Anda di halaman 1dari 31

LAPORAN ASUHAN

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH


PADA PNEUMONIA

Disusun Oleh:
1. Aprillia Rachmawati (215140056)
2. Dhena Ariesta (215140057)
3. Dian Anggaeni (215140037)
4. Egi Desta (215140049)
5. Hotma Holong (215140049)
6. Iman Nurmansyah (215140049)
7. Nadila Elytawati (215140049)
8. Thessalonika Bernanda (215140053)

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS RESPATI INDONESIA
TAHUN 2022
LAPORAN PENDAHULUAN PNEUMONIA

1. Pengertian
Pneumonia adalah salah satu penyakit infeksi saluran pernafasan bawah akut (ISNBA)
dengan batuk dan disertai dengan sesak nafas disebabkan agens infeksius seperti : virus
bakteri, mycoplasma (fungi), dan aspirasi substansi asing, berupa radang paru-paru yang
disertai eksudasi dan konsolidasi. (Nurarif & Kusuma, 2015).

Pneumonia adalah peradangan yang mengenai parenkim paru, distal dari bronkiolus
terminalis yang mencakup bronkiolus respiratori, dan alveoli, serta menimbulkan
konsolidasi jaringan paru dan gangguan pertukaran gas setempat. (Zul Dahlan, 2014).

Pneumonia adalah proses inflamatori parenkim paru yang umumnya disebabkan oleh
agens infeksius. Pneumonia merupakan infeksi akut parenkim paru yang biasanya
menyebabkan gangguan pertukaran udara. Prognosis biasanya baik untuk pasien yang
memiliki paru-paru normal dan pertahanan tubuh yang mencakup sebelum mulai
terjadinya pneumonia, meskipun demikian pneumonia merupakan peringkat ke-6
penyebab kematian tersering di Amerika Serikat. (Robinson & Saputra, 2014).

Jadi dari beberapa pengertian diatas dapat di simpulkan bahwa pneumonia adalah Suatu
infeksi saluran pernafasan akut bagian bawah yang mengenai parenkim paru yang di
sebabkan oleh agen infeksius seperti virus, bakteri, mycoplasma (fungi) maupun benda
asing.

2. Etiologi
Menurut Padila (2013), etiologi pneumonia:
a. Bakteri
Pneumonia bakteri didapatkan pada usia lanjut. Organisme gram positif seperti:
Streptococcus pneumonia, S. aerous, dan streptococcus pyogenesis. Bakteri gram
negative seperti Haemophilus influenza, klebsiella pneumonia dan P. Aeruginosa

b. Virus
Disebabkan virus influenza yang menyebar melalui droplet.Penyebab utama
pneumonia virus ini yaitu Cytomegalovirus.
c. Jamur
Disebabkan oleh jamur hitoplasma yang menyebar melalui udara yang mengandung
spora dan ditemukan pada kotoran burung, tanahserta kompos.
d. Protozoa
Menimbulkan terjadinya Pneumocystis carinii pneumonia (CPC). Biasanya pada
pasien yang mengalami immunosupresi. (Reeves, 2013). Penyebaran infeksi melalui
droplet dan disebabkan oleh streptococcus pneumonia, melalui selang infus yaitu
stapilococcus aureus dan pemakaian ventilator oleh P. Aeruginosa dan enterobacter.
Dan bisa terjadi karena kekebalan tubuh dan juga mempunyai riwayat penyakit kronis.

Selain diatas penyebab terjadinya pneumonia yaitu dari Non mikroorganisme:


a. Bahan kimia.
b. Paparan fisik seperti suhu dan radiasi (Djojodibroto, 2014).
c. Merokok.
d. Debu, bau-bauan, dan polusi lingkungan (Ikawati, 2016).

3. Anatomi fisiologi
a. Anatomi Sistem Pernapasan
Paru-paru merupakan alat pernapasan utama. Paru-paru mengisi rongga dada. Terletak
disebelah kanan dan kiri dan tengah dipisahkan oleh jantung beserta pembuluh darah
besarnya dan struktur lainnya yang terletak didalam mediastinum. Paru-paru adalah
organ yang berbentuk kerucut dengan apeks (puncak) diatas dan muncul sedikit lebih
tinggi daripada klavikula di dalam dasar leher. Pangkal paru-paru duduk di atas landai
rongga toraks, diatas diafragma. Paru-paru mempunyai permukaan luar yang
menyentuh iga-iga, permukaan dalam yang memuat tampak paru-paru, sisi belakang
yang menyentuh tulang belakang, dan sisi depan yang menutupi sebagian sisi depan
jantung.
Saluran nafas yang dilalui udara adalah hidung, faring, laring, trakea, bronkus,
bronkiolus dan alveoli. Di dalamnya terdapat suatu sistem yang sedemikian rupa dapat
menghangatkan udara sebelum sampai ke alveoli. Terdapat juga suatu sistem
pertahanan yang memungkinkan kotoran atau benda asing yang masuk dapat
dikeluarkan baik melalui batuk ataupun bersin. Anatomi sistem pernafasan antara Lain
:

Gambar 1. Anatomi System Pernafasan

 Saluran pernafasan bagian atas:


 Rongga hidung
Rongga hidung dilapisi dengan membran mukosa yang sangat banyak
mengandung vaskular yang disebut mukosa hidung. Lendir disekresi
secara terus menerus oleh sel-sel goblet yang melapisi permukaan mukosa
hidung dan bergerak ke belakang ke nasofaring oleh gerakan silia. Hidung
berfungsi sebagai penyaring kotoran, melembabkan serta menghangatkan
udara yang dihirup ke dalam paru- paru.

 Faring
Faring adalah struktur yang menghubungkan hidung dengan rongga mulut
ke laring. Faring dibagi menjadi tiga region ; nasofaring, orofaring, dan
laringofaring. Fungsi utamanya adalah untuk menyediakan saluran pada
traktus respiratoriun dan digestif.
 Laring
laring adalah struktur epitel kartilago yang menghubungkan faring dengan
trachea. Fungsi utamanya adalah untuk memungkinkan terjadinya
lokalisasi. Laring juga melindungi jalan nafas bawah dari obstruksi benda
asingn dan memudahkan batuk.

 Saluran pernafasan bagian bawah:

Gambar 2. Gambar anatomi paru-paru.

 Trakhea
Disokong oleh cincin tulang rawan yang berbentuk seperti sepatu kuda
yang panjangnya kurang lebih 5 inci, tempat dimana trakea bercabang
menjadi bronkus utama kiri dan kanan dikenal sebagai karina. Karina
memiliki banyak saraf dan dapat menyebabkan bronkospasme dan batuk
yang kuat jika dirangsang.
 Bronkus
Terdiri atas 2 bagian yaitu broncus kanan dan kiri. Broncus kanan lebih
pendek dan lebar, merupakan kelanjutan dari trakhea yang arahnya
hampir vertikal. Bronchus kiri lebih panjang dan lebih sempit, merupakan
kelanjutan dari trakhea dengan sudut yang lebih tajam. Cabang utama
bronchus kanan dan kiri bercabang menjadi bronchus lobaris kemudian
bronchus segmentaliis. Bronkus dan bronkiolus dilapisi oleh sel-sel yang
permukaannya dilapisi oleh rambut pendek yang disebut silia, yang
berfungsi untuk mengeluarkan lendir dan benda asing menjauhi paru
menuju laring.
 Bronkiolus.
Membentuk percabangan menjadi bronkiolus terminalis yang tidak
mempunyai kelenjar lendir dan silia. Bronkiolus terminalis kemudian
menjadi bronkiolus respiratori yang menjadi saluran transisional antara
jalan udara konduksi dan jalan udara pertukaran gas.
 Alveoli.
Paru terbentuk oleh sekitar 300 juta alveoli. Terdapat tiga jenis sel
alveolar, sel alveolar tipe I adalah sel epitel yang membentuk dinding
alveolar. Sel alveolar tipe II sel-sel yang aktif secara metabolik,
mensekresi surfactan, suatu fosfolipid yang melapisi permukaan dalam
dan mencegah alveolar agar tidak kolaps. Sel alveolar tipe III adalah
makrofag yang merupakan sel–sel fagositosis yang besar yang memakan
benda asing dan bekerja sebagai mekanisme pertahanan penting.

 Alveoulus.
Struktur anatomi yang memiliki bentuk yang berongga. Terdapat pada
parenkim paru-paru, yang merupakan ujung dari pernapasan, dimana
kedua sisi merupakan tempat pertukaran darah.
 Paru-paru.
Merupakan alat tubuh yang sebagian besar terdiri dari gelembung
(gelombung hawa, alveoli).

b. Fisiologi Pernapasan.
Fungsi paru-paru ialah pertukaran gas oksigen dan karbon dioksida. Pada
pernafasan melalui par-paru atau pernafasan eksterna, oksigen dipungut melalui
hidung dan mulut pada waktu bernafas; oksigen masuk melalui trakea dan pipa
bronchial ke alveoli, dan dapat berhubungan erat dengan darah di dalam kapiler
pulmonaris (Pearce. C. E, 2009).

Proses fisiologi pernapasan dimana oksigen dipindahkan dari udara ke dalam


jaringan, dan karbondioksida dikeluarkan ke udara ekspirasi dapat dibagi menjadi
3 stadium. Stadium pertama adalah ventilasi, yaitu masuknya campuran gas-gas
ke dalam dan keluar paru-paru. stadium kedua adalah transportasi, yang terdiri
dari beberapa aspek :
 Difusi gas-gas antara alveolus dan kapiler paru-paru (respirasi eksterna)
dan antara darah sistemik dan sel-sel jaringan.
 Distribusi darah dalam sirkulasi pulmonar.
 Reaksi kimia dan fisik dari O2 dan CO2 dengan darah.

Stadium terakhir adalah respirasi sel atau respirasi interna, yaitu pada saat
metabolik dioksidasi untuk mendapatkan energi, dan CO2 terbentuk sebagai
sampah proses metabolisme sel dan dikeluarkan oleh paru-paru. Jumlah udara
yang diinspirasi atau diekspirasi pada setiap kali bernapas disebut volume tidal
yaitu sekitar 500 ml. Kapasitas vital paru-paru, yaitu jumlah udara maksimal yang
dapat diekspirasi sesudah inspirasi maksimal sekitar 4500 ml. Volume residu,
yaitu jumlah udara yang tertinggal dalam paru-paru sesudah ekspirasi maksimal
sekitar 1500 ml (Price & Wilson, 2005).

Di dalam paru-paru, karbon dioksida, salah satu hasil buangan metabolisme,


menembus membran alveoler-kapiler dari kapiler darah ke alveoli dan setelah
melalui pipa bronkial dan trakea, dinapaskan keluar melalui hidung dan mulut.

Empat proses yang berhubungan dengan pernapasan pulmoner atau pernapasan


eksterna :
 Ventilasi pulmoner, atau gerak pernapasan yang menukar udara dalam
alveoli dengan udara luar.
 Arus darah melalui paru – paru.
 Distribusi arus udara dan arus darah sedemikian sehingga dalam jumlah
tepat dapat mencapai semua bagian tubuh.
 Difusi gas yang menembusi membran pemisah alveoli dan kapiler. CO2
lebih mudah berdifusi dari pada oksigen.

Semua proses ini diatur sedemikian sehingga darah yang meninggalkan paru-
paru menerima jumlah tepat CO2 dan O2. Pada waktu gerak badan, lebih banyak
darah datang di paru-paru membawa terlalu banyak CO2 dan terlampau sedikit
O2. Jumlah CO2 itu tidak dapat dikeluarkan, maka konsentrasinya dalam darah
arteri bertambah. Hal ini merangsang pusat pernapasan dalam otak untuk
memperbesar kecepatan dan dalamnya pernapasan Penambahan ventilasi ini
mengeluarkan CO2 dan memungut lebih banyak O2.

Pernapasan jaringan atau pernapasan interna. Darah yang telah menjenuhkan


hemoglobinnya dengan oksigen (oksihemoglobin) mengitari seluruh tubuh dan
akhirnya mencapai kapiler, di mana darah bergerak sangat lambat. Sel jaringan
memungut oksigen dari hemoglobin untuk memungkinkan oksigen berlangsung,
dan darah menerima, sebagai gantinya, yaitu karbon dioksida.
c. Perubahan-perubahan berikut terjadi pada komposisi udara dalam alveoli, yang
disebabkan pernapasan eksterna dan pernapasan interna atau pernapasan jarigan.
Udara (atmosfer) yang di hirup:
Nitrogen ;79 %
Oksigen ;20 %
Karbon dioksida ; 0-0,4 %

Udara yang masuk alveoli mempunyai suhu dan kelembaban atmosfer


Udara yang diembuskan:
Nitrogen ;79 %
Oksigen ;16 %
Karbon dioksida ;4-0,4 %

Daya muat udara oleh paru-paru. Besar daya muat udara oleh paru-paru ialah
4.500 ml sampai 5000 ml atau 41/2 sampai 5 liter udara. Hanya sebagian kecil
dari udara ini, kira-kira 1/10 nya atau 500 ml adalah udara pasang surut (tidal air),
yaitu yang di hirup masuk dan dihembuskan keluar pada pernapasan biasa dengan
tenang.

Kapasitas vital, volume udara yang dapat di capai masuk dan keluar paru-paru
pada penarikan napas paling kuat disebut kapasitas vital paru-paru. Diukurnya
dengan alat spirometer. Pada seoranng laki-laki, normal 4-5 liter dan pada seorang
perempuan, 3-4 liter. Kapasitas itu berkurang pada penyakit paru-paru, penyakit
jantung (yang menimbulkan kongesti paru-paru) dan kelemahan otot pernapasan
(Pearce. C. E, 2009)

4. Patofisiologi
Umumnya mikroorganisme penyebab terhisap ke paru bagian perifer melalui saluran
respiratori. Mula-mula terjadi edema akibat reaksi jaringan yang mempermudah
proliferasi dan penyebaran kuman ke jaringan sekitarnya. Bagian paru yang terkena
mengalami konsolidasi, yaitu terjadi serbukan fibrin, eritrosit, cairan edema, dan
ditemukannya kuman di alveoli. Stadium ini disebut stadium hepatisasi merah.
Selanjutnya, deposisi fibrin semakin bertambah, terdapat fibrin dan leukosit di alveoli
dan terjadi proses fagositosis yang cepat.

Stadium ini disebut stadium hepatisasi kelabu. Selanjutnya, jumlah makrofag meningkat
di alveoli, sel akan mengalami degenerasi, fibrin menipis, kuman dan debris menghilang.
Stadium ini disebut stadium resolusi. Sistem bronkopulmoner jaringan paru yang tidak
terkena akan tetap normal (Nursalam, 2016).

Apabila kuman patogen mencapai bronkioli terminalis, cairan edema masuk ke dalam
alveoli, diikuti oleh leukosit dalam jumlah banyak, kemudian makrofag akan
membersihkan debris sel dan bakteri. Proses ini bisa meluas lebih jauh lagi ke lobus
yang sama, atau mungkin ke bagian lain dari paru- paru melalui cairan bronkial yang
terinfeksi. Melalui saluran limfe paru, bakteri dapat mencapai aliran darah dan pluro
viscelaris. Karena jaringan paru mengalami konsolidasi, maka kapasitas vital dan
comliance paru menurun, serta aliran darah yang mengalami konsolidasi menimbulkan
pirau/ shunt kanan ke kiri dengan ventilasi perfusi yang mismatch, sehingga berakibat
pada hipoksia. Kerja jantung mungkin meningkat oleh karena saturasi oksigen yang
menurun dan hipertakipnea. Pada keadaan yang berat bisa terjadi gagal nafas (Nursalam,
2016).
5. Pathway
6. Tanda dan gejala
Gambaran klinis beragam, tergantung pada organisme penyebab dan penyakit pasien
Brunner & Suddarth (2011).
a. Menggigil mendadak dan dengan cepat berlanjut menjadi demam (38,5 o C sampai
40,5 o C).
b. Nyeri dada pleuritik yang semakin ketika bernapas dan batuk.
c. Pasien yang sakit parah mengalami takipnea (25 sampai 45 kali pernapasan/menit) dan
dyspnea, prtopnea ketika disangga.
d. Nadi cepat dan memantul, dapat meningkat 10 kali/menit per satu derajat peningkatan
suhu tubuh (Celcius).
e. Bradikardi relativ untuk tingginya demam menunjukkan infeksi virus, infeksi
mikroplasma, atau infeksi organisme Legionella.
f. Tanda lain : infeksi saluran napas atas, sakit kepala, demam derajat rendah, nyeri
pleuritik, myalgia, ruam faringitis, setelah beberapa hari, sputum mucoid atau
mukopurulen dikeluarkan.
g. Pneumonia : pipi memerah, bibi dan bantalan kuku menunjukkan sianosis sentral.
h. Sputum purulent, bewarna seperti katar, bercampur darah, kental, atau hijau,
bergantung pada agen penyebab.
i. Nafsu makan buruk, dan pasien mengalami diaphoresis dan mudah lelah.
j. Tanda dan gejala pneumonia dapat juga bergantung pada kondisi utama pasien (misal,
yang menjalani terapi imunosupresan, yang menurunkan resistensi terhadap infeksi.

7. Pemeriksaan penunjang
a. Sinar x : Mengidentifikasikan distribusi structural (misal: labor, bronchial), dapat
juga meyatakan abses.
b. Biopsy paru : Untuk menetapkan diagnosis.
c. Pemeriksaan gram atau kultur, sputum dan darah : untuk dapat mengidentifikasi
semua organisme yang ada.
d. Pemeriksaan serologi : Membantu dalam membedakan diagnosis organisme
khusus.
e. Pemeriksaan fungsi paru : Untuk mengetahui paru-paru, menetapkan luas berat
penyakit dan membantu diagnosis keadaan.
f. Spirometrik static : Untuk mengkaji jumlah udara yang diaspirasi.

g. Bronkostopi : Untuk menetapkan diagnosis dan mengangkat benda asing. (Nurarif


& Kusuma, 2015).

Pneumonia didiagnosis berdasarkan tanda klinik dan gejala, hasil pemeriksaan laboratorium
dan mikrobiologis, evaluasi foto x-ray dada (IDAI, 2009). Berikut untuk pemeriksaan
penunjang pada pneumonia :
a. Pemeriksaan Radiologi.
Foto thoraks (PA/lateral) merupakan pemeriksaan penunjang utama untuk
menegakkan diagnosis. Gambaran radiologis dapat berupa infiltrate sampai
konsolidasi dengan air broncogram, penyebab bronkogenik dan interstisial serta
gambar kaviti. Gambar adanya infiltrate dari foto x-ray merupakan standar yang
memastikan diagnosis (IDAI, 2009). Foto thoraks saja tidak dapat secara khas
menentukan penyebab pneumonia, hanya merupakan petunjuk kearah diagnosia
etiologi, misalnya gambaran pneumonia lobaris tersering disebabkanoleh
Steptococcus pneumonia, pseudomonas aeruginosa sering memperlihatkan infiltrate
bilateral atau gambaran bronkopneumonia sedangkan klebsiela pneumonia sering
menunjukkan konsolidasi yang terjadi pada lobus atas kanan meskipun dapat
mengenai beberapa lobus.
b. Pemeriksaan Laboratorium.
Pada pemeriksaan laboratorium terdapat peningkatan jumlah leukosit biasanya lebih
dari 10.000/ul kadang-kadang mencapai 30.000/ul, dan pada hitungan jenis leukosit
terdapat pergeseran ke kiri serta terjadi peningkatan LED. Untuk menentukan
diagnosis etilogi diperlukan pemeriksaan dahak, kultur darah dan serologi. Kultur
darah positif pada 20-25% penderita yang tidak diobati, analisis gas darah
menunjukkan hipoksemia dan hikarbia, pada stadium lanjut dapat terjadi asidosis
respiratorik
8. Komplikasi
a. Pneumonia ekstrapulmoner, pneumonia pneumokokus dengan
bakteriemi.
b. Pneumonia ekstrapulmoner non infeksius gagal ginjal, gagal
jantung, emboli paru dan infark miokard akut.
c. ARDS (Acute Respiratory Distress Syndrom).
d. Komplikasi lanjut berupa :
 pneumonia nosokomial.
 Sepsis.Gagal pernafasan,
 syok, gagal multiorgan
 Penjalaran infeksi (abses otak, endokarditis).
 Abses paru.
 Efusi pleura.

Komplikasi yang mungkin terjadi pada pneumonia (Brunner & Suddarth, 2002) antara
lain :
a. Hipotensi dan syok.
b. Gagal pernafasan.
c. Atelektasis.
d. Efusi plural.
e. Delirium.
f. Superinfek..

9. Penatalaksaan medis
a. Keperawatan
Kepada penderita yang penyakitnya tidak berat, bisa diberikan antibiotic per-oral,
dan tetap tinggal dirumah. Penderita yang lebih tua dan penderita dengan sesak
nafas atau dengan penyakit jantung atau paru lainnya, harus dirawat dan antibiotic
diberikan melalui infuse. Mungkin perlu diberikan oksigen tambahan, cairan
intravena dan alat bantu nafas mekanik. Kebanyakan penderita akan memberikan
respon terhadap pengobatan dan keadaannya membaik dalam waktu 2 minggu.
Penatalaksanaan umum yang dapat diberikan antara lain :
 Oksigen 1-2 L/menit.
 IVFD dekstrose 10 % , NaCl 0,9% = 3 : 1, + KCl 10 mEq/500 ml cairan.
 Jumlah cairan sesuai berat badan, kenaikan suhu, dan status hidrasi.
 Jika sesak tidak terlalu berat, dapat dimulai makanan enteral bertahap melalui
selang nasogastrik dengan feeding drip.
 Jika sekresi lender berlebihan dapat diberikan inhalasi dengan salin normal
dan beta agonis untuk memperbaiki transport mukosilier.
 Koreksi gangguan keseimbangan asam basa dan elektrolit (Nurarif &
Kusuma, 2015).
b. Medis
Konsolidasi atau area yang menebal dalam paru-paru yang akan tampak pada
rontgen dada mencakup area berbercak atau keseluruhan lobus (pneumonia
lobaris). Pada pemeriksaan fisik, temuan tersebut dapat mencakup bunyi napas
bronkovesikular atau bronchial, krekles, peningkatan fremitus, egofani, dan pekak
pada perkusi. Pengobatan pneumonia termasuk pemberian antibiotik yang sesuai
seperti yang ditetapkan oleh hasil pewarnaan gram. Selain itu untuk pengobatan
pneumonia yaitu eritromisin, derivate tetrasiklin, amantadine, rimantadine,
trimetoprim-sulfametoksazol, dapsone, pentamidin, ketokonazol. (Brunner &
Suddarth, 2002).
 Untuk kasus pneumonia community base :
 Ampisilin 100 mg/kg BB/hari dalam 4 kali pemberian.
 Kloramfenikol 75 mg/kg BB/hari dalam 4 kali pemberian
 Untuk kasus pneumonia hospital base :
 Sefatoksim 100 mg/kg BB/hari dalam 2 kali pemberian.
 Amikasin 10-15 mg/kg BB/hari dalam 2 kali pemberian. (Nurarif &
Kusuma, 2015).
10. Asuhan Keperawatan
a. Identitas Klien.
Nama, umur, jenis kelamin, tempat tanggal lahir, golongan darah, pendidikan
terakhir, agama, suku, status perkawinan, pekerjaan, TB/BB, alamat. Pada kasus
pneumonia banyak terjadi pada :
 Jenis kelamin : Paling banyak menderita pneumonia yaitu laki- laki tapi
tidak menutup kemungkinan perempuan.
 Umur : Usia yang paling rentang terkena pneumonia yaitu usia tua (lanjut
usia) dan anak-anak.
b. Riwayat Kesehatan.
 Riwayat Kesehatan Sekarang.
Gejala saat ini dan durasinya : adanya sesak nafas atau kesulitan bernafas,
nyeri dada dan kaitan nyeri dengan pernapasan: batuk, produktif atau tidak
produktif, warna, konsistensi sputum,: gejala lain: kesakitan pernapasan
atas saat ini atau kesakitan akut lain; penyakit kronik seperti DM, PPOK,
atau penyakit jantung; medikasi saat ini; alergi obat. (LeMone atal, 2016).
 Riwayat kesehatan dahulu.
Dengan riwayat penyakit yang diderita klien yang berhubungan dengan
penyakit saat ini atau penyakit yang mungkin dapat dipengaruhi atau
memengaruhi penyakit yang diderita klien saat ini (Rohman & Walid,
2009).
 Riwayat Kesehatan keluarga.
Riwayat kesehatan keluarga dihubungkan dengan kemungkinan adanya
penyakit keturunan,kecenderungan alergi dalam satu keluarga,penyakit
yang menular akibat kontak langsung antara anggota keluarga (Rohman &
Walid, 2009).
c. Pemeriksaan fisik :
Tampilan, distress nyata, tingkat kesadaran : tanda-tanda vital, antara lain suhu;
warna aksesorius, pernapasan; suara paru. (LeMone. atal, 2016). Pemeriksaan
fisik dengan pendekatan persistem dimulai dari kepala Sampai ujung kaki dapat
lebih mudah. Dalam melakukan pemeriksaan fisik perlu dibekali kemampuan
dalam melakukan pemeriksaan fisik secara sistematis dan rasional. Teknik
pemeriksaan fisik perlu modalitas dasar yang digunakan meliputi: inspeksi,
palpasi, perkusi, dan auskultasi. (Mutaqqin, 2010)
 Penampilan umum
Yaitu penampilan klien dimulai pada saat mempersiapkan klien untuk
pemeriksaan.
 Kesadaran.
Status kesadaran dilakukan dengan dua penilaian yaitu kualitatif dan
kuantitatif, secara kualitatif dapat dinilai antara lain yaitu composmentis
mempunyai arti mengalami kesadaran penuh dengan memberikan respon
yang cukup terhadap stimulus yang diberikan, apatis yaitu mengalami
acuh tak acuh terhadap lingkungan sekitarnya, samnolen yaitu mengalami
kesadaran yang lebih rendah dengan ditandai tampak mengantuk bahwa
untuk, sopor mempunyai arti bahwa klien memberikan respon dengan
rangsangan yang kuat dan refleks pupil terhadap cahaya tidak ada.
sedangkan penilaian kesadaran terhadap kuantitatif dapat diukur melalui
penilaian (GCS) Glasgow Coma Scale dengan aspek membuka mata yaitu,
4 respon verbal yaitu 5 dan respons motorik yaitu nilai 6 (Aziz alimul,
2009).
 Tanda-Tanda Vital
Tanda-tanda vital merupakan pemeriksaan fisik yang rutin dilakukan
dalam berbagai kondisi klien. Pengukuran yang paling sering dilaku
kanadalah pengukuran suhu, dan frekuensi pernafasan
(Mutaqqin, 2010). Pada pasien pneumonia biasanya mengalami demam
suhu diatas 370c, pernapasan cepat (Tachypnea).
 Kepala.
- Rambut
- Kulit kepala tampak bersih, tidak ada luka, ketombe tidak ada,
pertumbuhan rambut jarang, warna rambut hitam, kekuatan
rambut: mudah dicabu atau tidak, dan tidak ada pembengkakan
atau tidak ada nyeri tekan.
- Mata
- Kebersihan mata: mata tanpak bersih, gangguan pada mata: mata
berfungsi dengan baik, pemeriksaan konjungtiva: anemis atau
ananemis, sclera biasanya putih, pupil: isokor atau anisokor dan
kesimetrisan mata: mata simetris kiri dan kanan dan ada atau
tidaknya massa atau nyeri tekan pada mata.
- Telinga
- Fungsi pendengaran: biasanya berfungsi dengan baik, bentuk
telinga simetris kiri dan kanan, kebersihan telinga.
- Hidung
- Kesimetrisan hidung: biasnya simetris, kebersihan hidung, nyeri
sinus, polip, fungsi pembauan dan apakah menggunakan otot bantu
pernapasan.
- Mulut dan Gigi
- Kemampuan bicara, adanya batuk atau tidak, adanya sputum saat
batuk atau tidak, keadaan bibir, keadaan platum, kelengkapan gigi,
dan kebersihan gigi.
 Leher.
Biasanya simetris kiri dan kanan, gerakan leher; terbatas atau tidak,
ada atau tidak pembesaran kelenjer thyroid, ada atau tidaknya
pembesaran vena juguralis dan kelenjer getah bening.
 Thorak
- Paru-paru
o Inspeksi : Perhatikan kesimetrisan gerakan dada, frekuensi
napas cepat (tachipnea), irama, kedalamannya pernapasan
cuping hidung,
o Palpasi : Adanya nyeri tekan, fremitus traktil bergetar kiri dan
kanan.
o Auskultasi : Suara napas ronchi (nada rendah dan sangat kasar
terdengar baik saat inspirasi maupun saat ekspirasi).
o Perkusi : Terdengar bunyi redup (Dullnes) adanya jaringan
yang lebih padat atau konsolidasi paru- paru seperti
pneumonia.
- Jantung
o Inspeksi : Perhatikan kesimetrisan dada, Ictus cordis tampak
atau tidak.
o Palpasi : Ictus cordis teraba, tidak ada massa (pembengkakan)
dan ada atau tidaknya nyeri tekan. Perkusi : Perkusi jantung
pekak (adanya suara perkusi jaringan yang padat seperti pada
daerah jantung).
o Auskultasi : Terdengan Suara jantung I dan suara jantung II
(terdengar bunyi lub dub lub dub) dalam rentang normal.
 Abdomen
- Inspeksi : Bentuk abdomen, kesimetrisan abdomen, ada atau
tidaknya lesi, ada atau tidaknya stretch mark.
- Auskultasi : Mendengarkan bising usus (normal 5- 30 x/ menit).
- Perkusi : Terdengar suara tympany (suara berisi cairan).
- Palpasi : Tidak ada nyeri tekan, tidak ada pemberasan hepar.
 Punggung
Tidak ada kelaina bentuk punggung, tidak ada terdapat luka pada
punggung.
 Estremitas
- Atas : terpasang infuse, apa ada kelemahan atau tidak pada
ekstremitas atas.
- Bawah: ada atau tidaknya gangguan terhadap ekstremitas bawah
seperti : kelemahan.

Penilaian Kekuatan Otot mempunyai skala ukur yang umumnya


dipakai untuk memeriksa penderita yang mengalami kelumpuhan
selain mendiagnosa status kelumpuhan juga dipakai untuk
melihat apakah ada kemajuan yang diperoleh selama menjalani
perawatan atau sebaliknya apakah terjadi perburukan pada
penderita. (Suratun, dkk, 2008). Penilaian tersebut meliputi :
- Nilai 0: Paralisis total atau tidak ditemukan adanya kontraksi pada
otot,
- Nilai 1: Kontaksi otot yang terjadi hanya berupa perubahan dari
tonus otot, dapat diketahui dengan palpasi dan tidak dapat
menggerakan sendi,
- Nilai 2: O tot hanya mampu mengerakkan persendian tetapi
kekuatannya tidak dapat melawan pengaruh gravitasi,
- Nilai 3: Dapat menggerakkan sendi, otot juga dapat melawan
pengaruh gravitasi tetapi tidak kuat terhadap tahanan yang
diberikan pemeriksa,
- Nilai 4: Kekuatan otot seperti pada derajat 3 disertai dengan
kemampuan otot terhadap tahanan yang ringan,
- Nilai 5: Kekuatan otot normal.
 Genetalia
Terpasang kateter atau tidak.
 Integument.
Turgor kulit baik atau tidak, kulit kering.
d. Pemeriksaan Penunjang
Pada pemeriksaan penunjang ditulis tanggal pemeriksaan, jenis pemeriksaan, hasil
dan satuanya. Pemeriksaan penunjang diantaranya: pemeriksaan laboratorium,
foto rotgen, rekam kardiografi, dan lain-lain (Rohman & Walid, 2010).
e. Therapy
Pada therapy tulis nama obat lengkap, dosis, frekuensi pemberian dan cara
pemberian, secara oral, parental dan lain-lain (Rohman & Walid, 2010)..
11. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan merupakan penilaian klinis mengenai respon pasien terhadap
masalah kesehatan (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017). Diagnosa berdasarkan SDKI
adalah :
a. Gangguan pertukaran gas (D.0003) berhubungan dengan Perubahan membran
alveolus-kapiler
b. Pola nafas tidak efektif (D.0005) berhubungan dengan hambatan upaya nafas
(mis: Nyeri saat bernafas)
c. Bersihan jalan nafas tidak efektif (D.0001) berhubungan dengan sekresi yang
tertahan
d. Nyeri akut (D.0077) berhubungan dengan agen pencedera fisiologis (mis:
iskemia)
e. Defisit nutrisi (D.0019) berhubungan dengan ketidakmampuan mencerna
makanan, faktor psikologis (mis: stress, keengganan untuk makan).
f. Hipertermia (D.0130) berhubungan dengan proses penyakit
g. Intoleransi aktivitas (D.0056) berhubungan dengan ketidak seimbangan antara
suplai dan kebutuhan oksigen
h. Resiko hipovolemia (D.0034) ditandai dengan kehilangan cairan secara aktif

12. Intervensi keperawatan


a. Gangguan pertukaran gas (D.0003) berhubungan dengan Perubahan membran
alveolus-kapiler
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x 60 menit diharapkan
pertukaran gas (L.01003) meningkat.
Kriterian hasil :
 Dipsnea menurun
 bunyi nafas tambahan menurun
 pola nafas membaik
 PCO2 dan O2 membaik
Intervensi ; Pemantauan Respirasi (I.01014)

Observasi

 Monitor frekuensi irama, kedalaman dan upaya nafas


 Monitor pola nafas
 Monitor kemampuan batuk efektif
 Monitor nilai AGD
 Monitor saturasi oksigen
 Auskultasi bunyi nafas

Terapeutik

 Dokumentasikan hasil pemantauan

Edukasi

 Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan


 Informasikan hasil pemantauan, jika perlu

Kolaborasi

 Kolaborasi penggunaan oksigen saat aktifitas dan/atau tidur

b. Pola nafas tidak efektif (D.0005) berhubungan dengan hambatan upaya nafas
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x 60 menit pola napas (L.01004)
membaik
Kriteria hasil :
 Dispneu menurun
 Pemanjangan fase ekspirasi menrun
 Penggunaan otot bantu napas menurun
 Kedalaman napas membaik
 Frekuensi napas membaik
Intervensi ; Manajemen jalan nafas (I.01012)
Observasi
 Monitor pola napas (frekuensi, kedalaman, usaha napas)
 Monitor bunyi napas tambahan (mis. gurgling, mengi, wheezing,
ronkhi kering)
 Monitor sputum (jumlah, warna, aroma)
Terapeutik
 Pertahankan kepatenan jalan napas dengan head-tilt dan chin-lift
(jaw-thrust jika curiga trauma servikal)
 Posisikan semi-Fowler atau Fowler
 Berikan minum hangat
 Lakukan fisioterapi dada, jika perlu
 Lakukan penghisapan lendir kurang dari 15 detik
 Lakukan hiperoksigenasi sebelum penghisapan endotrakeal
 Keluarkan sumbatan benda padat dengan forsep McGill
 Berikan oksigen, jika perlu
Edukasi
 Anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari, jika tidak kontraindikasi
 Ajarkan teknik batuk efektif
Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian bronkodilator, ekspektoran, mukolitik, jika
perlu.

c. Bersihan jalan nafas tidak efektif (D.0001) berhubungan dengan sekresi yang
tertahan
Tujuan ;
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x 60 menit diharapkan bersihan
jalan nafas (L.01001) meningkat
Kriteria hasil ;
 Batuk efektif meningkat
 Produksi sputum menurun
 Mengi menurun
 Wheezing menurun
 Dispnea menurun
 Sianosis menurun
 frekuensi nafas membaik
 pola nafas membaik

Intervensi ; Latihan batuk efektif ( I.01006)


Observasi
 Identifikasi kemampuan batuk
 Monitor adanya retensi sputum
 Monitor tanda dan gejala infeksi saluran nafas
 Monitor input dan output cairan (mis. jumlah dan karakteristik)
Terapeutik
 Atur posisi semi-fowler atau fowler
 Pasang perlak dan bengkok di pangkuan pasien
 Buang sekret pada tempat sputum
Edukasi
 Jelaskan tujuan dan prosedur batuk efektif
 Anjurkan tarik nafas dalam melalui hidung selama 4 detik, ditahan
selama 2 detik, kemudian keluarkan dari mulut dengan bibir
mecucu (dibulatkan) selam 8 detik
 Anjurkan tarik nafas dalam hingga 3 kali
 Anjurkan batuk dengan kuat langsung setelah tarik nafas dalam
yang ke-3
Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian mukolitik atau ekspektoran, jika perlu
d. Nyeri akut (D.0071) berhubungan dengan agen pencedera fisiologis
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x 60 menit tingkat nyeri
(L.08066) menurun
Kriteria hasil :
 Keluhan nyeri menurun
 Meringis menurun
 Sikap protektif menurun
 Gelisah menurun
 Kesulitan tidur menurun
 Pola nafas, frekuensi nadi dan tekanan darah membaik
Intervensi ; manajemen nyeri (I.08238)
Observasi
 identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas,
intensitas nyeri
 identifikasi skala nyeri
 identifikasi respons nyeri non verbal
 Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri
 Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri (mis.
TENS, hypnosis, Akupresur, terapi musik, biofeedback, terapi
pijat, aromaterapi, teknik imajinasi terbimbing.
 Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri (mis. suhu
ruangan, pencahayaan.
 kompres hangat/dingin,
 Fasilitasi istirahat dan tidur
 Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan strategi
meredakan nyeri
Edukasi
 Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
 Jelaskan strategi meredakan nyeri
 Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
 Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat
 Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu

e. Defisit nutrisi (D.0019) berhubungan dengan ketidakmampuan mencerna


makanan, faktor psikologis (mis: stress, keengganan untuk makan).
Tujuan :
setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x 60 menit diharapkan status
nutrisi (L.03030) membaik.

Kriteria hasil :
 Porsi makan yang dihabiskan meningkat
 Perasaan cepat kenyang menurun
 Nafsu makan membaik
Intervensi ; Manajemen gangguan makan (I.03111)
Observasi
 Monitor asupan dan keluarnya makanan dan cairan serta
kebutuhan kalori
Terapeutik
 Timbang berat badan secara rutin
Edukasi
 Anjurkan membuat catatan harian tentang perasaan dan situasi
pemicu pengeluaran makanan (mis:pengeluaran yang
disengaja, muntah, aktivitas berlebihan)
Kolaborasi
 Kolaborasi dengan ahli gizi tentang target berat badan,
kebutuhan kalori dan pilihan makanan
f. Hipertermia (D.0130) berhubungan dengan proses penyakit
Tujuan ;

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x 60 menit diharapkan


termoregulasi (L.14134) membaik

Kriteria hasil ;

 Menggigil menurun
 kulit merah menurun
 suhu tubuh membaik
 tekanan darah membaik

Intervensi ; Manajemen hipertermia (I.15506)

ObservaSI

 Identifikasi penyebab hipertermia


 Monitor suhu tubuh
 Monitor kadar elektrolit
 Monitor Kaluaran urine
 Monitor komplikasi akibat hipertermia

Terapeutik

 Sediakan lingkungan yang dingin


 longgarkan atau lepaskan pakaian
 Basahi dan kipasi permukaan tubuh
 Berikan cairan oral
 Ganti linen setiap hari atau lebih sering jika mengalami
hiperhidrosis (keringat berlebih)
 Lakukan pendinginan eksternal (mis. kompres dingin pada
dahi, leher, dada, abdomen, dan aksilia)
 Berikan oksigen, jika perlu

Edukasi

 Anjurkan tirah baring

Kolaborasi

 Kolaborasi pemberian cairan dan elektrolit intravena, jika perlu

g. Intoleransi aktivitas (D.0056) berhubungan dengan ketidak seimbangan antara


kebutuhan dan suplai oksigen
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x 60 menit Toleransi Aktivitas
(L.01004) meningkat
Kriteria hasil :
 Kekuatan tubuh bagian atas meningkat
 Kekuatan tubuh bagian bawah meningkat
 Keluhan lelah menurun
 Dispnea saat aktivitas menurun
 Dispnea setelah aktivitas menurun
 Frekuensi nadi, frekuensi napas, tekanan darah membaik
 Saturasi oksigen membaik
Intervensi ; Manajemen Energi (I.05178)
Observasi
 Identifikasi gangguan fungsi tubuh yang mengakibatkan kelelahan
 Monitor kelelahan fisik dan emosional
 Monitor pola dan jam tidur
 Monitor lokasi dan ketidaknyamanan selama melakukan aktivitas
Terapeutik
 Sediakan lingkungan nyaman dan rendah stimulus (mis. cahaya,
suara, kunjungan)
 Lakukan latihan rentang gerak pasif dan/atau aktif
 Berikan aktivitas distraksi yang menenangkan
 Fasilitasi duduk di sisi tempat tidur, jika tidak dapat berpindah atau
berjalan
Edukasi
 Anjurkan tirah baring
 Anjurkan melakukan aktivitas secara bertahap
 Anjurkan menghubungi perawat jika tanda dan gejala kelelahan
tidak berkurang
 Ajarkan strategi koping untuk mengurangi kelelahan
Kolaborasi
 Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara meningkatkan asupan
makanan.

h. Resiko hipovolemia (D.0034) ditandai dengan kehilangan cairan secara aktif


Tujuan ;
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x 60 menit diharapkan status
cairan (L.03028) membaik
Kriteria hasil ;
 Tugor kulit meningkat
 Dispnea menurun
 Frekuensi nadi membaik
 Tekanan darah membaik
 Tekanan nadi membaik
 Membrane mukosa membaik
 Suhu tubuh membaik
Intervensi ; Manajemen hipovolemia (I.03116)
Observasi
 Periksa tanda dan gejala hipovolemia (misalnya nadi teraba lemah,
tekanan darah menurun, tugor kulit menurun, membrane mukosa
kering, dan lemah)
 Monitor intake dan output cairan

Terapeutik
 Hitung kebutuhan cairan
 Berikan asupan cairan oral
Edukasi
 Anjurkan memperbanyak asupan cairan oral
Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian cairan IV isotonis (mis. NaCl, RL)
 Kolaborasi pemberian cairan IV hipotonis (mis. glukosa 2,5%,
NaCl 0,4%)
 Kolaborasi pemberian cairan koloid (mis. albumin, plasmanate)
DAFTAR PUSTAKA

Brunner dan Suddarth. (2011). Keperawatan Medikal Bedah Edisi8 Volume 4.Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC.
Davis Gordon B. 1994. Management System Information. TP. Midas Surya Grafindo,
Jakarta.
Djojodibroto, Darmanto (2014). Respirologi. Jakarta : EGC, hal. 151.
Ikawati, Z. (2016). Penatalaksanaan Terapi Penyakit Sistem Pernapasan.Yogyakarta:
Bursa Ilmu.
LeMone, P., Burke, M.K., dan Bauldoff. G. 2016. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Vol
4. Ed Ke-5. Jakarta: EGC.
Muttaqin ,Arif. 2010. Pengkajian Keperawatan Aplikasi Pada Praktik Klinik. Jakarta:
Salemba Medika
Nurarif & Kusuma. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Dianosa Medis &
Nanda NIC-NOC. Jilid 3. Jogjakarta: Mediaction.
Nursalam, 2001. Proses dan Dokumentasi Keperawatan Konsep dan Praktik. Jakarta:
Salemba Medika.
Padila. (2013). Asuhan Keperawatan Penyakit Dalam. Yogyakarta: Nuha Medika
Pearce C. E. 2009. Anatomi Dan Fisiologi Untuk Paramedis. Jakarta : Gramedia Pustaka
Utama.

Price & Wilson. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.Vol 2. Ed Ke-6.
Jakarta: EGC
Robinson & Saputra. 2014. Buku Ajar Visual Nursing (Medica-Bedah). Jilid 1. Jakarta: Binarupa
Aksara Publisher.
Rohmah, N, & Walid, S. (2014). Proses Keperawatan. Yogyakarta : Ar- Ruzz.

Smeltzer, S. C., & Bare, B. G. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah (8 ed.,
Vol. 2). Jakarta: EGC.
Zul, Dahlan. 2014. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid II. Ed ke-VI. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai