Anda di halaman 1dari 4

“IKN KE NUSANTARA: UNTUNG APA BUNTUNG?


Indonesia sedang mencatatkan sejarah baru dengan memindahkan Ibu Kota Negara
dari Jakarta ke Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur. Tepatnya tanggal 26 Agustus 2019,
Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo resmi memindahkan Ibu Kota Negara ke
Kalimantan Timur dengan memberi nama Nusantara. Keputusan pemindahan Ibu Kota ke
Nusantara juga didukung dengan disahkannya UU No. 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota
Nusantara. Dilansir dari Kompas, alasan diberi nama Nusantara yaitu karena nama tersebut
sudah dikenal sejak dulu, ikonik di internasional, mudah (ini maksudnya mudah apa ya?
Coba dijelaskan lgi pake kata2 tambahan kaya “mudah dikenal), serta menggambarkan
kenusantaraan kita semua (kata kita semua ganti aja ke masyarakat Indonesia, biar gk
ambigu). Adapun pembangunan IKN dibagi dalam 5 fase, yaitu fase kesatu (2022 – 2024)
Pembangunan infrastruktur utama seperti Istana Presiden, Gedung DPR/MPR, dan juga
pemindahan ASN tahap awal, fase kedua (2025 – 2035) membangun pusat inovasi dan
ekonomi, fase ketiga (2035 – 2045) membangun infrastuktur dan ekosistem tiga kota, dan
fase keempat (2045 – selanjutnya) tambahin kata “untuk” dre mengukuhkan reputasi dunia
sebagai “Kota dunia untuk semua” dan menjadi kota terdepan di dunia dalam hal daya saing.
Mengutip jurnal yang berjudul “Analisa Pemindahan Ibu Kota Negara” Usulan
pemindahan Ibu Kota Negara sudah terjadi sejak masa pemerintahan Soekarno, Soeharto, BJ.
Habibie, Susilo Bambang Yudhoyono. Akan tetapi rencana tersebut akhirnya terealisasikan di
masa Pemerintahan Joko Widodo. Melihat hal tersebut, pertanyaan yang muncul yaitu
bagaimana urgensi dan dampak positif dari pemindahan Ibu Kota ke Nusantara?
Kondisi Jakarta yang sudah tidak ideal untuk dijadikan ibu kota.
Melihat realitas yang terjadi di Jakarta saat ini membuktikan bahwa Jakarta bukanlah
tempat yang ideal untuk dijadikan Ibu Kota. Mengutip data dari Antara, penurunan tanah
yang terjadi di Jakarta tercatat sekitar 5 sampai 12 centimeter per tahun, jika terus
berlangsung diperkirakan dalam sepuluh tahun kedepan dapat mencapai 1 sampai 1,5 meter.
Salah satu bukti menurunnya tanah ditunjukan dengan semakin tidak sejajarnya tinggi
permukaan tanah di Stasiun Tanah Abang dengan lantai gerbong kereta. Selain itu, tingginya
angka kemacetan juga menguatkan bahwa Jakarta bukanlah tempat yang ideal untuk
dijadikan Ibu Kota Negara. Data dari tomtom (yang dipublikasikan) pada tahun 2023
(Menyatakan bahwa) Jakarta sebagai kota termacet (yang) menempati peringkat ke-30 dari
387 kota di 55 negara. Angka tersebut seolah olah (hapus aja olah keduanya biar lebih
efektif) mengatakan bahwa infrastuktur yang dibangun oleh Pemerintah adalah (adalah nya
hapus aja dre, biar kalimatnya lebih efektif) sia (tambahin “-“)sia. Kemacetan yang terus
meningkat dibarengi (aku gk saranin kamu pake kata dibarengi, cari kata lain yg lebih
formal aja dre kaya “bersama”) dengan meningkatnya angka kendaraan bermotor yang
berkeliaran di Jakarta. Dua faktor tersebut dapat menyimpulkan bahwa Jakarta bukanlah
tempat yang ideal untuk dijadikan ibu kota negara.
Menyeimbangkan distribusi ekonomi dan populasi penduduk dari Pulau Jawa
Seperti yang kita ketahui terdapat kesenjangan baik dalam hal perkonomian dan juga
persebaran penduduk antara Pulau Jawa dan di luar Pulau Jawa. Melansir data dari jurnal
yang berjudul “Analisa Pemindahan Ibu Kota Negara” Indonesia bagian Barat luasnya hanya
22% dari wilayah nasional tapi hanya (jangan pake konjungsi hanya, ini menunjukan
pertentangan yang rancu dre, hapus aja hanya nya) ditempati oleh 78% penduduk.
Kondisi tersebut berbanding terbalik dengan Indonesia bagian Timur yang memiliki luas 72%
dari wilayah nasional yang hanya ditempati oleh 20% penduduk. Hal ini pun dikuatkan
dengan presentase kepadatan penduduk. Menurut data BPS, di (Langsung aja ke DKI
Jakarta biar kalimatnya lebih efektif) DKI Jakarta memiliki kepadatan penduduk 15.978
jiwa/km2 berbanding terbalik dengan Kalimantan Timur yang akan menjadi Ibu Kota Negara
dengan kepadatan penduduk 30 jiwa/km2.. Tentunya kesenjangan persebaran penduduk
tersebut disebabkan oleh ketimpangan pembangunan yang seolah olah hanya (hapus aja yg
seolah-olah hanya, biar kalimat lebih efektif) dilakukan di Pulau Jawa saja.
Berdasarkan data yang dikutip dari jurnal “Analisa Pemindahan Ibu Kota Negara”.
bahwa (hapus aja bahwanya biar lebih efektif) 70% ekonomi nasional digerakan oleh dana
APBN. APBN hanya akan berputar di sekitar pusat kekuasaan. Pusat kekuasaan yang
dimaksud ialah pusat pemerintahan, jika pusat pemerintahan tetap di Jakarta maka perputaran
APBN hanya akan terjadi di Jakarta dan sekitarnya. Dengan memindahkan Ibu Kota Negara
ke Nusantara diharapkan perputaran ekonomi di wilayah Nusantara dan sekitarnya dapat
meningkat sehingga pembangunan tidak hanya terpusat di Pulau Jawa saja. Dengan
meningkatnya pembangunan di luar Pulau Jawa dapat diharapkan persebaran peduduk dapat
(dapat diganti sama “yang” aja biar gk ada pengulangan kata yg gk efektif) merata
antara Pulau Jawa dan luar Pulau Jawa.
Upaya percepatan menuju Indonesia Emas 2045
Pada saat 2045 tepat Indonesia berumur 100 tahun sesuai dengan rencana yang
disusun oleh Kementerian PPN/Bappenas mengenai Pembangunan Jangka Panjang Nasional
(RPJPN) 2025 – 2045, kita (ganti aja ke Indonesia, kalo kita tuh rancu banget
maknanya) memiliki 5 sasaran utama di 2045 yaitu pendapatan per-kapita setara negara
maju, kemiskinan menuju 0%, ketimpangan berkurang, kepemimpinan serta pengaruh di
Dunia Internasional meningkat, daya saing SDM meningkat, dan intensitas emisi GRK
menurun menuju net zero emission. Dengan memindahkan ibu kota ke Nusantara diharapkan
dapat mempercepat Pemerintah mencapai 5 sasaran utama tersebut. Kelima sasaran utama
tersebut hanya dapat dicapai dengan menguatkan perekonomian. Dengan memisahkan antara
pusat pemerintahan dan pusat perekonomian merupakan langkah yang tepat yang dilakukan
oleh Pemerintah. Perekonomian dan pembangunan Wilayah Indonesia Tengah dan Timur
dapat ditopang oleh pusat pemerintahan sementara perekonomian Wilayah Indonesia Barat
ditopang oleh pusat perekonomian yakni Jakarta.
Kesimpulan :
Dengan demikian, pemindahan ibu kota ke Nusantara merupakan hal yang tepat
dengan memepertimbangkan urgensi yang terjadi di Jakarta saat ini. Kondisi Jakarta,
tingginya angka kesenjangan persebaran penduduk, dan distribusi perekonomian yang tidak
merata merupakan hal yang paling kuat untuk memindahkan ibu kota ke Nusantara.
Terpisahnya pusat perekonomian dan pemerintahan diharapkan dapat memperkuat laju
perputaran ekonomi kita sesuai dengan 5 sasaran utama di 2045.
Daftar Pustaka

Hutasoit, W. L. (n.d.). ANALISA PEMINDAHAN IBUKOTA NEGARA. Retrieved from


http://ejurnal.untag-smd.ac.id/index.php/dedikasi/article/view/3989
Firdaus, F. (2023). Mengenal IKN Nusantara: Arti, Letak, dan Otoritanya Halaman all. Retrieved
from https://www.kompas.com/tren/read/2023/09/22/171500265/mengenal-ikn-nusantara--arti-
letak-dan-otoritanya?page=all#page2

Kencana, M. R. B. (2023). Ketahui, Begini 5 Tahapan Pemindahan Ibu Kota Negara Perlahan ke
IKN. Retrieved from https://www.liputan6.com/bisnis/read/5484260/ketahui-begini-5-tahapan-
pemindahan-ibu-kota-negara-perlahan-ke-ikn

Hutasoit, W. L. (n.d.). ANALISA PEMINDAHAN IBUKOTA NEGARA. Retrieved from


http://ejurnal.untag-smd.ac.id/index.php/dedikasi/article/view/3989

Traffic Index ranking | TomTom Traffic Index > tom tom

Belajar dari Tokyo atasi penurunan tanah di ibu kota Jakarta - ANTARA News > antara

BPS Provinsi DKI Jakarta > kendaraan bermotor.

Kepadatan Penduduk menurut Provinsi - Tabel Statistik - Badan Pusat Statistik Indonesia (bps.go.id) >
kepadatan penduduk

Beranda - RPJPN 2025-2045 (indonesia2045.go.id)

Anda mungkin juga menyukai