Anda di halaman 1dari 10

Keperawatan Kesehatan Jiwa Psikiatri

Setia Hani Megasari (2106763266)


S1 Eks Ilmu Keperawatan

Tren dan Isu Keperawatan/ Kesehatan Jiwa


Pada : Stigma dan Bipolar

1. STIGMA
a. Pengertian
Kata stigma berasal dari Bahasa inggris yang artinya noda atau cacat. Menurut
The American Heritage Dictionary (2012). Stigma adalah nilai buruk yang
mengidentifikasikan penderita kesehatan mental (ODGJ) di indonesia dipengaruhi oleh
lingkungan yang buruk. Labelling, pengucilan sehingga penderita memilih untuk diam
dan tidak berkonsultasi kepada ahlinya. Akibatnya, berdasarkan data (Riskesdas, 2018)
12 juta penduduk berusia di atas 15 tahun mengalami depresi dan 19 juta penduduk di
atas 15 tahun mengalami gangguan mental emosional.
Berdasarkan studi yang dilakukan oleh Goffman menghasilkan suatu simpulan
bahwa seseorang yang dikenal stigma tidak diperlakukan sama dnegan orang lain. Hal ini
merupakan bentuk diskriminasi yang membuat orang yang dikenal stigma kehilangan
beberapa kesempatan penting dalam hidup sehingga pada akhirnya tidak dapat untuk
berkembang. (Hinshaw, 2007)
Isu kesehatan jiwa masih menjadi stigma yang sangat berdampak buruk pada
penderita berupa diskriminasi langsung. Misalnya, perlakuan kasar, kata-kata hinaan yg
dilontarkan, diskriminasi halus. Misalnya, dikucilkan secara diam-diam atau tidak
sengaja dari masyarakat dan perasaan malu yg datang dari keluarga (Fadhli,2020).
Stigma ini dapat menghambat kesembuhan dan pemulihan penderita kesehatan mental.
Gambaran stigma masyarakat terhadap pasien gangguan jiwa yaitu terkait pada
susceptibility, benefit, self efficacy dan barrier. Kebanyakan dilingkungan masyarakat
menganggap gangguan jiwa tidak jdapat disembuhkan, pasien menjadi tidak dapat
menjaga diri, membahayakan, adapun yang mengatakan penyebab gangguan jiwa adalah
adanya faktor lain diluar medis yaitu seperti diguna-guna dan sebagainya. (Yusuf,2012)
secara benefit, sebenarnya keluarga masih percaya bahwa fasilitas pelayanan kesehatan
dapat mengurangi tanda dan gejala, tetapi keluarga hampir sudah tidak dapat
membedakan antara acceptance dan hopless, antara menerima atau putus haran, sehingga
kebanyakan keluarga hanya bisa pasrah apapun keadaan pasien tetap akan diterima.

b. Komponen
Menurut Link dan Phelan (dalam Scheid & Brown, 2010) stigma mengacu pada
pemikiran Goffman, komponen-komponen dari stigma sebagai berikut :
1) Labelling
Labelling adalah pembedaan dan memberikan label atau penamaan berdasarkan
perbedaan-perbedaan yang dimiliki anggota masyarakat tersebut (Link & Phelan
dalam Scheid &Brown, 2010) sebagian besar perbedaan individu tidak dianggap
Keperawatan Kesehatan Jiwa Psikiatri
Setia Hani Megasari (2106763266)
S1 Eks Ilmu Keperawatan

krelevan secara social, namun beberapa perbedaan yang diberikan dapat menonjol
secara social. Pemilihan karakteristik yang menonjol dan penciptaan label bagi
individu atau kelompok merupakan sebuah prestasi social yang perlu di pahami sebag
ai komponen penting dari stigma.
2) Stereotype
Stereotype adalah kerangka berpikir atau aspek yang terdiri dari pengetahuan dan
keyakinan tentang kelompok social tertentu. Menurut (Rahman, 2013)stereotip
merupakan keyakinan mengenai karakteristik tertentu dari anggota kelompok tertentu.
Stereotip adalah komponen kognitif yang merupakan keyakinan tentang atribut
personal yang dimilikji oleh orang-orang dalam suatu kelompok tertentu atau kategori
social tertentu (Taylor, Peplau, & Sears, 2009)
3) Separation
Separation adalah pemisahan “kita” (sebagai pihak yang tidak memiliki stigma atau
pemberi stigma) dengan “mereka” (kelompok yang mendapatkan stigma). Hubungan
label dengan atribut negative akan menjadi suatu pembenaran ketika individu yang
dilabel percaya bahwa dirinya memang berbeda sehingga hal tersebut dapat dikatakan
bahwa proses pemberian stereotip berhasil (Link & Phelan dalam Scheid & Brown,
2010). Speration artinya pemisahan yang dilakukan antara kelompok yang
mendapatkan stigma dengan kelompok yang tidak mendapatkan stigma.
4) Discrimination
Diskriminasi adalah perilakku yang merendahkan orang lain karena keanggotaanya
dalam suatu kelompok (Rahman, 2013). Menurut (Taylor dkk, 2009) diskriminasi
adalah komponen behavioral yang merupakan perilaku negative terhadap individu
karena individu tersebut adalah anggota dari kelompok tertentu.
c. Jenis Stigma
Larson & Corrigan; Werner, Goldstein, & Heinik (2011) menjelaskan tentang tiga jenis
stigma :
1) Stigma structural
Stigma yang mengacu pada ketidakseimbangan dan ketidakadilan jika dilihat oleh
lembaga social. Misalnya, merujuk ke kualitas rendah perawatan yang diberikan
oleh professional kesehatan menjadi stigma individu atau kelompok.
2) Stigma masyarakat
Stigma yang mengambarkan reaksi atau penilaian negative kjdari masyarakat
terhadap penderita gangguan jiwa
3) Stigma oleh asosiasi
Stigma ini didiskriminasi karena memiliki hubungan dengan seorang individu
yang terstigma
Keperawatan Kesehatan Jiwa Psikiatri
Setia Hani Megasari (2106763266)
S1 Eks Ilmu Keperawatan

d. Aspek-aspek Stigma
1) Perspektif
Merupakan pandangan orang dalam menilai orang lain. Misalnya, seseorang
memberikan stigma pada orang lain yang berhubungan dengan pemberi stigma
(perceiver) dan penerima stigma (target).
2) Identitas
Identitas ini terdiri dari dua hal, yakni identitas pribadi dan identitas kelompok.
Misalnya perbedaan warna kulit, cacat fisik, dan hal lain yang menimbulkan
kenegatifan.
3) Reaksi
Aspek reaksi ini terdiri dari tiga sub aspek yang prosesnya berjalan bersamaan
aspek tersebut yakni aspek kognitif, afektif, dan behavior. Misalnya aspek kognitif
yaitu, pada orang dengan gangguan jiwa cenderung dipersepsikan
membahayakan, merugikan, sehingga orang memberi stigma pada penderita.
Aspek afektif yakni orang yang memberikan stigma secara spontan tidak suka,
merasa terancam, dan jijik sehingga dimungkinkan seseorang yang merasa
demikian akan menunjukan perilaku menghindar.
e. Dampak Stigma
Hasil penelitian Phulf (dalam Simanjutak; 2005) menemukan ada beberapa dampak
atau akibat dari stigma, yaitu:
1) Stigma sulit mencari bantuan
2) Stigma membuat semakin sulit memulihkan kehidupan karena stigma dapat
menyebabkan self-confidence menarik diri dari masyarakat
3) Stigma menyebabkan diskriminasi sehingga sulit mendapatkan akomodasi dan
pekerjaan
4) Masyarakat bisa lebih kasar dan kurang manusiawi
5) Keluarganya menjadi lebih terhina dan terganggu.
Dampak stigma terhadap penderita gangguan jiwa tidak saja pada individu, namun
juga bisa berdampak pada keluarga dan masyarakat:
1) Dampak pada individu
Stigma berdampak pada individu seperti; harga diri rendah, penilaian negative
pada diri sendiri (selkf-stigma), ketakutan, diasingkan, kehilangan kesempatan
kerja karena diskriminasi, menambah depresi dan meningkatnya kekambuhan.
2) Dampak pada keluarga
Stigmatisasi berdampak terhadap keluarga dalam memberikan asuhan pada klien,
umumnya berbentuk dukungan fisik, emosional, finansial dan bantuan yang
paling rendah dalam aktifitas sehari-hari. Dampak stigma dapat berupa beban
finansial, kekerasan dalam rumah tangga, penurunan kesehatan fisik dan mental
pada keluarga pengasuh, aktifitas rutin keluarga terganggu, kekhawatiran
menghadapi masa depan, stress dan merasa tidak dapat menanggulangi masalah
(Yosep, 2010;leafley, 1989 dalam Park &park, 2014; Girma, et al, 2014).
Keperawatan Kesehatan Jiwa Psikiatri
Setia Hani Megasari (2106763266)
S1 Eks Ilmu Keperawatan

3) Dampak pada masyarakat


Ketika masyarakat meyakini benar terhadap stigma dan itu berlangsung lama,
maka akan mempengaruhi konsep diri dalam kelompok atau masyarakat.
Masyarakat akan menampilkan rasa tidak nyaman akibat stigma.
f. Penatalaksanaan dalam Upaya perawatan
Kebijakan untuk menghentikan stigma bagi pasien gangguan jiwa telah
dikembangkan sejak tahun 1970an, namun pelaksanaannya masih tetap banyak
mengalami kendala.
Kegiatan untuk mewujudkan derajat kesehatan jiwa yang optimal bagi setiap
individu, keluarga dan masyarakat dengan melakukan pendekatan promotif, kuratif,
dan rehabilitative yang diselenggarakan secara menyeluruh, terpadu dan
berkesinambungan oleh pemerintah /masyarakat.
1) Upaya promotif ditujukan untuk :
 Mempertahankan dan meningkatkan derajat kesehatan jiwa masyarakat secara
optimal
 Menghilangkan stigma, diskriminasi, pelanggaran hak asasi ODGJ sebagai
bagain dari masyarakat
 Meningkatkan pemahaman dan peran serta masyarakat terhadap kesehatan
jiwa
 Meningkatkan penerimaan dan peran serta masyarakat terhadap kesehatan
Upaya promotif dilingkungan fasilitas pelayanan kesehatan, dengan sasaran
penderita, kelompok keluarga atau masyarakat ;
 Komunikasi
 Informasi
 Edukasi
2) Upaya Kuratif ditujukan untuk :
 Penyembuhan atau pemulihan
 Pengurangan penderita
 Pengendalian disabilitas
 Pengendalian gejala penyakit.
Penatalaksanaan kondisi kejiwaan ODGJ dilakukan atas hasil oleh dokter
spesialis kedokteran jiwa/dokter yang berwenang, jika ODGJ menunjukan
pikiran/perilaku yang dapat membahayakan dirinya, orang lain atau sekitarnya
maka tenaga kesehatan berwenang dapat melakukan tindakan medis atau
pemberian obat psikofarmaka kterhadap ODGJ sesuai standar pelayanan jiwa
yang ditujukan untuk mengendalikan prilaku.
3) Upaya Rehabilitatif ditujukan untuk :
 Mencegah atau mengendalikan disabilitas
 Memulihkan fungsi social
Keperawatan Kesehatan Jiwa Psikiatri
Setia Hani Megasari (2106763266)
S1 Eks Ilmu Keperawatan

 Memulkihkan fungsi okupasional


 Mempersiapkan dan memberi kemampuan ODGJ mandiri di masyarakat
Upaya rehabilitative ini meliputi upaya psikiatri/psikososial dan social.
 Rehabilitas psikiatri dan/psikososial merupakan upaya yang tidak terpisahkan
satu sama lain dan berkesinambungan yang dilakukan sejak dimulainya
pemberian pelayanan kesehatan jiwa terhadap ODGJ
 Rehabilitasi social diberikan dalam bentuk : motivasi, perawatan dan
pengasuh, pembinaan kewirausahaan, bimbingan mental spiritual, bimbingan
fisik, bimbingan social konseling, bantuan social dan pelayanan aksesibilitas
Di Indonesia sendiri telah disepakati berbagai kebijakan tentang kesehatan jiwa
yang ditandai dengan UU RI Nomor 14 tahun 2014 tentang kesehatan jiwa, UU
ini sudah disepakati dan ditindak lanjuti dengan peraturan mentrei kesehatan
khususnya untuk mengembangkan mekanisme penanganan gangguan jiwa.

2. BIPOLAR
a. Pengertian
Gangguan Bipolar merupakan salah satu diantara gangguan mental yang serius
dan dapat menyerang seseorang, pada kondisi suasana hati yang berubah-ubah secara
signifikan dan ekstrem pada penderitanya. (Parks, 2014)
Hal tersebut disebabkan karena kondisi suasana hati penderitanya dapat berganti
secara tiba-tiba angtara kondisi baik atau bahagia (mania) dan buruk atau kesedihan
(depresi), dan berada pada tingkat yang berlebihan dari batas kewajaran. Keadaan yang
terjadi pada penderita juga diutarakan oleh (Samosir, 2015), seorang psikiater
menyatakan bahwa bipolar secara sederhana merupakan gangguan suasana perasaan yang
dicirikan dengan adanya dua kutub ekstrim emosi. Dua kutub emosi itu berlawanan dan
dapat berganti secara tiba-tiba tanpa diketahui kapan waktu ‘kambuhnya’. Pada mania
(manic) atau emosi gembira yang berlebihan dapat terjadi ketika seseorang penderita
gangguan bipolar menjadi sangat bersemangat, hiperaktif, dan antusias, sedangkan pada
depresi atau emosi sedih yang berlebihan dapat terjadi ketiga penderitanya menjadi
sangat pesimis, putus asa, gelisah, tekanan npikiran, tidak berdaya bahkan dapat muncul
keinginan untuk melakukan bunuh diri.

Mania

Hypomania

Normal

Depression
Keperawatan Kesehatan Jiwa Psikiatri
Setia Hani Megasari (2106763266)
S1 Eks Ilmu Keperawatan

Bipolar Bipolar Bipolar


Mixed type I Type II
Keperawatan Kesehatan Jiwa Psikiatri
Setia Hani Megasari (2106763266)
S1 Eks Ilmu Keperawatan

Siklus suasana lhati pasien dengan bipolar (Videback, 2011) yaitu :


1. Bipolar campuran adalah siklus bergantian antara episode mania, suasana hati normal,
depresi, dan sebagainya
2. Bipolar type I merupakan suatu kondisi mania dengan setidaknya satu episode depresi
3. Bipolar type II yaitu siklus depresi yang berulang dengan setidaknya satu episode
hipomania.
Siklus mania yang berlangsung secra tiba-tiba dan dalam jangka waktu 2 minggu sampai
4-5 bulan, sedangkan episode depresi cenderung berlangsung lebih lama (rata-rata sekitar
6 bulan) namun tidak sampai 1 tahun kecuali pada orang usia lanjut (Depkes RI, 2012).
b. Klasifikasi
Gangguan bipolar tipe I ini ketika kondisi mania, penderita ini sering dalam kondisi
“berat” dan berbahaya. Bipolar tipe II, pada kondisi ini penderita masih bisa berfungsi
melaksanakan kegiatan harian rutin. Tidak separah tipe I. Penderita mudah tersinggung.
Kondisi depresinya berlangsung lebih lama dibandingkan dengan kondisi hipomania-nya.
Kondisi hipomania muncul ketika terjadi kenaikan emosi. Syclothymic disorder ialah
bentuk ringan dari Gangguan jiwa bipolar (Jiwo, 2012). Kondisi mania dan depresi bisa
mengganggu, tetapi tidak seberat pada Gangguan Bipolar I dan Tipe II
c. Etiologi
1) Faktor Biologis
Penyebab gangguan bipolar sampai saat ini belum dapat diketahui dengan pasti
(Jiwo, 2012). Data keluarga menunjukkan bahwa apabila dari salah satu orang tua
memiliki gangguan mood, seorang anak akan memiliki risiko antara 10 dan 25
persen mewarisi gangguan mood. Jika kedua orang tua terkena bipolar, risiko ini
berpengaruh besar terhadap anaknya (Kaplan & Sadock’s, 2015)
2) Faktor Biokimia
3) Faktor Psikososial
 Lingkungan
Hubungan antara kehidupan yang penuh stress dengan episode suasana hati,
 personal
4) Faktor lainya dari depresi
 Kognitif, pikiran dan kepercayaan negatif dipandang sebagai penyebab
utama depresi. Pikiran pesimis dan self-critical bisa menyiksa orang dengan
depresi. Teori Aaron Beck dan teori keputusasaan keduanya menekankan
jenis pemikiran negatif ini. Teori ruminasi menekankan kecenderungan
untuk memikirkan suasana hati dan pikiran negatif (Kring et al., 2012)
 Hupelessness, pemicu depresi yang sangat buruk adalah keputusasaan yang
dapat diartikan dengan gejala penurunan kesedihan, motivasi, bunuh diri,
penurunan energi, retardasi psikomotor, gangguan tidur, konsentrasi yang
Keperawatan Kesehatan Jiwa Psikiatri
Setia Hani Megasari (2106763266)
S1 Eks Ilmu Keperawatan

buruk, dan kognisi negatif (Kring et al., 2012) dengan menekankan


perbaikan depresi yang dapat menguasai kontrol dan lingkungan
d. Manifestasi Klinis
 Major Depresive Disorder,
Episode depresi mengakibatkan seseorang berdelusi, berhalusinasi, dan berusaha
bunuh diri lebih sering terjadi pada depresi bipolar daripada depresi unipolar
(Dipiro et al., 2012). Penderita terkadang memiliki suasana hati yang terus-
menerus tertekan dan kehilangan kegembiraan dalam aktivitas yang biasanya
memberi kesenangan, penurunan atau kenaikan berat badan, insomnia (yaitu tidur
terlalu sedikit) atau hipersomnia (yaitu terlalu banyak), agitasi psikomotor (yaitu
gerakan gelisah) atau retardasi (yaitu memperlambat gerakan), kehilangan energi,
perasaan bersalah, penurunan konsentrasi, ragu, keputusasaan atau pikiran untuk
bunuh diri yang sengaja maupun tidak di sengaja (Smith, 2014).
 Manic Episode
Manik biasanya dimulai dengan tiba-tiba, dan gejala meningkat selama beberapa
hari. Seperti perilaku aneh, halusinasi, dan delusi paranoid, terjadinya penurunan
produktifitas dimasyarkat (Dipiro et al., 2012). Di luar rumah sakit, pasien sering
kali menggunakan alkohol yang berlebihan. Kecenderungan untuk melepaskan
pakaian di tempat umum, mengenakan pakaian dan perhiasan dengan warna
shining dalam kombinasi yang freak, dan kurangnya perhatian terhadap hal kecil
(misalnya, lupa menutup telepon). Pasien bertindak impulsif dan pada saat yang
sama merasa memiliki keyakinan dan tujuan (Kaplan & Sadock’s, 2015).
 Hypomanic Episode
Episode hipomania tidak ada kerusakan yang nyata dalam fungsi sosial atau
pekerjaan, tidak ada delusi, dan tidak ada halusinasi. Beberapa pasien mungkin
lebih produktif dari biasanya, namun 5% sampai 15% pasien dapat dengan cepat
beralih ke episode manik (Wells et al., 2015).

e. Penatalaksanaan Gangguan Bipolar


 Terapi Non Farmakologi
Menggobati penyalagunaan zat serta pemberian nutrisi yang baik dengan protein
normal dan asupan asam lemak esensial, berolahraga, tidur yang cukup,
pengurangan stres, dan terapi psikososial (Wells et al., 2015). Ini bisa dilakukan
dengan memberikan dukungan, edukasi, dan bimbingan kepada orang-orang
dengan gangguan bipolar dan keluarga penderita gangguan bipolar.
 Terapi Farmakologi
Golongan obat penstabil mood atau antikonvulsan juga telah banyak digunakan
(contohnya, carbamazepine dan asam valproat) untuk pengobatan episode mania
akut dan untuk pencegahan kekambuhannya. Lamotrigin juga dapat digunakan
untuk terapi pencegahan kekambuhan. aripiprazol, klorpromazin, olanzapine,
quetiapine, risperidone, dan ziprasidoneare disetujui oleh FDA untuk pengobatan
episode manic gangguan bipolar. Pengobatan adjuvan jangka pendek dengan
Keperawatan Kesehatan Jiwa Psikiatri
Setia Hani Megasari (2106763266)
S1 Eks Ilmu Keperawatan

benzodiazepin juga dapat membantu (APA, 2010). Mekanisme kerja Diazepam


dengan cara mengurangi konsentrasi epinefrin plasma, serta menurunkan
kecemasan, dan sebagai hasilnya Diazepam meningkatkan fungsi seksual pada
orang yang terhambat oleh kecemasan (Kaplan and Sadock’s, 2015). Sedikit
pasien memiliki kecemasan yang melumpuhkan dan mungkin perlu benzodiazepin
jangka pendek. Benzodiazepin bermanfaat dalam mengurangi kecemasan.
Diazepam dinyatakan memiliki anti-fobia, anti-panik dan anti-kecemasan. Obat
lain yang digunakan termasuk clonazepam dan alprazolam (Ahuja, 2011).
Terapi untuk bipolar dibagi menjadi 2 yaitu terapi fase akut dan terapi
pemeliharaan. Pengobatan gangguan bipolar harus dilakukan secara individual
karena gambaran klinis, keparahan dan frekuensi terjadi yang bervariasi antar
pasien (Ikawati, 2011).
 Obat Gangguan Bipolar
a) Mood Sotabilizer
Obat ini terkadang efektif dalam pengobatan mania. Akan tetapi, karena
efektif dalam mencegah perubahan mood pada gangguan bipolar, istilah yang
lebih baik adalah agen penstabil mood atau agen profilaksis. Agen penstabil
mood yang paling umum digunakan adalah litium, valproat, karbamazepin,
dan lamotrigin, meskipun ada beberapa mood stabilizer lainnya seperti
oxcarbazepine (Ahuja, 2011).
b) Antidepresan
obat yang digunakan untuk pengobatan gangguan depresi. Ini juga disebut
sebagai mood-elevator dan timoleptik. Untuk episode depresi pertama, pasien
harus menerima dosis terapeutik penuh antidepresan yang dipilih selama 6-9
bulan, Gambar 2.13 Struktur kimia Karbamazepin (Katzung et al., 2012)
Gambar 2.14 Struktur kimia Lamotrigin (Katzung et al., 2012). Setelah
mencapai remisi penuh. Sebaiknya dilakukan taper dose obat anti depresan,
saat pengobatan harus dihentikan setelah fase kelanjutan (Ahuja, 2011)
c) Golongan Antipsikotik
Obat antipsikotik mampu mengurangi gejala psikotik dalam berbagai kondisi,
termasuk skizofrenia, gangguan bipolar, depresi psikotik, psikosis pikun,
berbagai psikosis organik, dan psikosis akibat obat (Katzung et al., 2012).
Beberapa gejala yang dikendalikan oleh obat ini adalah, halusinasi, delusi,
mania (senang berlebih), kebingungan, perilaku kasar, pemikiran yang kacau,
kecemasan yang berat.
Penggolongan obat antipsikotik ada dua yaitu :
 Tipikal (Phenothiazine, Butyrophenone, Diphenyi-batyl-piperidine)
 Atipikal (Benzamide, Dibenzodiazepine, Benzisoxazole)
d) Golongan Ansiolitik
Obat anti kecemasan, depresan system saraf pusat yang kuat yang dapat
memperlambat fungsi otak normal. Antiansietas (benzodiazepine) adalah obat-
obat yang digunakan untuk mengatasi kecemasan dan juga mempubyai efek
Keperawatan Kesehatan Jiwa Psikiatri
Setia Hani Megasari (2106763266)
S1 Eks Ilmu Keperawatan

sedative, relaksasi otot, amnestic, dan antiepileptic seperti, klordiazepoksid,


diazepam, oksazopam, klorazepat, lorazepam, parazepam, alprazolam, dan
halozepam

Anda mungkin juga menyukai