Tamadun
Tamadun
PENDAHULUAN
Sejak abad ke-9 Masehi, bangsa Indonesia telah berlayar mengarungi lautan ke
barat Samudera Hindia hingga Madagaskar dan ke timur hingga Pulau Paskah.Ini menjadi
bukti bahwa masyarakat Indonesia memiliki peradaban dan budaya maritim yang maju
sejak dulu kala.Seiring semakin ramainya aktivitas melalui laut, lahirlah kerajaan-kerajaan
bercorak maritim dan memiliki armada laut besar.Perkembangan budaya maritim pun
membentuk peradaban bangsa yang maju di zamannya.
Walaupun ada banyak pusat peradaban Melayu dalam sejarahnya yang panjang,
pada hakikatnya ia adalah sebuah peradaban yang sama dalam sebuah kesinambungan, dan
dialami oleh manusia yang mengongsi himpunan memori yang sama. Peradaban Melayu
itu tumbuh dan maju dalam kestabilan politik yang lama dan berterusan, dan dibendung
oleh perundangan, dan budaya yang kompleks.
Peradaban Melayu itu mempunyai wilayah geografi yang luas, iaitu sebuah wilayah
samudera, iaitu sebuah peradaban maritim. Peradaban Melayu itu adalah satu-satunya
peadaban maritim dalam dunia.
Makalah ini dibuat karena dua tujuan. Pertama untuk sebagai bahan kajian untuk
pembaca dalam memahami kejayaan peradaban maritim dan hakekat peradaban melayu.
Alasan kedua yaitu untuk memenuhi tugas makalah kelompok mata kuliah Tamadun dan
Tunjuk Ajar Melayu.
1
1.3 PENGERTIAN JUDUL
Judul yang penyusun angkat dalam makalah ini yaitu kejayaan peradaban maritim
dan hakekat peradaban melayu.
1.4 PERMASALAHAN
2
BAB II
PEMBAHASAN
Sejak abad ke-9 Masehi, bangsa Indonesia telah berlayar mengarungi lautan ke
barat Samudera Hindia hingga Madagaskar dan ke timur hingga Pulau Paskah.Ini menjadi
bukti bahwa masyarakat Indonesia memiliki peradaban dan budaya maritim yang maju
sejak dulu kala.Seiring semakin ramainya aktivitas melalui laut, lahirlah kerajaan-kerajaan
bercorak maritim dan memiliki armada laut besar.Perkembangan budaya maritim pun
membentuk peradaban bangsa yang maju di zamannya.
Pada era Kerajaan Sriwijaya, Majapahit hingga Demak, nusantara tampil sebagai
kekuatan besar yang disegani negara di kawasan Asia dan dunia.Sebagai kerajaan maritim
yang kuat di Asia Tenggara, Sriwijaya (683-1030 M) telah mendasarkan politik
kerajaannya pada penguasaan alur pelayaran dan jalur perdagangan serta menguasai
wilayah-wilayah strategis yang digunakan sebagai pangkalan kekuatan laut.Angkatan laut
Kerajaan Sriwijaya ditempatkan di berbagai pangkalan strategis dan mendapat tugas
mengawasi, melindungi kapal-kapal dagang yang berlabuh, memungut biaya cukai, serta
mencegah terjadinya pelanggaran laut di wilayah kedaulatan dan kekuasaannya.
Puncak kejayaan maritim nusantara terjadi pada masa Kerajaan Majapahit (1293-
1478).Di bawah Raden Wijaya, Hayam Wuruk dan Patih Gajah Mada, Majapahit berhasil
menguasai dan mempersatukan nusantara. Pengaruhnya bahkan sampai ke negara-negara
asing, seperti Siam, Ayuthia, Lagor, Campa (Kamboja), Anam, India, Filipina, China.
3
Kejatuhan Majapahit diikuti munculnya Kerajaan Demak. Kebesaran Kerajaan
Demak jarang diberitakan, tetapi bukti kekuatan maritim Kerajaan Demak mampu
mengirim armada laut yang dipimpin Pati Unus yang bergelar Pangeran Sabrang Lor
membawa 100 buah kapal dengan 10.000 prajurit menyerang Portugis di Malaka.
a. Arkeologi maritim menemukan banyak bangkai kapal di bawah laut negeri ini,
dengan tahun pembuatan mulai dari abad 7 SM, memiliki teknologi pembuatan yang
belum ada duanya di dunia.
Penyebaran bahasa yang mencakup setengah dunia, dan mengikutsertakan lebih dari 400
juta penutur membuktikan keberadaan bangsa-bangsa di Nusantara di atas bumi ini.
d. Persenjataan, alat musik, hingga ilmu perbintangan dari berbagai kawasan, sejak
dari Afrika, Timur Tengah, India, hingga Polynesia, memperlihatkan bagaimana pengaruh
kultural sudah jauh lebih dulu sebelum bangsa asing datang ke negeri ini.
4
B. Hakekat Peradaban Melayu
Walaupun ada banyak pusat peradaban Melayu dalam sejarahnya yang panjang,
pada hakikatnya ia adalah sebuah peradaban yang sama dalam sebuah kesinambungan, dan
dialami oleh manusia yang mengongsi himpunan memori yang sama. Peradaban Melayu
itu tumbuh dan maju dalam kestabilan politik yang lama dan berterusan, dan dibendung
oleh perundangan, dan budaya yang kompleks.
Peradaban Melayu itu mempunyai wilayah geografi yang luas, iaitu sebuah wilayah
samudera, iaitu sebuah peradaban maritim. Peradaban Melayu itu adalah satu-satunya
peadaban maritim dalam dunia.
a. Profesor Liang Liji dari Universiti Beijing dapat menceritakan bahawa ada bukti
arkeologi yang menunjukkan bahawa pada zaman Maharaja Yin Shang, pada abad ke-17
hingga 11 sebelum Masihi, mungkin sudah ada perhubungan antara Alam Melayu dengan
China. Ahli arkeologi China menemui catatan huruf purba China diukirkan pada
cangkerang kura-kura besar, yang dipercayai berasal daripada Alam Melayu kerana di
China tidak pernah ada kura-kura sebesar itu. Begitu juga, pada makam Maharaja China
itu pernah ditemui pula tulang binatang Mo Loi Mo, iaitu tenuk, yang juga berasal dari
Alam Melayu. Ini menunjukann bahawa tiga hingga empat millenium lalu, sudah ada
benda yang dibawa ke China dari Alam Melayu, wilayah yang dihuni oleh orang Melayu.
b. Buku sejarah kuno China, terdapat sebuah catatan geografi dalam Kepustakaan
Dinasti Han, Hon Shu Oi Li Zhi, menyatakan pada zaman Maharaja Han Wu Di, yang
hidup pada tahun 140 hingga 87 S. M., sudah dibuka perjalanan dari China ke India,
melalui Semenanjung Tanah Melayu. Maksudnya, pada abad kedua S. M. sudah wujud
perhubungan China dengan Alam Melayu, iaitu sudah ada manusia yang dipanggil Melayu
5
Alam Melayu. Inilah dokumentasi sejarah terawal mengenai peradaban Melayu dalam
abad ke-3
d. Kunjungan seorang sami Buddha I-Tsing, ke Sriwijaya pada tahun 671 M, iaitu
pada zaman Maharaja Tang, adalah termasyur. Apabila I-Tsing singgah di Sriwijaya dalam
pelayaran ke India, beliau mendapati pengajian dalam bidang agama, budaya dan bahasa
sudah mencapai tahap yang sangat manju. Oleh sebab itu beliau tinggal di Sriwijaya dan
belajar sebagai persiapan sebelum meneruskan pelayaran ke India. Oleh sebab kejayaan
beliau itu, I-Tsing menasihatkan para sami Buddha dari China supaya "singgah di
Sriwijaya selama satu atau dua tahun bagi mempelajari ilmu Buddha tersebut sebelum
pergi ke India." Akibatnya, ramai sami Buddha China ini singgah di Sriwijaya da nada
yang tidak mahu balik pulang ke Guangzhou semula. I-Tsing sangat menyedari
kepentingan bahasa Melayu, Kunlun, dan mempengaruhi sami Buddha China yang lain
supaya tinggal di Sriwijaya dan mempelajarinya. Perhubungan erat seperti inilah yang
berterusan hingga ke abad ke-15, iaitu pada zaman Empayar Sriwijaya menurun dan pusat
politik dan perniagaan Melayu itu berpindah ke Empayar kesultanan Melaka. Inilah
kedudukan perhubungan China dengan Alam Melayu, yang dapat dikatakan mencapai
kemuncaknya pada zaman Dinasti Ming. Pada zaman inilah Laksamana Cheng Ho datang
melawat ke Samudera Barat sebanyak tujuh kali, tetapi misi Maharaja China itu adalah
misi damai dan tidak ppernah mana-mana wilayah Melayu itu ditakluki oleh China.
6
Dalam masyarakat Melayu, sikap dan tingkah-laku yang baik telah diajarkan sejak
dari buaian hingga dewasa. Sikap itu diajarkan secara lisan dan dikembangkan melalui
tulisan-tulisan. Raja Ali Haji, pujangga besar Riau telah banyak meninggalkan ajaran-
ajaran seperti Gurindam Dua Belas, Samaratul Muhimmah, dan manuskrip-manuskrip
lainnya.
Syahdan maka lagi adalah yang dikehendaki oleh istiadat orang Melayu itu dan
dibilang orang yang majelis yaitu apabila ada ia mengada ia atas sesuatu kelakuan
melainkan dengan pertengahan jua adanya. Yakni daripada segala kelakuan dan
perbuatan dan pakaian dan perkataan dan makanan dan perjalanannya, sekalian itu tiada
dengan berlebih-lebihan dan dengan kekurangan, melainkan sekaliannya itu diadakan
dengan keadaan yang sederhana jua adanya. Maka orang itulah yang dibilang anak yang
majelis. Tambahan pula dengan adab pandai ia menyimpan dirinya. Maka tambah-
tambahlah landib atau sindib adanya, seperti kata hukuman, “Hendaklah kamu hukumkan
kerongkongan kamu tatkala dalam majelis makan, dan hukumkan matamu tatkala melihat
perempuan, dan tegahkan lidahmu dan pada banyak perkataan yang siasia dan tulikan
telingamu dan pada perkataan-perkataan yang keji-keji”. Maka apabila sampailah
seseorang kepada segala syarat ini ia itulah orang yang majelis namanya (Sujiman,
1983).
7
Gotong-royong dan seia sekata sangat dianjurkan. Banyak pepatah dan ungkapan
yang menjadi falsafah hidup orang Melayu bertahan sampai sekarang, seperti misalnya:
a. Tutur-Kata
Dalam bertutur dan berkata, banyak dijumpai nasihat, karena kata sangat
berpengaruh bagi keselarasan pergaulan, “Bahasa menunjukkan bangsa”. Pengertian
“bangsa” yang dimaksud di sini adalah “orang baik-baik” atau orang berderajat yang juga
disebut “orang berbangsa”. Orang baik-baik tentu mengeluarkan kata-kata yang baik dan
tekanan suaranya akan menimbulkan simpati orang. Orang yang menggunakan kata-kata
kasar dan tidak senonoh, dia tentu orang yang “tidak berbangsa” atau derajatnya rendah.
Bahasa selalu dikaitkan dengan budi, oleh karena itu selalu disebut “budi bahasa”.
Dengan demikian, ketinggian budi seseorang juga diukur dari kata-katanya, seperti
ungkapan:
Oleh karena kata dan ungkapan memegang peran penting dalam pergaulan, maka
selalu diberikan tuntunan tentang kata dan ungkapan agar kerukunan tetap terpelihara.
Tinggi rendah budi seseorang diukur dari cara berkata-kata. Seseorang yang mengeluarkan
kata-kata yang salah akan menjadi aib baginya, seperti kata pepatah “Biar salah kain asal
jangan salah cakap”.
8
b. Sopan-Santun Berpakaian
Dari pepatah “Biar salah kain asal jangan salah cakap” juga tercermin bahwa salah
kain juga merupakan aib. Dalam masyarakat Melayu, kesempurnaan berpakaian menjadi
ukuran bagi tinggi rendahnya budaya seseorang. Makin tinggi kebudayaannya, akan
semakin sempurna pakaiannya. Selain itu, sopan-santun berpakaian menurut Islam telah
menyatu dengan adat.
Orang yang sopan, pakaiannya akan sempurna, tidak bertelanjang dada, dan
lututnya tidak terbuka, seperti dinyatakan dalam ungkapan:
Orang Melayu sejak dahulu sudah mengenal mode, terbukti dengan adanya
berbagai jenis pakaian, baik pakaian pria maupun wanita. Demikian pula perhiasan sebagai
pelengkap berpakaian. Melayu mengenal penutup kepala bagi lakilaki yang disebut
“tengkolok” atau “tanjak” dengan 42 jenis ikatan.
Kerangka acuan adab dan sopan-santun dalam pergaulan adalah norma Islam yang
sudah melembaga menjadi adat. Di dalamnya terdapat berbagai pantangan, larangan, dan
hal-hal yang dianggap “sumbang”. Pelanggaran dalam hal ini menimbulkan aib besar dan
si pelanggar dianggap tidak beradab.
Terdapat beberapa sumbang, yaitu sumbang dipandang mata, sumbang sikap, dan
sumbang kata yang pada umumnya disebut “tidak baik”. Karakter anggota masyarakat
dibentuk oleh norma-norma ini. Dengan demikian tercipta pola sikap dalam pergaulan,
9
seperti sikap terhadap orang tua, terhadap ibu bapak, terhadap penguasa atau pejabat,
terhadap orang sebaya, terhadap orang yang lebih muda, antara pria dan wanita, bertamu
ke rumah orang, dalam upacara, dan sebagainya.
Gelombang migrasi pertama konon menunjukkan ciri ras Weddoid yang datang
sesudah zaman es terakhir, disebut ras pertama yang menghuni Nusantara. Sisa-sisa nenek
moyang ras gelombang pertama ini masih ada sampai sekarang yang merupakan golongan
tersendiri di Riau mereka disebut Orang Sakai, Orang Hutan dan Orang Kubu adalah
orang-orang asli” dengan populasi yang tidak banyak. Orang Sakai mendiami Kecamatan
Kuno-Darussalam, Kabupaten Kampar dan di Kecamatan Mandau Kabupaten Bengkalis
jumlahnya terbatas (2160 jiwa); Orang Hutan mendiami Pulau Penyalai di Kecamatan
Kuala Kampar Kabupaten Kampar (1494 jiwa).
Gelombang migrasi pertama terjadi pada periode 2500-1500 SM berciri ras Proto
Mèlayu merupakan pendukung kebudayaan zaman batu baru menyebar ke Pulau Sumatra
melalui Semenanjung Mèlayu. Sisa mereka terdapat di Riau: Orang Talang Mamak dan
Orang Laut. Orang Talang Mamak di Kecamatan Pasir Penyu dan Kecamatan Rengat di
Kabupaten Indragiri Hulu (3276 jiwa) (1980); Orang Laut di Kecamatan Reteh dan di
Kecamatan Mandah Kabupaten Indragiri Hilir serta di Kecamatan Tambelan Kabupaten
Kepulauan Riau (2849 jiwa). Selain ada golongan orang-orang asli lainnya yaitu Orang
Akit mendiami Kecamatan Rupat, Bengkalis, Mandau, Tebing Tinggi di Kabupaten
Bengkalis (11625 jiwa).
Gelombang migrasi ras Mèlayu kedua datang sesudah tahun 1500 sM yang disebut
Deutro Mèlayu yang menyebabkan Proto Mèlayu menyingkir ke pedalaman, sisanya
bercampur dengan pendatang baru. Di dalam proses selanjutnya orang-orang Deutro
Mèlayu bercampur lagi dengan pendatang-pendatang dan berbagai golongan berasal dari
berbagai penjuru Nusantara. Percampuran itu menghadirkan suku-suku bangsa Melayu.
Riau, mereka inilah penduduk mayoritas mendiami kawasan Propinsi Riau meliputi
luas 94.568 km². Suku-suku bangsa Mèlayu Riau menghadirkan sub-sub suku bangsa
Mèlayu Siak, Mèlayu Bintan, Mèlayu Rokan, Mèlayu Kampar, Mèlayu Kuantan dan
Mèlayu Indragiri dengan alat komunikasi utama (lingua franca) bahasa Mèlayu tersebar ke
10
seluruh pelosok Nusantara. Meski bahasa Mèlayu Riau dibedakan sebagai dialek bahasa
Mèlayu Riau ke-pulauan dan pesisir (pertama); dialek Mèlayu-Riau-daratan (kedua)
Mèlayu mencakup dasar pengertian Mèlayu sebagai ras; Mèlayu sebagai etnis
(suku bangsa) dengan adat istiadatnya dan perubahan politik menyebabkannya terberai
menjadi negara-negara dengan bentuk pemerintahan dan kebudayaan Indonesia, Malaysia,
Singapura, Brunei dan Filipina; Mèlayu sebagai suku atau bagian dari suku itu sendiri.
Dalam kekinian Melayu berkehidupan dengan adat istiadat dan bahasa Mèlayu terutama di
sepanjang pantai timur Pulau Sumatra hingga Kalimantan Barat berpusat di Riau
(kepulauan dan daratan) hingga ke Semenanjung Malaka. Mèlayu dapat dipilah
berdasarkan kategori:
1) Mèlayu yang tidak totok (tidak murni) merupakan kelompok orang–orang laut/ orang
Sampan yang semula hidup di laut kemudian menetap di daratan di pulau-pulau kecil
sekitar Riau sebagai komunitas-komunitas kecil dengan adat- istiadat Mèlayu dan
berbicara dengan dialek khas seperti orang Galang di Pulau Karas dan Pulau Galang,
orang Barok di Pulau Penuba, orang Kuala di Pulau Kundur dan Pulau Rempang; orang
Tambus, Mantang dan Posek adalah komunitas tetap di laut terdiri dari 7-8 sampan
yang berukuran 3-4 meter hidup berkeluarga dan beranak cucu sambil ber-kelana dari
satu tempat ke tempat lain sesuai keadaan musim.
2) Mèlayu murni atau Mèlayu totok merupakan orang-orang Mèlayu yang lahir berasal
dari Mèlayu itu sendiri berbahasa dan adat-istiadat Mèlayu, artinya semula Mèlayu
tidak totok tetapi memiliki jabatan dan kedudukan, tinggal di lingkungan Riau yang
dahulu menjadi pusat pemerintahan Kerajaan Mèlayu Riau-Lingga di Daik, dan Pulau
Penyengat.
11
E. Bunda Tanah Melayu
Bunda tanah Melayu adalah Kepulauan Riau tepatnya di Daik Kabupaten Lingga.
Daik, dahulunya hampir selama seratus tahun menjadi pusat kerajaan Riau-Lingga,
sekarang menjadi ibu kota Kabupaten Lingga, Kabupaten Kepulauan Riau.
Kota Daik yang terletak di sungai Daik, hanya dapat dilalui perahu atau kapal motor di
waktu air pasang. Kalau air surut, sungai Daik mengering dan tak dapat dilalui.
Perhubungan lainnya adalah melalui jalan darat ke desa Resun di sungai Resun. Dari sana
melalui sungai itu terus ke muara (Pancur) yang terletak di pantai utara pulau Lingga,
berseberangan dengan Senayang.
Selama seratus tahun Daik menjadi pusat kerajaan, tentulah terdapat berbagai
peninggalan sejarah dan sebagainya. Raja-raja kerajaan Riau-Lingga yang memerintah
kerajaan selama periode pusat kerajaan di Daik Lingga yaitu : Sultan Abdurakhman Syah
(1812-1832), Sultan Muhammad Syah (1832-1841), Sultan Mahmud Muzafar Syah (1841-
1857), Sultan Sulalman Badrul Alam Syah II (1857-1883) dan Sultan Abdurrakhman
Muazzam Syah (1883-1911).
Mesjid Jamik terletak di kampung Darat, Daik Lingga, dibangun pada masa
pemerintahan Sultan Muhammad Riayat Syah (1761-1812) pada masa awal beliau
memindahkan pusat kerajaan dari Bintan ke Lingga. Sumber tempatan menyebutkan
bahwa bangunan mesjid ini dimulai sekitar tahun 1803, dimana bangunan aslinya
seluruhnya terbuat dari kayu. Kemudian setelah Mesjid Penyengat selesai dibangun, maka
bangunan Mesjid Jamik ini dirombak dan dibangun lagi dari beton.
12
Mesjid ini di dalam ruang utamanya tidaklah mempergunakan tiang penyangga
kubah atau lotengnya. Pada mimbarnya terdapat tulisan yang terpahat dalam aksara Arab-
Melayu (Jawi), berisi : “Muhammad SAW. Pada 1212 H hari bulan Rabiul Awal kepada
hari Isnen membuat mimbar di dalam negeri Semarang Tammatulkalam.” Tulisan ini
memberi petunjuk, bahwa mimbar yang indah ini dibuat di Semarang, Jawa Tengah
dengan memasukan motif-motif ukiran tradisional Melayu.
Yang tersisa dari bangunan yang dahulunya sangat megah ini hanyalah tangga
muka, tiang-tiang dari sebahagian tembok pagarnya yang seluruhnya terbuat dari beton.
Sekarang puing istana ini terletak dalam hutan belantara yang disebut kampung Damnah.
Istana Damnah didirikan oleh Raja Muhammad Yusuf AI-Ahmadi, Yang Dipertuan
Muda Riau X (1857-1899). Dalam tahun 1860 olehnya didirikan istana Damnah untuk
kediaman Sultan Sulaiman Badrul Alam Syah II, dimana sebelumnya Sultan ini di Istana
Kota Baru tak berjauhan dari pabrik sagu yang didirikannya.
13
c. Gedung Bilik 44
Yang disebut gedung bilik 44 adalah pondasi gedung yang akan dibangun oleh
Sultan Mahmud Muzafar Syah. Gedung ini baru dikerjakan pondasinya saja karena Sultan
keburu dipecat Belanda tahun 1812. Lokasinya terletak di lereng gunung Daik.
Walaupun gedung ini belum sempat berdiri, tetapi dari pondasinya yang berjumlah
44 itu sudah dapat kita bayangkan betapa besarnya minat Sultan Mahmud untuk
membangun negerinya. Di gedung ini, menurut rencana Sultan akan ditempatkan para
pengrajin yang ada di kerajaan Riau-Lingga, supaya mereka dapat bekerja lebih tenang
serta mengembangkan keahliannya. Namun cita-cita Sultan Mahmud terkandas oleh
penjajah asing.
d. Kubu Pertahanan
14
sulit dicapai karena terletak di pinggir jalan raya, di atas Bukit Cengkeh yang indah
pemandangannya.
f. Makam Merah
Disebut makam merah karena warna cat bangunannya merah, tiangnya terbuat dari
besi, pagarnya dari besi dan atapnya seng tebal. Makam ini tidak berdinding dan atapnya
berbentuk segi empat melingkari makam. Makam ini letaknya tidaklah berapa jauh dari
bekas istana Damnah.
Makam ini terkenal bukanlah karena bangunan makamnya, tetapi karena yang
dimakamkan disini adalah Raja Muhammad Yusuf Yang Dipertuan Muda Riau X.
Bangunan tua ini terletak di kampung Bugis, berbentuk limas penuh. Rumah ini
selain pernah ditempati oleh Datuk Laksemana Daik,pernah pula ditempati oleh Datuk
Kaya pulau Mepar, karena beliau ini menantu Datuk Laksemana. Rumah ini masih agak
baik dan ditempati oleh keluarga Datuk Laksemana dan Datuk Kaya Daik.
Di rumah ini masih tersimpan sisa-sisa benda milik Datuk Laksemana dan Datuk
Kaya, seperti : beberapa jenis pakatan kebesaran Datuk Kaya dan Datuk Laksemana,
benda-benda upacara adat, motifmotif tenunan, batik, ukiran-ukiran dan sebagainya.
Pantai ini terletak di desa Teluk Kecamatan Lingga Utara. Di pantai inilah terdapat
satwa laut langka yang ditemukan masyarakat terdampar mati pada tanggal 13 Januari
2005. Masyarakat tempatan (lokal) menamainya GAJAH MINA, namun nama ilmiahnya
sedang dalam proses identifikasi oleh Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI)
Jakarta. Seluruh tulang belulang satwa laut ini dikumpulkan oleh keluarga Bapak Umar
Sanen (Pak Cenot) yang kemudian diserahkan ke Museum Mini Linggam Cahaya pada
tanggal 6 Januari 2006. Data dasar
15
• Panjang pangkal ekor–kepala: 12.40 meter
• tebal kulit: 10 cm
Wilayah Kepulauan Riau (Kepri) menjadi semakin terkenal setelah Laksemana Tun
Abdul Jamil melakukan perintisan dengan membuka lahan di Hulu Sungai Carang, Pulau
Bintan, pada tahun 1673. Sebelum itupun, nama besar Kepulauan Riau telah tercatat dalam
sejarah kerajaan-kerajaan besar, seperti Bintan-Tumasik (abad 12 - 13), Kerajaan zaman
Melaka (abad 14-15), Kerajaan di zaman Kejayaan Johor (abad 16-17).
Nama besar Kepulauan Riau pada masa lalu memang terukir dalam sejarah
kerajaan yang besar, dengan nama kerajaan Riau-Lingga-Johor-Pahang. Lembaran catatan
sejarah ini telah menjadi saksi bahwa Kepulauan Riau pernah menyatukan tiga negara
dalam satu kawasan pemerintahan, yaitu Riau (Indonesia), Johor dan Pahang (Malaysia)
dan Singapura, karena pada waktu itu Singapura yang bernama Tumasik yang berada di
bawah Johor. Diperkirakan sejak tahun 1824-1913, di Kepulauan Riau cukup dikenal
kebesaran Kerajaan Riau-Lingga. Masyarakat Kepulauan Riau memang telah memiliki
kepiawaian dalam hal berdagang, dan membuat kagum bangsa lain sudah sejak lama. Misi
Belanda yang mengunjungi Kepulauan Riau pada tanggal 2 Mei 1687 yang dipimpin oleh
William Valentyn, yang menjadikan kawasan Kepulauan Riau sebagai pusat dan bandar
perdagangan yang pesat, maju, dan ramai.
16
Leonard Y. Andaya, yang terdapat dalam tulisannya mengatakan bahwa taraf
kemakmuran Kepulauan Riau sudah dimulai sejak tahun 1670-an, dengan mengalirnya
pertambangan emas dari Indragiri ke Riau yang pada saat itu dibeli oleh orang-orang
Inggris, Siam, petani, dan China. Sementara itu, dalam kitab Tuhfat An-Nafis ditaja pula,
bagaimana (Kepulauan) Riau diurus dengan baik dan menghasilkan kemakmuran yang
baik pula. Kepulauan Riau pun bertambah jaya, di bawah kearifan Yang Dipertuan Muda
Riau IV, Raja Haji, pada tahun 1778. Sebagai pemimpin yang arif dan bijaksana, maka
banyak sekali saudagar-saudagar asing yang berlabuh dan tinggal untuk berniaga di bandar
Kerjaan Riau-Lingga. Kejayaan Kerajaan ini pun semakin bergema, di bawah
kepemimpinan, Yang Dipertuan Muda Raja Ali. Kerajaan ini sempat pula dicatat oleh
Matheson, sebagai pusat perekonomian yang sangat maju, dan banyak pula para pedagang
asing yang tinggal di kawasan/wilayah tersebut.
Kepulauan Riau pada masa lalu sangat dikenal pula sebagai daerah yang subur
dalam pembinaan ilmu pengetahuan dan kebudayaan dalam sejarah Kerajaan Maritim,
yang mengantarkan bahasa Melayu sebagai pemersatu rumpun Melayu. Di sini banyak
berkumpul cendekiawan dengan tokoh yang bijak, Raja Ali Haji, serta membentuk
perkumpulan yang diberi nama Rusydiah Club, yang anggotanya tidak hanya sebatas
budayawan dan cerdik-cendekia Melayu di Kepulauan Riau, tetapi merambah ke Asia
Tenggara dan Makkah Al-Mukarramah. Buah pikir dan karya mereka dalam
perkembangan ilmu pengetahuan dan kebudayaan, telah membuat Riau Kepulauan cukup
dikenal di hampir semua pelahuhan dan pusat pengkajian ilmu pengetahuan di belahan
dunia pada masa itu, bahkan sampai saat ini.
Kemakmuran di berbagai bidang sangat dirasakan saat itu, tetapi dengan adanya
perbedaan visi dan misi serta munculnya berbagai kepentingan, baik perorangan,
kelompok, maupun puak telah menyebabkan kerajaan maritim yang disegani itu berkecai
dan muncul kerajaan-kerajaan kecil yang berdaulat dan terus mengembangkan
kekuasaannya.
17
Malapetaka ini menyebabkan bangsa Melayu yang dipersatukan oleh kerajaan besar
tersebut, secara geopolitik menjadi terpecah dua (bahkan tiga) sampai sekarang. Tetapi
ikatan budaya yang telah mengental serta mentradisi dalam satu rumpun melayu yang
besar, tetap melekat dan mengikat pula sampai kini.
Propinsi Riau dewasa ini mempunyai 12 daerah Kabupaten dan tiga daerah kota,
berdasarkan Undang-undang nomor 53 tahun 1999. Berdasarkan Undang-undang tersebut
pula, daerah Kabupaten Kepulauan Riau dimekarkan lagi menjadi daerah Kabupaten
Kepulauan Riau, Kabupaten Karimun, dan Kabupaten Natuna. Berdasarkan Kepmendagri
nomor 75 tahun 1999 tanggal 24 Desember 1999, maka daerah Kabupaten Kepulauan Riau
sekarang ini terdiri atas 9 Kecamatan, 83 Desa/Kelurahan, dengan jumlah penduduk
300.749 jiwa pada wilayah yang seluas 2.558,76 kilometer persegi
18
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Peradaban Melayu mempunyai wilayah geografi yang luas, iaitu sebuah wilayah
samudera, iaitu sebuah peradaban maritim. Peradaban Melayu itu adalah satu-satunya
peadaban maritim dalam dunia.
3.2 SARAN
Sebaiknya sebelum membaca makalah ini harus mempelajarai terlebih dahulu memahami
tentang kejayaan peradaban maritim dan hakekat peradaban melayu karena makalah ini
kurang dari kesempurnaan.
19
DAFTAR PUSTAKA
Raja Ali Haji Aswandi syahri (Kitab silsilah melayu dan bugis dan sekalian raja rajanya)
Tg.Pinang 2002
http://masadera.com/2016/02/13/masa-keemasan-peradaban-maritim-indonesia/
http://www.harakahdaily.net/index.php/lain-lain/38786-peradaban-melayu-itu-sudah-lama
20