LingkupPekerjaan
Lingkup Pekerjaan Pengukuran Topografi untuk perencanaan jalan terdiri dari
beberapa bagian pekerjaan yaitu :
a. Persiapan
b. Pemasangan Patok, Bench mark (BM) dan Control Point (CP).
c. Pekerjaan perintisan untuk pengukuran
d. Pekerjaan pengukuran yang terdiri dari :
Pengukuran titik kontrol horizontal (Polygon) dan vertikal (Waterpass)
Pengukuran situasi/detail
Pengukuran penampang memanjang dan melintang
Pengukuran-pengukuran khusus
PengukuranTitikKontrol Horizontal
Metodologi Pengukuran Titik Kontrol Horizontal dilaksanakan sebagai berikut :
Pengukuran titik kontrol dilakukan dalam bentuk poligon
Sisi poligon atau jarak antar titik poligon maksimal 100m, diukur dengan pegas ukur
(meteran) atau alat ukur jarak elektronis
Patok-patok untuk titik-titik poligon adalah patok kayu, sedang patok-patok untuk
titik ikat adalah patok dari beton
Sudut-sudut poligon diukur dengan alat ukur Theodolith dengan ketelitian dalam
secon (yang mudah/umum dipakai adalah Theodolith jenis T2 Wild Zeis atau yang
setingkatan)
Ketelitian untuk poligon adalah sebagai berikut :
Kesalahan sudut yang diperbolehkan adalah 10” akar jumlah titik poligon
Kesalahan azimuth pengontrol tidak lebih dari 5”
Pengamatan matahari dilakukan pada titik awal proyek pada setiap jarak 5 Km
(kurang lebih 60 titik poligon) serta pada titik akhir pengukuran.
Setiap pengamatan matahari dilakukan dalam 4 seri rangkap (4 biasa dan 4 luar biasa)
Pengukuran Titik Kontrol Vertikal
Metodologi Pengukuran Titik Kontrol Vertikal dilaksanakan sebagai berikut :
Jenis alat yang dipergunakan untuk pengukuran ketinggian adalah Waterpass Orde II
Untuk pengukuran ketinggian dilakukan dengan double stand dilakukan 2 kali berdiri
alat
Batas ketelitian tidak boleh lebih besar dari 10 akar D mm. Dimana D adalah panjang
pengukuran (Km) dalam 1 (satu) hari
Rambu ukur yang dipakai harus dalam keadaan baik dalam arti pembagian skala jelas
dan sama
Setiap pengukuran dilakukan pembacaan rangkap 3 (tiga) benang dalam satuan
milimeter
Benang Atas (BA), Benang Tengah (BT) dan Benang Bawah (BB), Kontol
pembacaan : 2BT = BA + BB
Referensi levelling menggunakan referensi lokal
PengukuranSituasi
Metodologi Pengukuran Situasi dilaksanakan sebagai berikut :
Pengukuran situasi dilakukan dengan sistem tachymetri
Ketelitian alat yang dipakai adalah 30” (sejenis dengan Theodolith T0)
Pengukuran situasi daerah sepanjang rencana jalan harus mencakup semua
keterangan-keterangan yang ada didaerah sepanjang rencana jalan tersebut
Untuk tempat-tempat jembatan atau perpotongan dengan jalan lain pengukuran harus
diperluas (lihat pengukuran khusus)
Tempat-tempat sumber mineral jalan yang terdapat disekitar jalur jalan perlu diberi
tanda diatas peta dan difoto (jenis dan lokasi material)
PemasanganPatok
Untuk Pemasangan Patok Pengukuran dilapangan dilaksanakan sebagai berikut :
Patok-patok dibuat dengan ukuran 10 x 10 x 75 cm dan harus dipasang setiap 1 Km
dan pada perpotongan rencana jalan dengan sungai (2 buah seberang menyeberang).
Patok beton tersebut ditanam kedalam tanah dengan kedalaman 15 cm
Baik patok-patok beton maupun patok-patok poligon diberi tanda BM dan nomor
urut.
Untuk memudahkan pencarian patok pada pohon-pohon disekitar patok diberi cat
atau pita atau tanda-tanda tertentu.
Baik patok poligon maupun patok profil diberi tanda cat kuning dengan tulisan hitam
yang diletakkan disebelah kiri kearah jalannya pengukuran.
LingkupPekerjaan
Lingkup Pekerjaan Survey Geoteknik untuk perencanaan jalan meliputi :
Pengambilan contah tanah dan Test Pit.
Pemeriksaan lokasi sumber material
Penyelidikan tanah dengan tes DCP
Metodologi
1. Penyelidikan Test Pit
Penyelidikan Test Pit dilakukan pada setiap jenis satuan tanah atau setiap 1 Km yang
berbeda dengan kedalaman 1-2 meter. Pada setiap lokasi Test Pit dilakukan
pengamatan deskripsi struktur dan jenis tanah, juga dilakukan pengambilan sampel
tanah baik contoh tanah terganggu maupun tidak terganggu yang akan diselidiki di
Laboratorium.
2. Pemeriksaan Lokasi Sumber Material
Tujuan pemeriksaan ini adalah untuk mengetahui informasi mengenai bahan-bahan
perkerasan yang dapat dipakai untuk pelaksanaan pekerjaan
3. Pemeriksaan dengan Tes DCP
Tujuan pemeriksaan ini adalah untuk menentukan nilai CBR lapisan tanah dasar yang
dilakukan pada bagian ruas jalan yang belum diaspal atau telah mengalami kerusakan
parah. Pemeriksaan dilakukan sebagai berikut :
Pemeriksaan dilakukan dalam interval 200 m
Pemeriksaan dilakukan pada sumbu jalan dan permukaan tanah lapisan dasar
Pemeriksaan dilakukan hingga kedalaman 90 cm dari permukaan lapisan tanah
dasar kecuali bila dijumpai lapisan tanah yang sangat keras.
Selama pemeriksaan dicatat kondisi khusus, seperti cuaca, drainase, timbunan,
waktu dan sebagainya
Semua data yang diperoleh dicatat dalam formulir pemeriksaan DCP Test.
n
fs =
i=1
s1 - (n + 2) x 180 0 < 30" n
Salah penutupkoordinat:
n
fd =
i=1
d1 - < - 1 : 2000
sin δ−sinh*sin ϕ
sin A=
cosh*cos ϕ
α = A±S
dimana : A : azimutmatahari
: azimutke target
S : sudut horizontal antaramatahari dan target
: deklinasi
h : tinggi matahari
: lintang tempat pengamatan.
Apabila hasil perhitungan data pengamatan matahari tersebut tidak memenuhi kriteria
ketelitian 5" yang ditetapkan dalam spesifikasi teknis, maka akan dilakukan
pengamatan ulang.
Titik ikat atau titik mati serta titik-titik baru akan dimasukkan dalam gambar dengan diberi tanda
khusus. Ketinggian titik tersebut perlu juga dicantumkan.
( V 2)
R=
127 ( f +i )
dimana : R : jari-jari minimum, m
V : kecepatan rencana, km/jam
f : koefisien gesekan samping
i : superelevasi, %
Jari-jari minimum untuk kecepatan rencana yang bersangkutan yang ditunjuk-kan
dalam tabel dibawah ini ditentukan dengan nilai ‘f’ yang direkomendasi-kan berkisar
antara 0,14 sampai dengan 0,17.
Harus diingat bahwa jari-jari tersebut di atas bukanlah bukanlah harga jari-jari yang
diinginkan tetapi merupakan nilai kritis untuk kenyamanan mengemudi dan
keselamatan. Dan perlu diperhatikan bila suatu tikungan yang tajam harus diusahakan
untuk jalan yang lurus dan diadakan perubahan bertahap.
L=t*v
dimana : L : panjang jari-jari, m
t : waktu tempuh, detik = 6 dtk.
v : kecepatan rencana, m/dtk
4. Kemiringan Melintang
Untuk drainase permukaan, jalan dengan alinemen lurus membutuhkan kemiringan
melintang normal 3 % untuk aspal beton atau perkerasan beton dan 3,0 – 5,0 % untuk
perkerasan macadam atau jenis perkerasan lainnya dan jalan batu kerikil.
5. Superelevasi
Nilai superelevasi yang tinggi mengurangi gaya geser ke samping dan menjadikan
pengemudi pada tikungan lebih nyaman. Tetapi, batas praktis berlaku untuk itu.
Ketika bergerak perlahan mengintari suatu tikungan dengan superelevasi tinggi, maka
bekerja gaya negatiff ke samping dan kendaraan dipertahankan pada lintasan yang
tepat hanya jika pengemudi mengemudikannya ke sebelah atas lereng atau
berlawanan dengan arah lengkung mendatar. Nilai pendekatan untuk tingkat
superelevasi maksimum adalah 8 %.
6. Pencapaian Kemiringan
Ada 2 metode untuk pencapaian kemiringan (gambar 2.2.). Umumnya, (a-1) atau (b-
1) lebih disukai daripada (a-2) atau (b-2).
Pencapaian kemiringan harus dipasang, di dalam lengkung peralihan. Bilamana tidak
dipasang lengkung peralihan, pencapaian kemiringan harus dipasang sebelum dan
sesudah lengkung tersebut.
(a-1) (b-1)
A B’ A B’
B B
A’ A’ C1 C2
B’
(a-2) (b-2)
A B
B’
A
B
A’ C1 C2
7. Lengkung Peralihan
Lengkung peralihan dipasang pada bagian awal, di ujung dan di titik balik pada
lengkungan untuk menjamin perubahan yang tidak mendadak jari-jari lengkung,
superelevasi dan pelebaran tikungan. Lengkung peralihan juga membantu penampilan
alinemen. Lengkung clothoide umumnya dipakai untuk lengkung peralihan. Guna
menjamin kelancaran mengemudi, panjang lengkung peralihan yang ditunjukkan
pada tabel dibawah adalah setara dengan waktu tempuh 3 detik, panjang lengkung
peralihan ini dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
L=v*t
=( v/3,6 )∗t
R1
R1 R2 R1
R3
R1 R2 R2
Gambar Gambar
TIKUNGAN GABUNGAN TIKUNGAN BALIK
Dalam hal perbedaan jari-jari pada lengkung yang berdampingan tidak melampaui
1:1,5 maka lengkung bisa dihubungkan langsung hingga membentuk lengkung seperti
gambat di atas. Keadaan ini tidak dikehendaki, karena pengemudi mungkin mendapat
kesulitan, paling tidak akan mengurangi kenyamanan dalam mengemudi. Pada
prinsipnya lengkung peralihan harus dipasang titik balik (lihat gambar dibawah ini).
Suatu garis lurus yang dipasang pada titik balik untuk pencapaian kemiringan dapat
membantu lengkung gabungan.
Gambar 2.3. Titik Sambung Tikungan Gabungan dan Tikungan Balik
( )
2
V
D= ( )
V
3,6
∗t +
3,6
2*g*f
a. Kelandaian
Walaupun hampir semua mobil penumpang dapat mengatasi kelandaian 8 sampai 9%
tanpa kehilangan kecepatan yang berarti, tetapi pada kendaraan truk akan kelihatan
dengan nyata. Untuk menentukan kelandaian maksimum, kemampuan menanjak
sebuah truk bermuatan maupun biaya konstruksi harus diperhitungkan.
Kelandaian maksimum mutlak ditetapkan 4 % lebih tinggi daripada nilai maksimum
standar.
Suatu batas untuk panjang kelandaian yang melebihi maksimum standar, ditandai
bahwa kecepatan sebuah truk bermuatan penuh akan lebih rendah dari separuh
kecepatan rencana atau untuk jika persneling ‘rendah’ terpaksa harus dipakai.
Keadaan kritis demikian tidak boleh berlangsung terlalu lama. Untuk menentukan
panjang kritis pada suatu kelandaian menggunakan tabel dibawah ini:
KECEPATAN RENCANA, KM/JAM
80 60 40
5 %, 500 m 6 %, 500 m 8 % , 420 m
6 %, 500 m 7 %, 500 m 9 % , 340 m
7 %, 500 m 8 %, 420 m 10 %, 250 m
8 % , 500 m 9 %, 340 m 11 %, 250 m
b. Lengkung Vertikal
Untuk menyerap guncangan dan jarak pandang henti, lengkung vertikal harus
disediakan pada setiap lokasi yang ada perubahan kelandaiannya. Lengkung vertikal
biasanya diberikan sebagai lengkung parabola sederhana, yang ukurannya ditentukan
oleh panjangnya, tepatnya panjang lengkung harus sama dengan panjang A-B-C,
namun secara praktis lengkung tersebut begitu datar sehingga panjang A-B-C sama
dengan jarak datar A-B (lihat gambar).
Jarak Pandangan
C
A B
i1
i2
Panjang Lengkung Vertikal Cembung
i1
i2
Jarak Pandangan
A B
C
Lvs =V 2∗ (360Δ )
dimana: Lvs : panjang lengkung vertikal cekung, m
V : laju kecepatan rencana, km/jam
: perbedaan aljabar untuk kelandaian, i1 – i2, %