Anda di halaman 1dari 17

Chrisye

Untuk film biopik Indonesia tahun 2017, lihat Chrisye (film).

H. Chrismansyah Rahadi lahir dengan nama


Christian Rahadi (16 September 1949  –  30 Maret Chrisye
2007) yang lebih dikenal dengan nama panggung
Chrisye, merupakan seorang penyanyi dan pencipta
lagu asal Indonesia.

Ia dilahirkan di Jakarta dari keluarga Tionghoa-


Indonesia, Chrisye menjadi tertarik dengan musik saat
masih muda. Waktu masih belajar di SMA, Chrisye
bermain gitar bas dalam sebuah band yang ia bentuk
bersama kakaknya, Joris. Pada akhir dasawarsa 1960-
an dia menjadi anggota band Sabda Nada (yang
kemudian hari berganti nama menjadi Gipsy). Pada
tahun 1973, setelah mengambil cuti beberapa lama, dia
mengikuti band tersebut ke New York untuk main Chrisye
musik. Setelah kembali ke Indonesia untuk waktu
singkat, dia kembali ke New York dengan band lain, Lahir Christian Rahadi
yaitu The Pro's. Sekembali ke Indonesia, pada tahun 16 September 1949
1975 dia bekerja sama dengan Gipsy dan Guruh Jakarta, Republik Indonesia
Soekarnoputra untuk merekam album indie Guruh Serikat
Gipsy. Meninggal 30 Maret 2007 (umur 57)
Jakarta, Indonesia
Setelah keberhasilan Guruh Gipsy, pada tahun 1977
Chrisye menghasilkan 2 karya terbaiknya, yaitu "Lilin- Makam Taman Pemakaman Umum
Lilin Kecil" tulisan James F. Sundah serta album jalur Jeruk Purut
suara Badai Pasti Berlalu. Sukses kedua karya ini Kebangsaan Indonesia
membuat Chrisye direkrut oleh Musica Studios, yang
dengan perusahaan rekaman itu dia merilis album solo Nama lain Chrismansyah Rahadi
perdananya, Sabda Alam, pada tahun 1978. Selama Pekerjaan Musisi · penyanyi · pencipta lagu
kariernya yang lebih dari 25 tahun dia menghasilkan · aktor · produser
20 album solo lain, serta main dalam 1 film: Seindah
Tahun aktif 1966–2007
Rembulan (1981).
Suami/istri Damayanti Noor (m. 1982⁠–⁠2007)
Chrisye meninggal di rumahnya di Jakarta pada hari Anak Rizkia Nurannisa (l. 1983)
Jumat tanggal 30 Maret 2007 setelah bertahun-tahun
Risti Nurraisa (l. 1986)
mengidap kanker paru-paru. Dia meninggalkan
seorang istri, Gusti Firoza Damayanti Noor, dan empat Rainda Prashatya (l. 1989)
anak.[1] Randa Pramasya (l. 1989)
Orang tua Laurens Rahadi (Lauw Tek
Dikenal untuk vokalnya yang halus dan gaya Kang) (bapak)
panggung yang kaku, Chrisye dianggap salah satu
penyanyi Indonesia legendaris. Lima album yang Hanna Rahadi (Khoe Hiang Eng)
termasuk karyanya dimuat dalam daftar 150 Album (ibu)
Indonesia Terbaik oleh majalah musik Rolling Stone Karier musik
Indonesia. Lima lagunya (dan satu lagi yang dia
mendukung) dimuat dalam daftar lagu terbaik oleh Genre Pop · art rock · musik klasik
majalah yang sama pada tahun 2009. Beberapa Instrumen Vokal · bass · gitar
albumnya disertifikasi perak atau lebih tinggi. Dia
menerima 2 lifetime achievement award, 1 pada tahun Label Aquarius · Musica Studios
1993 dari BASF Awards dan 1 lagi pada tahun 2007 Artis terkait Eros Djarot · Erwin Gutawa ·
dari stasiun televisi SCTV. Pada tahun 2011, Rolling Guruh Soekarnoputra · Sophia
Stone Indonesia mencatat Chrisye sebagai musisi Latjuba · Project Pop
Indonesia terbaik nomor 3 sepanjang masa.
Tanda tangan

Biografi

Kehidupan awal

Chrisye dilahirkan dengan nama Christian Rahadi di Jakarta pada hari Jumat tanggal 16 September 1949 di
keluarga Laurens Rahadi (Lauw Tek Kang), seorang wirausaha keturunan Betawi-Tionghoa, dan Hanna
Rahadi (Khoe Hian Eng), seorang ibu rumah tangga keturunan Sunda-Tionghoa.[2] Dia anak ke-2 dari 3
anak laki-laki yang dipunyai pasangan tersebut;[1][3] saudaranya bernama Joris dan Vicky. Setelah masa
kecilnya dihabiskan di Jalan Talang, dekat Menteng, Jakarta Pusat, pada tahun 1954 keluarga itu berpindah
ke Jalan Pegangsaan (di Menteng).[2]

Saat sekolah di SD GIKI, Chrisye berteman dengan anak-anak keluarga Nasution, yang menjadi
tetangganya. Ia paling akrab dengan Bamid Gauri yang sering bermain bersama bulu tangkis dan layang-
layang.[4] Pada waktu itu dia juga mulai mendengarkan piringan hitam milik ayahnya; dia bernyanyi
mengiringi lagu-lagu Bing Crosby, Frank Sinatra, Nat King Cole, dan Dean Martin.[2][5] Setelah lulus SD,
Chrisye bersekolah di SMPK III Diponegoro.[4]

Saat Chrisye duduk di bangku SMA PSKD Menteng, Beatlemania tiba di Indonesia. Ini membuat Chrisye
lebih tertarik dengan dunia musik.[6] Menganggapi keinginan Chrisye untuk bermain musik, ayahnya
membeli sebuah gitar. Chrisye memilih gitar bas, sebab dia beranggapan bahwa gitar tersebutlah yang
paling mudah dipelajari. Chrisye dan Joris belajar bermain musik dengan mengikuti lagu-lagu di radio dan
piringan hitam ayah mereka. Akibatnya, mereka tidak dapat membaca nota musik.[7][8] Mereka lama-
kelamaan mulai main musik di acara sekolah, dengan Chrisye sebagai vokalisnya.[7] Waktu di SMA,
Chrisye diam-diam mulai merokok. Suatu saat, dia ditangkap kepala sekolah dan disuruh merokok 8 batang
secara bersamaan di depan siswa-siswi lain. Di kemudian hari, Chrisye adalah perokok berat.[7]

Anggota band dan proyek awal (1968–1977)


Artikel utama: Gipsy (grup musik)

Pada pertengahan dasawarsa 1960-an, keluarga Nasution membentuk sebuah band; Chrisye dan Joris
menonton mereka bermain musik oleh Uriah Heep dan Blood, Sweat & Tears.[9] Pada tahun 1968 Chrisye
mendaftar di Universitas Kristen Indonesia (UKI) untuk menjadi insinyur seperti yang dihendaki ayahnya.
Akan tetapi, Gauri mengundangnya untuk menjadi anggota band Nasution, Sabda Nada, untuk
menggantikan pemain bas mereka yang sedang sakit, Eddi Odek.[8][10] Karena puas dengan
kemampuannya, Nasution bersaudara meminta Chrisye menjadi anggota tetap. Sabda Nada bermain secara
teratur di Mini Disko di Jalan Juanda serta untuk pesta ulang tahun dan pernikahan.[10] Ketika Chrisye
diberi kesempatan untuk bernyanyi saat mereka menyanyikan lagu versi daur ulang, dia berusaha untuk
menggunakan suara yang mirip penyanyi aslinya.[11]
Pada tahun 1969 Sabda Nada mengganti nama mereka menjadi Gipsy supaya terdengar lebih macho dan
seperti band Barat.[1][8] Jadwal untuk band itu, yang tidak mempunyai manajer, sangat padat karena
bermain secara teratur di Taman Ismail Marzuki.[1][12] Akibatnya, Chrisye mengundurkan diri dari UKI;
pada tahun 1970 dia masuk ke Akademi Pariwisata Trisakti karena mengganggap jadwalnya lebih
fleksibel.[12]

Dua tahun kemudian, Chrisye ditawarkan kesempatan untuk main di New York. Biarpun dia senang sekali,
Chrisye takut untuk menceritakan hal tersebut kepada ayahnya, yang dia merasa tidak akan menyetujui.
Akhirnya dia jatuh sakit selama beberapa bulan, sementara Sabda Nada pergi ke New York.[13] Setelah
Chrisye membahas kekhawatirannya dengan ibunya dan Joris, ayahnya pun menyetujui agar dia bisa
mengundurkan diri dari kuliah dan pergi ke New York. Setelah kesehatannya sudah membaik, pada tengah
tahun 1973 dia pergi bersama Pontjo untuk bertemu dengan Gipsy di Amerika Serikat;[14] pada tahun yang
sama dia mengundurkan diri dari Trisakti.[8]

Selama di New York, Gipsy memanggung di Ramayana Restaurant,[1] yang milik perusahaan minyak
Pertamina. Band itu, yang ditempatkan di suatu apartmen di Fifth Avenue, berada di New York untuk
hampir satu tahun. Mereka menyanyikan lagu-lagu Indonesia serta versi daur ulang dari lagu Procol
Harum, King Crimson, Emerson, Lake & Palmer, Genesis dan Blood, Sweat & Tears. Biarpun Chrisye
merasa frustrasi karena tidak dapat mengekspresikan diri dengan musik orisinal, dia tetap bekerja.[15]

Setelah kembali ke Indonesia pada akhir tahun 1973, Gauri memperkenalkan Chrisye dengan penulis lagu
Guruh Soekarnoputra, anak dari mantan presiden Soekarno. Sementara Nasution bersaudara bekerja sama
dengan Guruh untuk menyiapkan proyek mereka, Chrisye mulai menciptakan lagu sendiri; karena
menciptakan lagu sendiri dia bisa menyadari bahwa dia kesulitan dengan lirik yang mengandung konsonan
keras, dan bisa menghindari bunyi tersebut.[16] Tahun berikutnya dia kembali ke New York dengan band
lain, The Pro's. Pada pertengahan tahun 1975, dengan beberapa minggu tersisa di kontrak kerjanya, orang
tuanya menelepon Chrisye dari Jakarta dan memberi tahu kalau saudaranya Vicky meninggal akibat infeksi
lambung. Karena tidak dapat kembali langsung ke Jakarta, pikirannya jadi kacau. Saat kembali ke
Indonesia, Chrisye tak berhenti-henti menangis dalam pesawat dan menjadi depresi.[17]

Setelah beberapa waktu tidak bermain musik, Chrisye dihubungi oleh Nasution bersaudara dan diundang
untuk bergabung dengan Gipsy dan Guruh untuk sebuah proyek baru; Guruh juga menawarkan beberapa
lagu untuk Chrisye menjadi vokalis utama, dengan lirik ditulis khususnya untuk dia. Setelah mengatasi rasa
depresinya, Chrisye mengikuti latihan di rumah Guruh di Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Mereka main
sampai larut malam dan mencampurkan rock ala Barat dengan gamelan Bali.[1][18] Perekaman terjadi pada
pertengahan tahun 1975, dengan hanya empat lagu terselesaikan dalam beberapa bulan pertama. Pada
tahun 1976 album Guruh Gipsy diluncurkan dan diterima baik oleh para kritikus; ada sebanyak
5.000  keping yang diproduksi.[1][19] Berhasilnya Guruh Gipsy meyakinkan Chrisye bahwa dia dapat
menjadi penyanyi tunggal.[20]

Pada akhir tahun 1976 Chrisye dihampiri oleh Yockie Suryoprayogo, seorang pencipta lagu, dan Imran
Amir, pemimpin Radio Prambors; mereka meminta agar Chrisye menjadi vokalis untuk Lomba Cipta Lagu
Remaja Prambors. Namun, Chrisye menolak. Beberapa hari kemudian Sys NS, yang pada saat itu bekerja
di Prambors, mendekati Chrisye waktu penyanyi itu sedang berbincang dengan Guruh dan Eros Djarot.
Sys menekankan bahwa Chrisye diperlukan untuk lagu "Lilin-Lilin Kecil" karya James F. Sundah. Setelah
dia mendengar lirik lagu tersebut, Chrisye setuju.[21] Lagu ini direkam di studio Irama Mas di Pluit, Jakarta
Utara[22] dan dimuat dalam sebuah album dengan pemenang lomba lain; awalnya, "Lilin-Lilin Kecil"
dimuat di urutan ke-9, tetapi akhirnya dipindahkan ke urutan pertama supaya lebih laris. Setelah itu, lagu ini
menjadi terkenal;[21][23] album LCLR 1977 menjadi album paling laris tahun itu.[24]
Setelah sukses "Lilin-Lilin Kecil", di pertengahan tahun 1977 Pramaqua Records mendekati Chrisye dan
menawarkan sebuah album, yaitu Jurang Pemisah. Bekerja sama dengan Yockie, Ian Antono, dan Teddy
Sujaya, Chrisye merekam tujuh lagu untuk album tersebut; Yockie merekam dua lagu lain.[25] Biarpun
Chrisye senang dengan hasilnya dan mempunyai harapan tinggi untuk Jurang Pemisah, Pramaqua
memutuskan bahwa itu tidak bisa laris dan tidak hendak mempromosikannya sehingga album Chrisye
berikutnya, Badai Pasti Berlalu, menjadi besar. Setelah itu, Chrisye berusaha untuk membeli semua stok
album Jurang Pemisah dan menghentikan rilisnya, namun tidak berhasil. Album ini tidak laris di pasaran
sebab banyak orang beranggapan kalau ini album lanjutan dari Badai Pasti Berlalu.[26] Walaupun rekaman
ini sampai pada stasiun radio di seluruh Indonesia, menurut Chrisye penjualannya "hangat-hangat tahi
ayam".[25][26]

Pada tahun yang sama, Chrisye dan beberapa artis, termasuk Eros dan Yockie, merekam musik untuk film
Badai Pasti Berlalu dalam waktu dua bulan.[27] Setelah musik film tersebut mendapatkan Piala Citra pada
Festival Film Indonesia 1978, Irama Mas mendekati mereka untuk membuat album jalur suara untuk biaya
tetap.[27] Dengan Chrisye dan Berlian Hutauruk sebagai vokalis, sebuah album jalur suara direkam di Pluit
dalam kurung waktu 21 hari.[27][28] Album yang dihasilkan dirilis dengan judul yang sama dengan film,
dengan gambar bintang film Christine Hakim di sampul.[28] Album ini memuat lagu ciptaan Chrisye yang
pertama, "Merepih Alam".[23] Hasil penjualan di awal kurang lancar, tetapi setelah singel-singelnya mulai
diputar album Badai Pasti Berlalu menjadi laris.[29]

Karier solo awal dan film (1978–1982)

Suara Chrisye yang tenor serta kerjanya di Badai Pasti Berlalu memicu Amin Widjaja dari Musica Studios
untuk memintanya menjadi artis Musica; Amin sebenarnya sudah lama mengamati Chrisye, sejak dirilisnya
Guruh Gipsy. Chrisye setuju, asalkan dia diberikan kebebasan artistik; Amin terpaksa menyetujui syarat
tersebut.[29] Chrisye langsung mengerjakan album perdananya dengan Musica pada bulan Mei 1978, yaitu
Sabda Alam (Nature's Order). Dia memilih beberapa lagu karya artis lain dan menulis beberapa lain
sendiri, termasuk lagu "Sabda Alam".[26][30] Dia merekam album itu setelah menguncikan diri dalam
studio dengan sound engineer dan penata musik; biarpun Amin hendak melihat kemajuan mereka, Chrisye
tidak mengizinkannya masuk.[30] Album yang dihasilkan, yang diilhami oleh Badai Pasti Berlalu dan
menggunakan teknik double-recording yang dipelopori The Beatles, dirilis pada bulan Agustus.[30][31]
Setelah beberapa lama promosi dengan TVRI dan stasiun radio, album ini laris; akhirnya lebih dari 400,000
keping terjual.[32][33]

Tahun berikutnya, Chrisye merekam Percik Pesona bersama Yockie. Album ini, yang dibuat setelah
kematian Amin, termasuk beberapa lagu yang ditulis oleh sahabat Chrisye, Junaidi Salat, serta Yockie dan
Guruh. Judul album ini dipilih bersama. Album ini dirilis pada bulan Agustus 1979, gagal dalam mata
kritikus dan pasar.[31][34] Chrisye, setelah diskusi dengan beberapa artis, beranggapan bahwa gagalnya
album ini disebabkan miripnya dengan Badai Pasti Berlalu. Akibatnya, setelah beberapa waktu
berkontemplasi, dia mulai mencari jenis musik baru.[34] Pada tahun yang sama, dia menjadi anggota juri
LCLR Prambors, yang diadakan pada tanggal 5 Mei.[35]

Setelah memutuskan bahwa lagu pop yang romantis, dengan pengaruh easy listening, yang paling cocok
untuk dirinya, Chrisye mulai merintis album berikutnya, Puspa Indah. Semua lagu kecuali satu ditulis oleh
Guruh Sukarnoputra; album ini juga memuat lagu berbahasa Inggris "To My Friends on Legian Beach".
Dua lagu dari album ini, "Galih dan Ratna" dan "Gita Cinta", digunakan dalam film tahun 1979 Gita Cinta
dari SMA, beserta sekuelnya Puspa Indah Taman Hati. Dalam film Puspa Indah Taman Hati, Chrisye
mendapatkan kameo sebagai penyanyi. Dengan popularitas film tersebut, album Puspa Indah pun menjadi
laris; lagu "Galih dan Ratna" dan "Gita Cinta", yang dijadikan singel, juga diterima dengan hangat.[36]
Pada tahun 1981 Chrisye mendapatkan peran dalam film Indonesia Seindah Rembulan.[1] Biarun awalnya
enggan, dia dibujuk Sys NS sehingga akhirnya setuju. Namun, di kemudian hari dia menyesalkan
keputusan ini karena beranggapan bahwa produksinya kurang profesional dan sering bertantangan dengan
sutradara Syamsul Fuad. Pada tahun yang sama dia menghasilkan Pantulan Cinta, sebuah kolaborasi
dengan Yockie. Setelah album ini gagal di pasaran, Chrisye memutuskan untuk mengambil cuti
panjang.[37]

Pernikahan dan gaya baru (1982–1993)

Biarpun disuka para groupie, Chrisye sampai awal tahun 1980-an jarang berpacaran.[38] Akan tetapi pada
awal tahun 1981, dia mulai mendekati sekretaris Guruh Soekarnoputra, yaitu Gusti Firoza Damayanti Noor
(Yanti).[39][40] Yanti, yang mempunyai keturunan Banjar dan Minang, juga seorang penyanyi dan berasal
dari keluarga musisi; dia sering membahas musik dengan Chrisye saat Chrisye menunggu Guruh, dan
mereka juga bertemu saat Chrisye mengunjungi kakaknya, Raidy, yang merupakan salah satu
temannya.[8][41] Saat Yanti pindah ke Bali untuk bekerja di hotel bintang lima selama beberapa minggu,
Chrisye mengikutinya dan menyatakan bahwa dia siap menikahinya ketika Yanti kembali ke Jakarta;
biarpun itu bukan lamaran resmi, Yanti menerima.[39] Pada tahun 1982 Chrisye masuk Islam, sebab Islam
tidak mengizinkan pernikahan antara wanita Muslim dengan pria non-Muslim; Pada hari Minggu tanggal
12 Desember 1982, Chrisye dan Yanti menikah di suatu acara bergaya adat Padang.[42]

Terdorong oleh keadaan finansialnya yang kurang baik, awal tahun 1983 Chrisye mulai menggarap album
baru bersama Eros dan Yockie.[40][43] Aciu Widjaja, yang menjadi pemimpin Musica yang baru,
mengusulkan bahwa mereka memerlukan gaya musik yang baru; dengan demikian,Chrisye, Djarot, dan
Yockie mencampurkan art rock dengan pop romantis, serta menarik ilham dari The Police. Album yang
dihasilkan, Resesi, dirilis pada tahun 1983. Album ini laris di pasar, dengan 350.000 keping terjual dan
akhirnya disertifikasi perak; singelnya sendiri, "Lenny", "Hening", dan "Malam Pertama", banyak diputar
di radio.[43]

Setelah Resesi, Chrisye bekerja sama dengan Eros dan Yockie pada album Metropolitan tahun 1983.
Album tersebut, yang dipengaruhi aliran new wave dan banyak membahas isu yang dihadapi para pemuda
dan pemudi, diterima dengan baik oleh pasar sehingga diberi sertifikasi perak; singel "Selamat Jalan
Kekasih" menjadi paling dominen. Pada tahun yang sama, Chrisye dan Yanti mendapatkan anak pertama
mereka, Rizkia Nurannisa. Pada tahun berikutnya, Chrisye, Eros, dan Yockie bekerja sama lagi pada album
Nona, yang memuat berbagai kritik sosial; album tersebut menghasilkan empat singel dan disertifikasi
platinum. Biarpun Nona diterima baik oleh pasar, Chrisye mengambil keputusan untuk mencari suara baru
dan memutuskan hubungan kerja dengan Eros dan Yockie di pertengahan tahun 1984.[22][44]

Tak lama kemudian, Chrisye mendekati Addie MS, seorang musisi muda, dan minta bantuannya untuk
album berikutnya. Addie, biarpun merasa bahwa dia kurang bergengsi dibanding Eros dan Yockie, setuju;
Addie lalu menyarankan agar mereka menggunakan melodi yang mirip dengan "Lilin-Lilin Kecil" dan
Badai Pasti Berlalu. Album yang dihasilkan, Sendiri, memuat lagu yang ditulis oleh Guruh dan Junaidi
Salat serta alat musik seperti harpa, obo, English horn, dan beberapa alat musik dawai. Album ini, yang
melahirkan tiga singel,[45] laris dan mendapatkan penghargaan BASF Award untuk Chrisye.[46]

Pada akhir tahun 1984 Chrisye mendekati pencipta lagu muda lain, Adjie Soetama, yang dia mengajak
bekerja sama untuk menyiapkan album berikutnya. Sebab beat ringan dan melodi ceria sedang populer,
mereka menggunakan gaya yang ringan. Perekaman album baru ini, Aku Cinta Dia, mulai pada tahun
1985; selain Adjie, ada sumbangan lagu dari Guruh dan Dadang S. Manaf.[47] Lagu "Aku Cinta Dia"
dipilih sebagai judul album setelah Aciu mendengar mereka bermain bersama dan memutuskan bahwa lagu
itu layak dijagokan.[48] Oleh karena album ini memerlukan emosi yang lebih banyak, Chrisye  – yang
terkenal kaku  – kesulitan dengan proses promosi, biarpun istrinya menyiapkan kostum warna-warni dan
Alex Hasyim menjadi koreografer.[49] Setelah dirilis pada tahun 1986, Aku Cinta Dia terjualan ratusan ribu
keping pada minggu pertama dan akhirnya diberi sertifikasi emas. Di tahun yang sama, Chrisye dan Adjie
menghasilkan Hip Hip Hura, dan suatu kolaborasi lain, Nona Lisa, yang dirilis pada tahun 1987; kedua
album tersebut mempunyai beat dan irama yang mirip Aku Cinta Dia dan terjual laris, biarpun tidak selari
kolaborasi pertama.[50] Pada 2 Maret 1986 Chrisye dan Yanti mempunyai anak perempuan, Risty
Nurraisa.[51]

Biarpun tiga album itu laris di pasar, Chrisye dan keluarganya masih dalam keadaan finansial yang sulit,
sehingga dua kali mereka harus menjual mobil mereka. Ini membuat Chrisye mempertimbangkan berhenti
dari dunia musik, biarpun akhirnya memutuskan untuk lanjut.[52] Pada tahun 1988 merekam Jumpa
Pertama, dan pada tahun berikutnya dia merilis Pergilah Kasih. Di kemudian hari dia mengenang bahwa
kedua album itu mempunyai "sentuhan rasa yang indah."[53] Lagu yang digunakan untuk judul, "Pergilah
Kasih", ditulis oleh Tito Sumarsono dan digunakan untuk video klip Chrisye pertama;[53] video klip
perdana ini menjadi klip Indonesia pertama yang ditayangkan di MTV Asia Tenggara.[54]

Pada tanggal 27 Februari 1989, Chrisye dan Yanti mendapatkan anak kembar, Randa Pramasha dan
Rayinda Prashatya. Pada tahun 1992 Chrisye merekam versi daur ulang dari lagu Koes Plus bertajuk
"Cintamu T'lah Berlalu", dengan penataan musik oleh Younky; video klip untuk lagu tersebut juga
disiarkan di MTV Asia Tenggara dan menjadi video klip Indonesia pertama untuk masuk MTV
Amerika.[8][11][55][56] Pada tahun berikutnya, Chrisye bekerja sama dengan Younky lagi untuk merekam
Sendiri Lagi, sebuah proyek yang makan empat bulan untuk perancangan dan empat bulan untuk
perekaman;[54][56] video klip ini pun beredar di MTV Asia Tenggara.[11]

Konser dan kolaborasi dengan Erwin Gutawa (1994–2004)

Biarpun Sendiri Lagi cukup laris, pada awal dasawarsa 1990-an


Chrisye mulai merasa tekanan dari industri musik yang semakin
mengutamakan penampilan dan meningkatnya jumlah artis
muda.[54] Dia mulai mempertimbangkan meninggalkan dunia
musik, sebab "merasa sudah sampai garis finish".[57] Biarpun Yanti
menyatakan bahwa banyak musisi tetap laku sampai umur 60-an,
Chrisye memperhatikan bahwa para artis senior sudah mulai
Setelah berhasilnya konser Sendiri, dikesampingkan oleh pendatang baru.[57] Dalam keadaan depresi
Chrisye bekerja sama beberapa kali ini, Chrisye didekati oleh Jay Subiyakto dan Gauri Nasution, yang
dengan Erwin Gutawa (foto dari menawarkannya sebuah konser tunggal di Plenary Hall Jakarta
2004). Convention Center, yang pada saat itu belum pernah mengadakan
konser tunggal untuk artis Indonesia. Karena tidak yakin bahwa
penggemarnya cukup banyak untuk mengisi hal tersebut, Chrisye
mula-mula menolak.[57]

Setelah Chrisye diperkenalkan dengan Erwin Gutawa, yang diangkat untuk mempersiapkan konser, dan
beberapa minggu ditekankan oleh Gauri,[58] akhirnya Jay Subiyakto berhasil membujuk Chrisye dengan
mengatakan bahwa itu mungkin kesempatan terakhir untuk menyelamatkan kariernya. Karena kekurangan
uang, mereka mendekati RCTI untuk meminta sponsor. Akan tetapi, mereka ditolak dan bahkan diejek
dengan saran agar mengadakan konser di Monumen Nasional. Karena tidak bersedia menelantarkan
rencana mereka itu, Chrisye, Subiyakto, dan Gutawa mengumpulkan sekelompok artis dan mulai pelatihan.
Menjelang hari ulang tahun RCTI yang ke-5, mereka rela menyetujui konser tersebut sebagai bagian dari
perayaan mereka. Ribuan tiket yang tersedia terjual habis dalam 1 minggu.[59]
Konser Sendiri diadakan pada tanggal 19 Agustus 1994. Chrisye membawakan sejumlah lagu hits serta
menyanyikan beberapa duet, termasuk "Malam Pertama" dengan Ruth Sahanaya, di depan orkes penuh
yang dipimpin oleh Gutawa.[60] Di kemudian hari, Chrisye mengenang bahwa konser itu, yang diberi
julukan Sendiri untuk menunjukkan bahwa konser "100% Indonesia" bisa berhasil, diadakan, para
penonton  – baik anak-anak maupun dewasa  – sudah hafal lirik lagunya, baik yang lama maupun yang
baru; menurut Chrisye, hal tersebut membuat dia berasa sangat kecil.[61] Penuh semangat akibat sukses
konser itu,[62] Chrisye mengadakan konser lain di Kota Surabaya, Kota Surakarta, dan Kota Bandung,
dengan menggunakan konvoi yang terdiri dari 24 truk dan bis untuk transportasi dan mengangkut alat-alat
yang dibutuhkan. Tiket konser ini pun terjual habis.[63]

Setelah sukses tur Sendiri, Chrisye mulai mempertimbangkan membuat sebuah album yang termasuk
lagunya yang paling populer, dengan pemasteran ulang oleh Gutawa memaster. Gutawa setuju untuk
membuat sebuah album akustik, dengan syarat bahwa usulan Chrisye, dengan syarat bahwa mereka harus
menggunakan sebuah orkes dari Australia. Aciu pun menyetujui hal tersebut, biarpun biayanya
diperkirakan mencapai Rp600 juta. Setelah perekaman dasar di Jakarta, Chrisye, Gutawa, dan sound
engineer Dany Lisapali menghabiskan waktu dua minggu di Studio 301 di Sydney untuk menyelesaikan
album itu. Philip Hartl Chamber Orchestra memainkan musik yang diperlukan; mixing dan mastering juga
dilakukan di Sydney.[33][64] AkustiChrisye dirilis pada tahun 1996 dan cukup berhasil di pasaran.[65]

Setelah AkustiChrisye, Gutawa menyarankan agar Chrisye mencoba gaya yang baru, dengan lagu yang
lebih berat. Mereka lalu mulai bekerja sama untuk merekam Kala Cinta Menggoda, yang juga
menggunakan orkes Australia. Akan tetapi, Chrisye ternyata kesulitan merekam salah satu lagunya,
"Ketika Tangan dan Kaki Berkata", yang diberi lirik yang berdasarkan ayat 65 Surah Ya Sin oleh penyair
Taufiq Ismail; setiap kali hendak menyanyikan lagu itu, Chrisye mendadak menangis. Akhirnya, satu hari
sebelum berangkat ke Australia, dia dapat menyelesaikan lagu tersebut dengan dukungan Yanti.[66] Pada
tanggal 11 Oktober, Chrisye menyanyikan lagu "Indonesia Perkasa" pada acara pembukaan Pesta Olahraga
Asia Tenggara 1997 di Jakarta; lagu tersebut ditulis khusus untuk acara itu.[67] Bulan berikutnya, Chrisye
meluncurkan Kala Cinta Menggoda.[68] Video klip untuk lagu "Kala Cinta Menggoda", yang disutradarai
Dimas Djayadiningrat, memenangkan MTV Video Music Award for South-East Asia pada tanggal 10
September 1998; Chrisye pergi ke Los Angeles untuk menerima penghargaan tersebut di Universal
Amphitheatre.[8]

Pada tahun 1999, Chrisye mulai mendaur ulang album Badai Pasti Berlalu atas permintaan Musica,
biarpun dia merasa bahwa album asli sudah cukup; untuk album ini pula dia bergabung dengan
Gutawa.[69] Album baru itu, yang tetap diberi judul Badai Pasti Berlalu, memakan biaya sebanyak Rp800
juta untuk produksi dan promosi; biaya besar tersebut sebagian disebabkan perlunya mencari orkes
Australia lain, Victorian Philharmonic Orchestra.[70][71] Setelah diluncurkan, album ini pun laris, dengan
menjual 350.000 keping dalam beberapa bulan.[71][72] Sebagai promosi untuk album ini, Chrisye
mengadakan satu lagi konser di Plenary Hall di Jakarta Convention Centre, yang diberi nama konser Badai;
setelah ini, Chrisye mendapatkan banyak tawaran untuk memanggung di berbagai tempat di seluruh
Indonesia.[73] Menurut sebuah wawancara dengan Kompas, pada saat ini Chrisye mulai merasa telah
menemukan jalan buntu, sebab dia sudah mencicipi semua jenis musik yang ada.[74] Namun, dia tetap
lanjut dengan kegiatan bernyanyi, termasuk menyanyikan lagu "Indonesia Perkasa" pada acara pembukaan
Pekan Olahraga Nasional 2000 pada tanggal 19 Juni 2000 di Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur.[67]

Pada tahun 2001 Chrisye merilis album Konser Tur 2001, yang berisi dua lagu baru dan beberapa yang
lama. Video klip untuk salah satu lagu, "Setia", menjadi kontroversial karena adanya adegan dengan wanita
berpakaian ketat.[75] Tak lama kemudian, Chrisye memutuskan untuk mendaur ulang lagu-lagu yang
dianggap paling penting sejak kemerdekaan Indonesia, dari dasawarsa 1940-an yang diwakili "Kr. Pasar
Gambir & Stambul Anak Jampang" karya Ismail Marzuki hingga akhir dasawarsa 1990-an yang diwakili
lagu "Kangen" karya Ahmad Dhani; album ini juga termasuk satu lagu yang ditulis khusus untuk album ini
oleh Pongky dari Jikustik[73] serta dua duet dengan Sophia Latjuba. Album yang dihasilkan, Dekade,
dirilis pada tahun 2002; hingga Oktober 2003 lebih dari 350.000 terjual.[76] Pada 15 Desember 2002,
Chrisye pikut serta dalam konser Bali for the World  – Voices of Stars di Kartika Beach Plaza untuk
mengumpulkan uang untuk membantu korban Bom Bali 2002; artis lain termasuk Melly Goeslaw, Gigi,
Slank, dan Superman Is Dead.[77] Pada 12 Juli 2004, Chrisye mengadakan konser ketiga, dengan judul
Dekade, di Plenary Hall. Konser ini, yang termasuk lagu-lagu dari album Dekade, termasuk duet dengan
Sophia Latjuba dan beberapa penyanyi asli, seperti Fariz RM dengan "Sakura" dan A. Rafiq dengan
"Pengalaman Pertama"; orkes Gutawa sekali lagi mengiringi konser.[78]

Chrisye lalu mulai mengerjakan studio album terakhirnya, Senyawa. Bekerja sama dengan berbagai artis
Indonesia lain, termasuk Project Pop, Ungu, dan Peterpan, dia juga menjadi produser album ini,
menggantikan Gutawa. Lagu "Bur-Kat", bersama Project Pop, merupakan usaha pertamanya untuk
bernyanyi rap.[79] Album ini, yang diluncurkan pada bulan November 2004, disambut dengan baik oleh
pasar.[80][81] Namun, Sony Music Entertainment Indonesia menolak bahwa ada nama artis mereka di
sampul. Oleh karena itu, Senyawa ditarik kembali, lalu dirilis ulang tanpa nama-nama itu.[82]

Kanker dan kematian (2005–2007)

Pada bulan Juli 2005, Chrisye dibawa ke Rumah Sakit Pondok


Indah karena sesak napas. Setelah 13 hari dirawat, dia dipindahkan
ke Rumah Sakit Mount Elizabeth di Singapura dan di sana dia
dinyatakan mengidap kanker paru-paru.[83] Biarpun khawatir
bahwa dia akan kehilangan rambut panjangnya yang dia anggap
sebagai bagian dari citranya,[84] Chrisye tetap menjalani
kemoterapi sebanyak 6 kali, dengan perawatan pertama pada
tanggal 2 Agustus 2005.[83]

Kesehatan Chrisye membaik pada tahun 2006[85] dan dia merasa Makam Chrisye di TPU Jeruk Purut
cukup kuat untuk mengikuti wawancara panjang dengan
Alberthiene Endah pada bulan Mei dan November 2006 saat
Alberthiene menulis biografinya, Chrisye: Sebuah Memoar Musikal.[86] Dia juga menghasilkan dua album
kompilasi, Chrisye by Request dan Chrisye Duets namun dia merasa kurang sehat untuk menghasilkan lagu
baru.[87] Pada awal Februari 2007 kondisi fisiknya kembali memburuk.[85]

Pada 30 Maret 2007, Chrisye meninggal pada pukul 4.08 WIB di rumahnya di Cipete, Kota Administrasi
Jakarta Selatan. Dia dikebumikan di TPU Jeruk Purut hari itu juga.[88] Ratusan orang menghadiri
pemakamannya itu, termasuk Erwin Gutawa, Titiek Puspa, Ahmad Albar, Sophia Latjuba, dan Ikang
Fawzi.[89] Pemakaman ini dinodai aksi beberapa pencopet, salah satunya ditangkap tapi lalu
dibebaskan.[90]

Seratus hari setelah meninggalnya Chrisye, Musica mengeluarkan dua album kompilasi. Album ini, dengan
judul Chrisye in Memoriam – Greatest Hits dan Chrisye in Memoriam – Everlasting Hits, termasuk empat
belas lagu per keping dari sepanjang kariernya bersama Musica.[91] Pada tanggal 1 Agustus 2008, singel
Chrisye terakhir, "Lirih", yang ditulis oleh Aryono Huboyo Djati, diluncurkan. Lagu tersebut mula-mula
dirahasiakan, dan tanggal perekamannya tidak diketahui.[92] Menurut Djati, lagu itu direkam sebagai
hiburan. Sebuah video klip yang disutradarai Vicky Sianipar dan termasuk Ariel Peterpan, Giring Ganesha
dari Nidji, dan istri Chrisye, Yanti, lalu dirilis.[93]

Gaya
Menurut Yockie, salah satu alasan mengapa Chrisye terpilih untuk merekam "Lilin-Lilin Kecil" ialah
karena suaranya yang khas, dengan timbre yang lembut, yang cocok dengan keyboard yang digunakan di
lagu tersebut; namun, Yockie merasa bahwa suara Chrisye kehilangan dinamikanya apabila dicampur
dengan musik yang lembut, sehingga dia memasukkan nada rock ke album Jurang Pemisah.[22] Erwin
Gutawa membandingkan suara Chrisye dengan sehelai kertas kosong, yang dapat diterapkan untuk apa
saja.[22]

Seorang penulis untuk majalah Gatra menyebut gaya manggung Chrisye "kaku", dengan gerakan yang
sangat sedikit.[94] Chrisye memilih kostumnya sendiri dan terkadang-kadang mencoba desain dan warna
baru. Dalam musik video dia lebih suka menggunakan satu jenis baju saja; dia sampai menyatakan kepada
Kompas bahwa dia hanya hendak ganti baju kalau jatuh ke selokan.[8]

Warisan
Chrisye sudah disebut penyanyi "legendaris" oleh beberapa
jurnalis.[95][96] Pada tahun 2007, majalah Rolling Stone Indonesia
memilih Badai Pasti Berlalu sebagai album Indonesia terbaik
sepanjang masa. Tiga album solo Chrisye juga masuk ke daftar
tersebut: Sabda Alam di urutan 51, Puspa Indah di urutan 57, dan
Resesi di urutan 82. Guruh Gipsy masuk di urutan kedua.[97] Ini
kemudian diikuti oleh pemilihan lima lagunya ("Lilin-Lilin Kecil"
di urutan 13, "Kidung" di urutan 26, "Merpati Putih" di urutan 43,
Glenn Fredly (kiri) dalam suatu acara "Anak Jalanan" di urutan 72, dan "Merepih Alam" di urutan 90)
tribut untuk Chrisye pada Java Jazz
sebagai beberapa lagu Indonesia terbaik sepanjang masa; lagu
Festival 2009 di Jakarta
Guruh Gipsy "Indonesia Maharddhika" masuk di urutan 59.[23]
Pada tahun 2011 mereka menyebut Chrisye sebagai penyanyi
Indonesia terbaik ketiga. Eros Djarot menyebut bahwa Chrisye
mempunyai suara yang luar biasa, tetapi sering malu-malu dan malas membahas isu sosial.[98]

Menurut data dari Asosiasi Industri Rekaman Indonesia, Badai Pasti Berlalu tahun 1977 adlah album
Indonesia paling laris urutan kedua, dengan sembilan juta keping terjual antara tahun 1977 dan 1993.[72]
Pada tahun 1990 video musik untuk "Pergilah Kasih" menjadi klip Indonesia pertama yang diputar di
MTV Hong Kong; klip untuk "Sendiri Lagi" terpilih sebagai klip Indonesia terbaik sepanjang masa pada
acara Video Musik Indonesia.[1]

Pada tahun banyak artis Indonesia, termasuk Vina Panduwinata, Ahmad Albar, D'Cinnamons, dan Sherina
Munaf, membawa 20 lagu Chrisye dalam konser "Chrisye: A Night to Remember" di hotel Ritz Carlton,
Jakarta.[99] Konser tersebut juga termasuk testimoni dari anak dan istrinya.[99] Tiket untuk konser tribut
tersebut terjual habis.[100]

Alberthiene Endah sudah menulis dua biografi Chrisye. Yang pertama, Chrisye: Sebuah Memoar Musikal,
diterbitkan pada tahun 2007 dan membahas masa kecil, karier, dan perjuangan melawan kankernya. Yang
kedua, The Last Words of Chrisye, dirilis pada tahun 2010 dan membahas masa silam Chrisye.[95]

Penghargaan
Chrisye menerima banyak penghargaan selama kariernya. Pada tahun 1979 dia terpilih sebagai Penyanyi
Pria I Kesayangan Angket Siaran ABRI.[11] Album Sabda Alam dan Aku Cinta Dia diberi sertifikasi emas,
dan Hip Hip Hura, Resesi, Metropolitan, dan Sendiri disertifikasi perak.[1]
Chrisye menerima tiga BASF Awards, yang diadakan pembuat kaset BASF sampai pertengahan tahun
1990-an, untuk album paling laris; yang pertama diterima pada tahun 1985 untuk Sendiri, lalu yang kedua
pada tahun 1988 untuk Jumpa Pertama dan yang terakhir pada tahun 1989 untuk Pergilah Kasih.[55] Dia
juga menerima BASF Lifetime Achievement Award pada tahun 1994 untuk sumbangannya ke dunia
musik Indonesia; pada tahun yang sama dia menerima penghargaan sebagai Penyanyi Rekaman
Terbaik.[101] Pada tahun 1997 dia menerima penghargaan Anugerah Musik Indonesia (AMI) untuk
Penyanyi Pop Pria Terbaik.[74] Tahun berikutnya, album Kala Cinta Menggoda menang sembilan AMI,
termasuk Album Termaik; Chrisye sendiri menerima penghargaan sebagai Penyanyi Pop Pria Terbaik,
Penyanyi Rekaman Terbaik, dan Perancang Grafis Terbaik (bersama dengan Gauri).[102] Pada tahun 2007,
setelah dia sudah meninggal, dia menerima penghargaan SCTV Lifetime Achievement Award pertama,
yang diterima oleh putrinya Risty.[103]

Kehidupan pribadi
Aciu Widjaja, yang sekarang menjadi President-Director Air Asia Indonesia, menyatakan bahwa Chrisye
adalah sosok yang sederhana; dia menjelaskan bahwa, pada suatu saat dia, Chrisye, dan beberapa orang
lain pergi ke luar negeri, hanyalah Chrisye yang tidak mau belanja pakaian mewah atau mencari restoran
kelas dunia; dia justru makan di food court dan beli baju yang nyaman.[104] Dalam biografinya, Chrisye
mencatat bahwa dia sering makan di warung tenda sampai setelah menikah dan sering bingung ketika
orang meremehkan hal tersebut.[105] Guruh mengenang bahwa Chrisye dapat tidur di mana saja saat
mereka merancang album, bahkan di bawah piano.[104]

Setelah dia menikah dengan Yanti, istrinya itu berhenti karier bernyanyi supaya bisa menjadi ibu rumah
tangga. Setelah pasangan itu beranak, kadang-kadang Chrisye tidak dapat menghabiskan waktunya
bersama mereka karena terlalu sibuk memanggung atau merekam album; namun, dia berusaha untuk
mencuri waktu, bahkan menjemput anak-anak dari sekolah. Pada sebuah wawancara pada tahun 1992,
Chrisye menyatakan bahwa anak-anaknya tidak ingin menjadi artis seperti orang tua mereka sebab mereka
sudah merasakan tekanan karier itu.[8]

Diskografi
Artikel utama: Diskografi Chrisye dan Daftar lagu yang direkam oleh Chrisye

Selama kariernya, Chrisye merilis 33 album. Ini termasuk satu dengan Gipsy, 21 album studio, 2 album
jalur suara dan sembilan album kompilasi.[88] Semua album solonya setelah Sabda Alam terjual lebih dari
100.000 keping.[56] Dalam sebuah wawancara dengan Kompas pada tahun 1992, Chrisye menyatakan
bahwa dia jatuh sakit setiap kali merekam album, sebagai akibat tekanan untuk mempromosikan album-
album tersebut.[56]

Chrisye juga merilis banyak singel,[88] dengan beberapa singel di antaranya dijadikan lagu tema sinetron.
"Pengalaman Pertama" digunakan untuk Ganteng-Ganteng Kok Monyet, "Cintaku" dari album Badai Pasti
Berlalu yang sudah di-remaster digunakan untuk Gadis Penakluk, dan "Seperti Yang Kau Minta"
digunakan untuk Disaksikan Bulan.[106]

Tepat pada hari ulang tahun Chrisye tanggal 16 September 2021, pihak label rekaman Musica Studios
merilis album versi Bahasa Inggris secara virtual melalui kanal YouTube. Isi album tersebut terdiri dari 9
lagu kompilasi pilihan populer yang dibuat ulang liriknya dan diterjemahkan ke dalam Bahasa Inggris, serta
lagu-lagu tersebut telah melalui tahapan remaster. Lagu populer tersebut di antaranya terdapat lagu Puppy
Love (Anak Sekolah), I Love Her (Aku Cinta Dia) serta Goodbye My Love (Selamat Tinggal Sayang).
Album Solo Guruh Soekarnoputra & GipsyBersama Yockie Suryo Prayogo

Sabda Alam (1978) Guruh Gipsy (1976) Jurang Pemisah (1977)


Percik Pesona (1979)
Pantulan Cita (1981) Bersama Eros Djarot
Sendiri (1985) Badai Pasti Berlalu (1977) (album soundtrack)
Aku Cinta Dia (1986)
Hip Hip Hura (1986) Bersama Guruh Soekarnoputra dan Yockie Suryo Prayogo
Nona Lisa (1987)
Jumpa Pertama (1988) Puspa Indah (1980) (album soundtrack)
Pergilah Kasih (1991) Bersama Eros Djarot dan Yockie Suryo Prayogo
Sendiri Lagi (1993)
Kala Cinta Menggoda (1997) Resesi (1983)
Senyawa (2004) Metropolitan (1984)
Instrumental Resesi (1984) (album instrumentalia)
Nona (1984)

Album lainnya

Ali Topan (1978) (album soundtrack / album extended play)


Seindah Rembulan (1980) (album soundtrack)
Cintamu Telah Berlalu (1992) (album extended play)
AkustiChrisye (1996) (album remix)
Badai Pasti Berlalu (1999) (album remix)
Dekade (2002) (album daur ulang)
English Version Album (2021) (album kompilasi berbahasa inggris)

Kolaborasi
1977 – Lomba Cipta Lagu Remaja 1977 – album kompilasi hasil Lomba Cipta Lagu Remaja
Prambors Rasisonia. Mengisi vokal pada lagu "Lilin - Lilin Kecil", "Angin", dan "Di Malam
Sang Sukma Datang"
1977 – Musik Santai II – album instrumental Yockie Suryo Prayogo. Mengisi vokal tanpa
kata pada lagu "Melati", "Leony", "Sendiri", "When You're Beautiful", "Cinta Putih", "Kupu -
Kupu Malam" dan "Woman Song"
1978 – Rafika & Harvey – album studio duet Rafika Duri dan Harvey Malaihollo. Sebagai
pencipta lagu "Langkah Cita"
1979 – Bahtera Asmara – album studio Andi Meriem Mattalatta. Sebagai music director,
mengisi bass dan akustik gitar pada seluruh lagu
1979 – Musik Saya Adalah Saya – album studio Yockie Suryo Prayogo. Mengisi vokal pada
lagu "Musikku Adalah Aku", mengisi bass dan vokal pada lagu "Angin Malam", "Duka Sang
Bahaduri" dan "Akhir Sebuah Opera"
1979 – Bingkisan Natal Musica – album kompilasi natal yang dinyanyikan oleh artis-artis
Musica Studios. Mengisi vokal pada lagu "Disco Natal", "Malam Kudus" dan "The
Christmas Song"
1980 – Untukmu Indonesiaku: Pergelaran Karya Cipta Guruh Soekarnoputra Volume 1 –
album kompilasi hasil karya cipta Guruh Soekarnoputra. Mengisi vokal pada lagu "To My
Friends On Legian Beach"
1980 – Selangkah ke Seberang – album studio Fariz RM. Mengisi bass pada lagu "Mega
Bhuana"
1981 – Bayang Pesona – album studio Harry Sabar. Mengisi bass pada lagu "Bayang
Pesona", "Salam Negriku" dan "Muda Merdeka"
1981  – Beri Kesempatan – album studio Keenan Nasution. Mengisi bass pada lagu "Masa
Remaja", "Jangan Ulangi", "Masa Remaja (reprise)", "Jaya Wijaya", mengisi vokal dan bass
pada lagu "Beri Kesempatan"
1981 – Lomba Cipta Lagu Remaja 1981 – album kompilasi hasil Lomba Cipta Lagu Remaja
Prambors Rasisonia. Mengisi vokal pada lagu "Nyanyian Cinta Dari Seberang"
1983 – 42nd Street – album studio Keenan Nasution. Mengisi bass pada lagu "Jantung
Kota", mengisi bass dan sebagai pencipta lagu "Mengusir Sedih" bersama Harry Sabar
1984 – Cinta Indonesia: Pergelaran Karya Cipta Guruh Soekarnoputra Volume 3 – album
kompilasi hasil karya cipta Guruh Soekarnoputra. Mengisi vokal pada lagu "Seni"
1984 – Emansipasi – album studio Andi Meriem Mattalatta. Sebagai pencipta lagu "Dilema"
bersama Eros Djarot dan Yockie Suryo Prayogo
1985 – Dulu Lain Sekarang Lain – album studio Keenan Nasution. Sebagai pencipta lagu
"Petualang Remaja" bersama Harry Sabar
1986 – Cinta – album studio Vina Panduwinata. Sebagai pencipta lagu pada lagu "Cinta"
bersama Adjie Soetama . Lagu ini direkam ulang oleh Chrisye untuk album mini Cintamu
Telah Berlalu
1986 – Aku Tetap Cinta – album studio Utha Likumahuwa. Sebagai pencipta lagu "Malam
Ini" bersama Bagoes AA. dan lagu "Kenanganku" bersama Adjie Soetama
1987 – Golkar Pilihanku! – album kompilasi persembahan Eddy Sud dan Artis Safari untuk
kampanye Golkar di Pemilu 1987. Mengisi vokal pada lagu "Aku Cinta Golkar"
1987 – Lomba Cipta Lagu Pembangunan 1987 – album kompilasi. Mengisi vokal pada lagu
"Doa Anak Negeri"
1988 – Kemesraan – album kompilasi yang dinyanyikan oleh artis-artis Musica Studios.
Mengisi vokal pada lagu "Kemesraan" bersama Iwan Fals, Betharia Sonata, Rafika Duri,
Itang, Jamal Mirdad, Etrie, dan Nani
1989 – Tak Kuduga – album studio Ruth Sahanaya. Sebagai pencipta lagu bersama Adjie
Soetama pada lagu "Selamanya"
1990 – Hening – album kompilasi yang dinyanyikan oleh artis-artis Musica Studios dengan
spirit senada melanjutkan sukses album Kemesraan. Mengisi vokal pada lagu "Hening"
bersama Rafika Duri dan Trio Libels
1990 – Kidung – album kompilasi yang dinyanyikan oleh artis-artis Musica Studios dengan
spirit senada melanjutkan sukses album Hening. Mengisi vokal pada lagu "Kidung"
bersama Rafika Duri dan Trio Libels
2001 – Bung Karno, Penyambung Lidah Rakyat Indonesia – album kompilasi yang
diedarkan secara khusus dalam rangka memperingati 100 tahun Bung Karno. Mengisi vokal
pada lagu "Indonesia Perkasa", "Chopin Larung", dan "Terima Kasih Indonesiaku"
2005 – From Us to You – album kompilasi hasil karya Titiek Puspa. Mengisi vokal pada lagu
"Marilah Kemari", dan "Hidupku Untuk Cinta"
2022 – Andi Meriem Matalatta – album studio Andi Meriem Mattalatta. Mengisi vokal pada
lagu "Peraduan". Walaupun album ini dikerjakan sekitar tahun 1979, namun album ini tidak
kunjung dirilis hingga pertengahan April 2022

Filmografi
Tahun Judul Peran
1979 Puspa Indah Taman Hati Peran kameo
Seindah Rembulan Diri sendiri
1980
Untukmu Indonesiaku Diri sendiri

Video Klip
Jangan Janji (2000) (Album Tu Wa Ga Pat) sebagai Cameo
Dara Manisku-Lirikan Matamu (2002) (Album Dekade) sebagai Cameo

Penghargaan dan nominasi


Tahun Penghargaan Kategori Hasil
2005 Anugerah Musik Indonesia Lifetime Achievement Award Penerima

Referensi
Catatan kaki

1. Antara 2007, Chrisye Meninggal Dunia.


2. Endah 2007, hlm. 24–31.
3. Endah 2007, hlm. 221.
4. Endah 2007, hlm. 36–37.
5. Endah 2007, hlm. 50–52.
6. Endah 2007, hlm. 50–51.
7. Endah 2007, hlm. 52–53.
8. Hariyadi, Redana, and Mulyadi 1998, Lebih Jauh dengan Chrisye.
9. Endah 2007, hlm. 58-59.
10. Endah 2007, hlm. 62–66.
11. Kompas 1993, Chrisye: Menjadi Penyanyi.
12. Endah 2007, hlm. 66–71.
13. Endah 2007, hlm. 75–80.
14. Endah 2007, hlm. 81–86.
15. Endah 2007, hlm. 86–96.
16. Endah 2007, hlm. 96–97.
17. Endah 2007, hlm. 97–101.
18. Endah 2007, hlm. 104–105.
19. Endah 2007, hlm. 109–115.
20. Endah 2007, hlm. 114–118.
21. Endah 2007, hlm. 118–119.
22. Sartono 2007, Chrisye: Dari Lilin Kecil.
23. Rolling Stone Indonesia 2009, 150 Lagu Indonesia.
24. Endah 2007, hlm. 124.
25. Endah 2007, hlm. 125–129.
26. Kompas 1978, Nama dan Peristiwa: Chrisye.
27. Endah 2007, hlm. 132–136.
28. Ginting 2009, hlm. 195–199.
29. Endah 2007, hlm. 140–142.
30. Endah 2007, hlm. 142–143.
31. Kompas 1979, Nama dan Peristiwa: Chrisye.
32. Endah 2007, hlm. 146–147.
33. Kompas 1996, Nama dan Peristiwa: Chrisye.
34. Endah 2007, hlm. 147–148.
35. Kompas 1979, Finalis LCLR Prambors.
36. Endah 2007, hlm. 150–151.
37. Endah 2007, hlm. 212–215.
38. Endah 2007, hlm. 215.
39. Endah 2007, hlm. 220–221.
40. Kompas 1982, Nama dan Peristiwa: Chrisye.
41. Endah 2007, hlm. 216–217.
42. Endah 2007, hlm. 224.
43. Endah 2007, hlm. 226–228.
44. Endah 2007, hlm. 228–230.
45. Endah 2007, hlm. 234–235.
46. Endah 2007, hlm. 236.
47. Endah 2007, hlm. 239–240.
48. Endah 2007, hlm. 241–244.
49. Endah 2007, hlm. 246.
50. Endah 2007, hlm. 247.
51. Endah 2007, hlm. 251.
52. Endah 2007, hlm. 256.
53. Endah 2007, hlm. 257.
54. Endah 2007, hlm. 262–263.
55. KS 2007, Mengenang Chrisye: Musisi.
56. Kompas 1992, Chrisye: Sakit Setiap.
57. Endah 2007, hlm. 268.
58. Endah 2007, hlm. 272–273.
59. Endah 2007, hlm. 276–277.
60. Kompas 1994, Dari 'Resesi' Sampai.
61. Endah 2007, hlm. 282–283.
62. Endah 2007, hlm. 289.
63. Endah 2007, hlm. 294.
64. Endah 2007, hlm. 300–301.
65. Endah 2007, hlm. 304.
66. Endah 2007, hlm. 304–308.
67. Kompas 2000, PON XV: Pengisi.
68. Campbell 1998, hlm. 63.
69. Endah 2007, hlm. 309.
70. Endah 2007, hlm. 312.
71. The Jakarta Post 2000, Royalty System in the Country's.
72. Ivvaty 2007, Konser "Badai Pasti.
73. Endah 2007, hlm. 313.
74. Rakaryan S. 1997, Chrisye: Pintar-Pintar Kitalah.
75. Gatra 2001, Video Clip Chrisye.
76. Kompas 2003, Wajah Lama Energi.
77. Andrianto 2002, Bali for the World.
78. Kompas 2003, Sensasi Bulan Sabit.
79. Gatra 2004, Ilmu Baru Chrisye.
80. Endah 2007, hlm. 319.
81. Musica Studios 2004, Senyawa.
82. Gatra 2004, Musica: Kami Lalai.
83. Gatra 2005, Chrisye Idap Kanker.
84. Endah 2008, hlm. 99.
85. Gatra 2007, Kondisi Menurun Chrisye.
86. Kurniasari 2009, Alberthiene Endah: Life,.
87. Kompas 2006, Nama dan Peristiwa: Album.
88. Antara 2007, Chrisye Dimakamkan di TPU Jeruk.
89. Gatra 2007, Chrisye Dimakamkan di Tengah.
90. Siahaan 2007, Chrisye Dimakamkan, Pencopet.
91. Kompas 2008, Napak Tilas Chrisye.
92. Gatra 2008, Lagu Rahasia Chrisye.
93. Djati 2008, Lagu Rahasia Yoyo-Chrisye.
94. Gatra 2005, Nge-Rap Gaya Chrisye.
95. Kurniasari 2010, A Lesson from a Musical.
96. Lopulalan 2009, Warming Up for Java.
97. Rolling Stone Indonesia 2007, 150 Album Indonesia.
98. Rolling Stone Indonesia 2011, The Immortals: 25 Artis.
99. Damayanti and Windratie 2009, Konser Classical Chrisye.
100. Rolling Stone Indonesia 2009, Classic Chrisye: A Night.
101. Kompas 1994, Nama dan Peristiwa: Chrisye.
102. Hariyadi 1998, AMI '98, Pesta.
103. Suryanto 2007, Chrisye Dapat Penghargaan.
104. Pattisina 2007, Dia Berjingkrak di Balik.
105. Endah 2007, hlm. 225.
106. Kompas 2004, Musik Pop dan Film.

Bibliografi

"150 Album Indonesia Terbaik Sepanjang Masa". Rolling Stone Indonesia. Jakarta: a&e
Media (32): 32, 33, 64, 66, dan 77. Desember 2007.
"150 Lagu Indonesia Terbaik Sepanjang Masa". Rolling Stone Indonesia. Jakarta: a&e
Media (56): 47, 53, 62, 68, 73, dan 80. Desember 2009. Diarsipkan dari versi asli tanggal
2012-03-16. Diakses tanggal 2012-03-02.
Campbell, Debe (1 Agustus 1998). "Indonesia". Billboard (dalam bahasa Inggris).
Cincinnati: Prometheus Global Media.
Endah, Alberthiene (2007). Chrisye: Sebuah Memoar Musikal. Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama. ISBN 978-979-22-2606-5.
Endah, Alberthiene (2008). The Last Words of Chrisye. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
ISBN 978-979-22-5655-0.
Ginting, Asrat (2009). Musisiku. Jakarta: Republika. ISBN 978-979-1102-52-0.

Sumber berita

Andrianto, Teguh (20 Desember 2002). "Bali for the World - Voices of Stars: Damai di Bali".
Kompas. hlm. 42.
"Chrisye Dikuburkan di Tengah Rintik Hujan". Gatra. 30 Maret 2011. Diarsipkan dari versi
asli tanggal 2011-12-28. Diakses tanggal 28 Desember 2011.
"Chrisye Dimakamkan di TPU Jeruk Purut". Antara. 30 Maret 2007. Diarsipkan dari versi asli
tanggal 2011-12-01. Diakses tanggal 1 Desember 2011.
"Chrisye Idap Kanker Paru". Gatra. 26 Agustus 2005. Diarsipkan dari versi asli tanggal
2012-02-25. Diakses tanggal 1 Desember 2011.
"Chrisye Meninggal Dunia, Dunia Musik Indonesia Berduka". Antara. 30 Maret 2007.
Diarsipkan dari versi asli tanggal 2011-12-01. Diakses tanggal 1 Desember 2011.
"Chrisye: Menjadi Penyanyi Bukan Pilihan". Kompas. 17 Oktober 1993. hlm. 7.
"Chrisye: Sakit Setiap Berkarya". Kompas. 16 Agustus 1992. hlm. 7.
"Dari 'Resesi' Sampai 'Lilin-Lilin Kecil' ". Kompas. 21 Agustus 1994. hlm. 1.
Djati, Aryono Huboyo (22 Agustus 2008). "Lagu Rahasia Yoyo-Chrisye". Gatra. Diarsipkan
dari versi asli tanggal 2011-12-28. Diakses tanggal 28 Desember 2011.
"Finalis LCLR Prambors 1979". Kompas. 22 April 1979. hlm. 5.
Hariyadi, Mathias (23 Oktober 1998). "AMI '98, Pesta Chrisye dkk". Kompas. hlm. 15.
Hariyadi, Mathias; Redana, Bre; Mulyadi, Efix (20 September 1998). "Lebih Jauh dengan
Chrisye". Kompas. hlm. 2.
"Ilmu Baru Chrisye". Gatra. 29 Oktober 2004. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2011-12-28.
Diakses tanggal 28 Desember 2011.
Ivvaty, Susi (1 April 2007). "Konser "Badai Pasti Berlalu" yang Mengingatkan". Kompas.
hlm. 31.
"Kondisi Menurun Chrisye". Gatra. 25 Februari 2007. Diarsipkan dari versi asli tanggal
2011-12-28. Diakses tanggal 28 Desember 2011.
KS, Theodore (30 April 2007). "Mengenang Chrisye: Musisi Kaya Diskografi". Kompas.
hlm. 40.
Kurniasari, Triwik (22 November 2009). "Alberthiene Endah: Life, She wrote" [Alberthiene
Endah: Kehidupan, Dia Tuliskan]. The Jakarta Post (dalam bahasa Inggris). Diarsipkan dari
versi asli tanggal 2011-12-01. Diakses tanggal 1 Desember 2011.
Kurniasari, Triwik (6 Juni 2010). "A lesson from a musical legend" [Suatu Pelajaran dari
Musisi Legendaris] (dalam bahasa Inggris). Diarsipkan dari versi asli tanggal 2011-12-01.
Diakses tanggal 1 Desember 2011.
"Lagu Rahasia Chrisye Dirilis". Gatra. 22 Agustus 2008. Diarsipkan dari versi asli tanggal
2012-02-25. Diakses tanggal 1 Desember 2011.
Lopulalan, Benito (4 Maret 2009). "Warming Up for Java Jazz" [Bersiap untuk Java Jazz].
The Jakarta Globe (dalam bahasa Inggris). Diarsipkan dari versi asli tanggal 2011-12-28.
Diakses tanggal 28 Desember 2011.
"Musica: Kami Lalai". Gatra. 3 Desember 2004. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2012-01-
04. Diakses tanggal 4 Januari 2012.
"Musik Pop dan Film". Kompas. 29 Agustus 2004. hlm. 35.
"Nama dan Peristiwa: Album Kompilasi Chrisye". Kompas. 11 September 2006. hlm. 16.
"Nama dan Peristiwa: Chrisye". Kompas. 27 Mei 1978. hlm. 6.
"Nama dan Peristiwa: Chrisye". Kompas. 12 Agustus 1979. hlm. 5.
"Nama dan Peristiwa: Chrisye". Kompas. 12 Desember 1982. hlm. 5.
"Nama dan Peristiwa: Chrisye". Kompas. 31 Juli 1994. hlm. 8.
"Nama dan Peristiwa: Chrisye". Kompas. 7 April 1996. hlm. 8.
"Napak Tilas Chrisye". Kompas. 12 Agustus 2008. hlm. 31.
"Nge-Rap Gaya Chrisye". Gatra. 11 Februari 2005. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2011-
12-28. Diakses tanggal 28 Desember 2011.
Pattisina, Edna C. (1 April 2007). "Dia Berjingkrak di Balik Panggung". Kompas. hlm. 31.
"PON XV: Pengisi Acara Pembukaan Guruh Soekarnoputra". Kompas. 20 Juni 2000.
hlm. 17.
Rakaryan S. (1 Desember 1997). "Chrisye: Pintar-Pintar Kitalah". Kompas. hlm. 1.
"Royalty system in the country's music industry" [Sistem Royalti dalam Industri Musik
Indonesia]. The Jakarta Post (dalam bahasa Inggris). 30 Januari 2000. Diarsipkan dari versi
asli tanggal 2011-12-28. Diakses tanggal 28 Desember 2011.
Sartono, Frans (1 April 2007). "Chrisye: Dari Lilin Kecil ke Badai". Kompas.
"Sensasi Bulan Sabit Chrisye". Kompas. 13 Juli 2003. hlm. 1.
Siahaan, Marlina Marianna (30 Maret 2007). "Chrisye Dimakamkan, Pencopet Beraksi".
Tempo. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2011-12-28. Diakses tanggal 28 Desember 2011.
Suryanto, ed. (26 Mei 2007). "Chrisye Dapat Penghargaan Khusus SCTV Awards". Antara.
Diarsipkan dari versi asli tanggal 2011-12-28. Diakses tanggal 28 Desember 2011.
"Video Clip Chrisye akan Direvisi". Gatra. 4 Juli 2001. Diarsipkan dari versi asli tanggal
2011-12-28. Diakses tanggal 28 Desember 2011.
"Wajah Lama Energi Baru". Kompas. 19 Oktober 2003. Diarsipkan dari versi asli tanggal
2007-09-29. Diakses tanggal 5 Januari 2012.

Sumber internet

"Classic Chrisye: A Night to Remember". Rolling Stone Indonesia. a&e Media. 9 Februari
2011. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2011-12-28. Diakses tanggal 28 Desember 2011.
Damayanti, Irina; Windratie (13 Oktober 2009). "Konser Classical Chrisye, A Night to
Remember". Viva News. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2011-12-28. Diakses tanggal
28 Desember 2011.
Djarot, Erros (8 Februari 2011). "The Immortals : 25 Artis Indonesia Terbesar Sepanjang
Masa". Rolling Stone Indonesia. a&e Media. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2011-12-01.
Diakses tanggal 1 Desember 2011.
"Senyawa". Musica Studios. September 2004. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2012-01-04.
Diakses tanggal 4 Januari 2012.

Diperoleh dari "https://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Chrisye&oldid=21631132"

Anda mungkin juga menyukai