Anda di halaman 1dari 9

Perencanaan Pajak (Tax Planning)

BAB I
PENDAHULUAN
1.1              Latar Belakang
Hampir seluruh kehidupan perseorangan dan perkembangan dunia bisnis dipengaruhi
oleh ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Pengaruh tersebut cukup berarti,
sehingga bagi para eksekutif komponen pajak merupakan komponen yang perlu mendapatkan
perhatian khusus.
Walaupun pajak berpengaruh terhadap segala aspek kehidupan perseorangan dan
keputusan bisnis, tidaklah berarti bahwa pajak tersebut tidak dapat dikendalikan.  Memahami
dengan baik ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan serta perkembangan dan
perubahannya, pada hakikatnya pajak terseut akan dapat dimajemeni dengan berhasil.
Salah satu fungsi manajemen pajak adalah perencanaan pajak (tax planning).
Perencanaan pajak itu sendiri sesungguhnya merupakan tindakan  penstrukturan yang terkait
dengan konsekuensi potensi pajaknya. Tujuannya adalah bagaimana pengendalian tersebut
dapat mengefisiensikan jumlah pajak yang akan dibayar.
 Dalam penyusunan perencanaan pajak harus sudah memahami secara mendalam
tentang peraturan-peraturan perpajakan dan selalu mengikuti perkembangan dan perubahan
agar perencanaan pajak dapat berfungsi dengan baik dan tidak terjadi suatu kesalahan.
1.2              Rumusan Masalah
Bagaimana tahapan dalam membuat perencanaan pajak?

1.3            Tujuan Penulisan
Untuk mengetahui tahapan dalam membuat perencaan pajak.

BAB II
PEMBAHASAN
2.1  Kajian Pustaka
2.1.1 Pengertian Manajemen Pajak
Upaya dalam melakukan penghematan pajak secara legal dapat dilakukan melalui
manajemen pajak. Namun, perlu diingat bahwa legalitas manajemen pajak tergantung dari
instrument yang dipakai. Legalitas baru dapat diketahui secara pasti setelah ada putusan
pengadilan. Secara umum manajemen pajak dapat didefenesikan: “Manajemen pajak adalah
sarana untuk memenuhi kewajiban perpajakan dengan benar tetapi jumlah pajak yang dibayar
dapat ditekan serendah mungkin untuk memeperoleh laba dan likuiditas yang diharapkan”
(Sophar Lumbatoruan; 1996)
                        Tujuan manajemen pajak dapat dibagi menjadi dua, yaitu:
a.       menerapkan peraturan perpajakan dengan benar
b.      usaha efisiensi untuk mencapai laba dan likuidiras yang seharusnya.
Disamping itu, tujuan manajemen  pajak dapat dicapai melalui fungsi-fungsi manajemen
pajak yang terdiri dari:
a.       Perencanaan pajak (tax planning)
b.      Pelaksanaan kewajiban perpajakan (tax implementation)
c.       Pengendalian pajak (tax control)
2.1.2 Perencanaan Pajak
Secara garis besar pengertian Perencanaan Pajak (Tax Planning) menurut Mohammad
Zain dalam bukunya Manajemen Perpajakan  (2005:43) menyebutkan bahwa: “Perencanaan
Pajak (Tax Planning) adalah proses mengorganisasi usaha wajib pajak atau
sekelompok wajib pajak sedemikian rupa sehingga utang pajaknya, baik pajak
penghasilan maupun pajak lainnya, berada dalam posisi yang paling minimal,
sepanjang hal ini dimungkinkan oleh ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan”. 
 Adapun pengertian Perencanaan Pajak (Tax Planning) menurut Nur Hidayat dalam
artikel Tax PlanningBukan Untuk Hindari Pajak  (2005:1) menyebutkan
bahwa: “Perencanaan Pajak (Tax Planning) adalah upaya menekan jumlah kewajiban
pajak dengan cara legal”.
Dari  kedua definisi diatas dapat disimpulkan bahwa perencanaan pajak adalah upaya
untuk mengatur pembayaran pajak atau meminimalkan kewajiban pajak dengan tidak
melanggar peraturan perundang-undangan yang berlaku, agar pajak yang dibayar tidak lebih
dari jumlah yang seharusnya.
Pada umumnya, perencanaan pajak (tax planning) merujuk kepada proses merekayasa
usaha dan transaksi Wajib Pajak agar utang pajak berada dalam jumlah yang minimal, tetapi
masih dalam bingkai peraturan perpajakan.
Suatu perencanaan pajak yang tepat akan menghasilkan beban pajak minimal yang
merupakan hasil dari perbuatan penghematan pajak atau penghindaran pajak, bukan karena
penyelundupan pajak yang tidak berdasarkan pada peraturan perundang-undangan
perpajakan.
2.1.2  Penghindaran Pajak (Tax Avoidance) dan Penyelundupan Pajak (Tax
Evasion)
 Pada umunya penghindaran pajak dan penyelundupan pajak mempunyai tujuan yang
sama, yaitu mengurangi beban pajak, akan tetapi cara penyelundupan pajak dalam
mengurangi beban pajaknya termasuk perbuatan ilegal atau perbuatan melanggar hukum.
Pengertian penyelundupan pajak dan penghindaran pajak menurut Harry Graham
Balter yang dikutip dalam buku Manajemen Perpajakan (2005:49) adalah: “Penyelundupan
pajak mengandung arti sebagai usaha yang dilakukan oleh wajib pajak-apakah
berhasil atau tidak-untuk mengurangi atau sama sekali menghapus utang pajak yang
tidak  berdasarkan ketentuan perundang-undangan perpajakan yang berlaku,
sedangkan penghindaran pajak merupakan usaha yang sama, yang tidak melanggar
ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan”.
Sedangkan Pengertian penyelundupan pajak dan penghindaran pajak menurut Robert
H. Anderson yang dikutip dan dialih bahasakan oleh Mohammad Zain dalam
buku Manajemen Perpajakan (2005:50) adalah sebagai berikut: “Penyelundupan pajak
adalah penyelundupan pajak yang melanggar undang-undang pajak, sedangkan
penghindaran pajak adalah cara mengurangi pajak yang masih dalam batas ketentuan
peraturan perundang-undangan perpajakan dan dapat dibenarkan, terutama melalui
perencanaan pajak”. 
Dari kedua definisi diatas dapat disimpulkan bahwa penyelundupan pajak adalah
upaya wajib pajak untuk meminimumkan beban pajak terutang, yang dilakukan dengan cara
melanggar undang-undang perpajakan sedangkan penghindaran pajak adalah upaya yang
dilakukan untuk meminimumkan beban pajaknya dengan cara tidak melanggar ketentuan
perundang-undangan perpajakan. 
Pengertian penyelundupan pajak tidak saja terbatas pada kecurangan dan penggelapan
saja, tetapi juga meliputi kelalaian memenuhi kewaiban perpajakan yang disebabkan oleh:
a.       Ketidaktahuan (ignorance), yaitu wajib pajak tidak sadar atau tidak tahu akan adanya
ketentuan perundang-undangan perpajakan tersebut.
b.      Kesalahan (error), yaitu wajib pajak paham dan mengerti mengenai ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajkan, tetapi salah hitung datanya.
c.       Kesalahpahaman (misunderstanding), yaitu wajib pajak salah dalam menafsirkan peraturan
perundang-undangan perpajakan.
d.      Kealpaan (negligence), yaitu wajib pajak alpa untuk menyimpan buku beserta bukti-buktinya
secara lengkap.
Dengan demikian, penyelundupan pajak dapat pula didefenisikan sebagai suatu
tindakan atau sejumlah tindakan yang merupakann pelanggaran terhadap ketentuan
perundang-undangan perpajakan, seperti:
a.       Tidak dapat memenuhi pengisian Surat Pemberitahuan (SPT) tepat waktunya.
b.      Tidak dapat memenuhi pembayaran pajak tepat pada waktunya.
c.       Tidak dapat memenuhi pelaporan penghasilan dan pengurangannya secara lengkap dan
benar.
d.      Tidak dapat memenuhi kewajiban memelihara pembukuan.
e.       Tidak dapat memenuhi kewajiban menyetorkan pajak penghasilan karyawan yang dipotong
dan pajak-pajak lainnya yang telah dipungut.
f.       Pembayaran dengan cek kosong bagi Negara yang dapat melakukan pembayaran pajaknya
dengan cek.
g.      Melakukan penyuapan terhadap aparat perpajakan dan atau tindakan intimidasi lainnya.
2.1.3  Jenis-jenis Perencanaan Pajak
Perencanaan pajak tidak hanya dilakukan di Indonesia saja, karena kadang-kadang
perusahaan juga harus berhubungan dengan negara di luar Indonesia untuk menjalankan
kegiatan perusahaanya. Untuk itu sebelum melakukan perencanaan pajak seorang perencana
pajak harus mengetahui jenis-jenis perencanaan pajak terlebih dahulu.
Menurut Erly Suandi dalam bukunya Perencanaan Pajak (2006:122) jenis-jenis
perencanaan pajak dapat dibagi menjadi dua, yaitu:
a.       Perencanaan pajak nasional (national tax planning)
b.      Perencanaan pajak internasional (international tax planning)
Dari kedua jenis perencanaan pajak tersebut terdapat perbedaan yang melekat antara
perencanaan pajak nasional dengan perencanaan pajak internasional, yaitu terletak pada
peraturan pajak yang akan digunakan. Dalam perencanaan pajak nasional hanya
memperhatikan undang-undang domestic
Sedangkan perencanaan pajak internasional disamping undang-undang domestik juga harus
memperhatikan perjanjian pajak dan undang-undang dari negara-negara yang terlibat. 
2.1.4. Motivasi Dilakukannya Perencanaan Pajak
            Motivasi yang mendasari dilakukannya perencanaan pajak umumnya bersumber dari tiga
unsur perpajakan, yaitu:
a.       Kebijakan perpajakan (Tax policy)
Kebijakan perpajakan merupaka alternative dari berbagai sasaran yang hendak dituju dalam
system perpajakan. Dari berbagai aspek kebijakan, terdapat factor-faktor yang mendorong
dilakukannya suatu perencanaan pajak.
1)      Jenis pajak yang akan dipungut
Dalam sistemperpajakan modern terdapat berbagai jenis pajak yang harus menjadi
pertimbangan. Pertaman, baik berupa pajak langsung maupun pajak tidak langsung. Seperti:
  Pajak Penghasilan Badan atau perseorangan
  Pajak atas keuntungan modal
  Pajak atas impor, ekspor, serta bea masuk
  Pajak atas undian atau hadiah
  Bea materai
2)      Subjek Pajak
Indonesia merupakan salah satu Negara yang menganut system klasik, dimana ada pemisahan
antara badan usaha dengan pribadi pemiliknya yang akan menimbulkan pajak ganda.
Adanya perbedaan perlakuan perpajakan ataspembayaran deviden badan usaha kepada
pemegang saham perseorangan dan kepada pemegang saham berbentuk badan usaha, yang
menyebabkan timbulnya usaha untuk merencanakan pajak dengan baik agar beban pajak
rendah sehingga sumber daya perusahaan dapat dimanfaatkan untuk tujuan lain.
Disamping itu ada pertimbangan untuk menunda pembayaran deviden dengan cara
meningkatkan jumlah laba yang ditahan. Bagi perusahaan yang juga akan menimbulkan
penundanaan pembayaran pajak.
3)      Objek pajak
Adanya perlakuan perpajakan yang berbeda atas objek pajak yang secara ekonomis
hakikatnya sama, akan menimbulkan usaha perencanaan pajak agar beban pajaknya rendah.
4)      Tarif pajak
Adanya penerapan scheduler taxation  tariff yang diterapkan di Indonesia mengakibatkan
seorang perencana pajak berusaha sedapat mugnkin dikenakan tariff yang paling rendah.
5)      Prosedur pembayaran pajak
Self assessment system dan payment system mengharuskan seorang perencana pajak untuk
merencanakan pajaknya dengan baik. Saat ini system pemungutan withholding tax di
Indonesia makin ditingkatkan penerapannya. Hal ini, disamping mengganggu arus kas
perusahaan, juga bias mengakibatkan kelebihan pembayaran atas pemungutan pendahuluan
tersebut padahal untuk memperoleh restitusi atas kelebihan tersebut diperlukan waktu dan
biaya.
b.      Undang-undang perpajakan (tax law)
Kita menyadari bahwa kenyataannya di manapun tidak ada undang-undang yang mengatur
setiap permasalahan secara sempurna, maka dalam pelaksanaannya selalu diikuti oleh
ketentuan-ketentuan lain (Peraturan Pemerintah Keputusan Presiden, Keputusa
digunakan  Menteri Keuangan dan Direktur Jendral Pajak), maka tidak jarang ketentuan
pelaksanaan tersebut bertentangan mencapai tujuan yang lain yang ingin dicapainya. Keadaan
ini menyebabkan munculnya celah (loopholes) bagi wajib Pajak untuk menganalisis dengan
cermat atas kesempatan tersebut untuk perencanaan pajak yang baik.
c.       Administrasi perpajakan (tax administration)
Indonesia merupakan  negara yang begitu luas wilayahnya dan begitu banyak penduduknya,
dan sebagai negara yang sedang membangun (developing country) masih mengalami
kesulitan dalam melaksanakan secara memadai (property). Hal yang mendorong perusahaan
untuk melaksanakan perencanaan perpajakan (tax planning0 dengan baik agar terhindar dari
sanksi administrasi maupun pidana karena adanya perbedaan penafsiran antara aparat fikus
dengan Wajib pajak akibat dari begitu luasnya peraturan perpajakan yang berlaku dan system
informasi yang belum efektif.
Secara umum motivasi dilakukannya perencanaan pajak (tax planning) adalah untuk
memaksimalkan laba setelah pajak (after tax return) karena pajak itu ikut mempengaruhi
dalam pengembalian keputusan atas suatu tindakan dalam operasi perusahaan untuk
melakukan investasi dengan cara menganalisis secara cermat dan memanfaatkrena
pemerintahan peluang atau kesempatan yang ada dalam ketentuan peraturan yang sengaja
dibuat oleh pemerintah untuk memberikan perlakuan yang berbeda atas objek yang secara
ekonomi hakikatnya sama (karena pemerintah mempunyai  tujuan lain tersebut) dengan
memanfaatkan:
1.      Perbedaan tariff pajak (tax rates)
2.      Perbedaan perlakuan atas objek sebagai dasar pengenaan pajak (tax base)
3.      Loopholes, shelters, havens
2.2     Analisis Masalah
2.2.1 Tahapan Dalam Membuat Perencanaan Pajak
Dalam melakukan perencanaan pajak tentunya tidak bisa dilakukan dengan sembarangan,

tetapi harus melalui tahapan-tahapan yang terperinci agar perencanaan pajak yang dilakukan dapat

berhasil sesuai dengan yang diharapkan.

Adapun tahapan-tahapan dalam membuat perencanaan pajak menurut Erly Suandi dalam

bukunya Perencanaan Pajak (2006:14) adalah sebagai berikut:


a.    Menganalisis informasi (basis data) yang ada.

Tahap pertama dari proses pembuatan perencanaan pajak adalah menganalisis komponen yang

berbeda atas pajak yang terlibat dalam suatu proyek dan menghitung seakurat mungkin beban pajak

yang harus ditanggung.

Hal ini hanya bias dilakukan dengan mempertimbangkan masing-masing elemen dari pajak, baik

secara sendiri-sendiri maupun secacar total pajak yang harus dapat dirumuskan sebagai

perencanaan pajak yang paling efisien. Penti ng juga untuk memperhitungkan kemungkinan

besarnya, penghasilan dari suatu proyek dan pengeluaran-pengeluaran lain diluar pajak yang

mungkin terjadi. Untuk manajer perpajakan harus memperhatikan factor-faktor internal maupun

eksternal, yakni:

1)      Faktor yang relevan

Dalam arus globalisasi dengan tingkat persaingan yang semakin tinggi, seorang manajer perusahaan

dalam melakukan perencanaan pajak untuk perusahaannya dituntut untuk benar-benar menguasai

siatuasi yang dihadapi, baik secara eksternal maupun internal.

2)      Faktor pajak

Dalam menganalisis setiap permasalahan yang dihadapi dalam penyusunan perencanaan pajak tidak

terlepas dari dua hal utama yang berkaitan dengan factor-faktor:

  System perpajakan nasional yang dianut oleh suatu Negara

  Sikap fiskus dalam menafsirkan peraturan perpajakn baik undang-undangn domestic maupun

kebijakan perpajakan.

3)      Faktor non-pajak lainnya

Beberapa factor non-oajak yang relevan untuk diperhatikan dalam penyususnan suatu perencanaan

pajak, antara lain:

  Masalah badan hokum

  Masalah mata uang dan nilai tukar

  Masalah pengawan devisa

  Masalah program insentif investasi

  Masalah factor non-pajak lainnya


b.   Membuat satu  model atau lebih rencana kemungkinan besarnya pajak.
Model perjanjian internasional dapat melibatkan satu atau lebih atas tindakan-tindakan
berikut:
1)   Pemilihan bentuk transaksi yang akan dilakukan oleh perusahaan atau hubungan
internasional.
2)   Pemilihan negara asing sebagai tempat melakukan investasi atau menjadi residen dari negara
tersebut.
3)   Penggunaan satu atau lebih negara tambahan.
c.    Mengevaluasi pelaksanaan perencanaan pajak.
Perencanaan pajak sebagai suatu perencanaan yang merupakan bagian kecil dari seluruh
perencanaan strategis perusahaan, oleh karena itu perlu dilakukan evaluasi untuk melihat
sejauh mana hasil pelaksanaan suatu perencanaan pajak terhadap beban pajak yang harus
dibayar oleh perusahaan. Beban pajak tersebut akan dihitung dengan menggunakan hipotesis
sebagai berikut:
1)   Bagaimana jika perencanaan pajak tidak dilaksanakan
2)   Bagaimana jika perencanaan pajak tersebut dilaksanakan dan berhasil dengan baik
3)   Bagaimana jika perencanaan pajak tersebut dilaksanakan tetapi gagal.
Dari ketiga hipotesis tersebut akan mengeluarkan hasil yang berbeda. Kemudian berdasarkan
hasil tersebut barulah dapat ditentukan apakah perencanaan pajak tersebut layak untuk
dilaksanakan atau tidak.
d.   Mencari kelemahan, kemudian memperbaiki rencana pajak.
Untuk mengatakan bahwa hasil suatu perencanaan baik atau tidak, tentu harus dievaluasi
melalu berbagai rencana yang dibuat. Dengan demikian  keputusan yang terbaik atas suatu
perencaan pajak harus sesuai dengan bentuk transaksi dengan tujuan operasi. Perbandingan
berbagai rencana harus dibuat sebanyak mungkin sesuai dengan bentuk perencanaan pajak
yang inginkan. Kadang suatu rencana harus diubah mengingat adanya perubahan perundang-
undangan atau peraturan. Tindakan perubahan harus tetap dijalankan walaupun diperlukan
penambahan biaya atau kemungkinan keberhasilan sangat kecil.
Pembuatan suatu rencana sebaiknya disertai dengan gambaran atau perkiraan berapa peluang
kesuksesan dan berapa laba setelah pajak yang akan diperoleh jika berhasil maupun kerugian
jika terjadi kegagalan.
e.    Memutakhirkan rencana pajak.
Meskipun suatu rencana pajak telah dilaksanakan dan proyek juga telah berjalan, namun juga
masih perlu memperhitungkan setiap perubahan yang terjadi baik dari undang-undang
maupun pelaksanaannya di negara dimana aktivitas tersebut dilakukan
Dengan memberikan perhatian terhadap perkembangan yang akan datang maupun situasi
yang terjadi saat ini, seorang manajer akan mampu mengurangi akibat yang merugikan
adanya perubahan, dan pada saat yang bersamaan mampu mengambil kesempatan untuk
memperoleh manfaat yang potensial. 

Anda mungkin juga menyukai