Anda di halaman 1dari 23

EKSISTENSI UNDANG-UNDANG NOMOR 3 TAHUN 2022 TENTANG IBU KOTA

NEGARA BERDASARKAN PRINSIP PEMBENTUKAN

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

Sasiati Ariestami 1, Syifa Isnaeni 2

Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Bhayangkara Jakarta Raya

Korespondensi: sasiatiariestami@gmail.com

Abstrak

Undang-Undang Ibu Kota Nusantara juga menimbulkan pertanyaan bagi bentuk


pemerintahanya yang ambigu atau samar-samar, apakah pemerintah daerah atau setingkat
kementrian? Secara faktanya pada ibu kota baru negara Indonesia, yang nanti pimpinanya akan
berupa kepala otorita yang setingkat menteri dan langsung bertanggung jawab kepada presiden.
Maka dari itu tidak akan ada pemilihan kepala otorita dalam pilkada setempat, karena kepala
otorita akan di tunjuk langsung oleh presiden. Otorita IKN menjadi hal yang tidak lazim atau tidak
normal apabila Otorita IKN dibandingkan sebagai lembaga setingkat kementrian, karena
disamping itu bukan bagian dari jenis atau bentuk pemerintahan yang terdapat dalam Undang-
Undang Dasar 1945, dan juga dapat berpotensi menimbulkan kekacauan pengaturan wewenang
dan hubungan Otorita IKN dengan kementrian dan pemerintahan daerah lainya. Rancangan otorita
merupakan salah satu organisasi pemerintahan pusat yang pimpinanya secara delegasi atau
perwakilan untuk melaksanakan kewenangan atau otoritas tertentu dari pemerintahan pusat.
Kata kunci : IKN, Undang-Undang
Abstract
The Law on the Capital of the Archipelago also raises questions about the form of government
that is ambiguous or vague, is it a regional government or at the level of a ministry? In fact, in the
new capital city of Indonesia, the leader will be a ministerial-level head of authority who is
directly responsible to the president. Therefore there will be no election for the head of the
authority in the local elections, because the head of the authority will be appointed directly by the
president. The IKN Authority becomes an unusual or abnormal thing if the IKN Authority is
compared as a ministry-level institution, because besides that it is not part of the type or form of
government contained in the 1945 Constitution, and can also potentially cause chaos in the
arrangement of authority and the relationship between the IKN Authority with other ministries and
local governments. The draft authority is one of the central government organizations whose
leadership is delegation or representative to carry out certain authorities or authorities from the
central government.

Keywords : IKN, Law


A. PENDAHULUAN

1. LATAR BELAKANG

Menurut KBBI, Ibu Kota Negara merupakan tempat kedudukan pemerintah pusat negara
atau pusat pemerintahan. Penetapan Jakarta sebagai ibukota memiliki sejarah yang panjang, pada
saat pemerintahan Hindia-Belanda disebut dengan nama Batavia sudah dijadikan sebagai pusat
pemerintahan dengan waktu yang lama sejak 1619-1942. Pada 1959, status Kota Jakarta yang
sebelumnya kotapraja menjadi daerah tingkat satu yang dipimpin oleh Gubernur. Kemudian, pada
tahun 1959 diubah menjadi Daerah Khusus Ibukota (DKI). Jakarta adalah Ibu Kota Indonesia,
yang memiliki peran penting sebagai pusat negara dan pusat pemerintahan. Jakarta sebagai ibu
kota tentunya membedakan semua daerah meskipun memiliki kewenangan yang sama sebagai
sebuah provinsi. DKI Jakarta selain menjadi pusat pemerintahan, juga menjadi penggerak
perekonomian dan pembangunan sehingga berbagai aktivitas ekonomi bersifat nasional maupun
internasional.

Dalam Pasal 5 Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2007 tentang Pemerintahan Provinsi


Daerah Khusus Ibukota Jakarta, menyatakan bahwa Provinsi DKI Jakarta berperan sebagai
Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia yang memiliki kekhususan tugas, hak, kewajiban,
dan tanggung jawab tertentu dalam penyelenggaraan pemerintahan. Selain memiliki hak dan
kewenangan, juga memiliki kewajiban dan tanggungjawab. Dalam hal ini, Gubernur
bertanggungjawab kepada Presiden. Bertanggungjawab terhadap penyelenggaraan yang meliputi
bidang: a. tata ruang, sumber daya alam, dan lingkungan hidup; b. pengendalian penduduk dan
permukiman; c. transportasi; d. industri dan perdagangan; dan e. pariwisata.

Pada awal masa Presiden Soekarno, alasan pemindahan ibukota dikarenakan kondisi
politik di Jakarta banyak memiliki simbol-simbol penjajahan Hindia-Belanda serta kepentingan
untuk mendistribusikan pembangunan yang merata bagi tiap-tiap wilayah. Kemudian, pada masa
Presiden Soeharto alasan pemindahan ibukota dikarenakan tidak lagi memiliki kemampuan
sebagai ibukota, sehingga membutuhkan kota baru yang mampu mengakomodasi kegiatan
kepemerintahan tanpa menghilangkan Jakarta sebagai pusat perekonomian nasional. Keinginan
memindahkan ibu kota mencuat kembali saat era reformasi yang mana Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono menggagas pemindahan ibukota di luar pulau Jawa. Hal ini serupa yang dilakukan
oleh Presiden Joko Widodo, bahwa perlu adanya pusat pemerintahan baru di luar pulau Jawa yang
terpisah dari pusat bisnis nasional yang memunculkan wilayah Penajam Paser Utara dan Kutai
Kartanegara sebagai calon ibukota.

Pada bulan Agustus 2019, Presiden Republik Indonesia yaitu Bapak Joko Widodo, pada
pidatonya tentang kenegaraan pada tanggal 16 Agustus 2019 telah menyampaikan bahwa akan
dilaksanakan pemindahan Ibu Kota Republik Indonesia dan meminta izin kepada Majelis
Permusyawaratan rakyat. Rencana pemindahan ibu kota tersebut telah melalui kajian dari Badan
Perencanaan dan Pembangunan Nasional (Bappenas RI). Bapak Joko Widodo menekankan bahwa
ibu kota baru tersebut nantinya tidak hanya sebagai simbol identitas bangsa, tetapi juga sebagai
perwakilan kemajuan bangsa Indonesia. Letak ibu kota baru yang berada di pulau Kalimantan
dihadapkan dapat mewujudkan keadilan serta pemerataan ekonomi dan pembangunan. Pada Senin
tanggal 26 Agustus 2019, presiden bapak Joko Widodo dalam keteranganya, beliau telah
memutuskan sebagian wilayah Penajam Paser Utara dan sebagian wilayah Kutai Kartanegara di
Kalimantan Timur sebagai tempat lokasi pembangunan ibu kota baru untuk negara Indonesia.
Lalu pada bulan Oktober 2019, Kementrian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat telah
membuat perlombaan untuk membuat desain yang nanti akan digunakan sebagai lambang ibu kota
baru untuk Republik Indonesia skala nasional yang terbuka untuk umum.

Di Indonesia, kedudukan ibu kota Negara tidak ditetapkan dalam Konstitusi, tetapi dalam
Undang-Undang. Dalam Konstitusi, frasa ibu kota hanya disebutkan 2 kali yaitu pada Bab II
tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat di pasal 2 yang berbunyi, yaitu: “Majelis
Permusyawaratan Rakyat bersidang sedikitnya sekali dalam 5 tahun di ibu kota negara”. Dan
pada Bab VIIIA tentang Badan Pemeriksa Keuangan pada pasal 23G yaitu, yang berbunyi: “
Badan Pemeriksa Keuangan berkedudukan di ibu kota negara dan memiliki perwakilan di setiap
provinsi”. Jakarta ditetapkan sebagai daerah khusus ibu kota negara Indonesia berdasarkan
Undang-Undang No 29 tahun 2007 tentang Pemerintah Provinsi Daerah Khusus Ibukota NKRI,
dan Jakarta juga ditetapkan sebagai daerah otonom di tingkat Provinsi, tetapi Undang-Undang
tersebut tidak menyebutkan mengenai mekanisme atau tata cara pemindahan ibu kota.

Adanya permasalahan atau konflik yang muncul berkaitan dengan pemindahan ibu kota di
Indonesia, yaitu terdapat 3 permasalahan: pertama adalah secara Konstitusional, tidak adanya
peraturan yang mengatur mekanisme atau tata cara pemindahan ibu kota negara Indonesia dalam
konstitusi maupun dalam peraturan Perundang-Undangan. Kedua adalah penetapan wilayah baru
ibu kota Indonesia mendahului pembentukan dasar hukumnya. Ketiga, adalah minimnya unsur
keterlibatan dari cabang kekuasaan lain, khususnya dari Legislatif yang berkaitan dengan
pemindahan ibi kota baru tersebut. Lalu dalam permasalahan tentang pemindahan ibu kota ini tidak
ada kejelasan secara jelas mengenai ibu kota itu sendiri. Jika dilihat dari urutan perkembangan
tentang wacana pemindahan ibu kota pada sekarang ini, terlihat cabang kekuasaan eksekutif lah
yang paling menonjol dalam rencana ibu kota baru tersebut. Lalu presiden melalui Bappenas lebih
dulu membahas hingga menetapkan lokasi ibu kota yang baru tanpa melibatkan unsur legislatif,
baik dari Dewan Perwakilan Daerah (DPD) dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Dalam proses
pemindahan ibu kota baru ke pulau Kalimantan akan berdampak kepada seluruh lembaga negara
di Indonesia, dikarenakan dalam peraturan berbagai lembaga negara di Indonesia dinyatakan
bahwa kedudukan lembaga tersebut berada di ibu kota negara.

Upaya menciptakan peraturan perundang-undangan yang baik dan dapat diterima oleh
masyarakat, maka proses tersebut harus berasal dari suatu sistem yang baik. Penyusunan UU IKN
memiliki waktu yang realtif singkat yaitu hanya 42 hari, sehingga masyarakat kurang memiliki
hak untuk berpartisipaso dalam penyusunan dan juga bertentangan dengan Undang-Undang
Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Adanya Asas
Keterbukaan dapat meminimalisir kerugian hak konstitusional setiap orang, karena dalam
prosesnya pembentukannya dari awal hingga akhir diketahui secara jelas. Sehingga masyarakat
dapat secara langsung mengajukan kritik maupun saran sebagai bentuk partisipasi publik dalam

Pembentukan Undang-Undang. Namun, dalam penyusunan UU IKN tidak mengedepankan asas


keterbukaan. Hal ini karena tidak terbukanya informasi pada setiap pembahasan Rancangan
Undang-Undang (RUU) IKN. Hanya beberapa agenda dokumen dan informasinya dapat dilihat

maupun diakses pada situs resmi DPR dan yang lainnya tidak dapat diakses publik.

Tetapi untuk mewujudkan pemindahan ibu kota baru di pulau Kalimantan, maka telah
ditetapkan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara pada tanggal 15
Febuari 2022. Ibu Kota baru tersebut bernama Nusantara yang berarti satuan pemerintahan daerah
yang bersifat khusus setingkat provinsi yang wilayahnya menjadi tempat keududukan Ibu Kota
Negara sebagaimana diatur di dalam Undang-Undang tersebut. Ibu Kota Negara yang disebut
Nusantara merupakan satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus setingkat provinsi yang
wilayahnya menjadi tempat kedudukan Ibu Kota Negara yang sudah ditetapkan oleh Undang-
Undang. Terdapat dalam pasal 2, bahwa Ibu Kota Nusantara memiliki visi sebagai kota dunia untuk
semua yang di bangun dan di kelola yang bertujuan untuk:

1. Sebagai penggerak ekonomi Indonesia di masa yang akan datang


2. Akan menjadi simbol identitas nasional yang merepresentasikan keberagaman masyarakat
Indonesia, berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
tahun 1945
3. Akan menjadi kota yang maju seperti di negara eropa

Penetapan tentang pengalihan kedudukan, fungsi dan peran Ibu Kota Negara dari Provinsi
Daerah Ibu Kota Jakarta ke Ibu Kota Nusantara yang berada di Pulau Kalimantan akan ditetapkan
dengan Keputusan Presiden. Lalu pasal 4 ayat 1 menyebutkan bahwa Ibu Kota Nusantara berfungsi
sebagai Ibu Kota Negara Kesatuan Republik Indonesia yang akan menjadi tempat
penyelenggaraan semua kegiatan pemerintahan, dan akan menjadi tempat kedudukan perwakilan
negara asing dan perwakilan organisasi atau lembaga Internasional. Selanjutnya dalam pasal 5 ayat
4 kepala kekuasaan atau Otoritas Ibu Kota Nusantara adalah kepala Pemerintah Daerah Khusus
Ibu Kota Nusantara yang berkedudukan setingkat menteri, ditunjuk dan diangkat lalu di
berhentikan oleh Presiden setelah berkonsultasi dengan Dewan Perwakilan Rakyat.

Posisi Ibu Kota Nusantara secara geografis sebagaimana Pasal 6 ayat (1) terletak pada:

1. Bagian Utara pada 117° 0’ 31.292" Bujur Timur dan 0° 38'44.912" Lintang Selatan;
2. Bagian Selatan pada 117° 11’ 51.903” Bujur Timur dan 1° 15’25.260" Lintang Selatan;
3. Bagian Barat pada 116° 31' 37.728" Bujur Timur dan 0° 59'22.510" Lintang Selatan; dan
4. Bagian Timur pada 117° 18’ 28.084" Bujur Timur dan 1° 6' 42.398' Lintang Selatan.

Penyelenggara Pemerintahan Daerah Khusus Ibu Kota Nusantara dipimpin oleh Kepala
Otorita. Pada 10 Maret 2022, Presiden Jokowi melantik Bambang Susantono sebagai Kepala
Otorita dan Dhony Rahajoe sebagai Wakil Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara RI. Hal ini menandai
bahwa dimulainya penyelenggaraan kegiatan dalam persiapan, pembangunan dan pemindahan ibu
kota negara.
2. RUMUSAN MASALAH
1. Apakah dalam penyusunan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota
Negara sesuai dengan pembentukan perundang-undangan?
2. Bagaimana implikasi hukum dari Undang-Undang Ibu Kota Negara?

3. METODE PENELITIAN
Penulisan ini menggunakan metode pendekatan kualitatif untuk mengetahui bagaimana
penyusunan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara dan implikasi
hukum yang terjadi dalam UU IKN. Penulisan ini disusun dengan menggunakan jenis penelitian
yuridis normatif, yaitu penelitian yang difokuskan untuk mengkaji penerapan aturan atau
norma dalam hukum positif. Dengan menggunakan beberapa jenis sumber data yang digunakan
ini antara lain, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia, bahan hukum berupa Jurnal
hukum; Buku dan Makalah yang berkaitan dengan judul penelitian serta Internet.
B. PEMBAHASAN

1. Penyusunan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara

Menurut Bagir Manan, Peraturan Perundang-undangan adalah putusan tertulis yang


dikeluarkan oleh Lembaga dan atau Pejabat Negara yang menjalankan fungsi legislatif sesuai tata
cara yang berlaku. Perundang-undangan bersifat mengikat atau memaksa bagi masyarakat untuk
menaati peraturan tersebut. Fungsi Peraturan Perundang-undangan terdapat fungsi internal dan
eksternal, fungsi internal berkaitan dengan keberadaan dalam sistem hukum dengan menjalankan
fungsi untuk penciptaan hukum, pembaharuan hukum, integrasi dan kepastian hukum, dalam
fungsi eksternal yang terdiri atas perubahan, stabilisasi dan kemudahan (Bagir Manan, 2009).

Agar terhindar dari kesalahan dalam pembentukan, maka untuk menghasilkan suatu
peraturan perundang-undangan yang baik dan teratur harus dilandasi dengan asas- asas
pembentukan perundang-undangan. Berdasarkan Pasal 5 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011
tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, bahwa asas pembentukan peraturan
perundang-undangan yang baik, meliputi:

a. Kejelasan tujuan
b. Kelembagaan atau pejabat pembentuk yang tepat
c. Kesesuaian antara jenis, hierarki, dan materi muatan
d. Dapat dilaksanakan
e. Kedayagunaan dan kehasilgunaan
f. Kejelasan rumusan
g. Keterbukaan

Adanya naskah akademik yang komprehensif merupakan suatu hal yang penting dalam
pembentukan Undang-Undang IKN. Naskah akademik yang berkaitan terhadap pemindahan ibu
kota dengan landasan filosofis, sosiologis, maupun yuridis. Selain itu, naskah akademik juga
menjelaskan secara spesifik mengenai kriteria dan atau kepastian tersebut harus dilakukan
pemindahan ibu kota negara. Diperlukan muatan tentang batasan kedudukan dan fungsi ibu kota
negara baru dalam UU IKN, yang akan dijadikan sebagai pusat pemerintahan ibu kota negara atau
juga digunakan sebagai perdagangan, ekonomi, dan lain sebagainya.
Sebagaimana Pasal 1 ayat (3) UUD 1945, bahwa Indonesia adalah negara hukum, maka
dalam prosedur pemindahan ibu kota NKRI harus berdasarkan pada ketentuan yuridis yang ada.
Oleh karena itu, proses pemindahan IKN tidak dapat dilakukan jika belum adanya peraturan
perundang-undangan yang secara mengatur hal tersebut, mengenai lokasi ibu kota negara baru
dengan mekanisme pemindahannya secara terperinci. Pemindahan ibu kota negara memerlukan
anggaran yang besar, maka pembiayaan dari APBN, KPBU, dan kerja sama dengan pihak-pihak
swasta.

Dalam naskah akademik diperlukan adanya landasan filosofis, yuridis dan sosiologis yang
menjadi suatu keharusan bagi lembaga legislatif maupun eksekutif dalam penyusunan Rancangan
Undang-Undang (RUU). Landasan Filosofis merupakan landasan dalam RUU yang dibentuk
dengan mempertimbangkan pandangan hidup kesadaran serta cita-cita hukum dan falsafah bangsa
Indonesia. Landasan ini bersumber dari Pancasila yang sebagaimana tercantum dalam UUD 1945.
Namun demikian, dalam pertimbangan landasan filosofis, tidak menjelaskan secara ilmiah dan
rinci atas pertimbangan apa sehingga RUU Ibukota Negara ini diperlukan. Tidak adanya
pertimbangan pandangan hidup, kesadaran dan cita hukum yang meliputi suasana kebatinan serta
falsafah bangsa Indonesia.1 Landasan Sosiologis merupakan pertimbangan peraturan yang
dibentuk untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Adanya dampak sosial yaitu pemindahan ASN
ke ibu kota baru yang kemungkinan terjadinya konflik akibat perubahan tatanan sosial masyarakat
Kalimantan. Adanya dampak ekonomi yaitu anggaran yang mencapai Rp 466 triliun, sehingga
berdampak pada pertumbuhan kegiatan perekonomian, sosial, dan budaya. Landasan Yuridis
merupakan peraturan yang dibentuk untuk mengatasi permasalahan hukum dengan
mempertimbangkan aturan yang ada. Status Jakarta masih menjadi daerah khusus atau daerah
istimewa, sehingga adanya implikasi hukum.

Sebagaimana Pasal 96 UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan


Perundang-undangan, bahwa Masyarakat berhak memberikan masukan secara lisan dan/atau
tertulis dalam pembentukan peraturan perundang-undangan. Sehingga, masyarakat berhak
berpartisipasi dalam undnag-undang tersebut sebagaimana dengan asas keterbukaan. Namun,
keterlibatan masyarakat dalam pembahasan RUU IKN dinilai sangat minim. Hal ini berdasarkan

1
Otti Ilham Khair, “Analisis Landasan Filosofis, Sosiologis dan Yuridis pada Pembentukan Undang-Undang Ibukota
Negara”, Jurnal Inovasi Riset Akademik, Vol.2, 2022, hlm.5
pada waktu pembahasan RUU IKN yang hanya dengan waktu 42 hari, terkesan pembahasannya
terlalu cepat dan singkat. Seharusnya pada tahapan penyusunan hingga pembahasan dibutuhkan
waktu 160 hari.

Dalam UU IKN telah memenuhi asas kesesuaian antara jenis, hierarki, dan materi muatan.
Namun, masih terdapat kekurangan yang lebih jelas terhadap asas perancangan UU IKN. Yang
meliputi:

a. Asas Kedayagunaan dan Kehasilgunaan


Memiliki arti bahwa peraturan memang dibuat karena dibutuhkan dalam mengatur
kehidupan masyarakat. Adanya urgensi pengesahan terhadap UU IKN dari pemerintah
bahwa DKI Jakarta sudah tidak optimal dalam menjalankan fungsinya sebagai ibu kota
negara karena beberapa faktor.
b. Asas Kejelasan rumusan
Memiliki arti bahwa tiap peraturan harus memenuhi persyaratan mengenai langkah
penyusunan Peraturan Perundang-Undangan, sistematika, pilihan kata, dan bahasa hukum
yang jelas sehingga tidak adanya interpretasi dalam pelaksanaannya. Namun, dalam UU
IKN masih terdapat pasal yang belum dijelaskan secara lebih rinci dan masih terdapat
beberapa salah penulisan.
c. Asas Keterbukaan
memiliki arti bahwa dalam perencanaan, penyusunan, pembahasan, pengesaahan atau
penetapan dan pengundangan bersifat transparan dan terbuka. Namun, dalam rancangan
dan pengesahan UU IKN masih memuat kontra dikarenakan ketidaktransparan dalam
perumusan dan pengesahan serta juga kurang tepat karena menjadi prioritas dengan
anggaran yang besar pada saat negara mengalami pandemi Covid-19 yang berdampak pada
kesejahteraan rakyat.
d. Asas dapat dilaksanakan
Memiliki arti bahwa tiap pembentukan peraturan harus memperhatikan efektivitas dalam
masyarakat. Menurut Jeremy Bentham, hukum yang baik ialah hukum yang memiliki tiga
konsep landasan yaitu secara filosofis, sosiologis, dan yuridis.
Perjalanan pemindahan ibu kota negara terjadi di beberapa negara dan beberapa negara
memiliki kisah sukses dalam upaya mereka memindahkan ibu kota lama ke tempat-tempat baru,
seperti Kuala Lumpur ke Putrajaya di Malaysia, Bonn ke Berlin di Jerman, Melbourne ke Canberra
di Australia, Valladolid ke Madrid di Spanyol, atau Kyoto ke Tokyo di Jepang. Pakar perencanaan
kawasan urban, Yeremias T. Keban, berpendapat sebenarnya persoalan kompleks yang membelit
Jakarta bisa diselesaikan tanpa harus memindah lokasi ibu kota. Solusinya, hanya perlu dengan
memperbaiki infrastruktur penyebab persoalan semacam banjir, kemacetan, kepadatan bangunan
atau penduduk, dan banyak masalah lain.2

Dari total investasi untuk infrastruktur dan sarana yang dibangun di Ibu Kota baru ini tentu
sebagian akan berfungsi juga sebagai penjual jasajasa pemerintahan kepada publik. Infrastruktur
dan sarana itu misalnya adalah jaringan listrik, instalasi air bersih, bandara, pelabuhan dan
beberapa lainnya. Artinya, untuk jenis infrastruktur dan sarana tertentu, dalam jangka panjang
investasi yang dikeluarkan bisa dikembalikan dari pembayaran yang dikenakan kepada pengguna
jasa. Pemindahan ibu kota ke wilayah Kalimantan akan memberikan energi untuk memperkuat
keberadaan Indonesia sebagai negara maritim dan mendukung misi mewujudkan pertumbuhan
ekonomi yang berkualitas serta pembangunan berkelanjutan. Dengan 2/3 luas wilayah yang terdiri
dari lautan, selama ini pembangunan ekonomi di Indonesia justru berbasis daratan. Implikasinya,
potensi ekonomi kemaritiman menjadi lenyap. Perekonomian maritim dalam wujud industri
perkapalan, pengolahan ikan, pariwisata laut, energi air, transportasi air, dan lain-lain tidak
berkembang.

Pemindahan ibu kota negara terjadi pada beberapa pemerintah, yaitu: Masa Presiden
Soekarno. Pemindahan ibu kota dari Jakarta ke Palangkaraya muncul pertama kali pada 1950-an.
Saat meresmikan pembangunan Kota Palangka Raya pada Tahun 1957, Presiden Soekarno
mewacanakan rencana pemindahan lokasi ibu kota ke daerah tersebut. Palangkaraya adalah kota
baru yang dibangun dengan membuka hutan di pinggir sungai Kahayan, Kalimantan Tengah. Masa
Presiden Soeharto Pada masa Orde Baru, Wacana pemindahan Ibu Kota RI seakan hilang karena
lebih memfokuskan pembangunan di Jawa dengan menjadikan Jakarta sebagai pusat pemerintahan
maupun bisnis. Konsekuensinya, Jakarta menjadi pusat urbanisasi nasional. Palangkaraya bukan
satu-satunya alternatif lokasi ibu kota yang pernah dikaji oleh pemerintah Indonesia. Semasa Orde

2
Wesley Liano Hutasoit, Analisa Pemindahan Ibukota Negara, Dedikasi Vol.19 Tahun 2018, hlm. 109
Baru, Presiden Soeharto juga mewacanakan pemindahan lokasi Ibu Kota ke Jonggol melalui
Keppres 1 Tahun 1997 Tentang Koordinasi Pengembangan Kawasan Jonggol sebagai Kota
Rencana pemindahan ibukota, Joogol berada di Kota Bogor yang berjarak 60 Kilometer dari
Jakarta. Joggol memiliki lahan kosong seluas 30.000 Hektar yang siap dijadikan tujuan
pembangunan Ibu Kota negara. Masa Presiden BJ Habibie Pasca reformasi, Presiden BJ Habibie
juga pernah mewacanakan kemungkinan pemindahan Ibu Kota dari DKI Jakarta ke Sidrap,
Sulawesi Selatan. Alasan Habibie, daerah ini juga bisa dianggap berada di tengahtengah wilayah
Indonesia. Masa Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono Pada masa Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono (SBY), tepatnya di tahun 2010, wacana pemindahan ibu kota itu muncul kembali, tapi
hanya sesaat dan kemudian tenggelam lagi. Pemindahan ibu kota diwacanakan akan pindah ke
Kabupaten Banyumas, Purwokerto, Jawa Tengah. Masa Presiden Joko Widodo Pada era
kepemimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi) tampaknya melebihkan usaha mewujudkan
gagasan lama Presiden Soekarno untuk memindahkan Ibu Kota RI dari Jakara ke Palangka Raya.
Bukan sekadar alasan politis tapi sudah saatnya keruwetan Kota Jakarta saat ini, terutama
menyangkut transportasi dan lingkungan hidupnya, hanya bisa diurai dengan memecah
konsentrasi kegiatan nasional ke luar Jakarta, terutama luar Jawa.3

Mengenai Undang-Undang Ibu Kota Negara, selain dalam aspek pembangunan


perekonomian juga adanya aspek hukumnya. Masyarakat yang mengajukan uji formil ke
Mahkamah Konstitusi, merasa adanya pembentukan yang terlalu singkat. Bahwa kondisi
Indonesia masih dalam keadaan pandemi Covid-19 dengan terjadinya inflasi untuk kebutuhan
sehari-hari, serta belum pulih menyeluruh sektor kehidupan. Sehingga, merasa bahwa adanya
pemindahan Ibu Kota Negara tidak dengan pertimbangan kepentingan masyarakat.

Dikarenakan tidak melibatkan partisipasi masyarakat Indonesia, sehingga Eksistensi UU


IKN dinilai cacat formil. Adapun diantaranya, bahwa pembentukan UU IKN tidak disusun dengan
perencanaan yang berkelanjutan seperti perencanaan pembangunan, regulasi, keuangan negara dan
pelaksanaan pembangunan tersebut. Dalam pembentukannya, tidak memprediksi efektivitas
peraturan perundang-undangan dalam masyarakat secara filosofis, sosiologis dan yuridis. Adanya
kebijakan pemindahan IKN tidak melihat aspek sosiologis kondisi yang sedang mengalami

3
Ibid, hlm.120
pandemi Covid-19, melihat pemerintah yang lebih mengutamakan kepentingan yang tidak terlalu
mendesak.

Adapun rincian kebutuhan anggaran keseluruhan untuk pembangunan ibu kota mencapai
Rp 466 triliun. Suharso Monoarfa sebagai Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional
menyatakan bahwa pendanaan IKN akan bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara (APBN), Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU), aset BUMN, dan badan
swasta lainnya.4 Pada tahun 2022, pemerintah menyiapkan anggaran sebesar Rp 12 triliun untuk
mempersiapkan infrastruktur ibu kota di Penajam Paser, Kalimantan Timur.

Pemindahan ibu kota negara seharusnya dilakukan melalui prosedur yang ditetapkan
undang-undang. Pemerintah dengan menyusun naskah akademik yang komprehensif serta
penelitian dalam aspek politik, sosial, budaya, dan lingkungan. Kemudian, pembahasan RUU IKN
seharusnya dilakukan bersamaan dengan perubahan UU Nomor 29 Tahun 2007 tentang
Pemerintahan Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta sebagai Ibu Kota Negara Kesatuan
Republik Indonesia. Dikarenakan jika RUU telah disahkan menjadi Undang-Undang, maka akan
mengakibatkan ketidakpastian hukum mengenai status ibu kota negara.

Pada 18 Januari 2022, Rancangan Undang-Undang Ibu Kota Negara (RUU IKN) resmi
disahkan menjadi undang-undang (UU) yang disepakati dalam rapat paripurna DPR RI. Sehingga,
akan melaksanakan rencana pemindahan ibu kota negara "Nusantara" dari Jakarta ke Penajam
Paser Utara, Kalimantan Timur.5 Penyelenggara Pemerintahan Daerah Khusus Ibu Kota Nusantara
dipimpin oleh Kepala Otorita. Pada 10 Maret 2022, Presiden Jokowi melantik Bambang Susantono
sebagai Kepala Otorita dan Dhony Rahajoe sebagai Wakil Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara RI.
Hal ini menandai bahwa dimulainya penyelenggaraan kegiatan dalam persiapan, pembangunan
dan pemindahan ibu kota negara.

Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/ Kepala Bappenas Suharso Monoarfa,


akan melakukan revisi terhadap Undang-Undang Ibu Kota Negara Nomor 3 Tahun 2022. Dengan
membuat setiap ibu kota negara menjadi daerah istimewa, yaitu kewenangan urusan absolut, tanah,

4
https://ikn.go.id/pembangunan-ikn-tahun-ini-kepala-bappenas-rp-12-triliun-dana-apbn-disiapkan diakses pada 4
Juni 2023
5
https://nasional.kompas.com/read/2022/01/18/20300131/uu-ikn-disahkan-ini-kedudukan-bentuk-hingga-
susunan-pemerintahan-ibu-kota diakses pada 6 Juni 2023
dan pendanaan atau pembiayaan daerah.6 Kemudian, mengenai anggaran pembangunan ibu kota
negara baru bahwa APBN hanya menyiapkan 20% dari total anggaran tersebut dan sisanya adalah
dari partisipasi swasta. Partisipasi swasta seperti meliputi kerjasama pembangunan dan investasi
langsung, serta melalui pembiayaan kreatif seperti crowd funding ataupun carbon trading,
filantropi dan lainnya.

Ibu Kota Negara akan dibangun untuk mencapai target Indonesia sebagai negara maju,
sesuai Visi Indonesia 2045. Dibangun dengan identitas nasional, IKN akan mengubah orientasi
pembangunan menjadi Indonesia-sentris, serta mempercepat Transformasi Ekonomi Indonesia.
Adapun terdapat 8 prinsip Ibu Kota Negara, yaitu:
1. Mendesain sesuai kondisi alam
Bahwa di Kawasan Pemerintahan IKN akan lebih dari 75% kawasan hijau. Penduduk juga
dapat mengakses ruang terbuka hijau rekreasi, dan setiap bangunan bertingkat
inkonstitusional, komersial dan hunian dari konstruksi ramah lingkungan.
2. Bhinneka Tunggal Ika
Bahwa masyarakat dapat mengakses layanan sosial atau masyarakat dan tempat umum
dirancang mengguunakan prinsip akses universal, kearifan lokal dan desain inklusif.
3. Terhubung, Aktif, dan Mudah diakses
Adanya perjalanan dengan transportasi umum dan koneksi transit ekspres dari kawasan
inti pusat pemerintahan ke bandara strategis pada tahun 2030.
4. Rendah emisi karbon
Bahwa instalasi kapasitas energi terbarukan akan memenuhi 100% kebutuhan energi IKN
dan 60% peningkatan efisiensi energi dalam bangunan umum yang abaru di tahun 2045.
5. Sirkuler dan Tangguh
Terdapat 10% dari lahan seluas kawasan pemerintahan IKN tersedia untuk kebutuhan
produksi pangan dan 100% air limbah akan diolah melalui sistem pengolahan pada 2035.
6. Aman dan Terjangkau

6
https://www.liputan6.com/bisnis/read/5302089/bappenas-mau-kebut-revisi-uu-ikn-3-masalah-ini-mau-dirombak
diakses pada 6 Juni 2023
Menurut Global Liveability Index pada 2045 merupakan termasuk 10 kota terbaik dan
semua pemukiman di kawasan pemerintahan IKN memiliki akses terhadap infrastruktur
penting di tahun 2045.
7. Kenyamanan dan Efisiensi melalui teknologi
Memperoleh peringkat Very High dalam peringkat e-Gov Deveploment Index oleh PBB ,
100% konektivitas digital dan TIK untuk semua penduduk dan bisnis serta lebih dari 75%
kepuasan bisnis dengan peringkat layanan digital.
8. Peluang Ekonomi
Bahwa pada 2035 akan mencapai 0% angka kemiskinan, PDB per kapita negara
berpendapatan tinggi dan rasio gini regional terendah di Indonesia pada 2045.

Ibu kota baru selain sebagai simbol identitas, juga menjadi representasi kemajuan bangsa
dengan menggunakan konsep modern, smart and green city, menggunakan energi terbarukan dan
tidak bergantung pada energi fosil. Simbol persatuan dan kesatuan Indonesia adalah negara
kepulauan dari Sabang sampai Merauke dari Miangas sampai Pulau Rote. Dengan masing-masing
Gubernur membawa tanah dan air dari daerahnya yang dimasukkan ke dalam Bejana Nusantara
yang merupakan bentuk kebhinekaan dan persatuan dalam membangun Ibu Kota Nusantara.7

7
https://www.kaltimprov.go.id/berita/tanah-dan-air-indonesia-telah-menyatu-di-ibu-kota-nusantara diakses pada
13 Juni 2023
2. Implikasi Hukum dari Undang-Undang Ibu Kota Negara

Aspek pertama yang cukup mendeterminasi atau menetapkan adalah belum adanya asas
yuridis tentang prosedur atau tata cara pemindahan ibu kota baru. Padahal pemindahan ibu kota
negara Indonesia yang baru secara langsung dapat bersangkutan dengan sejumlah peraturan
perundang-undangan yang telah ada, contohnya Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2007 tentang
Pemerintah Provinsi Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta sebagai Ibu Kota Negara Kesatuan Republik
Indonesia, Undang_undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Kepala Daerah, dan
sejumlah Undang-Undang lainya. Undang-Undang Ibu Kota Nusantara juga menimbulkan
pertanyaan bagi bentuk pemerintahanya yang ambigu atau samar-samar, apakah pemerintah daerah
atau setingkat kementrian? Secara faktanya pada ibu kota baru negara Indonesia, yang nanti
pimpinanya akan berupa kepala otorita yang setingkat menteri dan langsung bertanggung jawab
kepada presiden. Maka dari itu tidak akan ada pemilihan kepala otorita dalam pilkada setempat,
karena kepala otorita akan di tunjuk langsung oleh presiden. Otorita IKN menjadi hal yang tidak
lazim atau tidak normal apabila Otorita IKN dibandingkan sebagai lembaga setingkat kementrian,
karena disamping itu bukan bagian dari jenis atau bentuk pemerintahan yang terdapat dalam
Undang-Undang Dasar 1945, dan juga dapat berpotensi menimbulkan kekacauan pengaturan
wewenang dan hubungan Otorita IKN dengan kementrian dan pemerintahan daerah lainya.
Rancangan otorita merupakan salah satu organisasi pemerintahan pusat yang pimpinanya secara
delegasi atau perwakilan untuk melaksanakan kewenangan atau otoritas tertentu dari pemerintahan
pusat.

Indonesia pernah melaksanakan sistem otorita di era Orde Baru yaitu Otorita Batam yang
bertugas melaksanakan kewenangan teknis atau cara tertentu dari pemerintah pusat dalam
mengurus industri teknologi tinggi, alih (ganti) kapal, perdagangan, serta pariwisata di Kota
Batam. Akan tetapi apakah daerah otorita tersebut dapat dikatakan akan berhasil? Buktinya telah
terjadi perselisihan atau permasalahan antara daerah otorita dengan pemerintahan daerah setempat
terkait konflik hak milik tanah. Menaptap ke belakang, tentang pro kontra daerah otorita,
seharusnya bisa menjadi pembelajaran untuk kedepanya. Penerapanya dalam otorita IKN tidak
bisa mengatur urusan kepentingan demokrasi publik di daerah kawasan atau lokasi IKN, karena
ketiadaanya DPRD dan pilkada. Rancangan pemerintah daerah berbanding sebaliknya yaitu
mengelola berbagai macam persoalan administrasi pelayanan masyarakat sejak dari kelahiran
hingga kematian. Termasuk soal urusan tentang pendidikan, kesehatan, ekonomi serta budaya,
akibatnya berwenang pula untuk memungut pajak daerah serta retribusi daerah (DPRD).
Masalahnya Otorita IKN dirangcang layaknya pemerintah daerah setingkat Provinsi, berdasarkan
Pasal 18, 18A ayat (1) UUD 1945, jenis pemerintahan daerah dalam metode pemerintahan nasional
menetapkan dengan sangat jelas dan kaku, terbatas hanya daerah Provinsi dan Kota atau kabupaten
yang masing-masing dikepalai oleh seorang Gubernur, Bupati atau Walikota yang tidak
mengharuskan adanya nama dan konsep pemerintahan daerah dan kepala daerah selain yang sudah
di tentukan norma atau nilai konstitusional di atas sebagai kebijakan hukum terbuka (opened legal
policy).

Konsep Otorita adalah organisasi pemerintah pusat yang pejabatnya mendapatkan delegasi
atau perwakilan dari pemerintah pusat untuk melaksanakan suatu kewenangan tertentu, otorita
bukan daerah atau badan hukum. Otorita memang tidak terdapat dalam konstitusi, tetapi dalam
rancangan kebijakan publik terdapat dalam aturanya. Tingkat daerah adalah kesatuan masyarakat
atau warga hukum pada wilayah tertentu yang diberikan hak untuk mengatur dirinya sendiri,
akibatnya daerah merupakan bahadn hukym (recht person) yang mempunyai hak atau berwenang
serta kewajiban sendiri sebagai sebuah entitas (pihak yang mandiri) politik. Konsep Otorita dalam
kondisi atau latar belakang ibu kota negara Indonesia hanya menjalankan peran atau perpanjangan
tangan pemerintah pusat. Namun lantaran bukan badan hukum, tidak boleh membuat membuat
keputusan atau kebijakan mengenai kepentingan publik. Contohnya, seperti memungut pajak,
restribusi dan membuat segala peraturan yang akan berpengaruh terhadap publik atau masyarakat.
Masalahnya, penataan penyelenggaran ibu kota baru negara indonesia dilakukan oleh kepala
otorita sebagai pemerintah daerah khusus IKN. Konsep atau rancangan otorita yang di tuangkan
dalam Undang-Undang IKN erkesan campuran (pola hybrida) dengan konsep kepala daerah:
gubernur, walikota/bupati yang bisa memungut pajak, hingga retribusi.

Penjelasan lebih lanjut tentang pengaturan bentuk pemerintahan tercatat dalam Undang-
Undang Nomor 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara baru Indonesia, yaitu:

1. Pasal 1 angka (10) UU IKN: Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara adalah kepala
Pemerintahan Daerah Khusus Ibu Kota Nusantara
2. Pasal 4 ayat (1) huruf bUU IKN: Otorita Ibu Kota Nusantara sebagai lembaga setingkat
kementerian yang menyelenggarakan Pemerintahan Daerah Khusus Ibu Kota
Nusantara
3. Pasal 5 ayat (4) UU IKN: Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara merupakan kepala
Pemerintah Daerah Khusus Ibu Kota Nusantara yang berkedudukan setingkat menteri,
ditunjuk, diangkat, dan diberhentikan oleh Presiden setelah berkonsultasi dengan DPR.
4. Pasal 9 ayat (1) UU IKN Otorita Ibu Kota Nusantara dipimpin oleh Kepala Otorita Ibu
Kota Nusantara dan dibantu oleh seorang Wakil Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara
yang ditunjuk, diangkat, dan diberhentikan langsung oleh Presiden setelah
berkonsultasi
dengan DPR
5. asal 10 ayat (1) UU IKN: Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara dan Wakil Kepala Otorita
Ibu Kota Nusantara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 memegang jabatan selama 5
(lima) tahun terhitung sejak tanggal pelantikan dan sesudahnya dapat ditunjuk dan
diangkat kembali dalam masa jabatan yang sama.

Peristiwa yang berkenan dengan pemilihan kepala otorita yang juga diperingatkan, kelak
ibu kota baru negara baru, tidak akan ada pilkada dijelaskan dalam penjelasan di pasal-pasal.
Penjelasan pasal 10 ayat 1 Ibu Kota Nusantara: proses pemilohan kepala otorita Ibu Kota
Nusantara dan Wakil Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara dilakukan berbeda dengan prosedur
pemilihan kepala daerah lainya. Lalu, di dalam pasal 13 Undang-Undang Ibu Kota Nusantara,
terkecuali dari keputusan PUU yang mengatur tentang daerah pemilihan dalam pemilihan umum
yang dimana Ibu Kota Nusantara tersebut hanya ikut serta dalam Pilpres, Pileg DPR, serta Plileg
DPD.

Implikasi dari kesamaram bentuk pemerintahan akan mengakibatkan dampak untuk


peraturan yang nanti akan segera dikeluarkan. Nantinya apakah jika memberikan koordinasi yang
lebih rinci atas peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi akan menggunakan peraturan
daerah atau peraturan menteri? Persoalan Ibu Kota Nusantara yang masuk dalam pemerintahan
daerah tetapi kepalanya dipilih oleh presiden langsung ialah sebuah potensi atau kesanggupan yang
akan bertentangan dengan pasal 18 ayat 4 Udang-Undang Dasar 1945, dalam Pasal 18 ayat (4)
UUD 1945 menegaskan bahwa “Gubernur, Bupati, dan wali kota masing-masing sebagai kepala
pemerintahan daerah provinsi, kabupaten, dan kota dipilih secara demokratis”. Jadi , dapat
disimpulkan bahwa menurut pasal 18 diatas, dengan tegas bahwasanya kepala daerah dipilih oleh
pemilihan secara langsung dan demokratis. Lalu, di sisi lain bahwa negara juga telah membatasi
mengenai tentang jumlah menteri hanya 34, dan apabila kepala otorita nanti juga termasuk menteri,
apakah akan ada perubahan dalam Undang-Undang Kementrian Negara?

Bagaimana jika implikasinya dengan Ibu Kota sebelumnya yaitu Jakarta? Pemindahan Ibu
Kota Negara yang baru tidak lantas mengubah kekhususan DKI Jakarta karena bagaimanapun juga
tergantung pada politik pembentuk Undang-Undang. Artinya, bisa saja DKI Jakarta akan tetap
menjadi daerah khusus dengan alasan sejarahnya sebagai Ibu Kota Negara. Pasal 18B ayat (1)
UUD 1945: “Negara mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintahan daerah yang bersifat
khusus atau bersifat istimewa yang diatur dengan undang-undang.” Selama masih berstatus
khusus, secara konstitusional Jakarta tidak akan mengalami banyak perubahan dalam
penyelenggaraan pemerintah daerah nya. Tetapi, jika kekhususan Jakarta tidak lagi diberikan,
maka Jakarta akan menuruti pada Undang-Undang tentang Pemerintahan Daerah. Sebagaimana
diketahui juga bahwa Jakarta sebagai daerah khusus juga memiliki Undang-Undang yang masih
dapat dijadikan dasar hukum.

Pemindahan ibu kota ini tentu berimplikasi juga pada peraturan perundang-undangan terkait
sebagai berikut beserta penjelasannya:

1. Undang-Undang Dasar Tahun 1945


• Pasal 2 ayat (2): Majelis Permusyawaratan Rayat bersidang sedikitnya sekali dalam
lima tahun di Ibu Kota Negara
• Pasal 23G ayat (1): Badan Pemeriksa Keuangan berkedudukan di Ibu Kota Negara
dan memiliki perwakilan di setiap provinsi
2. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2007 tentang Pemerintahan Provinsi Daerah Khusus
Ibukota Jakarta sebagai Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia Terdapat
• 27 Pasal yang harus diubah atau disesuaikan apabila Ibu Kota Negara dipindahkan
ke Kalimantan Timur
3. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah
• Pasal 399 harus diubah atau disesuaikan karena secara jelas menyebutkan “Provinsi
Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta”
4. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia
• Pasal 5 ayat (1): Bank Indonesia berkedudukan di Ibukota Negara Republik
Indonesia. Pasal ini harus diubah atau disesuaikan mengingat adanya wacana
Lembaga negara di bidang ekonomi dan bisnis tetap berada di Jakarta.
5. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan
• Pasal 3 ayat (1): LPS berkedudukan di Ibukota Negara Republik Indonesia. Pasal
ini harus diubah atau disesuaikan mengingat adanya wacana Lembaga negara di
bidang ekonomi dan bisnis tetap berada di Jakarta.
6. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan
• Pasal 3 ayat (1): OJK berkedudukan di Ibukota Negara Kesatuan Republik
Indonesia. Pasal ini harus diubah atau disesuaikan mengingat adanya wacana
Lembaga negara di bidang ekonomi dan bisnis tetap berada di Jakarta.
7. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara
• Pasal 2: Kementerian berkedudukan di Ibu Kota Negara Republik Indonesia. Pasal
ini harus diubah atau disesuaikan mengingat adanya wacana Lembaga negara di
bidang ekonomi dan bisnis tetap berada di Jakarta. Selain itu juga mengenai jumlah
Menteri yang telah diatur yakni 34, apabila kepala otorita setingkat Menteri apakah
termasuk dalam hitungan atau bagaimana nantinya.
8. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia
• Pasal 4 ayat (1): Kejaksaan Agung berkedudukan di Ibukota Negara Republik
Indonesia.
9. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang keterbukaan Informasi Publik
• Pasal 24 ayat (2): Komisi Informasi Pusat berkedudukan di Ibukota Negara
10. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2009 tentang Perfilman
• Pasal 58 ayat (2): Lembaga sensor film sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
berkedudukan di Ibukota Negara Republik Indonesia.8

8
Erwanti, F. L. P., & Waluyo, W. (2022). Catatan Kritis Pembentukan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2022 Tentang
Ibu Kota Negara serta Implikasi Hukum yang Ditimbulkan. Souvereignty, 1(1), 44-56.
Implikasi dari Pegaturan Kedudukan Kepala Otorita Ditinjau dari Hukum Otonomi Daerah

Pada pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan


Daerah, disebutkan bahwa: “Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan
oleh pemerintah daerah dan dewan perwakilan rakyat daerah menurut asas otonomi dan tugas
pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan
Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945”. Sepanjang ini ketentuan tersebut dilakukan oleh setiap daerah meski
daerah tersebut berbentuk daerah istimewa atau daerah khusus seperti Papua. Tetapi, dalam
Undang-Udang Ibu Kota Nusantara tidak ada DPRD yang merupakanpenyelenggaraan urusan
pemerintah bersama dengan pemerintah daerah. Apabila mengangkat pada ketentuan pasal 18 ayat
3 Undang-Undang Dasar 1945 yang berisi :” “Pemerintahan daerah provinsi, daerah kabupaten,
dan kota memiliki Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang anggota-anggotanya dipilih melalui
pemilihan umum”, “Pemerintahan daerah provinsi, daerah kabupaten, dan kota memiliki Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah yang anggota-anggotanya dipilih melalui pemilihan umum”,
sesungguhnya dalam bentuk pemerintahan daerah khusus Ibu Kota Nusantara bertentangan dengan
ketentuan pasal 18 ayat 3 Undang-Undang Dasar 1945. Di bagian penjelasan pasal 5 ayat 2
Undang-Undang IKN secara tegas menyatakan bahwa sebagai salah satu bentuk kekhususan,
pemerintah daerah khusus IKN hanya diselenggarakan oleh Otorita IKN tanpa keberadaan DPRD
sebagaimana berlaku pada bentuk pemerintahan daerah secara umum. Sedangkan, dalam Undang-
Undang IKN secara eksplisit atau tegas bahwa Ibu Kota Nusantara merupakan satuan pemerintah
daerah yang bersifat khusus yaitu setingkat provinsi. selain dari itu, jika mengintip dari pasal 1
ayat 2 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 dijelaskan bahwasanya pemerintahan daerah adalah
penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintah daerah dan DPRD menurut asas otonomi
dan tugas pembantuan, sementara itu, dalam Ibu Kota Nusantara tidak ada DPRD sebagai bagian
dari pelaksanaan otonomi daerah. Selanjutnya, bahwa ketiadaan DPRD di Ibu Kota Nusantara ini
lah telah menyalahi aturan dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 yang di dalamnya
mengatur pemerintahan daerah di Indonesia.

Terlepas dari ketidakikutsertaan DPRD di Undang-Undang IKN, implikasinya berikutnya


adalah peraturan kepala otorita apakah setingkat peraturan daerah provinsdi atau setingkat
peraturan menteri. Sebab, meskipun daerah otorita Ibu Kota Nusantara adalah pemerintah daerah
khusus, semestinya tidak melampaui batas kewenangan seperti di daerah-daerah provinsi lainya.
Dengan adanya keputusan tersebut, seakan-akan Ibu Kota Nusantara adalah daerah yang sangat
diistimewakan atau sangat di khususkan dengan tanpa memerhatikan asas otonomi daerah dan asas
desentralisasi yang selama ini belum di terapkan di Indonesia.

Belum selesai permasalahan tersebut, terdapat ketidaksesuaian dengan konsep atau


rancangan sistem pemerintahan daerah otonomi, begitu juga diatur dalam Undang-Undang Dasar
1945 terkhususnya pada pasal 18 ayat 4 Undang-Undang Dasar Negara Tahun 1945 yang berisi:
““Gubernur, Bupati, dan Walikota masingmasing sebagai kepala pemerintah daerah provinsi,
kabupaten, dan kota dipilih secara demokratis”. Rancangan atau konsep pemerintahan daerah yang
selama ini diatur dalam Undang-Undang Dasar Negara Tahun 1945 merupakan saerah provinsi
yang di pimpin oleh seorang Gubernur. Jika melihat pada pasal 1 angka 9 Undang-Undang Ibu
Kota Nusantara yang berisis:” “Ibu Kota Negara bernama Nusantara dan selanjutnya disebut
sebagai Ibu Kota Nusantara adalah satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus setingkat
provinsi yang wilayahnya menjadi tempat kedudukan Ibu Kota Negara sebagaimana ditetapkan”.
Didapati ketidak sesuaian dengan pasal 4 ayat 1 huruf b Undang-Undang Ibu Kota Nusantara yang
menyatakan bahwa: ““Dengan Undang-Undang ini dibentuk: b. Otorita Ibu Kota Nusantara
sebagai lembaga setingkat kementerian yang menyelenggarakan Pemerintahan Daerah Khusus Ibu
Kota Nusantara”. Lalu, di pasal 1 angka 2 Undang-Undang Ibu Kota Negara Indonesia menyatakan
bahwa pemerintah daerah Ibu Kota Nusantara bersifat khusus setingkat provinsi, akan tetapi di
dalam pasal 4 ayat 1 huruf b Undang-Undang Ibu Kota Nusantara, disebutkan bahwa ‘Otorita
IKN/Pemerintahan Daerah Khusus IKN’ merupakan lembaga setingkat kementrian.

Bagaimana pun juga, manusia sebagai faktor utama yang paling penting dan sangat
berpengaruh dalam pelaksanaan dan penerapan otonomi daerah, karena manusialah yang sebagai
faktor utama yang bisa mencakup unsur-unsur pemerintahan daerah yang terdiri atas kepala
daerah, DPRD, aparatur daerah serta masyarakat daerah yang merupakan lingkungan tempat
aktivitas atau kegiatan pemerintahan daerah di laksanakan atau di selenggarakan. Dalam
pelaksanaan serta penerapan otonomi daerah, maka harus ditetapkan sistem atau metode otonomi
daerah yang bertaunggung jawab, yaitu penyelenggaraan otonomi daerah harus sesuai dengan
tujuan dan maksud pemberian otonomi daerah untuk meningkatkan dan memajukan kesejahteraan
masyarakatnya yang merupakan cita-cita nasional yang menjadi tujuan utama sebagai halnya
tertuang dalam pembukaan Undang-Undang Dasar Negara 1945. Kami sebagai masyarakat
Indonesia sangat berharap ada kejelasan atau transparansi dari pemerintah itu sendiri dalam rangka
atau rancangan menentukan arah pembangunan. Terlebih dari pada itu, sejumlah pemuda
kelompok milenial (generasi Y) di Kalimantan Timur juga tetap berharap bahwa orang daerah
tetap dilibatkan atau diikutsertaan dalam penyelenggaraan badan otorita tersebut. Maka bisa
dikatakan bahwa tujuan daru Undang-Undang Dasar 1945 adalah untuk mensejahterakan rakyat,
dan masih belum dapat terwujud dalam pembangunan Ibu Kota Nusantara tersebut.

Desain kepala otorita yang menggambarkan nilai-nilai otonomi daerah, alangkah lebih
baiknya, jika desain dibuat seperti daerah lain di Indonesia, artinya dipimpin oleh gubernur jika
memang IKN setingkat provinsi, sebab, hal ini nantinya akan berimplikasi atau bersangkutan pada
produk hukum yang dikeluarkan oleh pemimpin otorita IKN. Dibandingkan dengan kepala otorita
IKN sederajat dengan menteri yang produk hukumnya sebanding dengan peraturan menteri9

9
Mulyaningsih, R. (2022). Kedudukan Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara Dalam Perspektif Hukum Otonomi Daerah.
Lex Renaissance, 7(2), 296-309.
C. KESIMPULAN

Penetapan Jakarta sebagai ibukota memiliki sejarah yang panjang, pada saat pemerintahan
Hindia-Belanda disebut dengan nama Batavia sudah dijadikan sebagai pusat pemerintahan dengan
waktu yang lama sejak 1619-1942. Pada 1959, status Kota Jakarta yang sebelumnya kotapraja
menjadi daerah tingkat satu yang dipimpin oleh Gubernur. Kemudian, pada tahun 1959 diubah
menjadi Daerah Khusus Ibukota (DKI). DKI Jakarta selain menjadi pusat pemerintahan, juga
menjadi penggerak perekonomian dan pembangunan sehingga berbagai aktivitas ekonomi bersifat
nasional maupun internasional.

Adanya RUU IKN namun tidak melibatkan partisipasi masyarakat Indonesia, sehingga
Eksistensi UU IKN dinilai cacat formil. Adapun diantaranya, bahwa pembentukan UU IKN tidak
disusun dengan perencanaan yang berkelanjutan seperti perencanaan pembangunan, regulasi,
keuangan negara dan pelaksanaan pembangunan tersebut. Dalam pembentukannya, tidak
memprediksi efektivitas peraturan perundang-undangan dalam masyarakat secara filosofis,
sosiologis dan yuridis. Adanya kebijakan pemindahan IKN tidak melihat aspek sosiologis kondisi
yang sedang mengalami pandemi Covid-19, melihat pemerintah yang lebih mengutamakan
kepentingan yang tidak terlalu mendesak.

Pemindahan ibu kota memiliki implikasi hukum, seperti pada UUD 1945, Undang-Undang
Nomor 29 Tahun 2007 tentang Pemerintahan Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta sebagai
Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintah Daerah dan lainnya. Masyarakat sebagai faktor utama yang berpengaruh dalam
pelaksanaan dan penerapan otonomi daera, maka harus ditetapkan sistem atau metode otonomi
daerah yang bertaunggung jawab, yaitu penyelenggaraan otonomi daerah harus sesuai dengan
tujuan dan maksud pemberian otonomi daerah untuk meningkatkan dan memajukan kesejahteraan
masyarakatnya yang merupakan cita-cita nasional.

Sehingga, pada 18 Januari 2022, Rancangan Undang-Undang Ibu Kota Negara (RUU IKN)
resmi disahkan menjadi undang-undang (UU) yang disepakati dalam rapat paripurna DPR RI.
Sehingga, akan melaksanakan rencana pemindahan ibu kota negara "Nusantara" dari Jakarta ke
Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur. Namun, masih ada beberapa hal yang perlu direvisi
terhadap UU IKN tersebut.

Anda mungkin juga menyukai