Anda di halaman 1dari 14

Æthelflæd

Æthelflæd atau Aethelflaed (lahir ca. 870 – meninggal


12 Juni 918) adalah penguasa Mercia di daerah tengah Æthelflæd
Inggris sejak 911 hingga akhir hayatnya. Ia adalah putri
sulung Raja Wessex Alfred Agung dan istrinya
Ealhswith. Æthelflæd lahir pada saat puncak serangan-
serangan Viking ke tanah Inggris, yang ketika itu
terbagi menjadi sejumlah kerajaan termasuk Wessex
dan Mercia. Pada 878, sebagian besar Inggris telah
dikuasai bangsa Viking dari Denmark: Kerajaan Anglia
Timur dan Northumbria telah ditaklukkan, dan Mercia
terbagi dua, bagian timur dikuasai Viking dan bagian
barat dikuasai bangsa Inggris. Namun, pada 878 Alfred
mengalahkan pasukan Viking dalam sebuah
pertempuran penting di Edington. Tak lama setelah itu,
bagian barat Mercia jatuh ke tangan Æthelred, yang
bergelar Tuan Bangsa Mercia dan menyatakan dirinya
sebagai bawahan Alfred. Alfred lalu menggelari dirinya
"Raja Bangsa Anglo-Saxon", mengklaim dirinya Æthelflæd (dari Kartularium dan Kebiasaan
sebagai pemimpin seluruh bangsa Inggris di luar Keabbasan Abingdon, sekitar tahun 1220)
wilayah kekuasaan Viking. Pada pertengahan 880-an, Puan Bangsa Mercia
Alfred memperkuat persekutuan antara Mercia dan Berkuasa 911–918 M
Wessex dengan menikahkan putrinya Æthelflæd
dengan Æthelred. Pendahulu Æthelred
Penerus Ælfwynn
Æthelred berperan penting dalam melawan serangan-
serangan Viking pada tahun 890an, bersama dengan Lahir ca. 870
adik Æthelflæd, Edward, yang kelak menjadi raja.
Wafat 12 Juni 918
Æthelred dan Æthelflæd memperkuat pertahanan
Tamworth, Staffordshire
Worcester, memberikan banyak sumbangan kepada
gereja-gereja Mercia, dan membangun sebuah gereja Pemakaman Priorat St Oswald, Gloucester
minster baru di Gloucester. Kondisi kesehatan Æthelred Wangsa Wessex
kemungkinan memburuk pada awal dasawarsa 900-an,
dan setelah itu Æthelflæd agaknya memegang kendali Ayah Alfred Agung
pemerintahan Mercia. Edward menggantikan Alfred Ibu Ealhswith
sebagai Raja Bangsa Anglo-Saxon pada 899, dan pada Pasangan Æthelred
909 ia mengirim pasukan gabungan Wessex dan Mercia
untuk menyerang Danelaw (tanah Inggris yang dikuasai Anak Ælfwynn
Viking) bagian utara. Pasukan ini pulang membawa
jasad Oswald, raja dan santo Northumbria, yang kemudian ditranslasikan ke gereja baru di Gloucester.
Æthelred meninggal pada 911 dan digantikan oleh Æthelflæd sebagai penguasa Mercia, dengan gelar
"Puan Bangsa Mercia". Menurut sejarawan Ian Walker, jatuhnya takhta Mercia ke tangan seorang wanita
ini adalah "salah satu peristiwa paling unik dalam sejarah abad pertengahan awal".

Pada tahun 910-an, Æthelflæd bersama Edward memperluas jaringan burh (kota benteng) yang dibangun
Alfred. Æthelflæd membangun dan memperkuat pertahanan di berbagai kota, termasuk Bridgnorth,
Tamworth, Staffordshire, Stafford, Warwick, Chirbury, dan Runcorn. Pada 917 ia mengirim tentara yang
berhasil merebut Derby, kota pertama dari lima kota penting Viking di Mercia yang berhasil dikuasai
kembali oleh bangsa Inggris. Peristiwa ini dianggap sebagai "kemenangan terbesar" Æthelflæd oleh
sejarawan Tim Clarkson. Pada 918, Leicester menyerah kepada Æthelflæd tanpa perlawanan. Tak lama
kemudian, para pemimpin Viking di Jorvik menawarkan untuk tunduk kepadanya, tetapi Æthelflæd
meninggal pada 12 Juni 918 sebelum dapat menindaklanjuti tawaran tersebut. Beberapa bulan kemudian
Edward menyelesaikan penaklukan daerah Mercia yang diduduki Viking. Æthelflæd digantikan oleh
putrinya, Ælfwynn, tetapi pada Desember tahun yang sama Edward mengambil alih kekuasaan atas Mercia
dan memindahkan Ælfwynn ke Wessex.

Para sejarawan berbeda pendapat tentang status kemerdekaan Mercia di bawah Æthelred dan Æthelflæd,
tetapi kebanyakan sependapat bahwa Æthelflæd adalah pemimpin besar yang berperan penting dalam
penaklukan Danelaw. Ia dipuji oleh para penulis kronik Inggris zaman Norman seperti William dari
Malmesbury, yang menyebutnya "sumber kebahagiaan rakyatnya, ketakutan musuhnya, dan seorang
wanita berjiwa besar." Menurut Pauline Stafford, "seperti ... Elizabeth I ia menjadi sesosok yang
menakjubkan." Dalam pandangan Nick Higham, penulis abad pertengahan maupun modern amat terpikat
oleh Æthelflæd sampai-sampai menyebabkan berkurangnya reputasi adiknya, Edward, di kalangan
sejarawan.

Latar belakang
Dalam beberapa abad setelah invasi dan
bermukimnya bangsa Anglo-Saxon di tanah
Inggris, bangsa pemukim tersebut mulai
membentuk identitas baru sebagai "Bangsa
Inggris" meskipun mereka terbagi menjadi
sejumlah kerajaan.[1] Di antara kerajaan-kerajaan
tersebut, Mercia adalah yang terkuat di Inggris
bagian selatan sejak abad ke-8 hingga dikalahkan
Wessex dalam pertempuran Ellandun pada 825.
Setelah pertempuran tersebut, kedua kerajaan ini
menjalin persekutuan dan Wessex memiliki posisi
yang lebih dominan. Persekutuan ini menjadi
faktor penting dalam perlawanan bangsa Inggris
terhadap Bangsa Viking.[2]

Pada 865, pasukan besar Viking (dijuluki


"Tentara Besar Tak Beriman" oleh Bangsa
Inggris yang Kristen) mendarat di Anglia Timur
dan mulai melancarkan serangan. Anglia Timur
terpaksa membayar mereka untuk menghindari
perang, dan pada tahun berikutnya Bangsa Viking
ganti menyerang Northumbria dan mengangkat
Inggris pada 878, menunjukkan daerah kekuasaan
Ecgberht untuk menjadi raja boneka di kerajaan
Viking (Danelaw), kerajaan-kerajaan Inggris termasuk
tersebut. Lalu mereka bergerak kembali ke
Mercia dan Wessex, serta tanah-tanah bangsa Keltik.
Mercia, dan berada di sana selama akhir 867 dan
awal 868. Raja Mercia, Burgred, bergabung
dengan raja Wessex Æthelred dan adiknya Alfred (kelak Raja Alfred Agung) untuk bersama-sama
menyerang pasukan Viking. Pasukan Viking bertahan di wilayah Mercia tetapi menghindari pertempuran
langsung, dan akhirnya Mercia harus membayar mereka demi perdamaian. Pada 869, pasukan Viking
menaklukkan Anglia Timur.[3] Pada tahun 874, Raja Burgred diusir oleh pasukan Viking dan digantikan
oleh Ceolwulf II yang didukung Viking. Pada 877, pasukan Viking membagi Mercia menjadi dua,
menguasai bagian timurnya dan meninggalkan bagian barat di bawah kekuasaan Ceolwulf. Menurut
Kronik Anglo-Saxon, Ceolwulf adalah seorang pemimpin boneka yang patuh kepada Viking. Namun,
sejarawan Ann Williams menganggap pandangan ini tidak tepat, dan Ceolwulf diterima sebagai raja yang
sesungguhnya oleh rakyat Mercia dan oleh Alfred.[4] Situasi ini baru berubah setelah kemenangan Alfred
atas pasukan Viking dalam pertempuran Edington (878).[5]

Tidak ada catatan sejarah mengenai Ceolwulf setelah 879. Kekuasaan atas bagian barat Mercia berpindah
ke tangan Æthelred yang kelak menjadi suami Æthelflæd, yang hanya memiliki gelar "Tuan", bukan
"Raja" seperti penguasa Mercia sebelumnya. Nama Æthelred pertama kali tercatat pada tahun 881, ketika ia
memimpin serangan Mercia terhadap Kerajaan Gwynedd di Wales (menurut sejarawan Thomas Charles-
Edwards). Pada 883, ia membuat sebuah piagam dengan mengutip izin Alfred, dan dengan ini
menunjukkan statusnya sebagai bawahan raja Wessex tersebut. Pada 886, Alfred berhasil merebut London,
kota Mercia yang dikuasai Viking. Ia lalu menyerahkan London kepada Æthelred, dan menurut para
penulis Wessex, perwakilan seluruh Bangsa Inggris di luar kekuasaan Viking menyatakan tunduk pada
Alfred dalam sebuah upacara di kota itu. Pada tahun 890-an, Æthelred dan putra Alfred, Edward, terlibat
banyak pertempuran melawan serangan Viking.[6] Alfred meninggal pada tahun 899, digantikan oleh
putranya Edward, walaupun takhta Wessex juga diklaim oleh sepupunya Æthelwold, putra dari kakak
Alfred yaitu Raja Æthelred. Ketika Æthelwold tidak mendapat banyak dukungan di dalam Wessex, ia
bergabung dengan pasukan Viking dan melancarkan pemberontakan yang kelak baru berakhir saat ia tewas
dalam pertempuran pada tahun 902.[7]

Sumber sejarah
Sumber sejarah terpenting untuk Inggris semasa hidup Æthelflæd adalah Kronik Anglo-Saxon, tetapi
Æthelflæd sering diabaikan dalam kronik edisi Wessex. Menurut F. T. Wainwright, ini adalah hasil
"konspirasi pembungkaman" oleh adik Æthelflæd, Raja Edward, yang tidak ingin pencapaian kakaknya
dibesar-besarkan dan berpotensi menjadi simbol untuk memperjuangkan kemerdekaan Mercia.[8] Uraian
singkat mengenai tindakan-tindakan Æthelflæd tertulis di edisi Kronik yang pro-Mercia, yang disebut juga
Catatan Mercia atau Tawarikh Æthelflæd. Edisi ini kini sudah hilang, tetapi beberapa unsur yang berasal
dari edisi ini dimasukkan ke dalam beberapa edisi Kronik Anglo-Saxon yang masih ada. Catatan Mercia
meliput kejadian dari tahun 902 hingga 924 dan banyak membahas tindakan-tindakan Æthelflæd; adiknya
Edward jarang disebutkan dan suaminya Æthelred hanya disebutkan dua kali: pada saat kematiannya dan
sebagai ayah dari putri mereka. Kiprah Æthelflæd juga terekam dalam sebuah kronik bangsa Irlandia yang
kini dikenal dengan nama Tiga Fragmen. Menurut Wainwright, karya ini "mengandung lebih banyak
legenda daripada sejarah. Tetapi [Tiga Fragmen] juga mengandung, terutama untuk masa sekarang, banyak
informasi sejarah sahih yang berasal dari kisah-kisah kontemporer."[9] Æthelflæd dipuji oleh penulis kronik
Inggris dari zaman Norman, seperti William dari Malmesbury serta John dari Worcester,[10] dan banyak
dibahas kalangan sejarawan melebihi wanita-wanita lain dari Inggris zaman Anglo-Saxon.[11]

Keluarga
Æthelflæd lahir pada sekitar tahun 870, anak pertama dari Raja Wessex Alfred Agung dan istrinya
Ealhswith, putri dari Æthelred Mucel, seorang ealdorman atau bangsawan utama dari suku Gaini dari
Mercia.[a] Ibunda Ealhswith, Eadburh, berasal dari keluarga kerajaan Mercia, kemungkinan keturunan dari
Raja Coenwulf (796–821).[14] Dengan silsilah ini, Æthelflæd berdarah setengah Mercia dan pernikahannya
dengan Æthelred, Tuan Bangsa Mercia, memperkuat hubungan persekutuan antara Mercia dan Wessex.[15]
Pasangan ini disebutkan dalam surat wasiat Alfred dari tahun 880-an. Menurut wasiat ini, Æthelflæd
(disebut sebagai "putri sulungku" tanpa nama) menerima sebidang tanah dan 100 mancus, sedangkan
Æthelred, satu-satunya ealdorman yang disebutkan namanya, menerima sebuah pedang senilai 100
mancus.[16] Æthelflæd pertama kali tercatat sebagai istri Æthelred dalam sebuah piagam dari tahun 887,
yang menganugerahkan dua bidang tanah kepada Keuskupan Worcester, dan nama "Æthelflæd conjux"
("Æthelflæd sang istri") ikut dibubuhkan untuk mengesahkan dokumen tersebut. Pernikahan mereka
mungkin sudah dilangsungkan sebelumnya, kemungkinan saat Æthelred menyatakan ketundukannya pada
Alfred setelah penaklukan London pada 886.[17] Æthelflæd berusia jauh lebih muda dibanding suaminya,
dan mereka memiliki sekurangnya seorang putri yang bernama Ælfwynn. Æthelstan, putra sulung Edward
yang kelak menjadi raja Inggris, dibesarkan di rumah tangga mereka. Menurut Martin Ryan, Æthelstan
dapat dipastikan ikut berperang melawan Bangsa Viking bersama Æthelred dan Æthelflæd.[12][18]

Silsilah Æthelred tidak diketahui dengan pasti. Richard Abels menyebutnya "karakter yang agak misterius",
yang bisa jadi berdarah raja dan merupakan kerabat Ealdorman Æthelred Mucel, mertua Alfred.[19]
Menurut Ian Walker: Ia adalah seorang bangsawan berdarah raja yang basis kekuasannya berada di barat
daya Mercia, di bekas wilayah kerajaan Hwicce, sekitar Gloucester.[20] Alex Woolf menyebut bahwa ia
mungkin anak dari Raja Burgred dan istrinya, Æthelswith (saudari Alfred). Masalah dari teori ini adalah
jika benar, berarti Æthelflæd dan Æthelred adalah sepupu, sedangkan Gereja Katolik Roma kala itu
melarang pernikahan antar sepupu.[21]

Berkuasa dengan Æthelred


Dibandingkan daerah-daerah Inggris lainnya pada zaman serangan Viking, sebagian besar daerah Mercia
yang dikuasai Æthelred (Gloucestershire, Worcestershire, Herefordshire dan Shropshire) relatif stabil.
Kerajaan ini tidak mengalami serangan besar Viking maupun banyak tekanan dari tetangganya Wessex.[22]
Para cendikiawan Wessex harum namanya di kalangan istana Alfred maupun Edward.[23] Kota Worcester
dapat menjaga banyak tradisi intelektual dan keagamaan, dan bersama dengan kota Gloucester menjadi
pusat kebangkitan budaya Mercia di bawah kekuasaan Æthelred dan Æthelflæd. Kebangkitan budaya ini
menyebar ke daerah yang kurang stabil seperti Staffordshire dan Cheshire. Peninggalan-peninggalan
piagam menunjukkan bahwa Æthelred dan Æthelflæd mendukung kebangkitan budaya ini dengan banyak
menyumbang ke biara-biara.[24] Pada tahun 883, Æthelred menganugerahkan hak-hak istimewa untuk
Keabasan Berkeley dan pada tahun 890-an, ia dan Æthelflæd mengeluarkan piagam penganugerahan untuk
gereja Worcester. Ini adalah satu-satunya tindakan resmi atas nama kedua pasangan ini semasa Alfred
masih hidup; biasanya Æthelred bertindak atas namanya sendiri saja dengan mengutip izin dari Alfred.
Æthelflæd tercatat sebagai saksi piagam-piagam yang dibuat Æthelred pada tahun 888, 889 dan 896.[25]
Pada 901, Æthelflæd dan Æthelred menyumbangkan tanah dan sebuah cawan emas seberat 30 mancus
kepada tempat ibadah untuk menghormati Santa Mildburh di Gereja Much Wenlock.[26]

Menjelang akhir abad ke-9, Æthelred dan Æthelflæd


memperkuat pertahanan Worcester dengan izin Alfred dan
atas permintaan Werferth, Uskup Worcester (yang disebut
"teman" oleh pasangan tersebut). Mereka juga memberikan
separuh dari hak-hak ketuanan terkait kota Worcester kepada
gereja kota itu, termasuk pendapatan dari sewa tanah
maupun pendapatan dari pengadilan, dan sebagai gantinya
komunitas katedral tersebut berjanji akan mempersembahkan Piagam S 221 bertahun 901: Æthelred dan
sebuah mazmur kepada pasangan tersebut tiga kali sehari, Ætheflæd menyumbangkan tanah dan
cawan emas untuk Gereja Much
serta sebuah misa dan tiga puluh kali mazmur setiap Sabtu,
yang akan dilakukan selamanya. Sebelumnya, hak ketuanan Wenlock.[27]
atas Worcester dimiliki sepenuhnya oleh gereja, sehingga
tindakan ini merupakan permulaan berpindahnya kekuasaan
dari pihak gereja ke pihak sekuler di kota ini. Pada 904, Uskup Werferth menyewakan tanah di kota
tersebut kepada Æthelred dan Æthelflæd, dengan jangka waktu seumur hidup mereka dan umur putri
mereka Ælfwynn. Tanah ini bernilai tinggi dan termasuk hampir seluruh daerah pinggir sungai yang
strategis untuk perdagangan di kota itu, dan dengan tanah ini para penguasa Mercia dapat mendominasi dan
mengambil keuntungan dari Worcester.[28]
Kondisi kesehatan Æthelred kemungkinan mulai memburuk dalam beberapa tempo setelah meninggalnya
Alfred pada 899, dan Æthelflæd bisa jadi telah menjadi penguasa tunggal de facto di Mercia sejak 902.[b]
Menurut dokumen Tiga Fragmen, pada suatu saat orang-orang Viking Norwegia terusir dari Dublin dan
kemudian menyerang Wales. Setelah serangan terhadap Wales gagal, mereka memohon kepada Æthelflæd
(ketika suaminya sakit), untuk diizinkan tinggal di dekat Chester. Æthelflæd menyetujuinya dan untuk
sementara waktu orang-orang Viking bertindak dengan damai. Orang-orang Viking Norwegia ini
kemudian bergabung dengan pasukan Viking Denmark dan mereka bersama-sama menyerang Chester.
Serangan ini gagal karena Æthelflæd telah memperkuat pertahanan kota itu, dan Æthelflæd beserta suami
berhasil membujuk orang Irlandia yang tergabung dalam pasukan Viking untuk membelot. Sumber-sumber
lain menyebutkan bahwa terusirnya Viking Norwegia dari Dublin terjadi pada 902 dan perbaikan
pertahanan Chester oleh Æthelflæd terjadi pada 907.[33] Æthelflæd mengubah status kota itu menjadi
sebuah burh atau kota benteng dan diyakini memperkuat pertahanannya dengan membangun tembok yang
menghubungkan bagian barat laut maupun tenggara benteng peninggalan Romawi di kota itu dengan
Sungai Dee.[34] Simon Ward, yang telah menggali situs peninggalan Anglo-Saxon di Chester, menganggap
bahwa kemajuan yang kelak dicapai Chester tak lepas dari perencanaan Æthelflæd maupun Edward.[35]

Pada 909, Edward mengirim pasukan Wessex dan Mercia ke


bagian utara Danelaw (tanah Inggris yang dikuasai Viking), dan
mereka melancarkan serangan selama lima pekan.[36] Pasukan ini
berhasil merebut jasad Santo Oswald dari Northumbria dari
Keabbasan Bardney di Lincolnshire dan memindahkannya ke
Gloucester.[12] Pada akhir abad ke-9, Gloucester telah menjadi
burh dengan susunan jalan-jalan seperti Winchester, dan Æthelred
bersama Æthelflæd telah memperbaiki sistem pertahanannya yang
berasal dari zaman Romawi. Pada tahun 896, witan (majelis
kerajaan) Mercia diadakan di Kingsholm, dekat Gloucester.[37]
Æthelred dan Æthelflæd juga membangun sebuah minster (gereja
biara) di Gloucester, yang walaupun kecil tetapi dihiasi dengan
indah dan dilengkapi dengan pahatan.[38] Bangunan tersebut
awalnya didedikasikan untuk Santo Petrus tetapi setelah datangnya
jasad Santo Oswald pada 909, Æthelflæd memerintahkan translasi
relikui tersebut dari Bardney ke minster baru di Gloucester, yang
Kondisi Inggris pada sekitar 910,
kemudian dinamakan Priorat Santo Oswald untuk menghormati
menjelang kematian Æthelred (911).
orang suci tersebut.[12] Adanya relikui atau jasad ini meningkatkan
reputasi gereja tersebut, mengingat Oswald adalah seorang raja dan
salah satu santo terpenting dalam sejarah awal Kekristenan Bangsa
Anglo-Saxon. Keputusan untuk mentranslasikan sisa jasad ini ke Gloucester menunjukkan pentingnya
posisi kota tersebut di mata Æthelred dan Æthelflæd, dan kelak mereka dimakamkan di Gereja Santo
Oswald tersebut.[39] Simon Keynes menyebut bahwa Gloucester adalah pusat kekuasaan pasangan ini dan
Carolyn Heighway berpendapat bahwa pendirian gereja ini merupakan proyek keluarga yang dianjurkan
oleh Alfred dan didukung oleh Edward dan Uskip Werferth.[40][41] Heighway dan Michael Hare menulis:

Saat ilmu pengetahuan dan agama Bangsa Inggris mencapai titik nadirnya, Mercia dan
khususnya kawasan hilir lembah Severn tetap menjaga tradisi pembelajaran. Pembangunan
minster baru di Glocester oleh Æthelred dan Æthelflæd haruslah dilihat dari konteks ini.[42]

Mercia memiliki tradisi menghormati santo-santo dari golongan keluarga raja di masa lalu, dan Æthelred
bersama Æthelflæd amat mendukung tradisi ini.[43] Relikui orang-orang suci dipercayai melegitimasi para
penguasa. Pendirian minster di Chester dan pemindahan jasad putri Mercia Santa Werburh ke Chester dari
Hanbury di Staffordshire kemungkinan dilakukan atas perintah Æthelflæd. Ia juga agaknya memerintahkan
translasi relikui Ealhmund, seorang pangeran martir Northumbria, dari Derby ke Shrewsbury.[44]

Pada 910, tentara Viking melakukan serangan balasan dengan menyerang Mercia hingga ke daerah
Bridgnorth di Shropshire. Dalam perjalanan pulang, pasukan ini dihadang tentara Inggris di Staffordshire
dan berhasil dihancurkan dalam Pertempuran Tettenhall. Kekalahan besar pasukan Viking ini membuka
jalan menuju kembalinya daerah Midlands dan Anglia Timur ke tangan bangsa Inggris pada dasawarsa
berikutnya.[36]

Puan Bangsa Mercia


Setelah suaminya mangkat pada 911, Æthelflæd menjadi penguasa
Æthelflæd dengan sebutan Myrcna hlædig ("Puan Bangsa Mercia", Inggris
Modern: Lady of the Mercians).[12] Ian Walker menyebut berpindahnya
takhta sebuah kerajaan Anglo-Saxon ke seorang penguasa wanita ini
sebagai "salah satu peristiwa paling unik dalam sejarah abad pertengahan
awal."[46] Di Wessex, para wanita dari keluarga kerajaan biasanya tidak
memiliki peran politik. Ealhswith, istri Alfred, tidak diberi gelar ratu dan
tidak pernah bertindak sebagai saksi untuk piagam-piagam kerajaan.
Namun di Mercia, Æthelswith, saudari Alfred dan istri Raja Burgred,
sering menjadi saksi piagam-piagam sebagai seorang ratu dan
mengeluarkan piagam bersama dengan suaminya atau bahkan atas
namanya sendiri. Æthelflæd memanfaatkan dan melanjutkan tradisi
pentingnya seorang ratu di Mercia, dan ia memiliki peran penting di
kerajaan tersebut sebagai Puan Bangsa Mercia, kedudukan yang bisa
dibilang mustahil jika ia berada di Wessex.[47]
Patung Æthelflæd bersama
keponakannya Æthelstan di
Saat Æthelred meninggal, Edward mengambil alih kota London dan
Tamworth, didirikan tahun
Oxford beserta daerah sekitarnya dari tangan Mercia.[12] Ian Walker
1913 untuk memperingati
berpendapat bahwa Æthelflæd menerima hal ini dengan syarat adiknya
1.000 tahun pembangunan
tersebut mengakui kekuasaannya di Mercia.[48] Semasa hidupnya, Alfred pertahanan kota ini oleh
membangun jaringan burh atau kota-kota benteng untuk pertahanan
Æthelflæd.[45]
Wessex, dan kini Edward bersama Æthelflæd memperbesarnya dengan
memperkuat pertahanan dan membangun pangkalan untuk menyerang
kaum Viking.[12] Menurut Frank Stenton, pada masa pemerintahannya, Æthelflæd merencanakan
ekspedisi-ekspedisi militer dan memimpin sendiri tentara Mercia yang dikirim. Ia berkomentar bahwa
"dengan mengandalkan kepengurusan [Æthelflæd] di Mercia ... [Edward] menjadi bebas untuk mulai maju
melawan Bangsa Denmark di Inggris bagian selatan, yang merupakan ciri paling menonjol dalam
pemerintahannya."[49]

Æthelflæd telah memperkuat pertahanan di Bremesburh (kini lokasinya tidak diketahui) pada 910, dan
membangun pertahanan di Bridgnorth pada 912 untuk mengawasi penyeberangan Sungai Severn.[12] Pada
913, ia membangun benteng di Tamworth untuk menghadapi para Viking Denmark di Leicester, dan di
Stafford sebagai pertahanan dari arah Lembah Trent. Pada 914, tentara Mercia yang berasal dari Gloucester
dan Hereford berhasil menghadang invasi Viking dari Bretagne (kini di barat laut Prancis), dan benteng
bukit Eddisbury yang berasal dari zaman besi diperbaiki untuk menjadi pertahanan terhadap serangan dari
arah Northumbria atau Cheshire. Kota Warwick juga diperkuat sebagai pertahanan melawan Viking
Denmark di Leicester. Pada 914, struktur pertahanan juga dibangun di Hereford, dan mungkin juga
Shrewsbury dan dua benteng lain, "Scergeat" serta "Weardbyrig", yang lokasinya tidak diketahui saat ini.
Pada 915, pertahanan Chirbury juga diperkuat untuk mengantisipasi rute serangan dari Wales dan Runcorn
di Sungai Mersey.[50]
Pada 917, Æthelflæd menggagalkan invasi tiga pasukan besar Viking dengan mengirim tentara untuk
merebut Derby dan daerah sekitarnya. Kota tersebut merupakan salah satu dari lima kota Viking terpenting
di Mercia, bersama dengan Leicester, Lincoln, Nottingham dan Stamford. Derby merupakan kota pertama
dari lima kota ini yang jatuh ke tangan Bangsa Inggris.[12] Tim Clarkson, yang menyebut Æthelflæd
"terkenal sebagai pemimpin perang yang cakap", menganggap kemenangan di Derby ini sebagai
kemenangan terbesar Æthelflæd.[51] Pada akhir 917, Bangsa Denmark di Anglia Timur ditundukkan oleh
Edward. Pada awal 918, Æthelflæd menguasai Leicester tanpa menghadapi perlawanan, dan tentara Viking
Denmark setempat menyerah padanya. Beberapa bulan kemudian, para pemimpin Viking Denmark di
Jorvik (kerajaan Viking di selatan Northumbria) menawarkan untuk tunduk pada Æthelflæd, mungkin agar
bisa meminta dukungannya melawan serangan Viking Norwegia dari Irlandia, tetapi Æthelflæd meninggal
pada 12 Juni 918 sebelum tawaran ini ditindaklanjuti. Tidak ada tawaran serupa yang diketahui diberikan
kepada Edward.[52] Menurut Tiga Fragmen, pada 918 Æthelflæd memimpin tentara berbangsa Skotlandia
dan Inggris Northumbria melawan pasukan Viking Norwegia yang dipimpin Ragnall ua Ímair dalam
pertempuran Corbridge di Northumbria. Para sejarawan menganggap kecil kemungkinan bahwa Æthelflæd
benar-benar terlibat langsung dalam pertempuran ini, tetapi bisa jadi ia memang mengirim pasukan yang
menjadi bagian tentara Inggris. Kedua pihak menyatakan diri sebagai pemenang pertempuran, tetapi
Ragnall yang selanjutnya berhasil menjadi penguasa Northumbria.[53] Tiga Fragmen juga mencatat bahwa
Æthelflæd membangun pakta pertahanan dengan bangsa Skotlandia dan suku Briton dari Strathclyde, dan
Clarkson menganggap catatan ini dapat diterima.[54]

Hubungan antara Æthelflæd dengan bangsa Wales tidak banyak diketahui. Satu-satunya peristiwa yang
tercatat adalah ekspedisi yang dikirim Æthelflæd ke Wales untuk membalas pembunuhan seorang abbas
Mercia beserta rombongannya. Pasukan Æthelflæd menghancurkan crannog (istana danau) kerajaan
Brycheiniog di Danau Llangorse dan menawan ratunya beserta 23 anggota rombongannya.[55] Menurut
versi Kronik Anglo-Saxon yang pro-Edward, setelah kematian Æthelflæd, raja-raja kecil di Wales,
disebutkan bernama Hywel, Clydog, dan Idwal, maupun "seluruh bangsa Wales" ingin agar Edward
menjadi raja mereka. Hywel Dda adalah raja Dyfed di Wales barat daya, Clydog ap Cadell mungkin adalah
raja Powys di Wales tenggara, dan Idwal ab Anarawd adalah raja Gwynedd di barat laut. Sebuah kerajaan
Wales lainnya, Gwent di daerah tenggara, telah berada di bawah naungan Wessex. Menurut Charles-
Edward, catatan di atas mengenai kerajaan-kerajaan Wales lainnya menujukkan bahwa kerajaan-kerajaan
tersebut berada di bawah naungan Mercia sebelum Edward menguasai Mercia pascakematian
Æthelflæd.[56]

Tidak ada koin yang mencantumkan nama Æthelred maupun Æthelflæd, tetapi koin-koin perak yang
dicetak di Mercia bagian barat pada tahun 910-an memiliki desain hiasan yang tidak biasa di bagian
belakangnya. Hal ini mungkin menunjukkan keinginan Æthelflæd membedakan mata uang yang dari
wilayahnya dengan mata uang dari wilayah Edward. Setelah meninggalnya Æthelflæd, bagian belakang
koin-koin di Mercia barat kembali sama dengan koin-koin yang dicetak di Wessex.[57]

Kematian dan kejadian selanjutnya


Æthelflæd meninggal di Tamworth pada 12 Juni 918 dan jenazahnya dibawa sekitar 120 kilometer ke
Gloucester untuk dimakamkan bersama suaminya di Minster Santo Oswald, yang mereka bangun
bersama.[12] Menurut Catatan Mercia, ia dikuburkan di porticus (ruang kecil) di timur gereja tersebut.
Sebuah bangunan yang mungkin adalah mausoleum seorang raja ditemukan dalam penelitian arkeologi di
ujung timur gereja ini, dan mungkin merupakan makam Santo Oswald. Jika benar, makam Æthelred dan
Æthelflæd terletak di tempat yang sangat terhormat karena berada di sebelah tempat persemayaman seorang
santo. William dari Malmesbury menulis bahwa makam mereka justru ditemukan di porticus selatan selama
proyek pembangunan di awal abad ke-12. Ada kemungkinan bahwa William mendapat informasi yang
salah, dan kemungkinan lain adalah bahwa makam pasangan ini dipindahkan posisinya karena mereka
menjadi tidak terlalu dikenal seiring perjalanan waktu, atau
karena raja-raja Inggris selanjutnya berusaha mengurangi
tingginya kehormatan yang diberikan kepada pasangan
Mercia ini.[58]

Pilihan tempat pemakaman ini memiliki nilai simbolis.


Victoria Thompson berpendapat bahwa jika Æthelflæd
memilih mausoleum milik Edward di Winchester sebagai
tempat pemakamannya dan suaminya, pilihan ini dapat
menonjolkan status Mercia sebagai bawahan Wessex,
sedangkan pilihan yang lebih sesuai adat raja-raja Mercia Arka dari abad ke-12 dan ke-13 di Priorat St
seperti Repton dapat dianggap sebagai tindakan provokasi Oswald, tempat pemakaman Æthelflæd dan
separatis. Gloucester, dekat dengan perbatasan Wessex, Æthelred
menjadi jalan tengah.[59] Martin Ryan menganggap
pendirian gereja ini sebagai "semacam mausoleum raja-raja,
bermaksud menggantikan mausoleum di Repton (Derbyshire) yang telah dihancurkan tentara Viking."[60]
Æthelflæd menjemput ajalnya beberapa bulan sebelum selesainya penaklukan Danelaw selatan oleh
Edward.[7] Ia digantikan oleh putrinya Ælfwynn sebagai Puan Bangsa Mercia. Namun beberapa bulan
kemudian, Edward melengserkannya dan mengambil alih Mercia sebagai wilayah kekuasaannya pada
Desember 918.[13] Banyak orang Mercia yang tidak menyukai turunnya status Mercia yang sebelumnya
adalah kerajaan kuno, dan menurut Wainwright, para penulis kronik Mercia menyebut lengsernya Ælfwynn
"dengan kebencian yang besar".[61] Edward meninggal pada 924 di Farndon, Chesire, beberapa hari
setelah menundukkan pemberontakan bangsa Mercia dan bangsa Wales di Chester.[62]

Peninggalan dan evaluasi sejarah


Dalam versi Kronik Anglo-Saxon yang pro-Wessex,
Æthelflæd hanya digambarkan sebagai kakak dari Raja
Edward, sedangkan dalam Catatan Mercia ia digambarkan
sebagai Puan Bangsa Mercia. Tarikh-tarikh Bangsa Irlandia
dan Wales menyebutkannya layaknya seorang ratu, dan
Tawarikh Ulster (yang bahkan tidak mencatat kematian
Alfred dan Edward) menyebut Æthelflæd sebagai
famosissima regina Saxonum (Ratu Saxon yang amat
ternama).[63][64] Ia juga dipuji oleh sejarawan Inggris pada
zaman Norman seperti John dari Worcester dan William dari
Malmesbury, yang menyebutnya sebagai "sumber
kesenangan rakyatnya, ketakutan musuhnya dan seorang
wanita berjiwa besar." Menurut Nick Higham, "penulis abad Æthelflæd dalam Kronik Silsilah Raja-Raja
pertengahan dan modern cukup terpikat olehnya" dan
Inggris dari abad ke-13
menyebabkan berkurangnya reputasi adiknya Edward.[10]
Sejarawan abad ke-12 Henry dari Huntington menulis puisi
untuknya, menyebutnya "heroik" dan "hebat dalam ketenaran perang".[65]

Beberapa sejarawan menganggap bahwa Æthelred dan Æthelflæd bertakhta sebagai penguasa merdeka.
Dalam Handbook of British Chronology, David Dumville menyebutnya "Q. Æthelflæd" (Q. adalah
singkatan dari queen, "ratu") dan berkomentar "Gelar yang diberikan padanya oleh seluruh sumber
(hlæfdige, regina) menunjukkan bahwa ia memiliki kekuasaan dan kewenangan seorang raja."[66] Alex
Woolf setuju;[67] Pauline Stafford menyebutnya "ratu Mercia terakhir" dan mengutip redaksi-redaksi seperti
"yang dengan rahmat Kristus memerintah bangsa Mercia" dalam berbagai piagam. yang mengacu kepada
Æthelflæd. Stafford berpendapat bahwa Æthelred dan Æthelflæd berkuasa layaknya raja dan ratu setelah
meninggalnya Alfred, tetapi tidak menyatakannya dengan resmi karena dapat dianggap sebagai provokasi,
terutama setelah pemberontakan Æthelwold. Stafford menilainya sebagai "ratu pendekar", yang "seperti ...
Elizabeth I menjadi sesosok yang menakjubkan."[68] Menurut Charles Insley:

Asumsi bahwa Mercia berada dalam keadaan serba tidak pasti pada periode ini, menjadi
bawahan Wessex dan menunggu untuk digabungkan menjadi negeri "Inggris" tidak dapat
dipertahankan ... Kematian Æthelred pada 911 tidak banyak mengubah hal, karena istrinya
yang gemilang menjadi penguasa tunggal Mercia hingga kematiannya pada 918. Baru setelah
itu kemerdekaan Mercia berakhir.[69]

Wainwright menilai Æthelflæd rela menerima kedudukan yang lebih rendah dibanding adiknya Edward
dan menyetujui rencananya untuk menyatukan Wessex dan Mercia. Wainwright berpendapat bahwa
Edward mengirim putra sulungnya Æthelstan untuk dibesarkan di Mercia agar ia kelak lebih diterima
bangsa Mercia sebagai raja; selain itu, Æthelflæd juga sepertinya tidak berusaha mencari suami untuk
putrinya Ælfwynn, yang diperkirakan hampir berusia 30 tahun pada tahun 918.[70] Menurut Wainwright,
Æthelflæd banyak diabaikan oleh sumber-sumber sejarah Wessex akibat kekhawatiran bahwa mengakui
pencapaian-pencapaiannya dapat mengobarkan separatisme di Mercia:

[Æthelflæd] memiliki peran penting di Inggris pada perempat pertama abad ke-10.
Keberhasilan kampanye militer Edward terhadap bangsa Denmark sangatlah tergantung pada
kerja sama Æthelflæd. Di Midlands dan Inggris utara, Æthelflæd menguasai peta politik. Dan
cara Æthelflæd menggunakan pengaruhnya telah membantu membuka jalan bagi penyatuan
Inggris di bawah pemerintahan wangsa Wessex. Tetapi reputasinya anjlok akibat publisitas
buruk, atau lebih tepatnya konspirasi pembungkaman oleh tokoh-tokoh Wessex pada
zamannya.[71]

Simon Keynes menulis bahwa semua koin ditulis atas nama Edward; walaupun ada piagam-piagam yang
ditulis Æthelred dan Æthelflæd atas wewenangnya sendiri, piagam-piagam lain mengakui wewenang
Edward. Pada 903, seorang ealdorman Mercia "mengajukan permohonannya pada Raja Edward, dan juga
Æthelred dan Æthelflæd yang ketika itu memegang kekuasaan atas bangsa Mercia di bawah raja tersebut."
Keynes berpendapat bahwa sebuah entitas politik yang baru telah terbentuk ketika Æthelred menyatakan
tunduk pada Alfred pada tahun 880an, dengan wilayah yang mencakup Wessex dan Mercia barat yang
dikuasai bangsa Inggris. Menurut Keynes, entitas kerajaan Alfred atas seluruh bangsa Anglo-Saxon
berlanjut hingga awal abad ke-10, dan dengan demikian bangsa Mercia berada di bawah kekuasaan
Edward sejak ia naik takhta; Keynes menambahkan bahwa kesimpulan ini "tak terelakkan lagi".[72]
Sementara itu, Martin Ryan berpendapat bahwa pasangan penguasa Mercia ini "memiliki sebagian dari
wewenang raja" namun pada intinya wewenang ini berstatus di bawah wewenang Wessex.[60]

Menurut Higham, Keynes telah mengemukakan argumen yang kuat untuk menopang pendapatnya bahwa
Edward menguasai sebuah negara Anglo-Saxon yang semakin bersatu dari segi ideologis dan administratif,
tetapi Æthelflæd dan Æthelred juga melakukan banyak hal untuk menjaga dan mengembangkan identitas
Mercia yang terpisah, seperti mendirikan kultus orang-orang suci Mercia di berbagai burh yang baru
didirikan, serta melalui penghormatan terhadap Santo Oswald di Gloucester:

Mesti ada sejumlah keraguan mengenai sejauh mana rencana Edward [...] juga diusung
sepenuhnya oleh kakak dan iparnya, dan orang dapat berpikir apakah yang akan terjadi
seandainya anak tunggal mereka adalah seorang lelaki dan bukan wanita. Penggambaran
sumber-sumber Keltik bahwa Æthelred dan Æthelflæd adalah raja dan ratu tentunya
menawarkan pandangan sezaman yang berbeda, dan sama-sama sahih, mengenai politik yang
kompleks pada masa transisi menuju sebuah Negeri Inggris yang baru.[73]

Catatan
a. Marios Costambeys memperkirakan Æthelflæd lahir pada awal 870-an,[12] sedangkan
Maggie Bailey berpendapat bahwa karena Æthelflæd adalah anak sulung dan orang tuanya
menikah pada tahun 868, kemungkinan ia lahir pada tahun 869 atau 870[13]
b. Sebagian besar sejarawan berpendapat bahwa Æthelred sudah tidak mampu berkuasa
pada tahun-tahun terakhirnya,[29] dan menurut Maggie Bailey[30] maupun Cyril Hart[31]
kondisi ini berlangsung sejak 902, tetapi sejarawan lain seperti Ian Walker berpendapat
bahwa Æthelred agaknya mangkat setelah terluka dalam Pertempuran Tettenhall pada
910.[32]

Referensi

Catatan kaki
1. Encyclopædia Britannica 2019.
2. Keynes & Lapidge 1983, hlm. 11–12.
3. Stenton 1971, hlm. 246–248.
4. Williams 1991b; Williams 1991c.
5. Stenton 1971, hlm. 255.
6. Costambeys 2004b; Charles-Edwards 2013, hlm. 490–491; Keynes 2014, hlm. 24.
7. Miller 2011.
8. Wainwright 1975, hlm. 324.
9. Wainwright 1975, hlm. 174, 306–309; Stafford 2007, hlm. 101–103.
10. Higham 2001a, hlm. 3–4.
11. Dockray-Miller 2000, hlm. 55.
12. Costambeys 2004a.
13. Bailey 2001, hlm. 112.
14. Costambeys 2004a; Stafford 2001, hlm. 44–45.
15. Bailey 2001, hlm. 112–113.
16. Keynes & Lapidge 1983, hlm. 175, 177, 321, 323.
17. Keynes 1998, hlm. 27–28; Bailey 2001, hlm. 112–113.
18. Ryan 2013, hlm. 301.
19. Abels 1998, hlm. 180–181.
20. Walker 2000, hlm. 69.
21. Woolf 2001, hlm. 98.
22. Blair 2005, hlm. 306.
23. Gretsch 2001, hlm. 287.
24. Blair 2005, hlm. 306–309.
25. Keynes 1998, hlm. 27–29.
26. Thacker 1985, hlm. 5; Charter S 221.
27. Lapidge 1993, hlm. 13; Charter S 221.
28. Baker & Holt 2004, hlm. 133; Thompson 2004, hlm. 18–19; Blair 2005, hlm. 333.
29. Williams 1991a; Stenton 1971, hlm. 324, n. 1; Wainwright 1975, hlm. 308–309.
30. Bailey 2001, hlm. 113.
31. Hart 1973, hlm. 116.
32. Walker 2000, hlm. 93–94.
33. Wainwright 1975, hlm. 79–85; Charles-Edwards 2013, hlm. 502–503.
34. Hadley 2006, hlm. 170.
35. Ward 2001, hlm. 162, 166.
36. Stenton 1971, hlm. 323.
37. Heighway 2001, hlm. 102–03; Baker & Holt 2004, hlm. 20, 366–367.
38. Heighway & Hare 1999, hlm. 7–8.
39. Heighway 1984, hlm. 45–46.
40. Keynes 1999, hlm. 462.
41. Heighway 2001, hlm. 109–110.
42. Heighway & Hare 1999, hlm. 10.
43. Thacker 2001, hlm. 256.
44. Thacker 2014, hlm. 105; Meijns 2010, hlm. 473–476; Thacker 2001, hlm. 256.
45. Public Monuments & Sculpture Association.
46. Walker 2000, hlm. 96.
47. Stafford 1981, hlm. 3–4.
48. Walker 2000, hlm. 99.
49. Stenton 1971, hlm. 324.
50. Stenton 1971, hlm. 326–327.
51. Clarkson 2014, hlm. 58.
52. Stenton 1971, hlm. 328–329.
53. Costambeys 2004a; Woolf 2007, hlm. 142–144.
54. Clarkson 2014, hlm. 59–61.
55. Costambeys 2004a; Fleming 2010, hlm. 222–226.
56. Charles-Edwards 2001, hlm. 103; Charles-Edwards 2013, hlm. 497–510.
57. Lyon 2001, hlm. 67, 73.
58. Heighway & Hare 1999, hlm. 11–12; Baker & Holt 2004, hlm. 20–22, 101.
59. Thompson 2004, hlm. 14.
60. Ryan 2013, hlm. 298.
61. Wainwright 1975, hlm. 323–324.
62. Stenton 1971, hlm. 339.
63. Charles-Edwards 2013, hlm. 497.
64. Wainwright 1975, hlm. 320.
65. Szarmach 1998, hlm. 125–126.
66. Dumville 1996, hlm. 17.
67. Woolf 2007, hlm. 132.
68. Stafford 2001, hlm. 45–49.
69. Insley 2009, hlm. 330.
70. Wainwright 1975, hlm. 310, 323–324.
71. Wainwright 1975, hlm. 305.
72. Keynes 1998, hlm. 37–38; Keynes 1999, hlm. 459–464.
73. Higham 2001b, hlm. 307–308.

Daftar pustaka
Abels, Richard (1998). Alfred the Great: War, Kingship and Culture in Anglo-Saxon England.
Harlow, UK: Longman. ISBN 978-0-582-04047-2.
Bailey, Maggie (2001). "Ælfwynn, Second Lady of the Mercians". Dalam Higham, Nick; Hill,
David. Edward the Elder 899–924. Abingdon, UK: Routledge. hlm. 112–127. ISBN 978-0-
415-21497-1.
Baker, Nigel; Holt, Richard (2004). Urban Growth and the Medieval Church: Gloucester and
Worcester. Aldershot, UK: Ashgate. ISBN 978-0-7546-0266-8.
Blair, John (2005). The Church in Anglo-Saxon Society. Oxford, UK: Oxford University Press.
ISBN 978-0-19-921117-3.
Charles-Edwards, Thomas (2001). "Wales and Mercia 613–918". Dalam Brown, Michelle P.;
Farr, Carol A. Mercia: An Anglo-Saxon Kingdom in Europe. London, UK: Leicester University
Press. hlm. 89–105. ISBN 978-0-7185-0231-7.
Charles-Edwards, T. M. (2013). Wales and the Britons 350–1064. Oxford, UK: Oxford
University Press. ISBN 978-0-19-821731-2.
"Charter S 221". The Electronic Sawyer: Online Catalogue of Anglo-Saxon Charters.
London, UK: King's College London. Diakses tanggal 15 September 2016.
Clarkson, Tim (2014). Strathclyde and the Anglo-Saxons in the Viking Age. Edinburgh: John
Donald. ISBN 978-1-906566-78-4.
Costambeys, Marios (2004a). "Æthelflæd [Ethelfleda] (d. 918), ruler of the Mercians". Oxford
Dictionary of National Biography. 1. Oxford University Press. doi:10.1093/ref:odnb/8907.
Diakses tanggal 17 September 2014.
Costambeys, Marios (2004b). "Æthelred (d. 911), ruler of the Mercians". Oxford Dictionary of
National Biography. Oxford University Press. doi:10.1093/ref:odnb/52311. Diakses tanggal
2 August 2012.
Dockray-Miller, Mary (2000). Motherhood and Mothering in Anglo-Saxon England. New York,
NY: St Martin's Press. ISBN 978-0-312-22721-0.
"Ethelfleda and Athelstan". Public Monuments & Sculpture Association. Diarsipkan dari
versi asli tanggal 4 Maret 2016. Diakses tanggal 5 September 2016.
Dumville, David (1996). "The local rulers of Anglo-Saxon England to AD 927". Dalam Fryde,
E. B.; Greenway, D. E.; Porter, S.; Roy, I. Handbook of British Chronology (edisi ke-3rd, with
corrections). Cambridge, UK: Cambridge University Press. hlm. 1–25. ISBN 978-0-521-
56350-5.
Fleming, Robin (2010). Britain after Rome: The Fall and the Rise, 400 to 1070. London, UK:
Penguin Books. ISBN 978-0-14-014823-7.
Gretsch, Mechtild (2001). "The Junius Psalter Gloss". Dalam Higham, N. J.; Hill, D. H.
Edward the Elder 899–924. Abingdon, UK: Routledge. hlm. 280–291. ISBN 978-0-415-
21497-1.
Griffiths, David (2001). "The North-West Frontier". Dalam Higham, N. J.; Hill, D. H. Edward
the Elder 899–924. Abingdon, UK: Routledge. hlm. 161–187. ISBN 978-0-415-21497-1.
Hadley, Dawn (2006). The Vikings in England. Manchester, UK: Manchester University
Press. ISBN 978-0-7190-5982-7.
Hall, R. A. (2014). "York". Dalam Lapidge, Michael; Blair, John; Keynes, Simon; Scragg,
Donald. The Wiley Blackwell Encyclopaedia of Anglo-Saxon England (edisi ke-2nd).
Chichester, UK: Wiley Blackwell. hlm. 518–520. ISBN 978-0-631-22492-1.
Hart, Cyril (1973). Athelstan 'Half King' and his family. Anglo-Saxon England. 2. London, UK:
Cambridge University Press. hlm. 115–144. doi:10.1017/s0263675100000375. ISBN 978-0-
521-20218-3.
Heighway, Carolyn M. (1984). "Anglo-Saxon Gloucester to AD 1000". Dalam Gaull, Margaret
L. Studies in Late Anglo-Saxon Settlement. Oxford, UK: Oxford University Department for
External Studies. hlm. 35–53. ISBN 978-0-903736-17-6.
Heighway, Caroline; Hare, Michael (1999). "Gloucester and the Minster of St Oswald: A
Survey of the Evidence". Dalam Heighway, Carolyn; Bryan, Richard. The Golden Minster:
The Anglo-Saxon Minster and Later Medieval Priory of St Oswald at Gloucester. York, UK:
Council for British Archaeology. hlm. 1–29. ISBN 978-1-872414-94-2.
Heighway, Carolyn (2001). "Gloucester and the New Minster of St Oswald". Dalam Higham,
Nick; Hill, David. Edward the Elder 899–924. London, UK: Routledge. hlm. 102–111.
ISBN 978-0-415-21497-1.
Higham, Nick (2001a). "Edward the Elder's Reputation". Dalam Higham, Nick; Hill, David.
Edward the Elder 899–924. Abingdon, UK: Routledge. hlm. 1–11. ISBN 978-0-415-21497-1.
Higham, Nick (2001b). "Endpiece". Dalam Higham, Nick; Hill, David. Edward the Elder 899–
924. Abingdon, UK: Routledge. hlm. 307–311. ISBN 978-0-415-21497-1.
Insley, Charles (2009). "Southumbria". Dalam Stafford, Pauline. A Companion to the Early
Middle Ages: Britain and Ireland c. 500 – c. 1100. Chichester, UK: Wiley-Blackwell.
hlm. 322–340. ISBN 978-1-118-42513-8.
Keynes, Simon; Lapidge, Michael, ed. (1983). Alfred the Great: Asser's Life of King Alfred &
Other Contemporary Sources. London, UK: Penguin Classics. ISBN 978-0-14-044409-4.
Keynes, Simon (1998). "King Alfred and the Mercians". Dalam Blackburn, M. A. S.; Dumville,
D. N. Kings, Currency and Alliances: History and Coinage of Southern England in the Ninth
Century. Woodbridge, UK: Boydell Press. hlm. 1–45. ISBN 978-0-85115-598-2.
Keynes, Simon (1999). "England, c. 900–1016". Dalam Reuter, Timothy. The New
Cambridge Medieval History. III. Cambridge, UK: Cambridge University Press. hlm. 456–
484. ISBN 978-0-521-36447-8.
Keynes, Simon (2014). "Alfred the Great and the Kingdom of the Anglo-Saxons". A
Companion to Alfred the Great. Brill. ISBN 978-90-04-28376-3.
Lapidge, Michael (1993). Anglo-Latin Literature 900–1066. London, UK: The Hambledon
Press. ISBN 978-1-85285-012-8.
Lyon, Stewart (2001). "The coinage of Edward the Elder". Dalam Higham, Nick; Hill, David.
Edward the Elder 899–924. Abingdon, UK: Routledge. hlm. 67–78. ISBN 978-0-415-21497-
1.
Meijns, Brigitte (2010). "The Policy on Relic Translations of Baldwin II of Flanders (879–
918), Edward of Wessex (899–924), and Æthelflæd of Mercia (d. 924): A Key to Anglo-
Flemish Relations". Dalam Rollason, David; Leyser, Conrad; Williams, Hannah. England
and the Continent in the Tenth Century. Turnhout, Belgium: Brepols. hlm. 473–492.
ISBN 978-2-503-53208-0.
Miller, Sean (2011). "Edward [called Edward the Elder] (870s?–924), king of the Anglo-
Saxons". Oxford Dictionary of National Biography. Oxford University Press.
doi:10.1093/ref:odnb/8514. Diakses tanggal 21 November 2016.
Ryan, Martin J. (2013). "Conquest, Reform and the Making of England". Dalam Higham,
Nicholas J.; Ryan, Martin J. The Anglo-Saxon World. New Haven, Connecticut: Yale
University Press. hlm. 284–322. ISBN 978-0-300-12534-4.
Stafford, Pauline (1981). "The King's Wife in Wessex 800–1066". Past and Present. Oxford,
UK. 91: 3–27. doi:10.1093/past/91.1.3. ISSN 0031-2746.
Stafford, Pauline (2001). "Political Women in Mercia, Eighth to Early Tenth Centuries".
Dalam Brown, Michelle P.; Farr, Carol A. Mercia: An Anglo-Saxon Kingdom in Europe.
London, UK: Leicester University Press. hlm. 35–49. ISBN 978-0-7185-0231-7.
Stafford, Pauline (2007). " 'The Annals of Æthelflæd': Annals, History and Politics in Early
Tenth-Century England". Dalam Barrow, Julia; Wareham, Andrew. Myth, Rulership, Church
and Charters. Aldershot, UK: Ashgate. hlm. 101–116. ISBN 978-0-7546-5120-8.
Stenton, Frank (1971). Anglo-Saxon England (edisi ke-3rd). Oxford, UK: Oxford University
Press. ISBN 978-0-19-280139-5.
Szarmach, Paul R. (1998). "Æðelflæd of Mercia, Mise en Page". Dalam Baker, Peter S.;
Howe, Nicholas. Words and Works: Studies in Medieval English Language and Literature in
Honour of Fred C. Robinson. Toronto, Canada: University of Toronto Press. hlm. 105–126.
ISBN 978-0-8020-4153-1.
Thacker, Alan (1985). "Kings, Saints and Monasteries in Pre-Viking Mercia". Midland
History. X: 1–25. doi:10.1179/mdh.1985.10.1.1. ISSN 1756-381X.
Thacker, Alan (2001). "Dynastic Monasteries and Family Cults". Dalam Higham, N. J.; Hill,
D. H. Edward the Elder 899–924. Abingdon, UK: Routledge. hlm. 248–263. ISBN 978-0-415-
21497-1.
Thacker, Alan (2014). "Chester". Dalam Lapidge, Michael; Blair, John; Keynes, Simon;
Scragg, Donald. The Wiley Blackwell Encyclopaedia of Anglo-Saxon England (edisi ke-
2nd). Chichester, UK: Wiley Blackwell. hlm. 104–106. ISBN 978-0-631-22492-1.
Tim Penyunting Encyclopædia Britannica (2019). "Anglo-Saxon England". Encyclopædia
Britannica. Diakses tanggal 11 Maret 2019.
Thompson, Victoria (2004). Dying and Death in Later Anglo-Saxon England. Woodbridge,
UK: The Boydell Press. ISBN 978-1-84383-070-2.
Wainwright, F. T. (1975). Scandinavian England: Collected Papers. Chichester, UK:
Phillimore. ISBN 978-0-900592-65-2.
Walker, Ian W. (2000). Mercia and the Making of England. Stroud, UK: Sutton Publishing.
ISBN 978-0-7509-2131-2.
Ward, Simon (2001). "Edward the Elder and the Re-establishment of Chester". Dalam
Higham, N. J.; Hill, D. H. Edward the Elder 899–924. Abingdon, UK: Routledge. hlm. 160–
166. ISBN 978-0-415-21497-1.
Williams, Ann (1991a). "Æthelred Lord of the Mercians c. 883–911". Dalam Williams, Ann;
Smyth, Alfred P.; Kirby, D. P. A Biographical Dictionary of Dark Age Britain. London, UK:
Seaby. hlm. 27. ISBN 978-1-85264-047-7.
Williams, Ann (1991b). "Burgred, King of Mercia 852–74". Dalam Williams, Ann; Smyth,
Alfred P.; Kirby, D. P. A Biographical Dictionary of Dark Age Britain. London, UK: Seaby.
hlm. 68–69. ISBN 978-1-85264-047-7.
Williams, Ann (1991c). "Ceolwulf II, King of Mercia 874–9". Dalam Williams, Ann; Smyth,
Alfred P.; Kirby, D. P. A Biographical Dictionary of Dark Age Britain. London, UK: Seaby.
hlm. 78. ISBN 978-1-85264-047-7.
Woolf, Alex (2001). "View from the West: an Irish Perspective". Dalam Higham, N. J.; Hill, D.
H. Edward the Elder 899–924. Abingdon, UK: Routledge. hlm. 89–101. ISBN 978-0-415-
21497-1.
Woolf, Alex (2007). From Pictland to Alba: 789–1070. Edinburgh, UK: Edinburgh University
Press. ISBN 978-0-7486-1233-8.

Diperoleh dari "https://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Æthelflæd&oldid=20962954"

Anda mungkin juga menyukai