Anda di halaman 1dari 2

I.

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia memiliki luas kawasan hutan dan perairan Indonesia mencapai 125,92 juta
hektar, yang meliputi: Hutan Konservasi (HK) dengan luasan 27,43 juta hektar,
Hutan Lindung (HL) dengan luasan 29,66 juta hektar, Hutan Produksi Terbatas
(HPT) dengan luasan 26,79 juta hektar, hutan produksi tetap (HP) dengan luasan
29,22 juta hektar dan Hutan Produksi yang Dapat Dikonversi (HPK) dengan luasan
12,82 juta hektar (Ditjen PHPL, 2020).
Di Indonesia pemanenan kayu di hutan alam dilakukan oleh pemegang ijin usaha
pemanfaatan hasil hutan kayu pada hutan alam (IUPHHK-HA). Pemanenan kayu di
hutan alam mempunyai peranan strategis tidak saja menentukan kualitas produksi
kayu bulat tetapi juga limbah yang dihasilkan. Limbah pemanenan kayu tersebut
terjadi di petak tebang akibat proses penebangan (felling), pembagian batang
(bucking), dan kondisi batang pohon yang cacat dan/atau pecah (Soenarno dkk,
2016).
Pembalakan berdampak rendah (reduced impact loggin-RIL) adalah praktik
pembalakan yang dilakukan oleh pemegang Ijin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan
Kayu-Hutan Alam (IUPHHK-HA) untuk mengurangi kerusakan hutan termasuk
emisi. Kgiatan utamanya melipiti penebangan, penyaradan dengan menggunakan
winching penumpukan dan pengangkutan log,yang dilakukan secara efektif dan
efisien sehingga RIL dapat dijadikan sebagai indicator Sistem Pengelolaan Hutan
Lesatari (SPHL). RIL dan SPHL merupakan kegiatan yang potensial untuk
mendapatkan insentif jika dilaksanakan dalam kerangka REDD+ (reduced emission
from deforestation and forst degradation). Adapun keuntungan yang akan didapatkan
ketika perusahaan menerapkan sistem RIL secara berkesinambungan dalam aktivitas
pengelolaan hutannya yaitu: (1) Pembalakan efisiensi pembalakan, (2) Penurunan
tingkat kerusakan tinggal setelah pemanenan, (3) Kontribusi terhadap emisi lokal dan
nasional, (4) Penerimaan kayu terhadap produk kayu menjadi lebih luas, serta (5)
Peluang krja sama dengan non government organizations (NGOS) baik nasional
maupun internasional.
Praktek reduced impact loggin (RIL)sebenarnya telah diatur dalam sistem tebang
pilih tanam Indonesia, namun jarang diterapkan di lapangan karena berbagai alasan,
antara lain: (a) Kurangnya pengawas an terhadap praktek pemanenan kayu, (b)
Kurangnya ketegasan dalam pelaksanaan RIL, (c) Kurangnya pemahaman
keuntungan dari pelaksanaan RIL, (d) Kurangnya pemahaman terhadap tahapan yang
diperlukan dalam pelaksanaan RIL dan kurangnya keahlian khusus.
Pada umumnya sudah diakui bahwasanya praktek pemanenan kayu yang berlangsung
hingga saat ini perlu diperbaiki atau disempurnakan untuk memperoleh kondisi
hondisi hutan yang lebih baik pada siklus tebang berikutnya. Sebagai anggota
international tropical timber organization (ITTO), pengakuaan yang dikemukakan
oleh rimbawan-rimbawan Indonesia ini ada kaitannya dengan ITTO’s Year 2000
objectives untuk mencapai pengelolaan hutan lestari.
Terkhusus di hutan Pendidikan universitas hasanuddin, masyarakat lebih banyak
memanfaatkan HHBK yang ada di dalam hutan hal itu dikarenakan Ketika mereka
ingin memanfaatkan hayu yang ada di dalam hutan mereka terhalang oleh peraturan
pemerintah yang ada di daerah tersebut dan juga dipengaruhi oleh penetapan
Kawasan di hutan pndidikan universitas hasanuddin sebagai KHDTK, maka dari itu
dengan adanya penelitian ini yang berjudul simulasi pemanenan hutan brdampak
rendah pada tiga tegakan yaitu mahoni, pinus, dan akasia diharapkan mampu
menjadi pertimbangan agar masyarakat sekitar tetap mampu melakukan pemanenan
dengan menggunakan Teknik RIL.

Anda mungkin juga menyukai