Anda di halaman 1dari 13

Lampiran 7

NOTULEN

KAMIS, 25 AGUSTUS 2022

PLENARY 5

Strengthening Family Planning and Reproductive Health Public – Private


Partnership at The Primary Care Level

Moderator: Dr.dr Julianto Witjaksono, Sp.OG (K) (Faculty of Medicine Universitas


Indonesia)

Narasumber:

1. Prof.dr. Hari Kusnanto Josef, SU, Dr.PH (Faculty of Medicine Public Health and
Nursing Universitas Gajah Mada)
2. dr. Slamet Budiarto, SH, M.Kes ( Ketua Ikatan Dokter Indonesia)
3. Dr. Emi Nurjasmi, M.Kes (Ketua Umum Ikatan Bidan Indonesia (IBI)
4. Cut Vellayati (DKT International)

Materi 1:

“Optimizing Primary Health Care to Improve Family Planning and Reproductive Helath
Service”

- Pelayanan primer itu adalah tempat pelayanan pertama, fokus kepada klien, fokus
kepada keluarga, orientasi komunitas, pelayanan preventif,komprehensif.
- Pelayanan yang diberikan harus pelayanan yang berkesinambungan bukan episodik
karena yang dilayani adalah manusia mulai dari lahir hingga mati, sehingga
diharapkan dari pelayanan yang diberikan, kematian akan berlangsung dengan
bahagia.
- Pelayanan Kesehatan Reproduksi yang diberikan bersangkutan dengan segala
umur yang meliputi pelayanan kepada orang tua, ibu dan anak-anak.
- Harus memikirkan life style termasuk non medical disease juga terkait dengan
aktifitas reproduksi, penyakit anemia, mental health, sosio determinant.
- Parenting skills dalam hal kehidupan sosial sebagai orang dewasa sedikit banyak
mempengaruhi bagaimana memberikan layanan kesehatan reproduksi.
- Prioritas pemerintah saat ini adalah stunting dan kita masih memiliki AKI yang masih
perlu untuk diperhatikan. Ketimpangan antara AKI dari Sabang hingga Merauke, dan
dari Miangas hingga Pulau Rote harus jadi keprihatinan kita. Memberikan perhatian
dan pelayanan pendampingan bagi anak-anak dan keluarga yang memiliki balita
dapam periode usia 1000 hari pertama kehidupan.
- Periode preschool dan school years, sekarang ini tidak secara eksplisit disebut
kesehatan sekolah. Ini dilaksanakan untuk kesiapan anak-anak itu ketika sekolah
sudah ready.
- Kepada Orang tua yang membutuhkan Keluarga Berencana diberikan pelayanan
kontrasepsi.
- UNFPA, sesuai dengan tema bersama-sama untuk menciptakan 3 zero; Zero
Unmet Need for contraception, Zero Preventable maternal deaths, Zero violens
against women.
- Untuk menurunkan unmet need maka yang harus dilakukan adalah menjamin
supply chain to value chain. Kita memberikan nilai kepada ibu-ibu atau pasangan
yang mendapatkan pelayanan Kesehatan Reproduksi melalui pelayanan yang
diberikan.
- Harus berusaha untuk menurunkan angka kematian ibu meskipun sekarang ini
masih jauh AKI masih cukup tinggi.
- Kita relatif masih harus bekerja keras. Mulai dari risk approach hingga Family
empowerment.
- Kita juga masih harus berusaha keras untuk menurunkan kekerasan terhadap
perempuan melalui Community engagement to stop violence against women.
- Kita tidak bisa menonjolkan diri sebagai dokter atau sebagai bidan dalam
memberikan pelayanan karena kita harus bersama-sama dalam interprofessional
primary care. bukan aku yang memberikan pelayanan tetapi kami yang memberikan
pelayanan (Individual and collective competence, outcome improvement dan
interactive collaboration).
- Tentu kita perlu mengingat ethical aspect dalam pelayanan kesehatan reproduksi di
Pelayanan Primer. Banyak yang harus kita pertimbangkan dalam pelayanan
keehatan reproduksi di pelayanan primer. Tentu kita harus memaksimalkan caring
practices that work, menghindari praktik-praktik yang tidak bermanfaat, memberikan
informasi yang akurat dan hars memilih siapa yang diproritaskan maka harus
memilih berdasarkan justice.
- Invest in Reproductive Health penting, bisa didapatkan melalui pemberian
pendidikan yang lebih baik untuk wanita, berpartisipasi penuh dalam angkatan kerja,
peningkatan produktifitas dan pendapatan keluarga, menyiapkan tabungan dan aset
keluarga.

Materi 2:
“Status quo; Have Doctors Done Enough in Providing Family Planning and
Reproductive Helath Services?”
- Ikatan Dokter Indonesia tidak memiliki kewenangan mutlak hanya bertugas
membantu pemerintah.
- IDI membawahi 33 IDI Wilayah, 456 IDI Cabang, 36 Perhimpunan Spesialis, 55
Perhimpunan keseminatan, 36 kolegium
- IDI dikritisi hanya karena asumsi karena kewenangan IDI hanya membantu
pemerintah, UKDI di Dikti menjaga skill dan attitude dari para dokter.
- Jumlah dokter umum di Indonesia sebanyak159.810 dan dokter spesialis sebanyak
42.984
- Sebaran dokter umum di Indonesia terbanyak di Jawa Barat 20.647 dan DKI Jakarta
20.414 yang jika dibandingkan dengan luas wilayah maka DKI Jakarta adalah kota
dengan sebaran dokter umum terbanyak. Sebaran dokter umum yang terendah di
Provinsi Kalimantan Utara yaitu sejumlah 395.
- Masalah yang dihadapi oleh pemerintah Indnesia di bidang kesehatan seperti: TBC
masih tinggi, Stunting masih tinggi 30,8 %, cakupan imunisasi belum maksimal,
angka harapan hidup rendah, AKI-AKB masih tinggi, angka kebutaan tinggi, system
kesehatan belum baik. Pelayanan medis daerah terpencil belum baik, dan anggaran
kesehatan rendah. Hal terakhir ini yang penting dan menjadi salah satu penyebab
dari masalah kesehatan yang ada.
- Untuk itu pemerintah berupaya untuk melakukan transformasi kesehatan namun
menurut saya lebih tepat jika yang dilakukan adalah reformasi kesehatan.
- Pelayanan kesehatan reproduksi kesehatan sangat ditentukan oleh Sumber Daya
Manusia, Sistem Kesehatan dan Anggaran Kesehatan.
- Masih ada masalah yang ditemukan dalam pelayanan Kesehatan Reproduksi dan
KB yang terkait dengan 3 hal tadi:
1) Sumber Daya Manusia
 Jumlah dokter cukup 160.000 dokter namun yang melayani Kesehatan
Reproduksi dan KB masih rendah kecuali pada dokter spesialis kebidanan
dan kandungan
 Distribusi tidak merata (mengumpul di Jawa)
 Kompetensi cukup kecuali untuk MOP dan MOW
 Minat dokter umum terhadap kesehatan reproduksi dan KB rendah, karena
faktor pembiayaan dan kompetensi serta faskes
2) Sistem Kesehatan
 Koordinasi lintas lembaga belum maksimal
 Dokter umum/faskesprimer belum diberdayakan maksimal
 Pembiayaan di layanan primer hanya 20 persen, layanan sekunder 80 persen
 Perijinan fasyankes primer sulit
 Pembiayaan kecil
 Puskesmas lebih banyak melayani kuratif
3) Anggaran Kesehatan
 Masih rendah tahun 2022 255 T, tahun 2023 turun sekitar 153 T – 209 T
 Paling rendah di ASEAN
 Idealnya 15 persen dari APBN
- Jika pelayanan Kesehatan Reproduksi dan KB baik maka AKI dan AKB turun,
Stunting turun, umur harapan hidup naik
Materi 2:
“What Needs to be Done ti Increase Private Midwives Participation in UHC”
- Apa yang dibutuhkan di praktik bidan agar partisipasi dalam UHC meningkat?
- Kita sudah memiliki peraturan kebidanan (Nomor 4 tahun 2019), yang mengatur
tentang siapa itu bidan dengan segala persyaratannya dan bidan ini adalah tugas
professional bagian integral dari pelayanan kesehatan.
- Mandiri kita tidk bisa sendiri bekerja, bidan harus bekerja sama dan berkolaborasi
dengan mitra terkait.
- Bidan juga memiliki tempat praktk mandiri bidan dan diakui sebagai fasilitas
pelayanan kesehatan yang dikelola oleh bidan yang telah menyelesaikan pendidikan
profesi bidan untuk dapat memberikan pelayanan secara langsung kepada klien.
- Pendidikan kebidanan terdiri dari 3; Vocassional (Diploma 3), Scientific/Akademik
(Sarjana, Magister dan Doktoral), Profesi Bidan. Uji kompetensi itu proses terakhir
dari tahapan pendidikan. Uji kompetensi itu hanya 2, yaitu uji kompetensi lulusan
Vocasi dan uji kompetensi lulusan profesi. Kalau hanya berhenti di D3 atau D4 itu
belum disebut bidan harus uji kompetensi. Bersyukur sekarang uji kompetensi
sudah merupakan bagian dari sistem pendidikan.
- Profesionalisme kredensialing dilakukan melalui proses mendapatkan sertifikasi, uji
kompetensi sejak tahun 2020 sudah bisa diperoleh saat lulus dari pendidikan
kebidanan (mendapatkan ijazah dan lulus uji kompetensi) mendaftar ke Konsil
Tenaga Kesehatan (termasuk konsil kebidanan) untuk mendapatkan STR,
selanjutnya mendaftar ke Dinas Kesehatan setempat untuk mendapatkan SIPB.
Setiap 5 tahun sertifikat dan SIPB diperpanjang sesuai dengan syarat-syaratnya,
dengan bobot 25.
- Bidan dapat berpraktik di Faskes baik Tempat Praktik Mandiri Bidan atau Faskes
yang lain (Puskesmas, Rumah Sakit dan yang lainnya).
- Bidan dapat berpraktik sesuai dengan kompetensi dan kewenangannya yang diatur
dalam standar pelayanan mengikuti prinsip-prinsip etika profesi, SOP dan lain-lain.
- Bidan sudah tahu batasan kewenangan, dimana bidan adalah dalam lingkup
pelayanan kasus fisologis, dokter Obgyn kasus patologis.
- Bidan juga berkolaborasi dalam memberikan pelayanan, termasuk pelayanan
kesehatan ibu dan kesehatan anak, kesehatan reproduksi dan KB, juga ada
pelimpahan-pelimpahan kewenangan.
- Ada juga delegasi dari pemerintah kepada bidan untuk melakukan kewenangan di
luar yang sudah ditetapkan sesuai dengan kebutuhan, situasi dan kondisi. Seperti
kemarin kita mendapatkan penugasan dari Menteri Kesehatan mengenai
pelimpahan kewenangan melakukan Vaksinasi COVID-19 pada ibu hamil. Ini
merupakan tugas tambahan dari bidan.
- Model praktik bidan ini dimulai dengan mengupayakan promotif preventif, kemudian
kita memberikan pelayanan kepada ibu atau perempuan sebelum hamil, hamil
(normal), pasca hamil, persalinan normal, nifas dan siklusnya. Juga pada bayi baru
lahir, melakukan deteksi dini, melakukan tindakan-tindakan emergensi, merujuk dan
juga melakuan mobilisasi masyarakat, peran serta masyarakat, dan partisipasi
masyarakat di dalam mengelola kesehatan.
- Bidan itu merupakan tenaga kesehatan terdepan terutama dalam pelayanan KIA
dan KB, bidan ini merupakan care provider strategic yang ada di tengah-tengah
masyarakat dan memberikan pelayanan kepada ibu dan anak sampai dengan usia 6
tahun.
- Pendekatan bahwa bidan dengan mitra itu partner sifatnya (partnership). Dalam
pelayanan Kesehatan Reproduksi kepada ibu dan balita, penting bagi bidan untuk
memaknai nilai-nilai yang ada pada klien dan juga hak-hak azasi manusia.
- Chang of agent, Bidan ini berada di masyarakat dan bersama-sama dengan
masyarakat bidan sebagai penyambung lidah dari pemerintah. Bidan ada di setiap
desa, semua program dan aturan, pada masa pandemik bagaimana protokol
kesehatan bidan sangat berperan dalam menyampaikan informasi tersebut.
- Dalam pelayanan di fasilitas primer bagaimana bidan bisa menjaring mana yang
dapat dilakukan di fasilitas primer dan mana yang harus dikolaborasikan dengan
faskes lanjutan (puskesmas atau Rumah sakit).
- Bagaimana meningkatkan kompetensi bidan, IBI mempunyai program Bidan
DELIMA. Dari IBI untuk meningkatkan kapasitas Bidan Praktik Mandiri. Program ini
sudah lama dan mendapatkan fasilitasi dari USAID, dan sekarang kami banyak
disupport dari UNFPA. UNFPA ini mitra strategis dari bidan, sangat banyak sekali
support dalam penguatan-penguatan bidan seperti aplikasi dengan menggunakan
berbagai sistem untuk memudahkan mengelola dan memonitor bidan Delima.
- Melakukan advokasi kepada sektor terkait. Bidan Delima ini sebagian besar bekerja
sama dengan BPJS, tapi masih bermasalah dalam tarif.
- Bidan Delima melakukan pelatihan-pelatihan, workshop memberikan kebutuhan
bidan dalam melakukan praktik.
- IBI memiliki 34 Perwakilan Daerah (Provinsi), 514 Perwakilan Cabang
(Kabupaten/Kota), 5.019 Ranting dan 341.547 anggota (terbanyak di Jawa Timur
dan yang paling sedikit di Maluku. IBI strukturnya sangat linear jadi untuk
menggerakkan mudah.
- Perpanjangan KTA sudah secara online tidak ada lagi secara manual
- Data RIFASKES 2019: 169.852 bidan bekerja di fasilitas primer, 44.618 di TPMB,
45.875 di desa (PUSDATIN 2019) Total menjadi 260.345 FKTP. Sekitar 76,22%
bidan bekerja di fasilitas primer. Di Puskesmas bidan adalah yang terbanyak.
- Survei Kesehatan Dasar 2018; bidan yang memberikan pelayanan ANC 82,4%
(41% di Fasilitas TPMB), Pelayanan persalinan 61% (29% di TPMB), Pelayanan KB
76,5% (54,6% di TPMB).
- Poin penting: (1) pengembangan pelayanan kebidanan sesuai kebutuhan dan
kemajuan pelayanan kesehatan di tingkat nasional dan global, (2) Kebidanan
sebagai profesi yang terus berkembang, selalu menjaga profesionalitasnya dengan
mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi,(3) Profesionalisme erat
kaitannya dengan kompetensi yang harus dimiliki, dipertahankan, dan ditingkatkan
oleh setiap bidan, (4) Bidan profesional harus memiliki kompetensi klinis dan non
klinis meliputi kompetensi sosial budaya, keterampilan kritis, analisis, advokasi dan
inovasi untuk meningkatkan mutu pelayanan kebidanan
- Rekomendasi: (1) diperlukan kebijakan untuk memperluas akses KIA dan KB agar
pelayanan kesehatan merata dan mudah dijangkau oleh masyarakat dengan tetap
melakukan pemantauan, pembinaan untuk menjaga dan meningkatkan mutu secara
berkesinambungan, guna mencapai total Universal health coverage, (2)
mengembangkan jaringan fasilitas kesehatan primer dan rujukan dalam satu sistem
dan melaksanakan rujukan timbal balik dan semua fasilitas termasuk TPMB dapat
mengakses SISRUTE, (3) Optimalisasi bimbingan teknis & evaluasi pemantauan
oleh pemerintah & organisasi profesi, (4) melakukan advokasi dalam penyusunan
kebijakan pelayanan kebidanan yang dikembangkan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku, (5) Revisi standar/tarif pembiayaan BPJS bidan
di TPMB di P2JK/Kemenkes dan BPJS
- Kesimpulan: (1) Asuhan kebidanan sebagai salah satu bagian sentral untuk
berperan dalam memberikan kontribusi terhadap kesehatan ibu, bayi baru lahir dan
anak, pelayanan kesehatan reproduksi berbasis masyarakat sebagian besar
diberikan oleh bidan, (2) meningkatkan mutu program pendidikan kebidanan untuk
mencapai standar kompetensi praktik kebidanan, (3) bidan sebagai salah satu garda
terdepan dalam pelayanan kesehatan perlu didukung oleh fasilitas yang memadai,
regulasi dan kebutuhan untuk mempertahankan kapasitasnya (4) kapasitas bidan
untuk melaksanakan asuhan kebidanan yang bermutu dan memimpin asuhan
dengan mengikuti peraturan dan kebijakan, perlu ditingkatkan, sehingga semua
perempuan dapat mengakses asuhan kebidanan dengan mutu dan keamanan yang
baik.

Materi 4:

“Private Sectors Role in Filling the Gaps in Family Planning and Reproductive Health
Program”

- DKT adalah private sector yang mempunyai visi di mana semua anak dicari,
seksnya hebat (hubungan suami istri yang menyenangkan), dan orang-orang bebas,
Misi DKT memberi pasangan pilihan yang terjangkau dan aman untuk keluarga
berencana, kesehatan reproduksi, dan pencegahan HIV AIDS melalui pemasaran
sosial yang dinamis
- Sejak 2021, Kita sudah membantu atau melindung 54 juta pasangan melalui Family
Planning, DKT juga ada di 28 negara, produk DKT tersedai di 90 negara.
- DKT Indonesia berdiri di tahun 1996 sebagai partner utama dari Kementerian
Kesehatan dalam mensukseskan kampanye infeksi HIV AIDS. Sejak saat itu,
program dilaksanakan secara meluas, dan di tahun 2021 DKT Indonesia
menjangkau dan melindungi sekitar 8,6 million pasangan setiap tahun. Sekarang
lebih memperluas lagi program Keluarga Berencana khususnya dari sektor swasta.
- Tahun 2021: Melindungi 8.639.066 paangan, mencegah kehamilan yang tidak
diinginkan 2.574.652, mencegah kematian ibu 6.041, mencegah aborsi yang tidak
aman 626.818.
- Sosial marketing penting untuk menigkatkan kesehatan masyarakat dengan
memanfaatkan kekuatan dan efisiensi sektor swasta dan dengan memaksimalkan
infrastruktur komersial.
- Tujuan: (1) ketersediaan dengan membangun rantai pasokan komoditas kontrasepsi
yang terjangkau, (2) menciptakan permintaan melalui kampanye yang
mempromosikan manfaat keluarga berencana.
- Non patronizing, hemat biaya dan cepat.
- Dalam Keluarga Berencana, kolaborasi publik dan swasta adalah krusial. Di antara
25 juta pengguna Keluarga Berencana, 67% adalah pelayanan sektor swasta.
Sedangkan 33% disupport oleh publik atau pemerintah.
- Suntikan adalah metode yang paling popular, kemudian pil, IUD, Implant, Metode
Operasi dan Kondom.
- sektor publik memainkan peran penting dengan menyediakan metode keluarga
berencana jangka panjang seperti IUD, Implan dan metode operasi sedangkan
sektor swasta lebih berkontribusi dalam metode jangka pendek seperti injeksi, pil, pil
kontrasepsi darurat dan kondom.
- DKT sebagai pihak swasta perlu memastikan ketersediaan produk di seluruh
Indonesia, dengan kualitas dan keterjangkauan yang baik.
- Kami menjangkau 13.000 bidan dan 30.000 outlet farmasi. Namun, partisipasi
kontrasepsi di Indonesia menurun akibat pandemi selama 2 tahun. Beberapa
dampaknya adalah meningkatnya kehamilan yang tidak direncanakan dan
prevalensi stunting. Kolaborasi publik swasta adalah pembangkit tenaga utama
untuk menghindari ini terjadi. Bersama-sama kita perlu meningkatkan partisipasi
kontrasepsi. Memperkuat kolaborasi dengan irama yang sama adalah kuncinya.
- Pada Oktober 2020, DKT Indonesia bekerja sama dengan BKKBN untuk melakukan
beberap intervensi dengan kampanye “Ayo br-KB, keluarga berencana itu keren”.
Kampanye ini menjangkau 13 jut target audiens untuk peduli dengan keluarga
berencana.
- Memperkuat kapasitas penyedia layanan kesehatan melalui webinar dan
keterlibatan virtual adalah cara untuk menjaga semua orang tetap aman dan
menghindari tingkat putus sekolah yang lebih tinggi. pada tahun 2021, kami memiliki
lebih dari 100 batch pelatihan virtual penyegaran, mencakup 35,00 bidan dan
10.000 apoteker
- Kami percaya, peran perawatan keluarga berencana, bidan, apoteker dan dokter
sangat penting untuk mendukung pasangan dalam menentukan alat kontrasepsi
yang paling cocok mulai dari baru menikah, hamil dan setelah melahirkan
- Kami juga berkolaboasi dengan IBI untuk menyampaikan pesan dari pentingnya
kontrasepsi untuk mencegah stunting.Selain itu, kami juga mendorong peserta laki-
laki untuk ikut serta dalam KB dengan kampanye "Pria berKB itu Keren",
bekerjasama dengan BKKBN.
- Dalam PSA ini kami membuat analogi perbandingan antara seorang pria yang
berpartisipasi dalam keluarga berencana dan seorang pria yang tidak berpartisipasi
dalam keluarga berencana dengan cara yang lucu. sebagai pendekatan komunikasi
yang mudah agar mudah dipahami oleh masyarakat.
- Kampanye ini dipublikasikan di TV nasional dan mencapai lebih dari 50 Juta
- menormalkan pembahasan kondom dan edukasi terus diperlukan untuk
mematahkan stigma tersebut. salah satu caranya adalah dengan merayakan
momen yang relevan
- terkadang cara terbaik untuk menyadarkan orang adalah dengan menciptakan
disrupsi, dengan memanfaatkan momen pemasaran April Mop dan menjadikannya
viral
- dalam pemasaran digital, kita belajar bagaimana konten yang baik dapat
menciptakan buzz, meningkatkan kesadaran, dan semua orang akan mencoba
memanfaatkan momentum, yang berarti paparan gratis, posting ulang dan tweet
ulang
- DKT juga memiliki paltform non branded untuk mendidik dan berbicara dengan
pemuda Indonesia, yang mencari informasi terkait kesehatan reproduksi dan
masalah kesehatan seksual. #berani berencana
- Anda memiliki pertanyaan terkait KB dan kesehatan seksual, atau ingin tahu metode
- KB yang cocok untuk Anda? Halo DKT siap membantu Anda #tanyaKB #HaloDKT

DISKUSI:
Bagaimana dan apa yang harus dilakukan oleh fasilitas pelayanan primer untuk
menurunkan AKI, AKB dan stunting di Indonesia yang masih cukup tinggi apalagi
pada masa pandemi?

Selain meningkatkan fasilitas sarana prasarana juga kompetensi dari tenaga pelayanan
itu sendiri, juga perlu meningkatkan upaya kesehatan promosi dan preventif kepada
masyarakat agar mereka menyadari pentingnya kesehatan reproduksi dan KB dalam
meningkatkan kesehatan keluarga. Memperbaiki fasilitas sarana prasarana yang ada di
Posyandu, karena posyandu juga merupakan bagian dari pelayanan primer yang ada di
semua wilayah desa. Juga yang perlu diperbaiki adalah sistem rujukan, Malaysia
berhasil menurunkan AKI dan AKB karena sistem rujukan di sana yang sangat baik,
mengenali masalah, responsibility cukup baik dan RS cepat menangani. (Prof.dr. Hari
Kusnanto Josef, SU, Dr.PH)

Terkait SDM bagaimana menyikapi adanya ketimpangan sebaran tenaga


kesehatan yang ada di Indonesia agar pelayanan yang diberikan tetap dapat
memenuhi kebutuhan masyarakat?

Perlu mengatur kembali sistem dan mekanisme penempatan tenaga kesehatan baik
dokter maupun bidan sesuai dengan kebutuhan daerah, juga perlu membuat kebijakan
yang mengatur kewenangan dari setiap tenaga medis. Interkolaborasi harus sudah
dibiasakan sejak dalam pendidikan agar saat bekerja nanti tidak ada yang mendominasi
misalnya, di satu tempat pelayanan yang diberikan lebih didominasi oleh dokter atau
sebaliknya lebih didominasi oleh bidan. Intercolaborating harus terjalin dengan baik.
(Prof.dr. Hari Kusnanto Josef, SU, Dr.PH)

Bidan dengan jumlah yang sangat banyak ini apakah siap untuk bekerja di
wilayah pelosok atau di fasilitas primer?

Kalau bidan saya kira mau dan siap bertugas di daerah karena bidan yang dalam
pendidikan itu memang dipersiapkan untuk bertugas di fasilitas primer atau klinik. dulu
kita mendidik 80ribu bidan yang siap untuk ditempatkan/didistribusikan di desa-desa,
pada saat itu masyarakat belum merasakan mudahnya akses tapi sekarang bidan
sudah ada di seluruh desa. Transformasi kesehatan yang akan fokus pada perbaikan
pelayanan di posyandu saya kira sudah sangat bagus untuk meningkatkan akses
pelayanan kesehatan reproduksi di desa. Penguatan kepada lembaga pendidikan juga
perlu, karena dari sekian banyak sekolah yang ada yang betul-betul berkualitas
mungkin hanya beberapa. Tapi kita tidak boleh meng-adjust juga bahwa yang
dihasilkan mereka itu belum siap karena mereka sudah mengikuti aturan atau
ketentuan sebagai lembaga pendidikan. Mengenai kualitas pelayanan, yang perlu
dilakukan adalah penguatan dan pembinaan teknis yang berkelanjutan, bukan hanya
saat pertama kali dibuka dan bukan hanya berupa pembinaan administratif. Bagaimana
kita mengevaluasi apa masalah yang dihadapi dan bagaimana mereka menyelesaikan
atau menghadapi masalah itu. Harus dilakukan pendampingan teknis secara terus
menerus. (Dr. Emi Nurjasmi, M.Kes)

Preservice itu bagaimana kesiapannya? Kita punya Permenkes nomor 21 yang


sangat bagus sekali untuk meningkatkan kualitas pelayanan KB.

Interprofesional education juga sudah berjalan terutama di Poltekkes dan sekolah


kebidanan lainnya. Para pengajar juga bukan hanya dari bidan tapi juga dari dokter
spesialis anak, Obgyn, penyakit dalam dan juga dokter umum, yang kami butuhkan
sekarang adalah dukungan dan penguatan di pre service training, untuk dosen-
dosennya perlu diperkuat juga. (Dr. Emi Nurjasmi, M.Kes)
Bagaimana dengan peran dokter dalam pelayanan Kesehatan Reproduksi dan
KB? Dokter yang tidak bisa (sulit) menggunakan USG.

Kita harus menyadari untuk memberikan pelayanan kesehatan reproduksi dan KB yang
outcomesnya adalah menurunnya AKI, AKB dan stunting tidak bisa hanya melihat satu
per satu dari satu sisi. Dalam rencana transformasi pak Menteri akan ditutup posyandu,
bagus, betul,, namun jika dengan kondisi puskesmas hanya melaksanakan kuratif itu
akan menjadi masalah. Sudah ada penelitiannya, sejak era JKN, puskesmas program
promotif dan preventif sudah menurun drastis, mereka 70 persen melakukan pelayanan
kuratif sama dengan klinik swasta dan ini sangat disayangkan. Mengenai dokter,
apapun kompetensi yang diberikan pada dokter, pada bidan, perawat kalau tidak
didukung oleh sistem yang baik maka outputnya tidak kena. Contoh sudah jadi
kesepakatan bersama antara Mendikbud dan Menkes untuk meningkatkan produksi
dokter umum, jor-joran, saya tidak tahu apakah ujung-ujungnya untuk masyarakat atau
untuk mau buka FK, tapi begitu dokternya banyak yang sudah selesai (1 dokter: 1000)
tapi tempat pelayanannya tidak siap, tidak seperti jamannya saya. Begitu selesai dokter
praktik ada pasiennya. Sekarang tidak seperti itu karena semua sudah BPJS, mau kerja
sama sulitnya minta ampun. kalau tidak kerja sama dengan BPJS tidak ada pasien
karena pesertanya kumpul di Puskesmas. Kita harus berusaha tidak hanya satu sektor
per sektor tapi all, kalau untuk pembiayaannya ayo, kalau pak Menteri bilang saya akan
concern pada derajat kesehatan ayo, tapi harus ada pembiayaannya. Kalau biayanya
nda ada yaa repot. Kalau ada biayanya bikin sistem yang bagus, SDMnya disediakan.
Insya Allah kalau ketiga itu bisa selesai. Sekarang ini pembiayaannya kurang,
puskesmas dilengkapi dengan USG tapi tidak dipakai. Jadi pembangunan sektor
kesehatan harus komprehensif, koordinasi harus bisa jalan sosial, kesehatan dan
BKKBN. (dr. Slamet Budiarto, SH, M.Kes)

Anda mungkin juga menyukai