Anda di halaman 1dari 3

Diterjemahkan dari bahasa Inggris ke bahasa Indonesia - www.onlinedoctranslator.

com

Jumpa pers

Indonesia Belajar dari Pengalaman Brasil dalam Relokasinya


Ibu Kota
JAKARTA-Menteri PPN/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro menyampaikan keinginannya agar
Indonesia memiliki ibu kota baru yang Indonesia-centric, memicu pertumbuhan ekonomi, dan
mendorong pemerataan pembangunan ekonomi.

Berbicara pada diskusi Forum Merdeka Barat (FMB9) ke-9 "Memindahkan Ibukota Negara: Belajar dari
Pengalaman Negara Sahabat" pada Rabu (10/7), ia menggarisbawahi bahwa ibu kota baru (IKN) harus
dirancang dan dipikirkan sesuai dengan kebutuhan masyarakat Indonesia.

“Bagaimanapun, Jakarta dibangun oleh pemerintah kolonial Belanda, dan terus menjadi ibu kota negara hingga saat ini.
Kami menginginkan sesuatu yang kami bangun sendiri: ibu kota yang dibangun secara khusus dan memiliki kawasan
perkotaan yang sangat nyaman bagi penghuninya. Untuk itu, kita harus belajar dari negara-negara yang telah berhasil
memindahkan ibu kotanya, salah satunya adalah Brasil,” kata Menkeu.

“Alasan mengapa kami memilih Kalimantan sebagai lokasi, selain ketersediaan lahan yang luas,
adalah relatif bebas bencana, dan wilayahnya lebih Indonesia-centric. Indonesia Tengah terletak di
Selat Makassar, tetapi Sulawesi masih rawan gempa dan tsunami. Jadi pilihan logisnya adalah
Kalimantan," imbuhnya.

Menteri Bambang mengatakan, gagasan pemindahan ibu kota ke lokasi lain bukanlah hal baru. Dalam 100
tahun terakhir, lebih dari 30 negara telah berhasil memindahkan ibu kota mereka ke lokasi lain.
Diperkirakan ada ibu kota baru yang didirikan setiap tiga hingga empat tahun sekali.

“Selain Brasil, negara-negara seperti Malaysia juga telah melakukannya, dengan pusat administrasi mereka saat ini
terletak di Putrajaya. Korea Selatan mendirikan ibu kota de facto kedua di Sejong. Kazakhstan dipindahkan dari
Almaty ke Astana, sementara Australia membangun Canberra. Pakistan, Nigeria , bahkan Mesir juga pernah
memindahkan ibu kotanya dalam sejarah. Namun, Indonesia memiliki satu keunikan sebagai negara kepulauan
terbesar di dunia. Kami akan menjadi negara pertama yang pernah memindahkan ibu kotanya antar pulau," jelas
Menkeu.

“Alasan kami untuk memindahkan ibu kota kami mirip dengan Brasil, yang ingin mengurangi beban pusat
ekonomi mereka, Rio de Janeiro. Denyut ekonomi kami selalu ada di Jakarta. Akibatnya, pulau Jawa akhirnya
menjadi sangat padat penduduknya dengan ekonomi yang lebih maju daripada pulau-pulau lainnya. Jika kita
membiarkan ini berlanjut tanpa upaya serius, maka ketimpangan akan semakin parah," tambahnya.

Pada tahun 1960, Brasil memindahkan ibu kotanya dari Rio de Janeiro ke Brasilia dengan tujuan untuk menghidupkan kembali
kebanggaan nasional dengan membangun kota abad ke-21 yang modern dan menyatukan orang-orang Brasil dengan
menempatkan kota di pusat negara, sehingga membuka wilayah pusat. terhadap potensi pengembangan ekonomi.

"Sebagai akibat dari ibu kota yang berada di Rio de Janeiro dan wilayah Santos, daerah di dalam dan sekitar Hutan Amazon
tidak berkembang dibandingkan dengan daerah pesisir mereka. Brasilia berfungsi sebagai cara untuk mengatasi masalah
itu. Brasilia tidak hanya berfungsi sebagai pusat pemerintahan, tetapi juga membawa kegiatan ekonomi ke daerah
sekitarnya, sehingga daerah pedesaan Brasil dapat mengejar saudara-saudara pesisir mereka. Oleh karena itu, kami ingin
memindahkan ibu kota kami ke luar Jawa. Untuk mengatasi kesenjangan ekonomi ini, " kata Menteri Bambang.
Pemindahan ibu kota ke Brasilia juga berfungsi untuk mendistribusikan penduduk Brasil jauh dari daerah padat.
Dalam 10 tahun pertama setelah relokasi, pertumbuhan penduduk Brasilia mencapai 14,4% per tahun dibandingkan
dengan Rio de Janeiro sebesar 4,2%.

“Mengenai pemindahan ibu kota kita dari Rio ke Brasilia, ide awalnya adalah untuk menyebarkan
penduduk agar lebih seimbang. Sebagai ukuran keberhasilan pemindahan ibu kota, saat ini Brasilia
memiliki pendapatan per kapita tertinggi di Brasil. Brasilia juga berkontribusi dalam penyebaran
agribisnis karena perannya sebagai kota di tengah negara,” jelas Dubes Brasil untuk Indonesia
Rubem Barbosa.

Lebih lanjut Dubes RI untuk Brasil periode 2010-2015 Sudaryomo Hartosudarmo menambahkan, Rio de
Janeiro tidak mengalami kerugian ekonomi akibat pemindahan ibu kotanya.

“Sekarang Brasilia berkembang pesat, dampaknya adalah berkembangnya kota-kota satelit di sekitarnya. Ada
sekitar 20 kota kecil yang industri dan pariwisatanya berkembang. Kota-kota itu menjadi pusat industri, wisata,
dan perdagangan baru,” kata Sudaryomo.

Dalam Dialog "Pemindahan Ibu Kota Negara" pada Rabu (26/6), Menteri Bambang menjelaskan bahwa
multiplier effect ekonomi dari pemindahan ibu kota Brasil, terutama indeks pengganda output, tercatat sebesar
2,93. Sementara itu, indeks pengganda lapangan kerja akibat pemindahan ibu kota tercatat sebesar 1,7 untuk
lapangan kerja swasta yang tercipta dari setiap tambahan lapangan kerja di sektor publik.

Terkait isu lingkungan, Menteri Bambang menegaskan pembangunan ibu kota baru akan mendorong
penghijauan di Kalimantan. “Pembangunan ibu kota baru tidak akan mengurangi kawasan hutan lindung.
Pada saat membangun ibu kota, kita harus melakukan penghijauan agar konsep kota menjadi kota hijau.
Jika ada kemungkinan penyalahgunaan oleh investor, kita sebagai regulator harus tegas untuk
memastikan menjadi kota yang inklusif dan terbuka. Di sinilah kita melihat mungkin kota ini bisa menjadi
sumber pertumbuhan ekonomi bagi Kalimantan,” jelasnya.

Selain memindahkan ibu kota negara ke Kalimantan, Menteri Bambang juga menjelaskan beberapa cara yang dilakukan
pemerintah untuk membangun pusat-pusat pertumbuhan baru, meningkatkan pemerataan pembangunan, dan
mengurangi ketimpangan. Pertama, industrialisasi di luar Jawa berupa hasil pertambangan dan perkebunan baik di
Sumatera, Kalimantan, maupun Sulawesi. Kedua, dengan mengembangkan berbagai kawasan ekonomi, antara lain
Kawasan Ekonomi Khusus (KEK), Kawasan Industri (KI) dan Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN). Ketiga,
mengembangkan wilayah metropolitan di luar Jawa, antara lain Medan, Palembang, Banjarmasin, Makassar, Manado, dan
Denpasar.
Jakarta, 10 Juli 2019

Parulian Silalahi
Kepala Humas &
Administrasi Eksekutif Untuk informasi lebih lanjut:
Kementerian PPN/Bappenas
Jl. Taman Suropati No. 2 Jakarta 10310 Telepon:
(021) 31934283; Faks.: (021) 31901154 surel:
humas@bappenas.go.id

Anda mungkin juga menyukai