Anda di halaman 1dari 12

TURKI USTMANI

A. SEJARAH BERDIRINYA KERAJAAN USMANI

Pendiri kerajaan ini adalah bangsa Turki dari kabilah Oghus yang mendiami daerah
Mongol dan daerah utara negeri Cina. Dalam jangka waktu kira-kira tiga abad, mereka
pindah ke Turkistan kemudian persia dan Irak. Mereka masuk Islam sekitar abad kesembilan
atau kesepuluh, ketika mereka menetap di Asia Tengah.

Di bawah tekanan serangan Mongol pada abad ke-13, mereka melarikan diri ke
daerah barat dan mencari tempat pengungsian di tengah-tengah saudara mereka, orang-orang
Turki Saljuk, di dataran tinggi Asia Kecil.

Di bawah pimpinan Ertoghul, mereka mengabdikan diri kepada Sultan Alauddin II,
Sultan Saljuk yang kebetulan sedang berperang melawan Bizantium. Berkat bantuan mereka,
Sultan Alauddin mendapat kemenangan. Atas jasa baik itu, Alauddin menghadiahkan
sebidang tanah di Asia Kecil yang berbatasan dengan Bizantium. Sejak itu mereka terus
membina wilayah barunya dan memilih kota Syuhud sebagai ibu kota.

Tahun 1300 M, bangsa Mongol menyerang kerajaan Saljuk dan Sultan Alauddin
terbunuh. Kerajaan Saljuk Rum ini kemudian terpecah-pecah dalam beberapa kerajaan kecil.
Usmani kemudian menyatakan kemerdekaan dan berkuasa penuh atas daerah yang
didudukinya. Sejak itulah Kerajaan Usmani dinyatakan berdiri.

Penguasa pertama adalah Usman yang disebut juga dengan Usman I. Setelah Usman I
mengumumkan dirinya sebagai Padisyah rah Al-Usman (Raja besar keluarga Usman) tahun
699 H (1300 M) setapak demi setapak wilayah kerajaan dapat diperluasnya. Ia menyerang
daerah perbatasan Bizantium dan menaklukan kota Broessa tahun 1317 M, kemudian tahun
1326 M dijadikan sebagai ibukota kerajaan Turki Usmani.

Pada masa pemerintahan Orkhan (1326-1359 M) Turki Usmani dapat menaklukkan


Azumia (1327), Tasasyani (1330 M), Uskandar (1328 M), Ankara (1354 M), Gallipoli (1356
M). Daerah ini adalah bagian bumi Eropa yang pertama kali diduduki Kerajaan Usmani.

Ketika Murad I berkuasa (1359-1389 M) selain memantapkan keamanan dalam


negeri, ia melakukan perluasan daerah ke benua Eropa. Ia dapat menaklukan Adrianopel,
Macedonia, Sopia, Salonia dan seluruh wilayah bagian utara Yunani. Merasa cemas terhadap
kemajuan ekspansi kerajaan ini ke Eropa, Paus mengobarka semangat perang. Sejumlah besar
pasukan sekutu Eropa disiapkan untuk memukul mundur Turki Usmani. Pasukan ini dipimpin
oleh Sijisman, raja Honggaria. Namun Sultan Bayazid I (1389-1403 M pengganti Murad I
dapat menghancurkan pasukan sekutu Kristen Eropa tersebut. Peristiwa ini merupakan
catatan sejarah yang sangat gemilang bagi umat Islam.

Turki Usmani mencapai kegemilangannya pada saat kerajaan in dapat menaklukkan


pusat peradaban dan pusat agama Nasrani di Bizantium, yaitu Konstantinopel. Sultan
Muhammad II yang dikena dengan Sultan Muhammad Al-Fatih (1451-1484 M) dapat
mengalahkan Bizantium dan menaklukkan Konstantinopel pada tahun 1453 M

Ibu kota Bizantium itu akhirnya dapat ditaklukkan oleh pasukan Islam di bawah Turki
Usmani pada masa pemerintahan Sultan Muhammad II yang bergelar Al-Fatih, sang
penakluk. Telah berulang kali pasukan muslim sejak masa Umayyah berusaha menaklukkan
Konstantinopel, tetapi selalu gagal karena kokohnya benteng di kota tua itu.

Dengan terbukanya kota Konstantinopel sebagai benteng pertahanan terkuat Kerajaan


Bizantium, lebih memudahkan arus ekspansi Turki Usmani ke benua Eropa. Dan wilayah
Eropa bagian timur semakin terancam oleh Turki Usmani karena ekspansi Turk Usmani juga
dilakukan ke wilayah ini, bahkan sampai ke pint gerbang kota Wina, Austria.

Akan tetapi, ketika Sultan Salim I (1512-1520 M) naik tahta, mengalihkan perhatian
ke arah timur dengan menaklukkan Persia Syiria dan Dinasti Mamalik di Mesir. Usaha Sultan
Salim ini dikembangkan oleh Sultan Sulaiman Al-Qanuni (1520-1566 M). Sulaiman berhasil
menundukkan Irak, Belgrado, Pulau Rhodes, Tunis, Budhapest dan Yaman. Dengan
demikian, luas wilayah Turki Usmani pada masa Sultan Sulaiman Al-Qanuni mencakup Asia
Kecil, Armenia, Irak, Syiria, Hijaz dan Yaman di Asia, Mesir, Libia, Tunis dan Aljazair di
Afrika, Bulgaria, Yunani, Yugoslavia, Albania, Hongaria, dan Rumania di Eropa.

Setelah Sultan Sulaiman meninggal dunia, terjadilah perebutan kekuasaan antara


putra-putranya, yang menyebabkan Kerajaan Turki Usmani mundur. Akan tetapi, meskipun
mengalami kemunduran, kerajaan ini untuk masa beberapa abad masih dipandang sebagai
negara yang kuat, terutama dalam bidang militer.

Kerajaan Turki Usmani yang memerintah hampir tujuh abad lamanya (1299-1924 M),
diperintah oleh 38 Sultan
Kejayaan Turki Usmani dialami pada abad ke-16, ketika Dinasti Turki Usmani
mencapai kejayaannya sehingga daerah kekuasaannya itu membentang dari Selat Persia di
Asia sampai ke pintu gerbang Kota Wina di Eropa dan dari laut Gaspienne di Asia sampai ke
Aljazair ndi Afrika Barat. Penduduk Dinasti Turki Usmani terdiri dari bangsa Eropa yang
berasal dari Hongaria dan bahkan yang beragama Nasrani dan mereka ini pula yang
melanjutkan pengaruh Barat menjangkit kepada minoritas Turki yang ada di tempat itu.

Kemajuan dan perkembangan ekspansi kerajaan Turki Usmani yang demikian luas
dan berlangsung dengan cepat itu diikuti pula oleh kemajuan dalam berbagai bidang
kehidupan, termasuk dalam kaspek peradabannya.

B. PENAKLUKAN KONSTANTINOPEL

Konstantinopel adalah ibu kota Bizantium dan merupakan agama Kristen. Ibu kota
Bizantium itu akhirnya dapat ditaklukkan oleh pasukan Islam di bawah Turki Usmani pada
masa pemerintaha Sultan Muhammad II yang bergelar Al-Fatih, artinya sang penakluk Telah
berkali-kali pasukan kaum muslimin sejak masa Dinasti Umayyah berusaha menaklukkan
Konstantinopel, tetapi selalu gagal karena kokohnya benteng-benteng di kota tua itu. Baru
pada taha 1453 kota itu dapat ditundukkan.

Sultan mempersiapkan penaklukan terhadap kota Konstantinopel dengan penuh


keseriusan. Dipelajari penyebab kegagalan dalas penaklukan-penaklukan sebelumnya. Sultan
tidak mau lagi kalah sebagaimana para pendahulunya. Ia terlebih dahulu membereska
wilayah-wilayah yang membangkang di Asia Kecil. Datanglah kesempatan yang dinanti-
nanti, yakni ketika Kaisar Konstantin IX mengancam Sultan untuk membayar pajak yang
tinggi kepada pihaknya, dan jika tidak tunduk pada perintah tersebut maka akan diganggu
kedudukannya dengan menundukkan Orkhan, salah seorang cucu Sulaiman, sebagai Sultan.
Ancaman tersebut dihadapi dengan kebulatan tekad, yakni dengan membuat benteng-benteng
di sekeliling Konstantinopel. Sultan berkilah bahwa benteng-benteng itu dibangun untuk
melindungi dan mengawasi rakyatnya yang lal lalang ke Eropa melalui wilayah Bosporus itu.

Konstantinopel akhirnya dapat dikepung dari segala penjuru oleh pasukan Sultan
Muhammad II yang berjumlah kira-kira 250.000 di bawah pimpinan Sultan sendiri. Kaisar
Bizantium meminta bantuan kepada Paus di Roma dan raja-raja Kristen di Eropa, tetapi tanpa
hasil bahkan ia dicemooh oleh rakyatnya sendiri karena merendahkan martabatnya. Raja-raja
Eropa juga tidak ingin membantunya karena mereka masih dalam perselisihan yang belum
terselesaikan. Hanya pasukan Vinicia yang ingin membantu karena memiliki kepentingan
dagang di wilayah Usmani. Tentara Vinicia itu merintangi kapal-kapal. Usmani dengan
merentangkan rantai besar di selat Busporus. Sultan tidak kehilangan akal, dinaikkanlah
kapal-kapal itu di daratan dengan menggunakan balok-balok kayu untuk landasannya, dan
berhasil memindahkannya ke sisi barat kota. Maka terperanjatlah pasukan antium dengan
strategi Sultan yang telah mengepung kota selama 53 hari Dalam masa itu meriam-meriam
Turki dimuntahkan kearah kota dan menghancurkan benteng-benteng dan dinding-
dindingnya sehingga menyerahlah Konstantinopel pada tanggal 28 Mei 1453.

Dalam pertempuran itu Kaisar mati terbunuh, dan Konstantinopel jatuh ke tangan
Usmani. Sultan Muhammad II memasuki kota, kemudian mengganti nama Konstantinopel
menjadi Istambul, dan menjadikannya sebagai ibukota. Sultan mengubah gereja Asa Sophia
menjadi masjid, dan di samping itu ia nembangun masjid dengan sama Masjid Muhammad
sebagai peringatan bagi keberhasilannya dalam menundukkan kota itu.

Dengan jatuhnya Konstantinopel, pengaruhnya sangat besar bagi Turki usmani.


Konstantinopel adalah kota pusat kerajaan Bizantium yang menyimpan banyak ilmu
pengetahuan dan menjadi pusat agama Kristen Ortodoks. Kesemuanya itu diwariskan kepada
Usmani. Dari segi letak kota itu sangat strategis karena menghubungkan dua benua secara
langsung, Eropa dan Asia. Penaklukan kota itu memudahkan mobilisasi pasukan dari
Anatolia ke Eropa.

Walaupun para Sultan Usmani setelah Sulaiman yang Agung pada umumnya lemah,
tetapi serangan terhadap Eropa masih berlangsung terutama untuk menaklukkan kota Wina di
Austria. Kota Wina itu dikepung berkali-kali, tetapi tidak dapat ditaklukkan. Yang terakhir
kali kota Wina di Austria itu dikepung oleh pasukan Usmani pada tahun 1683, namun tanpa
hasil yang memuaskan.

C. PERADABAN ISLAM DI TURKI

Sejak masa Usman bin Artaghol (1299-1326 M), yang dianggap pembina pertama
Kerajaan Turki Usmani ini dengan nama imperium Ottoman, timbullah kemajuan dalam
berbagai bidang agama Islam Turki membawa pengaruh cukup baik dalam bidang ekspansi
agama Islam ke Eropa. Kemajuan lainnya antara lain dalam bidang militer dan pemerintahan,
bidang ilmu pengetahuan dan budaya, serta dalam bidang keagamaan. Dalam
perkembangannya Turki cuku berpengaruh dalam bidang peradaban Islam, dengan corak
peradab yang khas. Pengaruh budaya tersebut sampai ke berbagai wilayah Turki Usmani
yang wilayahnya begitu luas dalam dunia Islam.

1. Bidang Pemerintahan dan Militer

Para pemimpin Kerajaan Usmani pada masa-masa pertama adalah orang-orang yang
kuat, sehingga kerajaan dapat melakukan ekspansi dengan cepat dan luas. Meskipun
demikian, kemajuan Kerajaan Usmani sehingga mencapai masa keemasannya itu, bukan
semata- mata karena keunggulan politik para pemimpinnya. Masih banyak faktor lain yang
mendukung keberhasilan ekspansi itu. Yang terpenting di antaranya adalah keberanian,
keterampilan, ketangguhan dan kekuatan militernya yang sanggup bertempur kapan saja.

Kekuatan militer kerajaan ini mulai diorganisasi dengan baik dan teratur ketika terjadi
kontak senjata dengan Eropa. Pengorganisasian yang baik dan strategi tempur militer Usmani
berlangsung dengan baik. Pembaruan dalam tubuh organisasi militer oleh Orkhan sangat
berarti bagi pembaruan militer Turki. Bangsa-bangsa non-Turki dimasukkan sebagai anggota,
bahkan anak-anak Kristen yang masih dalal diastamakan dan dibimbing dalam suasana Islam
untuk dijadikan prajurit.

Program ini ternyata berhasil dengan terbentuknya kelompok militer baru yang
disebut pasukan Yenisseri atau Inkisyariah. Pasukan inilah yang dapat mengubah Kerajaan
Usmani menjadi mesin perang yang paling kuat dan memberikan dorongan yang amat besar
dalam penaklukan negeri-negeri normuslim di timur yang berhasil dengan sukses.

Di samping Yenisseri, ada lagi prajurit dari tentara kaum feodal yang dikirim kepada
pemerintah pusat. Pasukan ini disebut tentara atau kelompok militer Thaujiah. Angkatan laut
pun dibenahi, karena ia memiliki peranan yang besar dalam perjalanan ekspansi Turki
Usmani. Pada abad ke-16 angkatan laut Turki Usmani mencapai puncak kejayaannya.
Kekuatan militer Turki Usmani yang tangguh a dengan cepat dapat menguasai wilayah yang
sangat luas, baik di Asia, Afrika, maupun Eropa. Faktor utama yang mendorong kemajuan di
lapangan militer ini ialah tabiat bangsa Turki itu sendiri yang bersifat militer, berdisiplin, dan
patuh terhadap peraturan. Tabiat ini merupakan tabiat alami yang mereka warisi dari nenek
moyangnya di Asia Tengah.

Keberhasilan ekspansi tersebut dibarengi pula dengan terciptanya jaringan


pemerintahan yang teratur. Dalam mengelola pemerintahan yang luas, sultan-sultan Turki
Usmani senantiasa bertindak tegas. Dalam struktur pemerintahan, Sultan sebagai penguasa
tertinggi, dibantu oleh Shadr Al-A'zham (perdana menteri) yang membawahi Pasya
(gubernur). Gubernur mengepalai daerah tingkat I. Di bawahnya terdapat beberapa orang Az-
Zanaziq atau Al-Alawiyah (bupati).

Untuk mengatur urusan pemerintahan negara, di masa Sultan Sulaiman I disusun


sebuah kitab Undang-Undang (qanun). Kitab tersebut diberi nama Multaqa Al-Abbur, yang
menjadi pegangan hukum bagi Kerajaan Turki Usmani sampai datangnya reformasi pada
abad ke-19. Karena jasa Sultan Sulaiman I yang amat berharga ini, di ujung namanya
ditambah gelar Sultan Sulaiman Al-Qanuni.

Kemajuan dalam bidang kemiliteran dan pemerintahan ini membawa Dinasti Turki
Usmani mampu membawa Turki Usmani menjadi sebuah negara yang cukup disegani pada
masa kejayaannya.

2. Bidang Ilmu Pengetahuan

Peradaban Turki Usmani merupakan perpaduan bermacam-macam peradaban, di


antaranya adalah peradaban Persia, Bizantium, dan Arab Dari peradaban Persia, mereka
banyak mengambil ajaran-ajaran tentang etika dan tata krama dalam istana raja-raja.
Organisasj pemerintahan dan kemiliteran banyak mereka serap dari Bizantium Sedangkan
ajaran tentang prinsip-prinsip ekonomi, sosial, kemasyarakatan dan keilmuan mereka terima
dari orang-orang Usmani yang Turki dikenal sebagai bangsa yang senang dan mudah
berasimilasi dengan bangsa asing dan terbuka untuk menerima kebudayaan dari luar.

Sebagai bangsa yang berdarah militer, Turki Usmani lebih banyak memfokuskan
kegiatan mereka dalam bidang kemiliteran, sementara dalam bidang ilmu pengetahuan
mereka tampak tidak begitu menonjol. Karena itulah dalam khazanah intelektual Islam kita
tidak menemukan ilmuwan terkemuka dari Turki Usmani.

3. Bidang Kebudayaan

Dinasti Usmani di Turki, telah membawa peradaban Islam menjadi peradaban yang
cukup maju pada zaman kemajuannya. Dalam bidang kebudayaan Turki Usmani banyak
muncul tokoh-tokoh penting seperti yang terlihat pada abad ke-16, 17, dan 18.
Antara lain abad ke-17, muncul penyair yang terkenal yaitu Nafi (1582-1636 M).
Nafi' bekerja untuk Murad Pasya dengan menghasilkan karya-karya sastra Kaside yang
mendapat tempat di hati Sultan.

Di antara penulis yang membawa pengaruh Persi ke dalam istana smani adalah Yusuf
Nabi (1642-1712 M), ia muncul sebagai juru lis bagi Musahif Mustafa, salah seorang menteri
Persia dan ilmu- mu agama. Yusuf Nabi 1 menunjukkan pengetahuannya yang luar a dalam
puisinya. Menyentuh hampir semua persoalan-agama, satat, roman, cinta, anggur dan
mistisisme- ia juga membahas Masa ografi, sejarah, bentuk prosa, geografi, dan rekaman
perjalanan.

Dalam bidang sastra prosa Kerajaan Usmani melahirkan dua oh terkemuka, yaitu
Katip Celebi dan Evliya Celebi. Yang terbesar dari semua penulis adalah Mustafa bin
Abdullah, yang dikenal dengan Katip Celebi atau Haji Halife (1609-16M). la menulis buku
gambar dalam karya terbesamya Kasyf Az-Zunan fi Asmai Al-Katub Al-Funun, sebuah
presentasi biografi penulis-penulis penting di dunia timur bersama daftar dan deskripsi lebih
dari 1.500 buku 207 berbahasa Turki, Persia, dan Arab, ia pun menulis buku-buku yang lain.

Salah seorang penyair diwan yang paling terkenal adalah Muhammad Esat Efendi
yang dikenal dengan Galip Dede atau Syah Galip (1757-1799 M). Adapun di bidang
pengembangan seni arsitek- ur Islam, pengaruh Turki sangat dominan, misalnya bangunan-
bangunan masjid yang indah, seperti Masjid Al-Muhammadi atau Masjid Sultan Muhammad
Al-Fatih, Masjid Agung Sultan Sulaiman, dan Masjid Aya Sophia yang berasal dari sebuah
gereja.

Pada masa Sultan Sulaiman, di kota-kota besar dan kota-kota lainnya banyak
dibangun masjid, sekolah, rumah sakit, gedung, jembatan, saluran air, villa dan pemandian
umum. Disebutkan bahwa 25 buah dari bangunan itu dibangun di bawah koordinator Sinan,
Rorang arsitek asal Anatolia.

Dalam hal pembangunan dan seni arsitek, Turki Usmani telah menghasilkan
keindahan-keindahan yang tinggi nilainya, dan bercorak khusus sehingga membedakan
dengan peradaban dan budayaan daulah Islam lainnya.

4. Bidang Keagamaan
Dalam tradisi masyarakat Turki, agama merupakan sebuah faktor penting dalam
transformasi sosial dan politik seluruh masyarakat Masyarakat digolongkan berdasarkan
agama, dan kerajaan sendiri sangat terikat dengan syariat sehingga fatwa ulama menjadi
hukum yang berlaku. Ulama memiliki peranan penting dalam kerajaan dan dihadapi
masyarakat. Mufti sebagai pejabat urusan agama tertinggi berwenang memberi fatwa resmi
terhadap problema keagamaan yang masyarakat. Tanpa legitimasi Mufti, keputusan hukum
kerajaan bisa tidak berjalan.

Kehidupan keagann pada masyarakat Turki Usmani mengalami kemajuan, termasuk


dalam hal ini adalah kehidupan tarekat. Tarekat yang berkembang ialah tarekat Bektasyi, dan
tarekat Maulawi. Kedua tarekat ini banyak dianut oleh kalangan sipil dan militer. Tarekat
Bektasyi memiliki pengaruh yang sangat dominan di kalangan Yeniseri, sehingga mereka
sering disebut tentara Bektasyi. Sementara tarekat Maulawi mendapat dukungan dari para
penguasa dalam mengimbangi Yenisseri Bektasyi.

Kajian mengenai ilmu-ilmu keagamaan Islam, seperti fiqh, ilmu kalam, tafsir dan
hadis boleh dikatakan tidak mengalami perkem- bangan yang berarti. Para penguasa lebih
cenderung untuk menegak- kan satu faham (mazhab) keagamaan dan menekan mazhab
lainnya. Sultan Abdul Hamid misalnya, begitu fanatik terhadap aliran Al- Asy'ariyah. Ia
merasa perlu mempertahankan aliran tersebut dari kritikan aliran lain. Sultan memerintahkan
kepada Syaikh Husein Al-Jisr Ath-Tharablusi menulis kitab Al-Husun Al-Hamidiyah
(Benteng Pertahanan Abdul Hamid), yang mengupas tentang masalah ilmu kalam, untuk
melestarikan aliran yang dianutnya. Akibat kelesuan di bidang ilmu keagamaan dan fanatik
yang berlebihan maka ijtihad tidak berkembang. Ulama hanya menulis buku dalam bentuk
syarah (penjelasan) dan hasyiyah (semacam catatan) terhadap karya-karya klasik.

Bagaimanapun, Kerajaan Turki Usmani banyak berjasa, terutama dalam perluasan


wilayah kekuasaan Islam ke benua Eropa." Ekspansi kerajaan ini untuk pertama kalinya lebih
banyak ditujukan ke Eropa Timur yang belum masuk dalam wilayah kekuasaan dan agama
Islam. Akan tetapi, karena dalam bidang peradaban dan kebudayaan 20 -kecuali dalam hal
yang bersifat fisik- perkembangannya jauh berada di bawah kemajuan politik, maka negeri-
negeri yang sudah ditaklukan itu akhirnya melepaskan diri dari kekuasaan pusat, dan
perjalanan dakwah belum berhasil dengan maksimal.

D. KEMUNDURAN TURKI USMANI


Setelah Sultan Sulaiman Al-Qanuni wafat (1566 M), Kerajaan Turki Usmani memulai
memasuki fase kemunduran. Akan tetapi, sebagai sebuah kerajaan yang sangat besar dan
kuat, kemunduran itu tidak langsung terlihat. Sultan Sulaiman Al-Qanuni diganti oleh Sultan
Salim II (1566-1573 M). Di masa pemerintahannya terjadi pertempuran antara armada laut
Kerajaan Usmani dengan armada laut Kristen yang terdiri dari angkatan laut Spanyol,
angkatan laut Bundukia, angkatan laut Sri Paus dan sebagian kapal para pendeta Malta yang
dipimpin Don Juan dari Spanyol.

Pertempuran ini terjadi di Selat Liponto (Yunani). Dalam pertempuran ini Turki
Usmani mengalami kekalahan yang mengaki- batkan Tunisia dapat direbut oleh musuh. Baru
pada masa Sultan berikutnya, Sultan Murad III, pada tahun 1575 M Tunisia dapat
direbut kembali.

Pada masa Sultan Murad III (1574-1595 M) Kerajaan pernah berhasil menyerbu
Kaukasus dan menguasai Tiflis di La Hitam (1577 M), merampas kembali Tibris, ibu kota
Kerajaan Safa menundukan Georgia, mencampuri urusan dalam negeri Polandia, dan
mengalahkan gubernur Bosnia pada tahun 1593 M.

Namun, karena kehidupan moral Sultan yang tidak bal menyebabkan timbulnya
kekacauan dalam negeri. Apalagi ketika pemerintahan dipegang oleh para Sultan yang lemah
seperti Sulta Muhammad III (1595-1603 M). Dalam situasi yang kurang baik itu, Austria
berhasil memukul Kerajaan Usmani.

Sesudah Sultan Ahmad I (1603-1617 M) situasi semaki memburuk dengan naiknya


Mustafa I (1617-1623 M). Karena gejolak politik dalam negeri tidak dapat diatasinya, Syaikh
Al-Islam. mengeluarkan fatwa agar ia turun dari tahta dan diganti oleh Usman II (1618-1622
M)

Pada masa Sultan Ibrahim (1640-1648 M) berkuasa, orang-orang Vinetia melakukan


peperangan laut melawan dan mengusir orang orang Turki Usmani dari Cyprus dan Creta
tahun 1645 M. Pada tahun 1699 M terjadi Perjanjian Karlowith yang mamaksa Sultan untuk
menyerahkan seluruh Hongaria, sebagian besar Slovenia dan Croasia kepada Hapsbrug. Dan
Hemenietz, Podolia, Ukraina, Morea, dan sebagian Dalmatia kepada orang-orang Vinetia.

Pada tahun 1770 M, tentara Rusia mengalahkan armada kerajaan Usmani di sepanjang
pantai Asia Kecil. Akan tetapi, tentara Rusia ini dapat dikalahkan kembali oleh Sultan
Mustafa III (1757-1774 M) yang segera mengkonsolidasi kekuatannya.
Pengganti Sultan Mustafa III adalah Sultan Abdul Hamid (1774- 1789 M) seorang
Sultan yang lemah. Pada masa Sultan Hamid mengadakan perjanjian dengan Catherine II dari
Rusia yang nama Perjanjian Kinarja di Kutcuk Kinarja. Isi perjanjian itu antara lain: (1)
Kerajaan Usmani harus menyerahkan benteng-benteng yang diberi berada di laut Hitam
kepada Rusia dan memberi izin kepada Armada Rusia untuk melintasi selat yang
menghubungkan Laut Hitam dengan Laut Putih, dan (2) Kerajaan Usmani mengakui
kemerdekaan Kirman (Crimea)

Demikianlah proses kemunduran yang terjadi di Kerajaan Usmani pada akhir-akhir


keberadaan Dinasti Turki Usmani. Akhirnya satu per satu negeri-negeri di Eropa yang pernah
dikuasai kerajaan ini memerdekakan diri. Bahkan beberapa daerah di Timur Tengah men- oba
bangkit memberontak. Di Mesir Dinasti Mamalik akhirnya mele- paskan diri di bawah Ali
Bey tahun 1770 M. Di Lebanon dan Syiria, Fakhruddin seorang pemimpin Druze, berhasil
menguasai Palestina, dan pada tahun 1610 M merampas Ba'albak dan mengancam Damaskus.
Di Persia Kerajaan Safawi juga mengadakan perlawanan terhadap Usmani. Dan Arabia juga
bangkit melepaskan diri dari Usmani dengan aliansi antara Muhammad bin Abdul Wahab
dengan penguasa lokal Ibnu Sa'ud pada awal paruh kedua abad ke-18 M.

Dengan demikian, pemberontakan-pemberontakan yang terjadi di Kerajaan Usmani


ketika ia sedang mengalami kemunduran, bukan hanya terjadi di daerah-daerah yang tidak
beragama Islam seperti di wilayah Eropa Timur, tetapi juga terjadi di daerah-daerah yang
berpenduduk muslim.

Gerakan-gerakan sparatisme terus berlanjut hingga pada abad ke 19 dan ke 20.


Ditambah dengan munculnya gerakan modernisasi politik di pusat pemerintahan, Kerajaan
Usmani akhirnya berakhir dengan berdirinya Republik Turki pada tahun 1924 M, dan
mengangkat Mustafa Kamal Ataturk sebagai presiden pertama di Republik Turki. Dalam
percaturan politik selanjutnya Turki tidak begitu memiliki pengaruh yang dominan bahkan
orang Eropa menyebutnya The sick man of the Europa. (si sakit yang ada di Eropa).

Menurut Dr. Badri Yatim, M.A. bahwa faktor-faktor yang menye- babkan kerajaan
Turki Usmani mengalami kemunduran adalah sebagai berikut.

1) Wilayah kekuasaan yang sangat luas


Administrasi pemerintahan bagi suatu negara yang sangat luas wilayahnya
sangat rumit dan kompleks, sementara administra pemerintahan Kerajaan Usmani
tidak beres. Di pihak lain, pata penguasa sangat berambisi menguasai wilayah
yang sangat lua sehingga mereka terlibat perang terus-menerus dengan berbagi
bangsa
2) Heteroginitas penduduk
Sebagai kerajaan besar, Turki Usmani menguasai wilayan yang sangat luas,
mencakup Asia Kecil, Armenia, Irak, Syiria, Hijaz, dan Yaman di Asia. Mesir,
Libia, Tunis, dan Aljazair di Afrika. Bulgaria, Yunani Yugoslavia, Albania,
Hongaria, dan Rumania di Eropa. Wilayah yang luas itu didiami oleh penduduk
yang beragam, baik dari segi agama, ras, etnis, maupun adat istiadat. Untuk
mengatur penduduk yang beragam dan tersebar di wilayah yang luas itu
diperlukan suatu organisasi pemerintahan yang teratur.
3) Kelemahan para penguasa
Sepeninggal Sulaiman Al-Qanuni, Kerajaan Usmani diperintah oleh sultan-
sultan yang lemah, baik dalam kepribadian terutama dalam kepemimpinannya.
Akibatnya pemerintahan menjadi kacau. Kekacauan itu tidak pernah dapat diatasi
secara sempurna, bahkan semakin lama menjadi parah.
4) Budaya korupsi
Korupsi merupakan perbuatan yang sudah umum terjadi dalam Kerajaan
Usmani. Setiap jabatan yang hendak diraih oleh seseorang harus "dibayar" dengan
sogokan kepada orang yang berhak memberikan jabatan tersebut. Budaya korupsi
ini mengakibatkan dekadensi moral kian merajalela yang membuat pemerintah
semakin rapuh.
5) Pemberontakan tentara Yenisseri
Kemajuan ekspansi Kerajaan Usmani banyak ditentukan oleh kuatnya tentara
Yenisseri. Dengan demikian, dapat dibayangkan bagaimana kalau tentara ini
memberontak. Pemberontakan tentara Yenisseri terjadi sebanyak empat kali, yaitu
pada tahu 1525 M, 1632 M, 1727 M, dan 1826 M.
6) Merosotnya perekonomian
Akibat perang yang tidak pernah berhenti, perekonomian negara merosot.
Pendapatan berkurang, sementara belanja negara sangat besar, termasuk untuk
biaya perang,
7) Terjadinya stagnasi dalam lapangan ilmu dan teknologi
Kerajaan Usmani kurang berhasil dalam pengembangan ilmu dan teknologi,
karena hanya mengutamakan pengembangan kekuatan militer. Kemajuan militer
yang tidak diimbangi oleh kemajuan ilmu dan teknologi menyebabkan kerajaan
ini tidak sanggup menghadapi persenjataan musuh dari Eropa yang lebih maju.

Karena faktor-faktor tersebut, Turki Usmani menjadi lemah dan kemudian mengalami
kemunduran dalam berbagai bidang. Pada periode selanjutnya di masa modern, kelemahan
Kerajaan Usmani ini menyebabkan kekuatan Eropa tanpa segan-segan menjajah dan
menduduki daerah-daerah muslim yang dulunya berada di bawah kekuasaan Kerajaan
Usmani, terutama di Timur Tengah dan Afrika Utara.1

1
Samsul Munir Amin, Sejarah Peradaban Islam (Jakarta: AMZAH, 2019). Hal 194-209

Anda mungkin juga menyukai