Disusun Oleh:
KELOMPOK 1
1. Esa Bilqis Wahdini 18010049
2. Gina Febrian G 18010050
3. Rizkya Isfani N 18010128
Puji dan syukur kami panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala
rahmatNya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini hingga selesai dengan tepat
waktu.
Dan harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi para pembaca, untuk ke depannya dapat memperbaiki bentuk maupun
menambah isi makalah agar menjadi lebih baik lagi.
Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami, kami yakin masih
banyak terdapat kekurangan dalam makalah ini. Oleh karena itu kami sangat mengharapkan
saran dan kritik yang dapat membangun demi kesempurnaan makalah ini
KATA PENGANTAR................................................................................................................I
Daftar Isi...............................................................................................................................II
BAB I.........................................................................................................................................1
PENDAHULUAN......................................................................................................................1
BAB II........................................................................................................................................2
PEMBAHASAN........................................................................................................................2
BAB III.....................................................................................................................................11
PENUTUP................................................................................................................................11
3.1 Kesimpulan.....................................................................................................................11
3.2 Saran...............................................................................................................................11
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................12
BAB I
PENDAHULUAN
PEMBAHASAN
Ada indikator utama untuk mengukur gimana sih suatu negara bisa
dikatakan sebagai negara berkembang, yaitu :
a) Pendapatan Perkapita
b) Jumlah Penduduk Miskin
c) Tingkat Pengangguran
d) Angka Kematian Bayi dan Ibu Melahirkan
e) Angka Melek Huruf
3. Ciri – ciri Negara Berkembang
a) Perekonomian Pada Sektor Primer
Sektor primer merupakan sektor yang kerjanya masih mengutamakan
kekayaan alam atau aktivitas sebagain besar penduduk bersifat agraris, seperti
pertanian, kehutaan, perikanan dan lainnya.
b) Pendapatan Perkapita Tergolong Rendah
Pada indikator utama pertama menyinggung masalah pendapatan perkapita
(pendapatan dalam satu tahun). Menurut Bank Dunia, pendapatan negara
berkembang mengenah : US $876 – $3,465. Pendapatan negara berkembang
keatas : US $3,466 – US $10,275
c) Tingkat Pendidikan Rendah
Biasanya diukur dari fasilitas yang masih kuramg. Pemerintah masih kesulitan
dalam penyediaanya, kurikulum masih dirasa berat bagi siswa dan lain
sebagainya.
d) Kurang Disiplin dan Tidak Menghargai Waktu
Budaya dari negara berkembang yang semakin berkembang merupakan
ketidakdisiplinan dan kurang menghargai waktu.
e) IPTEK Kurang Dikuasai
Contoh saja dalam pengolahan industri kebanyakan masih memakai cara
tradisional, jadi ketinggalan.
Dengan demikian pola pendidikan Islam merupakan suatu cara yang ditempuh
oleh orang tua/ustad/guru/tokoh masyarakat dalam mendidik anak sebagai perwujudan
dan rasa tanggung jawabnya terhadap anak. Cara mendidik dalam keluarga dan
masyarakat yang baik, diharapkan dapat menumbuh-kembangkan kepribadian anak
menjadi kepribadian yang kuat dan memiliki sikap positif serta intelektual yang
berkualitas.“Cara mendidik anak dalam lingkungan keluarga dan masyarakat identik
dibentuk dengan pola pendidikan otokratik, demokratis dan permisif”. Lebih lanjut
dideskripsikan sebagai berikut:
Anak harus mematuhi peraturan orang tua dan tidak boleh membantah.
Orang tua cenderung mencari kesalahan anak dan kemudian menghukumnya.
Perbedaan pendapat pada anak, dianggap sebagai perlawanan dan pembangkangan
pada orang tua.
Orang tua cenderung memberikan perintah dan larangan terhadap anak, serta
cenderung memaksakan disiplin pada anak tanpa memandang situasi dan kondisi,
Orang tua cenderung menentukan segala sesuatu untuk anak dan anak hanya sebagai
pelaksana perintah (orang tua sangat berkuasa). [4].
Pola pendidikan otoriter apabila diterapkan pada anak dengan intensitas monoton
tentunya hal ini memberikan dampak tersendiri bagi orang tua/orang dewasa selaku
pendidik, bahkan lebih jauh dari itu anak selaku individu yang dididik kadang kala
mendapatkan nilai-nilai pendidikan yang kurang efektif, artinya pola pendidikan seperti
ini apabila diterapkan tanpa adanya kreativitas kolaborasi dengan pola pendidikan yang
lebih ideal berdasarkan kebutuhan dan karakter perkembangan anak selaku individu yang
diberikan bimbimngan atau pendidikan tidak munutup kemungkinan ditemuinya perilaku
yang kurang baik dari anak sebagai reaksi pola pendidikan tersebut, senada dengan apa
yang telah dikemukakan Tambayong Prasetya akibat-akibat negatif dalam pola
pendidikan otoriter diseskripsikan sebagai berikut:
Hak orang tua atau orang yang telah dewasa selaku pendidik hanya memberi
tawaran dan pertimbangan dengan segala alasan dan argumentasinya, selebihnya anak
sendiri yang memilih alternatif dan menentukan sikapnya yang dianggap lebih tepat
berdasarkan norma dan koridor yang ada. Proses pendidikan dilaksanakan untuk
menumbuhkembangkan sikap dan potensi/bakat bawaan yang ada pada anak. Di
lingkungan pendidikan keluarga dan masyarakat, pola demokrasi merupakan bentuk
yang paling serasi karena memungkinkan anak selaku individu dapat belajar secara aktif
dalam mengembangkan dan memajukan potensi bawaannya, serta anak dapat kreatif dan
inovatif. Dengan pola ini, setiap kemajuan belajar anak dapat dijadikan sebagai
pencerminan dari inisiatif dan kreatifitas anak.
Dalam penanaman aqidah Islam pada anak, orang tua atau orang dewasa selaku
pendidik tidak harus mutlak menyajikan pola pendidikan yang diharapkan dengan ini
tertanam nilai-nilai aqidah secara demokratis, artinya pola pendidikan lebih fleksibel
disesuaikan dengan pola kebutuhan dan perkembangan individu apalagi ketika anak
masih kecil, Tetapi makna pendidikan demokratis menjadi aspek didalamnya.
Adapun akibat bagi pembentukan pribadi anak dengan pola tersebut kembali Zahara
Idris dan H. Lisma Jamal menjelaskan antara lain “Anak menjadi kreatif dan mempunyai
daya cipta (mudah berinisiatif), anak patuh dengan sewajarnya, anak mudah
menyesuaikan diri dan percaya pada diri sendiri, serta bertanggung jawab dan berani
mengambil keputusan”.Selain itu, anak juga aktif dalam hidupnya, fleksibel dan
emosinya lebih stabil.
Dari konsep pendidikan demokratis seyogyanya orang tua atau orang dewasa selaku
pendidik tidak mengharuskan pola tingkah dan pikir sebagai bentuk kreativitas anak
didik ditolerir, artinya ada batas-batas tertentu. Hal-hal tersebut bisa ditolerir dan tidak,
senada dengan apa yang dikemukakan oleh Prof. Dr. Abdul Aziz el-Qussy, tidak semua
perbuatan anak ditolerir oleh orang tua, dalam hal-hal tertentu orang tua perlu ikut
campur terhadap anaknya, misalnya :
Pola pendidikan Permisif (Laissez Faire) terlihat pada Orang tua atau orang
dewasa selaku pendidik yang membiarkan anak berbuat sesuka hati dengan sedikit
tekanan, sehingga menciptakan suatu pola interaksi rumah tangga dan masyarakat yang
terpusat pada anak. Orang tua dalam keluarga hanyalah sebagai orang tua yang tidak
memiliki kewajiban atau tanggung jawab mendidik anaknya.
Pola pendidikan ini ditandai dengan pemberian kebebasan tanpa batas pada anak,
anak berbuat menurut kemauannya sendiri, tidak terarah dan tidak teratur sehingga
keluarga dan masyarakat sebagai lembaga pendidikan informal nihil untuk memiliki
fungsi edukatif. Cara mendidik ini tidak tepat bila dilaksanakan secara murni di
lingkungan lembaga pendidikan keluarga dan masyaraakt karena dapat mengakibatkan
anak berkepribadian buruk.
Bentuk prilaku orang tua atau orang dewasa selaku pendidik yang permisif, antara
lain membiarkan anak bertindak sendiri tanpa memonitor (mengawasi) dan
membimbingnya, mendidik anak secara acuh tak acuh, bersifat pasif atau bersifat masa
bodoh, dan orang tua atau orang dewasa selaku pendidik hanya mengutamakan pemberian
materi semata bagi anaknya.
Pertama, sifatnya yang elastis, atau lebih banyak memberikan kesempatan kepada
sekecil masyarakat dan tidak lebih banyak memberikan kesempatan kepada sebagian
besar masyarakat. Realitas demikian tampak mula-mula pada awal-awal kemerdekaan
terutama dalam hal kesempatan mendapatkan layanan pendidikan, meskipun
pengejawantahannya akhirnya lebih bersentuhan dengan persoalan mutu pendidikan.
Tampak sekali, bahwa layanan pendidikan yang bermutu, tetap dinikamati oleh kalangan
terbatas, sementara kalangan kebanyakan sekadar mendapatkan layanan pendidikan yang
dari segi kualita sangat memperihatinkan. Keluhan mengenai mutu pendidikan yang
akhir-akhir ini pernah mencuat ke permukaan, agaknya dapat dilihat dari sudut pandang
ini.
Ketiga, liberal, rasional, individual, achievement oriented dan sosial alienated.
Ciri-ciri pendidikan demikian, umumnya berbeda dan bahkan berlawanan dengan ciri-
ciri masyarakat dan nilai-nilai yang berkembang di negara-nnegara berkembang.
Pendidikannya liberal, padahal masyarakatnya menjunjung tinggi nilai-nilai
kolektifisme; pendidikannya menanamkan rasionalitas, padahal masyarakat negara-
negara berkembang banyak juga mempunyai budaya-budaya yang tidak saja
mengembangkan rasionalitas melainkan juga segi-segi emosional dan batiniah;
pendidikannya individual padahal masyarakatnya menjunjung tinggi kesetiakawanan
sosial dan gotong royong; pendidikannya achievement oriented secara sempit sekadar
prestasi akademik di kelas; pendidikannya sosial alienated padahal masyarakatnya
menginginkan sosialisasi siswa dengan lingkungannya.
Keempat, tidak berakar pada tradisi dan budaya setempat. Hal demikian sangat
memperihatinkan, oleh karena pendidikan pada dasarnya adalah pewarisan budaya dari
generasi sebelumnya kepada generasi sesudahnya atau penerusnya. Oleh karena tidak
berakar pada tradisi dan budaya setempat, maka para siswanya bisa mengalami
keterasingan budaya.
Kelima, berorientasi pada masyarakat kota. Ini juga sangat memprihatinkan
mengingat sebagian besar wilayah negara-negara berkembang justru terdiri dari
pedesaan. Orientasi ke kota demikian, lambat atau cepat, langsung maupun tidak
langsung, bisa menjadikan penyebab lulusan-lulusan pendidikan lebih tertarik dengan
kehidupan kota ketimbang bangga membangun desanya. Tingginya angka perpindahan
penduduk ke kota-kota besar, yang lazim menimbulkan efek-efek sampingan sosial,
agaknya juga dapat dilihat dari sudut pandang ini.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dengan adanya materi mengenai pola pendidikan di negara berkembang ini
diharapkan pembaca dapat mengetahui apa saja yang menjadi pola dan kebijakan
pendidikan di negara – negara berkembang. Sistem pendidikan diseluruh dunia memiliki
pola-pola pendidikan sesuai dengan karakteristik dari masyarakat tersebut. Kebijakan –
kebijakan dari pendidikan setiap negara juga berbeda termasuk di negara berkembang.
Karena pola, sistem dan kebijakan nya berbeda maka masalah yang dihadapi pada setiap
negara pun berbeda.
3.2 Saran
Kami harap pembaca dapat memahami materi pola pendidikan negara berkembang
ini. Serta diharapkan para peserta dapat lebih memahami permasalahan yang terjadi pada
pola pendidikan ini agar dapat mencari jalan keluar dari permasalahan yang terjadi.
DAFTAR PUSTAKA
Blogspot.com (n.d) November 25, 2020.
http://maharanihasan.blogspot.com/2011/04/kebijakan-pendidikan-di-negara.html
.
Hakim, A.M. (2002). Mendidik Anak Secara Bijak; Panduan Keluarga Muslim Modern,
Bandung: Marja.
Imron, A. (2008). Kebijaksanaan Pendidikan di Indonesia (Proses, Produk dan Masa
Depannya), Jakarta: Bumi Aksara.
Kusumo, H.K. (1996). Pengantar Pendidikan, Semarang: IKIP Press.
Prasetya, T. (2003). Pola Pengasuhan Ideal, Jakarta: PT. Elex Media Koputindo.
Purwanto, N.M. (1998). Administrasi dan Supervisi Pendidikan, Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya.
Slide player.info. (n.d). November 24, 2020.
https://slideplayer.info/slide/1894472/nadyaclarashinta.
Soemanto, W. (1990). Psikologi Pendidikan, Jakarta: Rineka Cipta.
Tim Penyusun Kamus Besar Bahasa Indonesia (2003) , Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi
3, Jakarta: Balai Pustaka.
Ulwan, N.A. (1995). Pendidikan Anak dalam , Jakarta: Bumi Aksara.
Wandy, N. (2014). KEBIJAKAN PENDIDIKAN DI NEGARA BERKEMBANG.
Zahara Idris dan H., & Jamal L. (1995). Pengantar Pendidikan 1, Jakarta: PT. Grasindo.