Anda di halaman 1dari 37

MMAKALAH

Disusun oleh:

Nama :Ica Dewi Sari

Npm : 3019005

Kelas : V.A Pendidikan sejarah

Mata Kuliah : Sejarah Amerika

Dosen pengampu : Sarkowi,M.hum

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH

SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

PERSATUAN GURU REPUBLIK INDONESIA

STKIP PGRI KOTA LUBUKLINGGAU

2021/2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadiran allah SWT karena atas segala limpahan rahmatnya penulis dapat
menyelesaikan makalah yang berjudulMasa Pemerintahan Kolonial Inggris di Amerika Utara ”
makalah ini disusun untuk memenuhi mata kuliah sejarah Amerika Kami juga mengucapkan
terimakasih kepada bapak/ibu selaku dosen mata kuliah sejarah Amerika yang telah membimbing
kami dalam penyusunan makalah ini hingga selesai Kami juga menyadari bahwa dalam
penyusunan makalah ini masih banyak kekurangan maka dengan segala kerendahan hati kami
mengharapkan saran dan kritik bagi pembaca makalah.

Lubuklinggau,06,Oktober2021

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI..................................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN...............................................................................................

Latar belakang.......................................................................................................... 1
Rumusan masalah.................................................................................................... 1
Tujuan penulisan...................................................................................................... 1
BAB 11 PEMBAHASAN

1. Struktur sosial ekonomi masyarakat di Hindia Belanda abad XX.... ............................................

2.Penyebaran pengajaran,mobilitas sosial,dan urbanisasi zaman kolonial abad XX.....................

3.Perahliaan status sosial ekonomi kaum pribumi dan pergerakan Nasional Indonesia...............

4. Struktur sosial masyarakat kepresidenan palembang( Sumatera Selatan) abad XX.................

BAB III PENUTUP.........................................................................................................

A.KESIMPULAN DAN SARAN................................................................................... 8

DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................... 9

BAB I
PENDAHULUAN

Perkembangan sosial merupakan pencapaian kematangan dalam hubungan sosial. Dapat juga diartikan
sebagai proses belajar untuk menyesuaikan diri terhadap norma-norma kelompok, moral, dan tradisi,
meleburkan diri menjadi satu kesatuan dan saling berkomunikasi dan bekerja sama.

Pengertian Perkembangan Ekonomi dan Penjelasannya (Lengkap)

Pada dasarnya pengertian dari perkembangan ekonomi adalah indikasi dari adanya pertumbuhan
ekonomi. Pertumbuhan ekonomi sendiri merupakan perubahan kondisi dari perekonomian suatu negara
yang secara berkesinambungan menuju ke keadaan yang lebih baik selama satu periode. Nah,
perkembangan ekonomi ini mengikuti dari pertumbuhan ekonomi tersebut. Perkembangan ekonomi
lebih kearah bagaimana pertumbuhan ekonomi suatu perusahaan atau lainnya mengalami perubahan
berupa perkembangan dari beberapa sektor atau faktor pendukungnya.

Pengertian Perkembangan Ekonomi

Ada pun pengertian perkembangan ekonomi sendiri adalah proses perkembangan berupa kenaikan
dalam jangka panjang dari satu negara (misalnya) atau perusahaan (misalnya) untuk menyediakan
banyak barang yang mendukung perkembangan ekonomi yang disesuaikan dengan tingakat kebutuhan.
Adanya perkembangan ekonomi ini tidak jauh dari pembangunan ekonomi.

Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses kenaikan suatu pendapatan total dan pendapatan
perkapita dengan memperhitungkan adanya pertambahan penduduk yang disertai dengan adanya
perubahan fundamental di dalam struktur ekonomi suatu negara dan pemerataan pendapatan bagi
penduduk di suatu negara tersebut. Untuk melihat bagaimana perkembangan ekonomi kita bisa melihat
faktor-faktor apa saja yang dapat mempengaruhi perkembangan ekonomi.

Faktor-Faktor Perkembangan Ekonomi

Seperti sudah dijelaskan bahwa pengertian perkembangan ekonomi saling berkolerasi dengan
pertumbuhan ekonomi. Berikut ini faktor-faktor perkembangan ekonomi yang berkaitan dengan
pertumbuhan ekonomi, antara lain:
1. SDM (Sumber Daya Manusia)

Hal pertama yang dipengaruhi dari proses pertumbuhan ekonomi ke arah perkembangan ekonomi
adalah dipengaruhi oleh faktor SDM. Faktor SDM ini memiliki pengaruh yang penting terutama dalam
hal proses perkembangan ekonomi. Proses perkembangan ekonomi ini dimunculkan juga dalam proses
pembangunan yang mengikuti. Di dalam proses pembangunan ini entah cepat atau lambat bergantung
dari SDM yang menjadi subjek dalam pembangunan dan kompetensi yang dimiliki memadai untuk
proses perkembangan ekonomi sendiri.

2. SDA (Sumber Daya Alam)

Selain SDM, SDA atau Sumber Daya Alam juga menjadi faktor yang penting dalam mempengatuhi
pertumbuhan ekonomi. Mengapa? Hal ini dikarenakan sebagian besar dari negara berkembang,
menjadikan perkembangan ekonomi negaranya bergantung dari SDA yang dimiliki. Akan tetapi, jika
sebuah negara tersebut memiliki SDA yang baik namun tidak didukung dengan kualitas SDM yang
berkualitas maka tentunya tidak akan mudah untuk mendapatkan hasil produksi yang baik dari SDA.

3. IPTEK

IPTEK atau Ilmu Pengetahuan dan Teknologi juga menjadi salah satu faktor penting dalam
perkembangan teknologi. Dengan melihat perkembangan teknologi yang canggih maka dalam
mendapatkan proses perkembangannya juga lebih cepat. Tentunya hal ini akan mendukung
perkembangan ekonomi.

4. Budaya

Ternyata budaya juga memberikan dampak tersendiri dalam proses perkembangan dan pertumbuhan
ekonomi. Faktor budaya memiliki fungsi untuk membangkitkan dan mendorong terjadinya proses
pengembangan dan pembangunan ekonomi. Faktor budaya menjadi faktor utama karena sikap kerja,
cerdas ulet dan jujur.

5. Modal

Modal menjadi salah satu faktor yang menentukan perkembangan ekonomi. Modal sendiri juga
berkesinambungan dengan SDM. Modal menjadi salah satu kebutuhan yang penting untuk proses
perkembangan ekonomi. Sebab, modal inilah yang nantinya akan meningkatkan hasil produktivitas dari
pekerjaan yang akan dikerjakan.
Bab II

PEMBAHASAN

A. Struktur sosial masyarakat di Hindia Belanda abad ke XX

Sosial ekonomi

Sosial ekonomi adalah kedudukan atau posisi seseorang dalam kelompok masyarakat yang ditentukan
oleh jenis aktivitas ekonomi, pendidikan serta pendapatan.[1] Dalam pembahasannya sosial dan
ekonomi sering menjadi objek pembahasan yang berbeda.[2] Dalam konsep sosiologi manusia sering
disebut dengan makhluk sosial yang artinya manusia tidak dapat hidup wajar tanpa adanya bantuan dari
orang lain, sehingga arti sosial sering diartikan sebagai hal yang berkanaan dengan masyarakat.
[2]Ekonomi barasal dari bahasa Yunani yaitu oikos yang berarti keluarga atau rumah tangga dan nomos
yang berarti peraturan.[3]

Kurang meratanya pendidikan merupakan salah satu penyebab buruknya sosial ekonomi seseorang
dalam masyarakat

Ada beberapa faktor yang dapat menentukan tinggi rendahnya keadaan sosial ekonomi seseorang
dalam masyarakat yaitu :

Tingkat pendidikan.

Jenis pekerjaan.

Tingkat pendapatan.

Keadaan rumah tangga.

Tempat tinggal.
Kepemilikan kekayaan.

Jabatan dalam Organisasi.

Aktivitas ekonomi

Kondisi Sosial Ekonomi Indonesia

Dilihat sejak masa kolonialisme, pendidikan dianggap sebagai faktor penting untuk meningkatkan
kesejahteraan bangsa. Masyarakat Indonesia yang biasa dikenal dengan penduduk pribumi pada masa
kolonial mendapat kesempatan untuk menyekolahkan anak-anaknya, meskipun masih banyak
keterbatasan karena adanya pembedaan perlakuan dalam masyarakat, adanya perbedaan jenjang
pendidikan pada masa kolonial pada umumnya membuat peluang masyarakat untuk memperoleh
pekerjaan lebih sedikit sehingga berdampak pada pandapatan yang mempengaruhi kesejahteraan.

Struktur Sosial Ekonomi Pemerintahan Hindia Belanda

Terdapat pembedaan perlakuan dalam fasilitas pendidikan

Masyarakat pribumi memperoleh fasilitas berbeda dengan kelompok timur asing cina, india, dan arab,
apalagi dengan kelompok eropa

Perbaikan dilalui melalui politik etis

Terdapat kesenjangan ekonomi antara masyarakat pribumi dan non pribumi

Dualisme perekonomian yaitu adanya dua sistem ekonomi yang berbeda dan berdampingan kuat yaitu
antara sistem ekonomi tradisonal dan modern

Perbedaan ekologi : Inner indonesia >< outer island

Hubungan dengan negara maju: berhubungan dekat dan belum berhubungan.

Dalam perkembangannya kegiatan ekonomi lebih berkembang di pulau Jawa dan sedikit di pulau lainya
seperti Sumatera dan Kalimantan.Pembangunan regional di Indonesia pada tahun 1960-an digambarkan
sebagai pembagunan sosial ekonomi yang dramatis. Sementara itu terlihat jelas terdapat kesenjangan
ekonomi yang serius antar wilayah, dengan ditandai tidak meratanya pembangunan antara wilayah Jawa
dan di luar pulau Jawa.

Struktur Sosial Ekonomi Era Orde baru

Kabinet Ampera.

Program pembangunan dilaksanakan sistematis melalui rencana pembangunan lima tahun


Dibidang pendidikan jumlah anak yang dapat bersekolah terus meningkat walaupun tidak semua
penduduk mendapatkannya karena kurang meratanya pendidikan bedasarkan wilayah atau pun tingkat
ekonomi.

Dibidang ekonomi pemerintah lebih memperhatikan pembangunan di daerah dengan ditandai


dipegangnya kepemimpinan tunggal di daerah oleh Gubernur

Adanya dominasi kegiatan ekonomi di pulau jawa dan lebih sedikit dipulai lain.

Dari awal kemerdekaan sampai era reformasi kesenjangan antar provinsi masih terlihat dalam hal ini
diukur dari tingkat harapan hidup, tingkat pendidikan, pembangunan serta pendapatan.[4] Dalam hal
pembangunan sosial ekonomi yang tidak merata menyebabkan tingkat kemiskinan yang masih tinggi
khususnya di Indonesia.

Sosial ekonomi

Sosial ekonomi adalah kedudukan atau posisi seseorang dalam kelompok masyarakat yang ditentukan
oleh jenis aktivitas ekonomi, pendidikan serta pendapatan.[1] Dalam pembahasannya sosial dan
ekonomi sering menjadi objek pembahasan yang berbeda.[2] Dalam konsep sosiologi manusia sering
disebut dengan makhluk sosial yang artinya manusia tidak dapat hidup wajar tanpa adanya bantuan dari
orang lain, sehingga arti sosial sering diartikan sebagai hal yang berkanaan dengan masyarakat.
[2]Ekonomi barasal dari bahasa Yunani yaitu oikos yang berarti keluarga atau rumah tangga dan nomos
yang berarti peraturan.[3]

Kurang meratanya pendidikan merupakan salah satu penyebab buruknya sosial ekonomi seseorang
dalam masyarakat

Ada beberapa faktor yang dapat menentukan tinggi rendahnya keadaan sosial ekonomi seseorang
dalam masyarakat yaitu :

Tingkat pendidikan.

Jenis pekerjaan.

Tingkat pendapatan.

Keadaan rumah tangga.

Tempat tinggal.

Kepemilikan kekayaan.

Jabatan dalam Organisasi.


Aktivitas ekonomi

Kondisi Sosial Ekonomi Indonesia

Dilihat sejak masa kolonialisme, pendidikan dianggap sebagai faktor penting untuk meningkatkan
kesejahteraan bangsa.[4] Masyarakat Indonesia yang biasa dikenal dengan penduduk pribumi pada
masa kolonial mendapat kesempatan untuk menyekolahkan anak-anaknya, meskipun masih banyak
keterbatasan karena adanya pembedaan perlakuan dalam masyarakat, adanya perbedaan jenjang
pendidikan pada masa kolonial pada umumnya membuat peluang masyarakat untuk memperoleh
pekerjaan lebih sedikit sehingga berdampak pada pandapatan yang mempengaruhi kesejahteraan.

B. Penyebaran pengajaran,mobilitas sosial,dab urbanisasi zaman kolonial abad XX

Urbanisasi pada masa kolonial terjadi dalam beberapa fase, yakni:

1. Pada fase pertama, ribuan orang budak dimobilisasi ke Batavia (Jakarta) untuk membangun sebuah
kota baru untuk pemukiman orang-orang Belanda yang terutama bekerja pada VOC. Para budak
tersebut berasal dari Madura, Makasar, Ambon, dan beberapa tempat di Nusa Tenggara. Mereka
dipekerjakan sebagai pekerja kasar dan buruh angkut pelabuhan. Sementara itu, penduduk asli cikal
bakal etnis Betawi mulai menyingkir ke daerah lebih selatan dan barat. Kota yang baru tersebut semula
berbentuk kota di dalam benteng (Kastil Batavia), namun kemudian bergeser ke utara di daerah Kota
Tua Jakarta (saat ini).

Sekali lagi, pelacakan toponim dapat membuktikan adanya urbanisasi. Di Jakarta saat ini, terdapat
toponim Kampung Ambon, Kampung Makasar, dan Kampung Manggarai. Daerah tersebut merupakan
tempat pemukiman para budak yang didatangkan oleh VOC pada awal abad 17.

2.Fase kedua, urbanisasi terjadi pada masa revolusi industri dan kapitalisme perkebunan. Revolusi
industri di Indonesia ditandai dengan munculnya pabrik-pabrik gula beserta perkebunan tebu. Lokasi
pabrik gula dan perkebunan tebu tersebar di Sumatera dan Jawa. Mungkin pada masa inilah sistem
buruh mulai dikenal di Indonesia. Pabrik dan perkebunan tebu membutuhkan tenaga cukup besar.
Demikian pula dengan perkebunan-perkebunan tembakau, tembakau, karet, dan teh yang dimiliki oleh
para invenstor asing non-pemerintah (Hindia Belanda).

Contoh dari urbanisasi yang terjadi pada fase revolusi industri dan kapitalisme perkebunan adalah
migrasi orang-orang Madura dari Pulau Madura ke Kota Jember antara 1886 hingga 1900. Daerah
Jember merupakan daerah perkebunan tembakau yang dimiliki oleh swasta. Orang Madura dimobilisasi
ke Jember selain karena mudah diperoleh dan dapat diupah rendah, orang Madura juga telah terbiasa
menanam tembakau walau hanya untuk konsumsi sendiri. Selain itu, Pulau Madura merupakan daerah
miskin sehingga tawaran bekerja di perkebunan cukuplah menarik.

3. Fase ketiga, urbanisasi terjadi karena politik etis. Penerapan politik etis yang diterapkan di Hindia
Belanda memungkinkan orang pribumi (dalam kalangan yang sangat terbatas) untuk mendapatkan
pendidikan hingga perguruan tinggi. Tujuan utama adalah kota-kota seperti Jakarta, Semarang,
Surabaya, dan Bandung. Di Jakarta, terdapat School tot Opleiding van Indische Artsen / STOVIA (Sekolah
Pendidikan Dokter Pribumi), di Bandung terdapat Technische Hoogeschool te Bandoeng (sekarang
bernama Institut Teknologi Bandung).

C. Perahlian struktur sosial ekonomi kaum pribumi dan pergerakan Nasional Indonesia

BAB I

PERGERAKAN NASIONAL:

A. Arti Pengerakan Nasional

Pengerakan Nasional merupakan istilah yang digunakan untuk menyebut satu fase dalam sejarah
Indonesia

yakni masa perjuangan mencapai kemerdekaan yakni

pada kurun 1908-1945. Mengapa 1908 dijadikan sebagai

tahun awal?, alasannya karena pada masa inilah perjuangan yang dilakukan rakyat termasuk dalam
kategori

bervisi nasional. Artinya pergerakan yang dilakukan

untuk menentang kaum penjajah sebelum tahun ini,

masih bersifat kedaerahan atau sebatas masing-masing

memperjuangkan kelompoknya masing-masing.

Timbulnya kesadaran baru dengan cita-cita nasional

disertai lahirnya organisasi modern sejak 1908, menandai lahirnya satu kebangkitan dengan semangat
yang

berbeda. Dengan demikian, masa awal perjuangan bangsa periode ini dikenal pula dengan sebutan
kebangkitan
nasional. Istilah pergerakan nasional lainnya juga digunakan untuk melukiskan proses perjuangan bangsa

Indonesia dalam fase mempertahankan kemerdekaan

(masa revolusi fisik). Pergerakan masa ini merupakan

1. upaya untuk membendung hasrat kaum kolonial yang

ingin menanamkan kembali kekuasaannya di Indonesia.

Istilah pergerakan identik dengan istilah movement

dalam bahasa Inggris. Alasan mengapa disebut pergerakan nasional, karena orientasi perjuangan yang

dilakukan melalui wadah organisasi modern menyangkut arah perbaikan hajat hidup bangsa Indonesia.
Artinya, pergerakan tersebut merupakan refleksi rasa

ketidakpuasan dan ketidaksetujuan terhadap keadaan

masyarakat yang sangat memperihatinkan ketika itu.

Mencapai kemerdekaan bersama sebagai bangsa, merupakan cita-cita nasional dan usaha terorganisir
ini

adalah sebuah pergerakan nasional.

Untuk memaknai lebih lanjut, menarik dikemukakan

pandangan Henry A. Lansberger dan Yu.G. Alexandrov

tentang empat dimensi penting dari sebuah gerakan,

yakni: (1) tingkat adanya kesadaran bersama tentang

nasib yang dialami, (2) tingkat di mana aksi itu bersifat

kolektif, baik dalam lingkup orang yang terlibat maupun

tingkat koordinasi dan organisasi aksi, (3) lingkup di

mana aksi itu bersifat instrumental yang dirancang untuk

mencapai sasaran di luar aksi itu sendiri, dan (4) tingkat

di mana reaksi itu didasarkan secara ekslusif atas

kerendahan status sosial, ekonomi, dan politik.1

Kaitannya dengan pergerakan nasional, yakni kesadaran bersama tentang nasib merupakan sebentuk
identifikasi diri atas sejumlah penderitaan yang diakibat-

3 | SEJARAH PERGERAKAN NASIONAL INDONESIA

kan oleh ulah kaum kolonial yang pada gilirannya

mencipta sikap anti-penjajah. Pada tingkat aksi kolektif

berhubungan dengan perjuangan yang dilakukan secara

terorganisir melalui organisasi modern. Kemudian sifat

instrumental yakni menjadikan organisasi modern sebagai alat untuk mencapai tujuan bersama yakni
merebut

kemerdekaan dari tangan penjajah. Begitu pula dengan

tingkat reaksi berkaitan dengan kondisi memperihatinkan yang dialami oleh rakyat di Nusantara selama

bertahun-tahun.

Arti pergerakan nasional lebih lanjut, dapat dilihat

pada uraian berikut ini:

Untuk menunjukkan sifat yang lebih aktif dan penuh

menanggung risiko dalam perjuangan, maka banyak para

pelaku sejarah menggunakan perkataan “pergerakan

nasional” daripada “kebangkitan nasional”. Walaupun

sebenarnya hal itu sama tujuannya. Bahkan apabila

ditinjau dari awal perjuangan untuk mencapai cita-cita

nasional, organisasi pergerakan nasional pada waktu itu

menggunakan istilah “insulinde” (negeri yang cantik molek

bangun dari tidurnya). Oleh karena itu, digunakan

perkataan “kebangunan nasional”. Yang dimaksudkan

dengan negeri cantik molek adalah Indonesia (Hindia

Belanda waktu itu). Berhubung Indonesia masih dalam

cengkraman penjajah, maka dikatakan masih tidur. Setelah


ada organisasi pergerakan nasional, maka dikatakan

“bangun dari tidurnya”. Jadi rakyatnya mulai berjuang

untuk membebaskan diri dari penjajahan.2

Uraian tersebut menunjukkan bahwa ada tiga istilah

yang melekat pada eksistensi perjuangan mencapai

AHMADIN|4

kemerdekaan di Indonesia tersebut, yakni pergerakan

nasional, kebangkitan nasional, dan kebangunan nasional. Dua istilah terakhir cenderung berkonotasi
penggambaran atas satu situasi awal atau hanya melukiskan

sebuah momentum penting, sedangkan istilah pertama

lebih bersifat dinamis serta menunjukkan suatu aksi.

Istilah kebangkitan dan kebangunan, lebih tepat untuk

menggambarkan pergerakan modern awal. Dengan

demikian, istilah pengerakan sepertinya lebih pas untuk

melukiskan proses dan arah perjuangan bangsa dalam

kurun 1908-1945 ini.

Sartono Kartodirjo menggunakan istilah “Kebangunan Nasional”, tatkala melukiskan dimulainya fase
baru

dalam sejarah perjuangan bangsa yakni berdirinya

organisasi Budi Utomo pada 20 Mei 1908 di Batavia

(Jakarta). Menurutnya, kelahiran organisasi ini didasarkan atas pengalaman-pengalaman masa lampau
dengan

model perlawanan bersifat lokal tidak efektif. Karena itu,

dalam fase ini timbul kesadaran mendalam akan

persatuan dengan menghimpun secara terorganisir

segenap potensi perjuangan yang ada.3


Moedjanto menguraikan ciri perjuangan atau perlawanan dari rakyat terhadap kolonialisme dan
imperialisme di Nusantara sebelum dan setelah 1900, sebagai

berikut: (1) Sebelum 1900; perjuangan rakyat berciri

perlawanan atau perjuangan bersifat kedaerahan atau

lokal, menggantungkan pada tokoh kharismatik, dan

5 | SEJARAH PERGERAKAN NASIONAL INDONESIA

belum ada tujuan yang jelas; (2) Setelah 1900; perjuangan rakyat berciri perjuangan bersifat nasional,
diplomasi, dan perjuangan dengan organisasi modern.4

B. Penyebab Munculnya Pergerakan Nasional

Pergerakan nasional yang mewujud sebagai buah

protes atas sejumlah penindasan kaum kolonial pada

rakyat di Nusantara selama bertahun-tahun, bukanlah

peristiwa yang terjadi tiba-tiba dalam fase sesaat. Akan

tetapi, melewati serangkaian proses mulai dari bentuknya yang relatif sederhana (tradisional) dengan
semangat kedaerahan, hingga pergerakan dalam kategori

modern dengan rasa sebangsa sebagai energi penggeraknya. Dengan demikian, untuk menjelaskan
penyebab

timbulnya harus dihubungkaitkan bersama sejumlah

prakondisi baik penyebab langsung maupun tidak

langsung. Dalam banyak literatur, penyebab langsung

disebut faktor dalam negeri (internal), sedangkan

penyebab tidak langsung dinamakan faktor luar negeri

(eksternal).

Beberapa faktor penyebab timbulnya pergerakan

nasional yang bersumber dari dalam negeri (internal),

antara lain digambarkan sebagai berikut:

1. Adanya tekanan dan penderitaan yang terus


menerus, sehingga rakyat Indonesia harus bangkit

melawan penjajah;

AHMADIN|6

2. Adanya rasa senasib-sepenanggungan yang hidup

dalam cengkraman penjajah, sehingga timbul semangat bersatu membentuk Negara;

3. Adanya rasa kesadaran nasional dan harga diri,

menyebabkan kehendak untuk memiliki tanah air

dan hak menentukan nasib sendiri.5

Tekanan dan penderitaan terus menerus yang

dimaksud merupakan akumulasi dari sejumlah tindakan

kaum penjajah, mulai dari Bangsa Portugis, Belanda,

Inggris, Perancis, dan Jepang. Belanda merupakan penjajah terlama menanamkan pengaruhnya di
Nusantara,

sehingga berbagai bentuk penindasan yang membuat

rakyat menjadi miskin, menderita, dan tertinggal telah

menjadi catatan hitam dalam sejarah perjalanan bangsa

Indonesia. Perlakuan sejenis yang dialami bersama itulah

menimbulkan perasaan senasib dan akhirnya menjelma

menjadi semangat untuk membentuk sebuah negara.

Kesadaran akan pentingnya kebersatuan untuk mewujudkan impian bersama (membebaskan diri dari
belenggu penjajah), pada gilirannya membentuk kesadaran

nasional.

Mengenai pembentukan nation6 dapat dijelaskan

dengan mengacu pada beberapa teori. Pertama, teori

kebudayaan (cultuur) yang menyebut suatu bangsa atas

dasar persamaan kebudayaan pada sekelompok manusia.


Kedua, teori negara (staat) yang menentukan terbentuknya suatu Negara lebih dahulu adalah penduduk
yang ada

7 | SEJARAH PERGERAKAN NASIONAL INDONESIA

di dalamnya disebut bangsa. Ketiga, teori kemauan (wils)

bersama dari kelompok manusia untuk hidup bersama

dalam ikatan suatu bangsa, tanpa memandang perbedaan

kebudayaan, suku, dan agama.7

Kemauan sebagai buah dari kesadaran subyektif rakyat untuk menentang penjajah dan membebaskan
diri

dari belenggu penderitaan, tereproduksi dari sentimen

kelompok sedaerah menjadi rasa sebangsa dan setanah

air. Rasa ini mewujud dalam kerangka kepentingan (citacita) yang sama sebagai pihak yang menderita
bersama di

bawah tekanan hegemoni kaum kolonial selama betahuntahun lamanya. Artinya, mereka berjuang
bukan lagi

berbasis solidaritas sesuku/seetnik, tetapi sebagai rasa

sebangsa yang terjajah.

Merujuk pada teori keinginan (wils) yang dianggap

sebagai motor penggerak timbulnya nasionalisme, maka

semangat kebangsaan sesungguhnya merupakan gejala

psikologis yang disebut psychological state of mind.

Dalam banyak hal nasionalisme di Indonesia seperti

halnya negara-negara Asia Tenggara lainnnya, mempunyai basis historis pada kolonialisme dan
munculnya

anti-kolonialisme sebagai imbangannya.8 Ignas Kleden

menguraikan bahwa nasionalisme dalam konteks internasional, adalah kebangkitan negara-negara di


dunia

ketiga pada paroh pertama abad ke-20, baik untuk


melepaskan diri dari penguasaan kolonial maupun untuk

memiliki kedaulatan nasionalnya sendiri. Bahkan menu-

AHMADIN|8

rutnya, secara positif nasionalisme adalah semacam

national self assertion, yakni pencarian bentuk program

national-building melalui integrasi nasional; perumusan

tujuan-tujuan nasional yang akan menggerakkan dan

mengerahkan kehidupan politik nasional; dan penguasaan berbagai sumber daya nasional.9

Pada tingkat nasional, nasionalisme dapat didefinisikan sebagai peralihan dari pandangan sosial yang

ahistoris kepada sikap yang lebih historis. Kehidupan

sosial-politik bukanlah sesuatu yang ada dengan sendirinya secara alamiah, melainkan sesuatu yang
dibangun

dengan keputusan dan tindakan sendiri. Bahkan pada

tingkat ini pula nasionalisme dapat didefinisikan sebagai

peralihan dari provinsialisme yang partikularistik kepada

sikap dan kesadaran nasional yang lebih terbuka, dan

terjadilah pergantian closed society oleh open society.10

Dalam konteks perubahan seperti inilah kesadaran nasional dan dinamika pergerakan nasional di
Indonesia sejak

kelahiran Budi Utomo 1908 hingga menjelang masa

proklamasi kemerdekaan akan menjadi inti kajian.

Satu hal yang tidak boleh diabaikan bahwa ketiga prakondisi atau faktor internal penyebab timbulnya
gerakan

nasional, tidak terkonstruksi secara tunggal. Akan tetapi

merupakan bagian integral tak terceraikan dari sejumlah

kondisi lainnya. Maksudnya, sebab-sebab internal tersebut berproses secara regular, sedangkan
sejumlah
faktor eksternal merupakan momentum mewujudkan

9 | SEJARAH PERGERAKAN NASIONAL INDONESIA

pergerakan nasional. Menurut Sudiyo, faktor luar negeri

yang turut mempercepat proses timbulnya pergerakan

nasional, antara lain:

1. Adanya faham baru, yakni liberalisme dan human

rights, akibat dari Perang Kemerdekaan Amerika

(1774-1783) dan Revolusi Perancis (1789), yang

sudah mulai dikenal oleh para elit intelektual.

2. Diterapkannya pendidikan sistem Barat dalam

pelaksanaan Politik Etis (1902), yang menimbulkan wawasan secara luas bagi pelajar Indonesia,

walaupun jumlahnya sangat sedikit.

3. Kemenangan Jepang terhadap Rusia tahun 1905,

yang membangkitkan rasa percaya diri bagi rakyat

Asia-Afrika dan bangkit melawan bangsa penjajah

(bangsa berkulit putih).

4. Gerakan Turki Muda (1896-1918), yang bertujuan

menanamkan dan mengembangkan nasionalisme

Turki, sehingga terbentuk negara kebangsaan yang

bulat, dengan ikatan satu negara, satu bangsa, satu

bahasa, ialah Turki.

5. Gerakan Pan-Islamisme, yang ditumbuhkan oleh

Djamaluddin al-Afgani bertujuan mematahkan dan

melenyapkan imperialisme Barat untuk membentuk persatuan semua umat Islam di bawah satu

pemerintahan Islam pusat. Gerakan ini menimbul-


A H M A D I N | 10

kan nasionalisme di Negara terjajah dan antiimperialis.

6. Pergerakan nasional di Asia, seperti gerakan

Nasionalisme di India, Tiongkok, dan Philipina.

11

Munculnya faham-faham baru berupa liberalisme,

demokrasi, dan nasionalisme pasca Revolusi Amerika

dan Revolusi Perancis, tidak terlepas dari terjalinnya

hubungan antara Eropa dengan Asia terutama sejak

pembukaan terusan Suez. Di mana komunikasi lintas

benua ini, menjadi media penyebaran isme-isme

termasuk semangat nasionalisme di kalangan bangsabangsa Asia tak terkecuali Indonesia. Demikian pula

penerapan sistem pendidikan Barat di Hindia Belanda

menciptakan kaum terpelajar dan elit baru yang

berpikiran modern serta kemenangan Jepang atas Rusia

memicu lahirnya rasa percaya diri di kalangan kaum

pribumi untuk berjuang menentang penjajah. Bahkan

gerakan Turki Muda dan Gerakan Pan-Islamisme,

memberi andil penting atas proses perwujudan semangat

kebangsaan di kalangan kaum pribumi. Berbagai gerakan

bervisi menjalin persatuan dan kesatuan sebagai satu

bangsa itulah yang menciptakan sikap anti-penjajah dan

pada gilirannya menjadikan organisasi-organisasi pergerakan dalam berbagai bentuknya sebagai alat
untuk

meraih kemerdekaa.
D.Struktur sosial masyarakat keresidenan Palembang ( Sumatera Selatan) abad XX

STRUKTUR SOSIAL MASYARAKAT PALEMBANG ABAD XX

A. Bidang Politik

Dalam pembahasan seorang tokoh ulama yang telah berperan penting di

dalam mengembangkan ajaran Islam maka perlu juga membahas bagaimana

struktur sosial politik masyarakat Palembang pada peralihan abad XIX dan abad

XX, yang mencakup bidang politik, sosial, ekonomi, dan keagamaan. Hal ini

mengingat bahwa kondisi sosial, politik, ekonomi, dan keagamaan sangat

mempengaruhi pembentukan intelektual seorang tokoh, serta kaitannya dengan

peranan seorang ulama di tengah-tengah masyarakat. Maka penulis melukiskan

gambaran kehidupan sosial masyarakat palembang dari berbagai aspek

kehidupannya pada masa Keresidenan Palembang.

Memperhatikan penyebaran Islam dan proses Islamisasi di Palembang,

Taufik Abdullah berpendapat bahwa proses Islamisasi di wilayah ini lebih tampak

pada zaman Kolonial Belanda dari pada Zaman Kesultanan. Selain kehancuran

hubungan antar daerah dan kota, keterlepasan dari kekuasaan sultan, merupakan

salah satu faktor bagi perkembangan yang dimaksud. Selain peristiwa menteng

tahun 1819 M, tidak pernah terjadi peristiwa pemberontakan dan peperangan yang

melibatkan ulama Sumatera-Selatan sepanjang abad XIX dan awal abad XX. Hal

ini menunjukan bahwa para ulama bebas Sumatera-Selatan lebih berkonsentrasi

pada kegiatan-kegiatan yang bersifat religius dan sosio kultural, tidak pada kegiatan

politis. Mengabarkan kegiatan-kegiatan politik tersebut, mungkin dikarenakan para

4 ulama bebas lebih mementingkan pembinaan masyarakat melalui pengajaran dan

dakwah Islam dan mungkin juga dilatar belakangi oleh kebebasan yang diberikan
pemerintah kolonial Hindia-Belanda. Dalam melaksanakan kegiatan pengajaradan dakwah Islam,
administrasi dan pembatasan yang diterapkan oleh penguasa

kolonial mungkin masih di pandang wajar dan dapat di toleransi, karena terutama

pada masa-masa awal, penguasa kolonial Belanda pada dasarnya hanya

melanjutkan prinsip dan prosedur pengaturan Islam yang telah dijalankan penguasa

kesultanan.1

Namun dimasa-masa selanjutnya dibuatlah peraturan-peraturan mengenai

pengajaran agama Islam, kebijaksanaan pengawasan terhadap pengajaran Islam

pada dasarnya dimaksudkan untuk mengendalikan dan mencegah guru agama

menjadikan lembaga pengajarannya sebagai sarana menghimpun kekuatan dalam

membenci penguasa Belanda.2 Peraturan dan ketentuan-ketentuan yang dibuat oleh

pemerintah kolonial Hindia-Belanda yang berkenaan dengan urusan agama Islam.

Pada awal abad XX, masih tampak sikap ragu-ragu sehingga lebih banyak

membiarkan saja. Menjelang pertengahan abad XX, masih ada keraguan yang

diiringi rasa takut terhadap ancaman Islam, sehingga muncul berbagai aturan yang

ketat dan kadang-kadang terasa aneh dalam menghadapi urusan agama Islam.3

di

dalam melakukan strategi untuk kepentingan politik dan pemerintahan kolonial

terkadang Belanda mengggunakan siasat yang licik untuk melemahkan kekuatan

1 Zulkifli, Ulama Sumatera-Selatan: Pemikiran dan Peranannya dalam Lintasan Sejarah,

(Palembang: Unsri, 1999), h. 80

2 Husni Rahim, Sistem Otoritas & Administrasi Islam Studi Tentang Pendapat Agama

Masa Kesultanan dan Kolonial Belanda,

rakyat agar tidak terjadi pemberontakan. Tentunya hal pertama yang harus

dilakukan Belanda adalah menyingkirkan terlebih dahulu ulama yang berperan

penting dalam pengajaran Islam.


Di bidang politik, Keresidenan Palembang pada masa ini, ulama

meneruskan tugasnya dalam pemerintahan, terutama para ulama yang langsung

diangkat sebagai pegawai keresidenan Palembang, seperti para Penghulu Nata

Agama dan jajarannya, yang ditugaskan oleh pemerintah belanda sebagai anggota

pengadilan adat, sebagai pemberi advis dalam soal-soal keagamaan, tetapi

kemudian tidak dilibatkan lagi sebagai anggota pengadilan adat, kehadirannya

hanya bila diperlukan ketika suatu perkara harus dilakukan sumpah di bawah

alqur’an. Penempatan posisi-posisi ulama dalam pemerintahan memberikan

peranan ulama penghulu beserta jajaranya dalam mempercepat perkembangan

Islam ke daerah pedalaman, tetapi hal ini hanya menyentuh pada bagian kuantitas

umat, sedangkan dalam bidang pemerintahan dan hukum adat kurang memberikan

pengaruh-pengaruh yang dominan, kecuali dalam bidang hukum perkawinan dan

warisan.

Di masa awal kekuasaan colonial Hindia-Belanda setelah kesultanan

Palembang dihapuskan, Palembang telah dijadikan daerah keresidenan yang

dipimpin oleh seorang residen. Residen dalam melaksanakan tugasnya dibantu oleh

asisten residen dan beberapa pejabat Belanda lainnya.

Jabatan yang masih disediakan untuk para pribumi antara lain:

a. Rijksbestuurder (Pangeran Kerama Jaya)

b. Ambtenaar bij den resident (Pangeran Tumenggung Astra Menggala)

c. Hoofd der Politie (Pangeran Tumenggung Kerta Menggala)

d. Dan masih banyak lagi jabatan-jabatan yang lainnya.


Data di atas menunjukan bahwa pemerintah kolonial masih

menggunakan beberapa pejabat pribumi untuk ikut memimpin Palembang,

walaupun dengan kadar kewenangan yang berkurang. Hal ini dimaksudkan

untuk menunjukan kepada rakyat bahwa perintah Belanda masih “menghargai

sistem kesultanan”, di balik itu penunjukan tersebut dimaksudkan untuk

menenangkan rakyat dan memudahkan pengendalian bila terjadi kerusuhan.5

Para ulama yang dianggap cukup berilmu, mengadakan perkumpulan yang di

duga jaringan ulama yang pernah belajar di timur tengah, mereka membuat

perkumpulan atau organisasi yang tujuannya mengembangkan Islam di

Palembang, diantaranya adalah K.H. Abubakar Bastari yang melawan politik

kolonial Hindia-Belanda melalui pendidikan, ia tidak mengajak rakyat untuk

melawan penjajah dengan peperangan, tetapi cenderung memperbaiki mental

spiritual masyarakat yang mengalami tekanan setelah kekalahan yang

berkepanjangan.

Mereka yang di sebut ulama independent (ulama bebas), sama hal nya

dengan ulama rakyat.6

yang selalu berada di tengah tengah masyarakat.

Seperti. Ki Pedatukan, Ki Marogan dan K.H. Abubakar Bastari dan masih

5 Husni Rahim, Sistem Otoritas & Administrasi Islam: Studi Tentang Pejabat Agama Masa

Kesultanan dan Kolonial di Palembang

banyak lagi ulama-ulama lainnya. Mereka inilah yang berkesinambungan

memperjuangkan islam berkembang di Palembang dari masa-kemasa.

B. Bidang Sosial

Kondisi sosial budaya masyarakat Palembang pada masa kesultanan

Palembang Darussalam dapat dikatakan sangat baik, karena dapat dilihat dari
penggunaan bahasa dikehidupan sehari-hari. Sistem kekerabatan, organisasi

sosial, sistem pengetahuan dan tekhnologi, perkembangan ini didukung oleh

letak ibu kota kesultanan yang menghubungkan pedagang dari luar

kesultanan. Dengan demikian dapat mempercepat dan memperluas tukarmenukar unsur sosial budaya
antar bangsa. Pada masa perkembangan

kesultanan Palembang, kondisi sosial budaya masyarakat Palembang

dipengaruhi dua kebudayaan yang besar yaitu Melayu dan Jawa. Budaya Jawa

dikenal oleh masyarakat Palembang sejak dibangunnya keraton Jawa yaitu

dikenal dengan nama Keraton Kuto Gawang, letak Keraton Kuto Gawang ini

berada ditepian sungai Ogan dan sungai Komering yang dilindungi oleh pulau

kemarau sebagai basister

tanah elit Jawa.

Dengan dibangunnya Keraton Kuto Gawang sebagai basis pertama elit

Jawa, maka mulai berbaurnya dua kebudayaan yang berbeda yaitu Melayu dan

Jawa. Budaya Melayu yang ada pada masyarakat Palembang dipengaruhi oleh

7 Basister: Asas atau Dasar. Lihat Di Team Penyusun Kamus, Kamus Besar Bahasa

Indonesia Edisi Ketiga.

8 Maskur, “Peranan Pangeran Keramo Jayo Selama Menjadi Pejabat Negara Palembang di

Bawah Pemerintah Kolonial Belanda (1823-1853)i, (Palembang, Jurusan SKI Fak. Adab

IAIN Raden Fatah), hlm

kebudayaan Jawa yang sangat mendominasi. Pengaruh Melayu dan Jawa

terhadap masyarakat Palembang, kita lihat dari segi bahasa yang digunakan

masyarakat keraton. Masyarakat keraton mengunakan dialek Palembang yang

diadaptasi dari kosa kata bahasa Jawa. Namun, kosa kata Jawa dengan dialek

Palembang yang dipakai oleh masyarakat keraton tidak menjadi bahasa

Palembang secara keseluruhan. Perbedaan bahasa ini merupakan hirarki sosial


yang mempengaruhi semua aspek kehidupan sehari-hari.9

Hal tersebut untuk mencari adanya perbedaan sosial penggunaan

bahasa Jawa yang dipakai oleh pembesar Palembang terutama ketika

menghadap raja. Selain dari segi bahasa yang dipakai oleh masyarakat

Palembang, ada juga pembagian kelas dalam masyarakat keraton, ini

merupakan ciri khas dari masyarakat keraton Jawa. Dengan direbutnya

keraton oleh pasukan Belanda tidak saja mempunyai dampak politik, tetapi

juga mempunyai implikasi yang kuat untuk kebudayaan Keraton.

Palembang. Pertama-tama jatuhnya kesultanan juga mengakibatkan

keruntuhan istana secara fisik, istana kerajaan langsung dimanfaatkan sebagai

kediaman komisaris Belanda dan juga rumah-rumah pemilik kaum ningrat

yang berdiri di dalam dan sekitar keraton disita sebagai kediaman untuk

perwira Belanda Sedangkan pasukan militer ditempatkan di dalam tembok

keraton, kemudian dinding keraton yang tebal dibiarkan saja menjadi sebuah

benteng. Namun, kaum priyai meminta kembali rumah- rumah mereka, lalu

rumah-rumah kayu tersebut didirikan kembali di Kampung 27-28 ilir yang

berdekatan dengan keraton. Dengan pembongkaran istana, lenyap pula

kebudayaan Palembang, korban pertama dari perkembangan ini adalah

pengetahuan bahasa dan sastara Jawa di kalangan priyai. Sesudah keraton

jatuh, tidak ada alasan lagi untuk memakai bahasa Jawa sebagai bahasa etiket

dan seremoni. Dengan pengasingan Sultan Mahmud Badaruddin, maka

menghilang pula pelindung lama sastra Jawa. Dalam waktu satu generasi,

pemakaian bahasa Jawa dikalangan priyai tinggal kenagan saja.10

Jadi, sesudah pengambil alihan kekuasaan oleh pemerintah kolonial,

perlahan- lahan mulai diberlakukan proses mobilisasi sosial bagi kaum ningrat
yang tidak dapat dielakan. Dalam laporan kolonial kita berkali-kali

menemukan kisah priyai yang jatuh miskin, yang berusaha mati-matian

memelihara keadaan sosial mereka.11 Dalam kondisi sosial masyarakat para

ulama rakyat diantaranya K.H. Abubakar Bastari benar-benar memahami

keadaan masyarakat Palembang kegiatan pembinaan sosial dilakukan dengan

cermat dan hati-hati agar masyarakat benar-benar memahami wejanganwejangan (nasehat-nasehat)


yang diberikan oleh para ulama independen

benar-benar suatu perjuangan yang cukup menggetarkan dan menggugah hati.

Baik ulama Birokrat maupun ulama Rakyat memiliki jalannya masing-masing

dalam dakwah, ada yang mementingan dan memperkaya dirinya, ada pula

yang lebih menyukai ilmunya bermanfaat bagi orang banyak, ada diantara

mereka yang suka mengucilkan diri demi mencapai tujuan, ada yang lebih

suka aktif di tengah-tengah masyarakat ramai.

Dalam hal ini K.H. Abubakar Bastari termasuk ulama yang aktif dan

membaur bersama masyarakat, ini dikarenakan kondisi sosial masyarakat

yang mengkhwatirkan pada waktu itu. Sebab kurang lebih pada tahun 1821

pecahlah perang antara Belanda dengan Kesultanan Palembang Darussalam,

dimana akhirnya Sultan Mahmud Badaruddin II mengalami kekalahan dan

akhirnya diasingkan. Di dalam peperangan ini tidak sedikit alim ulama yang

gugur di medan laga. Selang dari beberapa tahun kemudian, akhirnya

penjajahan Belanda pun berjalan dengan baik, dari segi ekonomi hingga

kehidupan keagamaan masyarakat. Karena, selain melakukan kolonisasi,

pemerintahan Belanda juga melakukan kristenisasi terhadap masyarakat,

fenomena inilah yang membangkitkan dan menggerakan hati para ulama

untuk mengayomi masyarakat dalam perbaikan mental dan spiritual yang

terkikis oleh keadaan. Dengan berbekal ilmu yang beliau miliki dari pelajaran
yang diperoleh dari Madrasah Sholatiyah, K.H. Abubakar Bastari

mengajarkan kembali ilmu agama Islam yang pernah diajarkan oleh ulamaulama sebelum beliau semasa
berguru di tanah Arab. Dalam upaya perbaikan

sosial masyarakat, beliau bersama ulama setingkatnya, seperti Ki. Kms.H.

Abdullah Azhari (Ki. Pedatuan) dalam organisasi MUPII, menjaga kerukunan

masyarakat anatara paham tradisionalis dan reformis.

C. Bidang Ekonomi

Posisi Palembang sebagai kerajaan maritim yang berada dalam jalur

percaturan dengan berbagai negara telah melibatkan Palembang dalam

hubungan “sekutu” dan “seteru”, dan juga dalam kaitan “overlord” dan

“vassal”. Dengan berbagai kerajaan baik yang bersifat internal kerajaan

Palembang maupun yang eksternal dengan kerajaan-kerajaan lain. Persaingan

perdagangan telah menyebabkan pusat-pusat kekuasaan tersebut saling

bergantian menjadi “sekutu” dan “seteru”. Sistem analisis tidak stabil,

merupakan salah satu tema yang menetap. Tema lain yang bermain diantara

kerajaan-kerajaan nusantara adalah keterlibatan masing-masing dalam mata

rantai pertuanan (overlordship) dan vassal yang biasa diwujudkan dengan

sebagian yang membawa upeti untuk mempersembahkan dalam waktu-waktu

tertentu.12 Suatu kekuasaan atau negara dapat dikatakan dalam stabilitas

makmur apabila kondisi perekonomian suatu negara tidak mengalami defisit

atau mengalami krisis moneter. Untuk meningkatkan suatu stabilitas makmur

maka sistem perekonomian menggunakan alat penggerak ekonomi

masyarakat yang dinamakan pasar. Sistem perekonomian yang digunakan

pada kolonial Hindia-Belanda melanjutkan sistem perekonomian Kesultanan

Palembang Darussalam, untuk meningkatkan kemakmuran masyarakat


adalah mengunakan sistem perdagangan. Sejarah perekonomian di Indonesia

dengan sistem perdagangan dimulai pada masa Kerajaan Sriwijaya.

12 Husni Rahim, Sistem Otoritas & Administrasi Islam: Studi Tentang Pejabat Agama

Masa Kesultanan dan Kolonial di Palembang,

Kerajaan Sriwijaya adalah suatu kerajaan pantai negara perniagaan,

negara yang berkuasa di laut, kekuatan dan kekayaan disebabkan oleh

perdagangan Internasional melalui Selat Malaka. Jadi, berhubungan dengan

jalan raya perdagangan Internasional dari Asia Timur ke Asia Barat dan

Eropa.13 Jalan tersebut selama lima belas abad mempunyai arti penting dalam

sejarah. Kerajaan Sriwijaya adalah pusat perdagangan penting yang pertama

di Indonesia, dengan mengadopsi sistem perdagangan pada masa keemasan

Kerajaan Sriwijaya. Kesultanan Palembang Darussalam menjadikan diri

sebagai kerajaan maritim yang berkuasa di laut. Perekonomian yang stabil

menciptakan suatu pergerakan ekonomi perdagangan yang makmur.

Perdagangan diadakan dengan pulau Jawa, Bangka, Negeri Cina, Riau,

Singapura, Pulau Penang, Malaka, Lingga dan Negeri Siam. Disamping itu

pulau-pulau lain datang dengan perahu membawa dan mengambil barang

dagangan. Barang dagangan berupa, kain linen, kain cita Eropa dan juga

barang-barang dari Cina seperti sutera, benang emas, panic, besi, pecah belah,

obat-obatan, teh, manisan dan barang-barang lain.14 Barang dagangan yang

penting lainnya adalah minyak kelapa dan minyak kacang (dari Jawa dan

Siam), gula jawa, bawang, asam, beras, gula pasir, besi, baja, barang- barang

kelontongan dan sebagainya.15 Barang dagangan dari Kesultanan Palembang

Darussalam yang di ekspor keluar negara diantaranya berupa, rotan ikat,

13 RZ. Leirissa, G.A. Ohorella dan Yuda B. Tangkilisan, Sejarah Perekonomian


Indonesia,

14 Pemerintah Provinsi Daerah Tk.l Sumatera Selatan, Sejarah Perjuangan

Sultan Mahmud Badaruddin II Pahlawan Kemerdekaan Nasional,

dammar, kapur barus, kemenyan, kayu lako, lilin, gading dan pasir emas,

barang tersebut merupakan hasil bumi yang berasal dari hutan dan tepian

sungai. Selain itu barang ekspor yang di peroleh melalui pertanian berupa

lada, kopi, tebu, gambir, pinang, tembakau dan nila, terdapat barang lain juga

seperti ikan kering dan ikan asin, barang pecah belah, tikar rotan dan jerami,

karung, barang dari kuningan, songket, dan lain tenunan.16

Hubungan dagang Kesultanan Palembang Darussalam juga terjalin

dengan negara-negara Eropa seperti Belanda dan Inggris. Awalnya bangsabangsa barat datang ke
Indonesia hanya untuk mengambil langsung rempahrempah yang pada masa itu menjadi barang dagang
internasional yang sangat

dibutuhkan. Sehingga para pedagang yang tergabung dalam VOC.17 dan

EIC.18 masing- masing berusaha untuk memperoleh hak monopoli dagang,

dengan melakukan perjanjian terhadap para penguasa di daerah-daerah yang

kaya dengan rempah- rempah.

Setelah pemerintah kesultanan Palembang runtuh, seluruh aspek

kegiatan diambil alih oleh Belanda dan salah satunya dalam bidang

perekonomian, seluruh hasil-hasil bumi Palembang di monopoli secara besarbesaran. Kesultanan


Palembang memiliki wilayah

Sumatera Bagian Selatan. Bagi rakyat yang memiliki kebun atau pun ladang,

apabila datang panen maka hasil kebun atau ladang mereka tersebut dibayar

dengan harga yang sangat murah, dan terkadang tidak sesuai dengan biaya

pemupukannya. Bagi rakyat yang tidak memiliki apa-apa atau disebut

golongan rendah maka untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya mereka

mencari kayu-kayu bakar untuk dijual dan terkadang mereka juga menjala
ikan di sungai yang hasilnya nanti separuh untuk dijual dan separuhnya lagi

untuk dimakan sendiri.

Dalam menghadapi kenyataan ini masyarakat hanya bisa bersabar dan

bertawakal kepada Allah SWT. Pada paruh kedua abad ke-19 Palembang

bukan lagi khas keraton, sebagai hak istimewa terakhir keturunan sultan,

masih berhak untuk memakai kopiah yang dihiasi bordiran benang emas dan

selanjutnya mereka dibebaskan dari perkerjaan wajib di Kampung mereka. Di

depan umum para priyai masih mencoba mempertahankan kedudukan mereka

namun di balik topeng sosial ini sering bersembunyi kehidupan yang miskin.

Begitu juga kegiatan ekonomi di kalangan priyai amat dihalangi dengan

angapan bahwa pekerjaan fisik adalah suatu penghinaan; bahkan pemakaian

tenaga kerja budak, yang semula masih tersedia, dianggap sebagai degradasi

sosial. Di kalangan priyai, pandangan ini tentu cepat mengalami perubahan

akibat tekanan ekonomi. Pada paro kedua abad ke-19 telah banyak priyai

terpaksa mencoba untuk hidup dari penghasilan kerajinan tangan, seperti

pembuatan keris, songket dan benda ukiran gading, suatu pekerjaan yang

diam-diam dapat dilakukan di dalam rumah, tanpa harus mengorbankan

35.martabat tinggi para priyai di depan umum.

Dalam peraturan agraria tahun 1870, semua tanah yang bukan milik

pribumi dinyatakan sebagai tanah domein (domein van de staat), ini disebut

juga tanah bebas sedangkan tanah yang dikuasai rakyat pribumi juga disebut

tanah bebas. Disini dinyatakan pula bahwa penyewa adalah warga negara

Belanda yang ada di Nederland atau Hindia Belanda atau kepada perusahaan

yang terdaftar di Hindia Belanda. Maksimum areal yang disewa 500 bau

dengan sewa antara. Tanah pribumi yang dikuasai bedasarkan


hukum adat hanya dapat disewa selama lima tahun, sedangkan tanah milik

mereka untuk dua puluh tahun, selanjutnya perjanjian harus terdaftar. Suatu

akibat dari peraturan itu adalah bahwa ada kecendrungan menjadikan status

tanah yang disewakan berubah, sehinga berstatus milik yang menyewakan.

Peraturan agraria ini berlaku juga untuk semua kolonial Belanda yang

berkuasa di Palembang termasuk Palembang itu sendiri.21 Perkembangan

ekonomi kesultanan pada masa pemerintahan Sultan Mahmud Badaruddin II

yang ditopang pada maju pesatnya tambang timah di pulau Bangka dan ekspor

lada dari pedalaman Palembang menjadikan Palembang pelabuhan menarik,

sebagai tempat tinggal pedagang dari sebelah lautan. Akibatnya pada akhir

zaman kesultanan, jumlah orang Arab yang menetap di Palembang telah

mencapai jumlah 500 orang lebih. Pelabuhan Palembang merupakan

pendatang Arab sebagai mitra baru dalam berniaga dan mereka mendapat

Perubahan Religius di Palembang 1821- 1942,

fasilitas yang khusus dari Sultan Palembang yang antara lain memperbolehkan

pedagang Arab membangun gudang mereka di darat dan juga di lingkungan

keraton. Orang Arab dari Hadramaut mempunyai kedudukan khusus, orang

Belanda yang pernah mengunjungi Keraton Palembang menyaksikan, bahwa

jika pembesar kerajaan menghadap Raja, mereka harus menyembah sampai

menyentuh lantai, sedangkan orang Arab boleh duduk di kursi di sisi sultan.22

D. Bidang Keagamaan

Ulama sebagai pemuka agama sangat diperlukan pendapatnya oleh

masyarakat untuk memecahkan berbagai masalah yang bersangkutan dengan

hukum Islam. Masyarakat yang dalam keadaan kekosongan ilmu agama,

sangat perlu diperhatikan. Dalam hal ini ulama merupakan faktor penting
sebagai pemberi fatwa yang memberikan ketentuan tentang suatu masalah

yang berkaitan dengan agama. Fatwa tersebut diberikan ulama bila ada

pertanyaan yang banyak dari masyarakat, kemudian fatwa diumumkan,

kepada masyarakat luas untuk diketahui dan dilaksanakan. Fatwa ini sering

memiliki pengaruh besar dalam masyarakat, karena itu ia dijadikan media

komunikasi untuk menerapkan suatu hal dalam masa kolonial. Fatwa ini

sangat ditakuti oleh Belanda karena dapat memicu kebangkitan perlawanan

terhadap kekuasaan Belanda.

Selain sebagai pemberi fatwa, ulama juga bisa bertindak sebagai

musyawir atau juru rembuk. Bila terjadi perselisihan pendapat antara berbagai

pihak yang sulit dipertemukan maka penghulu sering diminta bantuan untuk

mendamaikan dan sebagai juru rembuk, ulama tentunya bertindak secara adil,

tidak merugikan salah satu pihak. Dalam hal ini kehidupan sosial masyarakat

dapat berimbang, selalu terjadi keselarasan antara masyarakat, bila

masyarakat kebingungan dalam membayar zakat, maka ulama bertugas

membantu mengumpulkan dan membagikan zakat kepada orang yang sangat

membutuhkan. Lagi-lagi ulama sangat diperlukan kemampuannya, dalam

membantu masyarakat memecahkan kesulitan-kesulitan mereka.23

Dimasa kolonial juga, penghulu dengan para pegawainya adalah

pelaksana program dan kebijaksanaan pemerintah Belanda, penghulu dengan

para pegawainya adalah pelaksana program dari kebijaksanaan pemerintah

Belanda. Penghulu disini bersifat pasif yang artinya seluruh kegiatannya telah

ditentukan dan diatur serta diawasi oleh pemerintahan kolonial Belanda.

Ketergantungan penghulu pada pemerintahan kolonial tinggi sekali, karena


pengangkatan dan pemberhentian ditetapkan oleh pejabat Belanda tidak ada

wewenang yang dilimpahkan kepada pangeran penghulu, sebagaimana

dimasa kesultanan. Oleh karena itu, maka syarat utama calon penghulu adalah

harus loyal dan tidak fanatik.24 Tentunya kehidupan keagamaan masyarakat

menjadi mengambang, Selain itu Belanda juga mengadakan gerakangerakan kristenisasi, mereka sedikit
demi sedikit, memperkenalkan.

kebudayaan mereka, politik kristenisasi mereka disebut zending atau missie.25

Dimanapun Belanda memiliki daerah kolonial atau kekuasaan, mereka pasti

memasukan program kristenisasi tersebut. Palembang yang juga merupakan

daerah jajahan baru, merupakan tempat yang strategis untuk melancarkan

gerakan kristenisasi tersebut.

Di sisi lain, dari berbagai laporan Belanda abad ke-19, banyak

ditemukannya keterangan, bahwa penduduk Palembang masih banyak yang

belum beragama, sembahyang Mingguan mereka lakukan bukan pada hari

Jum’at tetapi pada hari Rabu. Potret suasana keagamaan di daerah Palembang

begitu menarik, disatu sisi agama Islam merupakan nama resmi Kesultanan

dan adanya juga lembaga keagamaan. Di sinilah masih bisa kita lihat tingkat

pengamalan agama Islam orang Palembang masih kurang mendalam. Oleh

karena itu, tidaklah heran bila para pejabat Belanda di Palembang, masih

merasa ragu atas tingkah laku mereka yang di anggap berbeda dengan

kebiasaan orang Islam. Keadaan tersebut mencerminkan lembaga keagamaa

penghulu belum berfungsi dengan baik, atau memberi gambaran, kurangnya

ulama yang dapat mempengaruhi tingkah laku penduduk.26 Maka para ulama

seperti K.H. Abubakar bastari dan Ulama Rakyat lainnya berusaha

memberikan pembelajaran agama islam baik secara langsung maupun tidak


langsung melalui media langgar atau musholah dan majelis-majelis ta’lim.

Dalam perkembangannya pada masa kolonial Hindia Belanda acap

kali terdapat kebijakan-kebijakan yang kontropersi, seperti halnya dalam

perihal pendidikan. Belanda membuat ordonasi guru pada sekolah-sekolah

baik sekolah Belanda.

Perlakuan ordonasi guru dikarenakan pemerintah kolonial Hinda

Belanda sudah tidak sanggup lagi membiayai sekolah-sekolah yang didirikan

Belanda. Kesempatan ini, dipergunakan oleh para ulama untuk membentuk

sekolah yang berbasis madrasah yang pembiayaannya secara mandiri atau

bersifat swadaya. Sekolah-sekolah inilah harapan masyarakat kelas bawah

atau para pribumi yang ekonominya lemah dalam mengenyam pendidikan

formal.

Maka salah satu ulama yang berda’wah melalui media madrasah

adalah K.H. Abubakar Bastari dengan hasil dari musyawarah para ulama

Palembang, maka ditunjuklah K.H. Abubakar Bastari sebagai Direktur utama

Madrasah Nurul Falah yang berlokasi di 30 Ilir Palembang.

Pada mulanya pemerintah kolonial Hindia Belanda memberikan izin

pendirian madrasah-madrasah yang didirikan oleh para ulama. Namun, seiring

berjalannya waktu pemerintah Belanda mulai khawatir terhadap aktivitas

madrasah yang semakin hari dirasa semakin menumbuhkan rasa nasionalisme

pada masyarakat pribumi melalui pengaruh pendidikan Agama Islam yang

diterapkan pada kurikulum Madrasah.

Maka pemerintah kolonial Hindia Belanda mengeluarkan kebijakan

baru perihal kurikulum madrasah-madrasah yang ada di Palembang.


Kebijakan itu diantaranya adalah aturan terhadap guru yang mengajar

pelajaran Agama Islam haruslah dipilih oleh pemerintah Belanda melalui Raat

Agama atau orang pribumi yang menjadi pejabat pemerintah pada masa itu.

Maka kurikulum pendidikan Agama Islam dibatasi dengan cara memasukan

pelajaran Bahasa Belanda, pelajaran kebudayaan Belanda yang lebih banyak

jam pelajarannya dari pada pelajaran Agama Islam.

Pada puncaknya pemerintah kolonial Hindia-Belanda sempat

membuat aturan baru terhadap pendidikan pada madrasah, yaitu menghapus

pelajaran Agama Islam. Akan tetapi, K.H. Abubakar Bastari tetap

mengajarkan pelajaran Agama Islam di madrasahnya secara diam-diam. Dan

berkat kegigihannya dalam mengembangkan pendidikan Islam tercetaklah

para alumni madrasah Nurul Falah menjadi seorang penda’wah hebat di

Palembang dan di beberapa wilayah Sumatera Selatan.

Kemudian K.H. Abubakar Bastari bersama para ulama seluruh

Indonesia bahu-membahu mewujudkan cita-cita luhur yaitu mendirikan

sebuah Perguruan Tinggi Islam Sumatera Selatan yang kelak akan menjadi

Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Raden Fatah Palembang dan sekarang

telah bertransformasi menjadi Universitas Islam Negeri (UIN) Raden Fatah

Palembang.
BAB III

PENUTUP

A.KESIMPULAN

Pengertian struktur sosial dapat dikatakan sebagai pola hubungan sosial antar manusia atau
kelompok dalam suatu masyarakat di kehidupan sehari-hari. ... Yaitu suatu proses penyesuaian unsur-
unsur yang saling berbeda dalam kehidupan masyarakat, sehingga menghasilkan pola kehidupan
masyarakat yang memiliki keserasian fungsi.

Struktur perekonomian adalah susunan elemen-elemen yang ada dalam suatu negara yang berfungsi
untuk mengatur rumah tangga suatu negara yang mana didalamnya terdiri dari : sistem perekonomian,
rumah tangga, perusahaan, pemerintah, pasar input dan pasar output.Keresidenan (ejaan lama:
karesidenan) adalah sebuah daerah administratif yang dikepalai oleh residen.[1] Menurut sejarah,
pembagian administratif jenis keresidenan hanya pernah digunakan di India Britania dan
kemaharajaannya, dan Hindia Belanda serta Indonesia dengan Britania sebagai pencetusnya.

Semenjak krisis pada tahun 1950-an, sudah tidak ada keresidenan lagi dan yang muncul faktor
kekuasaannya adalah kabupaten. Keresidenan kemudian dikenal dengan istilah "Pembantu Gubernur".
Istilah ini sudah tidak digunakan lagi, tapi sebutan "eks-keresidenan" masih dipakai secara informal.
Setelah itu, muncul nomenklatur baru yaitu Badan Koordinasi Wilayah (Bakorwil) yang berada di bawah
pemerintahan provinsi. Kepala Bakorwil tidak memiliki kewenangan otomom dan administatif karena
hanya bertugas mengoordinasikan hal-hal tertentu kepada wali kota atau bupati. Cakupan Bakorwil
tidak sama dengan karesidenan. Semisal Jawa Tengah, eks karesidenan Kedu, Banyumas, dan
Pekalongan masuk dalam satu Bakorwil.

Sebuah sisa pemakaian keresidenan adalah tanda kendaraan bermotor (pelat nomor). Pembagiannya,
terutama di pulau Jawa masih banyak berdasarkan karesidenan.

Daftar pustaka

Referensi

a b I Wayan Gede Astrawan.2014.Jurnal Penelitian Analisis Sosial Ekonomi Penambang Galian C di Desa
Sebudi Kecamatan Selat Kabupaten Sarang Asem.3

a b Waluya, Bagja (2007). Sosiologi. Bandung: PT Setia Purna Inves. hlm. 85-86.

a b T.Gilarso.2004.Pengatar Ilmu Ekonomi Makro. Yogyakarta:Kanisius.42-47

a b c d e f g h Paulus Wirutomo.2012.Sistem Sosial Indonesia.Jakarta:Universitas Indonesia.60-65

a b Muhammad Ali.2009.Pendidikan Untuk Pembangunan Nasional.Jakarta:Grasindo .83

Abdulsyani.1994.Sosiologi Skematika.Jakarta:Bumi Aksara .48

Anda mungkin juga menyukai