“KARAGENAN”
DISUSUN OLEH:
KELOMPOK 2
NAMA: KHOFIFA SRI PRATIWI IKRAM (09220200054)
AZIZAH NURFIRDANI (09220200055)
MUHAMMAD ARHAM AKMAR (09220200057)
EKO SETYABUDI YAHYA (09220200062)
KHAERANI QAFITA (09220200063)
DZULFILHAM HAMSAR (09220200066)
KELAS : D2 EKSEKUTIF
Penyusun
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
1.3 Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah diatas maka tujuan dalam penulisan makalah ini
sebagai berikut :
a. Untuk mengetahui apa itu karagenan
b. Untuk mengetahui sifat fisik dan kimia karagenan
c. Untuk mengetahui teknologi penanganan karagenan
d. Untuk mengetahui manfaat dan nilai ekonomi karagenan
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3
2.2 Sifat – Sifat Karagenan
Sifat Fisika
a. Kelarutan
Karakteristik daya larut karagenan juga dipengaruhi oleh bentuk garam dari
gugus ester sulfatnya. Jenis sodium umumnya lebih mudah larut, sementara jenis
potasium lebih sukar larut. Hal ini menyebabkan kappa karagenan dalam bentuk
garam potasium lebih sulit larut dalam air dingin dan diperlukan panas untuk
mengubahnya menjadi larutan, sedangkan dalam bentuk garam sodium lebih
mudah larut. Lamda karagenan larut dalam air dan tidak tergantung jenis
garamnya.
Pembentukan gel disebabkan karena terbentuknya struktur heliks rangkap
yang tidak terjadi pada suhu tinggi. Kelarutan karagenan dalam air dipengaruhi
olehbeberapa faktor diantaranya tipe karagenan, temperatur, pH, kehadiran jenis
ion tandingan, dan zat-zat terlarut lainnya. Gugus hidroksil dan sulfat pada
karagenan bersifat hidrofilik, sedangkan gugus 3,6 anhidro D-galaktosa lebih
hidrofobik. Lamda karagenan mudah larut pada semua kondisi karena tanpa unit
3,6 anhidro D-galaktosa dan mengandung gugus sulfat yang tinggi. Karagenan
jenis iota bersifat lebih hidrofilik karena adanya gugus 2 sulfat dapat menetralkan
3,6 anhidro D- galaktosa yang kurang hidrofilik. Karagenan jenis kappa kurang
hidrofilik karena lebih banyak memiliki gugus 3,6 anhidro D-galaktosa.
b. Stabilitas PH
Karagenan dalam larutan memiliki stabilitas maksimum pada pH 9 dan
akan terhidrolisis pada pH dibawah 3,5. Kondisi proses produksi karagenan
dapat dipertahankan pada pH 6 atau lebih. Hidrolisis asam akan terjadi jika
karagenan berada dalam bentuk larutan, hidrolisis akan meningkat sesuai dengan
peningkatan suhu. Larutan karagenan akan menurun viskositasnya jika pHnya
diturunkan dibawah 4,3 (Imeson 2000). Kappa dan iota karagenan dapat
digunakan sebagai pembentuk gel pada pH rendah, tetapi tidak mudah
terhidrolisis sehingga tidak dapat digunakan dalam pengolahan pangan.
Penurunan pH menyebabkan terjadinya hidrolisis dari ikatan glikosidik yang
mengakibatkan kehilangan viskositas. Hidrolisis dipengaruhi oleh pH,
temperatur dan waktu.
4
c. Viskositas
Viskositas adalah daya aliran molekul dalam sistem larutan. Viskositas
suatu hidrokoloid dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu konsentrasi karagenan,
temperatur, jenis karagenan, berat molekul dan adanya molekul-molekul lain. Jika
konsentrasi karagenan meningkat maka viskositasnya akan meningkat secara
logaritmik. Viskositas larutan karagenan terutama disebabkan oleh sifat karagenan
sebagai polielektrolit. Gaya tolakan (repulsion) antar muatan-muatan negatif
sepanjang rantai polimer yaitu gugus sulfat, mengakibatkan rantai molekul
menegang. Karena sifat hidrofiliknya, polimer tersebut dikelilingi oleh molekul-
molekul air yang termobilisasi, sehingga menyebabkan larutan karagenan bersifat
kental.
Adanya garam-garam yang terlarut dalam karagenan akan menurunkan
muatan bersih sepanjang rantai polimer. Penurunan muatan ini menyebabkan
penurunan gaya tolakan (repulsion) antar gugus-gugus sulfat, sehingga sifat
hidrofilik polimer semakin lemah dan menyebabkan viskositas larutan menurun.
Viskositas larutan karagenan akan menurun seiring dengan peningkatan suhu
sehingga terjadi depolimerisasi yang kemudian dilanjutkan dengan degradasi
karagenan.
d. Pembentukan Gel
Larutan panas karagenan iota dan kappa akan mulai membentuk gel ketika
system tersebut didinginkan pada temperatur 40 dan 60ºC bergantung pada
kehadiran kation. Gel karagenan bersifat reversible dan memperlihatkan efek
histerisis atau perbedaan antara temperatur penentuan gelling dengan melting. Gel
tersebut stabil pada temperatur ruangan namun dapat meleleh kembali dengan
pemanasan 5–20ºC di atas temperatur pembentukan gel. Dengan pendinginan gel
kembali akan membentuk gel. Komposisi ionic dari system pangan adalah penting
untuk utilisasi karagenan. Misalnya, karagenan kappa lebih memilih ion kalium
untuk menstabilkan zona sambungan yang melingkupi karakteristik kekokohan
gel sebagai gel yang sedikit rapuh. Karagenan iota memilih ion kalsium untuk
menjembatani rantai untuk memberikan pengaruh gel yang lembut elastis.
5
Sifat Kimia
a. Kadar air
pengujian kadar air digunakan untuk mengetahui seberapa besar kandungan air
dalam karaginan karena kadar air sangat berpengaruh terhadap daya simpan (Wenno
dkk., 2012) Kadar air sangat mempengaruhi aktivitas mikroba selama penyimpanan
karagenan (Bunga dkk., 2013). Kadar air juga sangat dipengaruhi oleh kondisi
pengeringan, pengemasan, dan cara penyimpanan (Diharmi dkk., 2011). Kandungan
air karagenan yang terukur merupakan air terikat (ikatan kimia) sedangkan air
bebaas diduga telah menguap (Wenno dkk., 2012).
b. Kadar abu
Analisa kadar abu dilakukan untuk mengetahui secara umum kandungan mineral
yang terdapat dalam karagenan (Wenno dkk., 2012). Abu adalah zat anorganik sisa
hasil pembakaran suatu bahan organic dan berhubungan erat dengan jumlah
kandungan mineral suatu bahan (Peranginangin dkk., 2011). Mineral yang
dihasilkan dalam proses pemanasan adalah mineral total sebagai zat anorganik.
Rumput laut termasuk bahan pangan yang mengandung mineral cukup tinggi
karena mempunyai kemampuan dalam menyerap mineral yang berasal dari
lingkungan (Wenno dkk., 2012). Mineral yang terdapat dalam karagenan antara
lain adalah kalium, natrium, kalsium, dan magnesium (Diharmi dkk., 2011).
6
Penyaringan ekstrak karagenan umumnya masih menggunakan penyaringan
konvensional yaitu kain saring dan filter press, dalam keadaan panas yang
dimaksudkan untuk menghindari pembentukan gel). Presipitasi karagenan dapat
dilakukan antara lain dengan metode gel press, KCl freezing, KCl press, atau
presipitasi dengan alkohol. Pengeringan karagenan basah dapat dilakukan dengan
oven atau penjemuran. Pengeringan menggunakan oven dilakukan pada suhu 60℃.
Karaginan kering tersebut kemudian ditepungkan, diayak, distandardisasi dan
dicampur, kemudian dikemas dalam wadah yang bertutup rapat.
7
coklat dan pemisahan krim serta meningkatkan kekentalan lemak dan
pengendapan kalsium.
6. Pada industri kue dan roti memanfaatkan kombinasi karagenan dengan garam
natrium atau lamda karagenan dengan lesitin untuk meningkatkan mutu adonan
sehingga dapat dihasilkan roti dan kue berkualitas tinggi. Penambahan garam
potasium pada karagenan menyebabkan kekuatan gel karagenanmeningkat.
Pada pembuatan bahan makanan lain, karagenan dapat digunakan sebagai
tepung dalam pembuatan tepung pudding instan. Dalam pembuatan puding,
karagenan berfungsi untuk mengontrol viskositas dan tekstur pudding. Dua jenis
karagenan yang dapat digunakan dalam aplikasi pembuatan puding adalah kappa
dan iota karagenan. Kappa karagenan memiliki sifat kekuatan gel yang tinggi dan
mudah mengalami sineresis, sedangkan iota karagenan mempunyai sifat kekuatan
gel yang rendah dan tidak mudah mengalami sineresis. Sineresis yang tinggi pada
produk gel akan menyebabkan gel menjadi mengkerut atau kering selama
penyimpanan. Karagenan juga dapat berfungsi sebagai emulsifier pada pembuatan
sosis ikan. Emulsifier merupakan zat di mana dapat menjaga kesetabilan suatu
produk.
8
BAB III
KESIMPULAN
9
DAFTAR PUSTAKA
Anggadireja J.T., Istini S., Zatnika A., Suhaimi, 1986, “Manfaat dan Pengolahan
Rumput Laut”, hal 128-135, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi, Jakarta
Asnawi, 2008, “Pengaruh Kondisi Presipitasi Terhadap Rendemen Sifat Karaginan dari
Rumput Laut Eucheuma Cottoni”, Surakarta
Syafarini, Isnani. 2009. Karakteristik Produk Tepung Es Krim dengan Penambahan
Hidrokoloid Karaginan dan Alginat. Fakultas Kelautan dan Perikanan IPB.
Bogor.
Ramsari, Egi Lukiasa dkk. 2012. Aplikasi Karagenan sebagai Emulsifier Di Dalam
Pembuatan Sosis Ikan Tenggiri (Scomberomorus Guttatus) Pada Penyimpanan
Suhu Ruang. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Diponogoro.
Semarang.
Bunga, S. M., R. I. Montolalu., J. W. Hart., L. A. D. Y. Montolalu., A. H. Watung dan
N. Taher. 2013. Karakteristik Sifat Fisika Kimia Karaginan Rumput Laut
Kappaphycus alvarezii pada Berbagai Umur Panen yang Diambil dari Daerah
Perairan Desa Arakan Kabupaten Minahasa Selatan. Jurnal Media Teknologi
Hasil Perikanan. 1 (2): 54-58.
Diharmi, A., D. Fardiaz., N. Andarwulan dan E. S. Heruwati. 2011. Karakteristik
Karagenan Hasil Isolasi Eucheuma spinosum (Alga Merah) dari Perairan
Sumenep Madura. Jurnal Perikanan dan Kelautan. 16 (1): 117-124.
Peranginangin, R., A. Rahman dan H. E. Irianto. 2011. Pengaruh Perbandingan Air
Pengekstrak dan Penambahan Celite terhadap Mutu Kappa Karaginan. Prosiding
Forum Inovasi Teknologi Akuakultur. hal. 1077-1085.
Wenno, M. R., J. L. Thenu dan C. G. C. Lopulalan. 2012. Karakterisasi Kappa
Karaginan dari Kappaphycus alvarezii pada Berbagai Umur Panen. JPB
Perikanan. 7 (1) : 61-67.
Syamsuar, 2006, Karakteristik Karaginan Rumput Laut Eucheuma cottonii pada Berbagai Umur
Panen, Konsentrasi KOH dan Lama Ekstraksi, Institut Pertanian Bogor.
10