Kekaisaran Bizantium telah kehilangan banyak tanahnya sejak perjuangan yang terjadi pada
abad ke-7 M terhadap penjajah Muslim, khususnya di Timur dan di seluruh Afrika Utara.
Ancaman dari umat Islam mereda pada abad ke-9 M ketika Kekhalifahan Abbasiyah jatuh, dan
Kekaisaran Bizantium mulai dibangun kembali. Kekaisaran Bizantium memanfaatkan
kesempatan ini untuk merebut kembali wilayah yang sebelumnya dikuasai oleh Muslim,
termasuk Balkan, Anatolia, dan Suriah utara. Ditaklukannya wilayah Ani pada tahun 1045,
menciptakan “zona penyangga” antara dunia barat dan timur karena adanya pegunungan-
pegunungan benteng alami yang membentang dari Kaukasus ke Syria.
Di sisi lain, Turki Seljuk adalah kelompok bangsa Turki yang berasal dari Asia Tengah dan
mulai memeluk Islam Sunni sekitar awal abad ke-11. Melalui pertempuran yang berlarut-larut,
suku Turki Seljuk pimpinan Toghrul Beq menguasai Turkmenistan pada tahun 1040 M.
Kekhalifahan Abbasiyah yang dipimpin oleh Khalifah al-Qaim berada dalam kondisi yang
sangat memprihatinkan pada tahun 1051 M. Seorang panglima yang menganut Islam Syiah
bernama al-Basasiri memerintah Kekhalifahan sebagai diktatornya. Secara diam-diam khalifah
Abbasiah mengirim surat kepada Tougrul Bek di Mishapur untuk meminta bantuan. Toughrul
Bek dan timnya membantu mengalahkan al-Basasiri setahun kemudian, pada tahun 1059 M.
Penaklukan oleh bangsa Seljuk dan terus berlanjut dan dalam kurun waktu 15 tahun berhasil
menuju dan menguasai Irak dan Iran Modern hingga akhirnya menyentuh perbatasan wilayah
Bizantium dan Kesultanan Fathimiah.
Pertempuran Manzikert adalah pertempuran yang terjadi antara KekaisaranBizantiumdengan
pasukan Seljukyang dipimpin oleh Alp Arslan pada tanggal 26 Agustus 1071 didekat Manzikert,
Kerajaan Armenia (saat ini Malazgirt, Turki). Dalam konflik ini, Kekaisaran Bizantium
ditaklukkan, dan Kaisar Romanos IV Diogenes ditawan. Kekaisaran Bizantium sebagian besar
hancur akibat Pertempuran Manzikert, yang juga memberikan Turki akses ke Anatolia. Turki
Seljuk menaklukkan Nicaea dua belas tahun setelah konflik ini. Kota tersebut berada di tepi Selat
Bosporus, di seberang Konstantinopel, ibu kota Kekaisaran Bizantium.
Beban utama pada peperangan ini dipikul oleh pasukan profesionaldari tagmata barat dan timur,
dikarenakan pasukan bayaran dan pasukan wajib militerAnatolia melarikan diri sebelum
pertempuran dimulai. Bizantium rusak parah akibat kemunduran ini, yang menyebabkan perang
saudara dan krisis ekonomi yang membuatnya lebih sulit untuk melindungi perbatasannya.
Akibatnya, masuknya imigran Turki dalam jumlah besar tiba di Anatolia tengah, memperluas
wilayah Saljuk sekitar 78.000.000 kilometer persegi pada akhir tahun 1080. Krisis internal harus
diselesaikan selama tiga dekade sebelum Alexius I mampu menstabilkan perbatasan Bizantium.
Ini adalah pertama kalinya dalam sejarah seorang komandan Muslim menangkap seorang kaisar
Bizantium.
Awal Mula terjadinya Konflik
Kesultanan Seljuk melancarkan serangan pertamanya terhadap Bizantium di wilayah Trebizond
pada tahun 1054 M. Perselisihan yang akan terjadi di masa depan dimulai dari kejadian ini. Pada
1064 M, sultan Seljuk yang ambisius, Muhammad bin Daud Chagir, juga dikenal sebagai Alp
Arslan, berhasil menaklukan wilayah penting Ani. Jatuhnya Ani membukakan jalan bagi
Kesultanan Seljuk untuk masuk dari wilayah Kars ke Eddesa dan selanjutnya menaklukan
benteng Malazgurt (Manzikert) dan Ablat dekat danau Van ditaklukan. Wilayah tersebut
kemudian dijadikan sebagai markas besar untuk invasi selanjutnya. Pada tahun 1067 Masehi
Seljuk merampok ke wilayah Bizantium hingga ke wilayah Antiochia, Melitene, dan Kaisarea.
Pada saat itu, kondisi politik sedang tidak stabil sepeninggal Kaisar Konstantin 10 dari Dinasti
Doukas pada tahun 1067 M. Istrinya Ratu Eudokia menyadari situasi mengerikan yang dihadapi
Bizantium. Untuk menghentikan sesuatu yang mengerikan terjadi, Ratu Eudokia menikahi
Jenderal Romanos Diogenes, anggota garis militer dinasti Kapadokia, dan mengangkatnya
sebagai kaisar baru Bizantium. Kaisar baru tersebut memiliki keinginan untuk mengusir
Kesultanan Seljuk dan memiliki ambisi untuk menaklukan wilayah Iran, Irak, dan Suriah.
Pada bulan Maret 1068 Masehi, Romanos mengumpulkan tentara dan berjalan menuju Kaisera.
Dia diberitahu bahwa Turki Seljuk sedang menyerbu wilayah Kaisarea. Romanos dan
pasukannya mampu mencegat dan mengalahkan pasukan rampok seljuk dengan mudah. Pada
tahun 1069 situasi Seljuk mulai di luar kendali saat tentara perampok baru Seljuk dikalahkan
kembali di Melitene kemudian wilayah Ikonium jatuh ke tangan Bizantium. Pada saat yang
sama, Alp Arslan sedang berperang dengan Kekaisaran Fatimiyah melintasi Levant. Sultan Alp
Arslan mengirim utusan ke Byzantium untuk bernegosiasi karena dia tidak yakin apakah dia bisa
berperang di kedua sisi. Perjanjian tersebut termasuk surat non-agresi dan komitmen untuk
mengakhiri perampokan mereka. Namun Sultan tidak dapat mengendalikan setiap bawahan
Bangsa Turki Seljuk lainnya sehingga perampokan kecil terus berlanjut.
Persiapan Pertempuran
Pada bulan Februari 1071, Romanos mengirim utusan ke Alp Arslan untuk memperbarui
perjanjian yang telah dibuat sebelumnya. Pada saat yang sama tentara Seljuk sedang mengepung
Aleppo yang diduduki Kesultanan Fatimiyah dan dengan senang hati Alp Arslan menyetujuinya.
Namun, rencana kaisar Bizantium lebih cerdik dan pada bulan Maret ia memulai kampanye
melawan Seljuk yang berkemungkinan bahwa utusannya adalah mata-mata yang sedang menilai
kekuatan tentara Alp Arslan.
Untuk menghentikan serangan Seljuk lebih lanjut, kaisar Bizantium bermaksud untuk menguasai
benteng Seljuk di dekat Danau Van. Tentara Bizantium dipimpin oleh Romanos bersama dengan
wakil komando sekaligus saingan politiknya Andronikos Dukas. Tentaranya sendiri terdiri dari
pasukan inti Bizantium, tentara bayaran dari pasukan Frank dan Norman di Eropa Barat, orang
nomaden Oguze dan Pecheneg, serta tentara dari Armenia, Georgia, Bulgaria, dan Pengawal
Varangian elit. Mungkin ada ada sekotar 40.000 hingga 70.000 tentara di dalamnya. Sultan Alp
Arslan menyadari pergerakan kekuatan besar Bizantium yang cukup besar mendekati kota
strategis penting Manzikert dan Ablat. Dia meninggalkan pengepungan Aleppo dan bergerak
menuju Iran Modern.
Romanos menuju ke arah Manzikert meskipun ada instruksi jenderalnya untuk menunggu
pengintaian pasukan Seljuk. Untuk melindungi West Lake Van, kaisar mengirim 30.000 prajurit
dari pasukannya yang terbagi. Dengan menggunakan keunggulan mobilitas dan pengintaian
pasukannya, Alp Arslan menyerang tentara Bizantium yang melindungi West Lake Van dari
belakang dengan mengitari East Lake Van. Meski tidak menderita kerugian yang berarti, tentara
akhirnya mengambil keputusan mundur kembali ke Anatolia. Pada tanggal 23 Agustus, Romanos
merebut Manzikert dan mulai menuju Ablat. Untuk memberikan medan perang yang lebih
menguntungkan bagi pasukan kavalerinya berkudanya, Alp Arslan sekali lagi bergerak memutar
di sekitar pegunungan.
Kedua pasukan itu bertemu pada 25 Agustus. Romanos yakin dengan besarnya kekuatannya dan
percaya bahwa pasukan keduanya akan segera kembali dan membantu mengepung musuh,
meskipun sultan mengirim utusan untuk merundingkan perdamaian. Kaisar menyatakan bahwa
ia akan berbicara perdamaian hanya di Ibu Kota Seljuk, Ray.
Pertempuran Manzikert 1071
Romanos menginstruksikan pasukannya untuk mendirikan benteng pertahanan sebagai persiapan
untuk penyerangan keesokan harinya. Perkemahan Tentara Bizantium dibombardir dengan panah
sepanjang malam oleh pemanah kuda Seljuk. Keesokan harinya, Romanos mengatur pasukannya
dan bersiap untuk berperang. Kekuatan Bizantium dibagi menjadi 4 kelompok terdiri dari
Varagian Guard dan pasukan Armenia berada di tengah di bawah komando kaisar. Sisan Tentara
bayaran Oghuz, Suriah, Eropa membentuk diantara sayap-sayap, sementara sisanya dipimpin
oleh Andronicus Doukas berada di posisi belakang.
Tentara Seljuk yang berjumlah sekitar 30.000 prajurit, menggunakan taktik "Crescent” (Bulan
Sabit), dengan ujung ujungnya menonjol ke depan, sementara pusatnya yang dipimpin Alp
Arslan, tetap di belakang. Romanos mendesak ke depan, mencoba melibatkan tentara Seljuk
dalam pertempuran lapangan, tetapi mereka menghindarinya dan memakai taktik nomaden Hit-
and-run. Sayap-sayap tentara Seljuk berusaha mengepung sayap Bizantium, sementara pasukan
tengah mundur.
Menjelang sore, Romanos berhasil merebut kamp Alp Arslan, tetapi saat malam tiba, dia
memerintahkan untuk mundur kembali ke benteng pertahanan. Perintah kaisar menciptakan
kebingungan, dan pasukan Bizantium sangat tidak terorganisir dalam kegelapan. Seljuk
memanfaatkan kesempatan ini untuk melancarkan seluruh kekuatan mereka ke sayap kanan
musuh. Andronicus Doukas diperintahkan untuk membantu sayap kanan. Dikarenakan
ketidakloyalitasnya kepada kaisar, pasukan cadangan mundur dalam pertempuran dan
membiarkan sayap kanan Bizantium hancur.
Dalam waktu yang singkat, pusat Bizantium dan sayap kiri dengan cepat kehilangan kohesi
mereka. Sayap kiri Bizantium mundur ke Manzikert, sementara semua pasukan Alp Arslan
menyerang dan mengelilingi pusat Bizantium . Meskipun mereka bertempur dengan gagah
berani, Pengawal Varagian kaisar juga dikalahkan sepanjang malam. Sisa pasukan Alp Arslan
mengejar sisa pasukan Bizantium saat mundur sementara Kaisar ditawan.
Akibat Pertempuran Manzikert
Setelah penghinaan simbolis Romanos, Alp Arslan memperlakukan kaisar dengan terhormat dan
sopan. Mereka menandatangani sebuah perjanjian damai yang mana wilayah Antiokhia, Edessa,
Herapolis, dan Manzikert diserahkan ke Seljuk, dan kaisar berjanji untuk membayar 1,5 juta
potongan emas direparasi segera, dan tiga ratus enam puluh ribu keping emas setiap tahunnya.
Kedua belah pihak sepakat untuk menikah dinasti antara putra sultan dan putri kaisar.
Beberapa hari setelah pertempuran, Alp Arslan memberi Romanos hadiah dan pendamping
kerhormatan. Namun, keluarga Doukas telah mengangkat seorang kaisar baru, dan tidak lama
kemudian, perang saudara terjadi pada tahun 1072 M. Romanos kehilangan penglihatannya dan
kemudian meninggal karena luka-lukanya. Alp Arslan meninggal beberapa tahun kemudian,
tetapi penerusnya mampu menguasai sebagian besar Anatolia selama dua dekade berikutnya.
Kemenangan Kesultanan Seljuk selama Perang menempatkan kekaisaran Bizantium di ambang
kehancuran dan menyebabkan dimulainya Perang Salib di Eropa Barat.
Keruntuhan granada
Kerajaan Granada adalah salah satu kerajaan Islam di Spanyol yang masih mampu bertahan
pasca kekalahan tragis umat Islam di pertempuran Alarcos, antara Muwahhidun menghadapi
satuan militer gabungan Eropai, pasca perang tersebut sebagian besar wilayah Andalusia tunduk
di bawah otoritas raja – raja Eropa.
Kendati tidak lagi mendominasi, secuil sisa –sisa peradaban Muslim masih bisa dijumpai
termasuk masih eksisnya kerajaan Islam Granada. Bahkan jika melihat lintasan sejarah, Granada
diyakini sebagai wilayah Islam paling akhir di Spanyol sebab mampu bertahan hingga tahun
1492 M. Di tahun ini Granada kemudian diserahkan kepada raja Nasrani sekaligus menjadi
rambu keruntuhan seluruh wilayah Muslim di Spanyol.
Tragedi maut kehancuran kerajaan Islam terakhir di Spanyol ini disinyalir berawal dari konflik
internal umat Islam itu sendiri. Diantara yang paling menonjol adalah perselisihan
berkepanjangan antar raja – raja Muslim Andalusia sehingga menimbulkan gelombang
pemberontakan yang sebenarnya memang sudah mengakar sejak era Muluk Thawaif (kerajaan –
kerajaan kecil). Hal ini diperparah dengan bergabungnya sejumlah negara Eropa bermisi sama
yaitu meruntuhkan kekuatan Muslim. Seperti yang terjadi di perang Alarcos.
Meskipun sempat bertahan cukup lama, yakni lebih dari dua ratus lima puluh tahun pasca
jatuhnya ibu kota Muslim Spanyol, Cordoba (runtuh tahun 1245 M) namun pada akhirnya
perjuangan Muslim Granada terhempas juga (runtuh tahun 1492 M). Tentu, hal ini tidak terjadi
begitu saja melainkan ada hal – hal yang mendahului peristiwa tersebut. Dalam kaitannya
dengan penyebab keruntuhan Granada, diantaranya;
1. Perjanjian dengan Kerajaan Kastilia
Jalinan kerjasama dua kerajaan ini diwakili oleh raja Kastilia, Ferdinand III dan raja Granada,
Ibnu Ahmar. Disatu sisi kerja sama ini sekilas menguntungkan Muslim Granada sebab mendapat
jaminan keamanan. Namun disi lain, ini adalah bom waktu yang kelak akan meledakan
keberlangsungan peradaban umat Islam, bukan saja Granada tapi umat Muslim Spanyol secara
keseluruhan.
Dalam buku Qissat Andaslus Min Fath Ila Suquth Raghib As-Surjani memaparkan sejumlah
poin kerjasama yang cenderung menyudutkan posisi pemerintahan Islam, di antarnya :
1. Mewajibkan pembayaran upeti kepada raja Kastilia senilai 150.000 dinar setiap tahunnya.
2. Mewajibkan perwakilan pemerintah Muslim Granada hadir dalam rapat kerajaan Kastilia
selaku pusat pemerintahan.
3. Memerintah Granada atas nama kerjaan Kastilia sebagai bentuk jaminan Granada berada di
bawah pemerintahan Nasrani.
4. Menyerahkan sisa – sisa benteng pertahanan Jayen dan wilayah lain yang berada di sekitar
Granada.
5. Membantu kerajaan Kastilia saat berperang melawan musuh.
Naasnya, musuh dari kerajaan Kastilia termasuk umat Muslim itu sendiri. Bahkan peristiwa
keruntuhan Muslim Sevilla berkaitan erat dengan kerjasama diantara kedua kubu ini.
2. Bersatunya dua kerajaan besar Nasrani, Kastilia dan Arogun
Tahun 1469 M dua kerajaan besar Nasrani, Kastilia dan Arogun bersatu setelah pemuka dari
kedua kerajaan yaitu Fernando (raja Arogun) dan Isabella (ratu Kastilia) melangsungkan
pernikahan. Padahal sebelumnya, keduanya dikenal sebagai musuh bebuyutan. Jelas, bagi
kerajaan Muslim Granada, kejadian ini menjadi ancaman tersendiri. Kesepakatan jaminan
keamanan pun perlahan – lahan hilang bertepatan dengan membaiknya hubungan politis kedua
kerajaan ini.
3. Perpecahan dikalangan umat Islam
Bisa dikatakan salah satu kunci sukses kemajuan peradaban Muslim di Spanyol -bahkan sejak
awal proses penaklukan adalah iman dan gotong royong. Keimanan ikhlas berdakwah untuk
menyebarkan agama Alloh Swt. Dan gotong royong, bersatu serta bekerja sama dalam setiap
kebaikan tidak peduli apakah ia berasal dari bangsa Arab, Barbar ataupun bangsa lainnya.
Maka dengan hilangnya kunci tersebut perlahan – lahan taji umat Islam kian menyusut. Seperti
saat Dinasti Muwahhidun runtuh, pecahan – pecahan kerajaan kecil yang masih tersisa
cenderung individualistis bahkan saling berperang satu sama lain.
Menurut Ali Muhammad Muhammad as-Shallabi, resiko besar hilangnya persatuan umat adalah
jika melihat hubungan antara kerajaan Granada dengan Kerajaan Bani Marin, Bani Abdul Wad
ataupun Bani Hafsiyun tampak mengerikan. Sebab tidak hanya bersitegang, melainkan diantara
mereka sudah berada dalam tahap saling tempur bahkan tak segan – segan meminta bantuan
Nasrani untuk mengalahkan saudara sesama Muslim lainnya hanya demi mengejar syahwat
kekuasaan.
4. Meninggalkan semangat jihad
Seperti gambaran Syauqi Abu Khalil yang tercantum dalam karyanya Masra’ Gharnatah :
“Sesungguhnya umat Muslim Andalusia diakhir masanya, hidup dalam dekapan kenikmatan.
Mereka tidur dalam naungan kekayaan, kesembronoan, kehidupan sia – sia tanpa beban.
Akhlakulkarimah hilang, seperti telah mati dalam diri mereka perlindungan para pendahulunya
yang gagah perkasa”.
Peradaban majunya Islam di Spanyol tidak diperoleh dengan bersantai dan berleha – leha tetapi
dengan mengerahkan segala kemampuan. Sayangnya, nikmat sejahtera dan terpenuhinya segala
kebutuhan tidak dapat dimanfaatkan oleh generasi selanjutnya, justru mereka terjerumus dalam
kelalaian.
5. Hilangnya esensi ajaran agama Islam
Hal ini tercermin dalam wujud kasus kebobrokan sikap pejabat tinggi Muslim, yang tidak
kompeten bahkan cenderung sering melakukan hal – hal buruk seperti mengikuti hawa nafsu,
tidak dapat mengendalikan bala tentara hingga ketidakjelasan perihal keuangan negara, seperti
memberikan harta kepada yang tidak berhak dan sebaliknya tidak diberikan kepada yang hak.
Perjanjian Damai antara Ibnu Al-Ahmar dengan Raja Kristen
Alasan Terjadinya Perjanjian Damai adalah Konflik yang terjadi di antara sesama bangsa
Spanyol pada saat yang sesak dengan aroma fanatisme seperti itu sudah sampai pada batas harus
mengorbankan nilai-nilai sakral dan pertimbangan-pertimbangan yang matang. Sentimen
menjaga keutuhan negara, agama, dan kepentingan bersama, semuanya harus disisihkan demi
mematuhi ambisi-ambisi pribadi yang sempit. Pada tahun 634 H/ 1245 M, demi menjaga hak-
hak serta kewajiban-kewajiban kerajaan Castila Kristen dan wilayah Granada Islam, Ferdinand
III penguasa Castila merasa perlu tampil mengadakan perjanjian damai dengan Ibnu Al-Ahmar
yang mengaku menguasai wilayah Granada. Bersama Ferdinand III ia membuat perjanjian damai
yang berisi hak serta kewajiban yang disepakati bersama.Terjadinya perjanjian damai ini
disebabkan beberapa hal, di antaranya. Penguasa Dinasti Ahmar Muhammad ibn Yusuf ibn Nasr
menyerah kepada Raja Ferdinand penguasa Kristen. Karena merasa tidak akan sanggup melawan
serangan Kristen yang terus-menerus. Secara politik hal ini dilakukan semata-mata untuk
mempertahankan Islam.
b. Isi perjanjian damai
Isi perjanjian damai yang secara lengkap disepakati antara raja Castila dan Muhammad ibn
Yusuf ibn Nashir ibn Al-Ahmar adalah sebagai berikut.
1) Ibnu Al-Ahmar harus menyetorkan upeti kepada raja Castila setiap tahun yang jumlahnya
sebesar 150.000 dinar dari emas. Hal ini menggambarkan situasi yang tengah dialami oleh umat
Islam, dan sekaligus sebagai ungkapan sejauh mana tingkat keterpurukan dan keruntuhan yang
menimpa pemerintahan Dinasti Muwahidun yang semula begitu kokoh serta disegani sehingga
pernah mendominasi banyak negara di Spanyol dan Afrika.
2) Ibnu Al-Ahmar harus mengahadiri pertemuan Majelis Perwakilan dalam kapasitasnya sebagai
salah seorang Amir yang harus tunduk kepada otoritas yang tengah berkuasa di atas tahta. Dalam
konteks ini Granada harus tunduk kepada Castila.
3) Granada secara terang-terangan berkuasa atas nama raja Castila. Dengan demikian raja Castila
menjamin tanggung jawab Granada secara penuh.
4) Ibnu Al-Ahmar harus menyerahkan kepada penguasa Castila benteng pertahanan Jaen, sebuah
kota yang mengalami keruntuhan paling akhir, Aragon dan kawasan barat sebuah pulau yang
subur hingga tepi gua. Dengan demikian, Ibnu Al-Ahmar benar-benar telah menyerahkan kepada
Ferdinand III sang penguasa Castila seluruh wilayah kekuasaannya yang juga meliputi Granada
sendiri.
5) Ibnu Al-Ahmar harus membantu Ferdinand III dalam berperang melawan musuh-musuh
manakala hal itu dibutuhkan. Dengan kata lain, Ibnu Al-Ahmar harus bersekutu dengan penguasa
Castila dalam setiap peperangan yang mereka jalani melawan negeri mana pun.
Kemajuan yang dicapai oleh Dinasti ahmar
Perkembangan peradaban pada masa Dinasti Ahmar ditandai dengan pencapaian di berbagai
bidang, yaitu sebagai berikut:
1. Bidang Arsitektur, dengan dibangunnya Istana Al-Hamra yang sangat begitu indah dan
megah.
Kejayaan Dinasti Ahmar juga terlihat dari perkembangan arsitekturnya.
Puncaknya pada masa Abu Hajjaj Yusuf (1333-1354 M) dan Muhammad AlGhani (1354-1359
M). Mereka merombak istana Al-Hamra dan mendirikan Istana Singa yang megah. Keindahan
arsitektur yang dikembangkan keduanya, menjadi ciri khas bagi arsitektur Muslim Barat. Hal ini
ditambah dengan kreatifitas seni orang-orang Mudejar 1 (Mudejar Arts) yang memadukan ciri
arsitektur Kristen dengan Islam.
2. Bidang sastra lebih bertumpu pada persuratan penyusunan dan penyuntingan karya- karya
ilmuwan sebelumnya.
Kemajuan dalam bidang sastra dan keilmuan nampak menonjol pada pemerintahan Muhammad
IV. Pada masa ini lahirlah sastrawan dan cendekiawan semisal Abu Hayyan (1257 M-1344 M)
serta Lisan ad-Din ibn al Katib (1313 M-1374 M) yang menulis beberapa karangan, terutama
Raqm al-Hulal fi-Nizam adDuwal. Pada masa ini pula, Ibnu Khaldun menjadi diplomat
Muhammad IV dan Lisan ad-Din ibn Al-Katib menjadi wazirnya.
3. Penaklukan Konstantinopel
Konstantinopel dianggap kota paling terpenting di dunia yang pada tahun 330 M didirikan oleh
raja Byzantium Konstantin pertama, Kota itu memiliki wilayah paling strategis sampai ada yang
mengatakan “Seandainya dunia ini adalah sebuah negara, maka yang paling pantas menjadi
ibukotanya adalah Konstantinopel”, Konstantinopel sebagai ibukota Byzantium semenjak
pertama kali didirikan dan termasuk wilayah terbesar dan erpenting di dunia. Ketika pasukan
Islam masuk dan melawan pasukan Byzantium kota inilah yang menjadi pusat perhatian untuk
diperebutkan.
Hal itu tidak lepas dari faktor bahwa Kaum Muslim sebelumnya pernah mencoba
beberapa kali untuk membebaskan kota tersebut. Usaha-usaha yang pernah dilakukan Kaum
Muslim dalam menaklukan Konstantinopel antara lain Usaha pertama dilakukan pada
masa Mu’awiyah bin Abi Sufyan sepanjang masa 49 -52 H, namun menemui kegagalan, Usaha
kedua pada masa Sulaiman bin Abdul Malik dari Bani Umayyah. Dia telah mengepung
akan tetapi tidak berhasil karena persenjataan mereka masih kurang lengkap, Pada masa Dinasti
Utsman Khalifah Bayazid I dan Khalifah Murad II kembali mengepung Konstantinopel,
akan tetapi karena persiapannya kurang matang akhirnya mengalami kegagalan
Setelah keadaan Daulah Utsmaniyah kembali stabil dibawah kepemimpinan Sultan Murad
II, Konstantinopel kembali coba ditaklukan. Tetapi Kaisar Byzantium berusaha
menimbulkan fitnah di kalangan orang-orang Utsmani, yang mengakibatkan Sultan Murad II
sibuk dengan urusan dalam negeri. Generasi emas Daulah Utsmaniyah akhirnya muncul pada
masa pemerintahan Muhammad Al-Fatih, yang diangkat menjadi penguasa ketika umurnya
baru 22 tahu. Muhammad Al-Fatih telah banyak belajar dari kegagalan para pendahulunya
dalam usaha menaklukkan Konstantinopel.
Muhammad al-Fatih banyak terpengaruh oleh beberapa tokoh ulama’ Ahlul ma’rifah (Ulama’-
ulama’ Ma’rit) semenjak ia masih kecil yang paling utama diantara mereka adalah Ahmad bin
Ismail al-Kurani, ia sangat dikenal dengan seorang guru yang memiliki keutamaan yang
sempurna, pendidikan pada masa Sultan Murrad II yaitu ayah al-Fatih. Pada waktu itu pula
Muhammad al-Fatih menjadi seorang pejabat di negara Mughnisiyah, Ayahnya mengutus
beberapa pengajar akan tetapi tidak berpengaruh sama sekali dan al-Fatih tidak pernah membaca
sesuatu sehingga ia tidak bisa mengkhatamkan al-Qur’an, maka Sultan Murrad II mendengar
seorang laki-laki yang mempunyai keutamaan dan kecerdasan yang tinggi yang orang-orang
menyebutnya al Maula al Qurani, Sultan Murrad menjadikan ia sebagai guru bagi anaknya dan
memberikan alat pemukul dan memberi wewenang agar ia memukulnya kalau tidak patuh
perintahnya. Suatu ketika Al maula Al kurani pergi menemui al-Fatih dengan membawa alat
pemukul dan berkata “Ayahmu mengutusku untuk memberi pengajaran dan aku akan memukul
jika kamu tidak patuh terhadap perintahku . Maka tertawalah Muhammad Khan karena kata-kata
tersebut maka seketika itu pula Maula al Kurani memukulnya dengan keras sehingga takutlah
Muhammad khan oleh sebab itulah Muhammad Khan bisa menghafal al-Qur’an dalam waktu
yang singkat.
Syeikh Aq Syamsudin berusaha membentuk kepribadian Muhammad al-Fatih dan selalu
mengilhaminya dengan dua perkara semenjak ia masih kecil:
1. Memperkuat barisan pasukan kekuasaan Utsmani
2. Semenjak Muhammad al-Fatih masih kecil ia selalu mengilhamkan bahwa Muhammad
al-Fatih lah pemimpin yang dimaksud dalam Hadith Rasul
Jatuhnya Konstantinopel
Usaha-usaha atau peranan Muhammad Al-Fatih dalam pembebasan Konstantinopel adalah
menambah personil militer dan memperkuat armada laut, membangun benteng Romali
Hishar, menghimpun persenjataan, mengadakan perjanjian damai dengan beberapa negara
rival, memimpin pengepungan Konstantinopel atau sebagai panglima perang, menyebarkan
dakwah Islam ke seluruh Konstantinopel dan sekitarnya.
Daulah Bani Utsmaniyah sangat terkenal akan kebesaran dan kekuatan militernya, baik dari segi
jumlah personil maupun dari segi kualitas dan semangat tempurnya yang sangat tinggi dan
mencapai puncaknya pada masa Sultan Muhammad Al-Fatih. Sultan Al-Fatih sangat
memperhatikan personil perangnya hingga berhasil menghimpun dan mengorganisir lebih
250.000 personil tentara yang terdidik dan terlatih secara matang. Untuk menaklukkan
Konstantinopel Muhammad Al-Fatih benar-benar telah menyiapkan pasukan atau tentara
dalam jumlah yang sangat besar, agar cita-citanya untuk menaklukkan Konstantinopel
benarbenar terwujud. Berg dkk (1952: 309) menuliskan ”tentara yang mengepung kota dari darat
terdiri dari dua sampai tiga ratus ribu prajurit”. Artinya pasukan Utsmani yang disiapkan oleh
Al-Fatih untuk menggempur Konstantinopel merupakan jumlah yang sangat besar.
Muhammad Al-Fatih juga memperkuat armada angkatan laut, karena laut adalah jalan
satu-satunya untuk dapat menaklukkan Konstantinopel. Beragam kapal telah siapkan,
bahkan jumlahnya mencapai sekitar 400 kapal. Al Fatih melakukan gebrakan besar-besaran
dalam membenahi angkatan lautnya, baik dari segi personil maupun jumlah kapal perangnya.
Dalam usaha penaklukan Konstantinopel Muhammad Al-Fatih langsung memimpin dan
mengorganisir pasukannya sebagai panglima militer tertinggi meskipun demikian ia
mengangkat panglima perang atau jenderal-jenderal dalam memimpin peperangan disetiap
pasukan. Dalam pengepungan ini, Al-Fatih mengorganisir dan memantau langsung pasukan
Utsmani tersebut, bahkan ia sangat memperhatikan perbekalan tentaranya, baik persenjataan
maupun logistik. Konstantinopel merupakan kota yang sangat kokoh, dikelilingi oleh
benteng. Dilihat dari kekokohannya, kecil sekali kemungkinan untuk bisa menembus
benteng tersebut, namun Al-Fatih benar-benar seorang panglima yang ulung, sebelum
melakukan penyerangan ia mempersiapkan peta dan menyusun strategi yang matang untuk
keberhasilan pengepungan ini.
Sebelum menggempur Konstantinopel Muhammad Al-Fatih mengirim utusan kepada Kaisar
Byzantium agar tunduk di bawah kekuasaan Islam secara damai . Setelah melihat
kebulatan tekad Muhammad Al-Fatih untuk menaklukan Konstantinopel Kaisar Konstantine
lebih memilih untuk mempertahankan kota itu dari pada menyerahkan kota tersebut kepada
pasukan Islam, sehingga pasukan Utsmaniyah terus menggempur Konstantinopel.
Pengepungan terhadap Konstantinopel berlangsung cukup lama, hal ini dikarenakan
Konstantinopel merupakan kota benteng yang sangat kokoh dan aman dari jangkauan
musuh, serta bantuan dari Eropa yang selalu mengalir ke Konstantinopel lewat Tanduk
Emas menyebabkan bertambah lamanya pengepungan kota tersebut. Bahkan ketika kapal-
kapal Al-Fatih akan memasuki teluk, orang-orang Romawi langsung menutupnya
dengan sebuah rantai yang sangat besar yang tidak dapat dilewati
Muhammad Al-Fatih membagi pasukannya menjadi tiga lapis dari 250.000. Siauw (2012)
menjelaskan setelah mempersiapkan meriam raksasa yang melontarkan peluru seberat
700 kg, Al-Fatih lalu mempersiapkan 250.000 total pasukannya yang terbagi menjadi 3, yaitu
pasukan laut dengan 400 kapal perang penyerang melalui laut Marmara, kapal-kapal kecil untuk
menembus selat Tanduk, dan sisanya melalui jalan darat menyerang dari sebelah barat
Konstantinopel, awal penyerangan ini dilakukan pada tanggal 6 April 1453, yang terkenal
dengan The Siege of Constantinople.
Setelah berminggu-minggu berperang namun benteng kota Konstantinopel belum juga dapat
ditembus, walaupun menggunakan meriam-meriam yang sangat canggih, kemudian Al-Fatih
mengganti komandan armada pasukan laut, Balta Oghlmi dengan Hamzah Pasya, karena
dianggap tidak mampu mencegah kapal-kapal Eropa yang mendarat di teluk Tanduk
Emas. Khawatir kapal-kapalnya mendapat serangan dari selatan, maka kemudian Muhammad
Al-Fatih memerintahkan pasukannya untuk menarik kapal-kapalnya dariselat Bosporus ke
daratan melalui celah salah satu gerbang sebelah Barat kemudian dilabuhkan di Tanduk
Emas. Karena salah satu pertahanan yang agak lemah adalah melalui selat Golden Horn
yang sudah dirantai hanya dalam waktu semalam 70 lebih kapal bisa memasuki wilayah
selat Golden Horn. Pekerjaan ini dilakukan di tengahtengah kelengahan tentara Byzantium
dan merupakan cara yang tidak lazim.
Pekerjaan ini diawasi langsung oleh Al-Fatih dari jarak yang aman dan tidak terjangkau oleh
pasukan Byzantium. Pekerjaan ini selesai dilakukan dengan waktu hanya satu malam. Pagi hari
tanggal 23 Mei 1453, penduduk kota terbangun oleh teriakan takbir dan dentuman meriam
pasukan Utsmaniyah dari Tanduk Emas. Dan kini tidak ada lagi penghalang antara
pasukan Byzantium yangmempertahan kota dengan dengan pasukan Ustmaniyah. Setelah
berhasil memasuki kota benteng tersebut, Muhammad Al-Fatih membagi pasukan menjadi tiga
lapis pasukan, yaitu Irregular di lapisan pertama, Anatolian Army di lapisan kedua dan pasukan
ketiga yaitu pasukan khusus,Yenisseri. 29 Mei 1453, setelah sehari istirahat perang, Al-Fatih
kembali melakukan serangan umum, dengan tiga lapis pasukan, iregular di lapis pertama,
Anatolian Army di lapis kedua dan terakhir pasukan Yenisseri.
Pada tanggal 29 Mei 1453, hari selasa jam satu pagi, serangan umum mulai di lancarkan secara
intensif. Serangan di lakukan segala penjuru dengan tiga pasukan yang bergantian. Pada saat
yang bersamaan panglima Byzantium Giovanni Guistiniani melarikan diri akibat luka yang
sangat parah, sementara Kaisar Konstantine IX Paleologus mati terbunuh dalam pertempuran
tersebut oleh Sultan Muhammad Al-Fatih. Pada hari itu juga kota Konstantinpel jatuh ke tangan
pasukan umat Islam di bawah Sultan Muhammad Al-Fatih. Mengenai kejatuhan Konstantinopel
pada saat serangan umum ini sesuai dengan pendapat Berg dkk (1952: 312),
menyebutkan “Ketika diadakan serangan umum, jaitu pada tanggal 29 Mei 1453, dapatlah lima
puluh orang pradjurit Jenisseri merebut satu pintu gerbang kota, yang kurang kuat
pertahanannya”. Sehingga pada tanggal 29 Mei itu juga pasukan Muhammad Al-Fatih berhasil
menguasai kota Konstantinopel. Keberhasilan pasukan Islam di bawah Sultan
Muhammad Al-Fatih menaklukan Konstantinopel merupakan suatu hal yang luar biasa bagi
pasukan Islam, karena usaha untuk menaklukan kota ini sudah di mulai sejak berabad-abad.
Dengan mengalahkan Byzantium dan menaklukkan Konstantinopel Muhammad Al-Fatih telah
mengantarkan kesultanan Utsmani dan Peradaban Islam mencapai masa keemasan dan
kejayaan.