Anda di halaman 1dari 4

NAMA : KHAERUNNISA

GB : 5 (LIMA)

PEMINDAHAN IBUKOTA NEGARA


Ibu kota negara atau capital city atau political capital, berasal dari bahasa
latin caput yang berarti kepala (head), dan terkait dengan kata capitol yang terkait
dengan bangunan dimana pusat pemerintahan utama dilakukan. Jakarta telah
ditetapkan sebagai Ibu Kota negara melalui Undang Undang Republik Indonesia
Nomor 10 tahun 1964 tentang pernyataan daerah khusus ibukota jakarta raya tetap
sebagai ibu kota negera republik Indonesia dengan nama jakarta, juga menjadi pusat
pemerintahan dan pusat bisnis yang mengubahnya memiliki daya tarik bagi
penduduk untuk tinggal dan mencari nafkah di ibu kota (Hutasoit, 2018).
Semenjak Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) memproklamirkan
kemerdekaannya pada tanggal 17 Agustus 1945, belum pernah ada wacana untuk
membangun kota sebagai ibu kota negara atau ibu kota nasional. Kota-kota besar
yang saat ini menjadi ibu kota negara (Jakarta) dan ibu kota provinsi semuanya atau
sebagian besarnya merupakan peninggalan kolonialisme Belanda. Jauh berbeda
dengan zaman kejayaan kerajaan di nusantara dahulu, sebelum mengalami
penjajahan, hampir semua mempunyai dan membangun ibu kota (kota raja) (Yahya,
2018).
Perpindahan pusat pemerintahan sering terjadi di zaman kerajaan. Apabila
suatu kerajaan tertimpa bencana, maka pusat kerajaan harus dipindahkan karena di
anggap telah terkena kutukan dewa. Pergantian rajapun dilakukan seiring dengan
perpindahan pusat pemerintahan, apalagi jika pergantian tersebut melalui
perebutan. Sebagaimana halnya dengan NKRI, tampaknya para pemimpin NKRI
pada awal kemerdekaan memiliki filsafat: tidak ada rotan akarpun jadi dan narimo.
Dalam arti bahwa daripada membangun ibu kota baru dan istana negara baru, yang
sudah ada sajalah dimanfaatkan, yakni memanfaatkan bekas kantor gubernur
penjajah sebagai istana kenegaraan. Kondisi tersebut dianggap wajar dan dapat
dimaklumi karena negara yang baru merdeka dan terjajah selama lebih dari 3 abad
belum mempunyai kemampuan untuk membangun (Yahya, 2018).
Pemindahan ibu kota di NKRI sangat dimungkinkan karena di dalam
Undang Undang Dasar Republik Indonesia dan Amandemennya tidak diatur secara
tegas. Dalam Bab II ayat (2) UUD NKRI tertulis: Majelis Permusyawaratan Rakyat
bersidang sedikitnya sekali dalam lima tahun di ibu kota negara. Dalam UUD
tersebut tidak ada pasal yang menyebutkan dimana dan bagaimana ibu kota negara
diatur. Dengan demikian terdapat fleksibilitas yang tinggi dalam mengatur
termasuk memindah ibu kota negara. Dalam pemindahan ibu kota negara, tentu saja
diperlukan alasan yang kuat dan mendasar tentang efektifitas fungsinya (Yahya,
2018).
Kondisi Jakarta sebagai ibu kota negara yang terlalu lama sampai saat ini
sangat tidak ideal buat pemerataan pembangunan nasional. Seperti halnya hukum
besi kekuasaan yang ditangan satu orang, tanpa pergiliran. Kalau kita perhatikan
semuanya ada di Jakarta, mulai dari ibu kota negara, kantor kantor pemerintahan,
kantor-kantor pusat BUMN, pusat perdagangan, konsentrasi populasi, pusat
perindustrian dan lain-lain. Kondisi ini tentu tidak ideal, fungsi yang satu seringkali
menghambat fungsi yang lain yaitu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Idealnya, beberapa fungsi tersebut perlu dipindahkan ke kota lain. Memindahkan
aktivitas perekonomian akan sangat sulit, tapi bukan tidak mungkin fungsi sebagai
ibu kota dipindahkan ke kota lain demi memperbesar daya dukung kota lama untuk
nyaman dihuni dan memberi kesempatan kota baru dan kawasannya juga ikut
berkembang (Hutasoit, 2018).
Ada beberapa alasan yang menjadi pertimbangan untuk dipindahkannya
ibukota negara Indonesiaia. Diantaranya yaitu berkaitan dengan efektivitas dan
efisiensi, yang mana Jakarta dinilai tidak efektif dan efisien sebagai ibu kota,
dikarenakan kemacetan kronis di Jakarta, baik di lalu lintas darat, udara (bandara)
ataupun laut (Pelabuhan). Oleh sebab itu, atas dasar efektivitas dan efisiensi,
Presiden RI menetapkan pemindahan ibu kota yang sedianya akan dilaksanakan
secara bertahap dimulai pada tahun 2024. Dan penetapan tersebut dilaksanakan
sebelum Pandemi COVID-19 di Indonesia, namun belum ada keputusan lebih lanjut
mengenai batal atau tidaknya pemindahan ibu kota) (Hadi dan Risatawati, 2020).
Selanjutnya ini berkaitan dengan pemerataan ekonomi. Pembangunan di
Indonesia sejak kemerdekaan 1945 cenderung berpusat di Pulau Jawa. Sehingga
Pulau Jawa jauh lebih maju dibandingkan dengan wilayah lain di Indonesia.
Berbagai pusat-pusat institusi berada di Pulau Jawa. 54 persen dari total penduduk
Indonesia (150 juta penduduk) dan 58 persen perekonomian Indonesia itu berada di
Pulau Jawa. Diharapkan dengan pindahnya ibu kota, maka perputaran roda
perekonomian tidak lagi terkonsentrasi di Pulau Jawa. Bila dikaitkan dengan
konsep di ilmu Ekonomi, hal ini sejalan dengan teori lokasi yang mana terkait
dengan keputusan lokasi, yakni keputusan tentang bagaimana perusahaan-
perusahaan memutuskan di mana lokasi pabriknya atau fasilitas-fasilitas
produksinya secara optimal (Hadi dan Risatawati, 2020).
Pemindahan ibu kota yang tengah direncanakan oleh pemerintah ternyata
memiliki dampak ekonomi pada daerah baru tersebut. Pemindahan ibu kota ke
lokasi baru di luar pulau Jawa tidak akan memberikan dampak negatif terhadap
perekonomian nasional. Efek positif tersebut disebabkan adanya penggunaan dari
sumber daya potensial yang selama ini masih belum termanfaatkan. Nantinya,
dampak pemindahan ibu kota baru terhadap perekonomian nasional menjadi
+0,1%. Pemindahan ibu kota ke provinsi alternatif akan menyebabkan
perekonomian lebih terdevisifasi ke arah sektor yang lebih padat sehingga dapat
membantu untuk menurunkan kesenjangan antar kelompok pendapatan baik
ditingkat regional maupun ditingkat nasional (Hasibuan, 2020).
Alternatif pemindahan ibukota negara ke luar Jawa, jika pilihannya adalah
Kalimantan Palangkaraya, maka diperkirakan bisa bertahan hingga 200- 300 tahun
ke depan. Hal ini disebabkan masih banyak lahan kosong disana. Sumatera
Bikuttinggi alasannya karena sejuk dan bersejarah, Batam perbatasan dengan
Singapura, agar kemakmurannya menular ke ibukota baru, sudah ada sekitar 6
jembatan antar pulau sekitarnya. Kelebihan dari Kalimantan adalah lokasinya
merupakan pusat dari wilayah Nusantara. Lahan masih sangat luas, sehingga dapat
menyusun tata ruang ibukota negara yang sangat ideal. Kelemahannya adalah
sarana dan prasarana belum memadai, sebagian besar harus membangun yang baru,
berarti biaya mahal. Kelemahan lainnya adalah penyediaan air bersih, kebakaran
hutan, banjir dan longsor merupakan bahaya yang perlu dijadikan dasar
pertimbangan. Sumatera merupakan alternatif lain, ketersediaan lahan memadai,
sebelah barat Bukit Barisan rawan terhadap bencana gempa, sehingga daerah yang
sesuai tentunya di sebelah timur Bukit Barisan (Yahya, 2018).

Pada bulan Agustus 2019, Presiden Republik Indonesia, pada pidato


kenegaraan 16 Agustus 2019 telah menyatakan pemindahan Ibu kota Republik
Indonesia serta meminta izin kepada Majelis Permusyawaratan Rakyat. Rencana
pemindahan ibu kota tersebut telah melalui kajian dari Badan Perencanaan dan
Pembangunan Nasional (Bappenas RI). Presiden menekankan bahwa ibu kota baru
tersebut nantinya tak hanya berarti sebagai simbol identitas bangsa, tapi juga
sebagai bentuk kemajuan bangsa. Letak ibu kota baru yang berada di tengah
Indonesia diharapkan dapat mewujudkan pemerataan dan keadilan ekonomi serta
pembangunan (Hadi dan Risatawati, 2020).

Presiden Jokowi telah mengumumkan rencana pemindahan ibu kota negara


(IKN) ke Provinsi Kalimantan Timur. Pemindahan IKN ini harus direncanakan
dengan matang karena terdapat potensi dampak positif beserta risiko. Latar
belakang pemindahan IKN adalah beban DKI Jakarta sebagai pusat pemerintahan
dan pusat bisnis sudah terlampau tinggi. Pemindahan IKN juga bertujuan untuk
mengurangi ketimpangan ekonomi antara Pulau Jawa dan luar Pulau Jawa
(Hasibuan, 2020). Indonesia kini menanggulanginya dengan cara memindahkan Ibu
kota Negara baru di luar Pulau Jawa, yakni Kabupaten Penajam Paser Utara dan
Kabupaten Kutai Kartanegara. Alasannya adalah karena resiko bencana yang
minim, kawasan tersebut juga dinilai cukup strategis diantara kota-kota yang
berkembang, yakni kota Balikpapan dan Samarinda. Dalam rencana pemindahan
ibukota ini, diproyeksikan dapat menumbuhkan berbagai sektor di wilayah
Kalimantan Timur.
DAFTAR PUSTAKA

Hadi, F., Ristawati, R. 2019. Pemindahan Ibu Kota Indonesia Dan Kekuasaan
Presiden Dalam Perspektif Konstitusi. Jurnal Konstitusi. 17(3): 530-557.
Hasibuan, R. R. A. 2020. Dampak Dan Resiko Perpindahan Ibu Kota Terhadap
Ekonomi Di Indonesia. At-Tawassuth: Jurnal Ekonomi Islam. 5(1): 183-203
Hutasoit, W. L. 2018. Analisa Pemindahan Ibukota Negara. Dedikasi Jurnal Ilmiah
Sosial, Hukum Budaya. 19 (2): 108-128.

Yahya, H. M. 2018. Pemindahan Ibu Kota Negara Maju Dan Sejahtera. Jurnal Studi
Agama Dan Masyarakat. 14(1): 21-30.

Anda mungkin juga menyukai