Anda di halaman 1dari 9

Pengenalan Berpikir Ilmiah dan Sistematis

1.Prolegomena.
Aktifitas berpikir secara paripurna melibatkan batin, pemikiran
analitis dan pendekatan metodologis yang tepat. Deskripsi berpikir
ilmiah adalah ciri keilmuan yang sistematis untuk mendapatkan
generalisasi melalui penggunakan instrument riset yang dianggap mampu
menguak berbagai hal dari pokok persoalan kelimuan tersebut.
Berbagai hal yang diasumsikan atau dipostulat dalam bentuk
hipotesis (jawaban sementara) merupakan jembatan teori dengan metode
riset yang akan dipakai. Baik untuk kajian parametric (pendugaan) dan
non parametric (tanpa pengukuran). Sajian pembedaannya terlihat pada
gambar 1 dan 2 ini.
Gbr 1. Proses pemikiran Pendugaan

masalah
hipotesis pengujian
utama

Gbr 2. Proses pemikiran tanpa Pengukuran

masalah pra-
investigasi
utama anggapan
Berpijak kepada dua pilihan berpikir secara sistematis dengan
pemakaian nalar ilmiah diharapkan menghasilkan produk berupa
generalisasi (diterapkan secara umum) dan implikasi (diterapkan secara
spesifik di lingkungan yang memang diatur ketat). Muaranya adalah
pengembangan ilmu masing-masing peneliti/periset.
Berikutnya, terdapat satu kajian lagi dalam pokok berpikir yakni
penalaran teologis. Bagi kalangan Injili seperti Baptis Seminary,
penalaran ini mempunyai kedudukan yang penting dalam pengembangan
teologi Kristen.

2. Tindakan Allah dalam literature Teologi.


Wahyu atau revelation memuat tindakan Allah sejak permulaan
hingga pada berakhirnya sejarah peradaban manusia. Tindakan Allah ini
terangkum dalam sebuah kitab. Dikenal dengan Alkitab Firman Allah yang
tertulis, di mana autographnya tidak mungkin keliru dan tepat sasaran
karena kebenaran pewahyuan tersebut merupakan master piece Roh Allah
sebagai actor utama penulisan.Mengacu kepada dasar epistemologi awal
ini, teologi merupakan hasil perenungan dan pemahaman penulis-penulis
kitab sesuai konteks masing-masing dan memuat tema bagi setiap kitab.
Howard F. Vos menyerukan pentingnya pemikiran teologis diawali
dengan menyediakan outline berpikir secara sistematis. Garis besar
itulah yang menjadi rancangan besar untuk menuliskan karya teologisnya
kelak. Guna mendapatkan insight/tilikan akan kebenaran Allah sehingga
kerygma dan didache benar-benar merupakan kebenaran inspiratif bagi
kehidupan pembaca/pendengar/audiens.
Gambar 3 ini merupakan risalah bagi penalaran teologis itu.

berupa skripsi teologi/pendidikan


Garis besar observasi awal

berupa tesis teologi/pendidikan


Contoh ditautkan dengan teks-teks/literatur teologi

berupa disertasi teologi/pendidikan


Usulan pembuktian melalui pendalaman tema

3. Pembakuan Karya tulis ilmiah


Karya tulis ilmiah/teologis menggunakan standar penulisan dan
narasi tentang defenisi kelas umum serta kelas spesifik untuk
mendapatkan makna sesungguhnya. Pemaknaan sesungguhnya ini merupakan
produk logika berpikir.Dan pengerjaannya melalui berbagai tahapan yang
sekuensial.
Cakupan karya tulis teologis/pendidikan Kristen sejatinya tidak
hanya mencerminkan kebenaran ilmiah tetapi yang jauh lebih utama
adalah pernyataan yang koheren berkenaan dengan Allah dan perkataan-
Nya,iman dan sikap orang percaya terhadap janji-janji Allah. Disaput
dengan kasih dan penghormatan.
Standar penulisan bermula dari pernyataan berupa kalimat lengkap.
Muatannya terdiri dari: Subjek – Predikat – Objek – Keterangan.
Disingkat S-P-O-K. Sehingga ketika individu tertarik mengembangkan
suatu gagasan yang actual dan relevan akan melengkapi pernyataan
gagasan itu melalui penggunaan adagium S-P-O-K tersebut.
Pendekatan ini memang tidak lazim. Namun patut dipertimbangkan
kegunaannya. Terutama alur gagasan berpikirnya yang bergerak maju.
Ketika individu menetapkan siapa yang menjadi Subjek (S)-nya dan apa
yang menjadi Predikat (P)-nya. Kemudian menetapkan bagaimana dengan
Objek (O)-nya dan mengapa Keterangan (K)-nya diperlukan. Maka ganbaran
sesungguhnya mengenai Komponen dan Proses (John.J.O.I. Ihalauw, 2008)
akan mengarah kepada pembentukan makna penulisan/penelitian itu.

4. Hakiki Pendidikan Kristen dalam pemikiran ilmiah tertulis


Pendidikan Kristen mesti dikelola dengan model yang berbeda.
Sekulerisasi pendidikan bukanlah hakiki dari pendidikan Kristen.
Sesungguhnya pendidikan Kristen sangat bernilai. Karena ada tanda
penebusan yakni penderitaan Kristus.
Senyatanya pendidikan Kristen diawali dari keluarga dan meluas ke
gereja yang peduli kepada tunas-tunasnya dan untuk hal itu dibangunlah
sekolah-sekolah Kristen hingga ke jenjang universitas. Sejarah
pendidikan Kristen di Amerika Serikat baik itu Harvard University,
Princeton University, Yale University, dan banyak PT lainnya diawali
dengan pelayanan gereja saat itu terutama untuk memperlengkapi umat
masuk dalam pelayanan.
Perkembangan pendidikan Kristen di seminary atau school of
theology kini berbeda dengan pendidikan Kristen di masa silam.
Kebutuhan gereja di masa silam adalah untuk memperlengkapi pelayan ke
jemaat. Kini terjadi pergeseran karena pendekatannya mengarah kepada
jiwa yang termaktub dalam UU Sistem Pendididkan Nasional. Maka ada
kesenjangan baik secara mendasar berupa atribusi yang dikenakan kepada
lulusan dan kepada pendidik itu sendiri. Juga letak bedanya dalam
proses pendidikan itu sendiri. Hal-hal inilah yang menjadi
keprihatinan bersama. Gambar berikut ini menjelaskan hakiki pendidikan
Kristen sesungguhnya.

Kerygma Pengetahuan
Pengasuhan Sikap dan
Peserta didik
Kristen Pengenalan
Didache akan Allah

Gambar 4. Pendidikan Kristen Sesungguhnya

Petikan berikut ini menjelaskan gambar tersebut: Abraham belajar bahwa


Allah adalah rajanya, dan ia serta keluarganya adalah milik Dia dan
harus setia kepada-Nya. Namun sebelum itu, ia belajar bahwa Allah
adalah pihak yang berprakarsa, dan akan selalu memelihara janji-Nya.
Ia belajar juga, perjanjian itu bukan saja untuk hubungannya secara
pribadi tetapi juga untuk seisi rumahnya, termasuk para budaknya dari
bangsa asing (Ida Glaser, 2012). Penjelasan sederhana tersebut
mengingatkan pembaca bahwa prakarsa Allah selalu disertai dengan
janji-janjiNya. Iman kepada janji-janji Allah itulah yang diperluas
oleh Rasul Paulus dengan menyebutkan: …. agar kebenaran Injil tinggal
dalam kehidupan orang percaya.

Pertanyaan.
Apa sesungguhnya kebenaran Injil itu?
5. Hakiki Teologi Kristen dalam pemikiran ilmiah tertulis
Batasan teologi kali ini berbeda dengan apa yang dinyatakan
berlaku umum. Teologi sesungguhnya adalah pernyataan yang benar
tentang Allah, Firman-Nya, karya-Nya bagi manusia yang masih hidup
hingga kini. Batasan ini memuat hal krusial tentang manusia dan
kehidupannya di dunia fana ini.
Keliru dan salah dalam memahami tentang Allah berdampak kepada
makna kehidupan manusia itu sendiri. Sebuah contoh lugas dalam
kategori pembedaan atau pengkontrasan. Buddha atau kaum Buddhist
menyebutkan hidup adalah penderitaan. Kaum Nasrani mengatakan hidup
adalah anugerah. Bagaimana teologi mengatasi perbedaan itu jika
menggunakan terminologi penderitaan?
Contoh lain adalah persoalan teks-teks Alkitab. Salah satu bidat
yang diakui keberadaannya adalah Saksi-saksi Yehuwa. Golongan ini
menolak ke-Allah-an Yesus Kristus. Dia hanya manusia saja dan ciptaan
yang sulung. Tentunya pernyataan ini sangat menyimpang dari doktrin
dasar Kristen. Terminologi apa yang tepat yang dapat digunakan guna
menguak tabir ajaran sesat ini? Memperhatikan gambar 5 berikut ini.

Gambar 5. Polemik tentang Logos


Bagaimana respons teologi Kristen dalam memberikan apologia atau
pertanggungjawaban imannya terhadap pokok krusial ini?
Selanjutnya berkenaan dengan teologi agama-agama misalnya,
konteks keragaman agama dan ayat eksklusif Kisah Rasul 4:12 menjadi
pokok singgungan bahkan memicu polemik jika diperhadapkan. Posisi
teologi Kristen sendiri melalui penetapan yang tepat akan menjadi
penanda bahwa kekristenan itu bukan agama seperti yang dipahami
kebanyakan penganut agama lain.

Gambar 6. Teologi Kristen vs Teologi Agama-agama

Sikap dan posisi pijakan teologi Kristen sangat berbeda dengan


agama-agama lainnya. Karena pendekatan terhadap kebenaran absolut
memiliki ciri khusus dan tidak mungkin sama dengan agama lainnya.
Sebuah teladan penting dalam membedakan agama Buddha dengan
kekristenan didekati melalui makna hidup manusia.
Agama Buddha menegaskan bahwa hidup manusia adalah dukkha atau
penderitaan. Jalan keluar terhadap dukkha adalah mengekang hawa nafsu
sehingga hidup menjadi lebih otentik. Deskripsi teologi Buddha
tersebut menilai dan memegang realitas hidup bahwa penderitaan itu
langgeng. Benarkah demikian? Gambar 7 di bawah ini menguraikan hakikat
ajaran Buddha.
Kekristenan berbasikan kepada wahyu Allah. Pokok pentingnya,
tulisan yang diilhamkan Allah (band. 2 Tim 3:15-17). Aspek penderitaan
dalam PL atau Perjanjian Lama dapat dilihat dari Kejadian 3. Juga
dalam kehidupan saleh Ayub seorang pilantrofi pada masanya. Dengan
gamblang Alkitab menyebutkan asal mula penderitaan adalah karena dosa.
Muasal penderitaan manusia karena manusia pertama saat itu dijumpai
oleh seorang filsuf kebebasan bernama Lucifer. Filsuf ini menawarkan
kebebasan sejati melalui memakan buah dari pohon pengetahuan itu.
Singkatnya, manusia melalui kebebasannya itu meninggalkan ikatan
perjanjian dengan Allah Pencipta. Bahkan menjadikan dirinya otonom dan
setara dengan Allah Pencipta.
Dosa merusak tatanan yang teratur. Kehidupan menjadi anomali
bahkan merosot menuju titik nadir yang disebut kematian. Maka tepatlah
Heidegger menyebutkan, manusia adalah ADA yang menuju kepada kematian.
Sehingga teologi pesimistik muncul di kehidupan manusia.
Membandingkan ajaran Buddha dengan ajaran Alkitab, gambar berikut
ini merupakan upaya mengkomunikasikan kabar baik dengan
mempertimbangkan pijakan teologis agama Buddha. Bagaimana manusia
dapat berpindah dari kehidupan yang dibayang-bayangi oleh penderitaan
bahkan kematian menuju kehidupan yang penuh damai sejahtera.
Pendekatannya menggunakan alur penebusan oleh Kristus. Dia sendiri
menderita demi kita agar kita hidup bagi Allah selama-lamanya.
Sehingga hidup ini bukan melulu berkutat dengan hawa nafsu semata.
Berubah dengan melihat hidup ini adalah pembaruan dari dalam hati
manusia. Allah melihat hati manusia, dan manusia berdosa yang belum
dibarui melihat dirinya dan kehidupannya selalu dalam orientasi aku
telanjang, miskin dan kehilangan makna. Penebusan dari Allah adalah
jawaban bagi penderitaan manusia.

Gambar 8.

Tanpa penumpahan darah tidak akan ada penebusan. Galatia 3: 13


dan 14, rasul Paulus dengan jernih dan tepat melihat pentingnya
kehidupan disaput dengan penebusan. Sebab kehidupan itu sendiri
bermakna jika isinya mendapatkan anugerah dari Allah Pencipta.
Penebusan sekaligus penggenapan janji Allah kepada manusia dan tidak
ada cara lain.
Melalui risalah awal ini terdapat perbedaan berpikir ilmiah dan
berpikir teologis. Esensi berpikir ilmiah mencerminkan gugus nalar
dalam mencermati realitas apapun yang dapat disebut. Baik itu
penyakit, sains dan iptek hingga humaniora. Berbeda halnya dengan
berpikir teologi, basisnya ada pada kebenaran karena iman kepada
Firman – yang diformulasikan oleh rasul Paulus dalam Roma 10:6-10.
Konteks penelitian ilmiah ada pada muatan makna tertentu untuk
menunjuk peristiwa (objek) tertentu. Misalnya, kebakaran hutan di
sumatera yang terjadi beberapa waktu silam. Apa yang menjadi penyebab
terulangnya kebakaran hutan? Mengapa investor masih melakukan upaya
pembakaran dalam membuka lahan untuk komoditi perkebunan? Bagaimana
dampak dari pembakaran lahan terhadap kelestarian hutan dan
ketersediaan O2? Di mana peran pemerintah setempat menghadapi kasus
kebakaran lahan selama ini? Bagaimana penindakan yang diambil sesuai
UU Lingkungan dan Kehutanan yang berlaku?
Konteks penelitian teologis selain memang mengandung muatan makna
historis juga disertai dengan bukti-bukti. Hal ini tentu
mengindikasikan kajian teologis baik itu praktikal, historical,
biblical, pedagogical hingga kepada dogmatikal serta apologetikal
mensyaratkan pentingnya pemaparan uraian secara teologis sesuai
percabangannya dan bukti-bukti yang ada. Salah satu kasus teologis
adalah bumi terbagi dalam zamannya Peleg seperti tertulis dalam
Kejadian 10 ayat 25. Pernyataan teologis yang disertai bukti-bukti
merupakan bentuk pengesahan kembali bahwa Alkitab berkata benar
tentang realitas yang ada termasuk ketika kasus gempa bumi di Lombok
terjadi.

Anda mungkin juga menyukai