Anda di halaman 1dari 6

ANALISIS DAMPAK PERPINDAHAN IBU KOTA BARU NEGARA

INDONESIA KE KALIMANTAN TIMUR

Maulia Hardiyani Suderajat


Universitas Bina Sarana Informatika
33190143@bsi.ac.id

Menurut KBBI “Ibu kota” merupakan kota yang menjadi pusat pemerintahan atau kota
tempat kedudukan pusat pemerintahan suatu negara, tempat yang dihimpun unsur administratif,
yaitu eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Wilayah DKI Jakarta merupakan pusat pemerintahan
sekaligus simbol ibu kota negara. Namun, belakangan ini terdapat perbincangan hangat
mengenai pemindahan ibu kota. Presiden Republik Indonesia Joko Widodo berencana akan
melakukan pemindahan ibu kota dari Jakarta ke Kalimantan. Presiden Republik Indonesia Joko
Widodo menyampaikan secara langsung saat Pidato Kenegaraan dalam Sidang Tahunan MPR RI
pada 16 Agustus 2019 yang disusul dengan pengumuman terkait pemindahan ibu kota ke
wilayah Kalimantan Timur pada 26 Agustus 2019. Pemindahan ibu kota ini tertuang dalam
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2020-2024. Pemindahan ibu
kota ini juga didasarkan pada kajian yang telah dilaksanakan Badan Perencanaan Pembangunan
Nasional (Bappenas) yang menerangkan bahwa wilayah DKI Jakarta sudah tidak lagi
menjalankan peranannya sebagai Ibu Kota Negara (IKN) seiring melonjaknya populasi
penduduk, ketidakmerataan persebaran pertumbuhan penduduk, tingkat keamanan dan
kenyamanan yang kian menurun, terjadinya ketimpangan sosial, penurunan fungsi lingkungan,
dan lain sebagainya.

Terkait rencana pemindahan ibu kota negara pasti terdapat urgensi dan alasan yang
mendukung mengapa ibu kota negara harus dipindahkan. Untuk mencapai tujuan dari
pembentukan ibu kota baru yang ideal haruslah memiliki karakteristik yang menunjang segala
kebutuhan dalam pengembangan wilayah yang akan dijadikan ibu kota baru tersebut.
Perpindahan Ibu Kota Negara (IKN) Indonesia merupakan salah satu langkah untuk pemerataan
pembangunan dan ekonomi di Indonesia. Tindak lanjut dari pemindahan ibu kota tersebut
dilakukan secara bertahap yang dirancang oleh Badan Perencanaan Pembangunan Nasional
(Bappenas) yang berkaitan dengan kajian pemindahan IKN. Dalam pertimbangan perpindahan
ibu kota ini banyak faktor yang menjadi penentu kajian Bappenas, terutama pada dampak
pemerataan pembangunan dan ekonomi. Tak hanya itu, faktor kesiapan juga menjadi faktor
penentu dalam pemindahan ibukota, seberapa siapkah Provinsi Kalimantan Timur untuk
membangun ibu kota baru. Pemindahan ibu kota ini tentu sangat berdampak dalam berbagai
bidang pada provinsi Kalimantan Timur.

Kalimantan Timur ditetapkan sebagai Ibu Kota Negara (IKN) baru Negara Kesatuan
Republik Indonesia. Sebagai ibu kota negara (IKN) baru, tentu memiliki banyak faktor
pertimbangan yang perlu diperhatikan dalam proses pemindahan ibu kota tersebut. Mulai dari
aspek aspek wilayah, masyarakat atau penduduk, birokrasi, ekonomi, sosial budaya, finansial,
sumber daya, energi, dan lain-lain. Mengutip dari laman https://dkjn.kemenkeu.go.id terkait
urgensi pemindahan Ibu Kota Negara di antaranya 1. Menghadapi tantangan masa depan, 2. IKN
harus mendorong pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan merata termasuk di Kawasan Timur
Indonesia, 3. Kondisi objektif Jakarta yang dirasa tidak cocok lagi sebagai IKN.

Pemindahan IKN ke luar pulau Jawa tentu memiliki tujuan yaitu untuk mengurangi beban
di Kota Jakarta. Dengan tingkat penduduk yang padat tentu mengakibatkan kemacetan dalam
setiap aktivitas terutama bagi pengguna transportasi sehingga berakibat pada polusi yang
semakin teruk. Penetapan pemindahan ibu kota ke Wilayah Timur Indonesia diharapkan agar
dapat mengurangi kesenjangan sosial, mewujudkan pembangunan serta ekonomi yang lebih
merata, serta mewujudkan ibu kota baru yang sesuai dengan identitas bangsa Indonesia.

Jika dilihat secara geografis, letak ibukota baru memiliki letak yang stategis karena
berada pada titik tengah negara Indonesia. Alasan lainnya yakni lokasi ibu kota baru berdekatan
dengan wilayah yang sudah berkembang seperti Samarinda dan Balikpapan. Kalimantan Timur
juga memiliki risiko bencana alam yang kecil, baik banjir, tsunami, kebakaran hutan, gempa
bumi maupun tanah longsor.

Mengutip dari laman https://dukcapil.kemendagri.go.id/ jumlah penduduk Indonesia saat


ini mencapai 273.879.750 jiwa, yang mana terdapat kenaikan sebanyak 2.529.861 jiwa dibanding
pada tahun 2020,” ungkapan Direktur Jenderal Dukcapil, Prof. Zudan Arif Fakrulloh. Badan
Pusat Statistik mencatat jumlah penduduk di provinsi Kalimantan Timur pada bulan September
2020 sebanyak 3,77 juta jiwa. Berdasarkan data tersebut jumlah penduduk bertambah sekitar
737.552 jiwa, atau rata-rata sebanyak 73.755 jiwa setiap tahun. Sekitar 57,4% penduduk
Indonesia terfokuskan di pulau Jawa. Namun, di sisi lain persebaran penduduk di pulau Sumatera
sebesar 17,9%, Bali dan Nusa Tenggara sebesar 5,5%, Kalimantan sebesar 5,81%, Sulawesi
sebesar 7,31%, Maluku dan Papua sebesar 2,61%. Berdasarkan persentase yang disajiikan di
atas, kepadatan jumlah penduduk di pulau Jawa menunjukkan adanya aglomerasi pembangunan
serta kemajuan pesat di pulau Jawa, namun justru di wilayah lainnya masih banyak daerah yang
mengalami keterbelakangan.

Alasan Pertama, jika dilihat dari perspektif melonjaknya populasi penduduk, kepadatan
penduduk di wilayah DKI Jakarta tercatat pada tahun 2019 total penduduk mencapai 10,5 juta
jiwa. Kepadatan penduduk tersebut dapat menimbulkan berbagai masalah, seperti kemacetan,
polusi, penurunan fungsi lingkungan, dan lain-lain. Berdasarkan survei kondisi lalu lintas dari
390 kota, Jakarta menduduki posisi keempat sebagai kota terburuk. Kemacetan lalu lintas
tersebut disebabkan oleh mobilitas yang tinggi di Jakarta. Tak hanya itu, kemacetan juga dapat
menyebabkan polusi berlebih yang mengakibatkan lingkungan menjadi tercemar. Bahkan Jakarta
pernah berada di peringkat dua dengan udara terkotor di dunia. Masalah lainnya yakni banjir
yang acapkali menjadi masalah utama di wilayah DKI Jakarta yang sampai saat ini belum bisa
teratasi sepenuhnya.

Kedua, dari perspektif keamanan dan kenyamanan, sebagai ibu kota baru wilayah
Kalimantan Timur harus mempertimbangkan dari segi sosial dan budaya, sehingga dapat
meminimalisasi potensi konflik dinamika perpindahan ibu kota. Parameter terkait keamanan dan
kenyamanan yakni berupa kerukunan antar umat beragama, demokrasi, dan lain sebagainya. Ibu
kota baru juga harus memenungkan letak geografis serta infrastruktur dari segi pertahanan
sehingga tidak rentan terhadap gangguan eksternal maupun internal.

Ketiga, ketimpangan sosial yang terjadi di pulau jawa khususnya di wilayah DKI Jakarta
meningkat drastis sepanjang pandemic Covid-19. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS)
Jakarta, koefisien rasio gini meningkat 0,001 poin dari Maret 2020 ke September 2020 menjadi
0,400. Angka ini pun meningkat 0,009 dibandingkan September 2019. Terjadinya ketimpangan
sosial ini mengakibatan meningkatnya tingkat pengangguran. Masyarakat yang menganggur
terancam menjadi miskin. Melonjaknya penduduk di suatu daerah mengakibatkan menurunnya daya
dukung daerah tersebut, terutama dalam hal persediaan lahan dan suplai air bersih. Hal ini akan
sangat berpengaruh pada penurunan fungsi lingkungan.
Terkait permasalahan di atas dapat menimbulkan penurunan fungsi lingkungan.
Kerusakan lingkungan hidup semakin kian memburuk. Kondisi ini tentu dapat mengancam
kehidupan manusia. Penyebab kerusakan lingkungan disebabkan oleh dua faktor yakni faktor
alam dan faktor manusia. Degradasi lingkungan ini ditandai dengan hilangnya sumber daya
tanah, air, udara, punahnya flora dan fauna, serta kerusakan ekosistem. Pada tahun 2004, High
Level Threat Panel, Challenges and Change PBB, memasukkan degradasi lingkungan sebagai
salah satu dari sepuluh ancaman terhadap kemanusiaan. World Risk Report yang dirilis German
Alliance for Development Works (Alliance), United Nations University Institute for Environment
and Human Security (UNU-EHS) dan The Nature Conservancy (TNC) pada 2012 pun
menyebutkan bahwa kerusakan lingkungan menjadi salah satu faktor penting yang menentukan
tinggi rendahnya risiko bencana di suatu kawasan.

Dalam rangka perpindahan ibu kota negara tentu membutuhkan biaya dan waktu yang
tidak sedikit. Pembiayaan pembangunan infrastruktur dan fasilitas terkait perancangan ibu kota
baru ini bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), Badan Usaha Milik
Negara (BUMN), dan pihak swasta. Pemerintah memfokuskan biaya pembangunan ini pada
pihak swasta dan melakukan kerja sama dengan badan usaha. Dalam hal ini APBN tidak
mendominasi pembiayaan pembangunan ibu kota baru disebabkan pemerintah tidak ingin
menggangu program nasional yang sudah dirancang.

Pemindahan ibu kota negara ini dapat memberikan dampak positif terhadap
perekonomian Indonesia. Dampak positif pemanfaatan sumber daya alam Kalimantan Timur
selama ini adalah belum dimanfaatkan secara maksimal. Dengan penggunaan sumber daya alam
dapat meningkatkan pendapatan negara. Efek positif lainnya yakni berkurangnya ketimpangan
sosial. Pemindahan ibu kota ke provinsi Kalimantan akan menghasilkan ekonomi yang lebih
terdiversifikasi ke sektor yang lebih padat karya, membantu mengurangi disparitas antar
kelompok pendapatan baik di tingkat regional maupun nasional. Pemindahan ibu kota juga akan
mendorong perdagangan antar wilayah di Indonesia, lebih dari 50% wilayah Indonesia akan
mengalami peningkatan arus perdagangan. Dampak positif ekonomi dari perpindahan ibu kota
akan menjadi lebih maksimal jika disertai dengan peningkatan produktivitas, inovasi, dan
teknologi di wilayah Kalimantan dan sekitarnya. Selain konektivitas perdagangan antar daerah di
luar pulau Jawa, juga perlu ditingkatkan, terutama antara daerah ibu kota negara baru khususnya
di Kawasan Indonesia Timur.

Selain dampak positif dari segi ekonomi, perpindahan ibu kota ini juga memiliki dampak
negatif. Pemindahan ibu kota ini tentu membutuhkan anggaran yang tidak sedikit. Presiden
Jokowi menuturkan bahwa total anggaran untuk pemindahan ibu kota sekitar Rp 466 triliun.
Anggaran yang besar ini membuat proyek pembangunan lain harus ditunda untuk mendanai ibu
kota baru. Sektor lingkungan akan sangat terpukul, karena kemungkinan akan berarti lebih
sedikit pendanaan untuk proyek-proyek lingkungan. Kebutuhan lahan untuk ibu kota baru tentu
tidak sedikit. Lahan seluas 300.000 hektar akan diubah sebagian menjadi hutan beton untuk ibu
kota baru. Perkantoran dan bisnis pasti akan lebih banyak berinvestasi, dan akan membangun
kantor di ibu kota baru untuk memudahkan urusan birokrasi dengan pemerintah pusat, dan pada
saat yang sama, dari segi jumlah penduduk, jangan sampai ibu kota baru kelak menjadi seperti
Jakarta.

Source :

Beto, Celly. “Dampak Positif Dan Negatif Pemindahan Ibu Kota − Eposdigi.com.”

Depoedu.com, 27 Aug. 2019, www.eposdigi.com/2019/08/27/nasional/dampak-positif-

dan-negatif-pemindahan-ibu-kota/. Accessed 29 Apr. 2022.

Media, Kompas Cyber. “6 Alasan Ibu Kota Negara Pindah Dari Jakarta Ke Kalimantan Timur

Halaman All.” KOMPAS.com, 10 Feb. 2022,

money.kompas.com/read/2022/02/11/052456426/6-alasan-ibu-kota-negara-pindah-dari-

jakarta-ke-kalimantan-timur?page=all. Accessed 29 Apr. 2022.

Pandit, I. Gde Suranaya. “Dampak Pengelolaan Lingkungan Hidup Bagi Kalimantan Timur

Sebagai Ibu Kota Negara Serta Penyelesaian Sengketa Hukumnya” Ganaya : Jurnal Ilmu

Sosial Dan Humaniora, vol. 2, no. 2-2, 30 Dec. 2019, pp. 15–21,

jayapanguspress.penerbit.org/index.php/ganaya/article/view/367. Accessed 29 Apr. 2022.


Pribadi, Deny Slamet, and Setiyo Utomo. “Dampak Perpindahan Ibu Kota Negara Terhadap
Pemulihan Ekonomi Dalam Perspektif Persaingan Usaha.” Jurnal Persaingan Usaha, vol.
2, 31 Jan. 2021, pp. 27–42, 10.55869/kppu.v2i.28. Accessed 21 Apr. 2022.

(Jeniawati, 2019) “Analisis Rencana Pemindahan Ibu Kota Negara Indonesia dari Jakarta ke
Kalimantan Timur”. Universitas Padjajaran, Accessed Dec 2019.

Anda mungkin juga menyukai