Anda di halaman 1dari 4

JIKA PRESIDEN SELANJUTNYA TIDAK INGIN

PINDAH IBU KOTA

Perpindahan sebuah ibukota negara dengan kepadatan penduduk paling tinggi


nomor 3 sedunia tidak lah semudah pembangunan awal dari ibukota itu sendiri.
sehingga dimungkinkan tidak selesai ketika masa satu kali jabatan presiden yang
hanya 5 tahun. Setidaknya terdapat 4 negara yang juga melakukan perpindahan
ibukota dan salah satunya yakni india bahkan mencapai kurun waktu 20 tahun untuk
memindah ibukota dari Kolkata menjadi new delhi .

Lalu disusul oleh Nigeria yang notabene Sejak 1914 kota pesisir Lagos telah menjadi
ibu kota Nigeria. Namun sayang, seiring perkembangan kota yang semakin padat,
Lagos ternyata tumbuh tanpa perencanaan matang sejak dipilih menjadi ibu
kota.Akhirnya, pada 1976 Kepala Negara Jenderal Murtala R. Mohammed memilih
Abuja sebagai ibu kota baru Nigeria.Abuja Pembangunan ibu kota dimulai pada
1980-an dan Abuja secara resmi menjadi ibu kota Nigeria pada 12 Desember
1991.setidaknya Nigeria tersebut butuh waktu puluhan tahun lamanya

Tak luput juga sebuah negara di timur tengah yakni Kairo, Kairo sendiri adalah kota
tua yang telah berdiri di lokasi yang sama selama lebih dari 1.000 tahun. Kota di tepi
Sungai Nil saat ini memiliki populasi hampir 24 juta di wilayah metropolitan yang
lebih besar..Ibu kota administratif baru diharapkan mulai berfungsi pada Juni 2019.
Ibu kota baru ini akan memiliki luas 700 km persegi, membuatnya hampir sebesar
Singapura, dan diharapkan untuk menampung 5 juta orang.

Almaty adalah ibu kota Kazakhstan sejak merdeka dari Uni Soviet pada 1991.
Akhirnya pemerintah memindahkan ibu kota sejauh 1.200 kilometer di utara Astana
pada Desember 1997. Pada 20 maret 2019, Astana berubah nama menjadi
Nursultan, untuk menghormati presiden Kazakhstan terlama, Nursultan
Nazarbayev.

Belum lagi permasalahan permasalahan yang akan timbul ketika terjadi sebuah
perpindahan ibukota yang prematur. Jika pemerintahan tetap bersikukuh padahal
masih banyak kajian kajian yang harus di lakukan untuk menyiapkan sebuah ibu
kota baru teruntuk menjawab dan mencari solusi perkara perkara seperti Letak
geografis, Kalimantan yang menjadi paru-paru dunia, dan tujuan perpindahan ibu
kota itu sendiri.

Perkara letak strategis geografis yang dipilih dalam Upaya pemindahan ibu kota
Indonesia dimulai pada tahun 2019 pada masa kepresidenan Joko Widodo. Melalui
rapat terbatas pemerintah pada tanggal 29 April 2019, Joko Widodo memutuskan
untuk memindahkan ibu kota negara ke luar Pulau Jawa. Pemindahan ibu kota ini
tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2020-2024.
Pada 26 Agustus 2019, Presiden Joko Widodo mengumumkan bahwa ibu kota baru
akan dibangun di wilayah administratif Kabupaten Penajam Paser Utara dan
Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur.

Memang bagus dengan alas an untuk pemerataan penduduk untuk menjaga pulau
jawa supaya tidak overload mengurangi beban kota Jakarta sebagai pusat peradaban
di Indonesia tapi di Kalimantan Timur menurut BMKG juga merupakan wilayah
yang rawan bencana gempa, dalam kurun waktu 1962 sampai 2007 terdapat lebih
dari 5 gempa yang rata rata berskala 5 Magnitudo keatas.

Perkara selanjutnya Kalimantan sebagai paru-paru dunia, hutan yang masih hijau,
rindang, dan teduh dengan segala kanopi hutan nya yang membuat seluruh isi hutan
merasa terlindungi akan menjadi terancam dengan adanya ibukota baru tersebut.
Dimana kita tahu dalam pepatah lama mengatakan dimana ada gula disitu ada
semut, dimana ada ibukota disitu terdapat lapangan pekerjaan, dengan lapangan
pekerjaan maka terbukalah kemungkinan-kemungkinan lainya seperti polusi udara,
air, tanah, dan juga suara yang mengganggu satwa dan juga plasma nutfa atau
keaneragaman hayati yang ada.

Perkara yang terakhir yakni tujuan nya. Perlu kita ketahui secara mendalam terlebih
dahulu apa fokus yang ingin digapai presiden kita untuk merubah sebuah ibu kota,
apakah memang benar untuk pemindahan pusat peradaban yang seharusnya bisa
lewat transmigrasi. Apakah karena untuk mengurangi kemacetan dan polusi, yang
sejatinya hanya memindah polusi dan kemacetan tersebut kedaerah lain. Ataukah
untuk kepentingan yang tidak kita ketahui, tentu hanya tuhan yang tahu.

apakah presiden yang selanjutnya juga akan berpikiran sama untuk memindah
ibukota?.

Perlu diketahui pada pada dasar nya sebuah pemerintah kerja pada masa tertentu
memiliki kabinet nya masing masing, dan kabinet tersebut juga memiliki ciri khas
perencanaan nya masing masing. Dari kabinet presidensial, pembangunan, dwikora,
sampai ke kabinet kerja menuai beberapa terobosan-terobosan yang bisa dikatakan
tidak singkron. Apalagi terlepas dari sistem GBHN (garis garis besar haluan negara)
yang hasil kinerja presiden bisa di laporkan kepada MPR. Meskipun terdapat ganti
dari GBHN yang dirubah menjadi SPJP (sistem pemabangunan jangka Panjang)
dan juga SPJM (sistem pembangunan jangka menengah) tidak bisa menjamin
konstan nya ciri penyelernggaraan pemerintah oleh eksekutif.

Karena sejatinya politik hukum dan kepentingan-kepentingan penguasa negara akan


berubah seiring keinginan partai nya, beda lagi kalau kita memakai sistem GBHN
yang pertanggung jawabn presiden mungkin memang masih ada kemungkinan
terdapat Conflict of Interest tapi setidaknya meskipun presiden berganti ganti arah
pembangunan lebih kokoh dan stabil karena selalu di backup oleh Majelis
Permusyawaratan Rakyat.

Tapi kita tahu penghidupan kembali GBHN juga akan menghidupkan MPR sebagai
Lembaga tertinggi, padahal amanat reformasi tidak ada lagi Lembaga tertinggi yang
ada adalah Lembaga tinggi sehingg perubahan itu hanya bisa dilakukan melalui
amandemen UUD NRI 1945. Setidaknya presiden dan pemerintah dalam arti luas
bisa kembali menimbang dan memustukan kebijakan tersebut, Karena kebijakan
imam haruslah sesuai dengan semua kaidah kemanfaatan.

Rois Fadzi Ahamd Ravi

Nama pena: akav

Rek Bni : 0390183554

Anda mungkin juga menyukai