D : jarak pandang henti, m
 : perbedaan aljabar untuk kelandaian, i1 - i2, %
Sedangkan rumus untuk menghitung Panjang Lengkung Vertikal Cekung adalah
sebagai berikut:

Lvs =V 2∗ (360Δ )
dimana: Lvs : panjang lengkung vertikal cekung, m
V : laju kecepatan rencana, km/jam
 : perbedaan aljabar untuk kelandaian, i1 – i2, %

Anda mungkin juga menyukai