Anda di halaman 1dari 10

TAQDIR

Dosen Pengampu
: ust. Ahmad Muttaqin
Mata kuliah: Hadits
Aqidah
Nama
Kelompok:
Dava pratama 1931030177

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN INTAN LAMPUNG


PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR
FAKULTAS USHULUDDIN

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Takdir merupakan hal penting yang harus dipercayai oleh setiap muslim. Karena
sesesungguhnya takdir kita telah ditentukan oleh Allah jauh sebelum kita diciptakan oleh
Allah. Jadi mempercayai takdir dengan sepenuh hati merupakan cerminan keimanan
seseorang. Semakin tinggi iman seseorang semakin yakinlah bahwa segala yang
diberikan Allah kepadanya merupakan ketentuan yang telah ditentukan.

Dan jikalau imannya rendah maka dia akan menyesali setiap musibah yang
ditimpakan kepadanya. Perlu diingat bahwa, setiap hal yang telah ditentukan pasti terjadi.
Dan takdir itu ada yang bisa dirubah dengan berusaha, yaitu dengan do'a dan usaha.
Jikalau kita berhasil maka sesungguhnya Allahlah yang memindahkan kita dari takdir
yang jelek ke takdir yang baik.

Percaya kepada takdir termasuk salah satu rukun iman yang ke 6. Iman kepada takdir
ini mengandung beberapa hikmah dan faedah yang sangat bermanfaat bagi manusia,
mengandung pendidikan yang baik serta sebagai sumber keseimbangan batin. Diantara
hikmah beriman kepada taqdir ialah:

1. Tenang menghadapi berbagai macam masalah. Setiap manusia pasti selalu ada
masalah. Masalah itu kadang membuat kita pusing dan tidak tau berbuat apa. Ada
yang belum menyelesaikan tugas, rencana yang gagal, bangkrut semua itu sering
dialami okeh setip orang.Orang yang percaya kepada taqdir, mengetahui dan
menyadari bahwa segala sesuatu ini yang merencanakan Allah. Masalah apapun
tidak menjadikan jatuhnya kepercayaan dirinya sendiri.
2. Tidak putus asa. Percaya kepada taqdir adalah sebagai obat yang mujarab terhadap
hati yang terluka. Dia percaya dan tau bahwa hidup bukan untuk bersenang-senang
saja. Tetapi adalah untuk hidup,dalam hidup itu pasti kita akan menghadapi
kesulitan dan kegagalan. Maka dari itu kita tidak boleh putus asa.
3. Sabar dan tidak mudah bosan. Orang yang beriman kepada taqdir senantiasa akan
sabar dan rajin dalam membina dan menegakkan suatu usaha dan cita-cita yang
belum berhasil akan ditekuni walaupun dengan jeri payah dan banyak
pengorbanan. Orang yang menjadi sabar karena Allah tidak akan menyia-nyiakan
jerih payah manusia.

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Takdir
Yang dimaksud dengan istilah taqdir sebagai judul makalah ini adalah Qadar (al-
Qadar khairuhu wa syarruhu) atau qadha dan qadar (al-Qadha wal qadar).

Secara etimologis Qadha adalah bentuk mashdar dari kata kerja qadha yang berarti
kehendak atau ketetapan hukum. Dalam hal ini qadha adalah kehendak atau ketetapan
hukum Allah swt terhadap segala sesuatu. Sedangkan Qadar secara etimologis adalah
bentuk mashdar dari qadara yang berarti ukuran atau ketentuan. Dalam hal ini qadar
adalah ukuran atau ketetntuan Allah swt terhadap segala sesuatunya.1

Secara terminologis ada ulama yang berpendapat kedua istilah tersebut mempunyai
pengertian yang sama, dan ada pula yang membedakannya. Yang membedakan,
mendefinisikan qadar sebagai: “Ilmu Allah swt tentang apa-apa yang akan terjadi pada
seluruh makhluk-Nya pada masa yang akan datang”. Dan qadha adalah: “Penciptaan
segala sesuatu oleh Allah swt sesuai dengan ilmu dan iradah-Nya”. Sedangkan Ulama
yang menganggap istilah Qadha dan qadar mempunyai pengertian yang sama
memberikan definisi sebagai berikut: “Segala ketentuan, udang-undang, peraturan dan
hukum yang ditetapkan secara pasti oleh Allah swt untuk segala yang ada (maujud),
yang mengikat antara sebab dan akibat segala sesuatu yang terjadi”.

Pengertian di atas sejalan dengan penggunaan kata qadar di dalam al-Quran dengan
berbaai macam bentuknya yang pada umumnya mengandung pengeretian kekuasan Allah
swt untuk menentukan ukuran, susunan, aturan, undang-undang terhadap segala sesuatu,
termasuk hukum sebab dan akibat yang berlaku bagi segala yang maujud, baik makhluk
hidup maupun yang mati.

Takdir adalah ketentuan yang telah ditentukan oleh Allah kepada makhluknya


sebelum makhluk itu diciptakan, dan takdir ini pasti terjadi. Iman kepada Takdir adalah
rukun iman yang keenam. Oleh karena itu orang yang mengingkarinya termasuk ke
dalam golongan orang kafir. Dalil yang menunjukkan wajibnya iman kepada takdir
terdapat dalam Al-Qur'an dan sunnah, yaitu :

“ Tiada sesuatu bencana pun yang menimpa di bumi dan tidak pula pada dirimu sendiri
melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauhul Mahfuzh) sebelum kami menciptakannya.
Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah.” (Al-Hadid:22)

“Sesungguhnya Kami menciptakan segala sesuatu menurut qadar (ukuran).” (Al-Qamar:


49).

“Adapun dari hadits adalah ketika malaikat Jibril bertanya kepada Nabi Muhammad
tentang iman, maka Nabi Muhammad bersabda, “Iman adalah beriman kepada Allah,
malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, para rasul-Nya, hari akhir, dan beriman kepada takdir
baik dan buruk." (Bukhari Muslim).
1
Al-Maraghi, Ahmad Mushthfa,Terjemah Tafsir al-maraghi, Semarang:Toha Putra:1992
Abdullah bin Umar berkata: “Aku pernah mendengar Rasulullah bersabda:

“ Allah telah menulis (menentukan) takdir seluruh makhluk sebelum menciptakan langit
dan bumi lima puluh ribu tahun .” (HR. Muslim)

Iman kepada takdir mencakup keyakinan bahwa:

• Allah mengetahui segala sesatu sebelum terjadi. Karena tidak ada sesutu pun yang luput
dari pengetahuan Allah.

• Semua yang yang terjadi di alam semesta ini terjadi karena kehendak Allah yang
terlaksana dan tidak ada peran siapa pun di sana.

• Bahwa semua yang terdapat di alam semesta ini adalah ciptaan Allah dan karena
kehendak-Nya.

• Allah mencatat segala sesuatu sejak awal mula penciptaan dalam kitab-Nya (lauhul
Mahfuzh).

Takdir Allah itu mencakup:

• Tata aturan alam semesta, seperti peredaran planet, aliran air, hembusan angin, susunan
atom dan lain-lain.

• Yang terjadi pada kita dan kita tidak kemapuan untuk memilih dan ikhtiyar, seperti
dijadikan laki-laki atau perempuan, dilahirkan di Indonesia atau di Arab, di Eropa dan
lain-lain.

• Perbuatan-perbuatan yang berdasarkan pilihan, meliputi perbuatan mubah, ketaatan dan


perbuatan maksiat.

Banyak orang yang keliru dalam memahami takdir, mereka menyangka bahwa Allah
menakdirkan suatu akibat terpisah dari sebabnya, menakdirkan suatu hasil terpisah dari
usaha untuk mencapainya. Maka jika ada orang yang mengatakan tidak akan menikah
dengan alasan jika Allah telah menakdirkannya punya anak pasti dia punya anak walau
tanpa menikah. Atau dia tidak mau makan dengan alasan jika Allah menakdirkan dia
kenyang, dia pasti kenyang walau tanpa makan.

Maka orang yang ditakdirkan untuk masuk surga dia akan beramal shaleh. Dan jika
dia berbuat maksiat, maka dia akan ditakdirkan masuk neraka. Jadi Allah menakdirkan
sebab dan akibat secara bersama-sama. Artinya usaha dan sebab adalah bagian dari takdir
Allah . Inilah yang ditunjukkan oleh hadits Rasulullah dan pemahaman para sahabat.

Rasulullah pernah ditanya seseorang, “Wahai Rasulullah, apa pendapatmu tentang obat-


obatan yang kami pergunakan untuk berobat, bacaan-bacaan tertentu untuk penyakit
kami, dan perisai yang kami pakai untuk menangkis serangan musuh, apakah itu semua
dapat menolak takdir Allah?” beliau menjawab, “itu semua juga adalah takdir
Allah.” Rasulullah bersabda, “Tidak ada yang dapat menolak takdir selain doa

Suatu saat Abu Ubaidah memasuki wilayah yang sedang terjangkit wabah Tha'un,
maka Umar memerintahkannya untuk keluar dari wilayah tersebut. Abu Ubaidah
menyangkal dengan mengatakan, “Apakah kita akan lari dari takdir Allah.” Maka Umar
menjawabnya, “Ya kita lari dari takdir Allah kepada takdir Allah yang lain.”

Ibnu Qayyim berkata; “Orang yang pintar adalah orang yang menolak takdir dengan
takdir, dan melawan takdir dengan takdir. Bahkan sejatinya manusia tidak dapat hidup
kecuali dengan itu. Karena lapar, dahaga, takut adalah bagian dari takdir. Dan semua
makhluk senantiasa berusaha menolak takdir dengan takdir”

Masalah takdir adalah masalah ghaib dan dirahasiakan Allah, kita tidak tahu apakah
akan selamat atau celaka, yang tampak di hadapan kita adalah syariat, maka kewajiban
kita adalah menjalankan syariat dan hasilnya akan sesuai dengan yang ditakdirkan oleh
Allah.

B. Macam-macam takdir
a. Takdir Azali (Takdir Umur)

Yaitu meliputi segala hal dalam lima puluh ribu tahun sebelum terciptanya langit dan
bumi, ketika Allah menciptakan al-qalam dan memerintahkannya menulis segala apa
yang ada sampai Hari Kiamat.

Sebagaimana Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman :

“Tiada suatu bencana pun yang menimpa di bumi (tidak pula) pada dirimu sendiri,
melainkan telah tertulis dalam kitab (al-Lauhul Mahfuzh), sebelum Kami
menciptakannya. Sesungguhnya yg demikian itu amat mudah bagi Allah.” (QS. Al-
Hadiid :22)

Dan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda :

“Alloh telah mencatat seluruh takdir makhluk 50.000 tahun sebelum Alloh menciptakan
langit dan bumi.” 1)

“Yang pertama kali Allah ciptakan adalah Qalam (Pena), lalu Allah berfirman
kepadanya : ‘Tulislah!' Ia menjawab :'Wahai Robb-ku apa yang harus aku tulis?' Allah
berfirman : ‘Tulislah takdir segala sesuatu sampai terjadinya Kiamat.'” 2)

b. Takdir Umuri
Yaitu takdir yang diberlakukan atas manusia pada awal penciptaannya, ketika
pembentukan sperma (blatokist) sampai pada masa sesudah itu, dan bersifat umum;
mencakup rizki, perbuatan, kebahagiaan dan kesengsaraan.

Sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu'alaihi wa Sallam :

“Sesungguhnya salah seorang dari kamu dikumpulkan diperut ibunya selama 40 hari,
kemudian berbentuk ‘alaqoh (morula/segumpal darah) seperti itu (lamanya), kemudian
menjadi mudhghoh (embrio/segumpal daging) seperti itu (lamanya). Kemudian Alloh
mengutus seorang malaikat diperintah (menulis) empat perkara : rizkinya, ajalnya,
sengsara atau bahagia.

1. HR. Muslim (no.2633(16)) dan at-Tirmidzi (no.2165), Ahmad (II/169), Abu Dawud
ath-Thayalisi (no.557), dari Shahabat ‘Abdullah bin ‘Amr bin al-‘Ash
rodhiyalloohu'anhuma. Lafadz ini milik Muslim

2. HR. Abu Dawud (no.4700), Shahiih Abu Dawud (no.3933), at-Tirmidzi (no.2155,
3119), Ibnu Abi ‘Ashim dalam as-Sunnah (no.102), al-Ajurry dalam asy-Syari'ah
(no.180), Ahmad (V/317), Abu Dawud ath-Thoyalisi (no.577), dari Sahabat ‘Ubadah bin
ash-Shamit rodhiyalloohu'anhu, hadist ini shahih.

Demi Allah, sesungguhnya seorang dari kamu atau seorang laki-laki akan beramal
seperti amalnya ahli neraka sampai tidak ada jarak antara dia dan neraka melainkan
satu depa atau satu hasta, ternyata catatan takdir telah mendahuluinya, sehingga ia
melakukan amalnya ahli syurga maka ia pun memasukinya. Dan sesungguhnya seorang
laki-laki akan beramal seperti amalnya ahli syurga sampai tidak ada jarak antara dia
dengan syurga melainkan satu hasta atau dua hasta, ternyata tulisan takdir telah
mendahuluinya, sehingga ia mengamalkan amalnya ahli neraka, maka ia pun
memasukinya.” 3)

Takdir ini lebih khusus dari yang ada di Lauhul Mahfudz.

c. Takdir Sanawi (Tahunan)

Yaitu yang dicatat pada malam Lailatul Qodar setiap tahun, seperti firman Alloh
Subhanahu wa Ta'ala :

“Pada malam itu dijelaskan segala urusan yang penuh hikmah, (yaitu) urusan yang
besar dari sisi Kami, sesungguhnya Kamu adalah Yang mengutus rasul-rasul.” (QS. Ad-
Dukhan :4-5)

Pada malam itu ditulislah semua apa yang bakal terjadi dalam satu tahun : mulai dari
kebaikan, keburukan, rizki, ajal dan lain-lain, untuk memilah kejadian dan peristiwa
dalam satu tahun, yang kesemuanya itu telah dicatat sebelumnya dalam Lauhul Mahfudz,
juga apa yang ditetapkan dalam takdir ‘umuri yang berkaitan khusus dengan individu.
Dan Allah Maha Menjaga segala sesuatu.2

d. Takdir Yaumi (Harian)

Yaitu dikhususkan untuk semua peristiwa yang telah ditakdirkan dalam satu hari,
mulai dari penciptaan, rizki, menghidupkan, mematikan, mengampuni dosa,
menghilangkan kesusahan dan lain sebagainya. Sebagaimana firman Alloh Subhanahu
wa Ta'ala :

“Setiap waktu Dia dalam kesibukan.” (QS. Ar-Rohman : 29)

Maksudnya, apa yang menjadi urusan-Nya menyangkut makhluk-Nya. Takdir ini dan
kedua takdir sebelumnya (‘umuri dan sanawi) merupakan penjabaran dari taqdir
azali.  (HR. al-Bukhari VIII/152, dan Muslim IV/36)

Kalau kita memilih yang baik, sesungguhny kebaikan itu untuk kita sendiri. (Ini
hukum Allah) Yang dinilai Allah adalah ikhtiar kita, usaha kita dalam mengisi hidup ini.
Pahala dan dosa itu karena ikhtiar kita, kelakuan kita, perbuatan kita. Sedangkan hasil
dari perbuatan kita / ikhtiar kita, itu hanyalah wewenang Allah SWT. Untuk itulah kita
senantiasa dianjurkan untuk bertawakkal; menggantungkan hasil usaha kita kepada Allah
SWT. Dan hendaklah senantiasa ber husnudzan (ber prasangka baik) kepada Allah SWT,
karena disebutkan bahwa Allah SWT itu mengikuti persangkaan hamba-Nya

Contoh hadis tentang takdir

Inilah yang dimaksud oleh suatu hadits bahwa doa adalah bagian dari takdir. Makna ini
perkuat oleh hadits-hadist yang lain. Dalam kitab Al-Bihar, Nabi SAW bersabda:

‫اليرد القضاء اال الدعاء‬

“Tidak ada yang dapat menolak qadha’ (takdir) kecuali doa.”


Imam Ja’far Ash-Shadiq (sa) berkata

‫الدعاء يرد القضاء بعد ماأبرم ابراما‬:

“Doa dapat menolak qadha’ yang telah ditentukan dengan suatu ketentuan.”
Imam Musa Al-Kazhim (sa) berkata:

‫ وقد قدر وقضى فلم يبق اال امضائه فإذا دعي هللا وسئل‬،‫عليكم بالدعاء فإن الدعاء والطلب إلى هللا عز وجل يرد البالء‬
‫صرف البالء صرفا‬

“Hendaknya kamu berdoa, sesungguhnya doa dan permohonan kepada Allah Azza wa
Jalla dapat menolak bala. Allah telah menentukan takdir dan menetapkan qadha’,

2
Drs.H. Yunahar Iiyas Lc.Kuliah Aqidah Islam,Yogyakarta:1992
tinggallah imdha’ (pengesahan)Nya. Jika Allah dipanjatkan doa dan dimohon, Dia akan
menyingkirkan bala’ darimu.”

Imam Ja’far Ash-Shadiq (sa) berkata:

‫ا‬ƒ‫ال م‬ƒ‫ة وال ين‬ƒ‫ل حاج‬ƒ‫اح ك‬ƒ‫ة ونج‬ƒ‫كل رحم‬ ‫ فأكثر من الدعاء فإنه مفتاح‬- ‫الدعاء يرد القضاء المبرم وقد أبرم ابراما‬ ‫ان‬
‫يكثر قرعه اال أوشك أن يفتح لصاحبه‬ ‫عند هللا اال بالدعاء فإنه ليس من باب‬

“Sesungguhnya doa dapat menolak qadha’ mubram yang telah ditentukan dengan suatu
ketentuan. Maka hendaknya memperbanyak doa, sesungguhnya doa adalah kunci setiap
rahmat, dan kesuksesan setiap kebutuhan. Tidak akan dapat memperoleh apa yang ada
di sisi Allah kecuali dengan doa, karena tidak ada satu pun pintu yang banyak diketok
kecuali akan dibuka oleh pemiliknya. Allamah Thabathaba’i mengatakan: Makna hadis
tersebut menunjukkan bahwa berdoa itu harus dilakukan secara istiqamah dan terus-
menerus, sebagai salah satu syarat terwujudnya hakikat do’a. Dan dengan seringnya
berdoa diharapkan dapat membersihkan hati dan membuahkan keikhlasan dalam
berdoa.

Sabda Rasullullah dari Namir bin Aus : "Doa adalah tentara Allah yang dapat menolak
takdir". ( HR. Ibnu Asakir)

Sabda Rasullullah dari Ibnu Umar :” Do'a berguna bagi takdir yang sudah atau belum
tertuliskan maka hendaknya hamba Allah, engkau banyak berdoa".(HR. Al Hakim)

Dari Shauban bahwa Rasul SAW bersabda : "Do'a itu dapat menolak takdir, perbuatan
baik menambah rezeki dan seseorang dapat luput dari rezeki karena durhaka yang
dilakukannya." (HR. Al Hakim)

C. Hikmah Beriman kepada Takdir

Diantara hikmah beriman kepada takdir adalah :

1. Dengan iman kapada takdir seseorang akan selalu dalam kebaikan. Bersyukur
ketika Allah SWT memberikan nikmat dan bersabar serta tawakal ketika Allah
memberikan musibah. Hal ini bertolak belakang dengan kebanyakan manusia
pada umumnya, sebagaimana firman-Nya, ''Dan apabila Kami memberikan
nikmat kepada manusia, ia berpaling dan menjauhkan diri, akan tetapi apabila ia
ditimpa malapetaka maka ia banyak berdoa.'' (QS Fushshilat [41]: 51).
2. Dengan iman kepada takdir, seseorang akan senatiasa bekerja keras dan
istikamah. Karena, ia percaya dan mengimani bahwa Allah SWT tidak akan
mengubah nasib seseorang kecuali dengan usahanya sendiri. Allah SWT
berfirman, ''Sesungguhnya Allah SWT tidak mengubah keadaan sesuatu kaum
sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri." (QS Ar-
Ra`du [13]: 11).
3. Dengan iman kepada takdir berarti mengimani bahwa musibah dan bencana yang
datang bukan hanya merupakan kodrat Ilahi, namun juga dikarenakan kesalahan
manusia sendiri. Sehingga, akan senantiasa mawas diri, selalu berhati-hati, tidak
menyombongkan diri dan menghentikan segala perbuatan yang dapat
mendatangkan kerusakan dan Adzab Allah SWT. Sebagaimana firman-Nya, ''Apa
saja nikmat yang kamu peroleh adalah nikmat dari Allah, dan apa saja bencana
yang menimpamu, maka dari (kesalahan) dirimu sendiri.'' (QS An-Nisaa [4]: 79).

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Seorang muslim wajib beriman dengan taqdir sebagaimana yang sudah dijelaskan
oleh Allah swt dan rasul-Nya di dalam Al-quran dan sunnah Rasul. Memahami taqdir
harus secara benar, karena kesalahan memahami taqdir akan melahirkan pemahaman dan
sikap yang salah pula dalam menempuh kehidupa di dunia ini.

Ada beberapa hikmah yang dapat dipetik dari beriman kepada taqdir ini, antara lain yaitu:
1. Melahirkan keasaran bagi umat manusia bahwa segala sesuatu di dalam semesta
ini berjalan sesuai dengan undang-undang, aturan dan hukum yang telah di
tetapkan dengan pasti oleh Allah swt. Oleh sebab itu manusia harus mempelajari,
memahami, dan mematuhi ketetapan Allah swt tersebut supaya dapat mencapai
keberhasilan baik di dunia maupun di akhirat nanti.
2. Mendorong manusia untuk berusaha dan beramal dengan sungguh-sungguh untuk
mencapai kehidupan yang baik di dunia dan diakhirat, mengikuti hukum sebab
akibat yang telah ditetapkan oleh Allah swt.
3. Mendorong manusia untuk semakin mendekatkan diri kepada Allah swt yang
memiliki kekuasaan dan kehendak yang mutlak, di samping memiliki kebijakan,
keadilan, dan kasih sayang kepada makhluk-Nya.
4. Menanamkan sikap tawakal dalam diri manusia, karena menyadari bahwa
manusia hanya bisa berusaha dan berdoa, sedangkan hasilnya diserahkan kepada
Allah swt.
5. Mendatangkan ketenangan jiwa dan ketentraman hidup, karena meyakini apa pun
yang terjadi adalah atas kehendak dan qadar Allah swt. Di saat memperoleh
kebahagiaan dan nikmat dia segera bersyukur kepada Allah swt dan tidak
memiliki kesombongan karena semuanya itu di dapat atas izin Allah swt. Di saat
mendapat musibah dan kerugian dia bersabar karena meyakini semuanya itu
adalah karena kesalahannya sendiri dan karena cobaan dan ujian dari Allah swt
yang kelak kemudian juga akan mendatangkan kebaikan.
B. Saran

Dalam hal penyusunan makalah ini tentu tidak terlepas dari kesalahan. Ibarat kata
pepatah, tidak ada gading yang tak retak. Oleh karena itu, kami dari penyusun meminta
saran dan kritik yang membangun dari para pembaca untuk mencapai kesempurnaan
makalah kami.

Anda mungkin juga menyukai