Disusun Oleh:
UNIVERSITAS PEKALONGAN
2021
EMERGENCY MANAGEMENT OF MAJOR BURN PRE-HOSPITAL APPROACH
AND PATIENT TRANSFER
I. Pendahuluan
A. Pre-Hospital
1. Selamatkan korban dari gedung atau tempat kebakaran: Segera evakuasi korban
dari sumber api ke tempat yang aman, Pos Lapangan pada musibah massal. Jangan
biarkan korban lari, karena hal tersebut hanya akan membuat nyala api pada badan
korban bertambah besar. Korban harus tidur terlentang atau telungkup dengan sisi
yang terbakar pada bagian atas untuk mencegah penjalaran api ke bagian tubuh
yang tidak terbakar.
2. Bila area terlalu berasap dan berapi. Penolong harus mengikatkan tali pada
pingganggnya sehingga penolong lain dapat menolong dengan menariknya bila
keadaan berbahaya. Penolong diharuskan merayap guna mencegah terhirupnya gas
toksik. Selain itu jarak pandang terasa lebih baik bila penolong jalan merayap
karena gas, asap, dan api cenderung bergerak ke atas. Selain itu penolong juga
diharuskan bernapas dengan masker, minimal saputangan basah untuk menyaring
gas, karbon, dan partikel toksik lainnya. Korban yang diketemukan harus dicurigai
mengalami trauma inhalasi, setelah korban di-evakuasi sebaiknya diposisikan
duduk atau setengah duduk serta memperoleh siplemen oksigen 100% bila tersedia
3. Hentikan api dengan cepat. Menghentikan proses kebakaran merupakan hal utama
untuk mencegah kerusakan jaringan tubuh korban yang lebih lanjut. Siram air
dalam jumlah yang banyak pada korban untuk menghentikan nyala api. Dapat juga
dengan air mengalir ataupun selang PDAM. Hindari menyiram air dengan tekanan
tinggi pada area wajah karena hal tersebut selain dapat menyebabkan nyeri juga
menimbulkan trauma lanjut pada mata. Tanggalkan pakaian yang terbakar. Bila air
tidak tersedia, gunakan zat cair lain yang tidak mudah terbakar. Segera setelah itu
selimuti korban dengan kain katun (misal kain kebaya, batik) sampai tempat
rujukan. Hindari penggunaan nylon atau kain yang mudah terbakar. Penggunaan
alat pemadam api sangat bermanfaat. Jangan menggunakan pasir atau lumpur
untuk menghentikan api pada tubuh korban. Jangan mengguling-gulingkan korban
untuk mencegah agar api tidak menjalar ke bagian tubuh yang sebelumnya tidak
cedera serta mencegah cedera lainnya.
4. Bila korban tidak mampu berjalan atau tidak sadar seperti sering terjadi pada
trauma inhalasi di dalam ruang tertutup, posisikan korban telentang dengan kedua
extremitas atas direntangkan ke samping dan ke atas kepala, lalu evakuasi korban
ke luar ruangan dengan mengangkat.
5. Dinginkan luka bakar. Langkah pertama penatalaksanaan luka bakar setelah korban
berhasil di-evakuasi adalah menghentikan proses pemanasan jaringan tubuh
korban. Hal ini dapat dilakukan di Pos Lapangan pada musibah massal atau
ditempat kejadian sebelum dilakukan transportasi ke IGD terdekat. Lepaskan
pakaian ataupun perhiasan yang menempel pada badan korban segera setelah api
padam. Lelehan material di atas luka bakar sebaiknya dibiarkan. Segala perhiasan
logam segera dilepaskan karena dapat mempertahanan panas. Cincin sebaiknya
segera ditanggalkan sebelum terjadi edema pada jari. Penghentian proses panas
dengan air mengalir hanya efektif pada 10 menit pertama. Pada penderita anak-
anak, bayi, dan dewasa dengan luas luka bakar >25%, hindari pendinginan dengan
air mengalir dalam waktu yang lama. Jangan menggunakan es atau air es karena
selain dapat menyebabkan mati rasa maka hal tersebut memicu vasokonstriksi yang
dapat menyebabkan kerusakan jaringan lebih lanjut serta hipotermia. Setelah
semua tersebut dikerjakan segera tutup luka bakar dengan kain kering dan bersih.
6. Jangan memecah bula, jangan mengoleskan obat-obatan topikal apapun. Walaupun
hal tersebut masih cukup kontroversi, sebaiknya bula biarkan utuh pre-hospital
hingga korban ditangani oleh dokter spesialis di- IGD Rumah Sakit terdekat.
Mengoles obat topikal akan mengacaukan pemeriksaan klinis luka bakar yang akan
dilakukan berikutnya.
7. Segera minta pertolongan medis. Hubungi tim medis terdekat pada saat
memberikan pertolongan pertama. Upayakan agar korban selalu didampingi oleh
tim medis bila harus dirujuk.
Circulation: hati2 korban luka bakar yang luas seringkali diketumukan dalam
kondisi shock hipovolemia, sesegera mungkin pasang double infus dan diguyur cairan
kristaloid bila diperhitungkan untuk transportasi memerlukan waktu lebih dari 30 menit ;
Enviroment: lepas pakaian korban yang terbakar, ganti dengan selimut, waspada
hipotermia, lepaskan benda logam yang dipakai misal: arloji, cincin, kalung.
The American Burn Association menetapkan kriteria rekomendasi korban perlu ditransfer
ke-Rumah Sakit yang memiliki fasiltas perawatan khusus, Burn Center. Untuk kondisi
dinegeri kita adalah Rumah Sakit Tipe A yang ada dokter ahli Bedah Plastik. Kriteria
tersebut adalah sebagai berikut:
1. Luka bakar minimal 20% dari total permukaan tubuh untuk pasien segala usia,
atau 10% dari total permukaan tubuh untuk anak dibawah 10 tahun atau dewasa
diatas 50 tahun.
2. Luka bakar tingkat tiga yg mencakup total permukaan tubuh lebih dari 5%
3. Luka bakar tingkat dua atau tingkat tiga yg melibatkan daerah kritis (seperti:
tangan, kaki, wajah, perineum, alat kelamin, atau sendi utama ekstremitas.
4. Luka bakar yang berhubungan dengan trauma inhalasi
5. Luka bakar akibat sengatan listrik atau petir
6. Luka bakar berat yang komplikasi dengan trauma lain. Bila cedera traumanya
lebih berbahaya dari luka bakarnya, maka sebaiknya pasien dikirimkan ke trauma
center terlebih dahulu
7. Penyakit pasien yang mempersulit penanganan luka bakar
8. Luka bakar akibat bahan kimia dari kosmetika yg membahayakan fungsi organ
9. Luka bakar melingkar pada kaki dan tangan.
Anak yang mengalami luka bakar harus dibawa ke Rumah Sakit yg memiliki
personil dan peralatan untuk merawat luka bakar anak-anak (Pediatric Burn Cases), paling
tidak ke Rumah Sakit yang memiliki fasilitas khusus (Burn Center). Apabila luka bakar
tersebut merupakan akibat dari penyiksaan yang disengaja, maka pasien membutuhkan
bantuan rehabilitasi yang lama dan melibatkan Psikiater Anak. Korban luka bakar jarang
yang segera meninggal karena panas yang dideritanya, melainkan kebanyakan karena
trauma atau permasalahan saluran nafas. Oleh karena itu, primary survey yang cepat harus
dilakukan untuk memeriksa terutama ABC-nya. Masalah apapun yang ditemukan dalam
primary survey harus segera dibereskan. Jika tidak maka kondisi pasien akan dapat
menurun sewaktu-waktu; oleh karena itu ABC harus dievaluasi terus menerus.
D. Resusitasi Cairan
Resusitasi cairan tidak perlu dilakukan pra-hospital jika pasien bisa mencapai
Rumah Sakit dalam waktu kurang dari 30 menit. Bika mungkin dimulai dengan
menggunakan cairan hangat. Akses vena boleh dimasukkan melalui kulit yg terbakar jika
tidak ada bagian kulit yang tidak terbakar dan bila memungkinkan difiksasi dengan
jahitan. Jika akses IV tidak memungkinkan, metoda akses interosea bisa dilakukan bila
peralatan ada. Hal ini penting karena luka bakar yang meluas melebihi 15% dari
permukaan tubuh pasien mungkin akan menimbulkan shock sebagai akibat dari
hipovolemia. Cidera mikrovaskular yang disebabkan oleh luka bakar akan mengakibatkan
naiknya permeabilitas vaskular dengan terjadinya edema yang disebabkan oleh
menurunnya volume plasma. Edema akan maksimal setelah 8-12 jam pada kasus luka
kecil dan 24-48 jam pada kasus luka besar. Tujuan resusitasi cairan adalah untuk
mengembalikan volume plasma efektif, menghindari iskemik mikrovaskular dan
mempertahankan perfusi organ vital. Pada pasien anak-anak resusitasi cairan tidak
disarankan untuk dilakukan di tempat kejadian karena sulit untuk memasukkan jarum
infus pada pembuluh vena yang kecil. Ketika resusitasi cairan dibutuhkan pada pasien
dewasa, dapat digunakan cairan kristaloid Ringer Lactated, Ringer Asetat atau Normal
Saline. Lengan masih merupakan bagian terbaik untuk pemasangan akses vena. Kecepatan
aliran dan jumlah cairan infus ditentukan berdasarkan status klinis pasien, utamnya
produksi urine yang diukur tiap jam.
1. Dingin menghambat produksi laktase dan asidosis, oleh karena itu hal ini
meningkatkan fungsi katekolamin dan homeostasis kardiovaskular.
2. Dingin menghambat pelepasan histamin pada luka bakar, memblokir kenaikan
mediasi histamin ditempat luka dan tempat-tempat lainnya dalam segi
permeabilitas vaskular sehingga meminimalkan terjadinya edema dan
kebocoran cairan intravaskular.
3. Dingin menekan produksi tromboksan yang merupakan mediator kemacetan
vaskular dan berkembangnya iskemik dermal setelah terjadinya luka bakar.
Ambulan dengan tenaga medis terlatih bila mampu mencapai Burn Center Rumah
Sakit tipe-A dalam waktu 30 menit, maka sebaiknya segera dilakukan meskipun harus
mengabaikan IGD Rumah Sakit lainnya yang mungkin lebih dekat. Bila untuk tranfer
tidak bisa ditempuh dalam 30 menit maka pasien hendaknya dibawa ke IGD Rumah Sakit
terdekat. Dokter yang merujuk pasien juga harus memastikan bahwa sudah melakukan
yang terbaik untuk pasien luka bakar tersebut:
1. Pasien sudah tidak mengalami masalah pernafasan dan sirkulasi, artinya survey
sekunder sudah selesai dan pasien tetap stabil, transportable
2. Menutupi tubuh pasien yang ditransfer dengan kain kering
3. Crew ambulan yang tepat, berpengalaman untuk mencegah dan menanggulangi
kondisi pasien menjadi hipotermia dan kondisi gawat lain yang mungkin timbul
selama transportasi.
4. Ambulan dilengkapi dengan alat dan obat emergency yang siap pakai termasuk
oksigen.
5. Menggunakan kain yg direndam cairan garam justru menambah resiko
hipotermia
Mengoleskan cream antimikroba akan memperlambat transfer pasien dan cream ini
juga harus segera dibersihkan ketika pasien sudah sampai di IGD Rumah Sakit atau Burn
Center. Sebelum mentransfer pasien, dokter yang merujuk harus memastikan bantuan
ABC yang cukup bagi pasien:
1. Bila pasien mengalami resiko distress nafas, lakukan intubasi sebelum pasien
ditransfer. Bantu dengan oksigen 100%
2. Stabilkan status sirkulasinya dengan resusitasi cairan. Berikan cairan kristaloid
sesuai dengan pedoman yang dianut (Baxter, Parkland formula) observasi tiap
jam lebih bermanfaat (misal: output urine pasien).
3. Pastikan akses vaskular yang cukup untuk resusitasi cairan dan pemberian
analgesik .
4. Jelaskan pada petugas transport tentang kadar dan jumlah analgesik yang bisa
diberikan selama pemindahan pasien
III. Kesimpulan
Peran penanganan pra-hospital luka bakar sangat menentukan nasib korban.
Penanganan korban dimulai di tempat kejadian atau Pos Lapangan, selama transportasi
sampai dengan tempat rujukan di IGD atau Burn Center, mengikuti prinsip dasar
penanganan trauma, yaitu ABCDE. Korban luka bakar jarang segera meninggal karena
panas yang diderita, melainkan karena trauma atau permasalahan saluran nafas (smoke
inhalation injury). Trauma inhalasi sangat mudah terjadi pada siapapun yang terjebak api
terutama di ruang tertutup. Dalam hal ini edema saluran nafas akan bertambah terus
sampai 24-48 jam kemudian sehingga intubasi yang terlambat dilakukan akan sulit atau
bahkan tidak mungkin lagi. Dokter yang merujuk pasien harus memastikan yang dirujuk
adalah pasien yang tepat, pada waktu yang tepat dan tujuan Rumah Sakit atau Burn Center
yang tepat pula. ”The right patient, to the right place at the right time”. Komunikasi antar
dokter sebelum mentransfer pasien adalah hal yang sangat penting.
Referensi
1. Depkes RI,. Seri PPGD – SPGDT (Sistem Penanggulangan Penderita Gawat Darurat
Terpadu). Depkes RI, 2009.
2. General Emergency Life Support, 2013, Buku Ajar Kursus PPGD/ GELS., Edisi XI,
Diklat IRD RSUD dr Soetomo – FK Unair., Surabaya.
3. Greenwood John A.M. Emergency Management of Adult Burns. 2011 Practice
Guidelines, Royal Adelide Hosp – Burns Unit
4. Jenkins Jemie Angela, MD., et al. Emergent Management of Thermal Burns.
Medscape, Februari 14, 2014
5. Keith A Lafferty, MD., et al. Smoke Inhalation Injury Differential Diagnoses.
Medscape, August 22, 2014
6. Primary Trauma Care Indonesia, 2009, Buku Ajar, Perhimpunan Dokter Anestesi dan
Perawatan Intensif (Perdatin).
7. Rice Phillip L, MD. Emergency Care of Moderate and Severe Thermal Burns in
Adult. UptoDate 2015.
8. Stander Melanie. Review Article: The Emergency Management and Treatment of
Severe Burns. Emergency Med. International, 2011
9. Willacy Hayley, Dr. Burns Assessment and Management. Patient.co.uk. 2012
10. William J C van Niekerk. Inhalation Injury and Airway Management. Queen Elzabeth
Hosp. Birmingham, 2014